PRESENTASI KASUS EVALUASI PASIEN IKTERUS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Di RSUD Saras Husada Purworejo Pembimbing: dr. Danang, Sp.PD Disusun Oleh: Arifatul Unsiyanah NIM: 20070310025 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRESENTASI KASUS
EVALUASI PASIEN IKTERUS
Disusun Untuk Memenuhi
Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Di RSUD Saras Husada Purworejo
Pembimbing:
dr. Danang, Sp.PD
Disusun Oleh:
Arifatul Unsiyanah
NIM: 20070310025
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
EVALUASI PASIEN IKTERUS
Telah disetujui pada
16 April 2012
Oleh:
Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Saras Husada Purworejo
dr. Danang, Sp.PD
2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Definisi ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (membrane
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sclera
dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali. Ikterus yang ringan dapat
dilihat paling awal pada sclera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar
antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas, dapat dilihat dengan nyata maka
bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%.
1.2 Metabolisme bilirubin
Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung dalam 3 fase: prehepatik, intra hepatic dan
pasca hepatic. Penjelasan yang lebih detail menambahkan 2 fase lagi sehingga tahapan
metabolism bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase 1). Pembentukan bilirubin, 2) transport
plasma, 3). Liver uptake, 4). Konjugasi, dan 5). Ekskresi bilier.
Fase prehepatik
1) Pembentukan bilirubin.
Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk
setiap harinya. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan
sisanya 20-30% (early labeled bilirubin) dating dari protein hem lainnya yang berada
terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein hem dioecah menjadi
besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksidase. Enzim lain,
biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama
dalam sel system retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel
darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
Pembentukan early labeled bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan
eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting.
2) Transport plasma.
Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membrane
glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa
keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat
berlomba pada tepat ikatan albumin.
3
Fase intrahepatik.
3) Liver uptake.
Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Engambilan
bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidk termasuk
pengambilan albumin.
4) Konjugasi.
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi di dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukoronida atau bilirubin konjugasi atau
bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil transferase
menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam beberapa keadaan, reaksi ini hanya
menghasilkan bilirubin monoglukoronida, dengan bagian asam glukoronik kedua
ditambahkan dalam saluran empedu melali system enzim yang berbeda, namun reaksi ini
tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukoronid juga terbentuk
namun kegunaannya tidak jelas.
Fase pasca hepatic.
5) Ekskresi bilirubin.
Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya.
Anion organic lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di
dalam usus flora bakteri men-dekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi
4
sterkobilinogen. Dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi
warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam
jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan
diglukoronida tapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan bahwa air seni yang
gelap yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak
terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin
tak terkonjugasi dapat melewati barier darah otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam
sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi engan gula melalui enzim
glukoroniltransferase dan larut dalam empedu cair.
1.3 Penyakit gangguan metabolism bilirubin
1) Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
i. Peningkatan produksi bilirubin
Hemolisis
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah
tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin.
Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat
hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau
hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul
sering disebut ikterus hemolitik.
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek
meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak
dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi
pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi
dalam urine (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin
abnormal (anemia sel sickle), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi
serum (Rhesus Inkompatibilitas transfusi) dan malaria tropika berat.
Ineffective erithropoiesis
Selama pematangan eritroid, hemoglobin dalam jumlah yang kecil mungkin
hilang ketika nuclear extraction, dan beberapa fraksi sel eritroid dihancurkan
dalam sumsum tulang. Proses tersebut normalnya dalam jumlah yang kecil dari
bilirubin yang dihasilkan. Pada beberapa gangguan, termasuk thalasemia mayor,
5
anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat atau vitamin B12, porofiria
congenital eritropoiesis, keracunan, dan beberapa diseritropoietik anemia dapatan
dan bawaan, produksi total fraksi bilirubin yang dihasilkan dari ineffective
erithropoiesis meningkat, mencapai 70% dari total. Hal ini memungkinkan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dalam jumlah sedang.
Lain-lain
Degradasi hemoglobin dari penimbunan eritrosit ekstravaskular, seperti infark
jaringan yang massif atau hematoma yang luas mungkin menyebabkan hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi.
ii. Penurunan clearance bilirubin hepatic
Penurunan uptake hepatal
Penurunan uptake bilirubin dipercaya menyebabkan hiperbilirubinemia pada
gilbert’s syndrome (GS), meskipun dasar molekularnya belum jelas. Beberapa
obat, termasuk asam flavaspidic, novobiosin, dan beberapa agen kontras
Hepar : tampak pelebaran systema bilier intra hepatal
Tak tampak lesi hyperechoic
Sudut tumpul, tepi licin
VF : tak tervisualisasi
Pancreas : normoechoic, ukuran normal
Ren dextra et sinistra : normoechoic, SPC tidak melebar
Lien : normoechoic, ukuran normal
Kesan :Hepatomegali dengan pelebara systema bilier intra hepatal
Pancreas, lien, dan kedua ren normal
VF tak tervisualisasikan
17
Ikterus merupakan perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya
(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dalam serum melambangkan keseimbangan
input dari produksi bilirubin dan hepatic/biliary removal dari pigmen tsb.
Skema di atas merupakan skema evaluasi pasien dengan gejala ikterik. Tahap awal
untuk mengevaluasi pasien dengan ikterus adalah menentukan:
1. Apakah hiperbilirubinemia predominan bilirubin konjugasi atau tak terkonjugasi?
2. Apakah tes biokimia hati abnormal?
Jika hanya bilirubin direk atau bilirubin indirek yang meningkat, maka differential
diagnosisnya:
18
Jika terjadi kenaikan bilirubin serum dengan abnormalitas tes fungsi hati, maka dapat
dikategorikan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu: proses hepatoselular primer dan intra atau
ekstra hepatic kolestasis.
Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah
bilirubin direk dan bilirubin total
alanin aminotransferase (ALT/ SGPT). Enzim ini berada di dalam sel hati.
Aspartate aminotrasferase (AST/SGOT). Selain di hati, enzim ini ditemukan
di beberapa tempat lain di tubuh seperti jaringan dan otot.
Alkalin phosphatase (ALP), enzim tsb terkait dengan saluran empedu.
Albumin
Protrombin time test.
Enzim test (ALT, AST dan ALP) sangat membantu untuk membedakan proses
hepatoselular dan proses kolestasis. Pada hepatocellular prosess, terjadi umumnya terjadi
kenaikan aminotransferase dibandingkan dengan alkalin phosphatase. Sedangkan pada
kolestasis proses, terjadi kenaikan alkalin phosphatase dibandingkan dengan
aminotransferase.
Sebagai tambahan, semua pasien dengan ikterik harus melakukan pemeriksaan darah
tambahan, khususnya albumin level dan protrombin time untuk menilai fungsi hati. Nilai
albumin yang rendah menunjukkan sebuah proses kronik seperti sirosis atau kanker. Nilai
albumin yang normal menunjukkan proses akut seperti hepatitis virus akut atau
19
choledocholelithiasis. Kenaikan protrombin time mengindikasikan defisiensi vitamin k
karena prolonged ikterik dan malabsorbsi vitamin k atau disfungsi hepatoselular.kegagalan
koreksi protrombin time dengan pemberian vitamin k secara parenteral menunjukkan adanya
severe hepatoselular injury.
Nilai bilirubin, enzim, albumin dan protrombin time mengindikasikan apakah pasien
memiliki gangguan hepatoselular atau kolestasis.
Hepatocelular condition
Penyakit hepatoselular yang dapat menyebabkan ikterik diantaranya:
Wilson’s disease ditemukan pada dewasa muda. Autoimmune hepatitis biasanya
ditemuka pada wanita muda hingga setenga baya tetapi dapat terjadi pula pada laki-
laki dan wanita pada usia berapapun. Hepatitis alcoholic dapat dibedakan dengan viral
dan hepatitis terkait toxin dengan pola daro aminotransferase. Pasien dengan
alcoholichepatitis memiliki AST:ALT kurang lebih 2:1, dengan AST jarang mencapai
300 U/L. pasien dengan hepatitis virus akut dan toxin related injury memiliki
aminotransferase lebih dari 500 U/L dengan ALT lebih dari atau sama dengan AST.
Peningkatan aminotransferasakadang-kadang dapat membantu dalam membedakan
hepatoselular atau kolestasis proses. Ketika ALT dan AST kurang dari 8 x normal
dapat ditemukan pada hepatoselular dan kolestasis disease, tetapi jika nilainya 25x
normal atau lebih tinggi, umumnya didapatkan pada hepatoselular akut. Pasien ikterik
karena sirosis memiliki nilai aminotransferase normal atau sedikit naik.
Cholestatis condition
Ketika pola dari liver test menunjukkan cholestasis disorder, langkah
selanjutnya yaitu membedakan intra atau extra hepatal kolestasis. Untuk
20
membedakannya agak sulit. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laborat kurang
membantu. Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan yaitu USG. Tidak adanya diatasi
bilier menunjukkan intra hepatal kolestasis. Sedangkan adanya dilatasi bilier
menunjukkan ekstrahepatal kolestasis. Hasil negative palsu didapatkan pada sumbatan
parsial yang serig ditemukan pada pasien sclerosing cholangitis primer (PSC).
Meskipun USG dapat mengindikasikan adanya kolestasis ekstrahepatal, tetapi
jarang sekali dapat menunjukkan letak obstruksinya. Duktus biliaris komunis dstal
sulit sekali untuk dilihat karena tertutup bowel gas. Pemeriksaan lanjutan yang tepat
adalah computed tomography (CT) dan endoscopy retrograde
sholangiopancreatography (ERPC). CT SCAN lebih baik daripada USG untuk
mengidentifikasi caput pancreas dan untuk mengisentifikasi choledocholelithiasis
pada duktus biliaris komunis distal, ketika duktusnya tidak berdilatasi. ERPC
merupakan gold standart untuk mengidentifikasi choledocholilithiasis.
Pada pasien dengan intrahepatal cholestasis, diagnosis sering ditegakkan
dengan tes serologis dikombinasi dengan biopsy hepar perkutaneus. Penyebab
kolestasis intrahepatal:
21
Pada pasien ini, dari anamnesis pasie mengeluhkan kulit dan mata yang
kuning sejak sebulan yang lalu, perut terasa sebah. Dari hasil pemeriksaan fisik
ditemukan ikterik pada seluruh badan, hepatomegali, dan tidak ditemukan asites. Dari
hasil pemeriksaan penunjang, ditemukan:
Bilirubin total : 22,20 (0,1-1,1 mg/dl)
Bilirubin direk : 12,27 (0-0,25 mg/dl)
Bilirubin indirek : 9,93 (0,1-0,7 mg/dl)
Total protein : 5,7 (6,6-8,7 gr/dl)
Albumin : 3,6 (3,8-5,1 gr/dl)
Globulin : 2,1 (1,5-3 mg/dl)
GOT : 99 (0-31 U/L)
GPT : 42 (0-32 U/L)
HBsAg : negative
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan alkaline phosphatase, sehingga
tidak bias dihitung perbandingan ALP dan aminotransferase. Hasil usg pasien ini
menunjukkan adanya hepatomegali dengan pelebaran systema bilier intra hepatal. Hal ini
menunjukkan bahwa penyebab ikterus pada pasien ini adalah kolestasis ekstrahepatal.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, diperlukan CT SCAN/ ERCP.
22
3.2 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus kolestasis ekstrahepatal dengan penyebab yang belum diketahui.
Diperlukan pemeriksaan penunjang berupa SC SCAN atan ERCP untuk mengetahui lokasi
obstruksi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Lindseth, Glenda N. (2003). Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. In Price, S., Wilson, L. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Pratt, D. S., Kaplan, M. M. (2005). Jaundice. In Kasper, D. L et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine: 16th edition. Mc Graw Hill: Medical Publishing division
Pratt, D. S., Kaplan, M. M. (2005). Evaluation of Liver Function. In Kasper, D. L et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine: 16th edition. Mc Graw Hill: Medical Publishing division
Wolkoff, Allan W. (2005). The Hyperbilirubinemias. In Kasper, D. L et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine: 16th edition. Mc Graw Hill: Medical Publishing division