PRESENTASI KASUS A. STATUS PASIEN I. Identitas Pasien Nama : Ny. Suryati Usia : 35 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Klayu, Tlogomulyo, Temanggung Bangsal : Flamboyan Tanggal masuk RS : 19-11-2010 No. RM : 89762 II. Anamnesis Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan keluhan nyeri perut sejak tadi pagi, muntah 6x dalam sehari, serta merasakan mual pusing serta lemas. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit serupa. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRESENTASI KASUS
A. STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Suryati
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Klayu, Tlogomulyo, Temanggung
Bangsal : Flamboyan
Tanggal masuk RS : 19-11-2010
No. RM : 89762
II. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan keluhan nyeri
perut sejak tadi pagi, muntah 6x dalam sehari, serta merasakan mual
pusing serta lemas. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita
penyakit serupa.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak kesakitan
Kesadaran : Compos mentis
Pemeriksaan Fisik :
Vital sign :
Tekanan darah: 100/70 mmHg
1
Nadi : 68 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37oC
Kepala :
Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Thorax :
Inspeksi : simetris
Palpasi : simetris
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-)
Cor :
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+)
Ekstrimitas :
Akral dingin : superior (-/-), inferior (-/-)
Edema : superior (-/-), inferior (-/-)
IV. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 12,8 g/dl
2
Hematokrit : 40%
Jml Leukosit : 20,8 . 103/ul
Jml Eritrosit : 4,47 . 106/ul
Jml Trombosit : 297 . 103/ul
Limfosit : 6,2
Netrofil : 88,6
Ureum : 29,5 mg/dl
Kreatinin : 0,98 mg/dl
SGOT : 17,3 U/L
SGPT : 28,9 U/L
V. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan USG (tanggal 22-11-2010) :
Pemeriksaan USG Abdomen lengkap pada penderita dengan Dx klinis
appendisitis infiltrat. Hasil :
- Hepar : Ukuran dan echostruktur parenchym normal, sudut lancip,
tepi licin, tak tampak pelebaran sistema vasculer & bilier intra
hepatal. Tak tampak nodul/cyst.
- VF : Ukuran normal, lumen anechoic, dinding tak menebal, tak
tampak batu/nodul.
- Lien : ukuran dan echostruktur parenchym normal, dinding licin,
hillus tak prominent, tak tampak massa atau nodul.
- Ren dextra et sinistra : Ukuran dan echostruktur normal, batas
cortex medulla, SPC tak melebar, tak tampak massa/batu.
3
- Pancreas : Ukuran dan echostruktur normal, tak tampak nodul/cyst.
- VU : Lumen anechoic dinding tak menebal, tak tampak
massa/batu.
- Uterus : Ukuran dan echostruktur parenchym nornal, tak tampak
massa/nodul.
- Regio illiaca dex : Tampak lesi hypoechoic tubuler dengan ukuran
l.k diameter l.k 0,95 cm, uncompressible, peristaltic -, sangat nyeri
pada compression probe.
- Tak tampak tanda-tanda caira bebas intra-abdomen.
Kesan : Sonography sesuai gambaran Appendisitis dengan
Periappendicular Infiltrat.
VI. Diagnosis
Kolik abdomen, Appendisitis
VII. Terapi
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ketorolac Extra 1amp
- Inj Primperan 3x1 amp
- Papaverin tab 3x1
- Inj Cefotaxim 2x1 gr
- Metronidazole tab 3x500
4
B. PEMBAHASAN
ANATOMI DAN FISIOLOGI APENDIKS
Apendiks (apendiks vermiformis) terletak posteromedial dari caecum pada
region perut kanan atas. Apendiks merupakan sisa dari sekum yang tidak
berkembang dan fungsinya tidak diketahui. Apendiks memiliki komponen yang
sama dengan usus lain, yang membedakan adalah apendiks kaya dengan jaringan
limfoid pada mukosa dan submukosa. Jaringan ini mulai berkembang pada masa
awal bayi, mencapai ukuran terbesar pada masa dewasa muda, dan kemudian
atrofi secara progesif pada usia lanjut. Apendiks termasuk organ intraperitoneal,
walaupun kadang juga ditemukan retroperitoneal. Organ ini tidak mempunyai
kedudukan menetap di dalam rongga perut (rongga retroperitoneal). Walaupun
sangat jarang kadang dijumpai pada region kiri bawah. Apendiks membentuk
produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya 5-10 cm dengan berbagai
posisi (retrocaecal, pelvical, dll) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendik merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic
5
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar
epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula
disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
associated Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system
imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.
DEFINISI APPENDISITIS
Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendisitis
vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Appendisitis disebut juga umbai cacing. Appendisitis akut adalah radang
apendiks. Ini dapat disebabkan kerena infeksi atau obstruksi pada apendiks.
6
Obstruksi meyebabkan apendiks menjadi bengkak dan mudah diinfeksi oleh
bakteri. Jika diagnosis lambat ditegakkan, dapat terjadi rupture pada apendiks.
Sehingga akibatnya terjadi peritonitis atau terbentuknya abses disekitar apendiks.
EPIDEMIOLOGI
Insiden appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, namun dalam dekade tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari. Di AS, insiden appendisitis berkisar ±
4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun. Walaupun appendisitis dapat terjadi pada
setiap umur, namun puncak insiden terjadi pada umur belasan tahun dan dewasa
muda.
ETIOLOGI
Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada
lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja
yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing
dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.
Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit
dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling
sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica. Adanya obstruksi
mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari
7
apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga
menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi
akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks.
Selain infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi appendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian
menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks
menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan
pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama
mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di
dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga
hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga
mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
8
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Jika kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
appendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren
ini pecah, itu berarti appendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat
mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
STADIUM APPENDISITIS
o Stadium awal appendisitis: Obstruksi lurnen apendiks mengarah pada edema
mukosa, ulserasi mukosa dengan akumulasi cairan dan peningkatan tekanan
intraluminer. Pasien menampakkan gejala nyeri periumbilikal atau epigastrik.
o Appendisitis supuratif : Peningkatan tekanan intraluminer mengakibatkan
peningkatan tekanan perfusi kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi limfatik
dan drainase vena, diikuti invasi cairan inflamasi dan bakterial pada dinding
appendisitis. Penyebaran transmural bakterial menyebabkan appendisitis supuratif
akut. Ketika inflamasi serosa apendiks bersentuhan dengan peritoeum parietal
secara klinis nyeri pasien berpindah dari periumbilikus ke kuadran perut kanan
bawah, selanjutnya menjadi lebih berat.
9
o Appendisitis gangrenosa : Vena intramural dan thrombosis arteri, menghasilkan
appendisitis gangrenosa.
o Appendisitis perforasi. Hasil dari iskemia jaringan adalah infark appendisitis
dan perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis terlokalisasi atau
generalisata.
o Phlegrnon appendisitis atau abses: Inflamasi atau perforasi apendiks dapat
dilingkupi dengan omentum majus yang berdekatan atau loop usus halus
menghasilkan appendisitis phlegmon atau abses fokal.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala appendisitis bervariasi, dapat sangat karakteristik namun terkadang
juga sulit dinilai. Nyeri biasanya mulai dari epigastrium dan kemudian beralih ke
kuadran kanan bawah abdomen. Jika nyeri awalnya terasa pada seluruh abdomen,
hal ini seperti tanda perforasi. Muntah biasanya terjadi pada tahap awal, beberapa
jam setelah nyeri. F'rekuensi dan beratnya berkaitan dengan derajat distensi. Nyeri
tekan dalam dapat tidak terjadi awalnva tetapi dapat konsisten Terjadi sejalan
perkembangan penyakit. Titik Mc Burney berlokasi disepertiga lateral garis antara
spina iliaka anterior superior dan umbilicus. Demam mungkin tidak terjadi pada
awalnya, namun dapat berkembang dalam 24 jam. Leukositosis dapat ditemukan
pada tahap akhir appendisitis, dan diagnosis seharusnya ditegakkan sebelum
terjadinya leukositosis. Tanda dan gejala tersebut diatas jarang ditemukan apabila
posisi apendiks retrosekal atau jika sudah terjadi perforasi ke kavum pelvis.
10
DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Anamnesis
Nyeri / Sakit perut
Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Terjadi karena
peristaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna,
sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah
epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (>
6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.
Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini
tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. Gejala disuria
juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.
Obstipasi karena penderita takut mengejan
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada
letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 –
38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
11
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
bawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut
kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah
dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut
tanda Blumberg (Blumberg Sign).
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis pelvika.
Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis,
untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika
12
saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan
apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000 – 20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-
scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan
CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum.
Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective.
Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang
nampak di kuadran kanan bawah abdomen.
USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya struktur
yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks
nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya
gambaran “target”, adanya appendicolith, adanya timbunan cairan