Top Banner
SEORANG LAKI-LAKI 48 TAHUN DENGAN BRONKIEKTASIS TERINFEKSI BEKAS TB PARU, CPC DECOMPENSATED, DAN HEPATITIS B Oleh: Iqbal Imanuddin G99141001 Zenia Purnama Murti G99141002 Valentina Lakhsmi Prabandari G99141003 Eka Satrio Putra G99141004 Cherryl Martha Christina A. W. G99141005 Setya Bayu Kurniawan G99141006 Anindita Putri Hapsari G99141012 Siska Dewi Agustina G99141013 Candra Aji Setiawan G99141014 Avamira Rosita Pranoto G99141015 Elizabeth Puji Yanti G99141016
53

Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Dec 28, 2015

Download

Documents

Bronkiektasis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

SEORANG LAKI-LAKI 48 TAHUN DENGAN BRONKIEKTASIS

TERINFEKSI BEKAS TB PARU, CPC DECOMPENSATED,

DAN HEPATITIS B

Oleh:

Iqbal Imanuddin G99141001

Zenia Purnama Murti G99141002

Valentina Lakhsmi Prabandari G99141003

Eka Satrio Putra G99141004

Cherryl Martha Christina A. W. G99141005

Setya Bayu Kurniawan G99141006

Anindita Putri Hapsari G99141012

Siska Dewi Agustina G99141013

Candra Aji Setiawan G99141014

Avamira Rosita Pranoto G99141015

Elizabeth Puji Yanti G99141016

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bronkiektasis merupakan penyakit yang ditandai adanya dilatasi dan

distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis, dan berjalan kronik, persisten

atau ireversibel yang disebabkan oleh perubahan dalam dinding bronkus

berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan

dan pembuluh darah yang umumnya terjadi pada bronkus kecil (Rahmatullah,

2009).

Angka kejadian terjadinya penyakit ini di Indonesia belum pasti akan

tetapi cukup sering ditemukan (Rahmatullah, 2009). Bronkiektasis biasanya

didapat pada masa anak-anak (Mansjoer A et al, 2009). Penyebab

bronkiektasis sendiri hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti,

namun penyakit ini dapat timbul secara kongenital maupun didapat

(Rahmatullah, 2009). Kerusakan bronkus yang terjadi pada penyakit ini

hampir sering disebabkan oleh infeksi dimana penyebab infeksi tersering

adalah H. Influenzae dan P.aeruginosa, sedangkan infeksi oleh bakteri lain

seperti Klebsiela dan Staphylococcus aureus disebabkan oleh absen atau

terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia.

Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) atau virus lainnya seperti adenovirus atau

virus influenza. Pada faktor penyebab noninfeksi biasanya dikarenakan oleh

adanya paparan substansi yang bersifat toksik(Mansjoer A et al, 2009).

Sebagian besar faktor predisposisi dari penyakit ini adalah karena

kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat maupun kongenital,

kelainan struktur kongenital, dan juga dapat dikarenakan oleh adanya

penyakit paru primer (Mansjoer A et al, 2009).

Adapun penyakit ini sering terjadi di negara berkembang seperti

Indonesia maka penting bagi dokter muda untuk mengerti dan memahami

mengenai penyakit ini lewat kasus yang dtemukan dalam pembelajaran.

2

Page 3: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

1.2. Status Pasien

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. MR

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Tegal Kembang RT/ RW: 007/005, Pajang, Laweyan,

Surakarta, Jawa Tengah

Pekerjaan : Supir mobil box

No RM : 01257738

Tanggal masuk : 9 Juni 2014

2. Hasil Pemeriksaan

A. Anamnesis

a. Keluhan umum : sesak nafas

b. RPS : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas.

Sesak nafas sudah dirasakan sekitar 2 bulan yang lalu, semakin

memberat. Sesak dirasakan semakin memberat jika kelelahan,

berkurang jika istirahat, tetapi tidak menghilang. Batuk (+) kurang

lebih 3 bulan sebelum masuk RS, semakin memberat. Dahak (+)

berwarna kuning kehijauan. Nyeri dada (+) sebelah kiri, tidak

menjalar ke punggung ataupun lengan kiri. Keringat malam hari

(-). Mual (-), nafsu makan baik, BB tidak menurun, demam (-),

BAB normal, BAK normal.

c. RPD

Riwayat asma : disangkal

Riwayat batuk lama : (+) sejak 3 tahun SMRS.

Riwayat batuk darah : 1 kali, kurang lebih 3 bulan yang

lalu, sebanyak kurang lebih 1 sendok

teh (5 ml)

3

Page 4: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Riwayat pengobatan OAT : (+) tahun 2011 di Puskesmas

Gajahan. Pasien minum obat selama

4 bulan, berhenti sendiri (drop out).

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat Alergi/atopi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Mondok : (+) 2 tahun lalu di RS Brayat karena

sesak. Dilakukan pemeriksaan dahak

dan foto rontgen namun hasilnya

sudah hilang. Sekitar 3 bulan yang

lalu (5 April-8 April 2014) dirawat di

BKPM Klaten karena sesak.

Riwayat aktivitas seksual tidak aman : disangkal

Riwayat pekerjaan : Sopir mobil salah satu perusahan di

Solo

d. RPK

Riwayat TB dalam keluarga : disangkal

Riwayat kanker dalam keluarga : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi Obat/Makan : disangkal

e. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok : (+). IB= 6x5= 30.

Riwayat minum alkohol : disangkal

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki usia 48 tahun dengan pekerjaan

supir mobil box. Pasien merupakan pasien BPJS.

4

Page 5: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

B. Pemeriksaan fisik

09 Juni 2014

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 104 x/menit

RR : 28x/menit

Suhu : 36,5° C

SaO2 : 90% dengan O2 ruang, 96% dengan O2 3 LPM

General survey

a. Kepala : Normocephal

b. Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

c. Mulut :Stomatitis (-), sianosis (-), bibir pecah-

pecah (-), Pharynx Hiperemis (-)

d. Leher :JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar

e. Thorak : retraksi (-) supraklavikula, deformitas (-),

venektasi (-)

f. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, intensitas

normal

g. Paru :Inspeksi : Statis : permukaan dada

ka=ki

Dinamis: Pengembangan dada kanan= kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor /sonor

Auskultasi : SDV (+/+), RBK (+/+)

Wheezing (-/+) localized.

h. Abdomen :Inspeksi : dinding perut // dinding

dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : timpani, asites (-).

5

Page 6: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar

&lien tidak membesar.

i. Ekstremitas : CRT <2 detik

Oedema Akral dingin Clubbing finger

- - - - + +

+ + - - + +

C. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium darah

Hasil Laboratorium 9 Juni 2014

Hemoglobin : 13 gr/dl (12,0-15,6)

Hematokrit : 40 % (33-45)

Anthal leukosit : 11,8 x 103/ul

Anthal Eritrosit : 4,82 x 106/ul

Anthal Trombosit : 349 x 103 /ul

GDS : 81 mg/dl (60-140)

SGOT : 43 u/L (0-35)

SGPT : 76 u/L

Albumin : 3,3

Ureum : 40

Creatinin : 0,9

Na : 140

K : 4,4

Cl : 107

HbsAg : reaktif

b. Hasil Analisa Gas Darah O2 3 L/menit 9 Juni 2014

pH : 7,392 (7,310-7,420)

BE : 1,6 mmol/L (-2 sampai +3)

PCO2 : 45,4 mmHg (35,0-45,0)

6

Page 7: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

PO2 : 77,7 mmHg (83,0-108,0)

HCO3 : 25,5 mmol/L (21,0-28,0)

FiO2 kor : 0,28

AaDO2 : 65,19

HS : 277,5

Kesan : Asidosis respiratorik tidak terkompensasi.

7

Page 8: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

c. Foto Rontgen

8

Page 9: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Interpretasi hasil:

Foto Thorax PA 9 Juni 2014:

Cor : membesar dengan CTR >50%

Pulmo : tampak fibroinfiltrat dengan multiple cavitas di kedua

lapang paru

Sinus phrenicocostalis kanan kiri tumpul

Hemidiafragma kanan kiri normal

Trakea di tengah

Sistema tulang baik

Kesimpulan:

TB paru aktif lesi luas yang disertai pleural reaction bilateral

Cardiomegally

9

Page 10: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

D. Diagnosis

Bronkiektasis terinfeksi bekas TB paru, dd TB relaps, CPC

decompensated

E. Masalah

Peningkatan enzim transaminase

F. Penatalaksanaan

a. O2 3 lpm

b. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

c. Diet TKTP 1700 kkal

d. Nebu fenoterol:ipratropium Br = 1:0,25 mg/6jam

e. Ceftriaxone 2gr/24 jam

f. NAC 3 x 200 mg

g. Curcuma 3x1 tablet

10

Page 11: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

G. Plan

a. Sputum Mo/G/K/R

b. BTA 3x

c. CT thorax

d. Sputum tampung

e. Konsul jantung

f. Cek bilirubin total/ DR2/ LED

g. Konsul interna

h. Konsul rehabilitasi medik

3. Follow up 21 Juni 2014 DPH 10

S : sesak berkurang

O : Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD : 140/90 mmHg

Nadi : 90 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,1° C

SaO2 : 97% dengan O2 2 LPM

General survey

a. Kepala : Normocephal

b. Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+

c. Mulut : Stomatitis (-), sianosis (-), bibir pecah-

pecah (-), Pharynx Hiperemis (-), lidah bengkak

d. Leher : JVP meningkat, KGB tidak membesar

e. Thorak : retraksi (-), deformitas (-), venektasi (-)

f. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, intensitas

normal, bising jantung (-), batas jantung melebar

g. Paru :Inspeksi : Statis : permukaan dada

ka=ki

11

Page 12: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Dinamis: Pengembangan

dada kanan= kiri

Palpasi : Fremitus raba ka=ki

Perkusi : sonor /sonor

Auskultasi : SDV (+/+), RBK (+/+)

Wheezing (-/-).

h. Abdomen : Inspeksi : dinding perut // dinding

dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : timpani, asites (-).

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar

&lien tidak membesar.

i. Ekstremitas : CRT <2 detik

Oedema Akral dingin Clubbing finger

- - - - + +

+ + - - + +

A : Bronkiektasis perbaikan

CPC decompensated

Hepatitis B

Penatalaksanaan :

a. O2 2 lpm

b. IVFD NaCl0,9% 20 tpm

c. Diet TKTP 1700 kkal + ekstra putih telur

d. Nebu fenoterol:ipratropium Br = 1:0,25 mg/8jam

e. Ceftazidine 1gr/12 jam

f. Injeksi ranitidine 50 mg/12 jam

g. NAC 3 x 200 mg

12

Page 13: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

h. Spironolakton tablet 25 gram (1-0-0)

i. Curcuma 3x1 tablet

1.3. Resume

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas sudah dirasakan

sekitar 2 bulan yang lalu, semakin memberat. Sesak dirasakan semakin memberat

jika kelelahan, berkurang jika istirahat, tetapi tidak menghilang. Batuk (+) kurang

lebih 3 bulan sebelum masuk RS, semakin memberat. Dahak (+) berwarna kuning

kehijauan. Nyeri dada (+) sebelah kiri, tidak menjalar ke punggung ataupun

lengan kiri. Riwayat batuk lama : (+) sejak 3 tahun SMRS.Riwayat batuk darah :1

kali, kurang lebih 3 bulan yang lalu, sebanyak kurang lebih 1 sendok teh (5

ml).Riwayat pengobatan OAT : (+) tahun 2011 di Puskesmas Gajahan. Pasien

minum obat selama 4 bulan, berhenti sendiri (drop out).Riwayat mondok : (+) 2

tahun lalu di RS Brayat karena sesak. Dilakukan pemeriksaan dahak dan foto

rontgen namun hasilnya sudah hilang. Sekitar 3 bulan yang lalu (5 April-8 April

2014) dirawat di BKPM Klaten karena sesak.Riwayat merokok : (+) dengan IB=

6x5= 30.

Dari pemeriksaan fisik tanggal 9 Juni didapatkan keadaan umum sakit

sedang, nadi 104x/ menit dan RR 28x/menit, vital sign lain dalam batas normal.

Pemeriksaan paru didapatkan suara nafas tambahan ronki basah kasar di seluruh

lapang paru dan wheezing localizated pada lapang paru kiri, pemeriksaan lain

dalam batas normal.Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan oedem pada

ektremitas bawah dan clubbing finger pada ekstremitas atas dan bawah. Hasil

pemeriksaan lab didapatkan anthal leukosit meningkat (11,8 x 103/ul), SGOT

meningkat (43 u/L), SGPT meningkat (76 u/L),Cl meningkat (107), dan HbsAg

reaktif. Hasil analisa gas darah menunjukkanasidosis respiratorik tidak

terkompensasi.

Hasil pemeriksaan foto thorax PA 9 Juni 2014 didapatkan cor membesar

dengan CTR >50%, pulmo : tampak fibroinfiltrat dengan multiple cavitas di

kedua lapang paru, sinus phrenicocostalis kanan kiri tumpul dengan kesimpulan

TB paru aktif lesi luas yang disertai pleural reaction bilateral dan Cardiomegally.

13

Page 14: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Pasien mengalami bronkiektasis terinfeksi bekas TB paru, dd TB relaps, CPC

decompensated.

Pada hasil follow up 21 Juni 2014, pasien menyatakan sesak

berkurang. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan JVP meningkat, batas jantung

melebar, suara nafas tambahan RBK (+/+), namun sudahWheezing (-/-). Masih

didapatkan oedem pada ektremitas bawah dan clubbing finger pada ekstremitas

atas dan bawah. Assessment pasien: bronkiektasis perbaikan, CPC

decompensated, dan hepatitis B.

14

Page 15: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Sistem Respirasi

Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari

nares anterior menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx,

trachea, bronchus primarius, bronchus secundus, bronchus tertius,

bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus

alveolaris, atrium alveolaris, sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada

alveolus tempat terjadinya pertukaran udara (Budiyanto, dkk, 2005).

Tractus respiratorius dibagi menjadi 2 bagian : (1) zona konduksi, dari

lubang hidung sampai bronciolus terminalis, (2) zona respiratorik, mulai dari

bronciolus respiratorius sampai alveolus. Zona konduksi berfungsi sebagai

penghangat, pelembab, dan penyaring udara pernapasan. Zona respiratorik

untuk pertukaran gas (Guyton, 1997).

Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi.

Pada saat inspirasi costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio

costovertebrale, diafragma kontraksi turun ke caudal, sehingga rongga thorax

membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga thorax yang

membesar menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan ekspirasi

adalah kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999).

Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler

bekerja dalam pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat

pernapasan sesak. Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m.

Levator costae, m. Serratus posterior superior, dan m. Intercartilagineus. Otot

auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis

mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler

ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis,

m. Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus

15

Page 16: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

et internus abdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus abdominis

(Syaifulloh, dkk, 2008).

Secara histologis, saluran napas tersusundariepitel, selgoblet, kelanjar,

kartilago, otot polos, dan elastin.

Epiteldarifossanasalissampaibronchusadalahbertingkattoraksbersilia,

sedangsetelahnyaadalahselapiskubisbersilia. Selgobletbanyakterdapat di

fossanasalissampaibronchus besar, sedangsetelahnyasedikitsampaitidakada.

Kartilago pada trakeaberbentuktapalkuda, pada bronkiolustidakditemukan

dan banyakterdapatelastin (Carlos Junqueira, dkk, 1998).

Pulmo terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan.

Pulmo memilki :

1. Apeks, apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula;

2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada;

3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung;

4. dan basis, terletak pada diafragma.

Pulmo juga dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral

pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi

untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,

medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior

dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung

pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus

alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap pulmo mengandung 150 juta

alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat

permukaan/pertukaran gas.

Suplai darah :

1. Arteri pulmonalis

2. Arteri bronkialis

Innervasi :

1. Parasimpatis melalui nervus vagus

2. Simpatismelaluitruncussimpaticus

16

Page 17: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

SirkulasiPulmonal

Pulmo mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan

arteri pulmonalis. Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui

katup AV lainnya, yang disebut katup semilunaris (trikuspidalis). Darah

keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati katup keempat, katup

pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang

menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir

keparu kanan dan kiri. Di paru, arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-

kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi

kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu

kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu

untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.

Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk

menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi

paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah

karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus

darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai

oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.

2.2. Bronkiektasis

A. Definisi

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi

(ektasi) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologik dan berjalan

kronik, persisten atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan

oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen

elastis, otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah.

Bronkus yang terkena umumnya bronkus ukuran sedang, sedangkan

bronkus besar umumnya jarang.

Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi:

17

Page 18: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

1. Setempat (localized ) yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau

lingula, biasanya sebagaikomplikasi dari

pneumoniaberat,dapat juga karena penyumbatan oleh benda asing,

tumor atau penekanan dari luar (kompresi oleh tuberkulosis kelenjar

limfa). Bronkiektasis di lobus atas biasanya disebabkan oleh

tuberkulosis atau aspergilosis bronkopulmonar.

2. Menyeluruh (generalized ), biasanya karena infeksi sistempernapasan 

yang berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainanmucocilliary

clearance. Penyebab lainnya adalah vaskulitis, defisiensi α-1-

antitripsin, AIDS, sindrom merfan, SLE, sindrom syorgen dan

sarkoidosis.

B. Etiologi

Penyebab bronkiektasis sampai saat ini belum diketahui dengan

jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun

didapat.

a. Kelainan Kongenital

Faktor genetik atau pertumbuhan dan perkembangan

memegang peranan penting. Bronkiektasis karena kongenital biasanya

mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua

bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai

penyakit-penyakit kongenital seperti fibrosis kistik, Kertagener

Syndrome, William Campbell Syndrome, Mounier-Kuhn Syndromedan

lain-lain.

b. Kelainan Didapat

1. Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak

menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama.

Pneumonia merupakan komplikasi pertusis maupun influenza

yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.

18

Page 19: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Aspergillosisbronkopulmonalisalergi dapat menyebabkan

bronkiektasis karena invasi jamur pada saluran napas yang

kemudian merusak saluran napas.

2. Obstruksi Bronkus

Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam

sebab seperti korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan

dari luar lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli

diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu

nyata (otomatis) menimbulkan bronkiektasis.

C. Patofisiologi Bronkiektasis

Belum diketahui secara sempurna, tetapi nampaknya yang menjadi

penyebab utama adalah peradangan dengan destruksi otot, jaringan elastik

dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukus yang terinfeksi yang

kontak lama dan erat dengan dinding bronkus. Mukus mengandung

produk-produk neutrofil yang bisa merusak jaringan paru (protease serin,

elastase, kolagenase), oksida nitrit, sitokin inflamasi (IL8) dan substansi

yang menghambat gerakan silia danmucociliary clearance. Terjadi

mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik bronkus yang telah lunak

oleh pengaruh proteolitik.

Inflammatory insult yang pertama akan diikuti oleh

kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut

dan predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang

tidak terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan

paru sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah

lemah sehingga terjadi distorsi. Distensi juga bisa diperberat oleh

atelektasis paru sekitar bronkus yang menyebabkan bronkus mendapatkan

tekanan intratorakal yang lebih besar.

19

Page 20: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Gambar 1. Perbandingan bronkus normal dengan bronkus pada bronkiektasis

D. Patofisiologi Gejala Bronkiektasis

Bronkiektasis merupakan kondisi dimana terjadi kerusakan otot

dan gangguan elastisitas dinding saluran pernafasan yang berakibat pada

terjadinya dilatasi kronik dari bronkus, disertai dengan munculnya gejala-

gejala yang menyertai berupa:

Batuk yang berlangsung berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-

tahun

Produksi sputum yang purulen dalam jumlah banyak

Pernafasan yang pendek disertai dengan suara nafas tambahan berupa

ronki basah serta wheezing yang terlokalisasi

Nyeri dada

Clubbing finger

Patofisiologi dari munculnya gejala klinis pada bronkiektasis :

Infeksi atau penyebab lain yang mengakibatkan kerusakan otot

serta gangguan elastisitas pada dinding saluran nafas dapat menyebabkan

terjadinya dilatasi kronik bronkus. Hal ini akan mengganggu mekanisme

pembersihan saluran pernafasan dari mucus yang secara normal diproduksi

untuk membantu pengeluaran debu, bakteri, atau partikel kecil lainnya

yang terinhalasi ke saluran nafas. Penumpukan mucus di saluran nafas

mempermudah bakteri untuk tumbuh, kondisi ini akan semakin

mempermudah terjadinya infeksi saluran nafas berulang yang akan

semakin memperburuk kerusakan pada dinding saluran nafas. Selain itu

20

Page 21: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

penumpukan mucus akan merangsang ujung persyarafan di saluran nafas

yang mengatur refleks batuk, mekanisme batuk ini diharapkan dapat

membantu mengeluarkan mucus yang tertumpuk di saluran pernafasan.

Pemeriksaan auskultasi pada pasien dengan bronkiektasis dapat

terdengar suara nafas tambahan berupa ronki basah yang terkadang disertai

dengan wheezing. Suara ronki basah terjadi akibat adanya penumpukan

sputum di sepanjang saluran nafas yang dindingnya mengalami gangguan

elastisitas dan berdilatasi. Sementara wheezing muncul akibat adanya

obstruksi dari jalan nafas. Suara nafas tambahan dapat terdengar

terlokalisasi atau bahkan ada yang terdengar diffuse apabila sudah

melibatkan kedua lapang paru, hal ini tergantung dari etiologi yang

mendasari terjadinya bronkiektasis.

Batuk produktif, demam, serta nyeri dada umumnya muncul

apabila terjadi infeksi yang melibatkan parenkim paru maupun pleura.

Pada bronkiektasis, terjadinya gangguan pengeluaran mucus menyebabkan

bakteri mudah sekali tumbuh dan menimbulkan infeksi berulang di saluran

pernafasan.

Bronkiektasis kronik menyebabkan berkurangnya kadar oksigen

pada darah dalam jangka waktu yang lama sehingga pada pasien dengan

bronkiektasis dapat muncul gambaran klinis berupa clubbing finger.

E. Penegakan Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi

sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai

tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat

menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. Variasi

yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik

dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering

biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan

biasanya ditemukan pada lobus atas (Emmons, 2007).

21

Page 22: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri

dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan

menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis

atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan

sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering

diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang

berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang

disertai dengan sputum yang berbau (Emmons, 2007).

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol.

Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan

sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi

sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum

yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya

penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa

mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi

berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap.

Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi

karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari

10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan

jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat

dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat.

Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan

berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume

sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab

bronkiektasis lainnya (O’Regan et al, 2004).

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis.

Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi

perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada

bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe

ini jarang ditemukan. Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien

bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya

22

Page 23: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada

gambaran radiologisnya. Wheezing sering dilaporkan dan mungkin

akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang

bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang

mengiringi, seperti asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang

ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling

sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga

terjadi pada eksaserbasi akut. Penurunan berat badan sering terjadi

pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder

akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan

kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun,

pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan

berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang

(O’Regan et al, 2004).

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah tepi, biasanya didaptkan hasil yang

normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis yang

menunjukkan adanya supurasi aktif dan anemia yang

menunjukkan adanya infeksi menahun.

b. Pemeriksaan urine. Ditemukan dalam batas normal, kadang

ditemukan adanya proteinuria yang bermakna dan disebabkan

oleh amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya

dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.

c. Pemeriksaan EKG biasa dalam batas normal kecuali pada

kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau

tanda pendorongan jantung.

d. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada

kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume

ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital,

23

Page 24: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat

mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi,

kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri, hipoksemia,

dan hiperkapnia.

(Alsagaf, 2006).

2. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-

sel dan bakteri yang ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi

maka volume sputum akan meningkat dan menjadi purulen serta

mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakkan sputum

dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring seperti

Streptokokus pneumoniae, Hemofilus influenza, Staphylococcus

aureus, Kleibsiela, Aerobacter, Amoeba proteus, dan

Pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau

busuk berarti menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob

(Alsagaf, 2006).

3. Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan Lateral)

Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-

batas corakan menjadi kabur, mengelompok, kadang-kadang ada

gambaran sarang tawon (honey comb structure) serta gambaran

kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak

mengenai lobus paru kiri karena mempunyai diameter yang lebih

kecil daripada paru kanan dan letaknya menyilang di

mediastinum, segmen lingual lobus atas kiri, dan lobus medius

paru kanan. Pada klien dengan TB paru, gambaran bronkhiektasis

dapat berbentuk sakular atau silindris, dan dapat ditemukan pada

lobus atau segmen yang mengalami gangguan. Kadang-kadang,

kelainn ini juga ditemukan pada daerah yang kurang nyata

mengalami gangguan. Diduga bronkhiektasis yang terjadi pada

TB paru dapat ditetapkan berdasarkan pada hal ini di mana tidak

24

Page 25: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

ada kecurigaan dari Rontgen thoraks yang menyangkut atas

keterlibatan parenkim paru (Alsaggaf, 2006).

Foto thorax Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada

bronkiektasis dapat ditemukan gambaran : (Kusumawidjaja,

2006)

a. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran

(dapat mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau

lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran

‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’.

Bayangan cincin tersebut menunjukkan dilatasi atau kelainan

yang terjadi pada bronkus.

b. Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru.

Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih

dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.

Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada

daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat

lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.

c. Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya

dapat mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya

menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran

ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk

bronkiektasi.

4. Pemeriksaan Bronkhografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian

media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai

posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat

menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan

bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk

25

Page 26: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita

bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan

untuk menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis

yang akan diangkat (Kusumawidjaja, 2006).

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh

karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi

pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh

terhadap kontras media. Bronkhografi tidak rutin dikerjakan,

tetapi bila ada indikasi dilakukan untuk mengevaluasi klien yang

akan dioperasi, yaitu klien dengan pneumonia yang terbatas pada

suatu tempat dan berulang serta tidak menunjukkan perbaikan

klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau klien dengan

hemoptisis yang masif. Bronkhografi diiakukan pada kondisi

klien yang sudah stabil setelah pemberian antibiotik dan postural

drainase yang adekuat sehingga bronkhus bersih dari secret

(Kusumawidjaja, 2006)

5. CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang

terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi

temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas

yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi

tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas

sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan

dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini

juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama

penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan

(Barker, 2002).

F. DIAGNOSIS BANDING

1. Bronkitis kronis

26

Page 27: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

2. Tuberkulosis paru

3. Abses paru

4. Tumor paru

G.PENGOBATAN

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :

1. Pengobatan konservatif

Pengelolaan umum, meliputi

a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

b. Memperbaiki drainase sekret bronkus

c. Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian

antibiotik.

Pengelolaan khusus :

a. Kemoterapi pada bronkiektasis

b. Drainase sekret dengan bronkoskopi

2. Pengobatan simtomatik

a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.

b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.

c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.

d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

3. Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau

lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas

dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan

konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis

terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang

berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini

mutlak perlu tindakan operasi.

(Rahmatullah, 2001)

27

Page 28: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas sudah dirasakan

sekitar 2 bulan yang lalu, semakin memberat. Sesak dirasakan semakin memberat

jika kelelahan, berkurang jika istirahat, tetapi tidak menghilang. Batuk (+) kurang

lebih 3 bulan sebelum masuk RS, semakin memberat. Dahak (+) berwarna kuning

kehijauan. Nyeri dada (+) sebelah kiri, tidak menjalar ke punggung ataupun

lengan kiri. Riwayat batuk lama : (+) sejak 3 tahun SMRS.Riwayat batuk darah :1

kali, kurang lebih 3 bulan yang lalu, sebanyak kurang lebih 1 sendok teh (5

ml).Riwayat pengobatan OAT : (+) tahun 2011 di Puskesmas Gajahan. Pasien

minum obat selama 4 bulan, berhenti sendiri (drop out).Riwayat mondok : (+) 2

tahun lalu di RS Brayat karena sesak. Dilakukan pemeriksaan dahak dan foto

rontgen namun hasilnya sudah hilang. Sekitar 3 bulan yang lalu (5 April-8 April

2014) dirawat di BKPM Klaten karena sesak.Riwayat merokok : (+) dengan IB=

6x5= 30.

Dari pemeriksaan fisik tanggal 9 Juni didapatkan keadaan umum sakit

sedang, nadi 104x/ menit dan RR 28x/menit, vital sign lain dalam batas normal.

Pemeriksaan paru didapatkan suara nafas tambahan ronki basah kasar di seluruh

lapang paru dan wheezinglocalizated pada lapang paru kiri, pemeriksaan lain

dalam batas normal.Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan oedem pada

ektremitas bawah dan clubbing finger pada ekstremitas atas dan bawah. Hasil

pemeriksaan lab didapatkan anthal leukosit meningkat (11,8 x 103/ul), SGOT

meningkat (43 u/L), SGPT meningkat (76 u/L),Cl meningkat (107), dan HbsAg

reaktif. Hasil analisa gas darah menunjukkanasidosis respiratorik tidak

terkompensasi.

Hasil pemeriksaan foto thorax PA 9 Juni 2014 didapatkan cor membesar

dengan CTR >50%, pulmo : tampak fibroinfiltrat dengan multiple cavitas di

kedua lapang paru, sinus phrenicocostalis kanan kiri tumpul dengan kesimpulan

TB paru aktif lesi luas yang disertai pleural reaction bilateral dan Cardiomegally.

28

Page 29: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Pasien mengalami bronkiektasis terinfeksi bekas TB paru, dd TB relaps, CPC

decompensated.

Pada hasil follow up 21 Juni 2014, pasien menyatakan sesak

berkurang. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan JVP meningkat, batas jantung

melebar, suara nafas tambahan RBK (+/+), namunwheezingsudah (-/-). Masih

didapatkan oedem pada ektremitas bawah dan clubbing finger pada ekstremitas

atas dan bawah. Assessment pasien: bronkiektasis perbaikan, CPC

decompensated, dan hepatitis B.

Dispnea atau sesak nafas dapat didefinisikan sebagai ketidak nyamanan

dalam bernafas yang bersifat subjektif dengan kualitas dan intensitas keluhan

yang bervariasi. Dispnea merupakan gejala yang dapat diakibatkan oleh gangguan

sistem pernapasan, jantung, atau penyakit lainnya. Berbagai gangguan pada pusat

pernafasaan yang menyebabkan sesak dapat terjadi akibat peningkatan aktivitas

pusat pernafasan, gangguan pompa ventilasi, dan gangguan pada pertukaran gas.

Pada penyakit bronkiektasis, terjadi kerusakan elastisitas bronkus yang

menyebabkan gangguan pompa ventilasi sehingga muncul gejala dispnea.

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan

merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan

bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.

Batuk dan produksi sputum  mukopurulen selama beberapa bulan sampai

tahun merupakan gambaran yang spesifik. Pada penderita bronkiektasis sering

ditemukan batuk dengan banyak dahak bersifat purulen terutama terjadi setelah

istirahat lama terlentang yaitu pada pagi hari. Secara makroskopik dapat dijumpai

sputum 3 lapis yaitu lapisan busa, lapisan purulen (hijau, kuning) dan lapisan

mukoid.

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan pada pasien pada sekali

observasi, paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, pada

pasien ini ditemukan adanya keluhan nyeri dada kiri, tidak menjalar. Pasien juga

menyangkal adanya penurunan berat badan. Penurunan berat badan sering terjadi

pada pasien dengan bronkiektasis yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat

29

Page 30: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan

pembersihan sekret pada jalan nafas.

Pasien mengungkapkan pernah batuk darah sebanyak kurang lebih satu

sendok teh (5 ml) sekitar 3 bulan yang lalu. Batuk darah (hemoptisis) adalah darah

atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian

bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal. Batuk darah akan berhenti sendiri jika

asal robekan pembuluh darah tidak luas sehingga penutupan luka dengan cepat

terjadi. Batuk darah dapat terjadi pada beberapa keadaan inflamasi sistem

pernapasan, seperti tuberkulosis, bronkiektasis, bronkitis, pneumonia, atau pada

kondisi keganasan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis pada

bronkiektasis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas akibat infeksi.

Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung

luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada

William Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis

kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak,

tuberkulosis) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus,

infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling

jalan nafas.Pasien mengaku pernah menerima pengobatan OAT kurang lebih 3

tahun yang lalu (2011), namun karena pekerjaan pasien sebagai sopir sering ke

luar kota sehingga pasien lalai berobat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

kemungkinan penyakit tuberkulosis yang diderita pasien merupakan penyakit

yang mendasari proses patologis kronis sehingga berakibat bronkiektasis.

Melalui pemeriksaan fisik, didapatkan adanya sklera ikterik. Ikterus terjadi

ketika ada kadar bilirubin yang berlebihan yang dihasilkan oleh hati ketika

mengeluarkan bilirubin tersebut dari dalam darah atau ketika terjadi kerusakan

hati yang mencegah pembuangan bilirubin dari dalam darah. Penyebab lain dari

ikterus adalah tersumbatnya saluran empedu, yang menurunkan aliran empedu

dan bilirubin dari hati kedalam usus. Keadaan ini didukung oleh hasil

pemeriksaan penunjang, dimana enzim-enzim transaminase meningkat dan uji

HbsAg reaktif yang mengarah kepada penyakit hepatitis.

30

Page 31: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

Clubbing fingers atau digital clubbing merupakan kelainan bentuk jari dan

kuku tangan yang berhubungan dengan sejumlah penyakit yang berkaitan dengan

jantung dan paru-paru. Clubbing fingers biasanya berkaitan erat dengan penyakit

paru, seperti keganasan, TBC, dan Bronkiektatis; penyakit jantung, seperti

kelainan jantung sianotik bawaan lahir, atrial myxoma; atau penyakit lainnya,

seperti hipertiroid, sakit liver, malabsorbsi.

Clubbing finger terjadi akibat penambahan jaringan ikat yang terjadi pada

bagian jaringan lunak di dasar kuku yang berkaitan dengan kekurangan oksigen

kronik/hipoksia kronik. Meskipun mekanisme terjadinya jari tabuh tidak jelas,

tampaknya keadaan ini timbul sekunder akibat adanya substansi humoral yang

menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah pada ujung jari tangan.

Ronki basah kasar yang terdengar di kedua lapang paru terjadi karena

bronkhi terisi oleh suatu sekresi. Pada bronkiektasis, bronkus yang telah

mengalami inflamasi kronis mengalami dilatasi yang menyebabkan dinding

muskuler dari bronkus melemah sehingga lumen menjadi lebih lebar dan bronkus

kehilangan kemampuan untuk membersihkan sekresi. Sekresi yang menumpuk di

dalam lumen bronkhi bersifat mukoid dan akan menyebabkan turbulensi saat saat

udara mengalir yang menimbulkan suara ronki basah kasar.

Wheezing yang terjadi pada bronkiektasis timbul karena penumpukan

sekresi di lumen bronkus. Penumpukan menyebabkan penyempitan jalan udara

yang dapat menyebabkan bunyi berdesis saat udara dengan aliran dipercepat

sesuai hukum bernoulli melewatinya.

Pada pemeriksaan foto rontgen thorax (9 Juni 2014) didapatkan adanya

gambaran fibroinfiltrat dengan kalsifikasi dan multiple cavitas di kedua lapang

paru. Terdapat gambaran honey comb di paracardial kanan dan suprahiler kiri.

Jantung mengalami cardiomegaly dengan CTR > 50%. Sinus phrenocostalis

kanan dan kiri tumpul, hemidiafragma dan trakea tidak didapatkan adanya

kelainan. Gambaran yang didapatkan dari foto rontgen thorax mendukung hasil

anamnesis pasien yang menyatakan bahwa dahulu pernah terkena TB paru putus

berobat (default) karena pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan (4

bulan) dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

31

Page 32: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

pengobatannya selesai. Honey combappereance menunjukkan adanya dilatasi

bronkus yang berlebihan.

Tuberkulosis akan menyebabkan destruksi parenkim paru karena

Mycobacterium tuberkulosis sangat antigenik dan dapat mempromosikan respon

imun nonspesifik yang kuat. M. Tuberculosis akan mengaktifkan sel-sel

Langerhans, limfosit, dan leukosit polimorfonuklear. Hal ini menyebabkan reaksi

inflamasi yang berlebihan yang dapat menimbulkan efek kerusakan bagi jaringan

disekitarnya. Jaringan yang telah rusak akan digantikan dengan jaringan fibrosis

secara ireversibel, sehingga pada pemeriksaan radiologis dapat tampak adanya

infiltrasi fibrosis di lapang paru setelah infeksi TB yang tidak berubah saat

dilakukan serial foto rontgen thorax.

Bronkiektasis dapat terjadi setelah bronkus mengalami inflamasi yang

kronis akibat TB paru. Inflamasi akan meningkatkan kadar enzim protease, nitric

oksida, sitokin proinflamasi dan radikal bebas sebagai bentuk bertahanan terhadap

mikroorganisme penyebab TB. Inflamasi yang bersifat kronis dapat menyebabkan

kerusakan pada komponen otot dan serabut elastis dinding bronkus. Akibatnya

dinding bronkus kehilangan kemampuan untuk berkontraksi sehingga menjadi

dilatasi. Inflamasi kronis juga dapat menyebabkan remodelling jaringan pengikat

yang menyebabkan lumen bronkus mengalami dilatasi lebih jauh lagi. Selain itu,

jaringan alveolar peribronchial dapat mengalami kerusakan yang mengakibatkan

fibrosis peribronchial difus.

Jantung pada pasien tersebut mengalami pembesaran. Hal ini dapat

disebabkan oleh peristiwa cor pulmonale chronicum, yang merupakan suatu

kegagalan pompa jantung yang terjadi akibat penyakit paru kronis. Saat paru telah

mengalami fibrosis luas dan bronkiektasis, kemampuan paru untuk pertukaran

udara menurun sehingga timbul mekanisme kompensasi dari jantung untuk

meningkatkan aliran udara ke paru sehingga kebutuhan oksigen jaringan dan

pembuangan karbondioksida tetap terpenuhi. Fibrosis yang terjadi pada parenkim

paru dapat menyebabkan pendesakan dan penarikan pembuluh darah paru. Selain

itu sifat jaringan fibrotik yang lebih kaku akan menyebabkan pengembangan paru

terganggu yang dapat meningkatkan resistensi paru. Semua hal tersebut membuat

32

Page 33: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

beban jantung terutama ventrikel kanan menjadi lebih berat. Pada akhirnya sel-sel

miosit ventrikel kanan akan mengalami hipertrofi sebagai bentuk kompensasi.

Saat beban semakin meningkat, kompensasi ini akan menjadi tidak efektif dan

mengakibatkan kegagalan pompa ventrikel kanan. Darah akan menumpuk secara

retrograde di atrium kanan, vena cava dan seterusnya. Manifestasi yang terjadi

pada pasien ini adalah peningkatan tekanan vena jugularis dan edema di kedua

ekstremitas bawah.

33

Page 34: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

BAB IV

SIMPULAN

1. Pasien mengalami bronkiektasis terinfeksi bekas TB paru,hepatitis B, CPC

decompensated.

2. Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasi) dan

distorsi bronkus lokal yang bersifat patologik dan berjalan kronik, persisten

atau ireversibel.

3. Penanganan bronkiektasis meliputi pengendalian infeksi dengan terapi

antimikroba didasarkan pada hasil pemeriksaan sensitivitas pada organisme

yang dikultur dari sputum. Selain itu, dilakukan drainase postural setiap hari

untuk membantu mengeluarkan dahak.

4. Pasien disarankan untuk melakukan VCT.

34

Page 35: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

DAFTAR PUSTAKA

Allsagaf, Hood (2002). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.

Barker AF (2002). Bronchiectasis. N Engl J Med, 346 : 1383-1393.

Budianto, dkk (2005).Guidance to Anatomy 2.Surakarta :KeluargaBesarAsistenAnatomi FKUNS.

Emmons EE (2007). Bronchiectasis. www.emedicine.com

Ganong, William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-17 . Jakarta: EGC.

Guyton, AC dan Hall(1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9 . Jakarta: EGC.

Junqueira C, Carniero J, KelleyR(1998).HistologiDasar.Jakarta : EGC.

Kusumawidjaja K (2006). Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal 108-115.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, et al(2009). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi3. Jakarta: Media Aesculapius, hal: 482-483.

Meschan I (1975). Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in General Radiology. Philadelphia, hal : 55-56.

O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7th Edition.Philadelphia : Lippincott Williams & Walkins.

Rahmatullah P (2001). Bronkiektasis. Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal 861-871.

Rahmatullah P (2009). Bronkiektasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal: 2297.

Syaifulloh, dkk (2008). Handout Respirasi. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.

Wilson LM (2006). Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Jakarta : EGC, hal : 737-740.

35

Page 36: Preskes Bronkiektasis 04.00 230614

36