Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus wajib yang
berjudul “Tumor Otak” ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF Neurologi, khususnya dr. Fitriani Nasution, Sp.S, atas bimbingannya selama
berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini dengan maksimal kemampuan saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan
untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk berikutnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Jakarta, September 2014
Penyusun
1
Page 2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.SK
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 50 tahun
Agama : Islam
Alamat : KP Pabuaran
Suku : Sunda
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Pendidikan : Tamat SLTA
Status Menikah : Menikah
No. RM : 01320204
1.2. ANAMNESIS
Pasien masuk ruang rawat inap pada tanggal 10 September 2014. Dilakukan
autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak pasien pada tanggal 6 Oktober 2014.
a. Keluhan Utama
Kejang 1 hari SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUP Fatmawati sebagai rujukan dari RS lain. Sejak
3 tahun SMRS, pasien sering mengeluhkan nyeri kepala hilang timbul,
berdenyut, membaik dengan obat (paramex). Karakteristik lain tidak
diketahui.
2 tahun SMRS, pasien pernah pingsan, ditemukan keluarga dalam
kondisi terbaring tidak sadar. Kepala pasien diakuinya sempat terbentur, tapi
tidak berdarah.
1 ½ tahun yang lalu pasien mulai kejang pertamanya. Saat itu sebelum
kejang pasien merasa nyeri kepala dan badan meriang. Saat kejang, menurut
2
Page 3
keluarganya, badan pasien kaku, kemudian kelojotan, kepala menoleh ke kiri,
mata melotot, tidak sadar dan durasi ± 1-3 menit. Setelah kejang pasien
tampak bingung ± 1 jam, kemudian sadar kembali. Kejang ini sering timbul
hampir 1 kali dalam sebulan.
1 tahun SMRS, mata menjadi buram perlahan, hingga tidak dapat
melihat sama sekali sampai sekarang.
2 bulan SMRS, frekuensi kejang pasien meningkat hingga 1 kali dalam
1 minggu dengan pola yang sama. Pasien juga merasa menjadi kurang dengar
jika diajak berkomunikasi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis
ataupun kolesterol.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien. Ibu
pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi.
e. Riwayat Kebiasaan dan Ekonomi
Pasien mengatakan bahwa dulu waktu sekolah ia sempat merokok, tapi
tidak sampai satu bungkus perhari dan ± 5 tahun belakangan pasien mengaku
sudah berhenti merokok. Pasien menyangkal kebiasaan minum alkohol dan
menggunakan narkoba. Pasien bekerja sebagai buruh pabrik.
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik di ruangan bangsal RSUP Fatmawati tanggal 10 September
2014.
I. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
3
Page 4
Nadi : 80x/menit, regular, kuat angkat, isi
cukup
Napas : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,5 oC
Status Neurologis
- GCS: E4 M6 V5
- Pupil bulat isokor diameter 4mm/4mm, RCL -/-, RCTL -/-.
Visus ADS 0/0.
- Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-), laseque
>70/>70, kernig >135/>135.
- N. Kranialis: lesi N.VIII sinistra (pendengaran berkurang)
- Motorik 5555 5555
5555 5555
- Sensorik : Baik
- Otonom : Baik
- R. Fisiologis +2 +2 R. Patologis -/-
+2 +2
Pada tanggal 30 September 2014, yaitu kurang lebih 2 minggu lalu
telah dilakukan operasi kraniotomi + bedah mikro atas indikasi SOL
dd/meningioma parasagittal frontal dextra. Tumor dapat diambil, bius total.
Dilakukan pemeriksaan fisik setelah operasi yaitu tanggal 6 Oktober
2014 dengan hasil :
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : kanan 110/70 mmHg, kiri 110/80
mmHg
Nadi : 72x/menit, regular, kuat angkat, isi
cukup
Napas : 18x/menit, reguler
Suhu : 37 oC
4
Page 5
Mata
- Inspeksi :
alis mata cukup, warna hitam, enoftalmus (-)/(-),
eksoftalmus(-)/(-), nistagmus (-)/(-), ptosis (-)/(-),
lagoftalmus (-)/(-), edema palpebra (-)/(-), bulu mata lentik,
Konjungtiva Anemis (+)/(+), Sklera Ikterik (-)/(-), sekret
(-)/(-), tampak berair, pterigium (-)/(-), ulkus kornea (-)/(-),
pupil isokor dengan diameter 4 mm, RCL (-)/(-), RCTL
(-)/(-), kekeruhan lensa (-)/(-)
- Palpasi : tekanan bola mata secara manual normal
Telinga, Hidung,Tenggorokan
Hidung :
- Inspeksi : Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-),
deviasi septum (-)/(-), edema (-)/(-)
- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-),
etmoidalis(-)/(-), frontalis (-)/(-)
Telinga :
- Inspeksi :
- Preaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa
(-)/(-), scar (-)/(-)
- Aurikuler : normotia, hiperemis (-)/(-), cauli flower
(-)/(-), pseudokista (-)/(-)
- Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa
(-)/(-), scar (-)/(-)
- Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), Ottorhea
(-)/(-)
Tenggorokan dan Rongga mulut :
- Inspeksi :
- Bucal : warna normal, ulkus (-)
- Lidah : pergerakan simetris, massa (-), ulkus (-), plak
(-)
- Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam
dan bergerak, arkus faring simetris, penonjolan (-)
5
Page 6
- Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-), membran
(-)/(-)
- Dinding anterior faring licin, hiperemis (-),
- Dinding posterior faring licin, hiperemis (-), Post nasal
drip (-)
- Karies gigi (-), Kandidisasis oral (-)
Leher
- Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena
jugularis (-), retraksi suprasternal (-), tidak tampak
perbesaran KGB
- Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid
(-), posisi trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar
- Auskultasi : bruit (-),
- Tekanan vena jugularis tidak meningkat
Thoraks
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-), Retraksi sela
iga (-), bentuk dada normal, barrel chest (-), pelebaran sela
iga (-), pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis,
pola pernapasan normal.
- Palpasi : massa (-), emfisema subkutis (-), ekspansi dada
simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang paru,
pelebaran sela iga (-)
- Perkusi :
- Sonor di kedua lapang paru
- Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela
iga 6, peranjakan hati sebesar 2 jari
- Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri
sela iga 8
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronki (+/+)
Jantung
- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral dari linea
midklavikula sinistra ICS V, thrill (-)
6
Page 7
- Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV 1 jari lateral
linea parasternal dekstra, batas jantung kiri pada ICS V 2
jari lateral linea midklavikula sinistra. Pinggang jantung
ICS III linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : massa (-), striae (-), scar (-), bekas operasi (-),
kaput medusa (-)
- Auskultasi : BU (+) normal, metalic sound (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)
- Hepar dan lien tidak teraba
- Ginjal : Ballotemen (-)/(-)
- Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), undulasi (-), nyeri
ketok CVA (-)/(-)
Ekstremitas
Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-),
hiperemis (-), deformitas (-), needle track (-).
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Glassgow Coma Scale : E4M6V5
B. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70° > 70°
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : Anosmia/anosmia
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : 0 0
Visus Campus : (-) (-)
Melihat Warna : (-) (-)
Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan
N. III, IV, VI Kanan Kiri
7
Page 8
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata : TVD TVD
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokhor Isokhor
Bentuk : Bulat, Ø 4mm Bulat, Ø 4mm
Refleks Cahaya Langsung : (-) (-)
Refleks Cahaya Tidak Langsung: (-) (-)
Akomodasi : (-) (-)
Konvergensi : (-) (-)
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : Baik Baik
Cabang Sensorik
Optahalmik : Baik Baik
Maxilla : Baik Baik
Mandibularis : Baik Baik
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : baik baik
Motorik Orbicularis : plica nasolabialis kanan sedikit lebih datar dari
kiri
Pengecap Lidah : Baik Baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear : Dengan menggunakan garputala frekuensi 512 Hz
didapatkan kesan tuli Perseptif AD.
N. IX, X
Arcus faring : simetris kanan = kiri
Uvula : simetris kanan = kiri
Refleks muntah : (-)/(-)
N. XI Kanan Kiri
8
Page 9
Mengangkat bahu : Baik Baik
Menoleh : Baik Baik
N. XII
Pergerakan Lidah : Deviasi ke kiri saat dijulurkan.
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
D. Sistem Motorik 5555 5555
5555 5555
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Mioklonik : (-)
F. Trofik : Eutrofi
G. Tonus : Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif : Baik
Eksteroseptif : Baik
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Disdiadokinesia : Baik
Jari-Jari : TVD
Jari-Hidung : TVD
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
K. Fungsi Otonom
Miksi : Baik, on DC
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
9
Page 10
Bisep : (+2) (+3)
Trisep : (+2) (+3)
Patella : (+2) (+2)
Achilles : (+2) (+2)
M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : Baik
Tanda regresi : (-)
Demensi : (-)
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium ( 6 Oktober 2014)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi
Hemoglobin 11,4 g/dl 13,2 – 17,3 g/dl Menurun
Hematokrit 35% 33 – 45 % DBN
Lekosit 7,200 /ul 5.000 – 10.000 DBN
Trombosit 193.000/ul 150 – 440 ribu/ul DBN
Eritrosit 3,49 juta/ul 4,40-5,90 juta/ul Menurun
VER 100 80.0-100.0 fl DBN
HER 32,5 26.0-34.0 pg DBN
KHER 32,1 32.0-36.0 g/dl DBN
10
Page 11
RDW 16,8 11.5-14.5 % Meningkat
Ureum 28 mg/dl 20 – 40 mg/dl DBN
Kreatinin 0,7 mg/dl 0,6 – 1,5 mg/dl DBN
Natrium (darah) 140 mmol/L 135 – 147 mmol/L Menurun
Kalium (darah) 3.34 mmol/L 3,10 – 5,10 mmol/L DBN
Klorida (darah) 102 mmol/L 95 – 108 mmol/L DBN
Pemeriksaan Radiologi
1. Rontgen Thorax AP (9 September 2014)
Kesan: Jantung dan paru dalam batas normal.
2. CT-scan Kepala tanpa kontras (15 September 2014)
Tampak lesi iso hipodense ekstraaksial di region frontal kanan
dengn perifokal edema luas, yang pasca pemberian kontras
tampak menyangat kuat dan menyebabka pergeseran midline
ringan ke kiri, berukuran 3,4x4x2,0 cm.
Tampak penyempitan cornu ventrikel kanan
Sulci region frontal kanan tampak menyempit.
Ventrikel lateralis kiri dan III melebar.
Sinus paranasal yang tervisualisasi normal
Tulang regio frontal kanan tampak menebal (hiperostosis).
Kesan: Lesi ekstraaksial di regio frontal kanan dengan perifokal edema
luas, yang pasca pemberian kontras tampak menyangat kuat dan
menyebabkan herniasi subfalcine ringan ke kiri, DD/ Meningioma.
1.6 RESUME
Tn.KN, 50 tahun datang dengan keluhan kejang 1 hari SMRS. Kejang sering
berulang sejak 1 ½ tahun lalu. Sebelumnya terdapat riwayat nyeri kepala hebat (+),
pingsan (+), penurunan visus perlahan (+), penurunan pendengaran telinga kanan
perlahan (+). 2 bulan SMRS, frekuensi kejang meningkat 1 kali dalam 1 minggu.
11
Page 12
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan kolesterol. Riwayat merokok (+)
tapi tidak banyak, 5 tahun lalu sudah berhenti.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 6 oktober 2014 (post kraniotomi 30 September
2014) didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg. GCS: E4 M6 V5. Pupil bulat isokor
diameter 4mm/4mm, RCL -/-, RCTL -/-. Visus ADS 0/0. Tanda rangsang meningeal
(-). N. Kranialis paresis n.II, n.VII dextra sentral, n.VIII, n.X, dan n.XII sinistra.
Reflex fisiologis meningkat pada biseps dan triseps kiri (+3), reflex patologis tidak
ada. Motorik, sensorik dan otonom baik. Pemeriksaan lab didapatkan Hb dan eritrosit
turun. CT Scan kepala tanpa kontras didapatkan lesi ekstraaksial di regio frontal
kanan dengan perifokal edema luas, yang pasca pemberian kontras tampak menyangat
kuat dan menyebabkan herniasi subfalcine ringan ke kiri, DD/ Meningioma.
1.7 DIAGNOSIS
- Diagnosis klinis :
o Visus 0/0
o Tuli perseptif AD
o Parese n.II, n.VII dextra sentral, n.VIII, n.X, dan n.XII sinistra
o Epilepsi simptomatik
- Diagnosis etiologi : SOL dd/ meningioma
- Diagnosis topis : Regio frontal dextra
1.8 Tata Laksana
Medikamentosa
- Manitol 3x75 IV
- Dexamethasone 1x5 mg IV
- Nacl 0,9% 500 ml
- Fenitoin 3x100 mg IV
- Citicolin 2x500 mg IV
- Pembedahan
Non medikamentosa
Tirah baring & Posisikan kepala 300
Perbaikan gizi
12
Page 13
1.9 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad malam
Ad sanationam : dubia ad bonam
13
Page 14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. LATAR BELAKANG.
Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus tumor
intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor
intrakranial timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong
penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak
demikian halnya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang
pada keadaan yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi
sangat besar. Bahkan oleh karena perjalanannya yang sangat lambat sebagian
besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil
atau dengan gejala yang minimal seringkali diketemukan secara kebetulan.
Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial
yang sebagian besar tanpa adanya gejala-gejala klinik.1
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells)
yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.2 Meningioma intrakranial
merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 13-
20% dari tumor susunan saraf pusat.1 Etiologi tumor ini diduga berhubungan
dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera
kepala. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum
jelas.2
II. DEFINISI
Meningioma adalaH tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang
terdapat pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel
meningen itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi
terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnva
14
Page 15
meningioma kebanvakan di temnat ditemukan banyak villi arachnoid. Dari
observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penfield (1923)
didapatkan suatu konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast
sehingga mereka menyebutnya arachnoid fibroblast atau meningeal
Fibroblastoma.3 Meningioma berasal dari leptomening yang biasanya
berkembang jinak. Cushing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor
ini yang berdekatan dengan meningen.4
Ahli patologi pada umumnya lcbih menyukai label histologi dari pada
label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan
Cushing (1922) ternyata dapat diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy
(1931).3
Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal
dari neural crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung
Harstadius (1950), bermula dari unsur ectoderm. Zuich tetap menggolongkan
meningioma ke dalam tumor mesodermal.3
III. INSIDENSI
Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak
dijumpai pada usia pertengahan. Meningioma intrakranial merupakan 15-20%
dari semua tumor primer di regio ini. Meningioma juga bisa timbul di
sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan tumor lain yang tumbuh di regio ini.3
Di intracranial, meningioma banyak ditemukan pada wanita dibanding
pria (2 : 1), sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4 : 1).
Meningioma pada bayi lebih banyak pada pria.3
Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering
disamping Glioma, merupakan 13–20% dari tumor susunan saraf pusat.
Meningioma dapat terjadi pada semua usia namun jarang didapatkan pada bayi
dan anak-anak. Angka tertinggi penderita meningioma adalah pada usia 50-60
tahun. Meskipun demikian dilaporkan juga dua kasus meningioma kongenital
pada bayi. KOOS dan MULLER menyatakan mulai usia 12 tahun insidens
15
Page 16
meningioma meningkat secara progressif. Meningioma ini lebih banyak
didapatkan pada wanita dari pada laki-laki. Perbandingan antara wanita dan
laki-laki adalah 3 : 2, sedangkan JACOBSON dkk mendapatkan perbandingan
wanita dan laki-laki adalah 7 : 4.1
IV. ETIOLOGI
Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma,
kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma
mengalami trauma. Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat
terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan
bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa
penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya
hubungan antara meningioma dengan trauma.1
Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir
kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak
yang meningkat pada saat itu.1
Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya.
Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like inclusion
bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian
dibantah bahwa pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini adalah
proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti.1
V. PATOGENESA
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.
Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan
perkembangan edema peritumoral.2
Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah
supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung
granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang
paling sedikit pada fossa posterior.1
16
Page 17
Etiologi tumor ini diduga berhubungan dengan genetik, terapi radiasi,
hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini
mengalami kehilangan material genetik dari lengan panjang kromosom 22,
pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor
tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik.
Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat
berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda.
Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan
meningioma.2
Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis
meningioma. Bagaimana peranan radiasi dalam menimbulkan meningioma
masih belum jelas. Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis rendah untuk
tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang
terkena radiasi pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat
menginduksi terjadinya meningioma setelah periode laten yang pendek.2
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya
faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma
hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma
ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon
lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine,
dan reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon
sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang
spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan
dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam
sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten
pada meningioma.2
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi
dibandingkan pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan
pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae.
Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara bermakna tidak berhubungan
dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan
hubungan karsinoma mammae dengan meningioma.2
17
Page 18
Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan
tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan
faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan
meningioma dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase
luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.2
Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah
diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai
penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan
kasus meningioma setelah trauma kepala pada populasi western Washington
state.2
VI. KLASIFIKASI
Gambaran mikroskopik meningioma amat bervariasi, macam-macam
klasifikasi diusulkan, namun Orville Bailey (1940) menganggap klasifikasi
meningioma tidak diperlukan. Pandangan ini didasarkan secara biologis karma
variasi-variasi histologis tersebut tidak banyak kaitannya dengan perangai
biologi kelompok tumor ini.3
Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu Meningioma
meningotheliomatosa (syncytial, endothclimatous), Meningioma fibroblastic
dan Meningioma angioblastik. Yang terakhir ada yang menggolongkan
sebagai haemangioperisitoma. Tipe transisional atau tipe campuran
digolongkan ke dalam kelompok meningioma meningotheliomatosa.3
WHO juga membuat suatu klasifikasi untuk meningioma, lihat table 2.1.
Low risk of Recurrence and Aggressive Growth Grade I
Meningothelial meningioma
Fibrous (fibroblastic) meningioma
Transitional (mied) meningioma
Psammomatous Meningioma
18
Page 19
Angiomatous meningioma
Mycrocystic meningioma
Lymphoplasmacyte-rich meningioma
Metaplastic meningioma
Secretory meningioma
Greater Likelihood of Recurrence, Aggressive behavior, or any Type with a
High Proliferative Index Grade II
Atypical meningioma
Clear cell meningioma (Intracranial)
Choroid meningioma
Grade III Rhabdoid meningioma
Papillary meningioma
Anaplastic (malignant) meningioma
Tabel 2.1 Klasifikasi Meningioma menurut WHO2
Meningioma meningotheliomatosa
Terdiri atas sel-sel uniform, berinti bulat atau oval, mengandung satu
atau dua nukleoli yang nyata, sedangkan membran sel tidak jelas, sebagian
dari kelompok-kelompok sel tersebut tersusun dalam lobulus-lobulus
membentuk massa yang solid. Jaringan ikat pada batas-batas lobulus. Whorls
dan psammoma bodies juga merupakan gambaran khas tumor ini. Meningioma
ftbroblastik Terdiri alas sel-sel pipih yang membentuk berkas-berkas yang
sating beranyaman, kadang-kadang dengan bagian-bagian menyerupai struktur
palisade. Sel-sel tersebut mirip dengan fibroblast, namun inti sel identik
dengan inti sel meningioma meningiomatosa. Adanya serabut retikulin yang
berlebihan dan serabut kolagen yang menjadi pemisah antara sel pada
meningioma tipe ini, merupakan tanda yang khas.3
19
Page 20
Meningioma angioblastik
Terdiri alas sel-sel tersusun padat, batas-batas sitoplasma tidak jelas,
inti sel tersusun rapat. Sel-sel tersebut umumnya menempel pada dinding
kapiler, namun kapiler-kapiler tersebut sebagian mengalami dilatasi, sebagian
lagi kompresi, sehingga sukar untuk diidentifikasi. Bailey dkk. (1928)
beranggapan bahwa sel-sel tumor ini berasal dari elemen dinding pembuluh
darah. Beberapa penulis melaporkan bahwa meningioma angioblastik lebih
sering kambuh.3
VII. GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital,
selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis
spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan
tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun
jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus
kalsifikasi kecil-kecil yang berasal dari psammoma bodies, bahkan dapat
ditemukan pembentukan jaringan tulang baru.3
Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan
meliputi dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen
atau merah kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan
atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang
elektron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus
sitoplasma yang tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like growth.
Sedangkan pada anaplastik akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel,
nuklear pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan
infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat membantu diagnosis meningioma.
Pada pasien dengan meningioma, 80% menunjukkan adanya epithelial
membrane antigen (EMA) yang positif. Stain negatif untuk anti-Leu 7 antibodi
(positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP).2
VIII. MANIFESTASI KLINIK
20
Page 21
Meningioma tumbuhnya perlahan-lahan dan tanpa memberikan gejala-
gejala dalam waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Ini khas untuk
meningioma tetapi tidak pathognomonis. Diperkirakan meningioma
intrakranial yang merupakan 1,44% dari seluruh otopsi sebagian besar tidak
menunjukkan gejala-gejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari permulaan
sampai timbulnya gejala-gejala rata-rata ± 26 bulan, dilaporkan juga gejala-
gejala yang lama timbulnya yaitu antara 20 — 30 tahun. Walaupun demikian
gejala-gejala yang cepat tidak menyingkir kan adanya meningoma.1
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain
misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala
fokal seperti kejang-kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini
sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang bertahun-tahun sebelum
penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan.1
Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala
klinis lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut :
kejang-kejang (±48%)
gangguan visus (± 29%)
gangguan mental (± 13%)
gangguan fokal (± 10%)
Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada
letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial. Tanda-tanda fokal sangat
tergantung dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan
fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau
cepat. Menurut LEAVEN gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa
dini. Gejala-gejala ini timbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer
otak, antara hemisfer atau dari otak kedalam tumor.1
1. Sakit Kepala
Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas,
dapat umum atau terlokalisir ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah
lazim walaupun tidak dikaitkan dengan meningkatnya tekanan intracranial.
Meningioma Intra Ventrikuler seringkali mengalami sakit kepala dan
peningkatan tekanan intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut
21
Page 22
dapat bergerak dan dapat mengadakan penyumbatan pada aliran cairan
serebrospinalis. Sakit kepala tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala
ini mungkin hilang timbul. Selain sakit kepala juga disertai mual dan
muntah-muntah.1
2. Kejang
Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang
terutama pada meningioma parasagittal dan lobus temporalis, Adanya
kejang-kejang ini akan memperkuat diagnosa.1
3. Gangguan Mata
Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :
penurunan visus
papil oedema
nystagmus
gangguan yojana penglihatan
gangguan gerakan bola mata
exophthalmus.1
4. Hemiparese
Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan
tumor-tumor intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati
kelumpuhan fokal, Crose dkk mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan
hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V.1
5. Gangguan mental
Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan
pula dengan lokalisasi dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF
(29) dengan gangguan mental. Gejala mental seperti: dullness, confusion
stupor merupakan gejala-gejala yang paling sering.1
Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan
gangguan saraf otak (nervus cranialis) terutama yang paling sering dari
kasus-kasus Crouse yaitu N II, V, VI, IXdan X. Gejala yang menarik
adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita dengan
meningioma supra tentorial didapatkan ganggnan fungsi serebral yang
22
Page 23
mendadak intermitten dan sementara dapat beberapa menit atau lebih dari
sehari. Gejala-gejala dapat berupa afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah,
hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi (olfaktoris) dan kejang-
kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral berulang-
ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa
membingungkan dengan suatu infark otak atau insuffuiensia
serebrovaskuler, migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya C.V.A.
dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala
yang mendadak dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-
gejala neurologis. Bermacam-macam gejala eurologis yang paling sering
menimbulkan kesalahan diagnose.1
6. Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS)
FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak
semuanya berhubungan dengan gangguan fungsi pada tempat tumor
tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari tempat-tempat yang
jauh dari tumor di mana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan
lokalisasi tumor tersehut. Seperti biasanya diagnosa klinik ditegakkan dari
kumpulan/tanda-tanda, tetapi kurangnya pengetahuan akan FLS
menyebabkan kesalahan-kesalahan pada diagnosa, apabila pada kasus-
kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250 kasus meningioma
intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang salah
karena gejala-gejala yang tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala
yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena adanya Silent area di mana
tumor-tumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala-gejala.
Yang termasuk silent area: parasagital anterior, konveksitas frontal dan
intraventrikuler.1
IX. PROSEDUR DIAGNOSTIK
Diagnosa meningioma dapat ditentukan atas beberapa pemeriksaan
sebagai berikut :
Elektroensefalografi (E.E.G.).
X ray foto tengkorak.
23
Page 24
Angiografi
Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi.
Brain Scan.
Computerized Tomography Scan (CT scan).
Histopatologik.
Tissue Culture1
a. Elektroensefalografi (EEG)
Tumor otak memberi EEG abnormal pada 75–85% dari kasus
dan 15 — 25% dari penderita dengan tumor otak mempunyai EEG yang
normal. Tumor otak sendiri tidak memberi aktivitas listrik abnormal.
Hanya neuron-neuron yang membuat ini pada daerah dekat tumor
menjadi abnormal sedemikian rupa sehingga hypersynchronisasi dari
pelepasan-pelepasan listrik dari beribu-ribu atau berjuta-juta sel saraf
membentuk gelombang lambat atau gelombang runcing pada EEG.
Mungkin tumor ini memberi kelainan metabolik dari neuron-neuron
didekatnya, mungkin dengan tekanan langsung, oedema atau mengacau
(merusak) innervasi daerahnya. Meningoma menunjukkan sedikit
abnormalitas pada E.E.G. Pada kasus-kasus didapatkan 53% dengan
focus abnormal. Pada meningioma intraventriculer enam dari delapan
kasus menunjukkan EEG yang abnormal.1
b. Foto Tengkorak
Beberapa sarjana menyatakan bahwa perubahan-perubahan dari
X foto tengkorak pada meningioma 22,5% adalah normal, 75,5%
abnormal. Kelainan radiologis tersebut adalah:
Hyperostosis : 25% – 44,1%
Pembesaran dari canalis yang dilalui oleh arteri
meningiamedia (foramen Spinosum) : 25%
Perkapuran dari tumor : 3% — 20%
Kerusakan dari tulang : 1,5% – 16,1%
Pembuatan specule : 4,3% adalah pembuatan tulang-tulang
baru sebagai tiang yang ramping tegak lurus pada permukaan
24
Page 25
tulang yang normal.
Penebalan tulang yang difus
Hyperostosis dan kalsifikasi tumor terutama Psammomatous
merupakan tanda yang paling penting untuk diagnosa
meningioma disamping peningkatan Vascularisasi dan
kerusakan tulang.1
c. Angiografi
Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada
meningioma adalah adanya pembuluh darah yang memberi darah
pada neoplasma oleh cabang-cabang arteri sistim karotis eksterna.
Bila mendapatkan arteri karotis ekstema yang memberi darah ke
tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali
neningioma.1
Meningioma menunjukkan ciri-ciri paling khas sebagai
berikut:: (i) Mendapat darah dari sistim karotis eksterna. (ii)
Homogenous akan tetapi sharphy sircumscribed cloud, ya itu
adanya tumor cloud yang homogen dari cairan kontras pada
seluruh tumor. Batas vaskuler intrinsik dari meningioma sering
jelas sekali dan konfigurasinya berbentuk bulat-bulatan (lobulated).
Dan (iii). Tetap adanya cairan kontras dalam tumor.1
Terdapat tetap adanya tumor cloud untuk waktu yang agak
lama pada serialogram. Tumor Stain masih terlihat pada film
terakhir ialah delapan sampai sembilan detik setelah permulaan
dari injeksi cairan kontras. (iii) lebih dapat dipercaya daripada (ii).1
d. Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi
Pneumografi dapat menunjukkan paling jelas tumor
intraventrikuler dan tumor yang letaknya dalam, dekat pada
ventrikel atau mengadakan invasi pada struktur di garis tengah
(invading midline structures).1
e. Brain Scan
Brainscan biasanya kurang cermat untuk diagnosa dari
tumor yang tumbuh lambat dan berasal dari glia. Mungkin tak lebih
25
Page 26
dari separo menunjukkan Brainscan yang positip. Keterbatasan
atau kejelekan dari radionucleide brainscan ini ialah tak dapat
memberi petunjuk yang dapat dipercaya mengenai jenis atau
macam nature dari lesi. Ia hanya menunjukkan suatu daerah dengan
uptake yang abnormal dalam kepala, yang dapat sebagai
neoplasma, vaskuler, radang atau trauma. Ia tak memberi informasi
mengenai status dari otak dan derajad dari deformitas atau adanya
edema otak, dilatasi ventrikel atau tekanan intrakranial yang tinggi.
Dalam hal ini, C.T. scan dari otak lebih superior dibandingkan
dengan isotop brainscan.1
f. Computerized Tomography scan (CT scan)
Meningioma biasanya lebih padat dibandingkan dengan
otak oleh karena adanya Calcium dalam tumor. Nilai absorpsi
mungkin antara 20 – 300 Um, dan lesi-lesi itu dengan densitas
sedang, bertambah jelas dengan penyuntikan, kontras walau
dengan jumlah yang sedikit (20 – 40 cc). Bila meningioma dengan
densitas sangat mendekati otak,maka kita dapat salah menerka
edema sebagai tumor dan dapat mendiagnosis salah sebagai
glioma. Sesuai dengan laporan BECKER dkk (1) bila meningioma
mengandung banyak calcium, ia sangat padat dan diagnosisnya
jelas.1
CT. Scan dapat menunjukkan ventrikel dan ruangan
subarachnoid, juga massa tumor, sering dapat memberi informasi
tentang lokalisasi secara terperinci. Histopatologik. Histopatologi
dari meningioma menunjukkan gambaran yang beraneka ragam.
Beberapa sarjana membagi menjadi gambaran yang sederhana
didasarkan jenis yang paling sering didapatkan.1
g. Pembiakan jaringan (Tissue Culture)
Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah
dilakukan, tetapi tidak didapatkan bentuk-bentuk pertumbuhan,
sampai COSTERO dkk pada th 1955 mendapatkan pertumbuhan
meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak selalu
26
Page 27
didapatkan pada semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi
whorls ini merupakan tanda khas adanya meningioma dan tidak
pernah didapatkan pada tumor-tumor yang lain baik intra maupun
ekstraserebral.1
Menurut U.I.C.C. (Unio Internationalis Contra Cancrum)
gambaran histopatologi sebagai berikut:
Epitheloid
Meningotheliomatous
Endotheliomatous
Fibroblastic / Fibromatous
Psammomatous1
X. PENATALAKSANAAN
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai
pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa
tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan
pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan
tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.
Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk
dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.4
Klasifikasi Simpson untuk reseksi meningioma intracranial dapat dilihat pada
table 2.2
1. Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian
antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan
dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi
dilaksanakan.4
Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis
pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian
cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem
27
Page 28
pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob)
ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui
mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.4
Grade I Gross total resection of tumor, dural attachments and
abnormal bone
Grade II Gross total resection of tumor, coagulation of dural
attachments
Grade III Gross total resection of tumor, without resection or
coagulation of dural attachments, or alternatively of its
extradural extensions ( e.g invaded sinus or hyperostotic
bone)
Grade IV Partial resection of tumor
Grade V Simple decompression (biopsy)
Tabel 2.2 Klasifikasi Simpson untuk reseksi meningioma intracranial4
2. Operasi
Meningioma yang terletak di vault biasanya dapat dioperasi
seluruhnya. Pada basis otak terdapat kesukaran tekhnis untuk diambil
seluruhnya.1
3. Drainage ventrikel
Cara ini digunakan umpamanya pada neoplasma dari fossa
posterior dengan obstruksi akut dari sistem ventrikel, tekanan intrakranial
meningkat secara massif dan oedema otak yang ikut menyertainya.1
4. Penutupan vaskuler
Cara ini digunakan paling sering pada meningioma dengan banyak
sekali pembuluh darah (highly vascular meningioma). Biasanya dilakukan
± 24 jam sebelum operasi yaitu penutupan dari arteria karotis eksterna
yang memberi darah pada tumor dengan macam-macam tehnik
28
Page 29
embolisasi.1
5. Pembesaran lapangan operasi (Operative magnification)
Penggunaan microscope bedah atau loupe dengan cahaya fiberoptic
memberi dimensi baru untuk pendekatan operasi, dari banyak tnmor.1
a. Terapi Ajuvan
1. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin
banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000
cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma
reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi
sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat
dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada
pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih
belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi
external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori
ini belum banyak dikemukakan.4
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma.
Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi.
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari
ataupun nekrosis akibat radioterapi.4
2. Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton
beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak
dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat
melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar
foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators
(LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua
teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi,
terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm.4
29
Page 30
Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang
diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka
menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol.
Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan
pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti
yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama
5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor
sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit
neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut
kejadiannya sekitar 5 %.4
3. Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum
banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun
maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma
atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi
terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial
cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil
yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen
tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari
Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,
adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup
dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari
beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu
kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien
dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian
Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya
rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini
kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.4
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada
kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti
estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2
30
Page 31
kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan
oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma
yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor
pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien,
dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486)
200 mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama
didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu
sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien
gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat
pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu
pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan
jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada
empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang
minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan
penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi
sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk
terapi pada tumor ini.4
XI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenarnya dan usia
penderita. Telah dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa
penyelidikan.Kira-kira separo dari kasus-kasus dengan insuffisiensia serebral
sepintas lalu dan berulang-ulang pada penderita yang tua menyerupai infark
otak atau insuffiensia serebro vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic
subdural hematoma, perdarahan subarachnoid dan meningitis serosa.1
XII. PROGNOSIS
Pada umnmnya prognosa meningioma adalah baik, karena
pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan peyembuhan yang
permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan
31
Page 32
pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-
anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat
menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari
10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.1
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila
letaknya mndah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila
ada:
invasi dan kerusakan tulang
tumor tidak berkapsul pada saat operasi
invasi pada jaringan otak.1
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dengan kemajuan tehnik dan pengalaman operasi para ahli bedah
maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian
post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966)
adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu
yaitn perdarahan dan oedema otak.1
XIII. KESIMPULAN
Meningioma intrakranial merupakan tumor intrakranial kedua yang
tersering disamping glioma, perjalananya sangat lambat dan lebih sering
didapatkan pada wanita pada usia 50 – 60 th. Diduga sebagai penyebabnya
adalah trauma, kehamilan dan virus. Lokalisasi tersering didaerah supra
tentorial di para sagital. Permulaan sampai timbul gejala-gejala rata-rata 26
bulan. Gejala-gejala umum seperti tumor intrakranial disertai gejala-gejala
fokal tergantung lokalisasi dari tumor. Diagnosa dibuat berdasarkan
pemeriksaan tumor intracranial pada umumnya, yaitu dibuat berdasarkan
pemeriksaan klinik , E.E.G., x-foto tengkorak, angiografi, PEG atau
ventrikulografi. Diagnosa banding seringkali menyerupai insuffisiensi serebral
sementara dan berulang-ulang,infark otak, chronic subdural hematoma,
perdarahan sub archnoid dan meningitis.serosa. Pengobatan dengan operasi,
drainage ventrikel, penutupan vaskuler, pembesaran lapangan operasi.
Prognosa pada umumnya baik, survival rate lima tahun adalah 75%. Angka
32
Page 33
kematian : diperkirakan post operasi selama lima tahun (1942 – 1946) adalah
7,9% dan (1957 – 1966) adalah 8,5%.
33
Page 34
DAFTAR PUSTAKA
1 Widjaja D, Fauziah B. Meningioma Intrakranial. 1979. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/
09MeningiomaIntrakranial016.html
2 Manajemen Meningioma. Diunduh dari
http://www.neuro-onkologi.com/articles/Manajemen Meningioma.doc
3 Patogenesis Histopatologi dan lasifikasi Meningioma. Diunduh dari www.neuro-
onkologi.com/…/Patogenesis, histopatologi dan klasifikasi meningioma.doc
4 Yusup FXEG. Histopatologi Tumor Otak. 1992. Diumduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09HistopatologiTumorOtak077.pdf/
09HistopatologiTumorOtak077.html
34