Top Banner
STATUS PASIEN KEPANITERAAN THT RUMAH SAKIT RADEN SAID SUKANTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. B.N.A. Usia : 8 tahun 4 bulan Jenis kelamin : Laki-laki Tanggal lahir : 1 September 2006 Agama : Islam Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia Pendidikan : Sekolah Dasar Pekerjaan : Pelajar Alamat : Aspol Ciracas RT 03/05 Jakarta Timur Tanggal Pemeriksaan : 05 Januari 2015 II. ANAMNESIS ( AUTOANAMNESIS & ALLOANAMNESIS ) Keluhan Utama : Rasa mengganjal di tenggorok sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan Tambahan : Tidak ada. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RS Raden Said Sukanto dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 3 bulan yang 1
40

Preskas Stase Tht Edit Final

Nov 11, 2015

Download

Documents

FitriRahmaSofi

tonsilitis!
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

STATUS PASIENKEPANITERAAN THT RUMAH SAKIT RADEN SAID SUKANTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

I. IDENTITAS PASIEN Nama :An. B.N.A.Usia :8 tahun 4 bulanJenis kelamin :Laki-lakiTanggal lahir :1 September 2006Agama :Islam Suku / Bangsa :Jawa / Indonesia Pendidikan :Sekolah DasarPekerjaan :PelajarAlamat :Aspol Ciracas RT 03/05 Jakarta TimurTanggal Pemeriksaan :05 Januari 2015

II. ANAMNESIS ( AUTOANAMNESIS & ALLOANAMNESIS )

Keluhan Utama :Rasa mengganjal di tenggorok sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan Tambahan :Tidak ada. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke RS Raden Said Sukanto dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak 2 minggu terakhir. Pasien juga mengeluhkan rasa sakit di tenggorok, nyeri menelan, rasa kering dan gatal pada tenggorok, nafsu makan menurun, lemas, batuk, pilek, napas berbau busuk dan demam yang dirasakan pasien terutama ketika serangan. Keluhan-keluhan tersebut dirasakan hilang timbul sejak 4 tahun lalu. Akan tetapi, ketika pemeriksaan pasien tidak mengeluhkan hal-hal tersebut. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya mendengkur saat tidur (mengorok), rasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak nafas.Dalam 4 tahun ini, pasien mengalami serangan cukup sering, yaitu sekitar 2 3 bulan sekali. Keluhan-keluhan tersebut dirasakan terutama setelah pasien kelelahan usai berolahraga, terpapar sinar matahari yang cukup lama, mengkonsumsi gorengan, minuman bersoda atau minuman dingin. Setiap serangan pasien terbiasa meminum obat Amoxicillin dan Paracetamol selama 3 hari yang didapat usai berobat ke klinik atau poli THT untuk kontrol. Keluhan batuk, pilek, hidung tersumbat, demam, bersin-bersin dan sakit kepala atau sakit di daerah wajah dan rasa adanya cairan yang mengalir di tenggorok disangkal oleh pasien. Keluhan nyeri pada telinga, terasa mendengung dan rasa penuh di telinga disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan suara (suara serak), sukar membuka mulut, sesak nafas disangkal oleh pasien. Keluhan jantung berdebar serta nyeri persendian dan pegal tidak ada. Mata merah, mata berair, gatal-gatal dan kemerahan di kulit juga disangkal oleh pasien.Sebelumnya pasien sering demam yang berulang sejak usia 2 3 tahun, tetapi hanya diberikan obat Paracetamol oleh orangtua pasien. Setelah pasien menginjak usia 4 tahun, pasien masih menderita demam yang berulang. Lalu, kedua orangtua pasien berinisiatif melihat tenggorok pasien dan didapatkan tonsil yang bengkak, memerah. Setelah itu orangtua pasien membawanya berobat ke dokter spesialis THT di RS Harapan Bunda. Saat di RS, dokter memberi penjelasan bahwa pasien menderita amandel dan dilakukan rencana perawatan, akan tetapi belum menyarankan pasien untuk operasi karena terkait akan usia pasien (disarankan dokter usai menginjak usia 6 tahun). Saat pulang pasien diberikan obat Amoxicillin dan Paracetamol untuk diminum selama 3 hari, kemudian keluhan-keluhan tersebut mereda namun hanya sementara.Pada bulan Oktober, pasien merasakan keluhan yang lebih berat, yaitu tonsil yang lebih membesar, terdapat luka dan berwarna putih. Kemudian dokter THT menyarankan pasien untuk operasi tonsilektomi dan menjadwalkannya pada tanggal 06 Januari 2015.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sejak 4 tahun yang lalu, hilang-timbul, dengan frekuensi 2 3 bulan sekali Asma (-) Riwayat alergi disangkal (alergi obat, makanan, debu, dll) Riwayat operasi THT disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak terdapat pada keluarga penyakit dengan keluhan yang sama. Riwayat Kebiasaan :Pasien sering makan makanan yang digoreng, berbahan pengawet (snack), minuman dingin dan minuman bersoda. Riwayat Imunisasi : Imunisasi lengkap. Riwayat Kelahiran :Lahir SC, pada usia hampir 10 bulan.Kondisi lahir dengan warna kulit kuning (jaundice) dan dimasukan ruang isolasi selama 2 hari.BB lahir : 4,1 kg.Selama hamil ibu pasien rajin kontrol ke dokter.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS Keadaan umum :akit ringan Kesadaran :Compos mentisTanda vital : Suhu:36,20 C Nadi :77 x / menit Respirasi :22 x / menit Tekanan darah :120 / 70 mmHg

B. STATUS LOKALIS1. TELINGA TELINGA KANAN TELINGA KIRI

Daun telinga: Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-), massa (-) massa (-)Liang Telinga:Serumen (-), hiperemis (-) Serumen (-), hiperemis (-)Membran Timpani:Intak (+), hiperemis (-), Intak (+), hiperemis (-), cone of light (+) cone of light (+) Daerah Retro Aurikuler: Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-), massa (-) massa (-)TEST PENALA RINNE:Positif PositifWEBER:Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasiSCHWABAH: Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksaPenala yang dipakai: 512 Hz512 Hz Kesan : Tidak ada kelainan pada kedua telinga (ADS dalam batas normal)TEST BERBISIK:Bisa mendengar pada jarak 5 6 meter (Dextra); Bisa mendengar pada jarak 5 6 meter (Sinistra) AUDIOGRAM:Tidak Dilakukan 2. HIDUNG2.1.Rhinoskopi Anterior Hidung Luar:Edema (-/-), hiperemis (-/-), massa (-/-) Vestibulum:Tenang (+/+), rambut (+/+) Lubang Hidung:Mukosa hiperemis (-/-) Rongga Hidung:Lapang (+/+), edema (-/-) Septum:Deviasi (-) Konka Inferior:Hiperemis (-/-), hipertrofi (-/-) Meatus Inferior:Sekret (+/+), polip (-/-) Pasase Udara: (+/+)2.2.Rhinoskopi Posterior (Tidak dilakukan karena ukuran tonsil T3-T3) Koana:- Septum Bagian Belakang: - Sekret: - Konka: - Muara Tuba Eustachius: - Torus Tubarius: - Fossa Rosenmuller: - Adenoid:-3. FARING Arkus faring: Simetris, hiperemis (-), edema(-) Uvula: Berada di tengah, edema (-) Dinding Faring : Merah muda, hiperemis (-/-),granular (-/-) Tonsil: T3-T3, hiperemis, granular (+/+),kripta (+/+),detritus (-/-), perlengketan (-/-) Palatum: Tenang Post Nasal drip: (-) Reflek Muntah: Positif

4. LARINGLaringoskopi Indirek (Tidak dilakukan karena ukuran tonsil T3-T3) Epiglotis:- Plika Ariepiglotika: - Pita Suara Asli:- Pita Suara Palsu:- Aritenoid:- Rima Glotis:- Fossa Piriformis:- Trakhea:-5. MAKSILOFASIAL Simetris, deformitas (-), hematom (-) Nyeri tekan pada sinus (-/-)6. LEHER DAN KEPALA

KGB: Pembesaran (-) regio coli Massa : Tidak ada

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap Tanggal 20 Desember 2014PemeriksaanHasilNilai Rujukan

Hemoglobin14,6 mg/dl13-16

Leukosit5.100/uL5.000-10.000

Hematokrit24 g%40-48

Trombosit259.000/uL150.000-400.000

Hitung Jenis Leukosit Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit---553250-11-32-650-7020-402-8

Laju Endap Darah13< 15

Eritrosit4,564,5-5,5

Masa perdarahan11-6

Masa pembekuan1110-15

Kesan: Dalam batas normal. RadiologiRontgen ThoraksTanggal 30 Desember 2014Sinus / diafragma baik. Mediastinum tidak melebar. Jantung kesan baik. Paru, corakan kasar, tidak tampak lesi aktif. Ruang pleura tidak melebar. Tulang tidak tampak kelainanKesan: Jantung / paru dalam batas normal. Anjuran pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji sensitivitas dan resistensi kuman dari sediaan apusan tonsil untuk mengetahui kuman penyebab.

V. RESUMEPasien An.B.N.A. usia 8 tahun datang ke RS Raden Said Sukanto dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok sejak 3 bulan yang lalu. Rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak 2 minggu terakhir. Dalam 4 tahun ini, orangtua pasien mengaku bahwa pasien mengalami serangan setiap 2 3 bulan sekali. Keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan: rasa sakit di tenggorok, odinofagia, rasa kering dan gatal pada tenggorok, nafsu makan menurun, lemas, batuk, pilek, napas berbau busuk dan demam. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 4 tahun yang lalu, dirasakan terutama setelah pasien makan makanan berbahan pengawet, gorengan, minuman dingin dan minuman bersoda. Sebelumnya pasien sering berobat karena keluhan yang sama ke dokter THT / klinik saat serangan timbul, dikatakan bahwa pasien memiliki sakit amandel diberikan beberapa jenis obat, namun keluhannya hanya hilang sementara kemudian muncul kembali. Sekitar 2 bulan yang lalu saat serangan, pasien berobat ke dokter spesialis THT, saat itu pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi dan diberikan antibiotik.Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan keadaan umum sakit ringan dengan kesadaran compos mentis. Suhu : 36,5C, frekuensi nadi 77x/menit, frekuensi napas : 22x/menit dan tekanan darah : 120/70 mmHg. Pada pemeriksaan fisik tenggorok didapatkan ukuran tonsil T3 T3, hiperemis, granular (+/+) kripta melebar (+/+) dan tidak terdapat detritus maupun perlengketan. Reflek muntah positif.

VI. DIAGNOSA KERJATonsilitis kronis hipertrofiDasar diagnosis:Diagnosis kerja tonsilitis kronis hipertrofi diambil berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien.Anamnesis: Rasa mengganjal di tenggorok yg dirasakan akibat tonsil yang membesar Selama 4 tahun terakhir pasien telah mengalami keluhan-keluhan peradangan tonsil, yang hilang timbul dengan frekuensi 2-3 bulan sekali tiap tahun. Keluhan yang muncul, yaitu: rasa sakit di tenggorok rasa kering dan gatal da di tenggorok nyeri menelan napas berbau busuk disertai batuk pilek dan demam Tidak ada riwayat traumaTonsilitis Kronis: peradangan tonsil lebih dari 3 bulan, setelah serangan tonsilitis akut yang berulang-ulang. Riwayat kebiasaan: pasien suka mengkonsumsi gorengan, makanan berpengawet dan minuman dingin serta bersoda (menjadi faktor predisposisi timbulnya tonsilitis) Dengan keluhan yang sama, riwayat pengobatan ke klinik dan ke dokter spesialis THT, di diagnosis sakit amandel, diberikan antibiotik Pemeriksaan fisik tenggorok : Tonsil T3 T3 : tonsil mengalami hipertrofi Hiperemis +/+ : menunjukkan proses peradangan Kripta melebar +/+ : menunjukkan proses kronis Mukosa tenang : bukan faringitis Permukaan mukosa tidak rata (granular) +/+VII. DIAGNOSA BANDING Tonsilitis kronis hipertrofi Tonsilofaringitis kronisVIII. PENATALAKSAAANNon mendikamentosa : Edukasi pasien untuk meghindari makan makanan berbahan pengawet, gorengan, dingin maupun bersoda Makan makanan bergizi seperti sayur dan buah Memperbaiki hygine mulut Istirahat secukupnyaMedikamentosa :Lokalis Antiinflamasi: Dexametason 3 x mg Analgetik: Asam mefenamat 3 x 250 mgSistemik Antibiotik: Cefixime 2x50 mg Vitamin C 2 x 250 mg Anjuran Penatalaksanaan1. Operatif : Tonsilektomi2. Pasca tonsilektomi Observasi keadaan umum Observasi komplikasi perdarahan, nyeri, demam Jaga kebersihan mulut Makan makanan lunak selama kurang lebih 1 minggu Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat proses penyembuhan Hindari makanan pedas, makanan berminyak, minuman dingin dan bersoda Kontrol ke poliklinik THT setiap seminggu sekali

IX. PROGNOSA

Quo ad Vitam: ad bonamQuo ad Functionam: ad bonamQuo ad Sanactionam: ad bonam

FOLLOW UPFollow up post TE (06-01-2015)S: Odinofagia (+), demam (-), minum (+)O: - TTV: TD: 120/70 mmHg, N: 80x/menit, RR: 22x/menit , S: 36,9C Tonsil: T0 T0, fibrin (+/+) Tanda-tanda dehidrasi (-) Perdarahan (-)A: Post operasi tonsilektomi e.c. tonsilitis kronis hipertrofiP: Non-medikamentosa:1. Observasi tanda-tanda vital, demam dan perdarahan2. Badan dimiringkan ke satu sisi3. Puasa sampai bising usus (+), setelahnya diet cair dingin (es krim) Medikamentosa: 1. Cefixime 2 x 100 mg 2. Paracetamol 3 x 300 mg3. Transamin 3 x 1 amp i.v.

Follow up Post TE (07-01-2015)S: Odinofagia (+), demam (-), minum (+)O: - TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 95x/menit, RR: 22x/menit , S: 36C Tonsil: T0 T0, fibrin (+/+) Tanda-tanda dehidrasi (-) Perdarahan (-)A: Post operasi tonsilektomi e.c. tonsilitis kronis hipertrofiP: Non-medikamentosa1. Edukasi orangtua pasien mengenai jadwal makan anjuran post op tonsilektomi, yaitu: 1 Hari: minuman dingin, susu dingin, teh dingin, agar-agar, bubur saring, bubur tepung (maizena). 2 Hari: bubur sumsum, susu, bubur beras biasa asin/manis banyak kuah. 3 Hari: bubur beras biasa, havermouth, banyak kuah, telur. 4 Hari: nasi tim, banyak kuah. Dst: nasi biasa.2. Edukasi orangtua pasien tentang kebiasaan yang dapat meningkatkan terjadinya risiko perdarahan, yaitu: Tidak boleh banyak bicara, meludah, menghisap-hisap, menangis, berteriak. Dianjurkan hari pertama tidur miring ke satu sisi, kompres dingin di daerah leher. Selama dua minggu tidak boleh berenang/olahraga, tidak makan makanan yang keras, pedas, panas dan asam. Contoh: keripik, kerupuk, kacang, bakso, teh panas, dll. Bila terjadi perdarahan segera ke rumah sakit. Medikamentosa1. Cefixime 2 x 100 mg2. Paracetamol 3 x 300 mg3. Ranitidin

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.2

A. Tonsil Palatina1,2Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral muskulus konstriktor faring superior Anterior muskulus palatoglosus Posterior muskulus palatofaringeus Superior palatum mole Inferior tonsil lingual Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal

Fosa Tonsil1,2Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

Pendarahan1,2,3 Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal

Aliran getah bening1,2 Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada

Persarafan1,2 Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Imunologi Tonsil1,2 Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.B. Tonsil Faringeal (Adenoid)1Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

C. Tonsil Lingual1,2Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata

TONSILITIS AKUTA. DEFINISITonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan.1

B. ETIOLOGIPenyebab tonsilitis bermacam macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini yaitu :1,2 Streptokokus beta hemolitikus Streptokokus viridans Streptokokus piogenes Virus influenzaInfeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections)

C. PATOFISIOLOGIBakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorok, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.1

D. MANIFESTASI KLINIS

faring hiperemisedema faringpembesaran tonsiltonsil hiperemiamulut berbauotalgia ( sakit di telinga )malaiseTanda dan gejala tonsilitis akut adalah : nyeri tenggorok nyeri telan sulit menelan demam mual, anoreksia kelenjar limfa leher membengkak

E. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :6 Leukosit : terjadi peningkatan Hemoglobin : terjadi penurunan Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

F. KOMPLIKASIKomplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :31. tonsilitis kronis2. otitis media

G. PENATALAKSANAAN Tonsilitis viral: istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan bila gejala berat.1 Tonsilitis bakterial: antibiotika spektrum luas penisilin, eritromisin; antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.1

TONSILITIS KRONIKA. DEFINISITonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3 bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Terjadinya perubahan histologi pada tonsil, dan terdapatnya jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.2Mikroabses pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau produkproduknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.7Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.6

B. ETIOLOGITonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : Streptokokus alfa merupakan penyebab tersering dan diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan tenggorok.1

C. FAKTOR PREDISPOSISIBeberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :1 Rangsangan kronis (rokok, makanan) Higiene mulut yang buruk Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab,suhu yang berubah- ubah) Alergi (iritasi kronis dari allergen) Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik) Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat

D. PATOFISIOLOGIFungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi.4Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteriyang menutupi kripta berupa eksudatberwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang menurun. 1

E. MANIFESTASI KLINISPada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorok (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.1Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat bertemu di garis tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat, mungkin terdapat obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal.

F. PEMERIKSAAN FISIKPada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan.1,2Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi. Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 T4. Cody& Thane (1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut : T1= batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula T2= batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvulaT3= batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvulaT4= batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula atau lebih.

G. DIAGNOSISAdapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagaiberikut:1. AnamnesisAnamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, rasa mengganjal di tenggorok, nafas bau, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.2. Pemeriksaan FisikTampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat (purulent) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekretpurulen yang tipis terlihat pada kripta.3. Pemeriksaan PenunjangDapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaanapus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptococcus haemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atauPneumokokus.

H. DIAGNOSIS BANDINGTerdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :1,2,51. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)a. Tonsilitis DifteriDisebabkan oleh kumanCorynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

b. Angina Plaut Vincent(Stomatitis Ulseromembranosa)Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.c. Mononukleosis InfeksiosaTerjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatusa. Faringitis TuberkulosisMerupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.b. Faringitis LuetikaGambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.c. Lepra (Lues)Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.d. Aktinomikosis FaringTerjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan nyeri tenggorok (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan.

I. PENATALAKSANAANMedikamentosaTonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik. Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid, klindamicin, atau injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang menggunakan penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh karena itu penggunaan antibiotik tambahan mungkin akan berguna. 1,2,3OperatifTonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pasa pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi.2 Indikasi TonsilektomiMenurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) (1995), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut:Indikasi Absolut Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

Indikasi Relatif Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik beta-laktamase resisten Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery. Pada kasus yang ekstrim, obstructive sleep apnea ini boleh menyebabkan hipoventilasi alveolar, hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner

J. KomplikasiKomplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :1,2,7Komplikasi ke sekitar tonsil (perkontinuitatum)a. Peritonsilitis. Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.b. Abses Peritonsilar (Quinsy)Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.c. Abses ParafaringealInfeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.d. Abses RetrofaringMerupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.e. Krista TonsilSisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith(Kalkulusdari tonsil)Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

Komplikasi Organ jauh:a. Demam rematik dan penyakit jantung rematikb. Glomerulonefritisc. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditisd. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpurae. Artritis dan fibrositis

KESIMPULAN

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis. Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring organisme yang berbahaya. Bila tonsil sudah tidakdapat menahan infeksidari bakteri atauvirus tersebut maka akan timbul tonsilitis. Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atauperadangan pada tonsil yang disebabkan oleh virusataupun bakteri. Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil lebih dari 3 bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang. Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorok (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.Terapi pada tonsilitis kronis, berupa terapi lokal, ditujukan pada higiene mulut dengan menggunakan obat kumur. Dapat juga dilakukan tindakan operasi tonsilektomi sesuai dengan indikasinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi.E.A,et all.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. pg:212-25.2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. pg: 330-44.3. Caparas.M.B, Lim.M.G. Basic Otolaryngology. Publication of comittee of the college of Medicine: University of the Philippines. 1998. pg: 149-59. 4. Robertson, J.S.2004. Journal of Tonsilitis. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed on: April 2012.5. Ramsey, D.D. 2003..Tonsilitis. Available at: http://www.illionisuniv.com. Accesed on: April 20126. Lee, K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2003.McGraw-Hill.7. Jackson C. Disease of the nose, throat and ear. 2nd ed. Philadelphia: WB Sunders Co. 1959. pg: 239-59.

9