Top Banner
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAF NO.RM :323-464 ANAMNESIS Nama : Ny. MR Ruang : ICU Umur : 75 th Kelas : 1 Nama : Ny. MR Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 75 th Pekerjaan : Buruh kayu Alamat : Ngombol, Purworejo Masuk RS Tanggal : 11/12/2014 Diagnosis Masuk : Ensefalopati Penurunan kesadaran tanpa lateralisasi ec SDH + SNH cum P. N. Cranialis VII sinistra Dokter yang merawat : dr. Murgiyantoi Sp.S Co-Assistent : R. Muhammad Pandu K Tanggal : 11-12-2014 Keluhan Utama : sulit berkomunikasi dan bingung Keluhan Tambahan : tidak nafsu makan (+), nyeri pada tangan kanan (+) Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke RSUD saras husada purworejo dengan keluhan sulit berkomunikasi sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak pagi sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan nyeri pada tangan kanan (+). Ketika di bangsal pasien mengalami penurunan kesadaran. Komunikasi (-) keluhan lain (-). Ketika di ICU pasien mengalami demam (+). Sebelum masuk ke RM.01.
44

Preskas Saraf

Jan 17, 2016

Download

Documents

preskas saraf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

ANAMNESISNama : Ny. MR Ruang : ICU

Umur : 75 th Kelas : 1

Nama : Ny. MR

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 75 th

Pekerjaan : Buruh kayu

Alamat : Ngombol, Purworejo

Masuk RS Tanggal : 11/12/2014

Diagnosis Masuk : Ensefalopati

Penurunan kesadaran tanpa lateralisasi ec SDH + SNH cum P. N.

Cranialis VII sinistra

Dokter yang merawat : dr. Murgiyantoi Sp.S Co-Assistent : R. Muhammad Pandu K

Tanggal : 11-12-2014

Keluhan Utama : sulit berkomunikasi dan bingung

Keluhan Tambahan : tidak nafsu makan (+), nyeri pada tangan kanan (+)

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RSUD saras husada purworejo dengan keluhan sulit berkomunikasi sejak 2

hari SMRS. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak pagi sebelum masuk rumah

sakit. Pasien mengeluhkan nyeri pada tangan kanan (+). Ketika di bangsal pasien mengalami

penurunan kesadaran. Komunikasi (-) keluhan lain (-). Ketika di ICU pasien mengalami demam

(+). Sebelum masuk ke rumah sakit dan sulit berbicara pasien masih dapat beraktifitas tapi mudah

lelah (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat depresi pada tahun 1975. Sejak saat itu pasien terkadang berbicara

ngelantu dan semakin sering berbicara ngelantur sejak tahun 2000. Pasien belum pernah

memeriksakan diri sebelumnya ke bagian syaraf. Pasien memiliki riwayat pengobatan pada saat

mengalami depresi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit stroke (-), diabetes (-), hipertensi (-),

jantung (-), riwayat trauma atau kecelakaan (-), riwayat penyakit lainya (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :

RM.01.

Page 2: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit stroke (-), depresi (-),

jantung (-) Diabetes (-), hipertensi (-), dan penyakit lainya (-).

PEMERIKSAAN

FISIK

Nama : Ny. MR Ruang : ICU

Umur : 75 th Kelas : 1

PEMERIKSAAN UMUM

Kesan umum : tampak gelisah

Kesadaran : somnolent

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 88x/menit

Suhu badan : 36,3ºC

Pernafasan : 25 x/menit

PEMERIKSAAN FISIK :

KEPALA

Bentuk : Normocephal

Mata : sklera ikterik (-/-) conjuntiva anemis (-/-),

pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+

Telingga : simetris, serumen (-)

Hidung : septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (- ), gusi tidak berdarah (-)

LEHER

Bentuk : simetris, tidak tampak adanya perbesaran

Trakea : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid

THORAX

Bentuk dada : simeteris dengan retraksi dinding dada (-)

JANTUNG

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga ke 3 linea midclavicularis

Perkusi : batas jantung

Kanan atas : SIC II line apara sternalis kanan

RM.02.

Page 3: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Kiri atas : SIC II line para sternalis kiri

Kanan bawah: SIC IV line para sternalis kanan

Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis kiri

Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-), irama derap (-)

PARU-PARU

Kanan Kiri

Inspeksi Tampak simetris, retraksi subcostalis

(-), retraksi supraclavicularis (-),

retraksi intercostalis (-), ketinggalan

gerak (-)

Tampaks simetris, retraksi subcostalis

(-), retraksi supraclavicularis (-),

retraksi intercostalis (-), ketinggalan

gerak (-)

Palpasi Ketinggalan gerak (-), deformitas (-) Ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

Perkusi Sonor pada seluruh lapangan paru Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi Suara dasar vesikuler, ronkhi basah

kasar (+), rhonki basah halus (-),

ronki kering (-), wheezing ekspirator

(-), wheezing inspirator (-), stridor

inspiratory (-), ekspirator

diperpanjang (-)

Suara dasar vesikuler, ronkhi basah

kasar (+), rhonki basah halus (-), ronki

kering (-), wheezing ekspirator (-),

wheezing inspirator (-), stridor

inspiratory (-), ekspirator diperpanjang

(-)

ABDOMEN

Inspeksi : sikatrik (-), ascites (-),distended (-)

Auskultasi : peristaltik (+)

Perkusi : thympani, pekak beralih (-)

Palpasi : supel(+), defans muskular (-), massa (-), nyeri tekan epigastrium (+),

turgor cukup, hepar dan lien tidak teraba , hepatomegali (-)

EKSTREMITAS

Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema pada keempat ekstremitas (+/+)

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Kesadaran : somnolent, GCS 15 (E1V2M4)

Kepala : bentuk normal, simetris

RM.03.

Page 4: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Leher : sikap tegak, pergerakan baik. (-) rangsangan meningeal (-).

Nn. Craniales :

Pemeriksaan Nn. Craniales Kanan Kiri

I. Olfaktorius

Subjektif Normal Normal

II. Optikus

Tajam penglihatan (Subjektif)

Lapangan pandang (Subjektif)

Normal

Normal

Normal

Normal

III. Okulomotorius

Sela mata

Pergerakan mata ke arah superior,

medial, inferior, torsi inferios

Strabismus

Nystagmus

Exoftalmus

Reflek pupil terhadap cahaya

Pandangan double

Diameter pupil

Normal

(-)

(-)

(-)

(-)

(+)

(-)

3 mm

Normal

(-)

(-)

(-)

(-)

(+)

(-)

3 mm

IV. Troklearis

Gerakan mata (ke bawah-lateral) (-) (-)

V. Trigeminus

Membuka mulut

mengunyah

menggigit

seinsibilitas muka

(+)

(-)

(-)

(+)

(+)

(-)

(-)

(+)

VI. Abdusen

Gerakan mata ke lateral (-) (-)

VII. Fasialis

Mengerutkan dahi

Menutup mata

Memperlihatkan gigi

(+)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

RM.04.

Page 5: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Sudut bibir (+) (-)

VIII. Vstibulokoklearis

Fungsi pendengaran (subjektif) (-) (-)

IX. Glossofaringeus

Perasa lidah (bag. belakang)

Refleks muntah

(+)

(+)

(+)

(+)

X. Vagus

Bicara

Menelan

(+)

(-)

(+)

(-)

XI. Assesorius

Mengangkat bahu

Memalingkan kepala

(-)

(+)

(-)

(+)

XII. Hipoglosus

Pergerakan lidah

Artikulasi

(+)

(-)

(+)

(-)

Motorik : - respirasi : garakan nafas simetris, tidak tampak retraksi otot-otot thorakal

- Duduk : tidak bisa utuk duduk

- Bentuk Columna vertebralis : normal

Sensibilitas : tidak terdapat gangguan sensibilitas

Fungsi Vegetatif : sebelum masuk ruang ICU pasien masih dapat BAB dan BAK

RM.05.

Page 6: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Ekstremitas

DIAGNOSIS BANDING

- Susp. Encepalitis

- Susp. Afasia Global

DIAGNOSIS

Dx Klinis : - Ensefalopati

- Penurunan kesadaran tanpa lateralisasi cum P. N. Cranialis VII sinistra

Dx Topik : Lesi pada falx cerebri posterior dan pelebaran subdural space frontotemporal

Dx Etiologi : Penurunan kesadaran ec subdural hygroma frontotemporal dan hemorrage pada

falx cerebri

RENCANA PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan darah rutin

- Analisa darah

- Pemeriksaan Ro. Foto Thoraks

- Pemeriksaan CT Scan Kepala

PEMERIKSAAN PENUNJANG

RM.06.

Page 7: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

1. Hasil pemeriksaan darah rutin

Hemoglobin 9.0 g/dl (11,7 – 15,5)

Leukosit 14.1 10^3/ul (3,6 – 11,0)

Hematokrit 29 % (35 - 47)

Eritrosit 3.2 10^6/ul (3.80 – 5.20)

Trombosit 112 10^3/ul (150 - 400)

MCV 91 fL (80 - 100)

MCH 28 pg (26 - 34)

MCHC 31 g/dl (32 - 36)

DIFF COUNT

Netrofil 85.90 % 50 - 70

Limfosit 7.10 % 25 - 40

Monosit 5.70 % 2 - 8

Eosinofil 1.20 % 2.00 - 4.00

Basofil 0.10 % 0 – 1

Kimia Klinik

Total Protein 3.50 g/dL 6.6 – 8.7

Albumin 2.0 g/dL 3.8 – 5.1

Globulin 1.50 g/dL 1.3 – 3.2

GDS 122 mg/dL 70 – 120

Ureum 212.0 mg/dL 10 - 50

Creatinin 1.55 mg/dL 0.60 - 1.10

SGOT 50 U/L 0 - 50

SGPT 21 U/L 0 - 50

Asam urat 18.2 mg/dL 2.0 – 7.0

Albumin 3.1 g/dL 3.8 – 5.1

Colestherol total 93 mg/dl <200

Trigliserida 433 mg/dl 70.0 – 140.0

ELEKTROLIT KIMIA

Kalium 5.86 mmol/L

Natrium 138.6 mmol/L

Chlorida 106.5 mmol/L

RM.07.

Page 8: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

2. Hasil Pemeriksaan Analisis Darah

pH 7.384 7.350 – 7.450

pCO2 35.7 mmhg 35.0 – 48.0

pO2 193.5 mmhg 83.0 – 108.0

Hct 51.7 % 32.0 – 51.0

Na+ 132.8 mM 136.0 – 145.0

K+ 3.98 mM 3.50 – 5.10

iCa 0.63 mM 1.15 – 1.27

HCO3- 20.9 mM

TCO2 22.0 mM

3. Hasil Pemeriksaan Radiologi

Kesan :

- cardiomegali

- pulmo normal

4. Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala :

Hasil :

- Tampak lesi hyperdens falx cerebri posterior

- Subdural space frontotemporal melebar

- Systema ventrikel tidak melebar/menyempit

- Tak tampak deviasi struktur mediana

Kesan :

RM.08.

Page 9: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

- Haemorrhage falx cerebri

- Subdural hygroma frontotemporal

TERAPI MEDIKA MENTOSA

IVFD NACL + Peptisol 1500ml/24jam

Inj. Citilcholin 500 mg/24jam

Inj. Furosemid 1A/24jam

NON MEDIKA MENTOSA

- Posisi kepala : naik 30 derajat

- Pemasangan NGT dan DC

PROGNOSIS

Vitam : dubia et malam

Fungsionam : Dubia et malam

MASALAH YANG DIKAJI

Bagaimana penegakan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus Penurunan kesadaran ec

subdural hematoma dan stroke non hemorragic ?

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

RM.09.

Page 10: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Kesadaran adalah suatu keadaan di mana seorang individu sepenuhnya sadar akan

diri dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Penilaian kesadaran dapat terganggu

apabila terdapat keadaan-keadaan di mana pasien sadar namun tidak dapat merespons

terhadap stimulus yang diberikan oleh pemeriksa, seperti keadaan kerusakan input sensorik,

kelumpuhan (locked in states) atau gangguan psikiatrik. Kesadaran memiliki dua komponen

yaitu kualitas (konten) dan kuantitas (arousal).

Gangguan kesadaran akut :

1. Kesadaran berkabut merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan

kesadaran minimal, yang dapat berubah-ubah antara hipereksitabilitas, hiperiritabilitas dan

mengantuk (drowsiness).

2. Delirium merupakan gangguan kesadaran yang lebih kompleks, dengan adanya gangguan

persepsi terhadap stimulus sensorik bahkan sering mengarah kepada halusinasi nyata. Pasien

dengan delirium sering mengalami disorientasi, pertaham terhadap waktu, kemudian kepada

tempat dan orang di sekitarnya untuk keadaan yang semakin parah

3. Obtundasi merupakan suatu keadaan penurunan kesadaran ringan atau moderat yang

disertai dengan kehilangan minat terhadap lingkungan sekitar

4. Stupor merupakan gangguan penurunan kesadaran moderat sampai berat, di mana pasien

berada dalam keadaan tidur dalam dan hanya dapat dibangunkan dengan stimulus kuat serta

terus menerus. Pasien dengan stupor pada saat dirangsang dengan maksimal, seringkali

masih mengalami gangguan kesadaran.

5. Koma merupakan suatu keadaan di mana pasien dalam keadaan tidur dalam dan tidak dapat

dibangunkan secara adekuat dengan stimulus kuat yang sesuai. Pasien mungkin masih dapat

meringis atau melakukan gerakan stereotipik, namun tidak dapat melakukan lokalisasi nyeri

dan gerakan defensif yang sesuai. Seiring dengan semakin dalamnya koma, pada akhirnya

pasien tidak merespons terhadap rangsangan sekuat apapun. Namun perlu diperhatikan

bahwa sulit menilai kedalam koma dari respons motorik, karena area otak yang mengatur

gerakan motorik berbeda dengan area yang mengatur kesadaran.

6. Keadaan terkunci (locked-in) merupakan suatu keadaan di mana pasien sepenuhnya sadar,

namun tidak dapat menggerakkan keempat tungkainya. Keadaan ini disebabkan oleh karena

kerusakan di jaras otak yang mengatur persarafan motorik dan juga saraf kranial bagian

bawah. Kecurigaan klinis yang tinggi harus diterapkan untuk dapat mengenali pasien-pasien

RM.010.

Page 11: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

seperti ini, oleh karena manajemen terhadap kasus-kasus seperti ini harus dibedakan dengan

keadaan penurunan kesadaran sejati.

Gangguan kesadaran Subakut dan kronik :

1. Dementia didefinisikan sebagai penurunan proses mental secara progresif dan terus

menerus oleh karena proses organik tanpa disertai dengan penurunan kuantitas kesadaran.

Pasien-pasien dengan dementia penting untuk dikenali karena merupakan kelompok dengan

risiko tinggi untuk mengalami gangguan kesadaran lainnya pada saat perawatan di rumah

sakit maupun di masyarakat.

2. Hypersomnia adalah keadaan di mana pasien membutuhkan waktu tidur yang sangat

panjang, namun dapat segera dibangungkan tanpa disertai adanya gangguan kualitas

kesadaran.

3. Abulia merupakan keadaan di mana pasien berada dalam keadaan apatis dan tidak atau

lambat dalam merespons terhadap stimulus verbal, biasanya tidak memulai pembicaraan

atau interaksi dalam bentuk apapun.

4. Mutisme akinetik merupakan tahap lanjut dari abulia, di mana tidak ada aktivitas mental

dan hanya sedikit aktivitas motorik yang dilakukan oleh pasien.

5. Keadaan kesadaran minimal merupakan istilah baru yang digunakan untuk

menggambarkan keadaan di mana adanya bukti-bukti kesadaran minimal pada pasien akan

diri dan lingkungan sekitarnya. Keadaan ini timbul sebagai periode transisi antara bangun

dari koma atau perburukan ke arah koma dari keadaan gangguan kesadaran lainnya.

6. Keadaan vegetatif menggambarkan keadaan di mana pasien memperoleh kembali siklus

buka tutup mata dan pengendalian batang otak atas fungsi kardiopulmonar serta vegetatif

otonom, namun masih tidak sadar akan diri dan lingkungan sekitarnya. Keadaan vegetatif

persistens digunakan untuk menggambarkan pasien dengan keadaan vegetatif yang telah

melebihi 30 hari.

7. Mati otak digunakan untuk menggambarkan keadaan hilangnya kemampuan otak secara

total ireversibel untuk mempertahankan fungsi kesadaran dan juga fungsi kardiopulmonar

serta vegetatif otonom.

8. Mati batang otak merupakan istilah yang dikembangkan untuk menggambarkan hilangnya

kemampuan otak untuk mempertahankan kesadaran dan juga pernapasan secara ireversibel.

B. Prevalensi dan Insidensi

RM.011.

Page 12: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Prevalensi dan insidensi dari koma dan gangguan kesadaran sulit untuk ditentukan

secara pasti, mengingat luas dan beragamnya faktor penyebab dari koma. Laporan rawat

inap nasional dari Inggris tahun 2002-2003 melaporkan bahwa 0,02% (2.499) dari seluruh

konsultasi rumah sakit disebabkan oleh gangguan terkait dengan koma dan penurunan

kesadaran, 82% dari kasus tersebut memerlukan rawat inap di rumah sakit. Koma juga

nampaknya lebih banyak dialami oleh pasien usia paruh baya dan lanjut usia, dengan rata-

rata usia rawat inap untuk koma adalah 57 tahun pada laporan yang sama. (2) Hasil lain

dilaporkan oleh dua rumah sakit daerah Boston, Amerika Serikat, di mana koma

diperkirakan menyebabkan hampir 3% dari seluruh diagnosis masuk rumah sakit. Penyebab

yang paling banyak dari laporan tersebut adalah alkoholisme, trauma serebri dan stroke, di

mana ketiga sebab tersebut menyebabkan kurang lebih 82% dari semua admisi.

C. Patofisiologi

Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan

‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita

tidak dapat dibangunkan. Koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling sering

ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik

tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan

yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Kesadaran dibagi dua yaitu kualitas dan

derajat kesadaran. Jumblah (kuantitas) input/rangsangan menentukan derajat kesadaran,

sedangkan kualitas kesadaran ditentukan oleh cara pengolahan input yang menghasilkan

output SSP. Pada topik koma kita lebih menitikberatkan kepada derajat dari kesadaran.

Input/rangsangan dibagi dua, spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merujuk

kepada perjalanan impuls aferen yang khas dimana menghasilkan suatu kesadaran yang khas

pula. Lintasan yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan yang

menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks primer

(penghantarannya berlangsung dari titik ke titik), yang berarti bahwa suatu titik pada kulit

yang dirangsang mengirimkan impuls yang akan diterima oleh sekelompok neuron dititik

tertentu daerah reseptif somatosensorik primer. Setibanya impuls aferen di tingkat korteks

terwujudlah suatu kesadaran akan suatu modalitas perasaan yang spesifik, yaitu perasaan

nyeri di kaki atau di wajah atau suatu penglihatan, penghiduan atau suatu pendengaran

tertentu. Input yang bersifat non-spesifik adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang

disalurkan melalui lintasan aferen non-spesifik (lintasan ini lebih dikenal sebagai “diffuse

RM.012.

Page 13: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

ascending reticular system”) yang terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia

retikularis medulla spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus

(inti intralaminar). Inti intralaminar yang menerima impuls non-spesifik tersebut akan

menggalakkan dan memancarkan impuls yang diterimanya menuju / merangsang /

menggiatkan seluruh korteks secara difuse dan bilateral sehingga timbul kesadaran /

kewaspadaan.

Neuron-neuron inti intralaminar disebut “neuron penggalak kewaspadaan”,

sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut “neuron

pengemban kewaspadaan”. Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai

derajat yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab ‘neuron

pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik)’ atau

oleh sebab ‘neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron

pengemban kewaspadaan (koma diensefalik)’. Dari penjelasan diatas kita dapat melihat

bahwa berdasarkan susunan anatomi, koma dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal

bihemisferik dan koma diensefalik.

Penyebab struktural koma dan penurunan kesadaran

Lesi struktural dapat menyebabkan koma melalui dua macam mekanisme, yakni

melalui lesi kompresi dan lesi destruktif. Lesi kompresi dapat menyebabkan koma melalui

dua cara, melalui penekanan langsung atau melalui disposisi jaringan otak sedemikian rupa

sehingga menekan sistem arousal asenden atau lokasi-lokasi di otak bagian depan. Lesi

destruktif menyebabkan koma dengan kerusakan langsung di sistem arousal asenden atau

lokasi-lokasi di otak bagian depan, namun untuk menyebabkan koma lesi destruktif biasanya

harus difus dan bilateral. Lesi destruktif minimal dapat menyebabkan koma bila lokasinya

tepat di garis tengah dari sistem arousal asenden di otak tengan atau kaudal dari diensefalon,

untuk lesi subkortikal dan kortikal harus difus dan bilateral untuk dapat menyebabkan koma.

Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah

mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma

diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi

infratentorial. Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak hemisferium kea

rah foramen magnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluaruntuk suatu proses desak

didalam ruang tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon)

mengalami distorsi dan penekanan. Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi

RM.013.

Page 14: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

lumpuh dan substansia retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah

kelumpuhan saraf otak yang disertai gangguan penurunan derajat kesadaran. Kelumpuhan

saraf otak okulomotorius dan trokhlearismerupakan cirri bagi proses desak ruang

supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior serebri. Yang dapat menyababkan

lesi supratentorial antara lain; tumor serebri, abses dan hematoma intrakranial.

Pada lesi infratentorial ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial

(fossa kranii posterior). Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak

system retikularis. Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan

merusak system retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa (i).Penekanan langsung

terhadap tegmentum mesensefalon (formasio retikularis). (ii).Herniasi serebellum dan

batang otak ke rostral melewati tentorium serebelli yang kemudian menekan formation

retikularis di mesensefalon. (iii).Herniasi tonsiloserebellum ke bawah melalui foramen

magnum dan sekaligus menekan medulla oblongata. Secara klinis, ketiga proses tadi sukar

dibedakan. Biasanya berbauran dan tidak ada tahapan yang khas. Penyebab lesi

infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum, neoplasma, abses, atau edema

otak.

1. Lesi kompresi dapat menyebabkan koma melalui beberapa mekanisme, yakni: (1)

Dengan secara langsung menekan sistem arousal desenden atau lokasi-lokasi target di

otak bagian depan; (2) Meningkatkan tekanan intrakranial sehingga mengganggu aliran

darah ke otak; (3) Menekan jaringan sedemikian rupa sehingga menyebabkan iskemia;

(4) Menyebabkan edema sehingga memperberat penekanan; dan (5) Dengan

menyebabkan herniasi jaringan. Pemahaman mengenai anatomi, patologi dan

patofisiologi dari kerusakan yang disebabkan oleh lesi kompresi amat penting dalam

penanganan koma yang disebabkan olehnya.

2. Sindrom herniasi pada Doktrin Monro-Kellie mengajukan hipotesis sebagai berikut: oleh

karena isi kranium tidak dapat ditekan dan terbungkus di dalam kerangka tulang yang

tidak elastis, maka jumlah volume otak, likuor serebrospinal dan darah intracranial

konstan sepanjang waktu. Pada otak normal, peningkatan ukuran lesi masa dapat

dikompensasi dengan pemindahan volume likuor serebrospinal dan pada beberapa

keadaan volume darah yang sesuai oleh peningkatan tekanan intrakranial. Seiring

pembesaran masa, semakin sedikit likuor yang dapat dipindahkan, sehingga komplians

intracranial menurun seiring dengan pembesaran lesi kompresi. Pada saat masa telah

RM.014.

Page 15: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

mencapai keadaan di mana hanya ada sedikit likuor di dalam kompartemen, peningkatan

sedikit saja volume lesi dapat meningkatkan tekanan kompartemental secara signifikan.

Rendahnya tekanan di kompartemen yang bersebelahan menyebabkan terjadinya

herniasi.

3. Kerusakan bilateral korteks serebri dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan substrat

metabolik (eq. oksigen, glukosa atau darah yang membawa mereka) atau sebagai akibat

gangguan metabolik dan infeksi tertentu. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh henti

jantung berkepanjangan pada pasien yang berhasil diresusitasi, namun juga dapat

sebagai akibat hipoksia difus oleh karena gagal napas atau pada pasien dengan

hipoglikemia berat dan berkepanjangan.

4. Destruksi diensefalon jarang menyebabkan gangguan kesadaran karena pendarahannya

yang luas oleh sirkulus Willisi, namun apabila terdapat oklusi ujung arteri basilaris yang

mensuplai darah ke otak bagian belakang dan kedua arteri komunikans maka dapat

terjadi gangguan kesadaran akibat destruksi diensefalon. Beberapa kelainan infeksi dan

inflamasi dapat menyebabkan kerusakan diensefalon, diantaranya penyakit Behcet

dengan abses steril di diensefalon yang dapat menurunkan kesadaran. Kelainan

autoimun juga dapat menyerang diensefalon, antibodi antitumor anti-Ma dapat

menyebabkan lesi di diensefalon bersamaan dengan ngantuk yang berlebihan dan gejala

narkolepsi lainnya seperti katapleksi. Beberapa tumor otak primer yang jarang dapat

pula timbul di diensefalon seperti astrositoma atau limfoma susunan saraf pusat primer.

5. Lesi destruksi batang otak dapat timbul sebagai akibat dari penyakit vaskular, tumor,

infeksi atau trauma. Penyebab paling sering dari lesi destruktif adalah oklusi arteri

vertebralis atau basilaris. Oklusi seperti tersebut di atas biasanya menyebabkan tanda-

tanda spesifik yang menunjukkan tempat terjadinya infarksi. Lesi perdarahan batang

otak biasanya terjadi intraparenkimal di dalam basis pontis, meskipun demikian

malformasi arteriovenous dapat terjadi di mana saja. Infeksi yang dapat menyerang

batang otak diantaranya Listeria monositogenes yang sering menyebabkan abses

rombensefalik. Trauma yang mengenai batang otak jarang menjadi problem diagnostik

karena biasanya fatal.

Penyebab metabolik dan penyakit otak dari koma dan penurunan kesadaran

Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur,

metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua,

RM.015.

Page 16: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku

seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme

sel tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh ‘blood brain barrier’. Angka

pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian O2 ialah 3,3

cc/100 gr jaringan otak/menit. Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses

oksidasi, 50% dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang

menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi. Hasil akhir dari proses

oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari

dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut

terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan

yang dapat memperbaiki metabolisme.

1. Iskemia dan hipoksia otak hampir selalu timbul sebagai bagian dari permasalahan suplai

oksigen yang lebih besar, baik oleh karena penurunan tekanan gas lingkungan atau

kelainan sistemik yang menyebabkan gangguan penghantaran oksigen ke jaringan.

Walaupun ada banyak penyebab hipoksia jaringan, pada dasarnya kekurangan suplai

oksigen ke otak dapat dibagi menjadi 4 golongan, yakni: hipoksia hipoksik, hipoksia

anemik, hipoksia histotoksik dan hipoksia iskemik. Perbedaan utama dari hipokisa

hipoksik, anemik dan iskemik berdasarkan pada mekanismenya di arteri, oleh karena

ketiganya menyebabkan efek yang sama yakni hipoksia vena serebral, namun pada

hipoksia histotoksik kadar oksigen darah dapat normal.

2. Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab koma yang sering ditemukan, serius dan

dapat menyebabkan pelbagai tanda serta gejala yang beragam. Pada pasien-pasien

dengan hipoglikemia berat, sebagian besar disebabkan oleh karena dosis insulin atau

obat hipoglikemia oral berlebihan untuk terapi diabetes. Pada pasien-pasien non-

diabetik, hipoglikemia paling sering disebabkan oleh karena intoksikasi alkohol,

sehingga penting untuk memeriksa kadar gula darah pada pasien yang diduga penurunan

kesadarannya disebabkan oleh karena alkohol. Interaksi insulin dengan fluorokuinolon,

seperti siprofloksasin, ofloksasin dan levofloksasin juga dapat menyebabkan

hipoglikemia berat.

3. Hiperglikemia dapat menyebabkan gangguan kesadaran melalui berbagai mekanisme,

diantaranya adalah: peningkatan fluks jalur polyol, akumulasi sorbitol, penurunan

mioinositol, peningkatan kerusakan akibat stress oksidatif, glikasi protein non-enzimatik

RM.016.

Page 17: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

dan gangguan homeostasis ion kalsium yang kesemuanya menyebabkan ensefalopati

diabetikum. Hiperglikemia juga dapat menyebabkan kerusakan akut pada otak seperti di

dalam keadaan hiperosmolaritas non ketotik diabetikum.

4. Gangguan kofaktor metabolisme, dalam hal ini salah satu dari vitamin B kompleks dapat

menyebabkan delirium, stupor dan akhirnya demensia, namun hanya defisiensi tiamin

yang dapat dipertimbangkan untuk diagnosis diferensial koma. Defisiensi tiamin

menyebabkan ensefalopati Wernicke, suatu kompleks gejala yang disebabkan oleh

karena disfungsi neuronal, yang apabila tidak ditangani secara tepat dapat menyebabkan

kerusakan substansia grisea dan pembuluh darah yang mengelilingi ventrikel III,

akuaduktus serebri dan juga ventrikel IV.

5. Penyakit Hati, dapat merusak otak melalui berbagai macam cara. Kegagalan hati akut

dapat menyebabkan edema otak dengan hasil akhir peningkatan tekanan intrakranial.

Sekitar 30% pasien dengan gagal hati akut meninggal pada saat peningkatan tekanan

intrakranial (TIK) mencapai level yang mengganggu aliran darah otak dan menyebabkan

infark serebri, meningkatkan edema lebih lanjut sehingga akhirnya herniasi

transtentorial. Gagal hati kronik, biasanya pasien sirosis atau setelah pemasangan shunt

portokaval, dikarakteristikkan hanya dengan ganguan ingatan dan konsentrasi. Namun

ensefalopati hepatikum dapat terjadi secara berfluktuasi tanpa penyebab yang jelas

(gambar 3), dan derajat-derajat ensefalopati yang lebih berat dapat menyebabkan

delirium, stupor dan koma. Tipe-tipe ensefalopati hepatikum yang terberat biasanya

timbul pada pasien dengan infeksi, perdarahan gastrointestinal atau memakan protein

dalam jumlah besar.

6. Penyakit Ginjal, dalam hal ini gagal ginjal dapat menyebabkan ensefalopati uremikum,

namun pengobatan uremia juga dapat menyebabkan dua gangguan tambahan terhadap

fungsi serebral, yakni: sindrom disekuilibrium dialisis dan ensefalopati dialisis progresif.

Kebingungan, delirium, stupor dan terkadang koma dapat disebabkan oleh tiap-tiap

kelainan ini.

7. Penyakit Paru lanjut, dapat menyebabkan ensefalopati dan koma oleh karena

hipoventilasi. Dasar mekanisme perubahan neurologis dari keadaan ini masih belum

dapat dijelaskan secara lengkap, dan kebanyakan diduga oleh karena adanya interaksi

antara hipoksemia, hiperkapnia, gangguan jantung kongestif dan faktor-faktor lain

RM.017.

Page 18: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

seperti infeksi sistemik serta kelelahan akibat usaha napas jangka panjang yang tidak

efektif.

8. Ensefalopati Pankreas, dapat timbul sebagai komplikasi dari pankreatitis akut maupun

kronik. Pankreatitis kronik yang sering mengalami relaps juga dapat menimbulkan

stupor atau koma episodik. Walaupun mekanisme pastinya masih belum jelas, beberapa

studi postmortem menunjukkan adanya demielinisasi bercak substantia alba sehingga

menimbulkan kecurigaan enzim yang dilepaskan dari pankreas sebagai penyebab

ensefalopati. Hipotesis lain menduga adanya pankreatitis dan ensefalitis viral bersama,

gangguan koagulasi intravaskular diseminata sebagai komplikasi pankreatitis dan juga

embolisme lemak.

9. Diabetes mellitus, merupakan penyakit endokrin yang paling sering timbul sebagai koma

atau stupor belum terdiagnosis. Kegagalan hipofisis, adrenal dan tiroid juga dapat timbul

dengan manifestasi klinis yang sama, sedangkan hiper/hipoparatiroid terutama timbul

sebagai gangguan metabolisme elektrolit. Beberapa penyebab potensial stupor dan koma

pada pasien diabetes mellitus dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

10. Gangguan kelenjar adrenal, baik keadaan hiperadrenal (eq. sindrom Cushing) maupun

hipoadrenal (eq. penyakit Addison), merupakan penyebab beberapa kejadian penurunan

kesadaran, namun mekanisme pasti dari keadaan ini masih belum dapat dipastikan.

Kortikosteroid adrenal mempunyai efek yang signifikan terhadap otak, termasuk

mempengaruhi gen yang mengendalikan enzim dan reseptor untuk amin dan

neuropeptida biogenik, faktor pertumbuhan serta faktor adhesi sel.

11. Gangguan kelenjar tiroid,baik hipertiroid maupun hipotiroid dapat mengganggu fungsi

serebral normal, namun mengenai mekanisme terjadinya tanda dan gejala tersebut masih

belum jelas. Hormon tiroid berikatan pada reseptor nuklear yang berfungsi sebagai

faktor transkripsi terkait ligan, sehingga sangat penting untuk perkembangan otak.

Hormon tiroid juga berperanan untuk mengatur metabolisme otak, hipotiroid

menyebabkan penurunan aliran darah otak sampai 20% dan penurunan metabolisme

glukosa serebral sampai 12%.

12. Gangguan kelenjar hipofisis, dapat menyebakan stupor dan koma melalui dua keadaan:

(1) apopleksia hipofisis, yakni istilah yang digunakan untuk perdarahan atau infark dari

tumor hipofisis (sering) atau jaringan hipofisis normal (jarang). Ensefalopati disebabkan

oleh karena lesi masa yang membesar secara cepat dan menekan diensefalon atau

RM.018.

Page 19: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

inflamasi oleh karena pengeluaran zat-zat iritan (darah atau jaringan nekrotik). (2)

Panhipopituitarisme, di mana kadar dari seluruh hormon kortikosteroid atau tiroid

mengalami penurunan cukup signifikan atau terjadi gangguan dari keseimbangan cairan.

13. Kanker, terutama dengan metastasis jauh dapat menyebabkan ensefalopati difus yang

mengarah kepada delirium, stupor atay koma. Sekitar 20% konsultasi neurologis pada

rumah sakit khusus kanker dilakukan untuk evaluasi gangguan atau penurunan

kesadaran pada pasien. Penyebab gangguan kesadaran oleh karena kanker cukup banyak.

14. Banyak obat-obatan biasa yang bila digunakan dalam jumlah banyak dapat

menyebabkan delirium, stupor dan koma (tabel 5). Daftar dari obat-obatan sejenis di atas

sangatlah banyak, dan juga zat yang disukai oleh para pecandu obat-obatan berubah dari

waktu ke waktu serta dari tempat satu ke tempat yang lain. Zat-zat yang dapat

menyebabkan delirium atau koma dapat berupa: (1) zat obat yang diresepkan namun

overdosis; (2) zat obat namun digunakan secara terlarang seperti opioid; (3) zat

pengganti alkohol seperti etilen glikol dan metanol; dan (4) zat obat-obatan terlarang,

seperti metamfetamin dan kokain.

15. Gangguan asam basa sistemik, baik alkalosis maupun asidosis dapat menyertai

gangguan-gangguan yang menyebabkan koma metabolik dan perubahan respirasi serta

asam basa penyerta dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab koma. Meskipun

demikian, dari empat kelainan asam basa sistemik, hanya asidosis respiratorik yang

dapat menjadi penyebab langsung stupor dan koma dengan konsisten. Lebih jauh lagi,

hipoksia terkait dengan asidosis respiratorik dapat menjadi sama pentingnya sebagai

penyebab gangguan neurologis. Asidosis metabolik, gangguan asam basa yang paling

berbahaya secara medis, jarang secara langsung menyebabkan koma dan biasanya hanya

menyebabkan obtundasi atau kebingungan.

D. Manifestasi

Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang seakan

akan tidur pulas atau bersikap gelisah, banyak gerak, dan/atau berteriak. Manifestasi klinik

penurunan kesadaran bervariasi, bergantung pada penyakit yang mendasarinya atau

komplikasi yang muncul setelah terjadinya penurunan kesadaran.. Gejala klinik yang dapat

menyertai koma antara lain; demam, gelisah, kejang, muntah, retensi lendir atau sputum di

tenggorokkan, retensi atau inkontinensia urin, hipertensi, hipotensi, takikardi, bradikardi,

RM.019.

Page 20: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

takipnea, dispnea, edema fokal atau anasarka, ikterus, sianosis, pucat, perdarahan subkutis,

dan sebagainya.

Pada lesi intrakranial dapat terjadi hemiplegia, defisit nervi kranialis, kaku kuduk,

deviasi mata, perubahan diameter pupil, edema papil. Pada trauma kapitis dapat terjadi

braile hematoma, hematoma belakang telinga (battle sign), perdarahan telinga dan hidung,

dan likorea. Koma kortikal bihemisferik disebut juga “koma metabolik”, dimana pada koma

jenis ini terdapat penyakit primer yang mendasari (penyakit non-saraf) timbulnya koma.

Gejala klinisnya : ‘organic brain syndrome’ dan gangguan neurologist yang bilateral. Koma

diensefalik timbul akibat gangguan fungsi atau lesi struktur formation retikularis (batang

otak) akibat proses desak ruang. Gejala klinisnya : semua manifestasi gangguan neurologik

menunjukkan ciri lateralisasi seperti hemiparese, anisokor, dll.

E. Diagnosa dan Gambaran Klinis

Penegakan diagnosis pada koma dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan umum,

pemeriksaan neurologik, dan pemeriksaan tambahan sesuai kebutuhan.

1. Anamnesis

Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari

orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya. Hal yang harus

diperhatikan antara lain:

- Penyakit penderita sebelum koma.

- Keluhan penderita sebelum tidak sdar

- Obat yang digunakan.

RM.020.

Page 21: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

- Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan tidak

sadar.

- Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan?

- Gejala apa saja yang nampak oleh orang-orang disekitarnya?

- Apakah ada trauma sebelumnya

- Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses.

2. Pemeriksaan Fisik

- Tanda-tanda vital.

- Bau nafas penderita (amoniak, aseton, alcohol, dll)

- Kulit ; turgor (dehidrasi), warna (sianosis - intoksikasi CO, obat-obatan), bekas injeksi

(morfin), luka-luka karena trauma.

- Selaput mukosa mulut (adanya darah atau bekas minum racun).

- Kepala : ppistotonus (meningitis), miring kanan/kiri (tumor fossa posterior).

Apakah keluar darah atau cairan dari telinga/hidung?

Hematom disekitar mata (Brill hematoma) atau pada mastoid (Battle’s sign)

Apakah ada fraktur impresi?.

- Leher : Apakah ada fraktur? Jika tidak, periksa kaku kuduk.

- Thorax : paru & jantung.

- Abdomen : Hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik), retensi urin (+/-).

- Ekstrimitas; sianosis ujung jari, edema pada tungkai.

3. Pemeriksaan Neurologis

- Pemeriksaan Kesadaran, menggunakan GCS

- Pemeriksaan untuk menentukan lokasi lesi.

- Observasi Umum : Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi

bibir. Bila (+), prognosis cukup baik.

- Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk). Disebabkan oleh

gangguan metabolik.

- Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity) gangguan di hemisfer, batang otak masih

baik.

- Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) kerusakan di batang otak.

- Pola pernafasan :

RM.021.

Page 22: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

oPernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi keadaan apnea, kemudian

timbul pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah

mencapai suatu puncak, akan menurun lagi yaitu proses di hemisfer dan/batang otak

bagian atas.

oHiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat dan dalam disebabkan

gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons). Letak prosesnya lebih kaudal

dari pernafasan cheyne-stokes, prognosisnya juga lebih jelek.

oPernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikuti oleh poenghentian

ekspirasi selama beberapa saat. Gangguan di pons. Prognosis lebih jelek daripada

hiperventilasi neurogen sentral karena prosesnya lebih kaudal.

oPernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat, dan tidak teratur .

Terganggunya formation retikularis di bagian dorsomedial dan medulla oblongata.

Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda menjelang ajal.

- Refleks sefalik

- Refleks pupil : Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan kesadaran menurun.

Oleh karena itu pada penderita koma dapat diperiksa refleks cahaya. Bila refleks

cahaya terganggu maka gangguan di mesensefalon.

- Doll’s eye phenomenon gangguan di pons (refleks okulo-sefalik negative).

- Refleks okulo-vestibular menggunakan tes kalori. Jika (-) berarti terdapat gangguan di

pons.

- Refleks kornea dengan merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan

penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di pons.

- Refleks muntah sentuhan pada dinding faring belakang (hilang pada gangguan

medulla oblongata)

- Rangsangan terhadap nyeri

- Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum. Rangsangan tersebut

akan menimbulkan refleks sbb :

oAbduksi pada fungsi hemisfer masih baik (high level function)

oMenghindar (Flexi dan aduksi) hanya ada low level function.

oFlexi ada gangguan di hemisfer.

oExtensi kedua lengan dan tungkai gangguan di batang otak.

RM.022.

Page 23: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

- Fungsi Traktus piramidalis

Merupakan saluran saraf terpanjang, sehingga apabila terjadi kerusakan struktur

susunan saraf pusat amat sering terganggu. Bila traktus piramidalis tidak terganggu,

kemungkinan besar kelainan disebabkan oleh gangguan metabolisme. Adanya

gangguan pada traktus piramidalis dapat diketahui dengan adanya :

- Kelumpuhan (paralisis)

- Refleks otot tendon bila traktus piramidalis terganggu maka dapat terjadi penurunan

reflek kontra lateral.

- Reflek patologis positif

- Tonus pada fase akut akan menurun, tapi akan meningkat pada tahap yang lebih lama.

- Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan bila diperlukan. Seperti CT scan, MRI dan

pemeriksaan darah rutin. Serta analsis gas darah dan pengujian LCS untuk

menentukan infeksi spesifik yang terjadi.

F. Penatalaksanaan

Apapun diagnosis atau penyebab koma, beberapa prinsip umum manajemen dapat

diaplikasikan kepada seluruh pasien dan harus diterapkan pada saat kita menjalankan

pemeriksaan dan merencanakan terapi definitive.

RM.023.

Page 24: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Tabel. Penanganan koma

Amankan oksigenasi

Pasien koma idealnya harus mempertahankan PaO2 lebih tinggi dari 100mmHg dan PaCO2

antara 35 dan 40mmHg.

Pertahankan sirkulasi

Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP; 1/3 sistolik + 2/3

diastolik) antara 70 dan 80mmHG dengan mempergunankan obat-obatan hipertensif dan

atau hipotensif seperlunya. Secara umum, hipertensi tidak boleh diterapi langsung kecuali

tekanan diastolik di atas 120mmHg. Pada pasien lansia dengan riwayat hipertensi kronik,

tekanan darah tidak boleh diturunkan melebihi level dasar pasien tersebut, oleh karena

hipotensi relatif dapat menyebabkan hipoksia serebral. Pada pasien muda dan sebelumnya

sehat, tekanan sistolik di atas 70 atau 80 mmHg biasanya cukup, meskipun demikian apabila

ada peningkatan TIK maka MAP yang lebih tinggi harus di capai (misalnya di atas

65mmHg).

Ukur kadar glukosa

Kadar glukosa harus dipertahankan secara ketat antara 80 dan 110mg/dL, bahkan setelah

episode hipoglikemia yang diterapi dengan glukosa prinsiip kehati-hatian harus diterapkan

RM.024.

Page 25: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

untuk mencegah hipoglikemia ulangan. Infus glukosa dan air (dekstrosa 5% atau 10%)

sangat disarankan untuk diberikan sampai situasi stabil.

Pemberian Tiamin

Pemberian tiamin, pada pasien stupor atau koma dengan riwayat alkoholisme kronik dan

atau malnutrisi. Pada pasien-pasien seperti di atas, loading glukosa dapat mempresipitasikan

ensefalopati Wernicke akut, oleh karena itu disarankan untuk memberikan 50 sampai 100mg

tiamin pada saat atau setelah pemberian glukosa.

Menurunkan TIK

Dapat dilihat pada bagian penanganan spesifik untuk lesi masa supratentorial.

Menghantikan Kejang

Kejang berulang dengan etiologi apapun dapat menyebabkan kerusakan otak dan harus

dihentikan. Kejang umum dapat diterapi dengan lorazepam (sampai 0,1mg/kg) atau

diazepam (0,1-0,3mg/kg) intravena

Penanganan Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan delirium atau koma, dan infeksi dapat mengakserbasi coma dari

sebab-sebab lainnya. Kultur darah harus diambil pada semua pasien demam dan hipotermik

tanpa sebab yang jelas. Pasien lansia atau dengan penekanan sistem imun harus diberikan

ampicillin untuk mencakup Listeria monocytogenes. Bukti-bukti terbaru menunjukkan

penambahan deksametason untuk pasien dengan infeksi Listeria menurunkan komplikasi

jangka panjang. Pemberian antiviral untuk herpes simpleks (asiklovir 10mg/kg setiap 8 jam)

disarankan apabila ada kecurigaan klinis, hal ini dikarenakan infeksi dengan virus tersebut

sering menyebabkan penurunan kesadaran. Pada pasine-pasien dengan penekanan sistem

imun, infeksi dengan jamur dan parasit lainnya juga harus dipertimbangkan, namun oleh

karena perjalanan penyakitnya lebih lambat pengobatan dapat menunggu pemeriksaan

pencitraan dan likuor serebrospinalis. Gambar 16 memberikan algoritme yang dapat

digunakan pada pasien koma dengan kecurigaan akibat infeksi (meningitis bakterialis).

Perbaiki keseimbangan asam basa

Pada keadaan asidosis atau alkalosis metabolik, kadar pH biasanya akan kembali ke keadaan

normal dengan memperbaiki penyebabnya sesegera mungkin karena asidosis metabolik

dapat menekan fungsi jantung dan alkalosis metabolik dapat mengganggu fungsi

pernapasan. Asidosis respiratorik mendahului kegagalan napas, sehingga harus menjadi

peringatan kepada klinisi bahwa bantuan ventilator mekanis mungkin diperlukan.

RM.025.

Page 26: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Peningkatan kadar CO2 juga dapat menaikkan tekanan intrakranial, sehingga harus di jaga

dalam kadar senormal mungkin. Alkalosis respiratorik dapat menyebabkan aritmia jantung

dan menghambat upaya penyapihan dari dukungan ventilator.

Stabilkan suhu tubuh

Hipertemia merupakan keadaan yang berbahaya karena meningkatkan kebutuhan

metabolisme serebral, bahkan pada tingkat yang ekstrim dapat mendenaturasi protein selular

otak. Suhu tubuh di atas 38,5°C pada pasien hipertermia harus diturunkan dengan

menggunakan antipiretik dan bila diperlukan dapat digunakan pendinginan fisik (eq. selimut

pendingin). Hipotermia signifikan (di bawah 34°C) dapat menyebabkan pneumonia, aritmia

jantung, kelainan elektrolit, hipovolemia, asidosis metabolik, gangguan koagulasi,

trombositopenia dan leukopenia. Pasien harus dihangatkan secara bertahap untuk

mempertahankan suhu tubuh di atas 35°C.

Mengendalikan Agitasi

Obat-obatan dengan dosis sedatif harus dihindarkan sampai dapat diperoleh diagnosis yang

jelas dan pasti bahwa permasalahan yang terjadi adalah metabolik bukan struktural. Agitasi

dapat dikendalikan dengan merawat pasien di dalam ruangan bercahaya dan ditemani oleh

keluarga atau anggota staff keperawatan serta berbicara dengan nada yang menenangkan

kepada pasien. Dosis kecil lorazepam (0,5 sampai 1,0mg per oral) dapat diberikan dengan

dosis tambahan setiap 4 jam sejauh yang diperlukan dapat digunakan untuk mengendalikan

agitasi. Apabila ternyata tidak mencukupi, maka dapat diberikan haloperidol 0,5 sampai

1,0mg per oral atau intramuskular dua kali sehari, dosis tambahan setiap 4 jam dapat

diberikan sesuai dengan keperluan. Pada pasien yang telah mengkonsumsi alkohol atau

obat-obatan sedatif secara rutin, dosis yang lebih besar dapat diperlukan oleh karena adanya

toleransi silang. Penelitian terbaru menunjukkan valproat, benzodiazepine, dan atau

antipsikotik dapat meredakan agitasi pada saat obat-obatan primer telah gagal. Untuk sedasi

jangka waktu sangat pendek, seperti yang diperlukan untuk melakukan CT-scan, maka

sedasi intravena dengan menggunakan propofol atau midazolam dapat digunakan, oleh

karena obat-obatan ini mempunyai masa kerja singkat dan midazolam dapat dibalikkan

efeknya setelah prosedur selesai.

KESIMPULAN

RM.026.

Page 27: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang

disebabkan oleh berbagai faktor. Kesadaran / kewaspadaan berhubungan dengan impuls

non-spesifik. Neuron-neuron inti intralaminar disebut “neuron penggalak kewaspadaan”,

sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut “neuron

pengemban kewaspadaan”. koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab ‘neuron

pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik)’ atau

oleh sebab ‘neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron

pengemban kewaspadaan (koma diensefalik)’. Diagnosa berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurology, dan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan

laborat dan pemeriksaan dengan alat (CT-scan, dll). Pada pasien ini kelainan terdapat pada

lesi supratentorial sehingga menimbulkan gangguan klinis oeurunan kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA

RM.027.

Page 28: Preskas Saraf

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :323-464

Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada University

Press.

Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK.Unair /

RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Priguna Sidharta, M. D., Ph. D. , Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian Rakyat.

Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat.

J.G.Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Diterjemahkan oleh dr. Andri

Hartono, Gadjah Mada University press, cetakan ke empat 1993.

Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik dan mental,

cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

Dr. Manfaluthi, SpS, Dr. Nizar Yamani, SpS, Dr. Lina Soertidewi, SpS,dan kawan-kawan

PERPEI (Perhimpunan Penanggulangan EpilepsiIndonesia) cabang jakarta, Buku

Panduan/Modul Penanggulangan Epilepsi Mudah Aman & Sederhana (EMAS), tahun

2004, PERPEI.

Diperiksa dan disahkan oleh:

Dokter Pembimbing Co-Assisten,

(dr. Murgiyanto, Sp.S) (R. Muhammad Pandu K)

RM.028.