Page 1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. WM
Umur : 22 tahun
Alamat : Jl. Hidayah RT. 10 RW. 12 Kelapa Dua Wetan - Ciracas
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 2013-495672
Ruang Rawat : Ruang Melati RSUD Pasar Rebo Jakarta
Tanggal Masuk RS : 27 November 2013
II. ANAMNESIS (Autoanamnesa)
Keluhan utama
Batuk sejak 3 minggu SMRS, dahak (+) sulit keluar, sesak (+), Nyeri dada sebelah kiri
(+)
Keluhan Tambahan
Demam (+) keringat dingin (+)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan batuk yang diderita sejak 3
minggu SMRS. Batuk disertai dahak kental sulit dikeluarkan. Demam dirasa oleh pasien
berbarengan dengan batuknya. Pasien juga keluar keringat dingin pada malam hari.
Keluhan sesak dirasa oleh pasien, keluhan mual dan muntah di sangkal oleh pasien.
Nafsu makan dan minum pasien berkurang. Berat badan pasien berkurang sejak sakit dari
semula 58 kg menjadi 40 kg. Sebelumnya pasien pernah dirawat pada 3 bulan lalu
dengan keluhan yang sama. Pasien dalam pengobatan TB sejak 1 tahun lalu dan
pengobatannya tidak tuntas. Karena sakit tidak kunjung sembuh, pasien pindah berobat
ke klinik di dekat rumah pasien dan kemudian diberikan OAT kembali dengan komposisi
1
Page 2
rifampisin yang semula diberikan 1 kali dinaikan pemberiannya jadi 2 kali. Obat dirasa
tidak cocok oleh pasien dan kemudian pasien mengeluhkan seluruh badan menjadi
kekuningan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan penyakit
ginjal di sangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien pernah menderita TB dan meninggal karena penyakit TB nya
Tante pasien juga menderita TB
Riwayat penyakit asma pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit diabetes mellitus pada keluarga pasien disangkal
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok disangkal
Riwayat meminum minuman keras disangkal
Riwayat sering meminum jamu disangkal
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis (GCS 15)
Tekanan Darah : 100/70
Nadi : 80 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 37C
2
Page 3
IV. ASPEK KEJIWAAN
1. Tingkah laku : Dalam Batas Normal
2. Proses pikir : Dalam Batas Normal
3. Kecerdasan : Dalam Batas Normal
V. PEMERIKSAAN FISIK
KULIT
- Warna : Sawo Matang - Jaringan parut : - - Pertumbuhan rambut : Tebal - Suhu raba : Afebris - Keringat : Umum dan setempat (-) - Lapisan lemak : Baik - Efloresensi : -- Pigmentasi : -- Pembuluh darah : Tidak terdapat pelebaran- Lembab / kering : Biasa- Turgor : Baik- Ikterus : -- Edema : -
KEPALA
- Bentuk : Normocephal- Posisi : Simetris- Penonjolan : Tidak ada
MATA
- Exopthalmus : - - Lapangan Penglihatan: Baik - Kelopak : Normal - Deviatio conjugae : -- Konjungtiva : Tidak anemis - Gerakan mata : Baik - Sklera : Tidak Ikterik - Enopthalmus : -
3
Page 4
TELINGA
- Tuli : - - Serumen : -- Lubang : Baik- Perdarahan : -
MULUT
- Bibir : Basah- Tonsil : T1-T1- Langit-langit : Normal- Bau pernapasan : Biasa - Trismus : -- Faring : Tidak hiperemis- Selaput lendir : - - Lidah : Bersih
LEHER
- Tekanan Vena Jugularis : Normal - Kelenjar Tyroid : Tidak ada pembesaran- Kelenjar Lymfe : Tidak ada pembesaran
DADA
- Bentuk : Hemithorak kiri dan kanan dalam batas normal.- Pembuluh darah : Tidak terlihat pelebaran- Buah dada : Tidak ada kelainan
PARU-PARU
Thoraks Depan
Hemithorak Kanan
- Inspeksi : Dalam batas normal- Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris- Perkusi : Terdengar sonor- Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, whezing -/-
4
Page 5
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi- Palpasi : Fremitus vocal menurun- Perkusi : mulai redup pada ICS 6- Auskultasi : Suara nafas vesikuler melemah, rhonki -/-, wheezing -/-
Thoraks Belakang
Hemithoraks kanan
- Inspeksi : Dalam batas normal- Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris- Perkusi : Terdengar sonor- Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, whezing -/-
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Dalam batas normal- Palpasi : Fremitus vocal menurun- Perkusi : mulai redup pada ICS 6- Auskultasi : Suara nafas vesikuler melemah, Rhonki -/-, wheezing -/-
JANTUNG
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak- Palpasi : Ictus cordis teraba- Perkusi : Batas jantung kanan :ICS IV linea mid parasternal dekstra
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Batas jantung atas : ICS III Linea mid parasternal dekstra
- Auskultasi : BJ I & II murni reguler
ABDOMEN
- Inspeksi : datar, simetris , supel, sikatrik (-)- Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba adanya masa- Hati : tidak teraba membesar- Limpa : tidak teraba membesar
5
Page 6
- Ginjal : tidak teraba - Perkusi : Timpani - Auskultasi :bising usus (+), normal
EKSTREMITAS
Lengan Kanan KiriTonus otot Normal NormalMassa otot Normal NormalSendi Normal NormalGerakan Normal NormalKekuatan 5 5
Tungkai dan Kaki Kanan KiriTonus otot Normal NormalMassa otot Normal NormalSendi Normal NormalGerakan Normal NormalKekuatan Normal NormalEdema - -Luka - -Varises - -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN 27 Nov 03 Des 4 Des 9 Des 29 Des 31 Des NILAI NORMAL
Hematologi :
Hemoglobin 8,7 8,4 - 10,5 9,2 D 13,2 – 17,3 gr/dl
Hematokrit 25% 25% - 32% 29% D 40 – 52
6
Page 7
Leukosit 8220 4450 - 6560 10.760 D 3600 – 11.000
Trombosit 455.000 320.000 - 439.000 504.000D 150.000 –
440.000
LED - - - - - < 15 mm/jam
Kimia Darah :
GDS 125 - - - - < 200 mg/dl
Ureum 22,1 - - - - 20 – 40 mg/dl
Kreatinin Darah 0,3 - - - - 0,35 – 0,93mg/dl
Asam urat - - - - - 2-7 md/dl
Hitung Jenis :
Basofil - - - - - Kuning
Eosinofil - - - - - Jernih
Batang - - - - - 4,8 – 7,4
Segmen - - - - - 1,015 – 1,025
Limfosit-
- - - -
Monosit-
- - - -
Fungsi Hati :
Protein Total - - - - - 5,5 6 – 8 mg/dl
Albumin - - 2,8 - - 2,8 3,4 – 4,8 mg/dl
Globulin - - - - - 2,7 < 2 gr/dl
Bilirubin Total - - 2,52 2,80 - 0,57 0,1 – 1,0
Bilirubin Direk - - 2,33 1,73 - 0,40 0 – 0,2
Bilirubin Indirek - - 0,19 1,07 - 0,17
SGPT 51 - 29 - - 10 0 – 35
SGOT 47 - 24 - - 10 0 – 35
7
Page 8
Alkali Fosfatase - - - - - 61 30 – 120
Ureum - - - - - 18,3 20-40
Kreatinin Darah - - - - - 0,5 0,35-0,93
Pemeriksaan Imunologi / Serologi ( tanggal 17 Desember 2013 )
HbsAg : non reaktif
IgM HAV : non reaktif
Anti HCV total : non reaktif.
Foto Thoraks
Tanggal 29 November 2013
8
Page 9
Tanggal 19 Desember 2013
Tanggal 27 Desember 2013
9
Cor : Normal
Sinus costofrenicus dan diafragma kiri terselubung
Pulmo : Pneumothoraks sinistra berkurang.
Masih tampak perselubungan basal paru kiri dan dilapangan atas tengah lateral kanan.
Kesan : Dibanding foto tanggal 29 Nov 2013 lesi berkurang
Page 10
CT-Scan Thoraks
Tanggal 3 Desember 2013
10
Ct-scan thoraks tanpa kontras, potongan axial ketebalan irisan 10 mm. Dengan hasil sebagai berikut:
Windows paru :
Tampak kolaps paru kiri dengan pneumothoraks kiri.
Tampak infiltrate di segmen 3,2,1 dan 6 paru kanan.
Windows mediastinum:
Tidak tampak massa pada paru dan mediastinum.
Cor tidak membesar, tidak tampak pericardial effusion.
Tidak tampak pembesaran KGB trachea, corona, dan parahiler.
Tampak efusi pleura kiri.
Kesan : - Pneumothoraks dengan colaps paru kiri
-Sugestif TB paru
Page 11
Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan batuk yang diderita sejak 3
minggu SMRS. Batuk disertai dahak kental sulit dikeluarkan. Demam dirasa oleh pasien
berbarengan dengan batuknya. Pasien juga keluar keringat dingin pada malam hari.
Keluhan sesak dirasa oleh pasien, keluhan mual dan muntah di sangkal oleh pasien.
Nafsu makan dan minum pasien berkurang. Berat badan pasien berkurang sejak sakit dari
semula 58 kg menjadi 40 kg. Sebelumnya pasien pernah dirawat pada 3 bulan lalu
dengan keluhan yang sama. Pasien dalam pengobatan TB sejak 1 tahun lalu dan
pengobatannya tidak tuntas. Karena sakit tidak kunjung sembuh, pasien pindah berobat
ke klinik di dekat rumah pasien dan kemudian diberikan OAT kembali dengan komposisi
rifampisin yang semula diberikan 1 kali dinaikan pemberiannya jadi 2 kali. Obat dirasa
tidak cocok oleh pasien dan kemudian pasien mengeluhkan seluruh badan menjadi
kekuningan. Riwayat penyakit Diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan
penyakit ginjal di sangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik thoraks, fremitus taktil dan
11
Page 12
vocal teraba melemah disebelah kiri. Thoraks terpasang WSD. Hepar dan lien tidak terba
membesar.
Diagnosis
o Piopneumothoraks ec. TB Paru
o Ikterik
Terapi
o Infus RA /24 jam
o Pemasangan WSD
o Ranitidine 2x1
o Cefoperazone 2x1
o Biocurlive 3x1
o Ambroksol 3x1
o FE 2x1
o Imboost 3x1
o Urdahex 3x1
o Codein 3x1
o Cefixime 2x1
o INH 1x300
o Etambutol 1x500
o Rifampisin 1x300
o Donperidon 3x1
o Metronidazol 3x500
o Streptomisin 1x500
o Asam Mefenamat 3x1
o Lansoprazol 1x1
o Primperan 3x1
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
12
Page 13
Pengkajian Masalah
Diagnosis pneumothoraks dan empiema ditegakan berdasarkan gejala klinis, dan
pemeriksaan radiologi thoraks. Dimana pada pasien ini terdapat keluhan sesak nafas yang
cukup lama, pergerakan dada berkurang,dan batuk- batuk. Juga terdapat keluhan
berkeringat dimalam hari.
Pada auskultasi didapatkan fremitus melemah di sebelah kiri. Pada selang WSD yang
terpasang pada paru sebelah kiri pasien keluar cairan berupa nanah.
Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral mempunyai arti penting untuk
diagnosis empiema. Pasien yang difoto dengan posisi berdiri, cairan pleura bebas akan
terakumulasi di bagian terendah hemitoraks dan sudut kostofrenikus. Foto toraks dengan
diafragma normal tetapi tampak gambaran berkantong yang terlokalisir sebaiknya juga
diperiksa ultrasonografi (USG) toraks atau computed tomography scan (CT scan),
terlebih bila terlihat gambaran efusi. Selanjutnya dilakukan torakosentesis, cairan yang
didapat diperiksa warna, purulensi, viskositas, bau dan analisis cairan pleura. Cairan pleura
berupa transudat tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
13
Page 14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Piopneumotoraks ialah terdapatnya gas atau udaradi dalam pleura
( pneumothoraks ) dan disertai cairan berupa nanah di pleura ( empiema ).
Piopneumothoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari
mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau
esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan
sering membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah
Stafilokokus aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.
Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru, adanya
fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru, dan dari luar paru
seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada efusi pleura, abses sub phrenik
dan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu sendiri yaitu akibat invasi kuman piogenik
ke pleura. Hal ini menyebabkan timbuk keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan
eksudat seros. Dengan bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup ataupun yang mati dan
peningkatan kadar protein didalam cairan pleura, maka cairan pleura menjadi keruh dan kental.
Endapan fibrin akan membentuk kantung- kantung yang akhirnya akan melokalisasi nanah
tersebut.
14
Page 15
I. Pneumothoraks
I.I. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
I.II. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
15
Page 16
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan
untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum
era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-
ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura
tetap negatif.
16
Page 17
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi
pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<
50% volume paru).
17
Page 18
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).
I.III. Penghitungan Luas Pneumotoraks
Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps,
apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam
menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-
masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata
paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83 512______ = ________ = ± 50 %
103 1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan
jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat
antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.
18
Page 19
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks.
I.IV. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
19
(L) hemitorak – (L) kolaps paru
(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm) = __________________ x 10
3
Page 20
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut:
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada
tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita
mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang
kurang.
I.V. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
20
Page 21
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
I.VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara
lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut:
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai
dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal
ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan
ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
21
Page 22
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat
secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
22
Page 23
I.VII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan
ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
23
Page 24
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan
troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan
insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks
yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks
yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm
di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam
rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
24
Page 25
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal.
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat
bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang
menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua
pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
25
Page 26
I.VIII. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan,
untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.
I.IX. Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat
untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.
26
Page 27
II. Empyema
II.1. Definisi
Empyema berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah (supurasi).
Definisi empyema yang paling sering digunakan adalah pengumpulan nanah di dalam rongga di
sekitar paru (rongga pleura).
II.II. Etiologi
Empyema dapat disebabkan oleh infeksi dari paru dan infeksi dari luar paru. Infeksi yang berasal
dari dalam paru antara lain disebabkan karena pneumonia, abses paru, fistel bronkopleura,
bronkiektasis, dan tuberculosis paru. Infeksi dari luar paru antara lain disebabkan karena trauma
otak, pembedahan otak, torakosentesis, abses hati karena amuba.
Empyema dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif (Klebsiella, Bacteroides, E. coli), S.
aureus , S. pyogenes , bakteri anaerob , polimikroba.
II.III. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, empyema thoraks dapat dibagi dua yaitu empyema akut
dan empiema kronis. Empiema akut terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain. Terjadinya
peradangan akut yang diikuti pembentukan eksudat. Batas tegas antara empyema akut dan kronis
sukar ditentukan. Empyema disebut kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan American Thoracis Society membagi empyema thoraks menjadi tiga stadium
antara lain stadium eksudat, stadium fibropurulen, stadium organisasi. Stadium eksudat terjadi
saat cairan pleura yang steril di dalam rongga pleura merespon proses inflamasi di pleura.
Inflamasi di pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan
pleura. Stadium ini terjadi selama 24 hingga 72 jam . Stadium Fibropurulen terjadi saat cairan
pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di permukaan pleura yang bisa melokulasi pus dan
secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru. Cairan ini berisi leukosit polimorfonuklear,
bakteri dan debris seluler. Stadium ini berakhir setelah 7 sampai 10 hari dan sering
membutuhkan penanganan lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube. Stadium organisasi
27
Page 28
terjadi saat kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang menjadi rongga
abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang berorganisasi, paru dapat kolaps dan kelilingi
oleh bungkusan tebal yang tidak elastik yang terbentuk dari proliferasi fibroblast. Stadium ini
dapat terjadi selama 2 sampai 4 minggu setelah gejala awal.
II.IV. Patogenesis
Terjadinya empyema thorak dapat melalui tiga jalan antara lain melalui perkontinuitatum,
hematogen, dan dari infeksi dari luar dinding thorak. Terjadinya empyema melalui
perkontinuitatum dapat terjadi pada komplikasi penyakit pneumonia dan abses paru, oleh karena
kuman menjalar dan menembus pleura viseralis. Terjadinya empyema dapat juga secara
hematogen , kuman dari fokus lain sampai di pleura visceralis. Empiema terjadi dapat berasal
dari infeksi dari luar dinding thorak yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada
trauma thorak, abses dinding thorak.
Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang hidup ataupun mati
dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-
endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila
nanah menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thorak dan keluar
melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut empyema akut yang lama-
lama akan menjadi kronis (batas tak jelas).
Empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah berkotak-kotak
yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat pula terjadi perubahan
pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar,maka akan menembus
dinding dada ke dalam parenkim paru dan menimbulkan fistula. Kantung-kantung nanah yang
terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan
terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh
sampul tebal yang tidak elastis.
28
Page 29
II.V. Manifestasi klinis
Perjalanan klinis dibagi menjadi dua stadium, yaitu akut dan kronis. Empyema akut memiliki
gejala yang mirip dengan pneumonia bakteria, yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, anemia. Jika
nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura dan empyema necessitasis. Batas
tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan, disebut kronik apabila berjalan sudah
lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badan lemah dan kesehatan penderita tampak mundur.
Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak tepat dapat
mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti adanya empyema.
Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat remiten, takikardi, dispneu, sianosis,
batuk-batuk.
II.VI. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak asimetrik,
bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang sakit tertinggal,
perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan darah
tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut umumnya.
Pada foto thorak PA dan lateral, didapatkan gambaran opasitas yang menunjukan cairan. jantung
dan mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi
yang sakit melebar,dan juga tampak penebalan pleura.
29
Page 30
gambar foto rontgen pada pasien empyema
Diagnosa pasti dapat ditegakan dengan melakukan aspirasi pleura, selanjutrnya nanah dipakai
sebagai bahan untuk pemerksaan bakteriologi, amuba, jamur, kultur dan tes kepekaan antibiotik.
Biopsi pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat dikirimkan untuk
pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan
gambaran endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan
histiosit, kesan pleuritis supuratif.
Gambaran Patologi anatomi
30
Page 31
II.VII. Penatalaksanaan
Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :
a. Pengosongan rongga pleura
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik dengan
cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara:
1. Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan
indikasi antara lain nanah sangat kental dan sukar diaspirasi, nanah terus terbentuk
setelah 2 minggu, terjadinya piopneumothoraks.
Gambar water sealed drainage
2. Open drainage Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka
diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empyema
31
Page 32
menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau
mungkin sebab lain seperti drainase yang kurang bersih.
gambar open window thoracostomy
b. Pemberian antibiotik yang sesuai
Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat.
Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan
selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.
Obat-obatan yang biasanya digunakan antara lain :
1. Ampicillin 500 mg dan Sulbactam 500 mg
2. Amoxcilin 250-500 mg dan Clavulanat 125 mg
3. Piperacillin 2- 4 gram dan Tazobactam 250-500 mg
4. Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin) dapat secara intra vena, dengan dosis 1 gram
dalam 200 ml NaCl 0,9% per 12 jam.
5. Eritromicin oral 2 – 4 kali per hari 250-500 mg.
32
Page 33
c. Penutupan rongga pleura
Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena penebalan dan
kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu :
1. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura yang
menebal. Indikasi dekortikasi ialah drainase tidak berjalan baik, karena kantung-
kantung yang berisi nanah, sukar dicapai oleh drain, empyema totalis yang
mengalami organisasi pada pleura visceralis.
2. Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena adanya fistel
bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini pembedahan
dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan untuk memperluas
ruang gerak paru.
33
Page 34
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya
empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis, dan
sebagainya.
II.VIII. Penanggulangan Empyema
Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema :
a. Fase I (fase eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik
terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai
pengembangan paru yang sempurna.
b. Fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka
(reseksi iga open window ). Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan dan
perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu
keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang
lebih besar dapat dilakukan.
34
Page 35
c. Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga pleura dengan cara dinding dada dikolapskan (torakoplasti)
dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empyema.
II.IX. Prognosis
Prognosis kurang baik, terutama pada usia lanjut, dimana sistem imunitasnya sudah melemah,
atau pada penyakit dasar yang berat dan karena terlambat dalam pemberian obat. Kematian dapat
disebabkan oleh gagal napas, dan sepsis.
35
Page 36
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
1997. p. 598.
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27;
cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. p. 162-179
Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited :
2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007.
p. 56
Fauci, Anthony et al. Harrison’s Manual of Medicine 17 th Edition. 2009. NewYork :
The McGraw-Hill Company7.Marc Tobler,
Barry HG, et al. Empyema Imaging. 2011. Medscape. Diakses tanggal 7 januari
2014.http://emedicine.medscape.com/article/355892-overview
Huang-Che H, Heng-Chung C, et al. Lung abcess predicts the surgical outcome in patients
with pleural empyema. 2010. Journal of Cardiothoracic Surgery. Diakses tanggal 7 januari
2014 http://www.cardiothoracicsurgery.org/content/5/1/88
36