BAB IPENDAHULUAN
Anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun
1846, anestesi( pembiusan; berasal daribahasa Yunanian- "tidak,
tanpa" danaesthtos,"persepsi, kemampuan untuk merasa" ), secara
umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Anestesiologiadalah bidang kedokteran yang
terkait dengan penggunaan obat-obatan atau agen-agen lainnya yang
menyebabkan ketidakpekaan terhadap nyeri. Anelgesia adalah
pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran pasien. Sedangkan Anestesi Umum adalah tindakan
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan
bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan trias
anesthesia yaitu : ketidaksadaran ( hipnotik ), analgesia,
relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari
pasien.Metode anestesi umum terdiri dari parenteral, per rectal,
dan per inhalasi. Berbagai faktor yang mempengaruhi anestesi umum
adalah faktor respirasi, sirkulasi, jaringan, zat anestesi, dan
faktor lain ( ventilasi, curah jantung, dan suhu ). Tangung jawab
utama dari seorang ahli anestesi adalah menjamin respirasi yang
adekuat bagi pasien. Unsur vital dalam menyediakan fungsi respirasi
adalah jalan nafas.Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai
macam bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian. Resiko
tersebut berhubungan dengan tidak adekuatnya penatalaksanaan jalan
nafas pasien. Pemilihan teknik anestesi merupakan suatu hal yang
kompleks, memerlukan kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik
antara pasien dan faktor-faktor pembedahan. Tujuan dari presentasi
kasus ini adalah mendiskusikan penatalaksanaan anestesia umum
dengan intubasi.
BAB IISTATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIENNama: Nn. ADUmur: 21 tahunJenis Kelamin:
PerempuanBerat Badan: 45 kgAlamat: Aspol Blok D33, Kebon Dalem,
Cilegon, Banten.Agama: IslamDiagnosis pre operasi: OMSK ADJenis
Pembedahan: TimpanoplastiJenis Anestesi: General AnestesiTanggal
Masuk: 26 Maret 2014Tanggal Operasi: 27 Maret 2014
II. ANAMNESISa. Keluhan utama: Keluar cairan dari telinga
kanan.b. Riwayat Sebelumnya: Pasien merupakan pasien THT dengan
keluhan keluar cairan berwarna putih dan berbau dari telinga kanan.
Telinga kanan dirasakan nyeri dan pendengaran berkurang. Pasien di
diagnosis Otitis Media Supuratif Kronis Auricularis Dextra ( OMSK
AD ). Pasien sudah dipuasakan sebelum dilakukan operasi. Keluhan
berupa mual, muntah, batuk, pilek dan adanya demam sebelum diadakan
operasi disangkal. Pasien mengatakan tidak memakai gigi palsu
ataupun gigi yang goyang.c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat
Operasi(-) Riwayat Penggunaan zat anestesi(-) Riwayat Hipertensi(-)
Riwayat Asma(-) Riwayat Alergi Obat(-) Riwayat Diabetes mellitus
(-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Asma
(-) Riwayat Alergi Obat (-) Riwayat Diabetes Mellitus (-)
III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum: BaikKesadaran : Compos
mentisTanda tanda vital 1. Tekanan Darah: 100/60 mmHg2. Nadi : 84
x/menit3. Respirasi: 24 x/menit4. Suhu: 36.4oC
A. Status generalisKepala: NormocephaliMata: Konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+). Telinga Kanan
: liang telinga sempit, sekret (+), membran timpani intak (-),
refleks cahaya (-), nyeri tekan tragus (-)Kiri : liang telinga
lapang, sekret (-), serumen minimal, membran timpani intak, refleks
cahaya (+), nyeri tekan tragus (-)Hidung: Bentuk hidung normal,
deviasi septum (-), nyeri tekan sinus (-), liang hidung lapang,
sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-)Mulut: Mukosa baik, higienis
baik, lidah dan uvula tidak deviasi, Tonsil T1-T1, tidak hiperemis,
faring normal, eritema (-). Gigi geligi lengkap, tidak ada yang
goyang dan saat ini tidak mengunakan gigi palsuLeher: Leher pendek
(-), tidak teraba pembesaran KGB, trakea ditengah.Thorax:
ParuInspeksiPergerakan simetris, retraksi sela iga (-).Pergerakan
simetris, retraksi sela iga (-).
PalpasiFremitus normal, massa (-), krepitasi (-)Fremitus normal,
massa (-), krepitasi (-)
PerkusiSonorSonor
AuskultasiVesikular, ronki (+), wheezing (-) Vesikular, ronki
(+), wheezing (-)
JantungInspeksi: Iktus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus
cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistraPerkusi: Batas
atas jantung: ICS II linea parasternal sinistraBatas kanan: ICS IV
linea parasternal dextraBatas kiri : ICS IV linea midclavicula
sinistraAuskultasi: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop
(-)AbdomenInspeksi: Datar, simetris, tidak ada kelainan kulit,
tidak tampak massa, tidak ada pelebaran venaPalpasi: Supel, turgor
kulit baik, nyeri tekan (-), organomegali (-), asites (-)Perkusi:
Terdengar suara timpani pada keempat kuadran abdomenAuskultasi:
Bising usus (+)Ekstremitas Atas : Akral hangat +/+, Edema -/-
Bawah: Akral hangat +/+, Edema -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUMHemoglobin:13,4g/dlLeukosit:
8.180/ulHematokrit:40,1%Trombosit: 256.000/ulMasa Pendarahan: 2
menitMasa Pembekuan: 9 menitGol. Darah: O/ Rh +HbsAg: NegatifAnti
HIV: Non Reaktif
IV. KESIMPULANBerdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik,
maka:Diagnosis pre operatif: OMSK ADStatus operatif: ASA I,
Mallapati 1Jenis operasi: TimpanoplastiJenis anestesi: General
Anestesi
BAB IIILAPORAN ANESTESI
1. Pre Operatif Informed Consent (+) Puasa (+) selama 8 jam
Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu IV line terpasang
dengan infus RL 500 cc Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos Mentis Tanda vitalTekanan darah : 100/60
mmHgNadi: 84 x/menitRR: 24 x/menitSuhu: 36,40C
1. Premedikasi AnestesiSebelum dilakukan tindakan anestesi
diberikan ondansetron 4 mg secara bolus IV ( Intravena ).
1. Pemantauan Selama AnestesiMelakukan monitoring terus menerus
tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien terhadap pemberian obat
anestesi khususnya terhadap fungsi pernapasan dan
jantung.Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit Tekanan darah setiap 5
menitRespirasi: inspeksi pernapasan spontan pada pasien Saturasi
oksigenCairan: Monitoring input cairan
1. Monitoring Tindakan Operasi :JamTindakanTekanan Darah
(mmHg)Nadi (x/menit)Saturasi O2 (%)
08.55 Pasien masuk ke kamar operasi, dan dipindahkan ke meja
operasi Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi O2
Infus RL terpasang pada tangan kanan102/6158100
09.00 - 09.05 Obat induksi dimasukkan secara iv: Propofol 120 mg
Fentanyl 100 g Noveron 20 mgKemudian mengecek apakah refleks bulu
mata masih ada atau sudah hilang. Lalu dilakukan tindakan face mask
dengan sungkup no.3, dan diberikan: O2 : 2 L N2O : 2 L Isoflurane :
1,5 vol%101/5859100
09.05 09.10 Dilakukan tindakan pemasangan endotracheal tube non
kinking no. 7 dengan menggunakan laringoskop Kedua mata pasien
diberikan ophtalmic ointment (salep mata) dan ditutup dengan kassa
Pernafasan spontan (09.09)101/595998
09.10 Operasi dimulai Kondisi terkontrol98/5860100
09.15 Kondisi terkontrol Dilakukan skin test antibiotik
cefotaxime pada lengan bawah kiri99/5661100
09.20 Kondisi terkontrol Isoflurane diturunkan menjadi 1 vol%
Gas N2O dimatikan (saat timpanoplasti) Gas O2 dinaikan menjadi 3,5
vol %94/5360100
09.25 Kondisi terkontrol Dilakukan penggantian infus RL 500 cc
(kolf II)93/5260100
09.30
Kondisi terkontrol Hasil skin test (-), diberikan cefotaxime 1
gr iv bolus93/5370100
09.35 Operasi selesai Memasang goedel (oral airway) , dilakukan
suction, dan pelepasan endotracheal tube 93/4878100
09.40 Gas isoflurane dimatikan, dan gas O2 dinaikkan menjadi 5
vol % (oksigenisasi) menggunakan face mask Gas 02 dihentikan
Pelepasan alat monitoring Pasien dipindahkan ke ruang recovery
room91/4582100
09.45 Pemasangan alat monitoring pada recovery room Pasien dapat
dibangunkan dan memonitoring keadaan pasien.94/517999
1. INTRAOPERATIF (27 Maret 2014)Tindakan Operasi:
TimpanoplastiTindakan Anestesi: General anestesiLama Operasi: 25
menit (09.10 09.35)Lama Anestesi: 45 menit (09.00 09.45)Jenis
Anestesi: General anestesi dengan teknik Semi Close Circuit System
dengan ETT nonkinking no 7 menggunakan O2 2 L, N2O 2 L, dan
isoflurane 1,5 Vol %Posisi: SupinePernafasan: SpontanInfus: Ringer
Laktat pada tangan kanan 500ccPremedikasi: Ondansetron 4 mg
i.vInduksi: - Propofol 120 mg i.vRumatan: - O2 2 L N2O 2 L
Isoflurane 1,5 Vol %Medikasi: - Fentanyl 100g iv- Noveron 20 mg iv-
Cefotaxime 1gr i.vIntubasi : - Laringoskop blade no 3- Endotracheal
Tube no 7Cairan : Cairan Masuk : RL 1000 cc, cairan keluar tidak
dapat dimonitoring karena tidak dilakukan pemasangan kateter.
1. POST OPERATIF Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu
dibawa ke kamar Bougenvile Observasi tanda- tanda vital dalam batas
normal Kesadaran: Compos MentisTD: 94/51 mmHgNadi: 79x/minSaturasi:
99% Penilaian pemulihan kesadaranTabel 1. Variabel Skor
Lockharte/AldreteVariabelKriteriaSkorSkor Pasien
AktivitasGerak ke-4 anggota gerak atas perintahGerak ke-2
anggota gerak atas perintahTidak respon2102
RespirasiDapat bernapas dalam dan batukDispnea,
hipoventilasiApnea2102
SirkulasiPerubahan < 20 % TD sistol preoperasiPerubahan 20-50
% TD sistol preoperasiPerubahan .> 50 % TD sistol
preoperasi2102
KesadaranSadar penuhDapat dibangunkanTidak respon2101
Warna kulitMerahPucatSianotik2102
Skor Total9
9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi 8 : Dipindahkan ke
ruang perawatan bangsal 5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif
(ICU)
Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete skor 9, pasien
dipindahkan ke ruang perawatan bangsal untuk dilakukan observasi
lebih lanjut.
BAB IVANALISA KASUS
A. ANALISA PREOPERASIPasien wanita usia 21 tahun dengan BB 45
kg, datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan. Dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa pasien mengalami OMSK AD dijadwalkan operasi
tanggal 27 Maret 2014. Pasien dilakukan operasi timpanoplasty. Dari
anamnesis didapatkan bahwa pasien tidak memiliki riwayat asma,
hipertensi, DM, penyakit jantung, TB, maupun riwayat alergi.
Kondisi fisik pasien dinyatakan sebagai ASA I yakni pasien sehat
organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia.Karena operasi
timpanoplasty bukan termasuk operasi cito, oleh karena itu pada
pasien dapat dilakukan tatalaksana preoperasi. Sebelum operasi,
pasien dianjurkan berpuasa dahulu selama enam sampai delapan jam
karena pengosongan lambung untuk makanan padat pada orang dewasa
sehat adalah enam jam. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung selama operasi yang dapat mengakibatkan
aspirasi ke saluran napas.Pada penatalaksanaan preoperasi salah
satu penilaian klinik yang dapat dilakukan untuk menilai
kemungkinan terjadinya kesulitan intubasi adalah tes Mallampati.
Pasien termasuk Mallampati kelas 1, yakni ketika pasien diminta
membuka mulut semaksimal mungkin uvula, tonsil, dan palatum molle
dapat terlihat jelas. Hal ini mengecilkan kemungkinan untuk terjadi
kesulitan intubasi pada pasien.
B. ANALISA INTRAOPERASIPada pasien diberikan premedikasi yaitu
ondansetron 4 mg. Ondansetron merupakan antagonis reseptor
serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah selama dan pasca bedah. Ondansetron
diberikan pada pasien untuk mencegah mual muntah yang bisa
menyebabkan aspirasi.Pada pasien ini dilakukan teknik general
anestesi dengan menggunakan obat premedikasi fentanyl 100 g,
propofol 120 mg dan noveron (rocuronium bromide) 20 mg sebagai
induksi.Premedikasi yang diberikan adalah Fentanyl 100 g. Dosis
fentanyl untuk premedikasi adalah 1-2 g/kgBB.2 Dosis yang diberikan
sesuai. Fentanyl diberikan sebagai analgetik narkotik. Untuk
induksi digunakan propofol intravena dengan kepekatan 1% 200 mg.
Dosis propofol 2-2,5 mg/kgBB. Pemberian propofol sebagai obat
induksi sudah tepat karena obat ini memiliki onset yang cepat yaitu
30-60 detik dan durasi kerja yang singkat, selain itu porpofol juga
diharapkan dapat menurunkan tekanan darah supaya dapat mengurangi
perdarahan dan memiliki efek depresi nafas.Untuk relaksasi saat
intubasi diberikan Noveron (rocuronium bromide) 20 mg. Rokuronium
merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi (intermediate
acting), diberikan sebagai obat relaksasi otot dengan kerja
singkat. Relaksasi otot ini dimaksudkan untuk membuat relaksasi
otot selama berlangsungnya operasi, menghilangkan spasme laring dan
refleks jalan napas atas selama operasi, dan memudahkan pernapasan
terkendali selama anestesi. Dosis Rocuronium untuk intubasi adalah
0,6 1,0 mg/kgBB. Pemberian Noveron sudah sesuai dengan dosis. Lama
aksi obat ini adalah 30-45 menit. Sehingga sebaiknya diberikan
dosis pemeliharaan 0,1-0,15 mg/kgBB setelah 30 60 menit.Semua
peralatan yang dibutuhkan untuk general anestesi dipersiapkan
dengan lengkap, intubasi dapat dilakukan dengan mudah dan tidak ada
kesulitan untuk memasukkan ETT non kinkink ukuran 7 ke dalam
trakea. Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan juga
beberapa gas inhalasi berupa N20 2L, O2 2L, dan isoflurane 1,5 vol%
melalui mesin anestesi. Penggunaan isoflurane sebagai maintenance
digunakan secara luas untuk menginduksi hipotensi karena onset
kerja cepat, mudah dikontrol dan efek kardiovaskuler cepat pulih
setelah obat dihentikan. Isoflurane memiliki efek minimal terhadap
kontraktilitas otot jantung pada konsentrasi inspirasi yang rendah.
Keuntungannya adalah meningkatkan dosis isoflurane tidak hanya
menghasilkan efek vasodilatasi dan hipotensi, tetapi juga menekan
sistem saraf pusat sehingga meminimalkan reflek vasokonstriksi atau
takikardi akibat stimulasi baroreseptor. N20 bersifat anestetik
lemah tetapi analgesik kuat sehingga dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri. Dan sebelum dilakukan graft timpani
timpanoplasti pada pasien ini, gas N20 dimatikan dikarenakan efek
samping masuknya N20 pada rongga kavum timpani dapat mendorong
graft keluar. Selama operasi berlangsung dilakukan tanda vital
berupa tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen tiap 5 menit
secara efisien dan terus menerus, dan pemberian cairan intravena
berupa RL. Cairan yang diberikan berupa RL karena komposisinya yang
lengkap (Na+, K+, Cl-, Ca++, dan laktat) yang mengandung elektrolit
untuk menggantikan kehilangan cairan selama operasi, juga untuk
mencegah efek hipotensi akibat pemberian obat-obatan intravena dan
gas inhalasi yang mempunyai efek vasodilatasi. Terapi cairan
intra-operatif dijabarkan sebagai berikut : Kebutuha Cairan Basal
(M) :(4x 10 kg) + (2x10 kg) + (1x 25 kg)= 85 cc Kebutuhan cairan
operasi (O) :Operasi sedang x berat badan6 x 45 kg= 270 cc
Kebutuhan cairan puasa (P) ;Lama jam puasa x kebutuhan cairan
basal8 x 85= 680 cc Pemberian cairan jam pertama :Kebutuhan cairan
basal + kebutuhan cairan operasi + 50% kebutuhan cairan puasa 85cc
+ 270cc + 340cc = 695 cc
Pada pasien diberikan antibiotik untuk pencegahan infeksi yaitu
cefotaxime 1gr. Cefotaxime merupakan antibiotik spektrum luas,
golongan sefalosporin generasi ketiga. Pada akhir operasi, anestesi
diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Anestesi
inhalasi dihentikan dan oksigen dinaikkan, dengan tujuan oksigen
akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati obat anestesi
inhalasi di alveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara
ekspirasi. Kadar zat anestesi di darah lama kelamaan menurun
sehingga kesadaran pasien berangsur pulih. Kemudian dilakukan
ekstubasi setelah pasien sadar.Selama operasi keadaan pasien
stabil. Setelah operasi selesai, observasi dilanjutkan pada pasien
di recovery room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi
tekanan darah, nadi, respirasi dan saturasi oksigen.
BAB VTINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI UMUM0. DefinisiAnestesi umum adalah tindakan
menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
yang bersifat reversible. Anestesi umum adalah tindakan yang
menimbulkan keadaan tidak sadar selama prosedur medis dilakukan,
sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat sesuatu yang
terjadi. Istilah anestesi digunakan pertama kali olehOliver Wendel
Holmes Srpada tahun 1846.Komponen anestesi yang ideal terdiri trias
anestesia : hipnotik (tidak sadarkan diri), analgesia (bebas
nyeri), dan relaksasi otot gerak. Dalam anestesi umum, pasien akan
mengalami keadaan tidak sadar dan hilangnya refleks pelindung yang
dihasilkan dari satu atau lebih agen anestesi umum.
1.2 Teori Anestesi UmumAda beberapa teori yang membicarakan
tentang kerja anestesi umum, diantaranya :1. Meyer dan Overton
(1989) mengemukakan teori kelarutan lipid (Lipid Solubity Theory).
Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan langsung
dengan kelarutan dalam lemak. Makin mudah larut di dalam lemak,
makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlaku pada obat inhalasi
(volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika parenteral.1.
Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (The Inert Gas
Effect). Potensi analgesia gas gas yang lembab dan menguap terbalik
terhadap tekanan gas gas dengan syarat tidak ada reaksi secara
kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul molekul bebas
aktif. 1. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat
(The Hidrat Micro-crystal Theory). Obat anestetika berpengaruh
terutama terhadap interaksi molekul molekul obatnya dengan molekul
molekul di otak.1. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat
anestetika mengadakan interaksi dengan membrana lipid meningkatkan
keenceran (mengganggu membran).
Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi darah
yang selanjutnya menyebar ke jaringan, yang pertama kali
terpengaruh adalah jaringan yang banyak vaskularisasinya seperti
otak, yang mengakibatkan kesadaran dan rasa sakit hilang. Kecepatan
dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor respirasi, sirkulasi,
dan sifat fisik obat itu sendiri.
1.3 Tujuan Anestesi UmumTujuan anestesi umum adalah hipnotik,
analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom
1.4 Indikasi Anestesi Umum Indikasi untuk anestesi umum :a.
Infant dan anak usia mudab. Dewasa yang memilih anestesi umumc.
Pembedahan luasd. Penderita sakit mentale. Pembedahan lamaf.
Pembedahan dimana anestesi local tidak praktis atautidak
memuaskang. Riwayat penderita toksik/alergi obat anestesi localh.
Penderita dengan pengobatan antikoagulan
Hal yang harus diperhatikan dalam anestesi umum adalah hilangnya
upaya mempertahankan diri dari pasien. Pasien akan kehilangan
reflex-reflex nya termasuk reflex batuk yang berfungsi untuk
mencegah adanya aspirasi. Selain kehilangan reflex, penggunaan
muscle relaxan pada anestesi umum dapat menyebabkan tidak
adekuatnya sphincter pada lambung yang bisa menyebabkan adanya
aspirasi yang berisiko menyebabkan aspirasi. Untuk mencegah hal
ini, pasien yang akan dilakukan anestesi umum harus dipuasakan
untuk mengosongkan lambung dan mencegah adanya regurgitasi dan
aspirasi, karena aspirasi adalah penyebab morbiditas yang cukup
tinggi dalam anestesi.
1.5 Syarat, Kontraindikasi dan Komplikasi Anestesi UmumAdapun
syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :1. Memberi induksi
yang halus dan cepat1. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak
berespoons1. Timbulkan keadaan amnesia1. Timbulkan relaksasi otot
skeletal, tapi bukan otot pernapasan1. Hambatan persepsi rangsang
sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan
operasi1. Memberikan keadaan pemulihan yang halus dan cepat dan
tidak menimbulkan ESO yang berlangsung lama.
Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi
kordis derajat III IV, AV blok derajat II total (tidak ada
gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak
terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut,
sepsis, GNA. Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang
mengalami kelainan.Pada pasien dengan gangguan hepar, harus
dihindarkan pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik.Pada pasien
dengan gangguan jantung, obat obatan yang mendepresi miokard atau
menurunkan aliran koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan.
Pasien dengan gangguan ginjal, obat obatan yang diekskresikan
melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang
memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat
yang meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan
saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow karena dapat
menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Sedangkan komplikasi
kadang kadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah
dilakukan dengan sebaik baiknya.Komplikasi dapat dicetuskan oleh
tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri.Komplikasi dapat
timbul pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi
kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari
70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi
peningkatan tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan
anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit
jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan kebutuhan
miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark
apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa
gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun
adanya peningkatan suhu tubuh.
1.6 Keuntungan dan Kerugian Anestesi UmumKeuntungan anestesi
umum :a. Mengurangi kesadaran pasien intraoperatifb. Memungkinkan
relaksasi otot yang tepat untuk jangka waktu yang lamac.
Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan,dan
sirkulasid. Dapat digunakan dalam kasus sensitivitas terhadap agen
anestesi locale. Dapat disesuaikan dengan mudah untuk prosedur
durasi tak terdugaf. Dapat diberikan dengan cepatg. Dapat diberikan
pada pasien dalam posisi terlentang
Kekurangan anestesi umum :a. Memerlukan beberapa derajat
persiapan pra operasi pasienb.
Terkaitdengankomplikasiyangkurangseriussepertimualataumuntah,sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan memerlukan masa untuk
fungsi mental yang normalc. Terkait dengan hipertermia di mana
paparan beberapa (tetapi tidak semua) agen anestesi umum
menyebabkan kenaikan suhu akut dan berpotensi mematikan,
hiperkarbia, asidosismetabolik, dan hiperkalemia.
1.7 Persiapan Untuk Anestesi UmumKunjungan pre-anestesi
dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu
tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara
(anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi
sebelumnya, adakah penyakit penyakit sistemik, saluran napas, dan
alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan
gigi geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan
pendek. Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas
indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya
pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan),
radiologi, EKG.Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi
pasien dan dinyatakan dengan status anestesi menurut The American
Society Of Anesthesiologist (ASA).ASA I: Pasien dalam keadaan
normal dan sehat.ASA II: Pasien dengan kelainan sistemik ringan
sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain.
Contohnya: pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol,
atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan febris.ASA
III: Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien
appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstrukstif dengan iskemia miokardium. ASA IV: Pasien dengan
kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya. Contohnya: Pasien dengan syok atau dekompensasi
kordis.ASA V: Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Contohnya: pasien tua dengan perdarahan basis
kranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik.ASA VI : Pasien
mati batang otak, potensi donor organ.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau
IIEPengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah
aspirasi lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan
elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak dan
dewasa 4 6 jam, bayi 3 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau
dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan
antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2
(ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga
boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar
bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin
pembedahan secara tertulis (informed concent).Premedikasi sendiri
ialah pemberian obat - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan
tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia,
menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia
dan mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan,
mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.Obat obat premedikasi
yang bisa diberikan antara lain :1. Gol. AntikolinergikAtropin.
Menghambat kerja asetil kholin pada organ yang diinervasi oleh
serabut saraf otonom para simpatis atau serabut saraf yang
mempunyai nuerotransmiter asetil kholin. Diberikan untuk mencegah
hipersekresi kelenjar ludah, anti mual dan muntah pasca bedah,
melemaskan tonus otot polos organ organ dan menurunkan spasme
gastrointestinal. Dosis 0,005 mg/kg BB IV diberikan 5-10 menit
sebelum induksi.1. Gol. Hipnotik sedatifBarbiturat (Pentobarbital
dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan mengurangi cemas
sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM.
Dosis dewasa 100 200 mg, pada bayi dan anak 3 5 mg/kgBB.
Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek
depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta
jarang menyebabkan mual dan muntah.1. Gol. Analgetik
narkotikMorfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan
menjelang operasi, mengurangi dosis obat anestesi, mencegah
takipneu, mempunyai efek analgesik. Dosis premedikasi dewasa 10 20
mg. Kerugian penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah lebih lama,
kontriksi bronkus pada pasien asma, mual dan muntah pasca
bedah.Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 100 mg IV. Diberikan
untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot
polos. Pethidin juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca
bedah.1. Gol. TransquilizerDiazepam (Valium). Merupakan golongan
benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif sedangkan
dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB
IM.Midazolam. untuk sedasi dan mengurangi cemas yang bekerja pada
sistem limbik dan ARAS. Obat ini memperngarui depresi ringan
saluran nafas (dosis IV 0,2 mg/kgBB), menurunkan tonus otot rangka.
Diberikan premedikasi IM 0,2 mg/kgBB atau peroral dengan dosis 5-10
mg.
1.8 Metode Anestesi umum Menggunakan agen intravena, inhalasi,
intramuskular dan per rektal. Satu hal yang perlu dicatat adalah
bahwa anestesi umum mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik,
tergantung padakeadaan pasien, lokalatau
anestesiregionalmungkinlebih tepat. Penyedia anestesi bertanggung
jawab untuk menilai semua faktor yang mempengaruhi kondisi medis
pasien dan memilih teknik anestesi yang optimal. 1. Parenteral
(Intravena, Intramuscular)Anestesia umum yang diberikan secara
parenteral baik intravena maupun intramuskular biasanya digunakan
untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi anestesia.
1. PerektalMetode (melalui anus) ini sering digunakan pada anak,
terutama untuk induksi anestesia maupun tindakan singkat dalam
bentuk suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke anus.1.
PerinhalasiYaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah
menguap (volatile agent) dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat
anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsialnya; zat
anestetika disebut kuat apabila dengan tekanan parsial yang rendah
sudah mampu memberikan anestesia yang adekuat. Melalui isapan,
pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi
perinhalasi secara perlahan
1.9 Stadium AnestesiTahapan dalam anestesi terdiri dari 4
stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia sampai kehilangan
kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan
stadium 4 sampai henti napas dan henti jantung.Stadium I Stadium I
(St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat
anestetik sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih
dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa
sakit).Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan
biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.Stadium ini
berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk
mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I
dan ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan
reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi
(+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss
menelan dan kelopak mata.Stadium III Stadium III yaitu stadium
sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan
spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan,
hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke
kiri dan kekanan dengan mudah.Stadium IV Ditandai dengan kegagalan
pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan
sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi
kedalaman anestesi yang berlebihan.
Tanda Refleks Pada MataRefleks pupil Pada keadaan teranestesi
maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal,
midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/
stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis
maksimal menandakan pasien mati.
Refleks bulu mata Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di
bagian stadium anestesi.Apabila saat dicek refleks bulu mata (-)
maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
Refleks kelopak mata Pengecekan refleks kelopak mata jarang
dilakukan tetapi bisa digunakan untuk memastikan efek anestesi
sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra atas
ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk
stadium 1 ataupun 2.
Refleks cahaya Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah
pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri rangsangan cahaya.
1.10 Teknik Anestesi Umum1. Sungkup Muka (Face Mask) dengan
napas spontanSungkup Muka (Face Mask) mengantar udara/gas anestesi
dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien.
Bentuknya dibuta sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas
masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.Ventilasi efektif
memerlukan baik sungkup yang kedap udara dan jalan nafas yang baik.
Teknik sungkup muka yang salah dapat berakibat deflasi yang
berkelanjutan pada reservoir bag saat katup tekanan ditutup,
biasanya mengindikasikan adanya kebocoran di sekitar sungkup.
Sebaliknya pembentukan tekanan pernapasan yang tinggi dengan
gerakan dada minimal dan suara pernafasan menandakan obstruksi
jalan nafas.
Indikasi :1. Tindakan singkat ( - 1 jam)1. Keadaan umum baik
(ASA I II)1. Lambung harus kosongProsedur :1. Siapkan peralatan dan
kelengkapan obat anestetik 1. Pasang infus (untuk memasukan obat
anestesi) 1. Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa
diberikan obat penenang) efek sedasi/anti-anxiety : benzodiazepine;
analgesia: opioid, non opioid, dll 1. Induksi 1.
PemeliharaanABGambar 1. A. Sungkup muka (Face Mask) Dewasa. B.
Teknik memegang face mask
1. Sungkup Laring/Laryngeal Mask Airway (LMA)LMA digunakan untuk
menggantikan sungkup muka atau ETT saat pemberian anestesi, untuk
membantu ventilasi dan jalur untuk ETT pada pasien dengan jalan
nafas sulit dan membantu ventilasi saat bronkoskopi.
Gambar 2. Pemasangan LMALMA melindungi laring dari sekresi
faring (tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus
tetap dipertahankan pada tempatnya sampai refleks jalan nafas
pasien pulih kembali, biasanya ditandai dengan batuk atau membuka
mulut sesuai perintah. LMA yang dapat dipakai lagi, dapat di
autoklaf, dibuat dari karet silikon (bebas latek) dan tersedia
berbagai ukuran. (Tabel 2)
Tabel 2. Ukuran LMA sesuai dengan Perbedaan Cuff.
Kontraindikasi LMA pada pasien dengan patologi faring seperti
abses, obstruksi faring, perut penuh seperti hamil atau komplians
paru rensah seperti penyakit jalan nafas restriktif.
Tabel 3. Perbandingan Keuntungan dan Kekurangan LMA dibandingkan
denga Face Mask dan Intubasi Trakea
1. Intubasi Endotrakeal ETT dapat digunakan untuk memberikan gas
anestesi secara langsung ke trakea dan memberikan ventilasi dan
oksigenasi terkontrol. Bentuk dan kekerasan ETT dapat diubah dengan
stilet. Resistensi terhadap aliran udara tergantung pada diameter
tabung, tetapi juga dipengaruhi oleh panjang tabung dan kurvatura.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung (nasotracheal tube).
Tabel 4. Guidlines Ukuran Orotracheal Tube
Kebanyakan ETT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang
terdiri dari :1. Katup, mencegah udara keluar setelah balon
dikembungkan.2. Balon petunjuk (pilot ballon), memberikan petunjuk
kasar dari balon yang dikembungkan.3. Pipa pengembangan, dan 4.
Balon (cuff)Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk
anak-anak untuk meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan
post intubasi croup.
Gambar 3. Murphy Tracheal Tubec.1 Intubasi Endotrakeal dengan
napas spontanIntubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube)
endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau
nasal. Indikasi; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi
di bagian leher dan kepala) Prosedur :0. Sama dengan diatas, hanya
ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)0.
Intubasi setelah induksi dan suksinil 0. Pemeliharaan
Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:S: Scope.
Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope.
Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. lampu
harus cukup terang.ABGambar 4. A. Rigid Laryngoscope. B. Blades
Larygoscope
T : Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon (cuffed),
usia 50% dari tekanan darah sebelum operasi210
Warna kulitKemerahanPucat agak suramSianosis210
AktivitasSeluruh ekstremitas dapat digerakkanDua ekstremitas
dapat digerakkanTidak bergerak210
bila skor total > 8 , pasien boleh keluar dari ruang
pemulihan.
1. Steward Score (anak-anak)KriteriaSkor
KesadaranMenangisBereaksi terhadap rangsanganTidak
bereaksi210
RespirasiBatuk dan menangisPertahankan jalan nafasPerlu
bantuan210
AktivitasGerak bertujuanGerak tak bertujuanTidak bergerak210
bila skor total > 5 , pasien boleh keluar dari ruang
pemulihan.
BAB VI KESIMPULAN
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Anestesi
umum adalah tindakan yang menimbulkan keadaan tidak sadar selama
prosedur medis dilakukan, sehingga pasien tidak merasakan atau
mengingat sesuatu yang terjadi. Komponen anestesi yang ideal
terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksasi. Dalam anestesi
umum, pasien akan mengalami keadaan tidak sadar dan hilangnya
refleks pelindung yang dihasilkan dari satu atau lebih agen
anestesi umum.Jenis obat anestesi umum diberikan secara inhalasi
atau suntikan intravena. Secara tradisional, efek anestetik dapat
dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya depresi susunan saraf pusat,
yaitu : Stadium analgesi, Stadium terangsang, Stadium operasi,
Stadium depresi medula oblongata.Dalam kasus ini selama operasi
berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi anestesi
maupun tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak
terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum
pelaksanaan operasi dan anestesi berlangsung dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.2010.Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI.1. Levine, I. Adam, Satish Govindaraj,
Samuel Demaria, Jr. 2013. Anesthesiology and Otolaryngology.
Springer New York Heidelberg Dordrecth London.1. Morgan, G. Edward.
2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw Hill Companies,
Inc. United State1. Omoigui S. 2012. Obat-obatan Anestesia. Edisi
kedua. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.1. Wrobel M, Werth
M.2009. Pokok-pokok Anestesi. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
1
36