Top Banner
PRESENTASI KASUS TATALAKSANA PENYAKIT GINJAL KRONIK PADA DIABETES MELITUS TIPE II OLEH : Jeffry Foraldy (07120080003) Pembimbing : dr. Sugiarto, SpPD Periode 18 Maret – 26 Mei 2013 DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 1
37

Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Dec 31, 2015

Download

Documents

enzotyo

IPD
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

PRESENTASI KASUS

TATALAKSANA PENYAKIT GINJAL KRONIK PADA DIABETES MELITUS TIPE II

OLEH :

Jeffry Foraldy (07120080003)

Pembimbing :

dr. Sugiarto, SpPD

Periode 18 Maret – 26 Mei 2013

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

2013

1

Page 2: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan

pembuluh darah.1

Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya dipikirkan bila ada keluhan khas diabetes melitus

berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal,

mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.1

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126

mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa

keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja

abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan

pemastian lebih lanjut dengan mendapati sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa

darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau

dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca

pembebanan ≥ 200 mg/dl.1

Nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes yang menyebabkan timbulnya penyakit

ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan kegagalan fungsi ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan

klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel dan pada suatu derajat

yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.2

Diagnosis penyakit ginjal kronik dapat mengacu pada kriteria National Kidney Foundation

(NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) didasarkan atas 2 kriteria,

yaitu:3

2

Page 3: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau

tanpa penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus; berdasarkan kelainan patologik

atau petanda kerusakan ginjal seperti adanya kelainan pada komposisi darah atau urin,

atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.

2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3 selama ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes

melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau 200 µg/menit)

pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.2

Nefropati diabetik dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal hingga tahap akhir, oleh

karenanya penanganan kasus ini harus dilakukan secara optimal agar dapat mencegah

perusakan ginjal ke tahap yang lebih buruk.

3

Page 4: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan penyebab

utama gagal ginjal di Eropa dan USA.2 Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I, adalah

hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal.

Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih

terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi

Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV, Dipstick

positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan

hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa

biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.4

2.2. Etiologi

Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit DM dipercaya

paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati Diabetika. Hipertensi yang

tak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika

yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).5

2.3. Patofisiologi

Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal

dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus

membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada

NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel

meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap

pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat

menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan

ada hiperfiltrasi glomerus.6

2.4. Gambaran Klinik

Diagnosis PGD dimulai dari dikenalinya albuminuria pada penderita DM baik tipe I maupun

tipe II. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urin masih sangat rendah, sehingga sulit

untuk dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24

4

Page 5: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

jam ataupun >20µg/menit disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Hal ini sudah dianggap

sebagai nefropati insipien. Derajat albuminuria atau proteinuria ini dapat juga ditentukan

dengan rationya terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai

albumin atau kreatinin ratio (ACR). Tingginya ekskresi albumin atau protein dalam urine

selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal seperti terlihat dalam tabel di

bawah ini:

Tabel 1. Tingkat Kerusakan Ginjal2

Kategori Kumpulan Urin 24

jam (mg/24 jam)

Kumpulan Urin

sewaktu (µg/menit)

Perbandingan

Albumin/Urin

Kreatinin (µg/mg)

Normal <30 <20 <30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Albuminuria klinis ≥300 ≥200 ≥300

Tahap I

Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disertai pembesaran

ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini masih

reversible dan berlangsung 0 – 5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I ditegakkan. Dengan

pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal

akan normal kembali.2

2. Tahap II

Terjadi setelah 5 -10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubaan struktur ginjal berlanjut, dan

LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani,

keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama.

Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas biasanya terkait dengan

memburuknya kendali metabolik. Tahap ini selalu disebut sebagai tahap sepi (silent stage).7

3. Tahap III

Ini adalah tahap awal nefropati (insipient diabetic nephropathy), saat mikroalbuminuria telah

nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak. Secara histopatologis,

juga telah jelas penebalan membran basalis glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan

5

Page 6: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

darah masih tetap ada dan mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan

progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang kuat.

4. Tahap IV

Ini merupakan tahapan saat dimana nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan

proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat secara

LFG yang sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15 – 20 tahun DM tegak.

Penyulit diabetes lainnya sudah pula dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan

profil lemak dan gangguan vascular umum. Progresivitas ke arah tahap akhir penyakit ginjal

hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan

darah.2

5. Tahap V

Ini adalah tahap akhir penyakit ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga penderita

menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi

pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.2

2.5. Penatalaksanaan

Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah, dan kendali lemak

darah. Disamping itu, perlu pula dilakukan mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,

penurunan berat badan bila berlebih, latihan fisik, dan menghentikan kebiasaan merokok.

Semua tindakan ini adalah juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler.

Secara non farmakologis terdiri dari 3 pengelolaan penyakit ginjal diabetik yaitu:2,8,9

1. Edukasi.

Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman tentang penyakit

DM, makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian DM, penyulit DM, intervensi

farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia, dan masalah khusus yang dihadapi.

2. Perencanaan makan.

Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal diabetik

disesuaikan dengan penatalaksanaan diet pada penderita gagal ginjal kronis. Perencanaan diet

yang diberikan adalah diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam. Dalam upaya

mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah protein sangat penting.

6

Page 7: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Dalam suatu penelitian klinik selama 4 tahun pada penderita DM Tipe I diberi diet

mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan resiko terjadinya penyakit

gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76 %. Pada umumnya dewasa ini

disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gr/kgBB/hari2 yaitu sekitar 10

% dari kebutuhan kalori pada penderita dengan nefropati overt, akan tetapi bila LFG telah

mulai menurun, maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari mungkin

bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Jenis protein sendiri juga

berperan dalam terjadinya dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus

diseimbangkan dengan pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Untuk

pembatasan asupan garam adalah 4-5 g/hari. Penderita DM sendiri cenderung mengalami

keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat bila diperlukan.

Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol < 100mg/dl pada penderita

DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskuler.8,9

3. Latihan Jasmani.

Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, tapi tetap harus

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani penderita. Contoh latihan jasmani

yang dimaksud adalah jalan, sepeda santai, joging, berenang. Prinsipnya CRIPE (Continous,

Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance). Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah

berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10-12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu.2

Intervensi Farmakologis yang perlu dilakukan adalah :

1. Pengendalian DM

Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan ribuan penderita

telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah

progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler, baik pada DM tipe I maupun

tipe II. Oleh karena itu, perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan sesegera

mungkin. Diabetes terkendali yang dimaksud adalah pengendalian secara intensif kadar gula

darah, lipid dan kadar HbAlc sehingga mencapai kadar yang diharapkan. Selain itu

pengendalian status gizi dan tekanan darah juga perlu diperhatikan.10,11

7

Page 8: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Indikator Target

Gula darah puasa 80-100 g/dl

Gula darah 2 jam post prandial 80-144 g/dl

HbA1C <6.5%

Kolesterol total <200

LDL <100

HDL >45

Trigliserida <150

2. Pengendalian Tekanan Darah

Pengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting dalam pencegahan dan terapi

nefropati diabetik. Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek

perlindungan yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi maupun terhadap organ

kardiovaskuler. Makin rendah tekanan darah yang dicapai, makin baik pula renoproteksi.

Banyak panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian

tekanan darah pada penderita diabetes.

Pada penderita diabetes dan kelainan ginjal, target tekanan darah yang dianjurkan oleh

American Diabetes Association dan National Heart, Lung, and Blood Institute adalah <

130/80 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat ≥ 1 gr/24 jam, maka target lebih

rendah yaitu < 125/75 mmHg.2

Pengelolaan tekanan darah dilakukan dengan dua cara, yaitu non-farmakologis dan

famakologis. Terapi non-farmakologis adalah melalui modifikasi gaya hidup antara lain

menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok, serta

mengurangi konsumsi garam. Harus diingat bahwa untuk mencapai target ini tidak mudah.

Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat dengan berbagai efek samping dan

harga obat yang kadang sulit dijangkau penderita. Hal terpenting yang perlu diperhatikan

adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun jenis obat yag dicapai. Akan tetapi

karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan Angiotensin Reseptor blocker

(ARB), dikenal mempunyai efek antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik, maka

selalu disukai pemakaian obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada penderita

DM. Pada penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, ACE

8

Page 9: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

inhibitor dan ARB merupakan terapi utama yang paling dianjurkan. Jika salah satu tidak

dapat diterima atau memberikan hasil yang kurang maksimal maka dapat dianjurkan

penggunaan Non Dihydropyridine Calcium–Channel Blockers (NDCCBs).12,13,14

3. Penanganan Gagal Ginjal

Dasar penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Terapi konservatif dan terapi pengganti.15

a. Terapi Konservatif

1. Memperkecil beban ginjal atau mengurangi kadar toksin uremik:

a. keseimbangan cairan

b. diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam bila ditemukan adanya

oedema atau hipertensi

c. menghindarkan obat-obat nefrotoksik (NSAID, aminoglikosida, tetrasiklin)

2. Memperbaiki faktor-faktor yang reversible

d. mengatasi anemia

e. menurunkan tekanan darah

f. mengatasi infeksi

3. Mengatasi hiperfosfatemia dengan memberikan Ca(CO)3 dan diet rendah fosfat.

4. Terapi penyakit dasar seperti DM.

5. Terapi keluhan:

g. untuk mual/muntah diberikan Metoklopramid

h. untuk gatal-gatal diberikan Dipenhydramin

6. Terapi komplikasi

i. payah jantung dengan Diuretik, vasodilator, dan hati-hati terhadap pemberian

digitalis

b. Terapi pengganti

1. Dialisis

a. hemodialisis

b. dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan

c. indikasi : bila Klirens Kreatinin kurang dari 5 cc/menit. \

9

Page 10: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

2. Cangkok ginjal

4. Penanganan Multifaktorial

Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Center di Copenhagen mendapatkan bahwa

penanganan intensif secara multifaktorial pada penderita DM tipe II dengan

mikroalbuminuria menunjukkan pengurangan faktor resiko yang jauh melebihi penanganan

sesuai panduan umum penanggulangan diabets nasional mereka. Juga ditunjukkan bahwa

penurunan yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskuler, termasuk stroke yang fatal

dan nonfatal. Demikian pula kejadian yang spesifik seperti nefropati, retinopati, dan

neuropati autonomik lebih rendah. Yang dimaksud dengan intensif adalah energi yang

dititrasi sampai mencapai target, baik tekanan arah, kadar gula darah, lemak darah dan

mikroalbuminuria juga disertai pencegahan penyakit kardiovaskuler dengan pemberian

aspirin. dalam kenyataanya penderita dengan terapi intensif lebih banyak mendapat obat

golongan ACE-I dan ARB. Demikian juga dengan obat hipoglikemik oral atau insulin. Untuk

pengendalian lemak darah lebih banyak mendapat statin. Bagi penderita yang sudah berada

dalam tahap V gagal ginjal maka terapi yang khusus untuk gagal ginjal perlu dijalankan,

sepeti pemberian diet rendah protein, pemberian obat pengikat fosfat dalam makanan,

pencegahan dan pengobatan anemia dengan pemberian eritropoietin dan lain-lain.16

10

Page 11: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. T

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 67 tahun

Tempat dan Tanggal Lahir : Sukabumi, 7 Oktober 1945

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Komplek Kembang Larangan Jl. Brontowali 2 Blok

B23 No. 2

Suku Bangsa : Jawa

Dirawat tanggal : 19 Maret 2013

No. CM : 404759

II. DATA DASAR

A. ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan pasien pada Kamis 21 Maret 2013 pukul 10.00 WIB.

Keluhan Utama : Sesak nafas

Keluhan Tambahan : Mata bengkak, perut membuncit, kaki bengkak, gatal-gatal di

badan.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. Awalnya sesak dirasakan kurang lebih sebulan sebelum masuk rumah

sakit, namun tidak terlalu berat dan dirasakan hilang timbul sehingga pasien masih

mampu melakukan aktivitas ringan. Namun sesak dirasakan semakin memberat sejak

2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus, tidak ada faktor

yang memperingan atau memperberat sesak nafas tersebut. Sesak nafas tidak disertai

dengan batuk, demam, bunyi mengi, ataupun muntah.

11

Page 12: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien juga mengeluhkan mata terasa

sembab, perut terasa membesar, dan kaki membengkak. Bengkak di mata terasa

terutama pada saat bangun tidur, dan semakin sore bengkak di mata berkurang. Perut

terasa membesar perlahan-lahan, awalnya pasien tidak memperhatikan hal tersebut,

namun sejak 2 minggu lalu perut terasa membesar. Tidak ada hal yang memperberat

atau memperingan hal tersebut. Bengkak di kaki terasa jika pasien lama berdiri. Kaki

membengkak disertai rasa nyeri berdenyut. Bengkak berkurang jika pasien berbaring.

Sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien juga mengeluhkan munculnya

gatal-gatal di tubuh terutama pada bagian perut. Gatal terasa sepanjang hari, terus-

menerus. Pasien sudah mencoba mengoleskan dengan minyak angin namun masih

terasa gatal. Gatal terasa sangat mengganggu sehingga pasien sulit tidur.

Tidak ada keluhan buang air besar ataupun keluhan buang air kecil. Pasien memiliki

riwayat menderita penyakit darah tinggi dan diabetes sejak kurang lebih lima tahun

lalu. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat diabetes atau tekanan darah tinggi

yang diberikan dokter secara rutin.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah dirawat di RSPAD pada awal Januari 2013 karena gula darah rendah.

Riwayat penyakit keluarga :

Pasien tidak mengetahui apakah ada riwayat darah tinggi atau diabetes di keluarganya.

Riwayat Kehidupan Sosial :

Pasien tidak merokok maupun minum alkohol.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Kamis, 21 Maret 2013, pukul 10.00 WIB

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- Berat badan : 55

12

Page 13: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

- Tinggi badan : 160 cm

- Keadaan gizi: BMI= 21.48 (Kesan: Normal)

- Penampakan : Sesuai Usia

- Tanda vital :

a. Tekanan darah = 160/90 mmHg

b. Nadi = 80 x/menit, equal, isi cukup, reguler

c. Suhu = 37 0C

d. RR = 20 x/menit

- Kulit : sawo matang, ikterik tidak ada, efloresensi tidak ada, kering.

- Kepala : normocephal, rambut hitam, distribusi merata,

- Wajah : simetris, ekspresi wajar.

- Mata : edema palpebra -/-, konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), pupil

bulat isokor +/+ diameter 3mm / 3mm.

- Telinga : bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-.

- Hidung : bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-.

- Mulut : sianosis (-), faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang.

- Leher : simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakhea (-), pembesaran

KGB (-), JVP= 5-2 cmH2O

- Thorax

Pulmo :

a. Inspeksi : normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar

b. Palpasi : taktil fremitus sinistra = dextra

c. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru. Batas paru hati pada linea mid-

klavikula dextra ICS V.

d. Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki basah kasar +/+, wheezing -/-,

Cor :

a. Inspeksi : tidak tampak iktus cordis

b. Palpasi : iktus cordis teraba, kuat angkat ICS V (teraba 1 jari medial linea

midlavicula kiri)

c. Perkusi : Batas kanan jantung : ICS V linea sternalis kanan, batas kiri

jantung pada ICS V di 1 jari sebelah lateral linea midlavicula kiri, batas pinggang

jantung pada ICS III linea parasternal kiri.

d. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, Gallop - , Murmur -

13

Page 14: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

- Abdomen:

a. Inspeksi : Datar, caput medusa (-)

b. Auskultasi : bising usus (+) meningkat

c. Palpasi : dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan Lien tidak teraba

membesar, nyeri tekan (-)

d. Perkusi : timpani, shifting dullness (+)

- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik, terdapat pitting edem pada kedua

tungkai bawah.

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan 19/3

(18.00)

20/3

(11.48)

Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 9.3 8.3 13 – 18 gr/dL

Hematokrit 27 27 37– 47 %

Eritrosit 3.1 3.0 4.3 -6 juta/uL

Leukosit 6200 5150 6000 – 10.800/uL

Trombosit 21800 194000 150.000 – 400.000/uL

MCV 87 89 80 – 96 fl

MCH 30 28 27 – 32 pg

MCHC 34 31 32 – 36 g/dL

Kimia

Darah

19/3

(18.00)

20/3

(06.20)

20/3

(11.48)

Nilai Rujukan

Ureum 155 173 187 20 -50 mg/dL

14

Page 15: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Kreatinin 6.5 7.0 7.0 0.5 – 1.5 mg/dL

Natrium 136 134 135 135 - 145

mEq/L

Kalium 5.1 4.7 4.5 3.5 – 5.3 mEq/L

Klorida 107 106 103 97 – 107 mEq/L

Asam urat 7.2 3.5-8.5 mg/dL

Protein total 5.8 6 – 8.5 g/dL

Albumin 2.9 2.8 3.5 – 5 g/dL

Globulin 3.0 2.5 – 3.5 g/dL

Kalsium (Ca) 7.4 8.6-10.3 mg/dL

Phosphate

Inorganic

6.5 2.5-5.0 mg/dL

Magnesium 1.87 1.8-3.0 mg/dL

Kimia Klinik

Analisa Gas Darah

20/3

(06.20)

Nilai

Rujukan

pH 7.318 7.37-7.45

pCO2 25.8 33-44 mmHg

pO2 71.5 71-104 mmHg

Bikarbonat (HCO3) 13.3 22-29 mmol/L

Base Excess -10.9 (-2) – 3 mmol/L

Saturasi O2 93 94%-98%

15

Page 16: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Urinalisa

Urin lengkap

20/3

(11.48)Nilai Rujukan

pH 6.0 4.6 – 8.0

Berat Jenis 1.010 1.010 – 1.030

Protein ++ Negatif

Glukosa - Negatif

Bilirubin - Negatif

Nitrit - Negatif

Keton - Negatif

Eritrosit 2-2-2 < 2 / LPB

Leukosit 4-4-4 < 5 / LBP

Kristal - Negatif

Epitel - Positif

Lain-lain - Negatif

Pemeriksaan Gula Darah

19/3/2013 pukul 18:00, GDS 66 mg/dL

20/3/2013 pukul 06:20, GDS 147 mg/dL

20/3/2013 pukul 11:48, GDP 147 mg/dL, GD2JPP 156 mg/dL

21/3/2013 pukul 05:49, GDS 154 mg/dL

21/3/2013 pukul 11:50, Glukosa Jam 11: 262 mg/dL, HbA1C 7.4 %

21/3/2013 pukul 17:48, GDS 240 mg/dL

D. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Belum dilakukan pemeriksaan radiologis.

16

Page 17: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

III. RINGKASAN

Pasien usia 67 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada mata, perut dan kaki. Terdapat

juga gatal-gatal di perut sejak 2 bulan sebelum masuk rumah. Pasien memiliki riwayat

hipertensi dan diabetes melitus sejak 5 tahun lalu namun tidak rutin melakukan

pengobatan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva pucat, ronki basah kasar

pada kedua lapang paru, shifting dullness, dan pitting edema pada kedua tungkai

bawah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, peningkatan ureum dan

kreatitinin, diabetes melitus, asidosis metabolik, hipoalbuminemia, hipokalsemia dan

pada urinalisis didapatkan proteinuria.

IV. DAFTAR MASALAH

1) Diabetes melitus tipe II

2) CKD stage V belum HD

3) Asidosis metabolik

4) Hipertensi grade II, tekanan darah belum terkontrol

5) Anemia normositik normokrom

6) Hipoalbuminemia

7) Hiperfosfatemia

8) Hipokalsemia

V. RENCANA PENATALAKSANAAN

1) Rencana Diagnostik

a. Darah lengkap, kurva gula darah harian, ureum, kreatinin, urinalisis, elektrolit,

protein urine 24 jam, analisa gas darah.

b. Cek thorax foto dan USG

2) Rencana Terapi

Non-Medikamentosa

a. Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari

17

Page 18: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Medikamentosa

a. IVFD Triofusin 500cc/24 jam

b. Amlodipin 1x10 mg

c. Novorapid 3x8U

d. Asam folat 1x15

e. B12 3x50mcg

f. Bicnat 3x1

g. CaCO3 3x1

h. Domperidone 3x10mg

VI. PENGKAJIAN

1) Diabetes melitus tipe II

S : Riwayat diabetes sejak kurang lebih 5 tahun lalu, konsumsi obat tidak teratur,

dan pada bulan Januari 2013 pasien pernah dirawat di RSPAD karena

hipoglikemia.

O :

o Pemeriksaan fisik : -

o Pemeriksaan penunjang : HbA1C 7.4 %.

A : Diabetes melitus tipe 2, gula darah belum terkontrol dengan riwayat

hipoglikemia.

P :

o Rencana diagnosis : Cek kurva gula darah harian.

o Terapi : Novorapid 3x8U

2) CKD stage V

S : sesak nafas, mual, bengkak di mata, perut, dan tungkai bawah, serta gatal-gatal

di seluruh tubuh.

O :

o Pemeriksaan fisik : konjungtiva pucat (+), shifting dullness (+), dan pitting

edema di tungkai bawah.

18

Page 19: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

o Pemeriksaan darah : Ureum 187 mg/dl, kreatinin 7.0 mg/dl, pH 7.381. Laju

filtrasi glomerulus berdasarkan Cockcroft-Gault formula = 7 ml/menit.

Albumin 2.8 g/dl, kalsium 7.4 mg/dl, Hb 8.3 gr/dl.

A : CKD stage V belum HD dengan asidosis metabolik, anemia normositik

normokrom, hipoalbuminemia, hiperfosfatemia hdan hipokalsemia.

P :

o Terapi : IVFD Triofusin 500cc/24 jam, diet lunak ginjal 1700 kkal/hari,

Domperidone 3x10mg, CaCO3 3x500mg, Asam folat 1x15mg, B12

3x50mcg, BicNat 3x1, ukur balance cairan/24 jam.

o Rencana diagnosis : Urine protein 24 jam, ureum, kreatinin, elektrolit,

urinalisis. Cek Anti HCV, anti HIV, HbsAg.

3) Hipertensi grade II

S : riwayat hipertensi sejak 5 tahun lalu, konsumsi obat tidak rutin

O :

o Pemeriksaan fisik : didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg.

A : Hipertensi grade II, tekanan darah tidak terkontrol

P :

o Terapi : Amlodipin 1x10 mg

Pada pasien ini disarankan untuk mendapat jumlah kalori sebanyak : 1350 kal/hari.

Berat badan ideal = 90% x (160-100) x 1 kg = 54 kg

Kebutuhan kalori = 25 kal/kg x 54 kg = 1350 kal

Umur 67 tahun = 1350 kal – (10% x 1350 kal) = 1215 kal

Aktivitas ringan = 1215 kal + (10% x 1350 kal) = 1350 kal

Diet protein 0.8 gr/kgBB/hari, jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang bertambah berat, diet

protein diturunkan 0.6-0.8 gram/kgBB/hari. Rekomendasi dari K-DOQI untuk

mempertahankan keadaan klinik stabil pada pasien penyakit ginjal kronik setelah dilakukan

HD reguler adalah 1,2 gram protein/kgBB/hr, di mana 50% protein dianjurkan yang

mempunyai nilai biologi tinggi. Diet rendah protein akan menurunkan hasil katabolisme

protein dan asam amino berupa ureum, fosfat dan toksin uremik lainnya yang tidak dapat

diekskresikan oleh ginjal. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya

19

Page 20: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

pembakaran protein tubuh dan merangsang pengeluaran insulin. Selain itu pada pasien ini

juga seharusnya dilakukan diet rendah garam karena adanya hipertensi dan edema.

Untuk mencegah osteodistrofi tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfat serum

harus dikendalikan dengan diet rendah fosfat (terutama daging dan susu). Apabila LFG < 30

ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat

yang diberikan pada saat makan. Pada penderita ini juga diberikan CaCO3 3x500 mg untuk

mencegah terjadinya hiperfosfatemia, sehingga hipokalsemia dan hiperparatiroidisme dapat

dicegah.

Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan asam folat. Pemberian asam folat dimaksudkan

untuk mengatasi keadaan hiperhomositein pada penyakit ginjal kronik. Peningkatan kadar

homosistein dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Selain itu asam

folat juga dimaksudkan untuk mengatasi anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang

disebabkan oleh defisiensi asam folat.

Pasien ini didiagnosa dengan hipertensi derajat II, sehingga modalitas terapi yang digunakan

adalah kombinasi dua atau lebih macam obat antihipertensi. Pada pasien ini diberikan hanya

diberikan amlodipin. Salah satu mekanisme terjadinya hipertensi pada pasien PGK adalah

melalui aktivasi sistem renin angiotensin, oleh sebab itu terapi lini pertama adalah anti

hipertensi golongan ACE Inhibitor. Suatu penelitian membuktikan bahwa pemberian ACE

inhibitor dapat menurunkan proteinuria dan memperbaiki perubahan glomerulus berkaitan

dengan penurunan tekanan hidrostatik glomerulus. ACE inhibitor juga menurunkan cedera

tubulointerstitial pada percobaan Diabetes. Suatu penelitian pada manusia juga menunjukkan

ACE inhibitor menghambat progresi mikroalbuminuria pada diabetes tipe 1 dan 2. Kombinasi

yang disukai untuk hipertensi pada DM adalah ACE inhibitor dan Angiotensin Reseptor

Blocker (ARB) karena efek antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik.

Penggunaan Calsium Channel Blocker pada hipertensi dengan DM dan PGD masih

merupakan 24 kontroversi, karena penggunaan tunggal dapat meningkatkan proteinuria dan

angka kejadian kardiovaskuler. Namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan

CCB apabila dikombinasikan dengan ACE inhibitor tidak terbukti meningkatkan risiko

kardiovaskuler.Target terapi pada pasien hipertensi dengan PGK adalah < 130/80.

Pada pasien ini dilakukan HD karena terjadi bendungan paru yang ditandai dengan sesak

napas yang berat. Indikasi klinik untuk dilakukan hemodialisis adalah:

20

Page 21: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

1. Indikasi cito

Pericarditis/efusi perikardium

Ensefalopati/neuropati azotemik

Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik.

Hiperkalemia (> 6,5)

2. Indikasi elektif

Sindrom uremia

Hipertensi sulit terkontrol

Overload cairan

Persiapan preoperasi

Oliguria-anuria (3-5 hari)

BUN > 120 mg% dan kreatinin > 10mg% atau CCT < 5 ml/menit.

Kreatinin klirens <15 ml/menit.

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam = dubia ad malam

Quo ad functionam = dubia ad malam

Quo ad sanationam = dubia ad malam

Prognosis pasien ini dubia ad malam. Pasien sudah masuk dalam tahap gagal ginjal kronik

dan sampai saat ini terapi definitif untuk gagal ginjal kronik adalah terapi pengganti baik itu

transplantasi, hemodialisis, maupun peritonial dialisis. Pasien dengan gagal ginjal kronik juga

memiliki berbagai macam komplikasi oleh karena hipertensi, anemia, asidosis, maupun

uremic toksin yang juga bisa memperburuk prognosis pada pasien ini.

VIII. FOLLOW UP

Senin 25 Maret 2013 Selasa 26 Maret 2013

S : Sesak nafas berkurang, masih gatal di

daerah perut

Sesak nafas (-), masih gatal di daerah

perut, perut begah

O : KU/Kes : TSS/CM

TD : 150/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m

Kepala : normosefal

Mata : CA -/-, SI -/-

KU/Kes : TSS/CM

TD : 150/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m

Kepala : normosefal

Mata : CA -/-, SI -/-

21

Page 22: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak

teraba

Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,

rhonki -/-

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, BU (+) N, shifting

dullness (+), hepar lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, edema superior

-/-. Inferior +/+

Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak

teraba

Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,

rhonki -/-

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, BU (+) N, shifting

dullness (+), hepar lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, edema superior

-/-. Inferior -/-

A : DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin

CKD St. V, belum HD dengan gastropati

uremik

HT grade I, TD belum terkontrol

Hipoalbuminemia

Anemia

Hipokalsemia

DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin

CKD St. V, belum HD dengan gastropati

uremik

HT grade I, TD belum terkontrol

Hipoalbuminemia

Anemia

Hipokalsemia

P : Dx : konsul kulit kelamin, USG abdomen,

Ur/Cr

Th :

O2 3L

Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari

IVFD triofusin 500cc/24 jam

Amlodipin 1x10 mg

As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat

3x1, CaCO3 3x1

Novaravid 3x8 mg

Domperidon 3x10 mg

Ceftriaxone 1x2 gr

Ketokonazol salep

Cetrizine

Th :

O2 3L

Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari

IVFD triofusin 500cc/24 jam

Amlodipin 1x10 mg

As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat

3x1, CaCO3 3x1

Novaravid 3x8 mg

Domperidon 3x10 mg

Ceftriaxone 1x2 gr

Ketokonazol salep

Ceftrizine

Rabu 27 Maret 2013 Kamis 28 Maret 2013

22

Page 23: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

S : Gatal di daerah perut Gatal di daerah perut, tidak sesak, perut

begah

O : KU/Kes : TSS/CM

TD : 140/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m

Kepala : normosefal

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak

teraba

Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,

rhonki -/-

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, BU (+) N, shifting

dullness (+), hepar lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, edema superior

-/-. Inferior -/-

KU/Kes : TSS/CM

TD : 140/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m

Kepala : normosefal

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak

teraba

Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,

rhonki -/-

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen : datar, BU (+) N, shifting

dullness (+), hepar lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, edema superior

-/-. Inferior -/-

A : DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin

CKD St. V, belum HD dengan gastropati

uremik

HT grade I, TD belum terkontrol

Hipoalbuminemia

Anemia

Hipokalsemia

DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin

CKD St. V, belum HD dengan gastropati

uremik

HT grade I, TD belum terkontrol

Hipoalbuminemia

Anemia

Hipokalsemia

P : Th :

O2 3L

Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari

IVFD triofusin 500cc/24 jam

Amlodipin 1x10 mg

As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat

3x1, CaCO3 3x1

Novaravid 3x8U

Domperidon 3x10 mg

Ceftriaxone 1x2 gr

Th :

O2 3L

Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari

IVFD triofusin 500cc/24 jam

Amlodipin 1x10 mg

As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat

3x1, CaCO3 3x1

Novaravid 3x8U

Domperidon 3x10 mg

Ceftriaxone 1x2 gr

23

Page 24: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Ketokonazol salep Ketokonazol salep

Hasil Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan 25/3

(06.09)

28/3

(05.45)

3/4

(05.31)

Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 8.5 8.2 9.0 13 – 18 gr/dL

Hematokrit 26 25 26 37– 47 %

Eritrosit 3.0 2.9 3.0 4.3 -6 juta/uL

Leukosit 4200 4200 9700 6000 – 10.800/uL

Trombosit 172000 171000 190000 150.000 – 400.000/uL

MCV 86 87 86 80 – 96 fl

MCH 29 28 30 27 – 32 pg

MCHC 33 33 35 32 – 36 g/dL

Kimia

Darah

25/3

(06.09)

28/3

(05.45)

3/4

(05.31)

Nilai Rujukan

Ureum 202 220 182 20 -50 mg/dL

Kreatinin 7.3 7.0 6.0 0.5 – 1.5 mg/dL

Natrium 138 139 138 135 - 145

mEq/L

Kalium 4.3 4.0 3.9 3.5 – 5.3 mEq/L

Klorida 108 109 103 97 – 107 mEq/L

24

Page 25: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Pemeriksaan Gula Darah

25/3/2013 pukul 06:09, GDS 117 mg/dL

25/3/2013 pukul 11:20, Glukosa Jam 11: 114 mg/dL

25/3/2013 pukul 17:42, GDS 126 mg/dL

28/3/2013 pukul 10:14, Glukosa Jam 7: 88 mg/dL, Glukosa Jam 11: 107 mg/dl

28/3/2013 pukul 16:54, GDS 165 mg/dL

1/4/2013 pukul 11:34, Glukosa Jam 7: 62 mg/dL, Glukosa Jam 11: 60 mg/dl

1/4/2013 pukul 17:03, GDS 50 mg/dl

1/4/2013 pukul 20:00, GDS : 110 mg/dl

2/4/2013 pukul 06:00, GDS : 182 mg/dl

3/4/2013 pukul 05:31, GDS : 119 mg/dl

Protein Urin 24 Jam

22/3/2013 pukul 09:27, Protein Urin 24 Jam 2672 mg/24 jam

Imunoserologi

28/03/2013

o HbsAg (Rapid) : non reaktif

o Anti HCV : non reaktif

o Anti HIV : non reaktif

Hasil Pemeriksaan Radiologis

USG ABDOMEN (22 Maret 2013)

Hepar : Ukuran / countur : normal. Internal cohostructure : normoechoic

Tak tampak lesi fokal.

Kd. Empedu : Ukuran / countur : normal. Tak tampak tanda-tanda batu / peradangan

Pankreas : Ukuran dan echostructure : normal

Lien : Tak membesar

Kedua ginjal : Mengecil, echo meningkat. Batas cortex kabur. Pelvio calyces tak melebar

Batu (-)

V. Urinaria : Ukuran / countur : normal. Tak tampak tanda-tanda batu / peradangan

25

Page 26: Presentasi Kasus Neuropati Diabetik

Ascites : (+) / banyak

KESAN : CRF grade IV bilateral + ascites

FOTO THORAX (2 April 2013)

Cor : CTR > 50%

Pulmo : Perivasculer oedem (+/+)

KESAN : Kardiomegali & lung oedem.

26