Top Banner

of 40

PRAKTIKUM FISIOLOGI 2003

Jan 09, 2016

Download

Documents

Anna Marthea V.

Praktikum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENDAHULUANPada tubuh manusia terdapat bermacam-macam sistem organ yang saling mendukung kerja satu dan lainnya. Salah satu sistem yang amat sangat penting ialah sistem indera manusia. Indera manusia terdiri atas pendengaran, pengecap, penghidu, penglihatan, peraba serta pengaturan keseimbangan tubuh.

Kerja dari sistem indera ini masing- masing memiliki ciri khas, diantaranya pada pengaturan pendengaran dimulai dari energi bunyi ditangkap daun telinga dalam bentuk gelombang mengetarkan membran timpani melewati tulang pendengaran MIS (maleus, inkus, stapes) kemudian energi diamplifikasi diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap jorong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak setelah itu getaran diteruskan ke membrana reissner yang mendorong endolimfe selanjutnya timbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria terjadi defleksi stereosilia sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel terjadi depolarisasi rambut lepaslah neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan timbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lanjut ke nukleus auditorius korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. Pada telinga dapat dilakukan tes pendengaran dengan cara pemeriksaan Audiometri, Rinne, Weber test dan Scwabach test serta tes keseimbangan.

Oleh karena itu pada praktikum fisiologi di modul indera khusus kali ini akan dilakukan pengamatan pada orang percobaan guna mengetahui faal dan fungsi dari pendengaran, pengihatan, keseimbangan, serta pengecap dengan cara melakukan beberapa pemeriksaan mulai dari fungsi mata hingga telinga.

PRAKTIKUM FISIOLOGI 1GANGGUAN REFRAKSI - MODUL PENGINDERAANI. TUJUAN1.Mengetahui dan memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya.2.Mengetahui dan memahami mekanisme timbulnya diplopia.3.Mengetahui dan memahami dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual).4.Mengetahui dan memahami peristiwa yang terjadi pada mata waktu melihat jauh dan dekat.5.Mengetahui fisiologi letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina.6.Mengetahui mekanisme buta warna organik dan fungsional.

II. ALAT DAN BAHAN

1.Optitipi Snellen

2.Pen Light

3.Kertas Putih

4.Buku Pseudoisokromatik Ishihara

5.Kertas Mika Merah dan Hijau

6.Penggaris untuk mengukur jarak pada pemeriksaan bintik buta

7.Pensil untuk alat bantu pemeriksaan bintik buta

III. TATA KERJA

A. VISUS (KETAJAMAN PENGLIHATAN)

1) Melakukan percobaan ini pada minimal satu orang percobaan (OP). menginstruksikan OP untuk duduk menghadap optotipi Snellen pada jarak 6 m. (=d)

2) Meminta OP menutup mata kiri OP untuk pemeriksaan visus mata kanan.

3) Memeriksa visus mata kanan OP dengan menyuruhnya membaca huruf yang ditunjuk oleh pemeriksa. Dimulai dari baris huruf yang terbesar (seluruh huruf) sampai baris huruf terkecil (seluruh huruf) yang masih dapat dilihat dengan jelas dan tegas serta dibaca OP dengan lancar tanpa kesalahan.

4) Mencatat hasil visus mata kanan OP.

5) Mengulangi pemeriksaan pada:

a. Mata kiri;b. Kedua mata bersama-sama.6) Mencatat seluruh hasil percobaan dan menentukan visus OP.B. PERCOBAAN DIPLOPIA1) OP diminta memandang jari pemeriksa dengan kedua mata.

2) Meminta OP untuk menekan bola mata kiri dari lateral untuk menimbulkan pergeseran sumbu bola mata ke radial.

3) OP akan merasakan adanya penglihatan rangkap.C. REFLEKS PUPIL

1) Menyorot mata kanan OP dengan penlight dan memperhatikan perubahan diameter pupil pada mata tersebut.

2) Menyorot mata kanan OP dengan penlight dan memperhatikan perubahan diameter pupil pada mata kirinya.D. REAKSI MELIHAT DEKAT

1) Menginstruksikan OP untuk melihat jari pemeriksa yang ditempatkan m di depannya.

2) Sambil memperhatikan pupil OP, dekatkan jari pemeriksa sehingga kedua mata OP terlihat berkonvergensi.E. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA

1) Menggambar suatu palang kecil di tengah sehelai kertas putih yang cukup lebar. Letakkan kertas itu di atas meja.2) Menginstruksikan OP untuk menutup mata kirinya, menempatkan mata kanan tepat di atas gambar palang pada jarak 20 cm, dan mengarahkan pandangannya pada gambar palang tersebut.3) Menggerakkan ujung pensil mulai dari palang tersebut ke lateral mata yang diperiksa, perlahan-lahan sampai ujung pensil tidak terlihat dan kemudian terlihat kembali. Memberi tanda pada kertas pada saat ujung pensil tidak terlihat dan mulai terlihat kembali.menetapkan titik tengah (T) . Dengan titik T sebagai titik pusat, membuat 8 garis sesuai dengan 8 penjuru angin.Menggerakkan ujung pensil sesuai ke 8 garis dengan setiap kali melewati titik T sambil mata OP difokuskan pada gambar palang.Membuat tanda di kertas setiap kali ujung pensil tidak terlihat dan mulai terlihat lagi (jumlah tanda 8, tanpa titik T).4) Menghubungkan semua titik ini, maka ini merupakan proyeksi eksterna bintik buta mata kanan OP.

F. BUTA WARNA ORGANIK DAN FUNGSIONAL

a. Organik1) Menginstruksikan OP untuk mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku pseudoisokromatik Ishihara.

2) Mencatat hasil pemeriksaan OP.

b. Fungsional1) Menginstruksikan OP untuk melihat melalui plastik mika merah atau hijau selama minimal 10 menit ke arah suatu bidang yang terang (awan putih).

2) Segera setelah itu, periksa keadaan buta warna yang terjadi dengan menggunakan buku pseudoisokromatik Ishihara.

3) Mencatat hasil pemeriksaan OP.

IV. DASAR TEORIMata adalah organ indera yang kompleks yang berkembang dari bercak-bercak primitif yang peka cahaya pada permukaan invertebrata. Dalam wadah pelindungnya, tiap mata mempunyai suat lapisan reseptor, suatu sistem lensa untuk memusatkan cahaya pada reseptor, dan sistem saraf untuk menghantarkan impuls dari reseptor ke otak.

Pada alat penglihatan, refleks pupil sangat penting dalam mengatur sinar yang masuk ke dalam bolamata agar dapat diterima oleh retina dalam jumlah yang tidak berlebihan sehingga benda dapat terlihat cukup jelas. Refleks pupil memiliki beberapa jenis, yaitu:

1.Refleks cahaya

2.Refleks konsensual

3.Refleks pupil mata akibat akomodasi

Mata mengubah energi dalam spektrum cahaya yang terlihat menjadi potensial aksi dalam nervus opticus. Panjang gelombang cahaya terlihat adalah kira-kira 397 723 nm. Bayangan dari benda-benda di sekitarnya difokuskan pada retina. Berkas cahaya mengenai retina menimbulkan potensial pada batang dan kerucut.

Berkas cahaya dibelokkan, atau dibiaskan apabila melintas dari satu medium masuk ke dalam medium yang berbeda kepadatannya, kecuali apabila mengenainya tegak lurus. Sinar sejajar yang mengenai lensa bikonveks akan dibiaskan ke satu titik, atau fokus utama, di belakang lensa. Fokus utama terletak pada garis yang melalui pusat kelengkungan lensa, aksi utama. Jarak antara lensa dan fokus utama adalah jarak fokus utama. Berkas cahaya dari benda yang mengenai lensa pada kejauhan lebih dari 6 m dianggap paralel atau sejajar. Sinar dari benda yang lebih dekat dari 6 m adalah divergen, dan oleh karena itu memusat pada fokus yang lebih jauh ke belakang pada poros utama daripada fokus utama. Lensa bikonkaf menyebabkan divergensi berkas cahaya.

Makin besar kecembungan lensa, makin besarlah kekuatan pembiasannya. Daya bias lensa untuk mudahnya, diukur dalam dioptri, bilangan merupakan kebalikan dari jarak fokus utama dalam meter. Misalnya, sebuah lensa dengan jarak fokus utama 0,25 meter mempunyai daya bias 1/0,25 atau 4 dioptri. Mata manusia mempunyai daya bias kira-kira 66,7 dioptri sewaktu diam.

Apabila M. Ciliare lemas (direlaksasi), berkas cahaya sejajar mengenai mata yang optik normal (emmetrop) difokuskan pada retina. Selama relaksasi ini dipertahanka, berkas dari benda yang lebih dekat kepada pengamat difokusksn di belakang retina, dengan akibat benda tampak kabur. Masalah membawakan berkas divergen dari benda yang letaknya lebih dekat dari 6 meter ke fokus pada retina dapat dilakukan dengan membesarkan jarak antara lensa dan retina atau dengan menaikkan kecembungan atau daya bias lensa.

Proses dimana kecembungan lensa diperbesar dinamakan akomodasi. Waktu diam, lensa dipertahankan tegang oleh keregangan ligamentum ciliaris. Karena bahanlensa liat dan kapsula lensa sangat kenyal, lensa ditarik menjadi bentuk yang gepeng. Bila pendangan diarahkan pada benda dekat M. Ciliaris berkontraksi. Ini menurunkan jarak antara tepi-tepi corpus ciliare dan melemaskan ligamentum ciliaris, sehingga lensa melentur menjadi lebih konveks. Pada orang muda, perubahan dalam bentuk ini dapat menambah sebanyak 12 dioptri pada daya bias mata.

Relaksasi ligamentum ciliare yang ditimbulkan oleh kontraksi M ciliare sebagian disebabkan karena kerja serabut-serabut otot sirkuler yang menyerupai otot sphincter pada corpus ciliare dan sebagian karena kontraksi serabut-serabut otot longitudinal yang melekat di sebelah depan, dekat batas kornea-sklera. Apabila serabut-serabut otot ini berkontraksi, seluruh corpus ciliare akan ditari ke depan dan dalam. Gerakan ini menciutkan tepi-tepi corpus ciliare. Perubahan pada kecembungan lensa waktu akomodasi terutama mempengaruhi permukaan depan lensa.

Akomodasi adalah proses aktif, memerlukan kerja oto, dan oleh karena itu dapat melelahkan. Sebenarnya, M ciliaris adalah salah satu dari otot tubuh yang paling banyak dipakai. Derajat kelengkungan lensa dapat dinaikkan tentu saja terbatas dan berkas dari obyek yang sangat dekat dpada terperiksa tidak dapat difokuskan pada retina walaupun dengan usaha paling keras. Titik yang paling dekat dengan mata dimana benda dapat difokuskan dengan jelas oleh akomodasi dinamakan titik dekat penglihatan. Titik dekat mengalami pemunduran selama hidup, mula-mula perlahan-lahan dan kemudian dcepat dengan meningkatnya usia. Keadaan ini yang dikenal sebagai presbiopia, dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata dengan lensa konveks.

Apabila cahaya diarahkan pada satu mata, pupil berkonstriksi; (refleks cahaya pupil). Pupil mata yang lain juga berkonstriksi (refleks cahaya konsensual). Serabut nervus opticus yang membawakan impuls penyebab respons pupil ini berakhir pada daerah pretektum dan colliculus superior. Lintasan refleks cahaya yang tentunya melintas dari daerah pretektum ke inti-inti N.oculomotorius (inti-inti Edinger Westphal) kedua sisi, adalah berlainan dari lintasan akomodasi. Pada beberapa kelainan, terutama veuron sifilis, respon pupil terhadap cahaya mungkin hilang sdangkan respon akomodasi tetap utuh. Peristiwa ini dinamakan pupi Arygyll Robertson dikatakn disebabkan karena kerusakan pada daerah tektum.

Ketajaman penglihatan (visus) adalah ukuran, berapa jauh, dan detail suatu benda dapat tertangkap oleh mata sehingga visus dapat disebut sebagai fisiologi mata yang paling penting. Ketajaman penglihatan didasarkan pada prinsip tentang adanya daya pisah minimum yaitu jarak yang paling kecil antara 2 garis yang masih mungkin dipisahkan dan dapat ditangkap sebagai 2 garis.

Pemeriksaan visus dilakukan dengan menggunakan alat optotype dari Snellen. Gambar Snellen sedemikian rupa sehingga tinggi huruf pada baris yang paling kecil dibaca pada jarak 6 meter dengan sudut penglihatan 5 menit. Tiap garis pada huruf mengambil sudut 1 menit lingkaran, dan garis-garis pada huruf dipisahkan dengan sudut 1 menit lingkaran. Jadi pemisahan minimum pada orang normal setara denagn sudut penglihatan kira-kira 1 menit.

Nistagmusfisiologik adalah salah satu dari berbagai faktor yang menentukan ketajaman penglihatan. Parameter penglihatan ini hendaknya jangan dikacaukan dengan ambang penglihatan. Ambang penglihatan adalah jumlah minimum cahaya yang menimbulkan kesan cahaya; tajam penglihatan adalah ukuran berapa jauh bentuk dan detail sesuatu benda dapat ditangkap. Walaupun terdapat bukti bahwa pengukuran lain lebih tetap, tajam penglihatan biasanya didefinisikan berdasakan pengertian minimum seperabik (daya pisah minimum) yaitu jarak yang paling kecil antara 2 garis yang masih memungkinkan dipisahkannya dan dapat di ditangkap sebagai 2 garis.

Baris terkecil yang dapat dibedakan oleh seseorang menunjukkan ketajaman penglihatan yang dimilikinya. Tajam penglihatan n ormal adalah 6/6. visus dihitung denganmengguankan rumus = d/D, dimana d adalah jarak antara alat dengan OP dan D adalah jarak tertentu sehingga ia dapat membaca huruf dalam satu deret yang seharusnya dapat dibaca oleh orang normal. Biasanya di atas tiap-tiap dert ditulis D = ..m. contoh bila seseorang dapat membaca huruf dalam D = 10 m, dalam jarak d = 6 m, maka visus orang tersebut 6/10.

Kelainan penglihatan warna terdapat pada penduduk umum kira-kira 8% dari laki-laki dan 0,4% dari perempuan. Beberapa kasus timbul sebagai komplikasi dari berbagai penyakit mata, tetapi sebagian besar diturunkan. Deuteranormali adalah bentuk yang paling sering ditemukan, diikuti oleh deuteranopia.

Penglihatan warna pada manusia diduga merupakan hasil kerja dari 3 jenis kerucut, dimana masing-masing jenis mengandung zat peka cahaya yang berbeda dan mempunyai kepekaan maksimum terhadap salah stu dari tiga warna dasar yaitu biru, hijau, dan merah. 3 jenis kerucut yang ada masing-masing menyerap maksimum cahaya dari bagian biru, hijau, dan kuning spektrum dimana sel kerucut dengan kepekaan maksimum untuk bagian kuning spektrum ternyata juga cukup peka terhadap cahaya merah.

Buta warna adalah kelemahan atau ketidakmampuan mengenal wrna tertentu. Istilah yang menyatakan kelemahan mengenal warna diakhiri dengan kata anomali, sedangkan istilah yang menyatakan ketidakmampuan mengenal warna diakhiri dengan kata anopia. Kata awalan prot menyatakan bahwa mata seseorang mengalami kelemahan atau ketidakmampuan untukmengenal warna merah, sedangkan dueter untuk warna hijau dan istilah trit- untuk warna kuning.

Orang mempunyai sistem 3 sel kerucut tetapi salah satunya mungkin lemah, sehingga mengalami protanomali, deuteranomali, dan tritanomali disebut trikromat. Dikromat adalah orang yang mmepunyai sistem 2 sel kerucut dapat menderita protanopia dan tritanopia. Sedangkan orang dengan monokromat hanya memiliki sistem 1 sel kerucut, sehingga henya daapt melihat warna hitam dan putih serta bayangan kelabu.

Untuk mengetahui adanya buta warna diperlukan pemeriksaan buta warna. Salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan buku pemeriksaan warna oleh Ishihara-Stilling. Buku ini berisi gambar-gambar pseudoisokromatik yang memiliki bentuk-bentuk yang terdiri dari bercak-bercak warna di atas dasar yang terdiri dari bercak-bercak yang bentuknya mirip. Bentuk-bentuk tersebut sengaja dibuat dari warna-warna yang akan tampak sama dengan dasarnya bagi orang yang buta warna.V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. VISUS (KETAJAMAN PENGLIHATAN)

NOOPVISUS ODVISUS OSVISUS ODS

1Anna6/206/206/15

Pada OP, didapatkan visusnya 6/15 yang berarti OP dapat melihat objek pada jarak 5 meter dimana orang dengan visus normal melihat pada jarak 15 meter, yang berarti kemungkinan besar OP menderita miopi.

Bila pada pemeriksaan visus didapatkan penurunan visus, maka perlu dilihat apakah gangguan ketajaman penglihatan ini disebabkan oleh kelainan oftalmologik (bukan saraf), misalnya kelainan kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi. Pemeriksaan kasar dengan menggunakan kertas berlubang kecil (pinhole) dapat memberi kesan adanya faktor refraksi dalam penurunan visus. Bila dengan menggunakan pinhole visus bertambah maka kelainan disebabkan oleh gangguan refraksi.

Salah satu gangguan refraksi adalah miopi atau nearsightedness. Miopi atau rabun jauh adalah kelainan refraksi dimana citra yang dihasilkan berada didepan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapat terjadi karena bola mata terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram.

Selain itu, visus merepresentasikan kepadatan reseptor sel kerucut di retina yang berfungsi pada penglihatan di cahaya terang dan identifikasi warna. Semakin padat reseptor sel kerucut di retina seseorang, semakin tinggi pula visusnya begitu pula sebaliknya.PERTANYAAN:P-PI.24 Mengapa jarak baca harus 6m?

Jawaban: Karena 6 m merupakan jarak minimum mata normal untuk melihat tanpa akomodasi.P-PI.25 Apabila pada pemeriksaan tersebut orang percobaan hanya mampu membaca lancar tanpa kesalahan sampai pada baris huruf yang ditandai dengan angka 30ft (9,14m), berapa kah visus mata kanan OP?

Jawaban: 6/9 (dalam meter) atau 20/30 (dalam kaki). Ini berarti mata kanan OP hanya dapat membaca suatu tulisan pada jarak 6 m dimana orang normal dapat membacanya pada jarak 9 m .P-PI.27 Apakah dasar pembuatan optotipi Snellen?

Jawaban: Dasar pembuatan optotipi Snellen adalah mata dapat mengenali suatu objek dengan membedakan dua titik yang membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap lima menit. Ketajaman normal memiliki visus 6/6 yang merupakan jarak antara subjek dengan chart. Hal ini menjelaskan jarak dimana garis yang membentuk huruf dapat dipisahkan dengan sudut penglihatan minimal 1 menit, yang dibaca pada mata tanpa kelainan refraktif dalam jarak 6m.B. PERCOBAAN DIPLOPIA

Pada awalnya OP hanya melihat satu jari yang diacungkan oleh pemeriksa dan ketika bola mata kirinya ditekan ke arah medial maka OP merasakan penglihatan rangkap dimana jari pemeriksa tampak seolah-olah ada dua.

Diplopia adalah titik disparat yang memberikan kesan rangkap. Secara umum terbagi menjadi dua yaitu diplopia binokular dan diplopia monokuler. Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda yang terjadi apabila OP melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Diplopia monokular adalah penglihatan ganda yang hanya terjadi pada satu mata. Diplopia bukan merupakan penyakit secara khusus namun gejala yang dapat terjadi pada penyakit tertentu seperti stroke, cidera kepala, tumor otak, infeksi otak, graves disease trauma atau cidera pada otot mata, kerusakan pada tulang penyangga bola mata. Katarak dan gangguan pada retina juga dapat memberikan gejala diplopia.

Pada proses penglihatan, impuls yang terbentuk di kedua retina oleh berkas cahaya dari benda akan disatukan di tingkat korteks menjadi bayangan tunggal. Titik titik di retina tempat bayangan benda harus jatuh, bila dilihat secara binokular sebagai satu benda disebut titik-titik persesuaian atau yang disebut dengan titik identik. Penglihatan rangkap atau ganda yang dirasakan oleh OP ketika mata kirinya ditekan kearah medial disebabkan oleh pergeseran fovea sentralis mata kiri sehingga bayangan di retina mata kiri tidak lagi jatuh di titik identik, menyebabkan timbulnya diplopia.

PERTANYAAN:P-PI.39 Bagaimana mekanisme terjadinya penglihatan rangkap pada percobaan diplopia?

Jawaban: Pergeseran fovea sentralis mata kiri akibat penekanan bola mata kiri ke arah medial sehingga bayangan yang ditangkap oleh retina mata kiri tidak lagi jatuh di titik persesuaian atau titik identik, menciptakan kesan penglihatan rangkap.

C. REFLEKS PUPIL

OP: ANNA

Mata kiri disinari dengan pen light:Pupil mengecil

Mata kanan disinari dengan pen light:Pupil mengecil

Hasil dari praktikum refraksi pupil saat mata kanan OP disinari dengan menggunakan pen light adalah terjadinya kontriksi pupil pada mata kanan. Hasil yang sama juga terjadi saat mata kiri yang disinari dengan pen light maka pupil juga akan kontriksi. Hasil praktikum ini menandakan kalau OP memiliki pupil yang normal, artinya memiliki kepekaan terhadap refleks cahaya langsung, refleks konsensual dan refleks akomodasi.Kontriksi pupil pada mata kanan saat disinari dengan pen light disebut dengan refleks cahaya langsung dimana saat cahaya masuk akan ditangkap oleh N. II (N. optikus) yang diteruskan ke N.III sisi tersebut. Kemudian N.III (N. okulomotorius) menginervasi m. konstriktor pupil sehingga pupil mengecil. Sedangkan kontriksi pupil pada mata kiri yang terjadi bersamaan dengan mata kanan disebut dengan refleks cahaya konsensual (cahaya tidak langsung), dimana Saat N.III (N. okulomotorius) mendapat impuls dari N.II (N. optikus), akan diteruskan juga ke N.III (N. okulomotorius) sebelahnya. Jadi itulah sebabnya kenapa pada mata yang tidak diberi cahaya pupilnya juga ikut mengecil (miosis).PERTANYAAN:

P-PI.41. Peristiwa apa yang saudara lihat disini dan bagaimana mekanismenya? (Mata Kanan)

Jawaban: Terjadi kontriksi pupil saat disinari dengan pen light yang disebut dengan refleks pupil terhadap cahaya langsung.Mekanismenya saat cahaya masuk maka cahaya akan ditangkap oleh N. II (N. optikus) yang diteruskan ke N.III sisi tersebut. Kemudian N.III (N. okulomotorius) menginervasi m. konstriktor pupil sehingga pupil mengecil.

P.PI.42. Peristiwa apa yang saudara lihat disini dan bagaimana mekanismenya? (Mata Kiri)

Jawaban: Terjadi kontraksi pupil sama seperti pada mata kanan. Kontriksi pupil yang terjadi pada mata kiri ini disebut dengan refleks cahaya konsensual (cahaya tidak langsung).Mekanismenya Saat N.III (N. okulomotorius) mendapat impuls dari N.II (N. optikus), akan diteruskan juga ke N.III (N. okulomotorius) sebelahnya. Jadi itulah sebabnya kenapa pada mata yang tidak diberi cahaya pupilnya juga ikut mengecil (miosis).

D. REAKSI MELIHAT DEKATOP: ANNAJari pemeriksa di tempatkan pada jarak m didepan OP.MATA KANANMATA KIRI

Berkonvergensi disertai dengan pupil mengecilBerkonvergensi disertai dengan pupil mengecil

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, terjadi konvergensi mata kanan kiri OP yang disertai dengan kontraksi pupil. Hal ini menandakan kalau OP memiliki mata yang normal .

Berikut mekanisme yang terjadi pada OP saat melihat benda dari jarak dekat. Lensa menempel pada otot siliaris mata oleh serat elastis yaitu zonula (ligamentum suspensorium). Sewaktu otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menjadi tegang, menimbulkan peregangan pada lensa, sehingga lensa menjadi datar dan lemah. Sewaktu otot siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium melemas dan tegangan pada lensa berkurang. Lensa kemudian dapat memulihkan bentuknya yang lebih bulat karena elastisitasnya. Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin bulat) semakin besar kekuatannya, sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat. Saat melihat dekat, selain terjadi akomodasi, juga terjadi konstriksi pupil. Rangsangan saraf parasimpatis saat melihat dekat menyebabkan kontraksi otot sirkuler pada iris sehingga menyebabkan konstriksi pupil atau (miosis).

PERTANYAAN:P-PI.43. Perubahan apa yang saudara lihat pada pupil?

Jawaban: Perubahan yang saya lihat pada pupil OP adalah terjadinya kontriksi pupil saat jari saya, saya dekatkan tepat didepan mata OP.

E. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA

Gambar bintik buta OP

Bayangan suatu benda tidak nampak pada jarak tertentu, karena pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina. Bayangan akan nampak jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina. Kejelasan mata dalam melihat benda antara orang yang satu dengan yang lain pasti berbeda. Apabila rata-rata frekuensi kecil maka kejelasan mata dalam melihat benda masih baik dan apabila rata-rata frekuensi besar maka kejelasan mata dalam melihat benda kurang baik.

Jarak bintik buta pada mata kanan dan mata kiri manusia rata-rata adalah sama. Bayangan benda tidak terlihat pada jarak tertentu, karena pembiasan cahaya dari benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina karena cahaya yang jatuh pada bagian ini tidak mengenai sel-sel batang dan kerucut sehingga tidak ada impuls yang diteruskan ke saraf optik yang akhirnya menyebabkan tidak terjadinya kesan melihat. Sebaliknya, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina, maka bayangan benda akan terlihat.Bintik buta adalah daerah tempat saraf optik meninggalkan bagian dalam bola mata dan tidak mengandung sel konus dan batang.Dalam kehiduan sehari hari kita tidak sadar bahwa ada pengaruh bintik buta, karena bintik buta merupakan bagian terkecil mata yang tidak banyak di ketahui orang umum. Hanya orang yang mendalami bidang ini saja yang menyadarinya.

Luas atau sempitnya bintik buta di pengaruhi oleh luas atau sempitnya jarak antara sel konus dengan sel batang Dan juga karena faktor jarak, jika jaraknya dekat maka bintik buta nya sempit dan jika jaraknya jauh maka luas daerahnya luas.

1. Daerah bintik butanya yang lebar berarti jarak antara sel batang dengan sel konus agak lebar

2. Daerah bintik butanya yang sempit berarti jarak antara sel batang dengan sel konusnya sempit.PERTANYAAN:

P-PI.45. Dimana letak proyeksi bintik buta terhadap gambar palang kecil dan mengapa demikian?

Jawaban: Proyeksi bintik buta adala disebelah lateral dari gambar palang.

F. BUTA WARNA ORGANIK DAN FUNGSIONAL

NAMA OPHASIL

Richa-

Keterangan:

a. (-) artinya tidak mengalami buta warna atau normal

b. (+) artinya mengalami buta warna

Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa OP tidak mengalami buta warna organik. Pada pemeriksaan tes buta warna yang dilakukan pada OP hasilnya normal atau tidak mengalami buta warna. Setelah diberikan perlakuan berupa melihat pada kertas hijau dan merah selama 10 menit, OP masih dapat mengenali gambar-gambar yang diujikan. Namun yang dirasakan OP adalah sensasi warna merah dan hijau disekelilingnya pada beberapa saat, dan susah membedakan warna hijau dan merah. Yang perlu diperhatikan saat pemeriksaaan tes buta warna adalah ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaan serta lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar maksimal 10 detik.

Buta warna terjadi karena retina penangkap cahaya tidak dapat menangkap panjang gelombang warna tertentu sehingga pasien sulit membaca atau membedakan warna. Persepsi warna merupakan respon otak atas stimulus yang diterima oleh retina.

PERTANYAAN:

P-PI.47. Bagaimana mekanisme terjadinya buta warna fungsional? Jelaskan!

Jawaban: Buta warna fungsional merupakan sensasi melihat bayangan, atau warna, atau cahaya, saat tak ada cahaya sebenarnya. Hal ini biasanya disebabkan oleh kelelahan dari sel kerucut merespon warna. Jika kita melihat warna merah dalam waktu 30 detik atau lebih, sel kerucut akan kelelahan. Ketika melihat kertas putih, maka mata kita tidak melihat warna merah, tetapi yang terlihat adalah warna komplementernya yaitu hijau. Begitu pula sebaliknya. Hal ini berhubungan dengan adaptasi sel kerucut terhadap pajanan yang diberikan.

VI. KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini dapat diketahui bahwa ketajaman penglihatan (visus) bergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensifitas dari interpretasi di otak. Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata secara keseluruhan.

Untuk menghasilkan detail penglihatan, mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea sentralis. Mata memiliki kemampuan berefraksi untuk menghasilkan bayangan yang tepat di retina. Saat melihat dekat terjadi kontraksi otot sirkuler pada iris sehingga menyebabkan konstriksi pupil atau (miosis). Pupil dapat mengalami konstriksi karena adanya rangsangan pada N.III.

Pembiasan cahaya dari suatu benda akan membentuk bayangan benda jika cahaya tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina, karena cahaya yang jatuh pada bagian ini akan mengenai sel-sel batang dan kerucut yang meneruskannya ke saraf optik dan saraf optik meneruskannya ke otak sehingga terjadi kesan melihat. Sebaliknya, bayangan suatu benda akan tidak nampak, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina.

Penglihatan manusia bersifat binocular karena adanya titik identik pada kedua retina. Selain itu, pada retina terdapat berbagai macam fotoreseptor sehingga manusia bisa melihat bermacam warna.

VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.2008.

2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2012.

PRAKTIKUM FISIOLOGI 2PENGHIDU DAN PENGECAPAN - MODUL PENGINDERAAN

I. TUJUAN1. Tujuan Umum

Memahami dasar-dasar faal sensorik melalui faal pengecapan2. Tujuan Khusus

1) Mendemonstrasikan hukum Johannes Militer pada faal pengecapan.2) Mendemonstrasikan perbedaan ambang pengecapan untuk 4 modalitas pengecapan.3) Mendemonstrasikan kemampuan intensitas kecap untuk 1 modalitas pengecapan.

II. ALAT DAN BAHAN1. Larutan berbagai rasa:

a) Manis: gula 2 sdt + air 240 ml

b) Asam : cuka 10 ml + air 10 ml

c) Asin : garam 2 sdt + air 240 ml

d) Pahit : aspirin 2 butir + air 240 ml

2. Tabung ukur

3. Lidi kapas

4. Air

III. TATA KERJALakukan percobaan ini pada satu orang percobaan (OP). Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan berkonsentrasi 100%.1. OP tidak boleh mengetahui larutan apa yang akan diletakkan pada lidahnya.

2. Buat kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan OP dapat mengecap rasa pada lidi kapas (misalnya mengangkat tangan bila dapat mengecap rasa) dan rasa apa yang ia kecap (misalnya mengangkat 1 jari untuk rasa manis, 2 jari untuk rasa asam, 3 jari untuk rasa asin, 4 jari untuk rasa pahit). Selama percobaan berlangsung, OP tidak diperkenankan berbicara atau menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut.

3. Celupkan sebuah lidi kapas ke larutan manis dan peras kelebihan larutan pada pinggir gelas.

4. Instruksikan OP untuk menjulurkan lidahnya dan letakkan lidi kapas tersebut pada semua area pengecapan di lidah.

5. Setelah setiap perlakuan, tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan tersebut dan apa rasa yang ia kecap.

6. Catatlah hasilnya di diagram lidah pada form hasil yang telah disediakan.

7. Instruksikan OP untuk berkumur dengan air.

8. Buang lidi kapas yang telah digunakan.

9. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asam.

10. Ulangi langkah nomor3-8 untuk larutan asin.

11. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan pahit.

IV. DASAR DAN TEORI

Indera penciuman terletak pada rongga hidung. Di dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut halus yang berfungsi untuk menyerap kotoran yang masuk melalui sistem pernafasan (respiratory). Selain itu, terdapat konka nasal superior, intermediet serta inferior. Pada bagian konka nasal superior terdapat akar sel-sel dan jaringan syaraf penciuman (nervus olfaktorius yang merupakan syaraf kranial pertama) yang berfungsi untuk mendeteksi bau-bauan yang masuk melalui hirupan nafas.

Tanggung jawab sistem pembau (sistem olfaction) adalah mengindikasikan molekul-molekul kimia yang dilepaskan di udara yang mengakibatkan bau. Molekul kimia diudara dapat dideteksi bila ia masuk ke reseptor olfactory epithelia melalui proses penghirupan. Manusia dapat membedakan berbagai macam bau bukan karena memiliki banyak reseptor pembau namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi (component principle). Seperti pada penglihatan, wama (hanya memiliki tiga reseptor wama dasar, namun dari komposisi yang berbeda-beda dapat dilihat wama yang bermacam-macam), organ pembau hanya memiliki tujuh reseptor, namun dapat membedakan lebih dari 600 aroma yang berbeda. Alat pembau atau sistem olfaction biasa juga disebut dengan Organon Olfaktus, dapat menerima stimulus benda-benda kimia sehingga reseptornya disebut pula chemoreceptor.

Organon olfaktus terdapat pada hidung bagian atas, yaitu pada concha superior dan membran ini hanya menerimarangsang benda-benda yang dapat menguap dan berwujud gas. Bagian-bagiannya adalah sebagai berikut:

a. Concha Superiorb. Concha Medialisc. Concha Inferiord. Septum nasi (sekat hidung)

Concha-concha tersebut adalah dari tulang, ditutupi oleh selaput lender yang mengandung penuh pembuluh, pembuluh darah dan dapat membesar. Gunanya untuk memanasi hawa yang akan masuk ke paru-paru.

Reseptor organon olfactory terdapat di bagian atas hidung, menempel pada lapisan jaringan yang diselaputi lendir dan disebut olfactory muscosa. Selaput lendir tersebut berfungsi untuk melembabkan udara. Pada bagian tersebut juga terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring debu dan kotoran.

Benda kimia yang dapat menstimulasi sel saraf dalam hidung adalah substansi yang dapat larut dalam zat cair (lendir) yang terdapat pada cilia yang menutupi sel tersebut. Makin berbau suatu substansi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa makin banyak molekul yang dapat larut dalam air dan lemak (konsentrasi penguapannya tinggi).

Reseptor olfaktori hanya mampu berfungsi selama 35 hari. Bila mati, baik karena sebab yang alami, maupun karena kerusakan fisik, maka reseptor tersebut akan digantikan oleh reseptor-reseptor baru yang axonnya akan berkembang ke lapisan olfactory bulbs yang akan dituju, dan bila telah sampai pada lapisan yang dimaksud, mereka akan memulihkan koneksi sinapsis yang terputus.

Anatomi dan fisiologi penafasan bagian atas yaitu:

1. Rongga Hidung, terdiri atas :

a. Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi.

b. Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar karena strukturnya yang berlapis.

c. Sel silia yang berperan untuk melemparkan benda asing ke luar dalam usaha untuk membersihkan jalan napas.

d. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum.

2. FaringFaring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada laring pada dasar tengkorak.3. LaringLaring tersusun atas 9 Cartilago (6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar). Terbesar adalah Kartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple, dan di dalam cartilago ini ada pita suara. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas bawah dari benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:

a. Epiglotis : daun katup kartilago yang dapat menutup saat proses menelan.

b. Glotisc. Kartilago ThyroidV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN INDERA PENGECAPAN

RASAHASIL

1. Manis

2. Asam

3. Asin

4. Pahit +

+++

Reseptor yang terdapat pada pengecapan dan penghidu adalah kemoreseptor. Kemoreseptor untuk sensasi pengecapan terkemas dalam papil-papil pengecapan (bud taste). Hanya zat kimia dalam larutan, baik cairan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan reseptor. Pengikatan suatu zat kimia dengan sel reseptor menyebabkan perubahan saluran-saluran ion dan menimbulkan depolarisasi potensial reseptor. Potensial reseptor ini kemudian memulai potensial aksi di ujung-ujung terminal serat saraf aferen yang bersinaps dengan reseptor tersebut yang akan menimbulkan impuls saraf yang memberi sinyal adanya zat kimia yang bersangkutan. Jalur sensorik pengecapan memiliki dua rute, satu ke sistem limbik untuk pengolahan emosional dan perilaku dan satu lagi ke korteks melalui talamus untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus.

Pembagian tugas (area) dari masing-masing lidah adalah pada ujung lidah bertugas untuk mengecap rasa manis, dibelakang ujung lidah bertugas mengecap rasa asam, pada pinggir-pinggir lidah bertugas untuk mengecap rasa asin, dan pada pangkal lidah bertugas untuk mengecap rasa pahit.Pada praktikum, peletakkan lidi kapas diletakkan pada semua area pengecapan di lidah dan didapati hasil positif (+) pada OP yang berarti OP dapat mengecap rasa dari keempat macam larutan yang diberikan. Kita dapat membedakan ribuan sensasi pengecapan yang berlainan, namun semua rasa tersebut adalah berbagai kombinasi dari empat rasa utama : asin, asam (kecut), manis, dan pahit. Rasa asin dirangsang oleh garam-garam kimiawi, terutama NaCl (garam dapur). Asam menimbulkan rasa masam. Kandungan asam sitrat pada jeruk, misalnya, menimbulkan rasa aasam yang khas. Sensasi rasa manis dicetuskan oleh konfigurasi khas glukosa. Molekul-molekul organik lain dengan struktur serupa juga dapat berinteraksi dengan tempat pengikatan reseptor manis. Golongan alkaloid (misalnya kafein, nikotin, striknin, morfin, dan turunan tumbuhan toksik lainnya) atau zat-zat beracun menimbulkan rasa pahit, mungkin segabai mekanisme protektif untuk menghindari ingesti senyawa-senyawa yang memiliki potensi berbahaya. Hasil dari praktikum ini memperlihatkan indera pengecapan OP berfungsi dan memberikan tanggapan terhadap rasa yang diberikan.

VI. KESIMPULAN

Pengecapan merupakan fungsi utama dari taste buds, tetapi indera penghidu pun sangat berperan dalam persepsi pengecapan. Organ pengecapan memiliki reseptor pengecap berupa kemoreseptor yang terdapat pada papil lidah, yang dapat berikatan dengan zat kimia sehingga menimbulkan impuls saraf lalu diteruskan ke sistem limbik (pengolahan emosional dan perilaku) dan ke korteks melalui talamus (persepsi sadar dan diskrimansi halus). VII. DAFTAR PUSTAKA

1. http://ps-lanjut.lab.gunadarma.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Indera-Penciuman-dan-Indera-Pengecap.pdf2. Anonim. 2012. Lokasi dan sensasi Reseptor pengecap. http://kholishin-kloning.com3. Anonim. 2013. Sensasi Reseptor pengecap. http://cocoexperiment.comPRAKTIKUM FISIOLOGI 3

GANGGUAN PENGINDERAAN FISIOLOGI SIKAP, KESEIMBANGAN DAN PENDEGARANI. TUJUAN

1. Tujuan umum:

1) Memahami peran mata dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.2) Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.3) Memahami dasar dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garputala ( penala ) dan interpretasinya.

2. Tujuan khusus:

1) Menjelaskan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh.2) Mendemonstrasikan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh.3) Menjelaskan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh.4) Mendemonstrasikan pengaruh aliran endolimfe pada krista ampularis dengan menggunakan model kanalis semisirkularis.5) Mendemostrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh dengan menggunakan kursi Barany.6) Menjelaskan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran.

7) Menjelaskan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendegaran.

8) Mendemonstrasikan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garputala.

9) Mendemonstrasikan gangguan hantaran udara pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garputala.

10) Menjelaskan kesimpulan hasil 3 cara pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan garputala.

II. DASAR TEORI

A. Pendengaran

Pitch dan Loudnes. Suara yang dibedakan tekanannya berkolerasi dengan gelombang sinus. Suara semacam itu disebut nada murni (pure tone). Siklus gelombang menuju kompresi dan ekspansi udara seperti suara geombang yang selalu bergerak. Kedua karakteristik utama gelombang seperti itu adalah frekuensi dan amplitudo. Frekuensi diukur dengan jumlah getaran perdetik; yaitu beberapa kali perdetik sampai siklus gelombang suara diulang. Unit Hertz (singkatan Hz) digunakan untuk menunjukkan sikus perderik; yaitu suatu siklus perdetik sama dengan satu Hz. Amplitudo berhubungan dengan jumlah kompresi dan ekspansi udara, seperti digambarkan oleh panjangnya gelombang dimulai dari puncak sampai dasar kurva.

Frekuensi gelombang suara pada dasarnya merupakan penyebab dari apa yang kita alami sebagai pitch (tingkatan nada). Namun pitch sebuah nada dapat juga dipengaruhi oleh intensitas. Jadi, 'pitch' pun hanya terkait pada satu atribusi fisik stimulus. Demikian pula, 'loudness' (kerasnya suara) berkolerasi dengan kuat pada amplitudo gelmbang atau intensitas suara. Namun demikian, gelombang suara berfrekuensi rendah yang mempunyai amplitudo sama dengan suara berfrekuensi tinggi tidak selalu menghasilkan suara yang sama keras.Manusia dapat mendengar frekuensi anrata 20- 20.000 Hz. Hal diatas dapat kita buktikan pada bunyi piano yang menghasilkan frekuensi dari lebih kurang 27 sampai 4.200 Hz. Tida semua species dapat mendengar dengan rentang frekuensi yang sama, sebagai contoh peluit untuk memanggil anjing yang menggunaka nada terlalu tingi frekuensinya bagi telinga

Kita semua mengetahui, perbedaan antara suara yang keras dan suara yang lemah, akan tetapi menentukan nilai sekala intensitas tidaklah mudah. Para alhi dari the Bell Telephone Laboratories telah memformasi nit yang mudah untuk mengubah tekanan fisik pada gendang pendengaran menjadi skala yang dapat dimengerti. Unit ini disebut decibel yang disingkat db, yang artinya sepersepuluh bel, sesuai dengan nama penemunya Alexander Graham Bell. Perkiraan kasar tentang apa yang diukur decibel ditentukan oleh skala suara yang dikenal yang diperlihatkan. Kira-kira pada 120 db, intensitas suara menyakitkan telinga; kerasnya suara percakapan normal lebih kurang 60db. Mendengarkan suara dengan intensitas 90db ke atas dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketulian total. Beberapa musikus rock contohnya, dapat menderita kerusahan pendengaran yang serius. Para petugas landasan terbang dan operator mesin tekanan angin menggunakan peredam telinga untuk melindungi diri dari kerusakan telinga. Ambang suara untuk mendengarkan suara yang berbeda-beda tergantung dari frekuensi stimulus. Decibel-deciel nol secara ambangditentukan sebagai ambang mutlak untuk mendengar dengan nada 1.000 Hz. Nada antara 800-6.000 Hz membubuhkan kurang dari 10 db untuk mencapai ambang, sedangkan nada- nada dibawah 100 Hz atau lebih besar dari 15.000 Hz membutuhkan 40db atau lebih untuk mencapai ambang.

a. Suara KompeksSeperti juga dengan warna-warna yang kita lihat, jarang yang merupakan corak nada murni yang dihasilkan oleh sebuah panji gelombang tunggal, begitu pula suara yang kita dengar jarang merupakan nada murni yang dihasilkan oleh suara gelombang suara dari frekuensi tunggal. Misalnya memukul nada C tengah pada piano tidak hanya akan menghasilkan nada dasar 262 Hz, tetapi juga menghasilkan tambahan beberapa nada lain (OVER TONES), yang bermacam-macam dari frekuensi itu. Over tones terjadi karena ketika senar piano brgerak tidak hanya bergetar secara keseluruhan yang menghasilkan nada dasar 262 Hz, tetapi juga bergetar untuk setengahnya, sepertiganya, seperempatnya, seperlimanya, dan sebagainya, yang setiap getarannya menghasilkan frekuensinya sendiri. Bunyi yang terdiri dari sebuah nada dasar ditambah over tones mempunyai pitch yang dominan sesuai dengan nada dasar. Pitch sesai dengan over tones biasanya tidak terdengar, walau pitch yang lebih rendah pin dapat terdengarjika kita dengarkan benar-benar. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa not-not yang sama pada piano dan terompet menghasilkan bunyi yang berbeda? Bunyi dari saru alat musik akan berbeda dengan lat musik lainnya disebabkan karena julah over tones yang dihasilkan. Sebab yang lain ialah konstruksi lat musik yang berbeda-beda memperkuat (menggemakan) over tones tertentu dan mematikan over tones yang lain. Kualitas persepsi yang berhubungan dengan pola over tones ini disebut timbre (warna bunyi). Warna bunyi inilah yang menunjukkan pada kita apakah nada itu dihasilkan dari piano atau klarinet. Jia semua over tones dihilangkan dengan penggunaan sarinan suara, maka akan sulit menentukan alat msik apa yang sedang dimainkan. Nada sebuah alat musik mempunyai bentuk gelombang yang komleks, yang hanya mempertahankan puncak-puncak dan palung-palung yang akan menentukan pitch dasar; titik-titi tinggi dan rendahya sama, akan tetapi gelombang itu bergerigi atau tidak rata.

Fenomena penting dari persepsi pitch ialah bila sebuah bunyi yang hanya terdiri dari over tones nada dasar (sedangkan nada dasarnya sendiri tidak ada), pitch yang lebih dominan terdengar adalah pitch yang masih sesuai dengan pitch dasarnya. Pitch di sebut pitch yang hilang dasarnya (missin fundamental). Hal ini merupak topik pembicaraan penting dalam perdebatan teoritis tentang persepsi pitch. Jika kita membandingkan dimensi psikologi warna dan nada, kira-kira akan terdapat hubungan sebagai berikut :

Hue (corak nada)--- Pitch (tingkat nada) Brightness (terangna suara)--- Loudness (kerasnya nada) Saturation (kejenuhan/saturasi)--- Timbre (warna nada)Hue dan pitch merupakan fungsi-fungsi frekuensi gelombang, brightness dan loudness merupakan fungsi-fungsi amplitudo; saturation dan timbre merupakan suatu hasil campuran. Tetapi perlu diingat bahwa hal ini hanya sekedar merupakan analogi dan seperti semua analogi, biasanya terbatas.Apa yang terjadi bila dua nada diperdengarkan bersamaan? Tidak ada percobaan yang menunjukkan bahwa hal ini merupakan analogi percampuran warna. Percampuran dua nada tidak pernah menghasilkan bunyi yang betul-betul serupa. Jika dua nada murni yang telah cukup dipisahkan dalam frekuensi, kedua pitch terdengar secara simultan sebagai sebuah paduan nada. Jika dua nada tersebut saling berdekatan, pitch masing-masing tidak akan terdengar dan bunyi yang dihasilkancenderung akan menjadi tidak selaras (dissonant). Faktor-faktor utama yang menentukan bagaimana selarasnya (contsonant)not-not musik bila dimainkan bersama adalah pemberian jarak (spacing) pada over tones-nya. (Roederer 1975). Faktor kultural juga memainkan peran dalam penentuan bunyi yang bagaimana yang dinamakan selaras.

Noise adalah bunyi yang tersusun dari banyaknya frekuensi yang tidak mempunyai hubungan yang harmonis antara satu dengan yang lain. Para ali akustik kadang- kadang bericara tentang bunyi murni (white noise) bilamana menggambarkan suatu bunyi yang tersusun dari semua frekuensi dalam spektrum suatu tinggat energi atau loundness yang kurang lebih sama. Bunyi murni dianalogikan pada cahaya putih, yang terdiri dari semua frekuensi dalam spektum cahaya. Bunyi saluran TV yang kosong atau pancuran air dikamar mandi mendekati suara bunyi murni. Suara noise dengan energi yang terpusat pada kumpulan-kumpulan frekuensi tertentu dapat mempunyai suatu pitch yang khas. Misalnya, kita padat menggunakan istilah musik bass untuk menandai bunyi sebuah drum, walau suara drum lebih menyerupai kegaduhan dari pada suara yang bernada.b. Nada murniKetika garputala bergetar, terdapat urutan gelombang komprensi dan ekspansi. Jika gapura tala membuat 100 kali getaran perdetik, maka akan terdapat gelombang suara dengan 100 komprensi perdetik (yaitu, 100 Hz). Bunyi yang tekanannya terkorelasi dengan gelombang sinus disebut nada murni, bentuk gelombang bunyi apapun (tidak peduli betapa kompleksnya) dapat dipecah menjadi serangkaian gelombang sinus yang berbeda dengan amplitudo yang sesuai. Bila gelombang sinus tersebut dirambahkan lagi, hasilnya akan sama dengan bentuk gelombang aslinya.

c. Melihat Sinyal SuaraDengan menggunakan Oscilloscope kita dapat melihat gelombang suara. Getaran molekul udara dalam suatu gelombang suara dapat ditagkap oleh sebuah mikrifon. Gerakan ini diubah oleh microfon menjadi arus listrik. Oscilloscope merubah arus itu menjadi gambar yang bergerak dilayar. Gambar Oscilloscope itu merupakan grafik yang menunjukkan bagaimana tekanan berubah sesuai dengan waktu.

d. Skala DecibelLoundness (kekerasan suara) dan beberapa suara yang sudah dikenal diskalakan dalam decibel. Lepas landasnya roket Saturn V ke bulan yang diukur pada alas peluncurannya kurang lebih 180 db. Untuk tikus- tikus percobaan, skala suara 150 db dalam waktu yang cukup lama menyebabkan kematian. Bahkan band-band rock dapat menimbulkan bunyi dengan 120 db atau lebih yang menyebebkan kerusakan pendengaran permanen.

Aerotymponal adalah penghantar suara melalui udara, sedangkan Craniotymponal adalah penghantar suara melalui tulang. Pada orang tua elastisitas membran thympani berkurang, sehingga terkadang indera pendengarannya kurang berfungsi dengan baik. Membran thmpani menghantarkan maleus, incus, stapes sehingga terdengar suara.

Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang tengkorak ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanan suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian sumbat telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini.

Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga manusia sebagai suatu informasi yang berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh telinga kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran untuk suara tertentu adalah tekanan suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristik suara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 24 mendengar suara tersebut (melalui earphone, pengeras suara, dsb), dan pada titik mana suara itu diukur (saat mau masuk ke liang telinga, di udara terbuka, dsb). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah 2 sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.

Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi dan bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara secara umum dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung menggunakan pita suara 2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang dapat menggambarkan respon telinga terhadap suara yang didengar.

Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara adalah masking. Masking adalah suatu proses di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk suara masking tersebut.B. Keseimbangan

Gangguan keseimbangan dapat diakibatkan oleh gangguan yang mempengaruhi vestibular pathway, serebelum atau sensory pathway pada medula spinalis atau nervus perifer.Gangguan keseimbangan dapat menimbulkan satu atau keduanya dari dua tanda kardinal: vertigo suatu ilusi tubuh atau pergerakan lingkungan, atau ataxia inkoordinasi tungkai atau langkah.

Hemoragik serebelar dan infark menghasilkan gangguan keseimbangan yang membutuhkan diagnosis segera, karena evakuasi operasi dari hematoma atau infark dapat mencegah kematian karena kompresi otak

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian- bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum.

Gangguan keseimbangan dihasilkan dari penyakit yang mempengaruhi sentral atau pathway vestibular perifer, serebelum atau sensori pathway yang terlibat dalam proprioceptif. Sebagai gangguan biasanya menunjukkan satu atau dua masalah klinik: vertigo atau ataksia.

Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90 satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.

Observasi berdiri dan melangkah sangat membantu dalam membedakan antara serebelar, vestibular dan ataksia sensorius. Pada beberapa pasien ataksia, berdiri dan melangkah dengan dasar melebar dan tidak stabil, sering dihubungkan dengan pergerakan terhuyung-huyung atau tiba-tiba.

Pasien ataksia yang diminta berdiri dengan kedua kaki bersamaan dapat memperlihatkan keengganan atau ketidak mampuan untuk melakukannya. Dengan desakan persisten, pasien secara berangsur-angsur bergerak dengan kaki saling medekat tapi akan meninggalkan ruang antar keduanya. Pasien dengan ataksia sensorik dan beberapa dengan ataksia vesetibular, meskipun pada akhirnya mampu untuk berdiri dengan kedua kakinya, kompensasi terhadap kehilangan satu sumber input sensorius (proprioceptif atau labyrintin) dengan yang mekanisme lain (yaitu visual). Kompensasi ini diperlihatkan pada saat pasien menutup mata, mengeliminasi isyarat visual. Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan tidak stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda Romberg). Dengan lesi vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi. Pasien dengan ataksi serebelar tidak mampu mengadakan kompensasi terhadap defisit dengan menggunakan input visual dan ketidak mampuan pada tungkai mereka apakah pada saat mata tertutup ataupun terbuka.

Langkah terlihat dalam ataksia serebelar dengan dasar-luas, sering dengan keadaan terhuyung-huyung dan dapat diduga sedang mabuk. Osilasi kepala dan trunkus (titubasi) dapat juga ada. Jika lesi hemisfer serebelar unilateral yang bertanggung jawab, maka kecenderungan yang terjadi adalah deviasi kearah sisi lesi saat pasien mencoba untuk berjalan pada garis lurus atau lingkaran atau berbaris pada tempat dengan mata tertutup. Langkah tandem (tumit ke jari kaki).Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem rendah. Sebagai tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat kaki tinggi dari tanah dan membanting kebawah dengan kuat (steppage gait) karena kerusakan proprioceptif. Stabilitas dapat diperbaiki secara dramatikal dengan membiarkan pasien menggunakan tongkat atau sedikit mengistirahatkan tangan pada lengan pemeriksa untuk sokongan. Jika pasien dapat berjalan dalam gelap atau dengan mata tertutup, gait lebih banyak lagi dipengaruhi.Gait ataksia dapat juga menjadi manifestasi dari gangguan konversi (gangguan konversi dengan gejala motorik atau difisit) atau malinggering. Membedakannya sangat sulit, isolasi gait ataksia tanpa ataksia dari tungkai pasien dapat dihasilkan oleh penyakit yang mempengaruhi vermis serebelar superior. Observasi yang sangat membantu dalam mengidentifikasi fakta gait ataksia yang dapat menyebabkan ketidak stabilan pada pasien dengan langkah terhuyung-huyung, dapat mengalami perbaikan dalam kemampuan mereka tanpa jatuh. Perbaikan keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan fungsi keseimbangan yang sempurna.

III. ALAT DAN BAHAN

1. Model kanalis semisirkularis

2. Tongkat atau statif yang panjang

3. Kursi Barany

4. Penala berfrekuensi 512

5. Kapas

6. Audiogram

IV. TATA KERJA

A. PRAKTIKUM KESEIMBANGAN I. Model Kanalis Semisirkularis

1) Mempelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi setiap kanalis semisirkularis.

2) Mempelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan perubahan posisi krista ampularis.

II. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis.1) OP (Orang Percobaan), dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30, berputar sambil berpegangan pada tongkat, menurut arah jarum jam sebanyak 10 kali dalam 30 detik. Kemudian OP berhenti dan berjalan dengan mata terbuka.

2) Ulangi percobaan no.1 dengan berputar menurut arah berlawanan dengan jarum jam.

III. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan.1) OP berjalan mengikuti suatu garis lurus dengan mata terbuka.

2) Ulangi percobaan no.1 dengan mata tertutup.

3) Ulangi percobaan no.1 dan 2 dengan:

Kepala dimiringkan ke kiri

Kepala dimiringkan ke kanan

IV. Percobaan dengan kursi Barany

a. Nistagmus

1) OP duduk di kursi Barany dengan mata tertutup dan menundukkan kepalanya 30 ke depan, lalu putar kursi sebanyak 10 kali dalam 30 detik.

2) Menghentikan putaran kursi dan membuka mata OP.

3) Pemeriksa memperhatikan adanya nistagmus.

b. Tes Penyimpangan penunjukan

1) OP duduk di kursi barany dan pemeriksa tepat di depan OP. OP meluruskan lengan kanan nya sehingga dapat menyentuh jari tangan pemeriksa.

2) Lalu OP dengan menundukkan kepala 30 ke depan diputar bersama kursi Barany sebanyak 10 kali selama 20 detik.

3) Kemudian hentikan putaran kursi, buka mata OP. Dan perintahkan untuk melakukan percobaan 1.

c. Tes Jatuh

1) OP duduk di kursi Barany dengan menutup mata serta dengan posisi kepala menunduk 120, lalu putar kursi sebanyak 10 kali selama 20 detik.

2) Hentikan putaran kursi, dan mengintruksikan OP untuk kembali menegakkan badannya.

3) Perhatikan kemana OP akan jatuh dan menanyakan kepada OP kemana rasanya dia akan jatuh.

4) Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan

a) Memiringkan kepala kearah bahu 90.

b) Menengadahkan kepala ke belakang 60.

5) Menghubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada kanalis semisirkularis yang terangsang.

d. Kesan ( Sensasi )

1) OP duduk di kursi Barany dengan menutup kedua matanya.

2) Putar kursi ke kanan dengan kecepatan yang semakin lama semakin cepat dan kemudian kurangi kecepatan secara berangsur-angsur sampai berhenti.

3) Menanyakan kepada OP :

a) Sewaktu kecepatan putar masih bertambah

b) Sewaktu kecepatan menetap

c) Sewaktu kecepatan dikurangi

d) Sewaktu kursih dihentikan

B. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPUTALAI. Cara Rinne

II. Cara Weber

1) Pemeriksa menggetarkan penala yang berfrekuensi 512 seperti pada percobaan Rinne sebelumnya.

2) Menekan ujung tangkai peala pada dahi OP di garis median

3) Menanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.

III. Cara Schwabach1. Pemeriksa menggetarkan penala 512.2.Menekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP. Dan memerintahkan kepada OP untuk mengancungkan jarinya pada saat degungan bunyi menghilang.

3. Pada saat itu juga pemeriksa memindahkan penala ke prosesus mastoideus sendiri.

- Bila dengungan penala masih dapat di dengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach Memendek.

- Bila dengungan penala tidak dapat terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah normal atau Schwabach Memanjang.

4.Untuk memastikan uji shcwabah normal atau memanjang dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagai berikut:- Penala yang telah digetarkan, ujungnya diletakkan di prosesus mastoideus pemriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan.- Kemudian ujung tangkai penala diletakkan di prosesus matoideus OP.- Bila dengungan masih didengar OP, hasil pemeriksaan schwabach memanjang,- Bila dengungan juga tidak dapat didengar oleh OP, tes schwabach normal.V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PRAKTIKUM KESEIMBANGANI. Model Kanalis Semisirkularis

Pada praktikum kali ini model kanalis semisirkularis tidak dilengkap dengan cairan di dalam kanal sehingga hasil pengamatan aliran endolimfe tidak dilaporkan. Namun pembahasan mengenai kanalis semisirkularis dibahas pada pembahasan.

II. Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis

Setelah OP diputar menurut arah jarum jam, OP tidak bisa berjalan lurus ke depan. Arah jalan OP menyimpang ke kanan.

III. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal Terhadap Keseimbangan Badan

PERLAKUANHASIL

Berjalan lurus dengan mata terbukaOP dapat berjalan lurus tanpa kesulitan

Berjalan lurus dengan mata tertutupOP dapat berjalan lurus namun sedikit sulit

Berjalan dengan kepala miring ke kiri + mata ditutupOP cenderung berjalan ke kiri

Berjalan dengan kepala miring ke kanan + mata ditutupOP cenderung berjalan ke kanan

IV. Percobaan Dengan Kursi Barany

a. Nistagmus

Setelah pemutaran ke kanan mata OP akan terlempar ke arah kanan (komponen lambat) dan mata OP berusaha kembali ke arah tengah berlawanan dengan arah rotasi (komponen cepat).

b. Tes penyimpangan penunjukan (Past pointing test of barany)Setelah putaran dihentikan dan mata OP dibuka, OP berusaha menyentuh tangan pemeriksa yang ada di depannya, namun OP mengalami kesulitan dan tangannya cenderung tertarik ke kanan. Namun setelah beberapa saat, OP sudah bisa menyentuh tangan pemeriksa.c. Tes jatuh

PERLAKUANHASIL

Kepala OP ditundukan 120o terhadap sumbu tegakOP akan cenderung jatuh ke kiri karena seolah-olah menghidari jurang yang ada di sebelah kanannya.

Kepala OP dimiringkan ke arah bahu kanan dengan sudut 90oOP cenderung jatuh ke belakang karena seolah-olah menghindari jurang yang ada di depannya.

Kepala OP ditengadahkan ke belakang hingga membentuk sudut 60oOP cenderung jatuh ke kiri karena seolah-olah ada jurang di sebelah kanannya.

d. Kesan (sensasi)

PERLAKUANHASIL

Kecepatan putar bertambahOP merasa arah perputarannya berlawanan arah (ke kiri) dengan arah putar sesungguhnya (ke kanan).

Kecepatan putar menetapOP merasa tidak berputar.

Kecepatan putar diperlambat OP merasa arah putarannya searah dengan putaran sesungguhnya.

Putaran dihentikanOP merasa masih berputar dengan arah putaran sesungguhnya.

B. PEMERIKSAAN PENDENGARAN

ORANG PERCOBAANCARA RINNE

Telinga (Penala digetarkan pada prosessus mastoideus)Telinga (Penala digetarkan lewat udara)

KANANKIRIKANANKIRI

OP++++

PERLAKUANCARA WEBERINTERPRETASI

Penala diletakkan di garis median dahi

LATERALISASI KANANLATERALISASI KIRI

Telinga tidak disumbat--bunyi sama kuat di kedua telinga

Telinga kanan disumbat+-Bunyi lebih kuat di sebelah kanan

Telinga kiri disumbat-+Bunyi lebih kuat di sebelah kiri

PEMERIKSAAN SCHWABACH

PROSESUS MASTOIDEUS OPPROSESUS MASTOIDEUS PEMERIKSAINTERPRETASI

BerhentiBerhentiNormal/Memanjang

PEMERIKSAAN LANJUTAN

PROSESUS MASTOIDEUS PEMERIKSAPROSESUS MASTOIDEUS OPINTERPRETASI

BerhentiBerhentiNormal

PEMBAHASANA. PEMERIKSAAN KESEIMBANGANI. Model Kanalis Semisirkularis

Berdasarkan ilustrasi gambar tersebut di atas, berbagai gerakan kepala akan mempengaruhi gerakan aliran endolimfe. Bila kepala ditundukan 30o maka aliran endolimfe akan masuk ke kanalis semisirkularis anterior dan kanalis semisirkularis lateral berada pada bidang horizontal. Sewaktu kepala diputar atau ditengokan ke kanan atau kiri dalam posisi tegak, aliran endolimfe masuk ke kanalis semisirkularis lateralis dan bila kepala dimiringkan ke kanan dan kiri maka aliran endolimfe akan masuk ke kanalis semisirkularis posterior dan kanalis semisirkularis anterior berada pada bidang horizontal.

Sistem kanalis semisirkularis di kepala merupakan cerminan satu sama lain, yaitu antara bagian kanan dan kiri. Oleh sebab itu bila kepala diputar ke sebelah kiri aliran endolimfe akan menggerakan kupula krista ampularis di sebelah kiri untuk meningkatkan aktivitas nervus vestibularis sedangkan di sebelah kanan aliran endolimfe akan menghambat aktivias nervus.

Bila pemutaran dilakukan, pada saat pertama kali akan terlihat aliran endolimfe berlawanan dengan arah putaran. Aliran endolimfe akan menyebabkan kupula (bagian dari krista ampularis) melekuk. Keadaan ini akan menyebabkan sel-sel rambut mengalami depolarisasi (bila stereosilia menekuk ke arah kinosilium) atau hiperlolarisasi (bila stereosilia menekuk menjauhi kinosilium). Sel rambut membentuk akson dengan nervus vestibularis. Depolarisasi akan menyebabkan peningkatan frekuensi lepas muatan sedangkan hiperpolarisasi akan mengurangi pelepasan neurotransmiter.II. Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis

Kepala OP ditundukan 30o ke depan agar cairan endolimfe masuk ke kanalis anterior dan kanalis semisirkularis lateralis berada pada bidang horizontal. Dalam keadaan ini sumbu kanalis semisirkularis horizontal menjadi poros rotasi. Akibatnya, sesudah dilakukan pemutaran ke arah kanan OP menjadi berjalan dengan deviasi ke kanan pada waktu OP diminta untuk berjalan lurus. Hal timbul karena setelah dihentikan pemutaran kupula akan melekuk searah dengan putaran (ke kanan) sehingga OP akan berjalan ke arah kanan.

III. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal Terhadap Keseimbangan Badan

Dalam sistem keseimbangan tiga komponen yang berperan yaitu penglihatan, organ propoiseptor dan organ keseimbangan (vestibularis). Bila ketiga sistem tersebut dalam keadaan normal maka proses keseimbangan akan berjalan dengan baik. Hal ini dapat menjelaskan mengapa saat mata dibuka OP dapat berjalan lurus dengan sempurna, OP sedikit kesulitan saat berjalan lurus dengan mata ditutup, OP berjalan ke arah kiri saat kepala dimiringkan ke sebelah kiri karena sistem keseimbangan menganggap posisi tubuh cenderung ke bagian kiri dan OP cenderung berjalan ke arah kanan saat kepala dimiringkan ke arah kanan. IV. Percobaan Dengan Kursi Barany

a. Nistagmus

Nistagmus adalah gerakan menyentak khas pada mata yang tampak pada awal dan akhir periode rotasi. Gerakan ini sebenarnya merupakan refleks untuk mempertahankan fiksasi penglihatan di titik-titik yang diam dimana tubuh bergerak.

Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan dengan arah rotasi, untuk mempertahankan fiksasi penglihatan (refleks vestibulo-okular, VOR). Komponen lambat dicetuskan oleh impuls dari labirin, sedangkan komponen cepat dicetuskan oleh pusat di batang otak.

Arah gerakan mata pada nistagmus dinyatakan oleh arah komponen cepat. Arah komponen cepat pada saat rotasi sama dengan arah rotasi, namun arah komponen cepat nistagmus pascarotasi seperti yang dilakukan pada praktikum, berlawanan arah. Sehingga komponen cepat mata mengarah ke kiri dan komponen lambat mata mengarah ke kanan (rotasi dilakukan ke arah kanan). Hal ini dapat terjadi karena adanya VOR untuk menstabilkan gambar pada retina selama kepala digerakkan dengan memproduksi gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala, sehingga mempertahankan gambar untuk tetap berada di pusat bidang visual.

b. Tes penyimpangan penunjukan (Past pointing test of barany)Setelah dilakukan pemutaran OP tidak dapat menunjuk jari pemeriksa dengan tepat. Hal ini dakibatkan proses pemutaran menyebabkan perubahan pada sistem vestibularis dan juga mempengaruhi penglihatan dan gerakan tubuh OP sehingga keseimbangan OP terganggu untuk sementara waktu. Namun setelah beberapa saat OP dapat kembali menunjuk jari pemeriksa dengan benar karena sistem kesiembangan sudah kembali ke keadaan normal.

c. Tes jatuh

Tujuan dari mengubah posisi kepala saat pemutaran adalah untuk mengetahui posisi kanalis semisirkularis dan aliran endolimfenya.

Saat kepala ditundukan ke depan dengan sudut 120o dan ditengadahkan ke belakang membentuk sudut 60o, kanalis semisirkularis posterior berada pada posisi horizontal. Akibatnya bila putaran dihentikan dan kepala ditegakkan, aliran endolimfe akan menekukan kupula ke arah rotasi sehingga OP merasa seolah-olah terdapat jurang pada sisi kanannya. Akibatnya tubuh akan jatuh ke sisi kiri untuk menyeimbangkan hal tersebut.

Saat kepala di miringkan ke sisi kanan dengan sudut 90o kanalis semisirkularis anterior akan berada pada bidang horizontal, menjadi sumbu rotasi (bagian ini yang akan terangsang). Akibatnya, setelah pemutaran dihentikan, OP akan menjatuhkan dirinya ke belakang. Saat itu OP merasa ada jurang di depannya. Dalam keadaan tegak, kanalis semisirkularis anterior berespon terhadap gerakan kepala menunduk atau menengadah, sehingga bila bagian kanal ini dijadikan poros putaran, perasaan yang akan dialami OP bila dilakukan pemutaran seperti tersebut di atas.

Arah jatuhnya tubuh OP berlawanan dengan arah putar endolimfe di dalam kanalis semisirkularis yang menjadi poros rotasi. Hal ini merupakan mekanisme bentuk kompensasi dan keterkaitan antara sistem vestibular dan propioseptor.d. Kesan (Sensasi)

Saat pertama kali berputar aliran endolimfe akan mengalir berlawanan arah dengan arah putar sehingga kupula bergerak sesuai dengan arah endolimfe. Dengan demikian OP merasa arah putaran pada saat pertama kali berlawanan arah dengan arah [utar sesungguhnya. Bila kecepatan putar menetap sehingga tak ada percepatan yang dihasilkan, kupula akan kembali ke posisi normal sehingga OP merasa tidak ada perputaran yang terjadi. Saat kecepatan mulai diturunkan (deselerasi) cairan endolimfe akan mengalir searah dengan arah putar sehingga kupula akan melekuk ke arah putar. Hal ini menjelaskan mengapa pada saat kecepatan putar diturunkan OP merasa berputar ke arah putaran sesungguhnya. Kupula membutuhkan waktu sekitar 25-30 detik untuk kembali ke posisi normal setelah melekuk hal ini menjelaskan mengapa OP masih merasa berputar pada saat putaran telah dihentikan.B. PEMERIKSAAN PENDENGARANPada percobaan Rinne hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa dibandingkan. Saat penala digetarkan,pada prosessus mastoideus, terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan pada orang percobaan. Begitu pula saat digetarkan di udara, tanpa menyentuh prosessus mastoideus, suara dengungan terdengar jelas. Pada Orang Percobaan didapatkan semua hasil positif yaitu masih mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal berarti fungsi pendengaran masih berfungsi dengan baik.

Cara Weber ini bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kerja pemeriksaan ini telah di jelaskan di atas. Interpretasi dari hasil pemeriksaan weber ini adalah jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut, biasanya terjadi pada keadaan tuli konduktif atau saat telinga ditutup. Jika kedua telinga pasien sama-sama mendengar dengan jelas tanpa ada salah satu yang mengalami lateralisasi menunjukan telinga dalam keadaan normal. Pada tuli perseptif atau sensorik lateralisasi akan terjadi pada telinga yang normal. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar di seluruh bagian kepala.Cara Schwabach bertujuan untuk membandingkan daya transport suara melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan OP. Dasar dari tes ini adalah gelombang-gelombang dalam endolimfe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui tekorak khususnya os. Temporale. Bila OP sudah tidak mendengar suara namun pemeriksa masih mendengar suara pada garputala maka tes schwabach memendek. Namun bila OP sudah tidak medengar suara lagi pada garputala begitu juga dengan pemeriksa maka tes schwabach normal atau memanjang. Perlu dilakukan tes lagi yang dimulai dari pemeriksa. Bila pemeriksa tidak medengar suara dari garputala begitu pula dengan OP, maka tes schwabach normal, namun bila OP masih juga mendengar suara maka tes schwabach memanjang.VI. KESIMPULAN

Posisi kepala dan rotasi akan memberikan rangsangan terhadap kanalis semisirkularis. Mata dan posisi kepala mempengaruhi keseimbangan seseorang. Komponen cepat nistagmus pascarotasi berlawanan dengan arah rotasi sedangkan komponen lambat searah dengan rotasi. Arah penunjukan pascarotasi akan berdeviasi ke arah rotasi yang dilakukan. Aliran endolimfe akan mempengaruhi kesan terhadap arah rotasi yang terjadi. Kanalis semisirkularis mendeteksi mendeteksi akselerasi atau deselerasi angular atau rotasional kepala. OP dapat mendengar dengungan penala dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan telinga OP masih bekerja dengan normal.VII. PERTANYAAN

1. Apa maksud tindakan penundukan kepala OP 30o ke depan?

Jawaban: Kanalis semisirkularis mempunyai posisi anatomi terangkat 30o, dengan demikian bila kepala ditundukkan ke depan dengan sudut 30o maka kanalis semisirkularis lateral akan berada pada posisi horizontal.2. Apa yang saudara harapkan terjadi pada OP ketika berjalan lurus ke depan setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam?

Jawaban: OP seharusnya berjalan sempoyongan dengan deviasi ke kanan.3. Bagaimana keterangannya?

Jawaban: Saat dilakukan gerakan pertama kali aliran endolimfe bergerak berlawanan arah dengan arah putaran sedangkan setelah rotasi dihentikan aliran endolimfe bergerak searah dengan putaran. Gerakan endolimfe akan menyebabkan penekukan kupula ke kanan. Keadaan ini menyebabkan OP mengalami ketidakseimbangan berupa deviasi ke kanan ketika diminta untuk berjalan lurus ke depan.4. Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan?

Jawaban: Saat mata terbuka masukan informasi keseimbangan berasal dari penglihatan, posisi kepala dan otot-otot penompang tubuh. Bila mata ditutup dan kepala dimiringkan hal ini akan memberikan kesukaran bagi OP untuk mempertahankan keseimbangannya sehingga saat diminta berjalan lurus OP cenderung berjalan dengan deviasi ke arah dimana kepala dimiringkan.5. Apa yang dimaksud dengan nistagmus pemutaran dan nistagmus pasca pemutaran?Jawaban: Nistagumus pemutaran adalah gerakan involunter searah rotasi ketika rotasi sedang berlangsung. Sedangkan nistagmus pascapemutaran adalah bila nistagmus komponen cepat berlawanan arah dengan arah rotasi saat rotasi telah dihentikan.6. Bagaimana keterangan terjadinya penyimpangan penunjukan?

Jawaban: Karena sesaat pascapemutaran aliran endolimfe masih bergerak searah rotasi sehingga kupula masih menekuk. Hal ini menyebabkan OP tidak bisa memfokuskan gerakan tangannya untuk menyentuh jari pemeriksa. Devisasi cenderung ke arah kanan, sesuai arah rotasi.

7. Apa maksud penundukan kepala OP 120o dari posisi tegak?

Jawaban: Agar kanalis semisrkularis posterior sejajar dengan bidang horizontal.

8. Apa maksud tindakan memiringkan kepala ke bahu kanan dan menengadahkan kepala ke belakang? Terangkan.

Jawaban: Kepala dimiringkan ke bahu kanan sebesar 90o agar kanalis semisirkularis anterior sejajar dengan bidang horizontal. Kepala ditengadahkan ke belakang membentuk sudut 60o agar kanalis semisirkularis posterior sejajar dengan bidang horizontal.

9. Dengan jenis hantaran apa OP mendengar dengungan pada peletakkan ujung penala pada prosesus mastiodeus?

Jawaban: Jenis hantaran tulang.

10. Dengan jenis hantaran apa OP mendengar dengungan pada saat penala diletakkan di depan liang telinga?

Jawaban: Jenis hantaran udara atau aerotimpani.

11. Apakah yang dimaksud dengan lateralisasi?

Jawaban: Peristiwa terdengarnya dengungan penala yang lebih kuat pada salah satu telinga.

12. Kemanakah arah lateralisasi pada saat telinga ditutup dan kemana arah lateralisasinya, terangkan mekanismenya?

Jawaban: Arah lateralisasi ke telinga yang ditutup.

Mekanisme lateralisasi:

Gelombang suara ditransmisikan ke tulang tengkorakcairan endolimfe dalam telingaaktivasi sel rambutpersepsi suara

Lateralisasi konduktif terjadi bila hantaran tulang lebih besar dari hantaran udara.

Lateralisasi tuli sensoris ke arah telinga sehat karena saraf pendengarannya terganggu.

13. Apa tujuan pemeriksaan pendengaran dengan penala di klinik? Bagaimana interpretasi masing-masing pemeriksaan?

Jawaban: Untuk membedakan tuli saraf dengan tuli hantar.

SCHWABACHRINNEBINGWEBER

Tuli sarafMemendekPositifpositifLateralisasi ke arah telinga sehat

Tuli konduktifMemanjangNegatifIndeferentLateralisasi ke arah telinga sakit

VIII. DAFTAR PUSTAKA

1. Atkinson, R.L,. Atkinson, R.C,. Hilgard, E.R. Pengantar Psikologi. Editor: Agus Dharman, SH, M. Ed., Ph.D. & Michael Adryanto. Jakarta. Erlangga. 19832. Murni, A.Y,. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. http://library.usu.ac.id/. 25 Mei 2014.

3. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.2008.

4. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2012.

5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. 2007.Apabila mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk, begitu tidak mendengar lagi jari diturunkan.

Kemudian peneriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus OP dan kemudian ujung jari penala ditempatkan kedepan liang telinga OP

Menanyakan apakah Op mendengar dengungan itu

Menanyakan kepada OP apakah mendengar bunyi penala mendengung,di telinga yang diperiksa

Menekankan ujung tangkai penala pada prosessus mastoideus pada salah satu telinga OP.

Menggetarkan penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala ketelapak tangan.

Mencatat hasil pemeriksaan Rinne

kanalis posterior

kanalis anterior

kanalis lateral

Kanalis lateralis

Kanalis posterior

Kanalis anterior

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI PENGINDERAAN KELOMPOK 5 43