menunda keputusan karena adanya kekhawatiran jika ia mengambil
keputusan yang salah dan akan membahaya- kan, baik bisnis maupun
karirnya. Hal yang sama dijumpai dalam kehidupan pribadi kita.
Banyak keputusan penting tidak berhasil diambil atau bahkan
mengerjakan-ulang program atau kegiatan yang telah ada sebelumnya.
Kurangnya wawasan dan pemahaman terhadap kecepatan dan kompleksitas
kehidupan yang meningkat secara dramatis karena kompetisi yang
sengit, globalisasi, dan pilihan-pilihan tanpa preseden adalah
alasan umum mengapa orang-orang menunda membuat keputusan penting.
Keberhasilan seorang deal maker dalam lingkungan yang kompleks
seperti ini tergantung pada pengambilan keputusan yang cepat dan
baik.
Selama tiga dekade terakhir, telah berkembang Interpretive
Structural Modeling (ISM), yakni sebuah alat bantu manajemen untuk
mengelola situasi kompleks yang dihadapi organisasi. Pada tahap
awal, ISM hanya dipergunakan dalam lingkaran ekslusif para
konsultan manajemen terpilih dan acap kali ada anggapan yang salah,
yakni ISM dianggap sebagai esoteric tool yang tersedia untuk kaum
profesional dan merupakan investasi yang signifikan dalam
pemanfaatannya. Faktanya, ISM adalah simple practical tool yang
menggambarkan banyak atribut berkenaan dengan bagaimana fungsi otak
manusia dan mudah digunakan,
ii
sedemikian rupa sehingga seseorang yang terlibat dengan urusan
pengambilan keputusan dapat meng- gunakan metode ini untuk berbagai
situasi dan mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang masalah
yang dihadapi, tanpa memandang domain apa yang menjadi fokus
perhatiannya.
ISM adalah alat analisis dan alat pendukung keputusan yang
memfasilitasi pemahaman menyeluruh situasi kompleks dengan
mengkaitkan dan mengor- ganisir gagasan dalam sebuah peta visual.
Perbedaan pokok ISM dengan alat analisis lain adalah bahwa ISM
tidak perupaya memecah persoalan menjadi bagian- bagian yang lebih
kecil, melainkan lebih pada koneksi gagasan dalam membangun sebuah
model situasi. ISM adalah jantung dari metode Interactive
Management (IM) yang memfokuskan pengetahuan kelompok partisipan
untuk memperoleh hasil akurat dari sebuah proses yang valid dan
relevan.
ISM dapat digunakan pada berbagai level abstraksi, mulai dari
pengembangan pemahaman konseptual level tinggi sebuah masalah atau
isu sampai dengan pengembangan desain detil dan rencana aksi.
Setiap pekerja intelektual dapat menggunakan ISM untuk memproses
dan menyusun ide dan membuat keputusan lebih baik, berbasis logika
dan wawasan. Dalam lingkungan kelompok penyelesai masalah, ISM
memperkokoh organisasi yang mengijinkan kelompok tersebut
memfokuskan upayanya pada proses kreatif yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi organisasi.
iii
Tujuan utama buku ini adalah memberikan pembelajaran praktis dan
membiasakan pembuat keputusan berkenaan dengan prinsip pokok yang
mendasari ISM dan pada gilirannya, memungkinkan para pengguna
mengaplikasikan ISM secara komprehensif sekaligus menemukan sendiri
pendekatan baru.
Buku teks ini tidak mungkin hadir tanpa banyak pribadi mulia yang
berperan penting dalam kehidupan profesional dan pribadi penulis.
Penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada I D G R Sarjana,
MMA, J Putradi, MMA, F Sa’diyah, MMA, I G N A K Negara, MMA, dan I
G A Premana, MMA, yang telah meningkatkan pemahaman penulis pada
konsep awal buku ini. Penghargaan terdalam penulis sampaikan kepada
Prof.Dr. Eriyatno, Dr. I G B Udayana, Dr. T Olviana dan A P Budi,
MM yang menginspirasi penulis mewujudkan draft awal tulisan
pengambilan keputusan terstruktur dengan ISM ini menjadi sebuah
buku teks.
Akhirnya, penghargaan khusus penulis persem- bahkan kepada istri
tercinta, Dra. Ni Made Rahadi dan kedua putra kami, dr.Aditya
Prabawa dan Dwitya Aribawa,MBA atas segala pengertian dan dukungan
yang tiada henti, tanpa semua itu buku teks ini tidak akan
selesai.
Denpasar, 7 Januari 2017 Penulis
Email:
[email protected]
iv
I don't know where I'm goin' But I sure know where I've been
Hanging on the promises in songs of yesterday David Coverdale &
Bernie Marsden, Here I Go Again, Whitesnake, Saints &
Sinners Album, Geffen, 1982
Beethoven’s ninth 4.41-7.02
DAFTAR ISI Halaman
Prakata i Daftar Isi v Daftar Tabel vi Daftar Gambar vii 1.
Pengantar 1 2. Mengelola sistem yang kompleks
dengan ISM 8 3. Metodologi ISM 24 4. Tinjauan literatur aplikasi
ISM 46 5. ISM dan rekayasa tujuan organisasi 58 6. ISM dan
perencanaan program 78 7. Penutup 94 Referensi 97 Biodata Penulis
114
vi
DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 3.1 Pembandingan antara AHP, ANP,
dan ISM
berbasis outstanding merit 29 3.2 Hubungan kontekstual dalam ISM 35
4.1 Aplikasi ISM dalam literatur lintas
klasifikasi, penulis dan tahun publikasi, serta isu strategis
48
5.1 Visi, misi, dan tujuan organisasi 59 5.2 Hubungan kontekstual
variabel
"mengarah ke" 63 6.1 Hubungan kontekstual setiap elemen 86 6.2
Subelemen kunci untuk perencanaan
program 91 6.3 Klasifikasi subelemen untuk tujuan
program 92
Gambar Teks Halaman 2.1 Tinjauan konseptual ISM 15 2.2
Langkah-langkah fundamental
ISM 16 2.3 Sigma-5 untuk manajemen
interaktif 19 3.1 Metodologi untuk persiapan model ISM 33 3.2
Diagram alir untuk menyiapkan model
ISM 38 4.1 Kerangka tinjauan literatur 47 5.1 Structural
Self-Interaction Matrix
(SSIM) 64 5.2 Initial Reachability Matrix 64 5.3 Final Reachability
Matrix 65 5.4 Driver Power-Dependence Matrix (DP-
D Matrix) 66 5.5 Pengembangan directed graph (digraph) 68 5.6
Formasi Interpretive Structural
Modeling (ISM) 69 5.7 Pendekatan terintegrasi ISM dan ANP 74 6.1
Metodologi untuk penentuan hirarki
dan klasifikasi subelemen perencanaan program 82
6.2 Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) untuk tujuan program
87
6.3 Reachability Matrix untuk tujuan program 87
6.4 Revisi Reachability Matrix untuk tujuan program 88
6.5 Interpretive Structural Modeling (ISM) 89
viii
Matrix untuk tujuan program 89
1
Selama tiga dekade terakhir, ISM mencapai kesuksesan fenomenal
dalam hal memahami situasi dan menemukan solusi untuk masalah yang
kompleks. ISM terbukti efektif dalam mendefinisikan masalah dan
keterikatan, evaluasi dampak, dan mengidentifikasi hubungan antar
sektor kebijakan. ISM yang pertama kali diusulkan oleh Warfield
pada tahun 1973 merupakan proses pembelajaran dengan bantuan
komputer (computer assisted learning process) yang memungkinkan
individu atau kelompok solving/expert mengembangkan peta hubungan
yang kompleks antar berbagai entitas/elemen yang terlibat dalam
situasi yang kompleks. Dengan demikian, nilai sesungguhnya dari ISM
terletak pada jalur atau benang pemikiran (paths or threads of
thought) bahwa gagasan terbentuk dalam sebuah strategy map (Kaplan
dan Norton, 2002).
2
ISM sering digunakan untuk memberikan pemahaman dasar situasi yang
kompleks dan menyusun tindakan untuk memecahkan masalah. ISM telah
digunakan di seluruh dunia oleh banyak organisasi bergengsi,
termasuk National Aero- nautics and Space Administration (NASA)
(Saxena et al., 1992; Lee, 2007; Attri et al., 2013).
Memahami proses di balik ISM akan membantu pembuat keputusan
(decision maker) untuk menyederhanakan proses dan memperoleh lebih
banyak sinergi dengan sistem. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi
dan efektivitas organisasi karena pembuat keputusan dapat
memecahkan masalah lebih cepat dan dengan pemahaman yang lebih
jelas. Penguasaan metode ISM akan membantu analis mengembangkan
konsep perencanaan strategis (strategic planning). Flowers (2012)
memberikan ilustrasi ringkas tentang penggelaran metodologi ISM:
(a) ISM dimulai dengan isu atau masalah dengan elemen-elemen yang
teridentifikasi; (b) pasangan elemen dibandingkan secara grafis
atau dalam matriks, menggunakan tanda panah (arrow) untuk
menunjukkan bahwa “elemen ini memberikan kontribusi lebih dari
elemen itu (this element contributes more than that element)” dan
menggambar representasi grafis dalam wujud digraph.
3
ISM bukan Esoteric Tool
ISM adalah simple practical tool, bukan esoteric Tool. ISM sangat
sederhana dan mudah digunakan, sedemikian rupa sehingga seseorang
yang terlibat dengan urusan pengambilan keputusan dapat menggunakan
model ini untuk berbagai situasi dan mendapatkan pemahaman yang
lebih jelas tentang masalah ini, tanpa memandang domain apa yang
diteliti. ISM dapat membantu pembuat keputusan untuk memahami
hubungan-hubungan antar elemen sebaik pembuat keputusan
menggunakannya secara seksama, bukan memanipulasinya untuk
kepentingan menghasilkan foolproof.
ISM memperoleh popularitas dengan cepat dalam tiga dekade terakhir
karena adanya fakta bahwa ISM adalah powerful tool. ISM telah
digunakan oleh konsultan terlatih khusus untuk membantu klien
mereka memahami situasi yang kompleks dan mencari solusinya. Para
konsultan tidak ingin kompetensi inti mereka hilang dan oleh
karenanya mereka mengunci metode ini dari lingkup publik. Alasan
lain adalah bahwa software ISM terus berevolusi. Organisasi bisnis
papan atas ersedia membayar ribuan dolar per hari untuk honor
konsultan yang menawarkan solusi masalah dengan ISM. Sekarang
perangkat canggih ini dapat dimiliki oleh pembuat keputusan untuk
mengembangkan keunggulan kompetitif karir pribadi dan membantu
organisasi dalam
4
perencanaan dan pemecahan masalah (planning and problem
solving).
Acap kali, ISM secara keliru dianggap sebagai sebuah esoteric tool
yang tersedia hanya bagi konsultan profesional yang mampu
menjangkaunya dengan harga tinggi dan investasi yang signifikan
dalam pelatihan (hal ini memang benar dijumpai pada pembuat
keputusanan versi awal dari software ISM). Kenyataannya, ISM adalah
alat sederhana dan praktis (simple and practical tool) yang mengacu
pada banyak atribut tentang bekerjanya otak manusia (how the human
brain works).
Telah diketahui, manajemen dianggap sebagai ilmu yang memuliakan
akal sehat manusia dan ISM merupakan contoh yang tepat untuk
membuktikan hal itu. Manusia selama berabad-abad mencoba untuk
memahami bagaimana alam bekerja dan mencoba mensimulasikannya
menjadi alat, teknik, dan proses untuk menghasilkan best practices.
ISM merupakan upaya untuk memahami logika manusia ketika menghadapi
masalah yang kompleks dan bagaimana memecahnya menjadi peta
hubungan antar elemen.
ISM adalah well-proven method serta dapat diterapkan untuk berbagai
masalah dan situasi. Para pengambil keputusan dan ilmuwan perlu
belajar dan berlatih ISM agar mampu bergerak ke
5
level lebih tinggi dalam hal pemecahan masalah dan kemampuan
analisis.
Silogisme Aristotle sampai algoritme digraph Warfield
Inferensi logis berdasarkan silogisme (proses pengambilan keputusan
secara deduktif) ditemukan oleh Aristotle sekitar 350 BC.
Sebagaimana yang digambarkan oleh Warfield (2002) pada bukunya
Understanding Complexity: Thought and Behavior, hanya sedikit yang
dilakukan untuk mengembangkan tiga proposisi (pernyataan)
Aristotle, sampai Abelard mengkonversinya menjadi proposisi tunggal
sekitar abad ke-13. Alhasil, Harary et al. (1965) menemukan bentuk
matriks yang mengilus- trasikan keterkaitan antar sekumpulan
silogisme. Harary juga menunjukkan cara mengkonversi bentuk matriks
ke bentuk digraph.
Pada awal 1970an, John Nelson Warfield menemukan algoritme untuk
mengkonstruksi directed graph (digraph) sebagai bagian dari sebuah
proses kelompok partisipan yang diberi nama Interpretive Structural
Modeling (ISM) (Warfield, 2003). Warfield (21 November 1925-17
November 2009) adalah seorang ilmuwan sistem Amerika Serikat yang
merupakan profesor dan direktur the Institute for Advanced Study in
the Integrative Sciences (IASIS) di George Mason
6
University dan presiden the Systems, Man, and Cybernetics Society
(Warfield, 2003a dan 2003b).
Gagasan Warfield pertama kali disampaikan dalam sebuah monografi
Battelle Memorial Institute pada 1974 dan kemudian dalam dituangkan
dalam bukunya yang berjudul Societal Systems: Planning, Policy, and
Complexity. Porsi matematis dipublikasi dalam bukunya The
Mathematics of Structure (Warfield, 2003c).
Namun, Porter et al. (1980) berpendapat bahwa metode ISM memiliki
beberapa kelemahan, yakni hanya mengidentifikasi hubungan statis
(bukan hubungan dinamis), kualitatif (bukan kuantitatif),
sederhana, dan tidak terlalu powerful. Tentu saja para pembuat
keputusan yang fanatik dengan ISM tidak pernah setuju dengan kritik
itu.
ISM dimanfaatkan untuk membuat struktur elemen dari masalah yang
kompleks, katakanlah berbagai tujuan strategis organisasi atau
sebuah perencanaan program yang terdiri atas beberapa elemen, mulai
dari elemen sektor kemasyarakatan yang terpengaruh sampai dengan
lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Dengan menggunakan
ISM dapat dipahami bagaimana berbagai elemen itu saling terkait dan
oleh karenanya dapat membantu organisasi membuat struktur
tujuan-tujuan organisasi secara bermakna. Strukturisasi membantu
organisasi memecahkan masalahnya dengan cara memecah- nya menjadi
elemen-elemen yang lebih kecil
7
dengan pendekatan bottom-up. Hubungan antar elemen disimpan dalam
kerangka matriks dan kemudian dikonversi menjadi sebuah digraph
dengan bantuan software komputer (Thakkar et al., 2005; Thakkar et
al., 2008a dan 2008b).
Buku ini didesain mambahas konsep dan teknik pemodelan ISM serta
aplikasi ISM dalam literatur, baik terbaru maupun klasik di bidang
ISM, termasuk kasus riil sehingga dapat memberikan dasar-dasar yang
komprehensif dan panduan yang jelas bagi para pembuat keputusan
dalam mengembangkan, mendefinisikan, serta mempresentasikan, baik
agenda riset maupun kinerja intelektual lain berkenaan dengan
implementasi metodologi ISM secara sistematis dan meyakinkan.
8
Berurusan dengan masalah kompleks
Tahap awal dalam setiap resolusi masalah atau desain sistem adalah
definisi dari masalah itu sendiri. Warfield (1976 dan 2006)
menunjukkan bahwa semakin kompleks permasalahan, semakin sulit
untuk memahami dan mendefinisikannya. Warfield mengilustrasikan dua
situasi masalah (two problem situations) untuk menunjukkan
perbedaan antara masalah sederhana dan masalah kompleks, yaitu (a)
masalah dalam genggaman pemecah masalah (the problem is in the
grasp of the problem solver) dan (b) pemecah masalah dalam
genggaman persepsi tertentu dari masalah (the problem solver is in
the grasp of a certain perception of the problem).
Simbiosis manusia dan mesin
Warfield yang pada awal karirnya terlibat dalam desain dan
konstruksi komputer melihat adanya peluang besar pada daya
komputasi untuk memecahkan masalah yang kompleks dan merancang
diagram yang merepresen- tasikan hubungan antara manusia dan
komputer dalam proses baru yang dikembangkannya. Representasi
fungsional yang menunjukkan potensi simbiosis manusia/mesin
(man/machine) ini disebut Interpretive Structural Modeling
(ISM).
9
Pada pertengahan 1970-an, metodologi ISM telah mantap dan digunakan
untuk memecahkan masalah- masalah praktis. Sesi pertama ISM
dijalankan pada 1973 untuk isu-isu perencanaan perkotaan di kota
Cedar Rapids, Iowa (menariknya, sesi ISM pertama ini dijalankan
oleh Robert James Waller, penulis novel ‘The Bridges of Madison
County’ yang termasyur). Metodologi ini terbukti berguna dan
produktif. Organisasi publik dan swasta pun mulai menaruh
perhatian. Pada 1980 IBM telah menggunakan ISM dan terbukti sukses
dalam menghemat waktu dan upaya kelompok problem solvers di IBM.
Pada 1979-1982, Warfield menjadi konsultan paruh waktu untuk IBM.
Warfield memperoleh sekitar 10 tahun pengalaman industri dengan
perusahaan Wilcox Electric Company, Battelle Memorial Institute,
dan Burroughs Corporation (Warfield, 1994 dan 1995).
Pengalaman industri Warfield, termasuk penelitian teoritis dan
eksperimental, pengembangan elektronik dan pengujian keandalan
peralatan navigasi untuk pesawat jet. Layanan Warfield, mencakup
Battelle Memorial Institute 1968-1974. Warfield merupakan Senior
Leader Research. Kemudian di Virginia dan George Mason University,
Warfield mengembangkan the sociotechnology of Interpretive
Structural Modeling (ISM) dan mengembangkan Interactive Management
(IM) yang terkenal, bekerjasama dengan Alexander Christakis dari
1979 sampai 1989.
Pada tahun 2006, Warfield dianugerahi Joseph G. Wohl Award untuk
Career Achievement pada pertemuan tahunan 2006 dari IEEE Systems,
Man, and Cybernetics
10
Software ISM
Software pertama (ditulis dengan bahasa pemrograman Fortran) untuk
proses ISM ini berfungsi pada 1973. Software berbasis Disk
Operating System (DOS) untuk mengimplementasikan sistem ini
diberikan secara cuma- cuma di situs:
http://www.jnwarfield.com/software/ ism/ism_dos.zip. User’s guide
yang menyertakan contoh, meskipun sederhana, tetapi dibahas dengan
desain detil yang dalam juga tersedia di website George Mason
University (GMU), Fairfax, Virginia. Sejumlah versi software untuk
mengimplementasikan ISM telah dibuat oleh Battele Columbus
Laboratories, sejak diluncurkannya software ISM yang pertama pada
1974.
Pada software versi Windows, algoritme ISM khas yang digunakan pada
versi DOS juga diintegrasikan. Warfield telah banyak menulis
tentang ISM dan mendistribusikan freeware DOS untuk memudahkan
pengambilan keputusan terstruktur dengan ISM di situs George Mason
University: http://www.gmu.edu/ depts/t-iasis/ism/ism.htm. Namun,
software ini sangat tidak user friendly, dan hanya para “penggemar
tantangan” saja yang masih menggunakannya. Kursus berkenaan dengan
ISM juga diselenggarakan (lihat
11
http://www.bsu.edu) (Warfield, 1973a, 1973b, 1973c, 1974a, dan
1974b).
Pengembang software ISM, seperti Concept Star Professional
menyediakan software yang mudah dipakai oleh para analis ISM,
termasuk informasi yang disyaratkan untuk studi dan penggunaan
metode pengambilan keputusan ISM secara efektif. Software ISM
dirancang sebagai aplikasi yang sederhana dan praktis sejalan
dengan human interface yang intuitif dan tampilan visual peta
strategi antar elemen dengan urutan (order) dan arah (direction)
yang jelas.
Beberapa buku teks tentang ISM telah memberikan pemaparan yang
mendalam tentang penggunaan efektif proses ISM (Malone,1975; Lee,
2007). Dengan demikian, software ISM dapat digunakan oleh siapa
saja yang berminat, tanpa membutuhkan pengetahuan lapang sebelumnya
atau pelatihan profesional yang mahal.
Di Indonesia, keberadaan software ISM tidak banyak, salah satu yang
populer dan didistribusikan pada sesi pelatihan khusus adalah dDSS
v.1. Roni Wijaya (
[email protected]), secara khusus meran- cang
software dDSS v.1 untuk PRE-NET (Policy Research Expert Network)
pada 2010. Software dDSS v.1. ini diberi label “Modul-modul
Penunjang Keputusan Digital Pengarah Kebijakan Strategis”.
Software yang dapat membantu strukturisasi elemen sistem ini berisi
menu: Home (tentang aplikasi dan konfigurasi terkait password) dan
Modul (Intro, Pakar, Subelemen, serta Pendapat dan Hasil). Pada
menu Modul juga terdapat icon: new, open, save, dan
12
options. Icon options berisi pilihan (a) Teknik Rata-rata Pendapat
(aritmatik, boolean, geometrik, modus, serta kotak pilihan
Optimistic boolean function) dan (b) Pattern Kode Subelemen
(misalnya kode E untuk kode subelemen). Pada menu Modul ini juga
terdapat icon untuk melihat pendapat individu dan agregat, serta
run yang menampilkan tabel reachability dan revisi, grafik driver
power-dependence matrix dan struktur digraph. Hasil pengolahan ISM
VAXO tersebut dapat disimpan dan dibaca dengan Microsoft Word atau
Excel.
Peta hubungan visual untuk memahami situasi dan menyusun rencana
solusi
ISM adalah alat analisis dan alat pendukung keputusan (decision
support tool) yang memfasilitasi pemahaman menyeluruh situasi
kompleks dengan mengkaitkan dan mengorganisir gagasan dalam sebuah
peta visual (visual map). Proses ISM mengembangkan tema pokok
(subject- matter) melalui diskusi dan analisis. Pengetahuan pokok
dikombinasikan dengan pemahaman terstruktur tentang sebuah
permasalahan adalah sangat esensial dalam membuat keputusan yang
kuat. Pengetahuan ini juga dibutuhkan ketika mengkomunikasikan
sebuah keputusan kepada yang lain, termasuk rationale pengambilan
keputusan tersebut.
ISM menguraikan isu kompleks dengan mengijinkan pengambil keputusan
terfokus hanya pada dua ide setiap saat. Ide dan hubungannya
dianalisis dalam kerangka isu yang dipelajari. Selanjutnya,
software ISM tetap menelusuri hubungan-hubungan dan
13
menjamin bahwa semua ide secara metodis (methodically) berhubungan
serta menggunakan informasi ini untuk menghasilkan peta hubungan
visual (visual relationship map). Peta ini mengungkap konsep dan
pola bagi para pengguna yang memfasilitasi analisis, melakukan
diskusi, hingga akhirnya mengambil keputusan. Pada situasi yang
tidak kompleks, teknik ISM, tentu saja, dapat diaplikasikan hanya
dengan kertas dan pinsil saja.
Perbedaan pokok ISM dengan alat analisis lain adalah bahwa ISM
tidak berupaya memecah persoalan/ situasi menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, melainkan lebih pada koneksi ide dalam membangun
sebuah model situasi. Karena kekhasan properti tersebut, ISM
menjadi unggul dalam menyelesaikan permasalahan level tinggi,
vis-a-vis analisis cause-root¸ definisi proses kompleks, atau hanya
sebuah konsep. Aplikasi sederhana ISM, meliputi grouping dan
sequencing, seperti yang digunakan dalam aktivitas budgeting.
Individu atau kelompok dapat menggunakan ISM untuk memahami dan
membuat penyelesaian-ulang permasalahan yang kompleks. Dalam
lingkungan kelompok penyelesai masalah, ISM menyebabkan kelompok
tersebut lebih fokus dan menghasilkan struktur logis untuk
keputusan. ISM telah menjadi andalan konsultan manajemen
profesional dan para pekerja intelektual ketika mereka harus
mengambil keputusan dalam lingkungan kompleks, tidak terstruktur
dan khaostis.
14
ISM menggunakan ide analisis berpasangan (pair- wise) untuk
mentransformasi isu kompleks. ISM melibatkan banyak ide ke dalam
sebuah model hubungan terstruktur yang mudah dimengerti. Model ini
kemudian digunakan untuk mengembangkan ide dan solusi masalah yang
dihadapi. Model juga digunakan untuk perencanaan program dan
berkenaan dengan area spesifik ruang-masalah (problem-space).
Dalam penggunaan yang melibatkan kelompok penyelesai masalah, ISM
mengijinkan setiap partisipan dari kelompok untuk melakukan
tinjauansemua segi (facets) ruang-masalah untuk berinteraksi,
belajar, dan menganalisis masalah. ISM adalah alat inklusif yang
bermakna tidak berkonsentrasi pada menolak/ menghilangkan gagasan.
ISM mengijinkan ide yang bertentangan saling terkait dan dianalisis
pada ruang solusi. Hal ini menghasilkan manfaat penting, yakni
partisipan memperoleh ide dan solusi karena mereka menganalisis dan
memahami situasi bersama-sama. ISM mengorganisir banyak elemen isu
kompleks dan mensintesis model yang membuat situasi dapat
dimengerti dan logis.
ISM (a.k.a relationship model) memberikan pemahaman konseptual
situasi. ISM memfasilitasi pengambilan keputusan dan menyusun
penyederhanaan perencanaan program dalam rangka menghasilkan
solusi. ISM dapat digunakan secara luwes untuk masalah yang
mengandung elemen-elemen, baik sedikit maupun banyak (bisa sampai
ratusan elemen). Tidak ada pembatasan alami terkait masalah yang
dianalisis.
15
Lee (2007) mengilustrasikan conceptual view ISM, seperti pada
Gambar 2.1 sedangkan langkah fundamental penggunaan ISM disajikan
seperti Gambar 2.2. Sebuah elemen dalam ISM dapat berupa kata atau
frase (word or phrase) tetapi harus mengandung hanya satu ide
utama.
Gambar 2.1 Tinjauan Konseptual ISM
Mengapresiasi kompleksitas sistem
ISM untuk elemen yang dipelajari, merupakan langkah maju dalam
analisis sistem. Metodologi yang menghasilkan peringkat
driver-power subelemen dari Reachability Matrix merupakan
pengembangan studi hirarki subelemen, mengungkap merits dari teori
binary matrices dan digraphs (Saxena et al., 1992), sekaligus
mengapresiasi kompleksitas sistem dan evolusi strategi dan
kebijakan yang tepat (correct policies and strategies).
15
Lee (2007) mengilustrasikan conceptual view ISM, seperti pada
Gambar 2.1 sedangkan langkah fundamental penggunaan ISM disajikan
seperti Gambar 2.2. Sebuah elemen dalam ISM dapat berupa kata atau
frase (word or phrase) tetapi harus mengandung hanya satu ide
utama.
Gambar 2.1 Tinjauan Konseptual ISM
Mengapresiasi kompleksitas sistem
ISM untuk elemen yang dipelajari, merupakan langkah maju dalam
analisis sistem. Metodologi yang menghasilkan peringkat
driver-power subelemen dari Reachability Matrix merupakan
pengembangan studi hirarki subelemen, mengungkap merits dari teori
binary matrices dan digraphs (Saxena et al., 1992), sekaligus
mengapresiasi kompleksitas sistem dan evolusi strategi dan
kebijakan yang tepat (correct policies and strategies).
16
16
17
Berdasarkan konsepnya sendiri dan gagasan yang berkembang dalam
bidang sistem, Warfield memantapkan sesi ISM dan mengintegrasikan
ke dalam desain proses baru pemecahan masalah yang kemudian dikenal
luas sebagai Interactive Management (IM). Proses IM banyak
digunakan dalam pengaturan kelompok parisipan atau group
solving/expert yang dipandu komputer dan software ISM sebagai inti
dari proses ini melalui pertanyaan-pertanyaan yang dimaksudkan
untuk menentukan ruang lingkup masalah dan hubungan interdependensi
antar gagasan.
IM merupakan sistem manajemen (system of management) yang
diterapkan pada manajemen kompleksitas (management of complexity)
agar organisasi mampu mengatasi masalah atau situasi yang dihadapi
(Warfield and Cardenas, 1994). Warfield (1985) mengimplementasikan
ISM sebagai jantung (core) dari IM dan IM merupakan cara inovatif
menggabungkan komputer ke dalam meeting environment (Warfield, 1976
dan 1994). ISM dirancang untuk menghasilkan keputusan berbasis
logika dan wawasan (logic and insight) untuk dunia yang lebih baik
(Lee, 2007).
IM mengintegrasikan synergistic components dari kelompok pemecahan
masalah dengan cara yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan
efektivitas. a. Kelompok knowledgeable participants yang
mewakili
berbagai perspektif dalam menangani situasi.
18
b. Tim fasilitasi terlatih (trained facilitation team) yang mampu
membantu kelompok bergerak melalui tahapan proses pemecahan masalah
ketika terlibat dalam dialog yang terfokus dan terstruktur.
c. Jantung/inti (core) dari IM adalah sesi ISM, yakni satu set
khusus metodologi konsensus yang dibantu komputer
(computer-assisted consensus methodo- logies) yang dipilih dengan
cermat untuk membantu kelompok menghasilkan ide-ide, strukturisasi
ide-ide tersebut, dan membuat pilihan di antara ide-ide. Teknologi
perilaku sensitif (behaviorally sensitive technologies) seperti ini
dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
kelompok.
d. Lingkungan fisik yang dirancang khusus (specially designed
physical environment), meliputi ruang tampilan visual untuk ide-ide
dan struktur, dengan ketentuan untuk meningkatkan kenyamanan dan
interaksi peserta.
Sigma-5: Dasar Manajemen Interaktif
Secara konsep, proses IM sangat unik dan dikembangkan dengan cermat
sepanjang 1970-an. Pada dasarnya, IM adalah penggunaan teknologi
dan teknik pemecahan masalah yang canggih (use of technology and
sophisticated problem solving techniques) untuk memperjelas isu-isu
atau masalah kompleks dan komponen-komponen penting yang ada di
dalamnya (clarify complex problems and their essential
19
Ciri khas dari IM adalah metodologi "Sigma-5". Lima komponen yang
digunakan bersama-sama untuk menyelesaikan masalah yang kompleks,
yakni: fasilitator, demosophia, komputer, metodologi konsensus, dan
group participan. Sigma-5 untuk Manajemen Interaktif diilustrasikan
oleh Warfield (1994 dan 2006) seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Sigma-5 untuk Manajemen Interaktif
19
Ciri khas dari IM adalah metodologi "Sigma-5". Lima komponen yang
digunakan bersama-sama untuk menyelesaikan masalah yang kompleks,
yakni: fasilitator, demosophia, komputer, metodologi konsensus, dan
group participan. Sigma-5 untuk Manajemen Interaktif diilustrasikan
oleh Warfield (1994 dan 2006) seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Sigma-5 untuk Manajemen Interaktif
20
Beberapa teknik yang digunakan pada IM dikembangkan oleh Warfield
dan koleganya serta memanfaatkan teori-teori terkemuka dalam bidang
rekayasa sistem (systems engineering). Kombinasi dari beberapa
metodologi sistem sangat khas untuk proses IM. System of System
Methodologies (SOSM) dibuat agar dalam penggunaanya beberapa sistem
yang diintegrasikan dapat saling melengkapi dan menghasil- kan
informasi yang akurat.
Demosophia
Salah satu komponen kunci keberhasilan sesi IM adalah situation
room yang disebut "Demosophia" (bahasa Latin untuk wisdom of the
people). Perhatian yang cermat dicurahkan ke dalam setiap aspek
desainnya. Kursi yang nyaman sangat penting untuk pertemuan yang
mungkin akan berjalan selama beberapa hari. Ruang pertemuan
berdinding lebar dan white boards diperlukan untuk memposting
bahan-bahan untuk group review. Desain demosophia diinisiasi oleh
Center for Interactive management, George Mason University,
Fairfax, Virginia. Pada era 1970-an, sebelum munculnya wireless
communication, Demosophia membutuhkan kabel panjang agar terhubung
dengan komputer mainframe dan jejaring. Namun, pada 1990-an, laptop
portabel mampu menangani komputasi IM. Demosophia merupakan salah
satu fasilitas strategis di George Mason University dan
organisasi-organisasi terkenal, seperti
21
Southwest Fisheries Science Center dan Ford Motor Company
(Warfield, 1994).
Fasilitator
Sesi IM acap kali dijalankan selama beberapa hari dengan jadwal
yang ketat. Dalam rangka efektivitas penggunaan waktu, keberadaan
fasilitator terlatih sangat penting. Fasilitator diminta, tidak
hanya memahami penggunaan metodologi yang kompleks, tetapi juga
memiliki keterampilan komunikasi dan organisasi untuk memimpin
pertemuan yang melibatkan pimpinan perusahaan dan pemerintah pada
level puncak dengan dinamika value, beliefe, interes, dan persepsi
masing- masing (Warfield, 1994).
Group partisipan
Driving engine di belakang sesi IM adalah group partisipan yang
unik dan bekerja sama memecahkan masalah yang kompleks. Stakeholder
kunci diidentifikasi oleh organisasi penyelenggara dan diharapkan
mengalokasikan waktunya yang berharga untuk studi terfokus masalah
yang dihadapi. Tidak seperti pertemuan pemecahan masalah yang umum,
sesi IM mensyaratkan peserta bekerja dalam kerangka tanya- jawab
terstruktur (structured framework of questions and answers) yang
bertujuan agar semua pendapat didengar sekaligus mengeleminir
maksud-maksud politis yang biasa terjadi dalam pertemuan umum
(Warfield, 1994 dan 2006).
Metodologi konsensus
Selain kelompok peserta yang terlibat bersama dalam Demosophia dan
dipimpin oleh fasilitator terlatih, faktor penting dalam
keberhasilan memecahkan masalah yang kompleks adalah metodologi
konsensus (consensus methodologies). Pemilihan metodologi ini
untuk: generating, clarifying, structuring, interpreting, dan
amanding gagasan ini dalam rangka memenuhi fase interaksi kelompok
dan sesuai dengan situasi.
Ada empat group methodologies yang biasa digunakan dalam sesi IM,
yakni (a) Nominal Group Technique (NGT) (Delbeq, Van De Ven, dan
Gustafson, 1975), (b) Ideawriting (Warfield, 1990), (c) Field and
Profile Representations (Warfield, 1994), dan (d) Interpretive
Structural Modeling (ISM) (Warfield, 1994). Teknik-teknik tersebut
memungkinkan kelompok partisipan mengembangkan rangkaian pernyataan
yang mendefinisikan berbagai aspek dari masalah dan mendapatkan
konsensus tentang makna (meaning) dari pernyataan tersebut.
Komputer
Warfield yang memiliki keahlian dalam bidang pengembangan komputer,
memanfaatkan daya komputer (computing power) ketika ia
mengembangkan IM. Warfield (1994 dan 2006) menggunakan penemuan
sebelumnya, yakni Interpretive Structural Modeling (ISM) sebagai
core dari cara baru menggabungkan komputer ke dalam meeting
environment. Setelah kelompok peserta melaporkan masalah yang
dihadapi secara lengkap, laporan itu diinput ke dalam software
ISM.
23
The Problematique
Setelah berhari-hari ‘dikarantina’ dalam situation room, peserta
sesi IM telah memiliki ‘senjata’ baru untuk memerangi masalah yang
kompleks. Sering kali para peserta mengembangkan koneksi baru dalam
organisasi yang memungkinkan kolaborasi lanjut pada masa depan.
Proses metodologi konsensus yang memanfaatkan ISM memungkinkan
peserta mendengarkan perspektif rekan- rekannya dan memperoleh
perspektif baru terhadap masalah yang dihadapi (Warfield, 1994 dan
2006). Namun demikian, yang paling nyata dan unik dari hasil dari
sesi IM adalah the problematique, yakni representasi grafis yang
mengungkap secara jelas akar masalah (root causes of a problem)
dari sebuah persoalan yang rumit.
24
3. METODOLOGI ISM Interpretive Structural Modeling (ISM) adalah
metodologi yang mapan (well-established methodology) untuk
mengidentifikasi hubungan antar variabel tertentu yang
mendefinisikan masalah atau isu (Sage,1977; Jharkharia dan Shankar,
2005). Pendekatan ini digunakan oleh banyak pekerja intelektual
(knowledge work) untuk mewakili hubungan timbal-balik (inter-
relationships) antar berbagai elemen yang terkait dengan masalah
ini. Pendekatan ISM dimulai dengan identifikasi variabel yang
relevan dengan masalah atau isu. Kemudian, dipilih hubungan
subordinasi kontekstual yang relevan. Setelah memutuskan hubungan
kontekstual, dikembang- kan Structural Self-Interaction Matrix
(SSIM) berdasarkan perbandingan berpasangan (pairwise comparison)
variabel. Setelah ini, SSIM diubah menjadi Reachability Matrix (RM)
dan diperiksa pemenuhan aturan transitivitasnya. Setelah aturan
transitivitas terpenuhi, didapatkan sebuah model matriks. Kemudian,
diperoleh partisi dari elemen dan ekstraksi model struktural yang
disebut ISM (Attri et al., 2013).
ISM adalah proses pembelajaran interaktif. Dalam teknik ISM ini,
satu set elemen berbeda yang berhubungan langsung dan tidak
langsung disusun ke dalam model sistematis komprehensif
(comprehensive systematic model) (Sage, 1977;
25
Warfield, 1974a dan 1974b), sehingga model yang terbentuk
menggambarkan struktur isu atau masalah kompleks dalam pola yang
dirancang cermat (carefully designed pattern) dan menyiratkan
grafis dan kata (graphics as well as words) (Singh, 2003; Raj et
al., 2007; Ravi dan Shankar, 2005; Agarwal et al., 2006; Singh dan
Kant, 2008; Raj dan Attri, 2011; Singh, 2011).
Untuk setiap masalah kompleks yang dipertimbangkan, sejumlah faktor
mungkin terkait dengan isu atau masalah. Namun, hubungan langsung
dan tidak langsung antar faktor menggambarkan situasi yang jauh
lebih akurat dibandingkan dengan hanya mengisolasi faktor secara
individu. Oleh karena itu, ISM mengem- bangkan wawasan hubungan
tersebut menjadi pemahaman kolektif (develops insights into
collective understandings).
Dalam pendekatan ini, aplikasi sistematis beberapa gagasan dasar
dari graph theory digunakan, sedemikian rupa sehingga secara
teoritis, konseptual, dan daya komputasi (theoretical, conceptual
and computational leverage) tereksploitasi untuk menjelaskan pola
kompleks hubungan kontekstual antar set variabel. ISM digunakan
ketika ada keinginan memanfaatkan pikiran logis dan sistematis
(systematic and logical thinking) sebagai pendekatan penyelesaian
isu kompleks yang
26
Interpretive Structural Modeling adalah metode yang dibantu
komputer (computer-aided method) untuk mengembangkan representasi
grafis dari komposisi dan struktur sistem (system composition and
structure). ISM berawal dari persepsi Warfield (1974a dan 1974b)
akan kebutuhan menggunakan ilmu pengetahuan untuk kebijakan (couple
science to policy). Menurut Warfield, "satu set alat komunikasi
yang memiliki karakter ilmiah dan layanan sebagai sebuah mekanisme
keterkaitan (linkage mechanism) antara ilmu pengetahuan dan publik,
dan memiliki makna untuk seluruh pemangku kepentingan". ISM mampu
mengkomunikasikan kesan holistik dari elemen-elemen dan hubungan
antar elemen yang menentukan struktur sistem.
Warfield (1994 dan 1995) menetapkan satu set persyaratan untuk alat
bantu manajemen, utamanya komunikasi ini, meliputi (a) ketentuan
inklusi elemen ilmiah, (b) sarana mengungkapkan set relasi yang
kompleks, (c) sarana menunjukkan set relasi kompleks yang
memungkinkan dilakukan pengamatan terus-menerus, memper- tanyakan,
dan modifikasi relasi, (d) kongruensi dengan pencetus persepsi dan
proses analitis, dan (e) kemudahan pembelajaran bagi publik (atau
inferensi, multidisiplin).
27
Model grafis atau lebih spesifik directed graphs (digraphs) muncul
untuk memenuhi persyaratan ini. Dalam representasi seperti itu,
elemen atau komponen dari sistem yang diwakili oleh “poin” dari
grafik dan adanya hubungan tertentu antar elemen, ditandai dengan
kehadiran segmen “garis terarah” (directed line). Ini merupakan
konsep keterkaitan dalam konteks hubungan tertentu yang membedakan
antara sebuah sistem dengan agregasi komponen belaka (Watson,
1978).
ISM adalah sebuah metode grafis-teoritis (graph-theoretic method)
yang merupakan pendekatan yang dikategorikan pada famili pemetaan
kausal (casual mapping family). ISM bisa juga tergolong pendekatan
dari famili Soft Operations Research (SOR). ISM utamanya dimak-
sudkan sebagai proses pembelajaran (learning process) kelompok
partisipan, tetapi dapat juga digunakan secara individu. ISM adalah
sebuah proses yang dapat membantu kelompok pakar (expert group)
dalam strukturisasi pengetahuan kolektif mereka (Faisal et al.,
2006; Faisal et al., 2007). Metodologi ISM adalah sebuah proses
pembelajaran interaktif. Dalam hal ini, himpunan (set) hubungan
elemen langsung dan tidak langsung dibuatkan strukturnya menjadi
sebuah model sistematis yang komprehensif (compre- hensive
systematic model).
28
Model yang dikembangkan dengan ISM menggambarkan struktur isu yang
kompleks dari sebuah sistem studi lapang dalam pola desain yang
cermat menggabungkan grafik dan kata (graphics as well as words).
Metodologi ISM mem- bantu menentukan urutan (order) dan arah
(direction) hubungan yang kompleks antar elemen dari sebuah sistem
yang spesifik (Sage,1977). ISM dapat diandalkan untuk menyelesaikan
masalah- masalah yang kompleks dan subjektif.
Telah diketahui, dalam literatur decision science, dikenal tiga
teknik kontemporer yang digunakan secara luas dalam pemodelan dan
Multi Criteria Decision Making (MCDM) (Chung et al., 2005;
Darmawan, 2013), yaitu (a) Interpretive Structural Modeling (ISM),
(b) Analytic Hierarchy Process (AHP), dan (c)Analytic Network
Process (ANP). Thakkar et al. (2008) membandingkan ketiga teknik
ini dan intisari pembandingannya ditampilkan pada Tabel 3.1.
Pembandingan itu bertujuan untuk menampilkan outstanding merits
dari ISM.
Umumnya, individu atau kelompok problem solving mengalami kesulitan
menangani isu-isu atau sistem yang kompleks. Kompleksitas masalah
atau sistem disebabkan oleh eksistensi sejumlah elemen sistem dan
interaksi antar elemen-elemen tersebut. Kehadiran elemen- elemen
yang terkait langsung atau tidak langsung mempersulit artikulasi
struktur sistem. Oleh
29
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Network Process (ANP)
Interpretive Structural Modeling (ISM)
b. Mengasumsikan independensi fungsional hierarki bagian atas
dibandingkan dengan yang lebih rendah (arah anak panah dari atas ke
bawah).
c. Gagal menyelesaikan masalah dunia nyata (real world) yang
kompleks.
d. Memiliki kemampuan moderat dalam menangkap kompleksitas
dinamis.
a. Menawarkan jejaring longgar.
c. Bermanfaat dalam memecahkan masalah dunia nyata yang non-
linear.
d. Memiliki kemampuan lebih rendah dalam menangkap
kompleksitas.
a. Melibatkan set kriteria yang saling berhubungan.
b. Menetapkan hubungan kontekstual mengarah ke (leads to) antar
kriteria.
c. Menangkap kompleksitas masalah dunia nyata.
d. Memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk menangkap
kompleksitas yang dinamis.
30
ISM didefinisikan sebagai proses yang bertujuan untuk membantu umat
manusia lebih memahami apa yang dipercaya dan mengenali dengan
jelas apa yang tidak diketahui. Fungsinya yang terpenting adalah
organisasional. Nilai tambahnya adalah model struktural yang
dihasilkan (Farris dan Sage, 1975).
Karakteristik ISM
Metodologi ISM ini adalah interpretif karena penilaian kelompok
memutuskan apa dan bagaimana berbagai elemen yang berbeda terkait.
ISM adalah struktur berbasis hubungan mutual. Dalam sesi ISM,
struktur keseluruhan diekstrak dari set kompleks elemen. ISM adalah
teknik pemodelan karena hubungan yang spesifik dan struktur
keseluruhan digambarkan dalam model digraph. ISM membantu
menetapkan urutan dan arah pada kompleksitas hubungan antar
berbagai elemen dalam suatu sistem (Singh et al., 2003). ISM
utamanya dimaksudkan sebagai sebuah group learning process, tetapi
individu juga dapat menggunakannya.
Metodologi untuk Persiapan Model ISM
Warfield adalah pakar yang menginisiasi ISM pada 1973 (Warfield
1976 dan 2006). ISM sering digunakan untuk memperoleh pemahaman
dasar bagi situasi yang rumit sekaligus membuat action plan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
31
ISM memungkinkan para peneliti mengem- bangkan peta strategi
(strategy map) yang rumit antar banyak elemen yang terlibat dalam
situasi pengambilan keputusan yang rumit (Thakkar et al., 2008;
Pramod dan Banwet, 2010). Proses ISM mentransformasi hal yang tidak
jelas, model mental terartikulasi buruk dari sistem (unclear,
poorly articulated mental models of systems) menjadi model yang
tampak jelas dan terdefinisi dengan baik (visible and well-defined
models) (Ravi et al., 2005; Kim dan Watada, 2009). Metodologi ISM
adalah metodologi interpretif. Dalam hal ini, kelompok pakar
memutuskan apakah dan bagaimana elemen-elemen itu terkait,
terstruktur, berbasis hubungan indikator penggerak (enebler/driver)
dan yang digerakan (dependent).
Metodologi ISM mengekstrak struktur menyeluruh dari kumpulan
variabel yang kompleks dan mendemonstrasikan pemodelan yang
menggambarkan hubungan spesifik dan terstruktur secara menyeluruh
dalam sebuah model digraph. ISM merupakan sebuah alat bantu
pengambilan keputusan menetapkan urutan dan arah hubungan antar
variabel yang rumit (Sharma et al., 1995). ISM adalah aplikasi
sistematis dari beberapa teori grafis elementer, sedemikian rupa
sehingga keunggulan teoritis, konseptual, dan komputasi
dimanfaatkan untuk menjelaskan pola kompleks hubungan konseptual
antar variabel (Charan et al., 2008).
32
Eryatno (2003) menyebutkan, metodologi dan teknik ISM dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu komposisi hirarki dan klasifikasi
subelemen. Setiap elemen dari program yang dianalisis diklarifikasi
menjadi beberapa subelemen. Langkah-langkah metodologi ISM
dijelaskan pada paragraf berikut (Ravi et al., 2005; Warfield,
1976; Anukul dan Deshmukh, 1994), sedangkan aliran logis dalam
implementasi ISM ditunjukkan pada Gambar 3.1 dengan penjelasan
sebagai berikut. a. ISM dimulai dengan isu yang kuat atau
permasalahan yang penting untuk dipecahkan. b. Langkah berikutnya
adalah mengidentifikasi
elemen-elemen yang membentuk konteks isu. Salah satu dari teknik
berikut ini dapat digunakan untuk identifikasi elemen-elemen:
teknik group-solving (seperti brain storming dan teknik nominal
group) atau dengan melakukan survei atau dari literatur (Ravi et
al., 2005; Warfield, 1976). Anukul dan Deshmukh (1994) menggunakan
Delphi untuk mengidentifikasi elemen-elemen, sedangkan Ravi et al.
(2005), Thakkar et al. (2008), Gorvett dan Liu (2007), dan Faisal
et al. (2007) menggunakan survei literatur. Jharkharia dan Shankar
(2004) serta Sanjay dan Shangkar (2005) menggunakan industrial
survey untuk membuat daftar elemen-elemen.
33
33
34
c. Selanjutnya, ditentukan hubungan kontekstual antar variabel yang
teridentifikasi. Untuk mengembangkan sebuah hubungan kontekstual,
perlu keterlibatan group-solving atau kelompok pakar (group of
experts). Pasangan elemen (pairs of elements) dibandingkan secara
grafis atau dalam matriks hubungan, menggunakan hubungan
kontekstual yang sebagian besar merupakan kata kerja atau frase
kata kerja (verb or verb phrase). Kata kerja generik khas yang
digunakan untuk membandingkan pasang elemen tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Mempengaruhi (influences). 2) Menyebabkan (causes). 3) Mengarah
ke (leads to). 4) lebih penting daripada (more important
than).
Setelah menyeleksi hubungan kontekstual, dibangun representasi
grafis dari model mental. Ada lima jenis hubungan kontekstual dalam
ISM (Eriyatno, 2003) seperti pada Tabel 3.2.
d. Diagram hubungan kontekstual menyediakan sarana visual pemetaan
kausal dan/atau hubungan asosiasi dalam pengembangan sebuah teori
koheren. Mengembangkan Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)
dari elemen-elemen yang menunjukkan hubungan berpasangan (pairwise
relationship) antar elemen-elemen sebuah sistem.
e. Mengembangkan Reachability Matrix dari SSIM, dan memeriksa
transitivitasnya. Transitivitas hubungan kontekstual adalah asumsi
dasar dalam ISM yang
35
menyatakan bahwa jika elemen A terkait dengan B dan B terkait
dengan C, maka A terkait dengan C.
Tabel 3.2. Hubungan kontekstual dalam ISM Jenis Interpretasi
Perbandingan A lebih penting/besar daripada B Pernyataan A atribut
B
A termasuk dalam B Pengaruh A menyebabkan B
A sebagian penyebab B A mengembangkan B A menggerakkan B A
meningkatkan B
Keruangan A selatan/utara B A di atas B A di sebelah kiri B
Kewaktuan A mendahului B A mengikuti B A merupakan prioritas lebih
dari B
f. Partisi Reachability Matrix ke level yang berbeda. g. Berbasis
hubungan di atas, directed graph (digraph)
digambar dan tautan transitif dihilangkan. h. Membangun model ISM
dan memeriksa
ketidakkonsistenan konseptual (conceptual inconsistency), serta
modifikasi yang diperlukan. Model ISM final disajikan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Langkah fundamental pengembangan model ISM
Warfield (1974) mengembangkan metodologi berkenaan dengan
penggunaan aplikasi sistematis dari beberapa gagasan dasar teori
grafik (graph theory) dan aljabar Boolean, sedemikian rupa sehingga
ketika diimple-
36
mentasikan dalam mode interaktif manusia/mesin (man/machine
interactive mode), teoritis, konseptual dan daya ungkit komputasi,
dapat dimanfaatkan untuk membangun directed graph (representasi
dari hirarkis struktur sistem). Metodologi ini memiliki, setidaknya
dua sifat yang diinginkan jika dibandingkan dengan pendekatan lain,
yaitu (a) kesederhanaan (simplicity) dalam arti tidak membutuhkan,
misalnya sudut pandang pengetahuan matematik unggul (advance
mathematical knowledge) dari pengguna dan (b) efisiensi, utamanya
dalam hal penghematan waktu komputasi (Ochuchi et al., 1986).
Berbagai langkah dalam pemodelan ISM adalah sebagai berikut. a.
Mengidentifikasi unsur-unsur yang relevan dengan
masalah yang dipertimbangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik
survei atau pemecahan masalah kelompok (group problem
solving).
b. Membangun hubungan kontekstual antar elemen berkenaan dengan
pasang elemen (pairs of elements) yang akan diperiksa.
c. Mengembangkan Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) dari
elemen. Matriks ini menunjukkan hubungan berpasangan (pairwise
relationship) antara elemen sistem. Matriks ini perlu diperiksa
transitivitasnya.
d. Mengembangkan Reachability Matrix dari SSIM. e. Partisi
Reachability Matrix ke level yang berbeda. f. Mengkonversi
Reachability Matrix ke bentuk conical. g. Menggambar digraph
berbasis pada hubungan dalam
Reachability Matrix dan menghapus link transitif.
37
h. Mengkonversi digraph yang dihasilkan menjadi model berbasis ISM
dengan mengganti node elemen dengan pernyataan (statements).
i. Review model untuk memeriksa conceptual inconsistency dan
membuat modifikasi yang diperlukan.
Enam langkah yang mengarah pada pengem- bangan model ISM,
diilustrasikan dengan jelas oleh Attri et al. (2013) (Gambar
3.2).
Step 1: Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)
Metodologi ISM mengusulkan penggunaan opini pakar (expert opinions)
berbasis berbagai teknik manajemen, seperti brain storming dan
nominal group technique dalam mengembangkan hubungan kontekstual
antar variabel (Ravi et al., 2005; Barve et al., 2007; Hasan et
al., 2007). Untuk tujuan tersebut, para pakar, baik industriawan
maupun akademisi harus berkonsultasi untuk mengidentifikasi sifat
hubungan kontekstual antar faktor. Para industriawan dan akademisi
harus fasih dengan masalah yang dipertimbangkan. Untuk menganalisis
faktor, hubungan kontekstual leads to atau influences harus
dipilih. Ini berarti bahwa salah satu faktor mempengaruhi faktor
lain.
Atas dasar ini, dikembangkan hubungan kontekstual antar
faktor-faktor yang diidentifikasi. Berikut ini empat simbol yang
digunakan untuk menunjukkan arah hubungan antara dua faktor (i dan
j).
38
38
39
a. V untuk hubungan dari faktor i ke faktor j (faktor i akan
mempengaruhi faktor j).
b. A untuk hubungan faktor j ke faktor i (faktor i akan dipengaruhi
oleh faktor j).
c. X untuk hubungan dua arah (faktor i dan j akan mempengaruhi satu
sama lain).
d. O untuk tidak ada hubungan antar faktor (faktor i dan j tidak
berhubungan).
Berdasarkan hubungan kontekstual terse- but, SSIM dikembangkan.
Untuk mendapatkan konsensus, SSIM harus dibahas lebih lanjut oleh
kelompok pakar (group of experts). Atas dasar tanggapan para pakar
tersebut, SSIM dapat diselesaikan.
Step 2: Reachability Matrix
Langkah berikutnya dalam ISM adalah mengembangkan initial
reachability matrix dari SSIM. Untuk ini, SSIM diubah menjadi
initial Reachability Matrix dengan menggantikan empat simbol (V, A,
X, atau O) dari SSIM dengan 1 atau 0 dalam initial Reachability
Matrix.Aturan untuk substitusi ini adalah sebagai berikut. a. Jika
entri (i, j) dalam SSIM adalah V, maka
entri (i, j) dalam reachability matrix menjadi 1 dan entri (j, i)
menjadi 0.
b. Jika entri (i, j) dalam SSIM adalah A, maka entri (i, j) dalam
matriks menjadi 0 dan entri (j, i) menjadi 1.
40
c. Jika entri (i, j) dalam SSIM adalah X, maka entri (i, j) dalam
matriks menjadi 1 dan entri (j, i) menjadi 1.
d. Jika entri (i, j) dalam SSIM adalah O , maka entri (i, j) dalam
matriks menjadi 0 dan entri (j, i) menjadi 0.
Mengikuti aturan-aturan ini, initial Reachability Matrix disiapkan.
Entri 1* dimasukkan untuk menyertakan transitivitas guna mengisi
kesenjangan (jika ada) dalam pengumpulan opini selama pengembangan
Structural Self-Instruct- ional Matrix (SSIM). Setelah menyertakan
konsep transitivitas, diperoleh final Reachability Matrix.
Step 3: Level partitions
Dari final Reachability Matrix untuk setiap faktor, diperoleh set
reachability dan set anteseden. Set reachability terdiri atas
faktor itu sendiri dan faktor lain yang mungkin mempengaruhi,
sedangkan set anteseden terdiri atas faktor itu sendiri dan faktor
lain yang dapat mempeng- aruhinya. Selanjutnya, diperoleh
interseksi set untuk semua faktor dan ditentukan level faktor yang
berbeda. Faktor-faktor dengan reachability dan interseksi set yang
sama menempati top level dalam hirarki ISM. Faktor top-level adalah
faktor- faktor yang tidak akan menggerakkan faktor- faktor lain di
atas level faktor top-level itu sendiri dalam hirarki. Setelah
faktor top-level teridentifikasi, maka akan dihapus dari
pertim-
41
bangan. Kemudian, proses yang sama diulang untuk mengetahui
faktor-faktor pada level berikutnya. Proses ini berlanjut sampai
level masing-masing faktor ditemukan. Level tersebut membantu
membangun diagraph dan model ISM.
Step 4: Conical matrix
Conical Matrix dikembangkan dengan cara clustering faktor pada
tingkat yang sama lintas baris dan kolom dari final Reachability
Matrix. Drive power faktor diperoleh dengan menjumlahkan angka satu
pada baris sedangkan dependence power dengan menjumlahkan angka
satu pada kolom (Raj et al., 2012; Attri et al., 2012a; Attri et
al., 2012b). Selanjutnya, peringkat drive power dan dependence
power dihitung dengan memberikan peringkat tertinggi untuk
faktor-faktor yang memiliki jumlah maksimum angka satu pada baris
dan kolom.
Step 5: Digraph
Berbasis bentuk conical dari Reachability Matrix, diperoleh digraph
awal, termasuk link transitif. Hal ini dihasilkan oleh node dan
garis (Raj dan Attri, 2011).
Setelah menghapus tautan (link) tidak langsung, dikembangkan
digraph final. Digraph mewakili elemen-elemen dan
interdependensinya dalam node dan garis atau dengan kata lain
digraph adalah representasi visual dari elemen-
42
elemen dan interdependensinya (Raj dan Attri, 2010; Dev et al.,
2012). Dalam perkembangan ini, faktor top level diposisikan di atas
digraph dan faktor second level ditempatkan pada posisi kedua dan
seterusnya, sampai ke bottom level yang ditempatkan pada posisi
terendah dalam digraph.
Step 6: ISM Model
Digraph diubah menjadi model ISM dengan mengganti simpul (node)
faktor dengan pernyataan (statement).
Keunggulan pendekatan ISM
untuk mempertimbangkan semua kemung- kinan pasangan hubungan (all
possible pairwise relations) elemen sistem, baik secara langsung
dari respons partisipan maupun dengan inferensi transitif.
b. Prosesnya efisien. Tergantung konteksnya, penggunaan inferensi
transitif dapat mengurangi jumlah relational queries yang
dibutuhkan sebesar 50%-80%.
c. Tidak ada pengetahuan tentang proses yang mendasarinya yang
diperlukan dari kelompok peserta. Mereka hanya perlu memiliki
pemahaman yang cukup tentang sistem objek untuk merespon
serangkaian pertanyaan
43
relasional (relational queries) yang dihasilkan oleh
komputer.
d. Memandu dan mencatat hasil musyawarah kelompok pada isu-isu
kompleks dengan cara yang efisien dan sistematis.
e. Menghasilkan model terstruktur atau representasi grafis dari
situasi masalah original yang dapat dikomunikasikan secara lebih
efektif kepada orang lain.
f. Meningkatkan kualitas komunikasi inter- disipliner dan
interpersonal dalam konteks situasi masalah dengan memfokuskan
perhatian partisipan pada satu pertanyaan tertentu pada suatu
waktu.
g. Mendorong analisis masalah dengan memungkinkan peserta
mengeksplorasi kecukupan daftar yang diusulkan dari elemen sistem
atau pernyataan masalah untuk menjelaskan situasi tertentu.
h. Berfungsi sebagai alat pembelajaran dengan memaksa partisipan
untuk mengembangkan pemahaman dalam arti dan makna dari daftar
elemen tertentu dan hubungannya.
i. Memungkinkan aksi atau analisis kebijakan dengan membantu
peserta mengidentifikasi area tertentu untuk aksi kebijakan yang
menawarkan keunggulan atau daya ungkit (advantages or leverage)
untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
44
Mungkin ada banyak variabel untuk masalah atau isu kompleks.
Peningkatan jumlah variabel untuk masalah atau isu tersebut
meningkatkan kompleksitas metodologi ISM. Jadi kita perlu dilakukan
pembatasan jumlah (limited number) variabel dalam pengembangan
model ISM. Variabel yang diyakini kurang mempengaruhi masalah atau
isu tidak dipertimbangkan dalam pengembangan model ISM. Diperlukan
bantuan ahli dalam menganalisis kekuatan variabel driving dan
dependence dari masalah atau isu yang dihadapi. Model ini secara
statistik tidak divalidasi. Structural Equation Modeling (SEM) yang
dikenal sebagai pendekatan hubungan struktural linear memiliki
kemampuan pengujian validitas model hipotetis seperti itu.
MICMAC
Matrice d’Impacts Croises-Multiplication Appliqúe an Classment
(cross-impact matrix multiplication applied to classification) dan
disingkat sebagai MICMAC. Tujuan analisis MICMAC adalah untuk
menganalisis kekuatan drive power dan dependence berbagai faktor.
Prinsip MICMAC berbasis pada sifat perkalian matriks (Sharma et
al., 1995). Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
kunci yang meng- gerakan sistem dalam berbagai kategori.
Berdasarkan kekuatan drive power dan depend-
45
ence, faktor-faktor diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu
(a) autonomous factors, (b) linkage factors, (c) dependent factors,
dan (d) independent factors dengan penjelasan sebagai berikut. a.
Autonomous factors. Faktor-faktor ini memiliki
kekuatan drive power lemah dan daya dependence lemah. Faktor-faktor
ini relatif terputus dari sistem. Faktor-faktor tersebut memiliki
sedikit link, tetapi mungkin sangat kuat.
b. Linkage factors. Faktor-faktor ini memiliki drive power yang
kuat serta dependence yang kuat pula. Faktor-faktor ini tidak
stabil (unstable). Setiap aksi terhadap faktor ini akan memiliki
efek pada yang lainnya dan efek umpan-balik (feedback effect) pada
faktor itu sendiri.
c. Dependent factors. Faktor-faktor ini memiliki drive power lemah
tetapi dependence yang kuat.
d. Independent factors. Faktor-faktor ini memiliki drive power yang
kuat tetapi dependence lemah. Faktor dengan drive power yang sangat
kuat (a.k.a key factor) termasuk dalam kategori faktor
independent.
46
Upaya yang sistematis telah dilakukan untuk meninjau literatur
secara kritis dalam rangka penggelaran ISM dalam berbagai bidang.
Meskipun survei literatur yang dilakukan belum memadai (not
exhaustive), kegiatan tinjauan literatur tersebut berfungsi
meletakkan dasar- dasar yang kuat dan panduan yang jelas bagi
pengambilan keputusan dalam mengembangkan, mendefinisikan, dan
mengidentifikasi research gap/agenda atau knowledge work terkait
aplikasi metodologi ISM secara sistematis dan meyakin- kan.
Buku ini mengulas literatur terseleksi, mulai dari literatur klasik
sampai yang terbaru dalam aplikasi ISM. Tinjauan literatur meng-
ungkapkan bahwa hanya sedikit literatur komprehensif tentang
aplikasi Interpretive Structural Modeling (ISM) yang tersedia
Shahabadkar. Kerangka tinjauan literatur disajikan pada Gambar 4.1.
Tujuan utama dari tinjauan literatur ini adalah untuk mendaftar,
mengklasifikasikan, dan mengkaji literatur untuk aplikasi
metodologi ISM, utamanya dalam bidang manajemen yang dapat dilacak
dan diringkas. Aplikasi ISM dalam Literatur lintas klasifikasi
aplikasinya, penulis dan tahun publikasi, serta isu strategis
disajikan pada Tabel 4.1.
47
47
48
Tabel 4.1. Aplikasi ISM dalam literatur lintas klasifikasi, penulis
dan tahun publikasi, serta isu strategis
Klasifikasi Penulis dan tahun publikasi
Isu strategis yang diangkat
Linstone et al. (1979)
ISM merupakan alat yang tepat untuk pemodelan ketika
variabel-variabel bersifat subjektif.
Lendris (1980)
ISM adalah alat yang potensial untuk pemodelan sistem untuk
sejumlah besar variabel.
ISM pada manajemen vendor
Thakkar et al. (2008)
49
Isu strategis yang diangkat
Mohammed et al. (2008)
Mengembangkan road map intervensi untuk menciptakan rantai nilai
yang flex-lean- agile melalui outsourcing.
Yan dan Kafeng (2002)
Anukul dan Dashmukh (1994)
Lin et al. (2011)
ISM digunakan untuk memberikan pemahaman tentang keterkaitan kausal
di dalam kerangka evaluasi kinerja vendor yang rumit. Penelitian
ini dilakukan untuk industri semikonduktor Taiwan.
ISM pada manajemen risiko Udayana (2010)
Pendekatan ISM digunakan untuk pemodelan manajemen risiko
agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit.
Faisal et Mengkaji manajemen risiko dalam rantai
50
Isu strategis yang diangkat
Pendekatan berbasis ISM digunakan untuk memodelkan hal-hal yang
menggerakan dan menghambat mitigasi risiko rantai pasok.
Devinder dan Shankar (2006)
Khurana et al. (2010)
Thakkar dan Deshmukh (2008)
ISM diaplikasikan untuk memastikan adopsi dan implementasi
penggerak SI/TI pada UKM di India.
Sarmah et al. (2006)
51
Isu strategis yang diangkat
Aplikasi metodologi ISM untuk mengidentifikasi penghambat dalam
menggerakan SI/TI rantai pasokan untuk industri besar seperti, auto
industri, FMCG, dan industri proses.
Jharkharia dan Shankar (2004)
ISM pada pengukuran kinerja rantai pasok
Charan et al.(2008)
52
Isu strategis yang diangkat
Pendekatan berbasis ISM digunakan untuk model reverse logistics
pada rantai pasok hardware komputer.
ISM pada rantai pasok industri jasa
Pramod dan Banwet (2010)
Joshi et al. (2009)
Penggunaan ISM untuk memodelkan penghambat rantai dingin untuk
perishable goods di India.
ISM pada integrasi rantai pasok
Singh (2011) Pemodelan struktural interpretif digunakan untuk
pemodelan penggerak koordinasi dalam rantai pasok.
ISM pada manajemen limbah
Sharma et al. (1995)
53
Isu strategis yang diangkat
dibutuhkan untuk mencapai tujuan masa depan pengelolaan limbah di
India.
ISM pada industri jasa Gorvett dan Liu (2007)
Pendekatan berbasis ISM digunakan untuk mengidentifikasi dan
mengukur risiko interaktif pada perusahaan asuransi.
ISM pada manajemen pendidikan
ISM pada manajemen projek Ahuja et al. (2009)
Pendekatan berbasis ISM digunakan untuk memodelkan manfaat
kolaboratif adopsi SI/TI untuk manajemen projek.
ISM pada bisnis outsourcing software
Wang (2015)
ISM pada bisnis perbankan Salimifard et al. (2010)
ISM digunakan untuk pemodelan dan menganalisis hubungan antar
faktor
54
Isu strategis yang diangkat
ISM untuk manajemen risiko dalam projek kemitraan pemerintah-
swasta
Iyer dan Sagheer (2010)
Pendekatan berbasis ISM digunakan untuk manajemen risiko pada
projek kemitraan antara pemerintah-swasta.
ISM untuk implementasi six-sigma
Soti et al. (2010)
ISM pada industri pangan Sagheer et al.(2009)
ISM digunakan untuk mengidentifikasi dan memantapkan hubungan antar
faktor- faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan standar dan
level pengaruhnya dalam industri pangan di India.
55
Isu strategis yang diangkat
Hasan et al. (2008)
ISM untuk konservasi energi Saxena et al. (1992a)
ISM diaplikasikan untuk pemodelan variabel konservasi energi pada
industri semen di India.
ISM pada proses inovasi Yrd D (2010)
ISM diaplikasika untuk pemodelan dan membentuk hubungan antar
penghalang yang dihadapi dalam proses inovasi. Model yang
dikembangkan akan membantu dalam mengatasi penghambat inovasi di
Turki.
ISM pada manajemen pengetahuan
Singh et al. (2003)
Reza et al. (2010)
56
Isu strategis yang diangkat
ISM pada manajemen ekowisata mangrove
Darmawan (2009)
Aplikasi ISM untuk manajemen kawasan ekowisata mangrove dalam
rangka pengelolaan sumberdaya pesisir berke- lanjutan.
Darmawan dan Putradi (2010)
ISM pada manajemen kinerja agroindustri sapi potong
Olviana et al. (2014)
Sistem pemasaran sayuran Sarjana (2007)
ISM digunakan untuk membuat struktur sistem pemasaran agribisnis
sayuran daerah dingin.
ISM untuk pengembangan kawasan agropolitan
Negara (2006) ISM diaplikasikan untuk pemodelan kawasan
agropolitan.
57
Isu strategis yang diangkat
Sa’diyah (2009)
ISM untuk program community development wilayah pesisir
Permana (2010)
ISM untuk daya tahan bisnis koperasi
Susilowati et al. (2015)
58
Perkembangan terkini dalam sistem pengukuran kinerja (performance
measurement system) menunjukkan bahwa organisasi perlu mengem-
bangkan sebuah manajemen pengukuran kinerja dalam wujud peta
strategi (strategy maps) (Thurstone, 1959; Kaplan dan Norton, 2002;
Olviana, 2015) dan mendefinisikan hubungan antar unsur penggerak
(drivers) menggunakan data pengukuran kinerja historis (Rucci et
al., 1998; Najjar dan Neely, 1998). Di sini, seorang manajer
diberikan satu set pengungkit untuk mengelola organisasi. Keyakinan
terhadap unsur pengungkit (lever)/penggerak (driver) ditingkatkan
melalui pengembangan hubungan logis (logical relationships) antar
indikator/variabel berdasar- kan pengalaman dan intuisi (experience
and intuitions) dari seorang manajer. Pada bagian ini, dikembangkan
hubungan antar tujuan organisasi dengan menggunakan metodologi ISM
yang mengarah pada identifikasi berbagai ukuran kinerja.
Tujuan strategis organisasi Pasar Lelang Agricultural Produce Bali
Indonesia yang diinisiasi PUM Netherlands Senior Experts
bekerjasama dengan Magister Agribisnis Universitas Udayana (Tabel
5.1, kolom 3), sebagai kasus real life company, tidak independen
satu sama lain.
59
Misalnya, motivasi tinggi outlet penjualan dapat lebih meningkatkan
penjualan dan pada gilirannya dapat meningkatkan pangsa pasar.
Demikian pula, manajemen kualitas yang tepat pada berbagai
tingkatan rantai pasok akan mengarah pada kualitas layanan terhadap
pelanggan yang lebih baik dan hal tersebut dapat memperbesar pangsa
pasar.
Tabel 5.1. Visi, misi, dan tujuan organisasi
Visi Misi Tujuan (1) (2) (3)
Ekspansi bisnis melalui peningkatan layanan kepada pelanggan dan
integrasi formasi rantai pasok yang tepat
Mengefektifkan fungsi rantai pasok dengan memotivasi produsen,
outlet penjualan dan mempekerjakan kontraktor (third party
logistics) yang handal
1. Memulihkan investasi mesin dan infrastruktur melalui peningkatan
pertumbuhan penerimaan
2. Meningkatkan layanan kepada pelanggan melalui aliran kontinyu
produk dengan kualitas lebih baik dan harga stabil yang logis dan
terjangkau (affordable and reasonably stable prices)
3. Memotivasi dan mengidentifikasi sumber produsen baru
4. Memantapkan hubungan jangka panjang dengan
60
produsen 5. Memotivasi para
6. Mempertahankan dan memantau kualitas pada setiap level rantai
pasok (produsen, prosesor, dan pelanggan)
7. Memotivasi pemerintah untuk memperluas dan menumbuhkan sektor
yang membidangi organisasi itu
8. Memperluas bisnis di luar wilayah organisasi
9. Memantapkan kontrak jangka panjang dengan kontraktor baru (third
party logistics)
10. Memotivasi SDM outlet penjualan untuk lebih meningkatkan
penjualan produk
11. Meningkatkan pangsa pasar
61
dan infrastruktur 13. Meningkatkan fungsi
pemasaran dalam rangka membangun brand image di pasar
Jadi ada hubungan "mengarah ke" (leads to) di antara tujuan-tujuan
tersebut. Pemahaman manajer terhadap hubungan ini sangat membantu
dalam menghasilkan ukuran kinerja yang tepat melalui diagram sebab
dan akibat (cause and effect diagram). Upaya pertama (first
attempt) yang dilakukan untuk menganalisis hubungan antar tujuan
strategis organisasi adalah dengan menggunakan metodologi
ISM.
Interpretive Structural Modeling (ISM) adalah metodologi untuk
mengidentifikasi dan meringkas hubungan antar tujuan-tujuan
strategis (strategic objectives) tertentu yang menentukan isu-isu
atau masalah. ISM menyediakan sarana bagi para manajer untuk
membuat permasalahan yang kompleks menjadi terstruktur. Dengan ISM,
kelompok pakar dimungkinkan memastikan urutan dalam kerumitan
performance indicator items (Mandal dan Deshmukh, 1994). ISM
menyediakan berbagai keuntungan berikut. a. Mencakup penilaian
subjektif (subjective
judgments) para pakar berbasis nilai,
62
keyakinan, minat, dan persepsi mereka dengan cara yang paling
sistematis.
b. Memberikan kesempatan untuk melakukan revisi penilaian.
c. Upaya komputasi yang dilibatkan sedikit, (berkisar antara 10-15
variabel) dan merupakan alat yang bermanfaat untuk aplikasi
kehidupan nyata (real life applications).
Beberapa artikel berharga dari teknik ISM ini telah dilaporkan pada
tinjauan literatur (Saxena et al., 1992; Mandal and Deshmukh, 1994;
Sharma et al. 1995; Singh et al., 2003; Singh et al., 2008).
Prosedur langkah demi langkah (step-by-step) untuk mengembangkan
sebuah model ISM, meliputi (a) Structural Self- Interaction Matrix
(SSIM), (b) Reachability Matrix (RM), (c) Klasifikasi kriteria, (d)
Level Partition dan Conical Matrix, serta (e) pengembangan digraph
dan formasi ISM.
Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)
Untuk menganalisis tujuan-tujuan yang diguna- kan untuk
pengembangan ukuran-ukuran dan pembobotannya, dipilih jenis
hubungan konteks- tual "mengarah ke" (leads to) yang berarti bahwa
satu variabel mengarah ke yang lain. Dengan mengingat hubungan
kontekstual setiap variabel, selanjutnya dapat ditanyakan bagaimana
eksistensi hubungan antara dua sub-variabel (i
63
dan j) dan arah hubungan tersebut. Simbol VAXO digunakan untuk
menggambarkan hubungan kontekstual antar dua variabel (Warfield,
1976) (Tabel 5.2).
Tabel 5.2. Hubungan kontekstual variabel “mengarah ke”
V untuk hubungan dari i ke j tetapi tidak untuk kedua arah
A untuk hubungan dari j ke i tetapi tidak untuk kedua arah
X untuk kedua arah, hubungan dari i ke j dan j ke i O jika tidak
muncul hubungan yang valid antara
variabel
Reachability Matrix (RM)
Berdasarkan hubungan kontekstual ini, melalui proses manajemen
interaktif, dikembangkan SSIM awal (initial SSIM) (Gambar 5.1).
SSIM yang telah memenuhi aturan transitivitas dikonversi menjadi
matriks biner (binary matrix) disebut dengan initial Reachability
Matrix (RM) (Gambar 5.2), dengan mengganti kode VAXO dengan angka 1
dan 0. Kemudian, diperiksa ketransitifannya (artinya, jika elemen i
mengarah ke elemen j dan elemen j mengarah ke elemen k, maka elemen
i harus mengarah ke elemen k (Mandal dan Deshmukh, 1994) dan
Reachability Matrix akhir (Final Reachability Matrix) yang
diperoleh disajikan pada Gambar 5.3.
64
Gambar 5.2. Initial Reachability Matrix
64
Gambar 5.2. Initial Reachability Matrix
65
Kriteria Klasifikasi
Berbagai tujuan diklasifikasikan menjadi empat sektor (Mandal dan
Deshmukh 1994, Warfield, 1976), yaitu Autonomous, Dependent,
Linkage, dan Independent (ADLI) berdasarkan daya penggerak dan
dependensi (driver power and dependence). Driver Power-Dependence
Matrix (DP-D Matrix) disajikan pada Gambar 5.4 dengan penjelasan
sebagai berikut. a. Autonomous, artinya variabel di sektor
ini
umumnya tidak berkaitan dengan sistem dan mungkin mempunyai
hubungan kecil meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat.
b. Dependent merupakan variabel weak driver strongly dependent.
Variabel pada sektor ini pada umumnya tidak bebas.
65
Kriteria Klasifikasi
Berbagai tujuan diklasifikasikan menjadi empat sektor (Mandal dan
Deshmukh 1994, Warfield, 1976), yaitu Autonomous, Dependent,
Linkage, dan Independent (ADLI) berdasarkan daya penggerak dan
dependensi (driver power and dependence). Driver Power-Dependence
Matrix (DP-D Matrix) disajikan pada Gambar 5.4 dengan penjelasan
sebagai berikut. a. Autonomous, artinya variabel di sektor
ini
umumnya tidak berkaitan dengan sistem dan mungkin mempunyai
hubungan kecil meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat.
b. Dependent merupakan variabel weak driver strongly dependent.
Variabel pada sektor ini pada umumnya tidak bebas.
66
c. Linkage adalah variabel strong driver-strongly dependent.
Variabel pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati sebab
hubungan antar variabel tidak stabil. Artinya, setiap tindakan pada
variabel tersebut akan berdampak terhadap variabel lainnya dan
umpan-balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak tersebut.
66
c. Linkage adalah variabel strong driver-strongly dependent.
Variabel pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati sebab
hubungan antar variabel tidak stabil. Artinya, setiap tindakan pada
variabel tersebut akan berdampak terhadap variabel lainnya dan
umpan-balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak tersebut.
67
d. Independent merupakan variabel Strong Drive- Weak Dependent.
Variabel pada sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan
disebut variabel bebas.
Level Partisi dan Matriks Conical
Dari matriks reachability, ditemukan set reachability dan set
antecedent (Warfield, 1976, 1994, dan 1995) untuk masing-masing
tujuan. Set reachability terdiri atas elemen itu sendiri dan
elemen-elemen lain yang mungkin dicapai, sedangkan set antecedent
terdiri atas elemen- elemen itu sendiri dan elemen-elemen lain yang
mungkin dicapai. Kemudian, dibuat interseksi set tersebut untuk
semua elemen. Elemen-elemen dipertimbangkan sebagai elemen
top-level ketika himpunan reachability dan interseksi adalah sama.
Secara fisik, elemen-elemen top-level hirarki tidak akan mencapai
lebih tinggi dari levelnya sendiri. Untuk mendapatkan elemen level
berikutnya, elemen top-level dipisahkan dari elemen-elemen lain dan
proses yang sama diulang. Seluruh proses partisi didasarkan atas
pembentukan hubungan precedence dan pengaturan elemen-elemen
menurut topologi (Thakkar et al., 2005). Akhirnya, reachability
matrix dikonversi menjadi format conical (lower triangular) dengan
menyusun elemen-elemen menurut level masing-masing.
68
Pengembangan Digraph dan Pembentukan ISM
Dari matriks kanonik, dihasilkan model struktural dengan teknik
Vertices or Nodes and Lines of Edges. Jika ada hubungan antara
elemen i dan j akan ditunjukkan oleh tanda panah (arrow) yang
menunjuk dari i ke j. Grafik ini disebut directed graph (digraph)
(Gambar 5.5). Selanjutnya, deskripsi elemen atau tujuan-tujuan
strategis ditulis dalam digraph dan disebut ISM (Gambar 5.6).
Gambar 5.5. Pengembangan directed graph (digraph)
68
Pengembangan Digraph dan Pembentukan ISM
Dari matriks kanonik, dihasilkan model struktural dengan teknik
Vertices or Nodes and Lines of Edges. Jika ada hubungan antara
elemen i dan j akan ditunjukkan oleh tanda panah (arrow) yang
menunjuk dari i ke j. Grafik ini disebut directed graph (digraph)
(Gambar 5.5). Selanjutnya, deskripsi elemen atau tujuan-tujuan
strategis ditulis dalam digraph dan disebut ISM (Gambar 5.6).
Gambar 5.5. Pengembangan directed graph (digraph)
69
69
70
menunjukkan bahwa tujuan strategis (strategic objective¸ SO)
mendorong pemerintah membuat regulasi (tujuan 7) adalah kriteria
kunci (a.k.a key element) dengan kekuatan daya penggerak maksimal.
Selanjutnya, tujuan memotivasi dan mengidentifikasi sumber produsen
baru (tujuan 3). Organisasi bekerja di bawah pengawasan langsung
dari pemerintah. Ketidakpastian politik dan komunikasi yang buruk
acap kali menunda pelaksanaan inisiatif baru dan oleh karenanya
perlu dibangun strategi komunikasi yang tepat dengan pemerintah dan
dinas terkait.
b. Driver Power-Dependence Matrix (Gambar 5.4) mengilustrasikan
tujuan strategis pemanfaatan mesin dan fasilitas yang lebih baik
(tujuan 12) dan tujuan memotivasi outlet penjualan (10) adalah
variabel Autonomous dalam daftar tujuan organisasi. Aspek-aspek ini
berada dalam kendali langsung organisasi dan hanya membutuhkan
pemantauan berkala dan peninjauan ukuran kinerja untuk mempra-
karsai tindakan korektif pada saat yang tepat.
71
c. Variabel-variabel Dependent, meliputi tujuan strategis
memulihkan investasi (tujuan 1), meningkatkan layanan pelanggan
(tujuan 2), ekspansi bisnis (8), hubungan jangka panjang dengan
kontraktor (9), dan meningkatkan pangsa pasar (tujuan 11). Atribut
ini adalah penggerak yang lemah (weak driver) tetapi sangat
dependen. Isu ini menentukan profitabilitas jangka panjang dan
pertumbuhan organisasi. Perhatian yang tidak tepat pada variabel
ini menyebabkan berbagai efek samping, seperti citra buruk pasar,
saluran distribusi terganggu, layanan pelanggan yang kurang
memuaskan, dan terbatasnya pertumbuhan bisnis.
d. Tidak ada variabel Linkage diidentifikasi dan tidak ditemukan
variabel penyebab kerusakan yang tidak dapat diprediksi pada
sistem.
e. Variabel memotivasi produsen (tujuan 3), hubungan jangka panjang
dengan produsen (tujuan 4), rantai pasok yang kontinyu (5), menjaga
dan memantau kualitas (6), mendorong pemerintah membuat regulasi
(7), dan meningkatkan fungsi pemasaran (tujuan 13) adalah penggerak
yang kuat (strong driver). Variabel yang mengkondisikan seluruh
sistem seperti ini disebut dengan variabel penggerak sistem
(driver) atau variabel Independent.
Tujuan strategis Dependent (tujuan 1, 2, 8, 9, dan 11) muncul di
bagian atas hirarki ISM (top
72
of ISM hierarchy) dan tujuan-tujuan itu penting untuk
mempertahankan business performance status quo.
Tujuan-tujuan strategis Driver (tujuan 3, 4, 5, 6, 7, dan 13)
muncul di dasar hirarki (base of hierarchy). Tujuan-tujuan
strategis tersebut perlu diukur untuk pertumbuhan futuristik.
Variabel- variabel driver juga meningkatkan kualitas dan
menghasilkan kesadaran yang lebih besar tentang potensi produk di
pasar.
Tujuan strategis driver perlu diukur lebih sering. Jika hubungan
sebab dan akibat antara leading indicator (driver/independent) dan
lagging indicator (dependent) yang diharapkan tidak dapat diamati,
perlu dilakukan penyesuaian terhadap variabel driver, dan/atau
inisiatif yang difokuskan pada variabel driver. Dalam hal ini,
variabel driver adalah variabel yang lebih dinamis (more dynamic)
dan bersifat relatively temporary.
Informasi lebih lanjut tentang hal ini dilaporkan oleh van Aken dan
Garry (2002). Pengembangan ISM untuk tujuan organisasi memberikan
perspektif baru pada hubungan antar tujuan-tujuan strategis yang
berbeda (different strategic objectives). Pengembangan ISM untuk
tujuan organisasi menambah wawasan (insights) tentang hubungan
antar tujuan-tujuan yang berbeda.
73
Hybrid approach Sejumlah studi kasus melaporkan fakta bahwa
organisasi telah berupaya menghasilkan ukuran kinerja dari strategi
berdasarkan cause-and-effect reasoning, tetapi klaim hubungan antar
strategi dan ukuran kinerja dalam analisis tampaknya masih lemah
(Malmi, 2001). Pada bagian ini diinisiasi dasar pengintegrasian
tujuan strategis organisasi dan pengidentifikasian ukuran kinerja
untuk pengembangan balanced scorecard (BSC).
Olviana et al. (2015) mengusulkan penggunaan pendekatan inovatif
(innovative approach) untuk pengembangan sistem pengukuran kinerja
(development of performance measurement system) dan memberikan
kerangka balanced scorecard (workable framework of balanced
scorecard). Pendekatan ini merangkum filosofi peta strategi
(encapsulates the philosophy of strategy maps) menggunakan
pendekatan terintegrasi Interpretive Structural Modeling (ISM) dan
Analytic Network Process (ANP) (hybrid approach). Pendekatan baru
ini merupakan campuran pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mix
of quantitative and qualitative approach) untuk kasus kehidupan
nyata kinerja agroindustri.
Hasil model ISM digunakan sebagai masukan untuk model Analytic
Network Process (ANP) (dengan software Super Decisions sebagai
pendukungnya) untuk merekayasa peta strategis
74
Gambar 5.7. Pendekatan terintegrasi ISM dan ANP
ANP merupakan sebuah pendekatan relatif baru dalam sistem Multiple
Criteria Decision Making (MCDM) (Lee dan Kim, 2000). ANP
memungkinkan pengambil keputusan memasuk- an seluruh faktor dan
kriteria, baik yang kasat
74
Gambar 5.7. Pendekatan terintegrasi ISM dan ANP
ANP merupakan sebuah pendekatan relatif baru dalam sistem Multiple
Criteria Decision Making (MCDM) (Lee dan Kim, 2000). ANP
memungkinkan pengambil keputusan memasuk- an seluruh faktor dan
kriteria, baik yang kasat
75
mata maupun tidak, yang memiliki peran penting untuk menghasilkan
keputusan terbaik (Meade dan Sarki, 1999; Saaty, 2006).
ANP memungkinkan adanya interaksi dan feedback elemen-elemen, baik
dalam klaster itu sendiri (inner dependence) maupun antar klaster
(outer dependence) (Harrell et al., 2003; Astiti et al., 2014).
Feedback seperti ini mampu menang- kap dengan baik pengaruh rumit
interaksi dalam masyarakat, terlebih lagi ketika melibatkan risiko
dan ketidakpastian (Niemira dan Saaty, 2004).
Peta strategi
Digraph hubungan driver-dependent antar tujuan strategis (strategic
objective) yang dihasilkan model ISM digunakan sebagai input untuk
menyusun peta strategi (strategy map) pada model ANP. Strategy maps
mengandung jejaring tujuan strategis yang memiliki hubungan
dependensi dan umpan-balik (feedback), baik inter sebuah perspektif
ukuran kinerja (inner dependence) maupun antar perspektif ukuran
kinerja (outer dependence). Peta strategi yang diusulkan merupakan
inisiatif yang relatif baru dalam merancang sistem pengukuran
kinerja di Indonesia. Peta strategis hasil integrasi model ISM dan
model ANP terkontrol melalui mekanisme yang cukup matang untuk
pengembangan sistem pengukuran kinerja yang efisien.
76
Peta strategi pengembangan yang diusulkan oleh organisasi mempunyai
ciri khas sebagai berikut. a. Mendemostrasikan secara visual
penggunaan
pendekatan inovatif untuk mengembangkan sistem atau manajemen
pengukuran kinerja.
b. Meringkas filosofi peta strategi menggunakan pendekatan
terintegrasi ISM dan ANP.
c. Peta strategi tersebut merupakan peta hubungan logis antar
tujuan-tujuan strategis yang dikelompokkan ke dalam tujuan
strategis driver dan dependence (disebut juga leading dan lagging
indicators) dalam perspektif balanced scorecard.
d. Memberikan sebuah cara pandang terhadap prioritas scorecard dan
fokus pada tujuan strategis kunci pengembangan organisasi.
Meskipun demikian, pendekatan terintegrasi yang diusulkan memiliki
keterbatasan berkenaan dengan validitas peta strategis yang berisi
hubungan logis antar tujuan-tujuan strategi jika diterapkan dalam
lingkungan bisnis yang selalu berubah dalam jangka pendek
(short-run future goal), utamanya jika terjadi perubahan yang
bermakna dalam hal trend eksternal, kapabilitas internal, dan
sumberdaya organisasi (Mason dan Mitroff, 1981). Eksistensi dari
suatu proses evolusi manajemen kinerja organisasi membutuhkan
adaptasi yang efektif dan penyesuaian program yang terus-menerus
setiap kali terjadi perubahan
77
78
6. ISM DAN PERENCANAAN PROGRAM Analisis sistematis sebuah
perencanaan program (program planning) secara menyeluruh (as a
whole) penting dilakukan supaya implementasinya efektif dan
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, saat ini dan yang
akan datang. Untuk tujuan itu, sebuah perencanaan program dibagi
menjadi sembilan elemen, sebagaimana yang digambarkan oleh Hill dan
Warfield (1972) sebagai berikut. a. Sektor kemasyarakatan yang
terpengaruh (societal
sectors affected). b. Kebutuhan program (needs of the program). c.
Kendala utama (major constraints). d. Perubahan yang dimungkinkan
(alterables which
could be altered). e. Tujuan program (objectives of the program).
f. Ukuran tujuan untuk mengevaluasi masing-masing
tujuan (objective measures to evaluate each objective). g. Kegiatan
yang dibutuhkan untuk rencana aksi
(activities needed for the action plan). h. Ukuran kegiatan untuk
mengevaluasi hasil yang
dicapai dari masing-masing kegiatan (activity measures to evaluate
the results achieved from each activity).
i. Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program (agencies
involved in execution of the program).
Setiap elemen dibagi lagi menjadi beberapa subelemen yang dianggap
memadai. Studi tentang keterkaitan perencanaan program (program
planning
79
linkages) memberikan pemahaman menyeluruh (thorough understanding)
tentang isu yang terlibat berkenaan dengan berbagai elemen yang
dipertimbangkan, peran lembaga, dan apresiasi persoalan dan
mengembangkan sebuah pendekatan terpadu (integrated approach) yang
mengarah pada solusi yang lebih baik dan dapat diterima (better and
acceptable solution). Namun demikian, keefektivitas metodologinya
masih perlu dikembangkan karena pertimbangan adanya hubungan
hirarkis antar berbagai subelemen dari sebuah elemen (Hawthrone et
al., 1975; Waller,1980; Saxena et al., 1992 ).
Pemahaman tentang hirarki, driver power dan dependence, serta
klasifikasi subelemen ke dalam berbagai kategori variabel yang
mewakili karakteristik elemen program merupakan hal yang penting
untuk mengapresiasi secara mendalam masalah rumit yang dihadapi.
Interpretive Structural Modeling (ISM) menyediakan dasar untuk
analisis seperti ini. Informasi yang tersedia dari analisis ini
sangat berguna untuk menghasilkan rumusan kebijakan dan perencanaan
strategi bisnis (policy formulation and business strategic
planning) (Saxena et al., 1992; Sarkis, 1999).
ISM untuk program planning
Identifikasi struktur dalam sebuah sistem merupakan hal yang
penting ketika para pengambil keputusan terlibat dengan sistem
secara efektif dan mengambil keputusan yang lebih baik. Model
struktural, mencakup matriks interaksi dan grafik (Warfield, 1973),
intent
80
structures (Warfield, 1972 dan 1973b), delta charts (Warfield,
1971), dan signal flow graphs.
Model-model struktural tersebut masih minim interpretasi berkenaan
dengan objek teramati atau sistem representasi. Interpretive
Structural Modeling berkaitan dengan interpretasi sebuah objek atau
representasi sistem menggunakan aplikasi iteratif sistematis dari
teori grafik, menghasilkan sebuah directed graph untuk sistem yang
kompleks dalam hubungan kontekstual tertentu antar satu set
elemen.
Sage (1977) mendefinisikan Interpretive Structural Modeling sebagai
proses yang mengubah model mental dari sistem (mental models of
systems) yang tidak jelas dan diartikulasikan dengan buruk menjadi
model yang jelas dan terdefinisikan yang bermanfaat bagi tujuan
organisasi. Dengan menggunakan metodologi ISM, Sage (1977)
mempresentasikan metodologi pengembangan hirarki antar elemen untuk
hubungan kontekstual tertentu.
Namun demikian, metodologi tersebut tidak menyediakan informasi
tentang variabel kunci (key variables) dan peringkat yang jelas
(clear ranks) berbagai subelemen. Mengacu pada metodologi yang
disarankan oleh Sage sebagai dasar untuk pengembangan hierarki
antara elemen, selanjutnya dikembangkan hirarki antar
subelemen.
81
Metodologi yang diusulkan (Gambar 6.1) memiliki dua bagian: (a)
pengembangan hirarki dan (b) klasifikasi subelemen.
Pengembangan hierarki
Pemenuhan aturan transitivitas (transitivity rule) Reachability
Matrix (dihasilkan dari SSIM) perlu diperiksa. Jika transitivity
rule tidak terpenuhi, dilakukan peninjauan-ulang dan modifikasi
SSIM oleh tim pakar dengan memberikan umpan-balik yang spesifik
terkait hubungan transitif tersebut. Reachability Matrix yang telah
direvisi (revised) diuji kembali pemenuhan aturan transitivitasnya.
Proses ini diulang sampai Reachability Matrix memenuhi persyaratan
aturan transitivitas. Reachability Matrix diubah ke dalam format
Lower Triangular Reachability Matrix untuk mengembangkan digraph
dan Interpretive Structural Model.
82
82
83
Reachability Matrix juga tergantung pada proses partisi level untuk
menentukan level. Subelemen yang sesuai diatur pada level yang
berbeda dan saling- terhubung dengan menghilangkan hubungan
transitivitas. ISM yang dikembangkan mungkin memiliki siklus pada
level tertentu dan umpan-balik lintas level antar subelemen.
Dalam keadaan normal, umpan-balik dan siklus dihilangkan untuk
menghasilkan ISM, berbasis minimum edge digraph. Akan tetapi, hal
yang sama harus dipertahankan dalam matriks jika tujuannya adalah
untuk mempelajari lebih lanjut pengaruh hubungan tidak langsung
antar subelemen. Oleh karena itu, metodologi di atas diadopsi
dengan maksud untuk mempelajari hubungan tidak langsung (Saxena et
al., 1989, 1990a, 1990b, dan 1992) sebagai perpanjangan dari studi
hubungan langsung melalui ISM.
Tujuan bagian ini adalah untuk mendapatkan struktur masalah yang
paling representatif dari sudut pandang pemahaman partisipan dalam
hal subelemen aktual dari inklusi subelemen dummy untuk
menghasilkan kerangka digraph hirarkis. Driver power subelement
diperoleh dari jumlah aritmatik dari jumlah interaksi dalam baris
dan dependence element dihasilkan dari jumlah aritmatik interaksi
dalam kolom Reachability Matrix. Berdasarkan driver power dan
dependence, ditentukan peringkat (rank) masing-masing subelemen.
Peringkat driver-power mewakili hirarki antar subelement.
Subelement peringkat pertama adalah
84
Klasifikasi subelemen
Berbagai subelemen dalam suatu elemen kemudian digambarkan dalam
driver power-dependence matrix (Godet, 1985). Untuk tujuan
klasifikasi subelemen, driver power-dependence matrix dibagi
menjadi empat sektor berikut. a. Sector I: autonomous. Driver lemah
dan variabel
dependen lemah (titik dekat origin); kelompok yang disebut
autonomous variables. Variabel ini adalah faktor yang relatif
terputus dari sistem (disconnected from the system); variabel ini
hanya memiliki beberapa link, meskipun link ini bisa menjadi sangat
kuat.
b. Sector II: dependent. Variabel driver lemah dan sangat dependen.
Variabel ini utamanya variabel dependen.
c. Sector III: linkage. Variabel driver yang kuat dan sangat
dependen. Variabel ini harus dipelajari lebih hati-hati. Variabel
linkage ini tidak stabil. Setiap tindakan pada variabel-variabel
ini akan berdampak pada variabel lain dan memiliki efek umpan-balik
pada variabel itu sendiri untuk memperkuat atau mendukung dorongan
awal (initial pulse).
d. Sector IV: independent. Variabel driver kuat dan dependen lemah.
Variabel ini merupakan