Top Banner
126

PRAKATA - UNUD

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PRAKATA - UNUD
Page 2: PRAKATA - UNUD
Page 3: PRAKATA - UNUD

i

PRAKATADalam dunia bisnis, seorang manajer sering

menunda keputusan karena adanya kekhawatiran jika iamengambil keputusan yang salah dan akan membahaya-kan, baik bisnis maupun karirnya. Hal yang samadijumpai dalam kehidupan pribadi kita. Banyakkeputusan penting tidak berhasil diambil atau bahkanmengerjakan-ulang program atau kegiatan yang telahada sebelumnya. Kurangnya wawasan dan pemahamanterhadap kecepatan dan kompleksitas kehidupan yangmeningkat secara dramatis karena kompetisi yangsengit, globalisasi, dan pilihan-pilihan tanpa presedenadalah alasan umum mengapa orang-orang menundamembuat keputusan penting. Keberhasilan seorang dealmaker dalam lingkungan yang kompleks seperti initergantung pada pengambilan keputusan yang cepat danbaik.

Selama tiga dekade terakhir, telah berkembangInterpretive Structural Modeling (ISM), yakni sebuah alatbantu manajemen untuk mengelola situasi kompleksyang dihadapi organisasi. Pada tahap awal, ISM hanyadipergunakan dalam lingkaran ekslusif para konsultanmanajemen terpilih dan acap kali ada anggapan yangsalah, yakni ISM dianggap sebagai esoteric tool yangtersedia untuk kaum profesional dan merupakaninvestasi yang signifikan dalam pemanfaatannya.Faktanya, ISM adalah simple practical tool yangmenggambarkan banyak atribut berkenaan denganbagaimana fungsi otak manusia dan mudah digunakan,

Page 4: PRAKATA - UNUD

ii

sedemikian rupa sehingga seseorang yang terlibatdengan urusan pengambilan keputusan dapat meng-gunakan metode ini untuk berbagai situasi danmendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentangmasalah yang dihadapi, tanpa memandang domain apayang menjadi fokus perhatiannya.

ISM adalah alat analisis dan alat pendukungkeputusan yang memfasilitasi pemahaman menyeluruhsituasi kompleks dengan mengkaitkan dan mengor-ganisir gagasan dalam sebuah peta visual. Perbedaanpokok ISM dengan alat analisis lain adalah bahwa ISMtidak perupaya memecah persoalan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, melainkan lebih pada koneksigagasan dalam membangun sebuah model situasi. ISMadalah jantung dari metode Interactive Management (IM)yang memfokuskan pengetahuan kelompok partisipanuntuk memperoleh hasil akurat dari sebuah proses yangvalid dan relevan.

ISM dapat digunakan pada berbagai levelabstraksi, mulai dari pengembangan pemahamankonseptual level tinggi sebuah masalah atau isu sampaidengan pengembangan desain detil dan rencana aksi.Setiap pekerja intelektual dapat menggunakan ISMuntuk memproses dan menyusun ide dan membuatkeputusan lebih baik, berbasis logika dan wawasan.Dalam lingkungan kelompok penyelesai masalah, ISMmemperkokoh organisasi yang mengijinkan kelompoktersebut memfokuskan upayanya pada proses kreatifyang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yangdihadapi organisasi.

Page 5: PRAKATA - UNUD

iii

Tujuan utama buku ini adalah memberikanpembelajaran praktis dan membiasakan pembuatkeputusan berkenaan dengan prinsip pokok yangmendasari ISM dan pada gilirannya, memungkinkanpara pengguna mengaplikasikan ISM secarakomprehensif sekaligus menemukan sendiri pendekatanbaru.

Buku teks ini tidak mungkin hadir tanpa banyakpribadi mulia yang berperan penting dalam kehidupanprofesional dan pribadi penulis. Penulis menyampaikanterimakasih yang tulus kepada I D G R Sarjana, MMA, JPutradi, MMA, F Sa’diyah, MMA, I G N A K Negara, MMA,dan I G A Premana, MMA, yang telah meningkatkanpemahaman penulis pada konsep awal buku ini.Penghargaan terdalam penulis sampaikan kepadaProf.Dr. Eriyatno, Dr. I G B Udayana, Dr. T Olviana danA P Budi, MM yang menginspirasi penulis mewujudkandraft awal tulisan pengambilan keputusan terstrukturdengan ISM ini menjadi sebuah buku teks.

Akhirnya, penghargaan khusus penulis persem-bahkan kepada istri tercinta, Dra. Ni Made Rahadi dankedua putra kami, dr.Aditya Prabawa dan DwityaAribawa,MBA atas segala pengertian dan dukungan yangtiada henti, tanpa semua itu buku teks ini tidak akanselesai.

Denpasar, 7 Januari 2017Penulis

Email: [email protected]

Page 6: PRAKATA - UNUD

iv

I don't know where I'm goin'But I sure know where I've been

Hanging on the promises in songs of yesterdayDavid Coverdale & Bernie Marsden, Here I Go Again, Whitesnake, Saints &

Sinners Album, Geffen, 1982

Beethoven’s ninth 4.41-7.02

Page 7: PRAKATA - UNUD

v

DAFTAR ISIHalaman

Prakata iDaftar Isi vDaftar Tabel viDaftar Gambar vii1. Pengantar 12. Mengelola sistem yang kompleks

dengan ISM 83. Metodologi ISM 244. Tinjauan literatur aplikasi ISM 465. ISM dan rekayasa tujuan organisasi 586. ISM dan perencanaan program 787. Penutup 94Referensi 97Biodata Penulis 114

Page 8: PRAKATA - UNUD

vi

DAFTAR TABELTabel Teks Halaman3.1 Pembandingan antara AHP, ANP, dan ISM

berbasis outstanding merit 293.2 Hubungan kontekstual dalam ISM 354.1 Aplikasi ISM dalam literatur lintas

klasifikasi, penulis dan tahun publikasi,serta isu strategis 48

5.1 Visi, misi, dan tujuan organisasi 595.2 Hubungan kontekstual variabel

"mengarah ke" 636.1 Hubungan kontekstual setiap elemen 866.2 Subelemen kunci untuk perencanaan

program 916.3 Klasifikasi subelemen untuk tujuan

program 92

Page 9: PRAKATA - UNUD

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman2.1 Tinjauan konseptual ISM 152.2 Langkah-langkah fundamental

ISM 162.3 Sigma-5 untuk manajemen

interaktif 193.1 Metodologi untuk persiapan model ISM 333.2 Diagram alir untuk menyiapkan model

ISM 384.1 Kerangka tinjauan literatur 475.1 Structural Self-Interaction Matrix

(SSIM) 645.2 Initial Reachability Matrix 645.3 Final Reachability Matrix 655.4 Driver Power-Dependence Matrix (DP-

D Matrix) 665.5 Pengembangan directed graph (digraph) 685.6 Formasi Interpretive Structural

Modeling (ISM) 695.7 Pendekatan terintegrasi ISM dan ANP 746.1 Metodologi untuk penentuan hirarki

dan klasifikasi subelemen perencanaanprogram 82

6.2 Structural Self-Interaction Matrix(SSIM) untuk tujuan program 87

6.3 Reachability Matrix untuk tujuanprogram 87

6.4 Revisi Reachability Matrix untuktujuan program 88

6.5 Interpretive Structural Modeling (ISM) 89

Page 10: PRAKATA - UNUD

viii

untuk tujuan program6.6 Gambar 6.6. Driver Power-Dependence

Matrix untuk tujuan program 89

Page 11: PRAKATA - UNUD

1

1. PENGANTARInterpretive Structural Modeling (ISM) adalahaplikasi sistematis dari teori grafik elementer,sedemikian rupa sehingga keunggulan teoritis,konseptual, dan komputasinya dimanfaatkanuntuk menjelaskan hubungan konseptual antarelemen. ISM adalah representasi directed graphic(digraph) hubungan dan klasifikasi elemenpersoalan yang rumit dalam satu rangkaianterstruktur.

Selama tiga dekade terakhir, ISM mencapaikesuksesan fenomenal dalam hal memahamisituasi dan menemukan solusi untuk masalahyang kompleks. ISM terbukti efektif dalammendefinisikan masalah dan keterikatan, evaluasidampak, dan mengidentifikasi hubungan antarsektor kebijakan. ISM yang pertama kalidiusulkan oleh Warfield pada tahun 1973merupakan proses pembelajaran dengan bantuankomputer (computer assisted learning process)yang memungkinkan individu atau kelompoksolving/expert mengembangkan peta hubunganyang kompleks antar berbagai entitas/elemenyang terlibat dalam situasi yang kompleks.Dengan demikian, nilai sesungguhnya dari ISMterletak pada jalur atau benang pemikiran (pathsor threads of thought) bahwa gagasan terbentukdalam sebuah strategy map (Kaplan dan Norton,2002).

Page 12: PRAKATA - UNUD

2

ISM sering digunakan untuk memberikanpemahaman dasar situasi yang kompleks danmenyusun tindakan untuk memecahkan masalah.ISM telah digunakan di seluruh dunia oleh banyakorganisasi bergengsi, termasuk National Aero-nautics and Space Administration (NASA) (Saxenaet al., 1992; Lee, 2007; Attri et al., 2013).

Memahami proses di balik ISM akanmembantu pembuat keputusan (decision maker)untuk menyederhanakan proses dan memperolehlebih banyak sinergi dengan sistem. Hal ini dapatmeningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasikarena pembuat keputusan dapat memecahkanmasalah lebih cepat dan dengan pemahaman yanglebih jelas. Penguasaan metode ISM akanmembantu analis mengembangkan konsepperencanaan strategis (strategic planning). Flowers(2012) memberikan ilustrasi ringkas tentangpenggelaran metodologi ISM: (a) ISM dimulaidengan isu atau masalah dengan elemen-elemenyang teridentifikasi; (b) pasangan elemendibandingkan secara grafis atau dalam matriks,menggunakan tanda panah (arrow) untukmenunjukkan bahwa “elemen ini memberikankontribusi lebih dari elemen itu (this elementcontributes more than that element)” danmenggambar representasi grafis dalam wujuddigraph.

Page 13: PRAKATA - UNUD

3

ISM bukan Esoteric Tool

ISM adalah simple practical tool, bukan esotericTool. ISM sangat sederhana dan mudahdigunakan, sedemikian rupa sehingga seseorangyang terlibat dengan urusan pengambilankeputusan dapat menggunakan model ini untukberbagai situasi dan mendapatkan pemahamanyang lebih jelas tentang masalah ini, tanpamemandang domain apa yang diteliti. ISM dapatmembantu pembuat keputusan untuk memahamihubungan-hubungan antar elemen sebaikpembuat keputusan menggunakannya secaraseksama, bukan memanipulasinya untukkepentingan menghasilkan foolproof.

ISM memperoleh popularitas dengan cepatdalam tiga dekade terakhir karena adanya faktabahwa ISM adalah powerful tool. ISM telahdigunakan oleh konsultan terlatih khusus untukmembantu klien mereka memahami situasi yangkompleks dan mencari solusinya. Para konsultantidak ingin kompetensi inti mereka hilang dan olehkarenanya mereka mengunci metode ini darilingkup publik. Alasan lain adalah bahwa softwareISM terus berevolusi. Organisasi bisnis papan atasersedia membayar ribuan dolar per hari untukhonor konsultan yang menawarkan solusimasalah dengan ISM. Sekarang perangkat canggihini dapat dimiliki oleh pembuat keputusan untukmengembangkan keunggulan kompetitif karirpribadi dan membantu organisasi dalam

Page 14: PRAKATA - UNUD

4

perencanaan dan pemecahan masalah (planningand problem solving).

Acap kali, ISM secara keliru dianggapsebagai sebuah esoteric tool yang tersedia hanyabagi konsultan profesional yang mampumenjangkaunya dengan harga tinggi dan investasiyang signifikan dalam pelatihan (hal ini memangbenar dijumpai pada pembuat keputusanan versiawal dari software ISM). Kenyataannya, ISMadalah alat sederhana dan praktis (simple andpractical tool) yang mengacu pada banyak atributtentang bekerjanya otak manusia (how the humanbrain works).

Telah diketahui, manajemen dianggapsebagai ilmu yang memuliakan akal sehatmanusia dan ISM merupakan contoh yang tepatuntuk membuktikan hal itu. Manusia selamaberabad-abad mencoba untuk memahamibagaimana alam bekerja dan mencobamensimulasikannya menjadi alat, teknik, danproses untuk menghasilkan best practices. ISMmerupakan upaya untuk memahami logikamanusia ketika menghadapi masalah yangkompleks dan bagaimana memecahnya menjadipeta hubungan antar elemen.

ISM adalah well-proven method serta dapatditerapkan untuk berbagai masalah dan situasi.Para pengambil keputusan dan ilmuwan perlubelajar dan berlatih ISM agar mampu bergerak ke

Page 15: PRAKATA - UNUD

5

level lebih tinggi dalam hal pemecahan masalahdan kemampuan analisis.

Silogisme Aristotle sampai algoritme digraphWarfield

Inferensi logis berdasarkan silogisme (prosespengambilan keputusan secara deduktif)ditemukan oleh Aristotle sekitar 350 BC.Sebagaimana yang digambarkan oleh Warfield(2002) pada bukunya Understanding Complexity:Thought and Behavior, hanya sedikit yangdilakukan untuk mengembangkan tiga proposisi(pernyataan) Aristotle, sampai Abelardmengkonversinya menjadi proposisi tunggalsekitar abad ke-13. Alhasil, Harary et al. (1965)menemukan bentuk matriks yang mengilus-trasikan keterkaitan antar sekumpulan silogisme.Harary juga menunjukkan cara mengkonversibentuk matriks ke bentuk digraph.

Pada awal 1970an, John Nelson Warfieldmenemukan algoritme untuk mengkonstruksidirected graph (digraph) sebagai bagian darisebuah proses kelompok partisipan yang diberinama Interpretive Structural Modeling (ISM)(Warfield, 2003). Warfield (21 November 1925-17November 2009) adalah seorang ilmuwan sistemAmerika Serikat yang merupakan profesor dandirektur the Institute for Advanced Study in theIntegrative Sciences (IASIS) di George Mason

Page 16: PRAKATA - UNUD

6

University dan presiden the Systems, Man, andCybernetics Society (Warfield, 2003a dan 2003b).

Gagasan Warfield pertama kali disampaikandalam sebuah monografi Battelle MemorialInstitute pada 1974 dan kemudian dalamdituangkan dalam bukunya yang berjudul SocietalSystems: Planning, Policy, and Complexity. Porsimatematis dipublikasi dalam bukunya TheMathematics of Structure (Warfield, 2003c).

Namun, Porter et al. (1980) berpendapatbahwa metode ISM memiliki beberapa kelemahan,yakni hanya mengidentifikasi hubungan statis(bukan hubungan dinamis), kualitatif (bukankuantitatif), sederhana, dan tidak terlalu powerful.Tentu saja para pembuat keputusan yang fanatikdengan ISM tidak pernah setuju dengan kritik itu.

ISM dimanfaatkan untuk membuat strukturelemen dari masalah yang kompleks, katakanlahberbagai tujuan strategis organisasi atau sebuahperencanaan program yang terdiri atas beberapaelemen, mulai dari elemen sektor kemasyarakatanyang terpengaruh sampai dengan lembaga yangterlibat dalam pelaksanaan program. Denganmenggunakan ISM dapat dipahami bagaimanaberbagai elemen itu saling terkait dan olehkarenanya dapat membantu organisasi membuatstruktur tujuan-tujuan organisasi secarabermakna. Strukturisasi membantu organisasimemecahkan masalahnya dengan cara memecah-nya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil

Page 17: PRAKATA - UNUD

7

dengan pendekatan bottom-up. Hubungan antarelemen disimpan dalam kerangka matriks dankemudian dikonversi menjadi sebuah digraphdengan bantuan software komputer (Thakkar etal., 2005; Thakkar et al., 2008a dan 2008b).

Buku ini didesain mambahas konsep danteknik pemodelan ISM serta aplikasi ISM dalamliteratur, baik terbaru maupun klasik di bidangISM, termasuk kasus riil sehingga dapatmemberikan dasar-dasar yang komprehensif danpanduan yang jelas bagi para pembuat keputusandalam mengembangkan, mendefinisikan, sertamempresentasikan, baik agenda riset maupunkinerja intelektual lain berkenaan denganimplementasi metodologi ISM secara sistematisdan meyakinkan.

Page 18: PRAKATA - UNUD

8

2. MENGELOLA SISTEM YANG KOMPLEKSDENGAN ISM

Berurusan dengan masalah kompleks

Tahap awal dalam setiap resolusi masalah atau desainsistem adalah definisi dari masalah itu sendiri. Warfield(1976 dan 2006) menunjukkan bahwa semakin komplekspermasalahan, semakin sulit untuk memahami danmendefinisikannya. Warfield mengilustrasikan duasituasi masalah (two problem situations) untukmenunjukkan perbedaan antara masalah sederhana danmasalah kompleks, yaitu (a) masalah dalam genggamanpemecah masalah (the problem is in the grasp of theproblem solver) dan (b) pemecah masalah dalamgenggaman persepsi tertentu dari masalah (the problemsolver is in the grasp of a certain perception of theproblem).

Simbiosis manusia dan mesin

Warfield yang pada awal karirnya terlibat dalam desaindan konstruksi komputer melihat adanya peluang besarpada daya komputasi untuk memecahkan masalah yangkompleks dan merancang diagram yang merepresen-tasikan hubungan antara manusia dan komputer dalamproses baru yang dikembangkannya. Representasifungsional yang menunjukkan potensi simbiosismanusia/mesin (man/machine) ini disebut InterpretiveStructural Modeling (ISM).

Page 19: PRAKATA - UNUD

9

Pada pertengahan 1970-an, metodologi ISM telahmantap dan digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Sesi pertama ISM dijalankan pada 1973untuk isu-isu perencanaan perkotaan di kota CedarRapids, Iowa (menariknya, sesi ISM pertama inidijalankan oleh Robert James Waller, penulis novel ‘TheBridges of Madison County’ yang termasyur). Metodologiini terbukti berguna dan produktif. Organisasi publikdan swasta pun mulai menaruh perhatian. Pada 1980IBM telah menggunakan ISM dan terbukti sukses dalammenghemat waktu dan upaya kelompok problem solversdi IBM. Pada 1979-1982, Warfield menjadi konsultanparuh waktu untuk IBM. Warfield memperoleh sekitar 10tahun pengalaman industri dengan perusahaan WilcoxElectric Company, Battelle Memorial Institute, danBurroughs Corporation (Warfield, 1994 dan 1995).

Pengalaman industri Warfield, termasuk penelitianteoritis dan eksperimental, pengembangan elektronik danpengujian keandalan peralatan navigasi untuk pesawatjet. Layanan Warfield, mencakup Battelle MemorialInstitute 1968-1974. Warfield merupakan Senior LeaderResearch. Kemudian di Virginia dan George MasonUniversity, Warfield mengembangkan the sociotechnologyof Interpretive Structural Modeling (ISM) danmengembangkan Interactive Management (IM) yangterkenal, bekerjasama dengan Alexander Christakis dari1979 sampai 1989.

Pada tahun 2006, Warfield dianugerahi Joseph G.Wohl Award untuk Career Achievement pada pertemuantahunan 2006 dari IEEE Systems, Man, and Cybernetics

Page 20: PRAKATA - UNUD

10

Society. Ini adalah penghargaan tertinggi yang diberikanoleh masyarakat dan tidak diberikan setiap tahun.Warfield diberikan anugerah atas kontribusinya untuksystems engineering concepts, methodology, design,education and management. Warfield juga dianugerahithe IEEE Third Millennium Medal.

Software ISM

Software pertama (ditulis dengan bahasa pemrogramanFortran) untuk proses ISM ini berfungsi pada 1973.Software berbasis Disk Operating System (DOS) untukmengimplementasikan sistem ini diberikan secara cuma-cuma di situs: http://www.jnwarfield.com/software/ism/ism_dos.zip. User’s guide yang menyertakan contoh,meskipun sederhana, tetapi dibahas dengan desain detilyang dalam juga tersedia di website George MasonUniversity (GMU), Fairfax, Virginia. Sejumlah versisoftware untuk mengimplementasikan ISM telah dibuatoleh Battele Columbus Laboratories, sejakdiluncurkannya software ISM yang pertama pada 1974.

Pada software versi Windows, algoritme ISM khasyang digunakan pada versi DOS juga diintegrasikan.Warfield telah banyak menulis tentang ISM danmendistribusikan freeware DOS untuk memudahkanpengambilan keputusan terstruktur dengan ISM di situsGeorge Mason University: http://www.gmu.edu/depts/t-iasis/ism/ism.htm. Namun, software ini sangattidak user friendly, dan hanya para “penggemartantangan” saja yang masih menggunakannya. Kursusberkenaan dengan ISM juga diselenggarakan (lihat

Page 21: PRAKATA - UNUD

11

http://www.bsu.edu) (Warfield, 1973a, 1973b, 1973c,1974a, dan 1974b).

Pengembang software ISM, seperti Concept StarProfessional menyediakan software yang mudah dipakaioleh para analis ISM, termasuk informasi yangdisyaratkan untuk studi dan penggunaan metodepengambilan keputusan ISM secara efektif. Software ISMdirancang sebagai aplikasi yang sederhana dan praktissejalan dengan human interface yang intuitif dantampilan visual peta strategi antar elemen denganurutan (order) dan arah (direction) yang jelas.

Beberapa buku teks tentang ISM telah memberikanpemaparan yang mendalam tentang penggunaan efektifproses ISM (Malone,1975; Lee, 2007). Dengan demikian,software ISM dapat digunakan oleh siapa saja yangberminat, tanpa membutuhkan pengetahuan lapangsebelumnya atau pelatihan profesional yang mahal.

Di Indonesia, keberadaan software ISM tidakbanyak, salah satu yang populer dan didistribusikanpada sesi pelatihan khusus adalah dDSS v.1. RoniWijaya ([email protected]), secara khusus meran-cang software dDSS v.1 untuk PRE-NET (Policy ResearchExpert Network) pada 2010. Software dDSS v.1. ini diberilabel “Modul-modul Penunjang Keputusan DigitalPengarah Kebijakan Strategis”.

Software yang dapat membantu strukturisasielemen sistem ini berisi menu: Home (tentang aplikasidan konfigurasi terkait password) dan Modul (Intro,Pakar, Subelemen, serta Pendapat dan Hasil). Padamenu Modul juga terdapat icon: new, open, save, dan

Page 22: PRAKATA - UNUD

12

options. Icon options berisi pilihan (a) Teknik Rata-rataPendapat (aritmatik, boolean, geometrik, modus, sertakotak pilihan Optimistic boolean function) dan (b) PatternKode Subelemen (misalnya kode E untuk kodesubelemen). Pada menu Modul ini juga terdapat iconuntuk melihat pendapat individu dan agregat, serta runyang menampilkan tabel reachability dan revisi, grafikdriver power-dependence matrix dan struktur digraph.Hasil pengolahan ISM VAXO tersebut dapat disimpandan dibaca dengan Microsoft Word atau Excel.

Peta hubungan visual untuk memahami situasi danmenyusun rencana solusi

ISM adalah alat analisis dan alat pendukung keputusan(decision support tool) yang memfasilitasi pemahamanmenyeluruh situasi kompleks dengan mengkaitkan danmengorganisir gagasan dalam sebuah peta visual (visualmap). Proses ISM mengembangkan tema pokok (subject-matter) melalui diskusi dan analisis. Pengetahuan pokokdikombinasikan dengan pemahaman terstruktur tentangsebuah permasalahan adalah sangat esensial dalammembuat keputusan yang kuat. Pengetahuan ini jugadibutuhkan ketika mengkomunikasikan sebuahkeputusan kepada yang lain, termasuk rationalepengambilan keputusan tersebut.

ISM menguraikan isu kompleks denganmengijinkan pengambil keputusan terfokus hanya padadua ide setiap saat. Ide dan hubungannya dianalisisdalam kerangka isu yang dipelajari. Selanjutnya,software ISM tetap menelusuri hubungan-hubungan dan

Page 23: PRAKATA - UNUD

13

menjamin bahwa semua ide secara metodis(methodically) berhubungan serta menggunakaninformasi ini untuk menghasilkan peta hubungan visual(visual relationship map). Peta ini mengungkap konsepdan pola bagi para pengguna yang memfasilitasi analisis,melakukan diskusi, hingga akhirnya mengambilkeputusan. Pada situasi yang tidak kompleks, teknikISM, tentu saja, dapat diaplikasikan hanya dengankertas dan pinsil saja.

Perbedaan pokok ISM dengan alat analisis lainadalah bahwa ISM tidak berupaya memecah persoalan/situasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,melainkan lebih pada koneksi ide dalam membangunsebuah model situasi. Karena kekhasan propertitersebut, ISM menjadi unggul dalam menyelesaikanpermasalahan level tinggi, vis-a-vis analisis cause-root¸definisi proses kompleks, atau hanya sebuah konsep.Aplikasi sederhana ISM, meliputi grouping dansequencing, seperti yang digunakan dalam aktivitasbudgeting.

Individu atau kelompok dapat menggunakan ISMuntuk memahami dan membuat penyelesaian-ulangpermasalahan yang kompleks. Dalam lingkungankelompok penyelesai masalah, ISM menyebabkankelompok tersebut lebih fokus dan menghasilkanstruktur logis untuk keputusan. ISM telah menjadiandalan konsultan manajemen profesional dan parapekerja intelektual ketika mereka harus mengambilkeputusan dalam lingkungan kompleks, tidakterstruktur dan khaostis.

Page 24: PRAKATA - UNUD

14

ISM menggunakan ide analisis berpasangan (pair-wise) untuk mentransformasi isu kompleks. ISMmelibatkan banyak ide ke dalam sebuah modelhubungan terstruktur yang mudah dimengerti. Model inikemudian digunakan untuk mengembangkan ide dansolusi masalah yang dihadapi. Model juga digunakanuntuk perencanaan program dan berkenaan dengan areaspesifik ruang-masalah (problem-space).

Dalam penggunaan yang melibatkan kelompokpenyelesai masalah, ISM mengijinkan setiap partisipandari kelompok untuk melakukan tinjauansemua segi(facets) ruang-masalah untuk berinteraksi, belajar, danmenganalisis masalah. ISM adalah alat inklusif yangbermakna tidak berkonsentrasi pada menolak/menghilangkan gagasan. ISM mengijinkan ide yangbertentangan saling terkait dan dianalisis pada ruangsolusi. Hal ini menghasilkan manfaat penting, yaknipartisipan memperoleh ide dan solusi karena merekamenganalisis dan memahami situasi bersama-sama. ISMmengorganisir banyak elemen isu kompleks danmensintesis model yang membuat situasi dapatdimengerti dan logis.

ISM (a.k.a relationship model) memberikanpemahaman konseptual situasi. ISM memfasilitasipengambilan keputusan dan menyusun penyederhanaanperencanaan program dalam rangka menghasilkansolusi. ISM dapat digunakan secara luwes untukmasalah yang mengandung elemen-elemen, baik sedikitmaupun banyak (bisa sampai ratusan elemen). Tidakada pembatasan alami terkait masalah yang dianalisis.

Page 25: PRAKATA - UNUD

15

Lee (2007) mengilustrasikan conceptual view ISM, sepertipada Gambar 2.1 sedangkan langkah fundamentalpenggunaan ISM disajikan seperti Gambar 2.2. Sebuahelemen dalam ISM dapat berupa kata atau frase (word orphrase) tetapi harus mengandung hanya satu ide utama.

Gambar 2.1 Tinjauan Konseptual ISM

Mengapresiasi kompleksitas sistem

ISM untuk elemen yang dipelajari, merupakan langkahmaju dalam analisis sistem. Metodologi yangmenghasilkan peringkat driver-power subelemen dariReachability Matrix merupakan pengembangan studihirarki subelemen, mengungkap merits dari teori binarymatrices dan digraphs (Saxena et al., 1992), sekaligusmengapresiasi kompleksitas sistem dan evolusi strategidan kebijakan yang tepat (correct policies and strategies).

15

Lee (2007) mengilustrasikan conceptual view ISM, sepertipada Gambar 2.1 sedangkan langkah fundamentalpenggunaan ISM disajikan seperti Gambar 2.2. Sebuahelemen dalam ISM dapat berupa kata atau frase (word orphrase) tetapi harus mengandung hanya satu ide utama.

Gambar 2.1 Tinjauan Konseptual ISM

Mengapresiasi kompleksitas sistem

ISM untuk elemen yang dipelajari, merupakan langkahmaju dalam analisis sistem. Metodologi yangmenghasilkan peringkat driver-power subelemen dariReachability Matrix merupakan pengembangan studihirarki subelemen, mengungkap merits dari teori binarymatrices dan digraphs (Saxena et al., 1992), sekaligusmengapresiasi kompleksitas sistem dan evolusi strategidan kebijakan yang tepat (correct policies and strategies).

Page 26: PRAKATA - UNUD

16

Gambar 2.2 Langkah-langkah fundamental ISM

16

Gambar 2.2 Langkah-langkah fundamental ISM

Page 27: PRAKATA - UNUD

17

Sesi ISM: implementasi jantung dari InteractiveManagement (IM)

Berdasarkan konsepnya sendiri dan gagasan yangberkembang dalam bidang sistem, Warfieldmemantapkan sesi ISM dan mengintegrasikan ke dalamdesain proses baru pemecahan masalah yang kemudiandikenal luas sebagai Interactive Management (IM). ProsesIM banyak digunakan dalam pengaturan kelompokparisipan atau group solving/expert yang dipandukomputer dan software ISM sebagai inti dari proses inimelalui pertanyaan-pertanyaan yang dimaksudkanuntuk menentukan ruang lingkup masalah danhubungan interdependensi antar gagasan.

IM merupakan sistem manajemen (system ofmanagement) yang diterapkan pada manajemenkompleksitas (management of complexity) agar organisasimampu mengatasi masalah atau situasi yang dihadapi(Warfield and Cardenas, 1994). Warfield (1985)mengimplementasikan ISM sebagai jantung (core) dari IMdan IM merupakan cara inovatif menggabungkankomputer ke dalam meeting environment (Warfield, 1976dan 1994). ISM dirancang untuk menghasilkankeputusan berbasis logika dan wawasan (logic andinsight) untuk dunia yang lebih baik (Lee, 2007).

IM mengintegrasikan synergistic components darikelompok pemecahan masalah dengan cara yangmengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas.a. Kelompok knowledgeable participants yang mewakili

berbagai perspektif dalam menangani situasi.

Page 28: PRAKATA - UNUD

18

b. Tim fasilitasi terlatih (trained facilitation team) yangmampu membantu kelompok bergerak melaluitahapan proses pemecahan masalah ketika terlibatdalam dialog yang terfokus dan terstruktur.

c. Jantung/inti (core) dari IM adalah sesi ISM, yakni satuset khusus metodologi konsensus yang dibantukomputer (computer-assisted consensus methodo-logies) yang dipilih dengan cermat untuk membantukelompok menghasilkan ide-ide, strukturisasi ide-idetersebut, dan membuat pilihan di antara ide-ide.Teknologi perilaku sensitif (behaviorally sensitivetechnologies) seperti ini dimanfaatkan untukmeningkatkan efisiensi dan produktivitas kerjakelompok.

d. Lingkungan fisik yang dirancang khusus (speciallydesigned physical environment), meliputi ruangtampilan visual untuk ide-ide dan struktur, denganketentuan untuk meningkatkan kenyamanan daninteraksi peserta.

Sigma-5: Dasar Manajemen Interaktif

Secara konsep, proses IM sangat unik dandikembangkan dengan cermat sepanjang 1970-an. Padadasarnya, IM adalah penggunaan teknologi dan teknikpemecahan masalah yang canggih (use of technology andsophisticated problem solving techniques) untukmemperjelas isu-isu atau masalah kompleks dankomponen-komponen penting yang ada di dalamnya(clarify complex problems and their essential

Page 29: PRAKATA - UNUD

19

components) (Warfield, 1973a, 1973b, 1973c, 1974a,1974b, dan 1994).

Ciri khas dari IM adalah metodologi "Sigma-5".Lima komponen yang digunakan bersama-sama untukmenyelesaikan masalah yang kompleks, yakni:fasilitator, demosophia, komputer, metodologikonsensus, dan group participan. Sigma-5 untukManajemen Interaktif diilustrasikan oleh Warfield (1994dan 2006) seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Sigma-5 untuk Manajemen Interaktif

19

components) (Warfield, 1973a, 1973b, 1973c, 1974a,1974b, dan 1994).

Ciri khas dari IM adalah metodologi "Sigma-5".Lima komponen yang digunakan bersama-sama untukmenyelesaikan masalah yang kompleks, yakni:fasilitator, demosophia, komputer, metodologikonsensus, dan group participan. Sigma-5 untukManajemen Interaktif diilustrasikan oleh Warfield (1994dan 2006) seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Sigma-5 untuk Manajemen Interaktif

Page 30: PRAKATA - UNUD

20

Beberapa teknik yang digunakan pada IMdikembangkan oleh Warfield dan koleganya sertamemanfaatkan teori-teori terkemuka dalam bidangrekayasa sistem (systems engineering). Kombinasi daribeberapa metodologi sistem sangat khas untuk prosesIM. System of System Methodologies (SOSM) dibuat agardalam penggunaanya beberapa sistem yangdiintegrasikan dapat saling melengkapi dan menghasil-kan informasi yang akurat.

Demosophia

Salah satu komponen kunci keberhasilan sesi IM adalahsituation room yang disebut "Demosophia" (bahasa Latinuntuk wisdom of the people). Perhatian yang cermatdicurahkan ke dalam setiap aspek desainnya. Kursi yangnyaman sangat penting untuk pertemuan yang mungkinakan berjalan selama beberapa hari. Ruang pertemuanberdinding lebar dan white boards diperlukan untukmemposting bahan-bahan untuk group review. Desaindemosophia diinisiasi oleh Center for Interactivemanagement, George Mason University, Fairfax, Virginia.Pada era 1970-an, sebelum munculnya wirelesscommunication, Demosophia membutuhkan kabelpanjang agar terhubung dengan komputer mainframedan jejaring. Namun, pada 1990-an, laptop portabelmampu menangani komputasi IM. Demosophiamerupakan salah satu fasilitas strategis di George MasonUniversity dan organisasi-organisasi terkenal, seperti

Page 31: PRAKATA - UNUD

21

Southwest Fisheries Science Center dan Ford MotorCompany (Warfield, 1994).

Fasilitator

Sesi IM acap kali dijalankan selama beberapa haridengan jadwal yang ketat. Dalam rangka efektivitaspenggunaan waktu, keberadaan fasilitator terlatih sangatpenting. Fasilitator diminta, tidak hanya memahamipenggunaan metodologi yang kompleks, tetapi jugamemiliki keterampilan komunikasi dan organisasi untukmemimpin pertemuan yang melibatkan pimpinanperusahaan dan pemerintah pada level puncak dengandinamika value, beliefe, interes, dan persepsi masing-masing (Warfield, 1994).

Group partisipan

Driving engine di belakang sesi IM adalah grouppartisipan yang unik dan bekerja sama memecahkanmasalah yang kompleks. Stakeholder kunci diidentifikasioleh organisasi penyelenggara dan diharapkanmengalokasikan waktunya yang berharga untuk studiterfokus masalah yang dihadapi. Tidak sepertipertemuan pemecahan masalah yang umum, sesi IMmensyaratkan peserta bekerja dalam kerangka tanya-jawab terstruktur (structured framework of questionsand answers) yang bertujuan agar semua pendapatdidengar sekaligus mengeleminir maksud-maksud politisyang biasa terjadi dalam pertemuan umum (Warfield,1994 dan 2006).

Metodologi konsensus

Page 32: PRAKATA - UNUD

22

Selain kelompok peserta yang terlibat bersama dalamDemosophia dan dipimpin oleh fasilitator terlatih, faktorpenting dalam keberhasilan memecahkan masalah yangkompleks adalah metodologi konsensus (consensusmethodologies). Pemilihan metodologi ini untuk:generating, clarifying, structuring, interpreting, danamanding gagasan ini dalam rangka memenuhi faseinteraksi kelompok dan sesuai dengan situasi.

Ada empat group methodologies yang biasadigunakan dalam sesi IM, yakni (a) Nominal GroupTechnique (NGT) (Delbeq, Van De Ven, dan Gustafson,1975), (b) Ideawriting (Warfield, 1990), (c) Field andProfile Representations (Warfield, 1994), dan (d)Interpretive Structural Modeling (ISM) (Warfield, 1994).Teknik-teknik tersebut memungkinkan kelompokpartisipan mengembangkan rangkaian pernyataan yangmendefinisikan berbagai aspek dari masalah danmendapatkan konsensus tentang makna (meaning) daripernyataan tersebut.

Komputer

Warfield yang memiliki keahlian dalam bidangpengembangan komputer, memanfaatkan daya komputer(computing power) ketika ia mengembangkan IM.Warfield (1994 dan 2006) menggunakan penemuansebelumnya, yakni Interpretive Structural Modeling (ISM)sebagai core dari cara baru menggabungkan komputerke dalam meeting environment. Setelah kelompokpeserta melaporkan masalah yang dihadapi secaralengkap, laporan itu diinput ke dalam software ISM.

Page 33: PRAKATA - UNUD

23

Software ini menghasilkan serangkaian pertanyaangroup partisipan dan menampilkannya di layar monitorbesar. Pertanyaan tersebut dirancang agar kelompokpartisipan dapat memutuskan interaksi atau hubungankontekstual antar semua komponen pembentuk masalahyang kompleks itu.

The Problematique

Setelah berhari-hari ‘dikarantina’ dalam situation room,peserta sesi IM telah memiliki ‘senjata’ baru untukmemerangi masalah yang kompleks. Sering kali parapeserta mengembangkan koneksi baru dalam organisasiyang memungkinkan kolaborasi lanjut pada masa depan.Proses metodologi konsensus yang memanfaatkan ISMmemungkinkan peserta mendengarkan perspektif rekan-rekannya dan memperoleh perspektif baru terhadapmasalah yang dihadapi (Warfield, 1994 dan 2006).Namun demikian, yang paling nyata dan unik dari hasildari sesi IM adalah the problematique, yakni representasigrafis yang mengungkap secara jelas akar masalah (rootcauses of a problem) dari sebuah persoalan yang rumit.

Page 34: PRAKATA - UNUD

24

3. METODOLOGI ISMInterpretive Structural Modeling (ISM) adalahmetodologi yang mapan (well-establishedmethodology) untuk mengidentifikasi hubunganantar variabel tertentu yang mendefinisikanmasalah atau isu (Sage,1977; Jharkharia danShankar, 2005). Pendekatan ini digunakan olehbanyak pekerja intelektual (knowledge work)untuk mewakili hubungan timbal-balik (inter-relationships) antar berbagai elemen yang terkaitdengan masalah ini. Pendekatan ISM dimulaidengan identifikasi variabel yang relevan denganmasalah atau isu. Kemudian, dipilih hubungansubordinasi kontekstual yang relevan. Setelahmemutuskan hubungan kontekstual, dikembang-kan Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)berdasarkan perbandingan berpasangan (pairwisecomparison) variabel. Setelah ini, SSIM diubahmenjadi Reachability Matrix (RM) dan diperiksapemenuhan aturan transitivitasnya. Setelahaturan transitivitas terpenuhi, didapatkan sebuahmodel matriks. Kemudian, diperoleh partisi darielemen dan ekstraksi model struktural yangdisebut ISM (Attri et al., 2013).

ISM adalah proses pembelajaran interaktif.Dalam teknik ISM ini, satu set elemen berbedayang berhubungan langsung dan tidak langsungdisusun ke dalam model sistematis komprehensif(comprehensive systematic model) (Sage, 1977;

Page 35: PRAKATA - UNUD

25

Warfield, 1974a dan 1974b), sehingga model yangterbentuk menggambarkan struktur isu ataumasalah kompleks dalam pola yang dirancangcermat (carefully designed pattern) danmenyiratkan grafis dan kata (graphics as well aswords) (Singh, 2003; Raj et al., 2007; Ravi danShankar, 2005; Agarwal et al., 2006; Singh danKant, 2008; Raj dan Attri, 2011; Singh, 2011).

Untuk setiap masalah kompleks yangdipertimbangkan, sejumlah faktor mungkin terkaitdengan isu atau masalah. Namun, hubunganlangsung dan tidak langsung antar faktormenggambarkan situasi yang jauh lebih akuratdibandingkan dengan hanya mengisolasi faktorsecara individu. Oleh karena itu, ISM mengem-bangkan wawasan hubungan tersebut menjadipemahaman kolektif (develops insights intocollective understandings).

Dalam pendekatan ini, aplikasi sistematisbeberapa gagasan dasar dari graph theorydigunakan, sedemikian rupa sehingga secarateoritis, konseptual, dan daya komputasi(theoretical, conceptual and computationalleverage) tereksploitasi untuk menjelaskan polakompleks hubungan kontekstual antar setvariabel. ISM digunakan ketika ada keinginanmemanfaatkan pikiran logis dan sistematis(systematic and logical thinking) sebagaipendekatan penyelesaian isu kompleks yang

Page 36: PRAKATA - UNUD

26

dihadapi (Jedlicka dan Mayer, 1980; Ravi et al.,2005).

Interpretive Structural Modeling adalahmetode yang dibantu komputer (computer-aidedmethod) untuk mengembangkan representasigrafis dari komposisi dan struktur sistem (systemcomposition and structure). ISM berawal daripersepsi Warfield (1974a dan 1974b) akankebutuhan menggunakan ilmu pengetahuanuntuk kebijakan (couple science to policy).Menurut Warfield, "satu set alat komunikasi yangmemiliki karakter ilmiah dan layanan sebagaisebuah mekanisme keterkaitan (linkagemechanism) antara ilmu pengetahuan dan publik,dan memiliki makna untuk seluruh pemangkukepentingan". ISM mampu mengkomunikasikankesan holistik dari elemen-elemen dan hubunganantar elemen yang menentukan struktur sistem.

Warfield (1994 dan 1995) menetapkan satuset persyaratan untuk alat bantu manajemen,utamanya komunikasi ini, meliputi (a) ketentuaninklusi elemen ilmiah, (b) sarana mengungkapkanset relasi yang kompleks, (c) sarana menunjukkanset relasi kompleks yang memungkinkandilakukan pengamatan terus-menerus, memper-tanyakan, dan modifikasi relasi, (d) kongruensidengan pencetus persepsi dan proses analitis, dan(e) kemudahan pembelajaran bagi publik (atauinferensi, multidisiplin).

Page 37: PRAKATA - UNUD

27

Model grafis atau lebih spesifik directedgraphs (digraphs) muncul untuk memenuhipersyaratan ini. Dalam representasi seperti itu,elemen atau komponen dari sistem yang diwakilioleh “poin” dari grafik dan adanya hubungantertentu antar elemen, ditandai dengan kehadiransegmen “garis terarah” (directed line). Inimerupakan konsep keterkaitan dalam kontekshubungan tertentu yang membedakan antarasebuah sistem dengan agregasi komponen belaka(Watson, 1978).

ISM adalah sebuah metode grafis-teoritis(graph-theoretic method) yang merupakanpendekatan yang dikategorikan pada familipemetaan kausal (casual mapping family). ISMbisa juga tergolong pendekatan dari famili SoftOperations Research (SOR). ISM utamanya dimak-sudkan sebagai proses pembelajaran (learningprocess) kelompok partisipan, tetapi dapat jugadigunakan secara individu. ISM adalah sebuahproses yang dapat membantu kelompok pakar(expert group) dalam strukturisasi pengetahuankolektif mereka (Faisal et al., 2006; Faisal et al.,2007). Metodologi ISM adalah sebuah prosespembelajaran interaktif. Dalam hal ini, himpunan(set) hubungan elemen langsung dan tidaklangsung dibuatkan strukturnya menjadi sebuahmodel sistematis yang komprehensif (compre-hensive systematic model).

Page 38: PRAKATA - UNUD

28

Model yang dikembangkan dengan ISMmenggambarkan struktur isu yang kompleks darisebuah sistem studi lapang dalam pola desainyang cermat menggabungkan grafik dan kata(graphics as well as words). Metodologi ISM mem-bantu menentukan urutan (order) dan arah(direction) hubungan yang kompleks antar elemendari sebuah sistem yang spesifik (Sage,1977). ISMdapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks dan subjektif.

Telah diketahui, dalam literatur decisionscience, dikenal tiga teknik kontemporer yangdigunakan secara luas dalam pemodelan danMulti Criteria Decision Making (MCDM) (Chung etal., 2005; Darmawan, 2013), yaitu (a) InterpretiveStructural Modeling (ISM), (b) Analytic HierarchyProcess (AHP), dan (c)Analytic Network Process(ANP). Thakkar et al. (2008) membandingkanketiga teknik ini dan intisari pembandingannyaditampilkan pada Tabel 3.1. Pembandingan itubertujuan untuk menampilkan outstanding meritsdari ISM.

Umumnya, individu atau kelompok problemsolving mengalami kesulitan menangani isu-isuatau sistem yang kompleks. Kompleksitasmasalah atau sistem disebabkan oleh eksistensisejumlah elemen sistem dan interaksi antarelemen-elemen tersebut. Kehadiran elemen-elemen yang terkait langsung atau tidak langsungmempersulit artikulasi struktur sistem. Oleh

Page 39: PRAKATA - UNUD

29

karena itu, diperlukan pengembangan metodologiyang dapat membantu mengidentifikasi struktursebuah sistem. Interpretive structural modeling(ISM) adalah metodologi seperti itu (Raj et al.,2007).

Table 3.1. Pembandingan antaraAHP, ANP, dan ISM

Analytic HierarchyProcess(AHP)

Analytic NetworkProcess (ANP)

InterpretiveStructuralModeling (ISM)

a. Disiplin hirarkiharus diikutidengan ketat.

b. Mengasumsikanindependensifungsionalhierarki bagianatasdibandingkandengan yanglebih rendah(arah anakpanah dari ataske bawah).

c. Gagalmenyelesaikanmasalah dunianyata (realworld) yangkompleks.

d. Memilikikemampuanmoderat dalammenangkapkompleksitasdinamis.

a. Menawarkanjejaring longgar.

b. Memperhitungkaninterdependensidan non-linearitas.

c. Bermanfaat dalammemecahkanmasalah dunianyata yang non-linear.

d. Memilikikemampuan lebihrendah dalammenangkapkompleksitas.

a. Melibatkan setkriteria yangsalingberhubungan.

b. Menetapkanhubungankontekstualmengarah ke(leads to) antarkriteria.

c. Menangkapkompleksitasmasalah dunianyata.

d. Memilikikemampuanyang lebihtinggi untukmenangkapkompleksitasyang dinamis.

Page 40: PRAKATA - UNUD

30

ISM didefinisikan sebagai proses yangbertujuan untuk membantu umat manusia lebihmemahami apa yang dipercaya dan mengenalidengan jelas apa yang tidak diketahui. Fungsinyayang terpenting adalah organisasional. Nilaitambahnya adalah model struktural yangdihasilkan (Farris dan Sage, 1975).

Karakteristik ISM

Metodologi ISM ini adalah interpretif karenapenilaian kelompok memutuskan apa danbagaimana berbagai elemen yang berbeda terkait.ISM adalah struktur berbasis hubungan mutual.Dalam sesi ISM, struktur keseluruhan diekstrakdari set kompleks elemen. ISM adalah teknikpemodelan karena hubungan yang spesifik danstruktur keseluruhan digambarkan dalam modeldigraph. ISM membantu menetapkan urutan danarah pada kompleksitas hubungan antar berbagaielemen dalam suatu sistem (Singh et al., 2003).ISM utamanya dimaksudkan sebagai sebuahgroup learning process, tetapi individu juga dapatmenggunakannya.

Metodologi untuk Persiapan Model ISM

Warfield adalah pakar yang menginisiasi ISMpada 1973 (Warfield 1976 dan 2006). ISM seringdigunakan untuk memperoleh pemahaman dasarbagi situasi yang rumit sekaligus membuat actionplan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Page 41: PRAKATA - UNUD

31

ISM memungkinkan para peneliti mengem-bangkan peta strategi (strategy map) yang rumitantar banyak elemen yang terlibat dalam situasipengambilan keputusan yang rumit (Thakkar etal., 2008; Pramod dan Banwet, 2010). Proses ISMmentransformasi hal yang tidak jelas, modelmental terartikulasi buruk dari sistem (unclear,poorly articulated mental models of systems)menjadi model yang tampak jelas dan terdefinisidengan baik (visible and well-defined models) (Raviet al., 2005; Kim dan Watada, 2009). MetodologiISM adalah metodologi interpretif. Dalam hal ini,kelompok pakar memutuskan apakah danbagaimana elemen-elemen itu terkait, terstruktur,berbasis hubungan indikator penggerak(enebler/driver) dan yang digerakan (dependent).

Metodologi ISM mengekstrak strukturmenyeluruh dari kumpulan variabel yangkompleks dan mendemonstrasikan pemodelanyang menggambarkan hubungan spesifik danterstruktur secara menyeluruh dalam sebuahmodel digraph. ISM merupakan sebuah alat bantupengambilan keputusan menetapkan urutan danarah hubungan antar variabel yang rumit (Sharmaet al., 1995). ISM adalah aplikasi sistematis daribeberapa teori grafis elementer, sedemikian rupasehingga keunggulan teoritis, konseptual, dankomputasi dimanfaatkan untuk menjelaskan polakompleks hubungan konseptual antar variabel(Charan et al., 2008).

Page 42: PRAKATA - UNUD

32

Eryatno (2003) menyebutkan, metodologidan teknik ISM dapat dibagi menjadi dua bagian,yaitu komposisi hirarki dan klasifikasi subelemen.Setiap elemen dari program yang dianalisisdiklarifikasi menjadi beberapa subelemen.Langkah-langkah metodologi ISM dijelaskan padaparagraf berikut (Ravi et al., 2005; Warfield, 1976;Anukul dan Deshmukh, 1994), sedangkan aliranlogis dalam implementasi ISM ditunjukkan padaGambar 3.1 dengan penjelasan sebagai berikut.a. ISM dimulai dengan isu yang kuat atau

permasalahan yang penting untuk dipecahkan.b. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi

elemen-elemen yang membentuk konteks isu.Salah satu dari teknik berikut ini dapatdigunakan untuk identifikasi elemen-elemen:teknik group-solving (seperti brain stormingdan teknik nominal group) atau denganmelakukan survei atau dari literatur (Ravi etal., 2005; Warfield, 1976). Anukul danDeshmukh (1994) menggunakan Delphi untukmengidentifikasi elemen-elemen, sedangkanRavi et al. (2005), Thakkar et al. (2008), Gorvettdan Liu (2007), dan Faisal et al. (2007)menggunakan survei literatur. Jharkharia danShankar (2004) serta Sanjay dan Shangkar(2005) menggunakan industrial survey untukmembuat daftar elemen-elemen.

Page 43: PRAKATA - UNUD

33

Gambar 3.1. Metodologi untuk Persiapan Model ISM

33

Gambar 3.1. Metodologi untuk Persiapan Model ISM

Page 44: PRAKATA - UNUD

34

c. Selanjutnya, ditentukan hubungan kontekstual antarvariabel yang teridentifikasi. Untuk mengembangkansebuah hubungan kontekstual, perlu keterlibatangroup-solving atau kelompok pakar (group of experts).Pasangan elemen (pairs of elements) dibandingkansecara grafis atau dalam matriks hubungan,menggunakan hubungan kontekstual yang sebagianbesar merupakan kata kerja atau frase kata kerja(verb or verb phrase). Kata kerja generik khas yangdigunakan untuk membandingkan pasang elementersebut adalah sebagai berikut.

1) Mempengaruhi (influences).2) Menyebabkan (causes).3) Mengarah ke (leads to).4) lebih penting daripada (more important than).

Setelah menyeleksi hubungan kontekstual, dibangunrepresentasi grafis dari model mental. Ada lima jenishubungan kontekstual dalam ISM (Eriyatno, 2003)seperti pada Tabel 3.2.

d. Diagram hubungan kontekstual menyediakan saranavisual pemetaan kausal dan/atau hubungan asosiasidalam pengembangan sebuah teori koheren.Mengembangkan Structural Self-Interaction Matrix(SSIM) dari elemen-elemen yang menunjukkanhubungan berpasangan (pairwise relationship) antarelemen-elemen sebuah sistem.

e. Mengembangkan Reachability Matrix dari SSIM, danmemeriksa transitivitasnya. Transitivitas hubungankontekstual adalah asumsi dasar dalam ISM yang

Page 45: PRAKATA - UNUD

35

menyatakan bahwa jika elemen A terkait dengan Bdan B terkait dengan C, maka A terkait dengan C.

Tabel 3.2. Hubungan kontekstual dalam ISMJenis Interpretasi

Perbandingan A lebih penting/besar daripada BPernyataan A atribut B

A termasuk dalam BPengaruh A menyebabkan B

A sebagian penyebab BA mengembangkan BA menggerakkan BA meningkatkan B

Keruangan A selatan/utara BA di atas BA di sebelah kiri B

Kewaktuan A mendahului BA mengikuti BA merupakan prioritas lebih dari B

f. Partisi Reachability Matrix ke level yang berbeda.g. Berbasis hubungan di atas, directed graph (digraph)

digambar dan tautan transitif dihilangkan.h. Membangun model ISM dan memeriksa

ketidakkonsistenan konseptual (conceptualinconsistency), serta modifikasi yang diperlukan.Model ISM final disajikan untuk memecahkanmasalah yang dihadapi.

Langkah fundamental pengembangan model ISM

Warfield (1974) mengembangkan metodologi berkenaandengan penggunaan aplikasi sistematis dari beberapagagasan dasar teori grafik (graph theory) dan aljabarBoolean, sedemikian rupa sehingga ketika diimple-

Page 46: PRAKATA - UNUD

36

mentasikan dalam mode interaktif manusia/mesin(man/machine interactive mode), teoritis, konseptual dandaya ungkit komputasi, dapat dimanfaatkan untukmembangun directed graph (representasi dari hirarkisstruktur sistem). Metodologi ini memiliki, setidaknya duasifat yang diinginkan jika dibandingkan denganpendekatan lain, yaitu (a) kesederhanaan (simplicity)dalam arti tidak membutuhkan, misalnya sudut pandangpengetahuan matematik unggul (advance mathematicalknowledge) dari pengguna dan (b) efisiensi, utamanyadalam hal penghematan waktu komputasi (Ochuchi etal., 1986). Berbagai langkah dalam pemodelan ISMadalah sebagai berikut.a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang relevan dengan

masalah yang dipertimbangkan. Hal ini dapatdilakukan dengan teknik survei atau pemecahanmasalah kelompok (group problem solving).

b. Membangun hubungan kontekstual antar elemenberkenaan dengan pasang elemen (pairs of elements)yang akan diperiksa.

c. Mengembangkan Structural Self-Interaction Matrix(SSIM) dari elemen. Matriks ini menunjukkanhubungan berpasangan (pairwise relationship) antaraelemen sistem. Matriks ini perlu diperiksatransitivitasnya.

d. Mengembangkan Reachability Matrix dari SSIM.e. Partisi Reachability Matrix ke level yang berbeda.f. Mengkonversi Reachability Matrix ke bentuk conical.g. Menggambar digraph berbasis pada hubungan dalam

Reachability Matrix dan menghapus link transitif.

Page 47: PRAKATA - UNUD

37

h. Mengkonversi digraph yang dihasilkan menjadi modelberbasis ISM dengan mengganti node elemen denganpernyataan (statements).

i. Review model untuk memeriksa conceptualinconsistency dan membuat modifikasi yangdiperlukan.

Enam langkah yang mengarah pada pengem-bangan model ISM, diilustrasikan dengan jelas oleh Attriet al. (2013) (Gambar 3.2).

Step 1: Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)

Metodologi ISM mengusulkan penggunaan opini pakar(expert opinions) berbasis berbagai teknik manajemen,seperti brain storming dan nominal group techniquedalam mengembangkan hubungan kontekstual antarvariabel (Ravi et al., 2005; Barve et al., 2007; Hasan etal., 2007). Untuk tujuan tersebut, para pakar, baikindustriawan maupun akademisi harus berkonsultasiuntuk mengidentifikasi sifat hubungan kontekstualantar faktor. Para industriawan dan akademisi harusfasih dengan masalah yang dipertimbangkan. Untukmenganalisis faktor, hubungan kontekstual leads to atauinfluences harus dipilih. Ini berarti bahwa salah satufaktor mempengaruhi faktor lain.

Atas dasar ini, dikembangkan hubungankontekstual antar faktor-faktor yang diidentifikasi.Berikut ini empat simbol yang digunakan untukmenunjukkan arah hubungan antara dua faktor (i dan j).

Page 48: PRAKATA - UNUD

38

Gambar 3.2. Diagram alir untuk menyiapkan model ISM

38

Gambar 3.2. Diagram alir untuk menyiapkan model ISM

Page 49: PRAKATA - UNUD

39

a. V untuk hubungan dari faktor i ke faktor j(faktor i akan mempengaruhi faktor j).

b. A untuk hubungan faktor j ke faktor i (faktor iakan dipengaruhi oleh faktor j).

c. X untuk hubungan dua arah (faktor i dan jakan mempengaruhi satu sama lain).

d. O untuk tidak ada hubungan antar faktor(faktor i dan j tidak berhubungan).

Berdasarkan hubungan kontekstual terse-but, SSIM dikembangkan. Untuk mendapatkankonsensus, SSIM harus dibahas lebih lanjut olehkelompok pakar (group of experts). Atas dasartanggapan para pakar tersebut, SSIM dapatdiselesaikan.

Step 2: Reachability Matrix

Langkah berikutnya dalam ISM adalahmengembangkan initial reachability matrix dariSSIM. Untuk ini, SSIM diubah menjadi initialReachability Matrix dengan menggantikan empatsimbol (V, A, X, atau O) dari SSIM dengan 1 atau 0dalam initial Reachability Matrix.Aturan untuksubstitusi ini adalah sebagai berikut.a. Jika entri (i, j) dalam SSIM adalah V, maka

entri (i, j) dalam reachability matrix menjadi 1dan entri (j, i) menjadi 0.

b. Jika entri (i, j) dalam SSIM adalah A, makaentri (i, j) dalam matriks menjadi 0 dan entri (j,i) menjadi 1.

Page 50: PRAKATA - UNUD

40

c. Jika entri (i, j) dalam SSIM adalah X, makaentri (i, j) dalam matriks menjadi 1 dan entri (j,i) menjadi 1.

d. Jika entri (i, j) dalam SSIM adalah O , makaentri (i, j) dalam matriks menjadi 0 dan entri (j,i) menjadi 0.

Mengikuti aturan-aturan ini, initial ReachabilityMatrix disiapkan. Entri 1* dimasukkan untukmenyertakan transitivitas guna mengisikesenjangan (jika ada) dalam pengumpulan opiniselama pengembangan Structural Self-Instruct-ional Matrix (SSIM). Setelah menyertakan konseptransitivitas, diperoleh final Reachability Matrix.

Step 3: Level partitions

Dari final Reachability Matrix untuk setiap faktor,diperoleh set reachability dan set anteseden. Setreachability terdiri atas faktor itu sendiri danfaktor lain yang mungkin mempengaruhi,sedangkan set anteseden terdiri atas faktor itusendiri dan faktor lain yang dapat mempeng-aruhinya. Selanjutnya, diperoleh interseksi setuntuk semua faktor dan ditentukan level faktoryang berbeda. Faktor-faktor dengan reachabilitydan interseksi set yang sama menempati top leveldalam hirarki ISM. Faktor top-level adalah faktor-faktor yang tidak akan menggerakkan faktor-faktor lain di atas level faktor top-level itu sendiridalam hirarki. Setelah faktor top-levelteridentifikasi, maka akan dihapus dari pertim-

Page 51: PRAKATA - UNUD

41

bangan. Kemudian, proses yang sama diulanguntuk mengetahui faktor-faktor pada levelberikutnya. Proses ini berlanjut sampai levelmasing-masing faktor ditemukan. Level tersebutmembantu membangun diagraph dan model ISM.

Step 4: Conical matrix

Conical Matrix dikembangkan dengan caraclustering faktor pada tingkat yang sama lintasbaris dan kolom dari final Reachability Matrix.Drive power faktor diperoleh denganmenjumlahkan angka satu pada baris sedangkandependence power dengan menjumlahkan angkasatu pada kolom (Raj et al., 2012; Attri et al.,2012a; Attri et al., 2012b). Selanjutnya, peringkatdrive power dan dependence power dihitungdengan memberikan peringkat tertinggi untukfaktor-faktor yang memiliki jumlah maksimumangka satu pada baris dan kolom.

Step 5: Digraph

Berbasis bentuk conical dari Reachability Matrix,diperoleh digraph awal, termasuk link transitif.Hal ini dihasilkan oleh node dan garis (Raj danAttri, 2011).

Setelah menghapus tautan (link) tidaklangsung, dikembangkan digraph final. Digraphmewakili elemen-elemen dan interdependensinyadalam node dan garis atau dengan kata laindigraph adalah representasi visual dari elemen-

Page 52: PRAKATA - UNUD

42

elemen dan interdependensinya (Raj dan Attri,2010; Dev et al., 2012). Dalam perkembangan ini,faktor top level diposisikan di atas digraph danfaktor second level ditempatkan pada posisi keduadan seterusnya, sampai ke bottom level yangditempatkan pada posisi terendah dalam digraph.

Step 6: ISM Model

Digraph diubah menjadi model ISM denganmengganti simpul (node) faktor denganpernyataan (statement).

Keunggulan pendekatan ISM

ISM menawarkan berbagai manfaat sebagaiberikut.a. Prosesnya sistematis. Komputer diprogram

untuk mempertimbangkan semua kemung-kinan pasangan hubungan (all possiblepairwise relations) elemen sistem, baik secaralangsung dari respons partisipan maupundengan inferensi transitif.

b. Prosesnya efisien. Tergantung konteksnya,penggunaan inferensi transitif dapatmengurangi jumlah relational queries yangdibutuhkan sebesar 50%-80%.

c. Tidak ada pengetahuan tentang proses yangmendasarinya yang diperlukan dari kelompokpeserta. Mereka hanya perlu memilikipemahaman yang cukup tentang sistem objekuntuk merespon serangkaian pertanyaan

Page 53: PRAKATA - UNUD

43

relasional (relational queries) yang dihasilkanoleh komputer.

d. Memandu dan mencatat hasil musyawarahkelompok pada isu-isu kompleks dengan carayang efisien dan sistematis.

e. Menghasilkan model terstruktur ataurepresentasi grafis dari situasi masalah originalyang dapat dikomunikasikan secara lebihefektif kepada orang lain.

f. Meningkatkan kualitas komunikasi inter-disipliner dan interpersonal dalam kontekssituasi masalah dengan memfokuskanperhatian partisipan pada satu pertanyaantertentu pada suatu waktu.

g. Mendorong analisis masalah denganmemungkinkan peserta mengeksplorasikecukupan daftar yang diusulkan dari elemensistem atau pernyataan masalah untukmenjelaskan situasi tertentu.

h. Berfungsi sebagai alat pembelajaran denganmemaksa partisipan untuk mengembangkanpemahaman dalam arti dan makna dari daftarelemen tertentu dan hubungannya.

i. Memungkinkan aksi atau analisis kebijakandengan membantu peserta mengidentifikasiarea tertentu untuk aksi kebijakan yangmenawarkan keunggulan atau daya ungkit(advantages or leverage) untuk mencapaitujuan yang ditentukan.

Page 54: PRAKATA - UNUD

44

Keterbatasan pendekatan ISM

Mungkin ada banyak variabel untuk masalah atauisu kompleks. Peningkatan jumlah variabel untukmasalah atau isu tersebut meningkatkankompleksitas metodologi ISM. Jadi kita perludilakukan pembatasan jumlah (limited number)variabel dalam pengembangan model ISM.Variabel yang diyakini kurang mempengaruhimasalah atau isu tidak dipertimbangkan dalampengembangan model ISM. Diperlukan bantuanahli dalam menganalisis kekuatan variabel drivingdan dependence dari masalah atau isu yangdihadapi. Model ini secara statistik tidakdivalidasi. Structural Equation Modeling (SEM)yang dikenal sebagai pendekatan hubunganstruktural linear memiliki kemampuan pengujianvaliditas model hipotetis seperti itu.

MICMAC

Matrice d’Impacts Croises-Multiplication Appliqúean Classment (cross-impact matrix multiplicationapplied to classification) dan disingkat sebagaiMICMAC. Tujuan analisis MICMAC adalah untukmenganalisis kekuatan drive power dandependence berbagai faktor. Prinsip MICMACberbasis pada sifat perkalian matriks (Sharma etal., 1995). Hal ini dilakukan untukmengidentifikasi faktor-faktor kunci yang meng-gerakan sistem dalam berbagai kategori.Berdasarkan kekuatan drive power dan depend-

Page 55: PRAKATA - UNUD

45

ence, faktor-faktor diklasifikasikan ke dalamempat kategori, yaitu (a) autonomous factors, (b)linkage factors, (c) dependent factors, dan (d)independent factors dengan penjelasan sebagaiberikut.a. Autonomous factors. Faktor-faktor ini memiliki

kekuatan drive power lemah dan dayadependence lemah. Faktor-faktor ini relatifterputus dari sistem. Faktor-faktor tersebutmemiliki sedikit link, tetapi mungkin sangatkuat.

b. Linkage factors. Faktor-faktor ini memilikidrive power yang kuat serta dependence yangkuat pula. Faktor-faktor ini tidak stabil(unstable). Setiap aksi terhadap faktor ini akanmemiliki efek pada yang lainnya dan efekumpan-balik (feedback effect) pada faktor itusendiri.

c. Dependent factors. Faktor-faktor ini memilikidrive power lemah tetapi dependence yangkuat.

d. Independent factors. Faktor-faktor ini memilikidrive power yang kuat tetapi dependencelemah. Faktor dengan drive power yang sangatkuat (a.k.a key factor) termasuk dalam kategorifaktor independent.

Page 56: PRAKATA - UNUD

46

4. TINJAUAN LITERATURAPLIKASI ISM

Upaya yang sistematis telah dilakukan untukmeninjau literatur secara kritis dalam rangkapenggelaran ISM dalam berbagai bidang.Meskipun survei literatur yang dilakukan belummemadai (not exhaustive), kegiatan tinjauanliteratur tersebut berfungsi meletakkan dasar-dasar yang kuat dan panduan yang jelas bagipengambilan keputusan dalam mengembangkan,mendefinisikan, dan mengidentifikasi researchgap/agenda atau knowledge work terkait aplikasimetodologi ISM secara sistematis dan meyakin-kan.

Buku ini mengulas literatur terseleksi,mulai dari literatur klasik sampai yang terbarudalam aplikasi ISM. Tinjauan literatur meng-ungkapkan bahwa hanya sedikit literaturkomprehensif tentang aplikasi InterpretiveStructural Modeling (ISM) yang tersediaShahabadkar. Kerangka tinjauan literaturdisajikan pada Gambar 4.1. Tujuan utama daritinjauan literatur ini adalah untuk mendaftar,mengklasifikasikan, dan mengkaji literatur untukaplikasi metodologi ISM, utamanya dalam bidangmanajemen yang dapat dilacak dan diringkas.Aplikasi ISM dalam Literatur lintas klasifikasiaplikasinya, penulis dan tahun publikasi, sertaisu strategis disajikan pada Tabel 4.1.

Page 57: PRAKATA - UNUD

47

Gambar 4.1. Kerangka tinjauan literatur

47

Gambar 4.1. Kerangka tinjauan literatur

Page 58: PRAKATA - UNUD

48

Tabel 4.1. Aplikasi ISM dalam literatur lintas klasifikasi, penulis dan tahunpublikasi, serta isu strategis

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

Fondasi ISM

Malone(1975)

Menyajikan gambaran singkat ISM.

Warfield(1976)

Memperkenalkan ISM dan memberikandeskripsi rinci dan prosedur operasi.

Linstone etal. (1979)

ISM merupakan alat yang tepat untukpemodelan ketika variabel-variabel bersifatsubjektif.

Lendris(1980)

ISM adalah alat yang potensial untukpemodelan sistem untuk sejumlah besarvariabel.

ISM pada manajemenvendor

Thakkar et al.(2008)

Hubungan buyer-supplier dievaluasimenggunakan ISM terintegrasi dan grafikmatriks teoritis: Studi kasus UKM otomotifdi India.

Page 59: PRAKATA - UNUD

49

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

Mohammedet al. (2008)

Mengembangkan road map intervensi untukmenciptakan rantai nilai yang flex-lean-agile melalui outsourcing.

Yan danKafeng (2002)

Mengembangkan model persediaan yangdikelola vendor.

Anukul danDashmukh(1994)

Mengembangkan ISM untuk menetapkankriteria pemilihan vendor.

Lin et al.(2011)

ISM digunakan untuk memberikanpemahaman tentang keterkaitan kausal didalam kerangka evaluasi kinerja vendoryang rumit. Penelitian ini dilakukan untukindustri semikonduktor Taiwan.

ISM pada manajemen risikoUdayana(2010)

Pendekatan ISM digunakan untukpemodelan manajemen risiko agroindustribiodiesel berbasis kelapa sawit.

Faisal et Mengkaji manajemen risiko dalam rantai

Page 60: PRAKATA - UNUD

50

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

al.(2007) pasok.

Faisal etal.(2006)

Pendekatan berbasis ISM digunakan untukmemodelkan hal-hal yang menggerakan danmenghambat mitigasi risiko rantai pasok.

Devinder danShankar(2006)

Pemetaan rantai pasok pada dimensi risikodan sensitivitas pelanggan.

ISM pada manajemen rantaipasok yang ditopang SistemInformasi/TeknologiInformasi (SI/TI)

Khurana etal. (2010)

ISM dan fuzzy MICMAC digunakan untukmengidentifikasi dan mengklasifikasikankriteria kunci dari penggerak berbagiinformasi yang mempengaruhi kepercayaandalam manajemen rantai pasok.

Thakkar danDeshmukh(2008)

ISM diaplikasikan untuk memastikanadopsi dan implementasi penggerak SI/TIpada UKM di India.

Sarmah et al.(2006)

Mengembangkan beberapa model nilaiinformation sharing pada manajemen rantai

Page 61: PRAKATA - UNUD

51

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

pasok.

Sanjay danShankar(2005)

Aplikasi metodologi ISM untukmengidentifikasi penghambat dalammenggerakan SI/TI rantai pasokan untukindustri besar seperti, auto industri, FMCG,dan industri proses.

Jharkhariadan Shankar(2004)

ISM digunakan untuk memahami pengaruhindikator penggerak dan mengidentifikasipenggerak yang menopang penggeraklainnya (driving enablers) dan yangdipengaruhi (dependent enablers) olehdriving enablers itu.

ISM pada pengukurankinerja rantai pasok

Charan etal.(2008)

ISM digunakan untuk menentukan variabelkunci implementasi sistem pengukurankinerja rantai pasok. Manajemen puncakharus fokus dalam meningkatkanefektivitas dan efisiensi rantai pasok.

Page 62: PRAKATA - UNUD

52

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

ISM pada reverse logisticsRavi et al.(2005)

Pendekatan berbasis ISM digunakan untukmodel reverse logistics pada rantai pasokhardware komputer.

ISM pada rantai pasokindustri jasa

Pramod danBanwet(2010)

Pendekatan berbasis ISM digunakan untukmemahami penghambat rantai pasoklayanan telekomunikasi dalam penyediaanlayanan telekomunikasi terkemuka yangberoperasi di berbagai belahan dunia danmemiliki kantor pusat di India.

Joshi et al.(2009)

Penggunaan ISM untuk memodelkanpenghambat rantai dingin untuk perishablegoods di India.

ISM pada integrasi rantaipasok

Singh (2011)Pemodelan struktural interpretif digunakanuntuk pemodelan penggerak koordinasidalam rantai pasok.

ISM pada manajemenlimbah

Sharma et al.(1995)

ISM telah digunakan untukmengembangkan hirarki aksi yang

Page 63: PRAKATA - UNUD

53

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

dibutuhkan untuk mencapai tujuan masadepan pengelolaan limbah di India.

ISM pada industri jasaGorvett danLiu (2007)

Pendekatan berbasis ISM digunakan untukmengidentifikasi dan mengukur risikointeraktif pada perusahaan asuransi.

ISM pada manajemenpendidikan

Alexia (2009)Efektivitas Guru sebagai komponen sistemmanajemen kinerja pendidikan ditelitimenggunakan ISM.

ISM pada manajemen projekAhuja et al.(2009)

Pendekatan berbasis ISM digunakan untukmemodelkan manfaat kolaboratif adopsiSI/TI untuk manajemen projek.

ISM pada bisnis outsourcingsoftware

Wang (2015)

Pendekatan berbasis ISM digunakan untukmenganalisis dan memantapkan strukturrisiko total untuk projek outsourcingsoftware.

ISM pada bisnis perbankanSalimifard etal. (2010)

ISM digunakan untuk pemodelan danmenganalisis hubungan antar faktor

Page 64: PRAKATA - UNUD

54

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

penentu keberhasilan dalam reengineeringproses perbankan di Iran.

ISM untuk manajemenrisiko dalam projekkemitraan pemerintah-swasta

Iyer danSagheer(2010)

Pendekatan berbasis ISM digunakan untukmanajemen risiko pada projek kemitraanantara pemerintah-swasta.

ISM untuk implementasisix-sigma

Soti et al.(2010)

ISM digunakan untuk memodelkanpenghalang pelaksanaan six-sigma. denganmemastikan hubungan antar penghalang.Hasilnya memberikan wawasan dalampendekatan efektif untuk menangkalpenghalang tersebut.

ISM pada industri panganSagheer etal.(2009)

ISM digunakan untuk mengidentifikasi danmemantapkan hubungan antar faktor-faktor penting yang mempengaruhikepatuhan standar dan level pengaruhnyadalam industri pangan di India.

Page 65: PRAKATA - UNUD

55

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

ISM untuk pabrikasikesadaran lingkungan

Hasan et al.(2008)

ISM digunakan untuk membuat pemodelanpenghambat pabrikasi kesadaranlingkungan.

ISM untuk konservasi energiSaxena et al.(1992a)

ISM diaplikasikan untuk pemodelanvariabel konservasi energi pada industrisemen di India.

ISM pada proses inovasi Yrd D (2010)

ISM diaplikasika untuk pemodelan danmembentuk hubungan antar penghalangyang dihadapi dalam proses inovasi. Modelyang dikembangkan akan membantu dalammengatasi penghambat inovasi di Turki.

ISM pada manajemenpengetahuan

Singh et al.(2003)

ISM untuk manajemen pengetahuan padateknik industri.

Reza et al.(2010)

Penggunaan ISM bagi pemantapanhubungan antar kriteria manajemenpengetahuan dalam rangka memastikanlandasan esensial untuk mengevaluasi hasil

Page 66: PRAKATA - UNUD

56

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

manajemen pengetahuan pada organisasi diMalaysia.

ISM pada manajemenekowisata mangrove

Darmawan(2009)

Aplikasi ISM untuk manajemen kawasanekowisata mangrove dalam rangkapengelolaan sumberdaya pesisir berke-lanjutan.

Darmawandan Putradi(2010)

ISM diaplikasikan untuk membuat strukturpengembangan ekowisata Mangrove.

ISM pada manajemenkinerja agroindustri sapipotong

Olviana et al.(2014)

ISM diaplikasikan untuk pemodelanmanajemen kinerja agrindustri sapi potong.

Sistem pemasaran sayuranSarjana(2007)

ISM digunakan untuk membuat struktursistem pemasaran agribisnis sayurandaerah dingin.

ISM untuk pengembangankawasan agropolitan

Negara (2006)ISM diaplikasikan untuk pemodelankawasan agropolitan.

Page 67: PRAKATA - UNUD

57

KlasifikasiPenulis dantahunpublikasi

Isu strategis yang diangkat

ISM pada kemitraan bisnisrumput laut

Sa’diyah(2009)

ISM untuk pemodelan sistem kemitraanagribisnis rumput laut.

ISM untuk programcommunity developmentwilayah pesisir

Permana(2010)

ISM diaplikasikan untuk menghasilkanmodel community development wilayahpesisir oleh perusahaan pembangkitanlistrik milik pemerintah.

ISM untuk daya tahanbisnis koperasi

Susilowati etal. (2015)

Pengembangan resiliensi bisnis lembagakoperasi primer tempe-tahu menggunakanISM. Dari model kelembagaan diungkapkanpentingnya peran pemerintah dalammenjamin ketersediaan kedelai.

Page 68: PRAKATA - UNUD

58

5. ISM DAN REKAYASA TUJUANSTRATEGIS ORGANISASI

Perkembangan terkini dalam sistem pengukurankinerja (performance measurement system)menunjukkan bahwa organisasi perlu mengem-bangkan sebuah manajemen pengukuran kinerjadalam wujud peta strategi (strategy maps)(Thurstone, 1959; Kaplan dan Norton, 2002;Olviana, 2015) dan mendefinisikan hubunganantar unsur penggerak (drivers) menggunakandata pengukuran kinerja historis (Rucci et al.,1998; Najjar dan Neely, 1998). Di sini, seorangmanajer diberikan satu set pengungkit untukmengelola organisasi. Keyakinan terhadap unsurpengungkit (lever)/penggerak (driver) ditingkatkanmelalui pengembangan hubungan logis (logicalrelationships) antar indikator/variabel berdasar-kan pengalaman dan intuisi (experience andintuitions) dari seorang manajer. Pada bagian ini,dikembangkan hubungan antar tujuan organisasidengan menggunakan metodologi ISM yangmengarah pada identifikasi berbagai ukurankinerja.

Tujuan strategis organisasi Pasar LelangAgricultural Produce Bali Indonesia yang diinisiasiPUM Netherlands Senior Experts bekerjasamadengan Magister Agribisnis Universitas Udayana(Tabel 5.1, kolom 3), sebagai kasus real lifecompany, tidak independen satu sama lain.

Page 69: PRAKATA - UNUD

59

Misalnya, motivasi tinggi outlet penjualan dapatlebih meningkatkan penjualan dan padagilirannya dapat meningkatkan pangsa pasar.Demikian pula, manajemen kualitas yang tepatpada berbagai tingkatan rantai pasok akanmengarah pada kualitas layanan terhadappelanggan yang lebih baik dan hal tersebut dapatmemperbesar pangsa pasar.

Tabel 5.1. Visi, misi, dan tujuan organisasi

Visi Misi Tujuan(1) (2) (3)

Ekspansibisnismelaluipeningkatanlayanankepadapelanggandanintegrasiformasirantaipasok yangtepat

Mengefektifkanfungsi rantaipasok denganmemotivasiprodusen,outletpenjualan danmempekerjakankontraktor(third partylogistics) yanghandal

1. Memulihkaninvestasi mesin daninfrastruktur melaluipeningkatanpertumbuhanpenerimaan

2. Meningkatkanlayanan kepadapelanggan melaluialiran kontinyuproduk dengankualitas lebih baikdan harga stabilyang logis danterjangkau(affordable andreasonably stableprices)

3. Memotivasi danmengidentifikasisumber produsenbaru

4. Memantapkanhubungan jangkapanjang dengan

Page 70: PRAKATA - UNUD

60

Visi Misi Tujuan(1) (2) (3)

produsen5. Memotivasi para

produsen untukmemproduksi liniproduk berkualitasbaik secara kontinyu

6. Mempertahankandan memantaukualitas pada setiaplevel rantai pasok(produsen, prosesor,dan pelanggan)

7. Memotivasipemerintah untukmemperluas danmenumbuhkansektor yangmembidangiorganisasi itu

8. Memperluas bisnisdi luar wilayahorganisasi

9. Memantapkankontrak jangkapanjang dengankontraktor baru(third party logistics)

10. Memotivasi SDMoutlet penjualanuntuk lebihmeningkatkanpenjualan produk

11. Meningkatkanpangsa pasar

12. Mendapatkanmanfaat yang lebihbaik daripenggunaan mesin

Page 71: PRAKATA - UNUD

61

Visi Misi Tujuan(1) (2) (3)

dan infrastruktur13. Meningkatkan fungsi

pemasaran dalamrangka membangunbrand image di pasar

Jadi ada hubungan "mengarah ke" (leadsto) di antara tujuan-tujuan tersebut. Pemahamanmanajer terhadap hubungan ini sangat membantudalam menghasilkan ukuran kinerja yang tepatmelalui diagram sebab dan akibat (cause andeffect diagram). Upaya pertama (first attempt) yangdilakukan untuk menganalisis hubungan antartujuan strategis organisasi adalah denganmenggunakan metodologi ISM.

Interpretive Structural Modeling (ISM)adalah metodologi untuk mengidentifikasi danmeringkas hubungan antar tujuan-tujuanstrategis (strategic objectives) tertentu yangmenentukan isu-isu atau masalah. ISMmenyediakan sarana bagi para manajer untukmembuat permasalahan yang kompleks menjaditerstruktur. Dengan ISM, kelompok pakardimungkinkan memastikan urutan dalamkerumitan performance indicator items (Mandaldan Deshmukh, 1994). ISM menyediakan berbagaikeuntungan berikut.a. Mencakup penilaian subjektif (subjective

judgments) para pakar berbasis nilai,

Page 72: PRAKATA - UNUD

62

keyakinan, minat, dan persepsi mereka dengancara yang paling sistematis.

b. Memberikan kesempatan untuk melakukanrevisi penilaian.

c. Upaya komputasi yang dilibatkan sedikit,(berkisar antara 10-15 variabel) danmerupakan alat yang bermanfaat untukaplikasi kehidupan nyata (real lifeapplications).

Beberapa artikel berharga dari teknik ISMini telah dilaporkan pada tinjauan literatur(Saxena et al., 1992; Mandal and Deshmukh,1994; Sharma et al. 1995; Singh et al., 2003;Singh et al., 2008). Prosedur langkah demilangkah (step-by-step) untuk mengembangkansebuah model ISM, meliputi (a) Structural Self-Interaction Matrix (SSIM), (b) Reachability Matrix(RM), (c) Klasifikasi kriteria, (d) Level Partition danConical Matrix, serta (e) pengembangan digraphdan formasi ISM.

Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)

Untuk menganalisis tujuan-tujuan yang diguna-kan untuk pengembangan ukuran-ukuran danpembobotannya, dipilih jenis hubungan konteks-tual "mengarah ke" (leads to) yang berarti bahwasatu variabel mengarah ke yang lain. Denganmengingat hubungan kontekstual setiap variabel,selanjutnya dapat ditanyakan bagaimanaeksistensi hubungan antara dua sub-variabel (i

Page 73: PRAKATA - UNUD

63

dan j) dan arah hubungan tersebut. Simbol VAXOdigunakan untuk menggambarkan hubungankontekstual antar dua variabel (Warfield, 1976)(Tabel 5.2).

Tabel 5.2. Hubungan kontekstual variabel“mengarah ke”

V untuk hubungan dari i ke j tetapi tidak untukkedua arah

A untuk hubungan dari j ke i tetapi tidak untukkedua arah

X untuk kedua arah, hubungan dari i ke j dan j ke iO jika tidak muncul hubungan yang valid antara

variabel

Reachability Matrix (RM)

Berdasarkan hubungan kontekstual ini, melaluiproses manajemen interaktif, dikembangkan SSIMawal (initial SSIM) (Gambar 5.1). SSIM yang telahmemenuhi aturan transitivitas dikonversi menjadimatriks biner (binary matrix) disebut denganinitial Reachability Matrix (RM) (Gambar 5.2),dengan mengganti kode VAXO dengan angka 1dan 0. Kemudian, diperiksa ketransitifannya(artinya, jika elemen i mengarah ke elemen j danelemen j mengarah ke elemen k, maka elemen iharus mengarah ke elemen k (Mandal danDeshmukh, 1994) dan Reachability Matrix akhir(Final Reachability Matrix) yang diperolehdisajikan pada Gambar 5.3.

Page 74: PRAKATA - UNUD

64

Gambar 5.1. Structural Self-Interaction Matrix(SSIM)

Gambar 5.2. Initial Reachability Matrix

64

Gambar 5.1. Structural Self-Interaction Matrix(SSIM)

Gambar 5.2. Initial Reachability Matrix

Page 75: PRAKATA - UNUD

65

Gambar 5.3. Final Reachability Matrix

Kriteria Klasifikasi

Berbagai tujuan diklasifikasikan menjadi empatsektor (Mandal dan Deshmukh 1994, Warfield,1976), yaitu Autonomous, Dependent, Linkage,dan Independent (ADLI) berdasarkan dayapenggerak dan dependensi (driver power anddependence). Driver Power-Dependence Matrix(DP-D Matrix) disajikan pada Gambar 5.4 denganpenjelasan sebagai berikut.a. Autonomous, artinya variabel di sektor ini

umumnya tidak berkaitan dengan sistem danmungkin mempunyai hubungan kecilmeskipun hubungan tersebut bisa saja kuat.

b. Dependent merupakan variabel weak driverstrongly dependent. Variabel pada sektor inipada umumnya tidak bebas.

65

Gambar 5.3. Final Reachability Matrix

Kriteria Klasifikasi

Berbagai tujuan diklasifikasikan menjadi empatsektor (Mandal dan Deshmukh 1994, Warfield,1976), yaitu Autonomous, Dependent, Linkage,dan Independent (ADLI) berdasarkan dayapenggerak dan dependensi (driver power anddependence). Driver Power-Dependence Matrix(DP-D Matrix) disajikan pada Gambar 5.4 denganpenjelasan sebagai berikut.a. Autonomous, artinya variabel di sektor ini

umumnya tidak berkaitan dengan sistem danmungkin mempunyai hubungan kecilmeskipun hubungan tersebut bisa saja kuat.

b. Dependent merupakan variabel weak driverstrongly dependent. Variabel pada sektor inipada umumnya tidak bebas.

Page 76: PRAKATA - UNUD

66

Gambar 5.4. Driver Power-Dependence Matrix(DP-D Matrix)

c. Linkage adalah variabel strong driver-stronglydependent. Variabel pada sektor ini harusdikaji secara hati-hati sebab hubungan antarvariabel tidak stabil. Artinya, setiap tindakanpada variabel tersebut akan berdampakterhadap variabel lainnya dan umpan-balikpengaruhnya dapat memperbesar dampaktersebut.

66

Gambar 5.4. Driver Power-Dependence Matrix(DP-D Matrix)

c. Linkage adalah variabel strong driver-stronglydependent. Variabel pada sektor ini harusdikaji secara hati-hati sebab hubungan antarvariabel tidak stabil. Artinya, setiap tindakanpada variabel tersebut akan berdampakterhadap variabel lainnya dan umpan-balikpengaruhnya dapat memperbesar dampaktersebut.

Page 77: PRAKATA - UNUD

67

d. Independent merupakan variabel Strong Drive-Weak Dependent. Variabel pada sektor inimerupakan bagian sisa dari sistem dan disebutvariabel bebas.

Level Partisi dan Matriks Conical

Dari matriks reachability, ditemukan setreachability dan set antecedent (Warfield, 1976,1994, dan 1995) untuk masing-masing tujuan. Setreachability terdiri atas elemen itu sendiri danelemen-elemen lain yang mungkin dicapai,sedangkan set antecedent terdiri atas elemen-elemen itu sendiri dan elemen-elemen lain yangmungkin dicapai. Kemudian, dibuat interseksi settersebut untuk semua elemen. Elemen-elemendipertimbangkan sebagai elemen top-level ketikahimpunan reachability dan interseksi adalahsama. Secara fisik, elemen-elemen top-level hirarkitidak akan mencapai lebih tinggi dari levelnyasendiri. Untuk mendapatkan elemen levelberikutnya, elemen top-level dipisahkan darielemen-elemen lain dan proses yang samadiulang. Seluruh proses partisi didasarkan ataspembentukan hubungan precedence danpengaturan elemen-elemen menurut topologi(Thakkar et al., 2005). Akhirnya, reachabilitymatrix dikonversi menjadi format conical (lowertriangular) dengan menyusun elemen-elemenmenurut level masing-masing.

Page 78: PRAKATA - UNUD

68

Pengembangan Digraph dan Pembentukan ISM

Dari matriks kanonik, dihasilkan model strukturaldengan teknik Vertices or Nodes and Lines ofEdges. Jika ada hubungan antara elemen i dan jakan ditunjukkan oleh tanda panah (arrow) yangmenunjuk dari i ke j. Grafik ini disebut directedgraph (digraph) (Gambar 5.5). Selanjutnya,deskripsi elemen atau tujuan-tujuan strategisditulis dalam digraph dan disebut ISM (Gambar5.6).

Gambar 5.5. Pengembangan directed graph(digraph)

68

Pengembangan Digraph dan Pembentukan ISM

Dari matriks kanonik, dihasilkan model strukturaldengan teknik Vertices or Nodes and Lines ofEdges. Jika ada hubungan antara elemen i dan jakan ditunjukkan oleh tanda panah (arrow) yangmenunjuk dari i ke j. Grafik ini disebut directedgraph (digraph) (Gambar 5.5). Selanjutnya,deskripsi elemen atau tujuan-tujuan strategisditulis dalam digraph dan disebut ISM (Gambar5.6).

Gambar 5.5. Pengembangan directed graph(digraph)

Page 79: PRAKATA - UNUD

69

Gambar 5.6. Formasi Interpretive StructuralModeling (ISM)

69

Gambar 5.6. Formasi Interpretive StructuralModeling (ISM)

Page 80: PRAKATA - UNUD

70

Keputusan Manajerial

Berdasarkan Driver Power-Dependence Matrix(DP-D Matrix) dan formasi Interpretive StructuralModeling (ISM) dapat diambil keputusanmanajemen sebagai berikut.a. Matriks reachability final (Gambar 5.3)

menunjukkan bahwa tujuan strategis (strategicobjective¸ SO) mendorong pemerintah membuatregulasi (tujuan 7) adalah kriteria kunci (a.k.akey element) dengan kekuatan daya penggerakmaksimal. Selanjutnya, tujuan memotivasi danmengidentifikasi sumber produsen baru(tujuan 3). Organisasi bekerja di bawahpengawasan langsung dari pemerintah.Ketidakpastian politik dan komunikasi yangburuk acap kali menunda pelaksanaan inisiatifbaru dan oleh karenanya perlu dibangunstrategi komunikasi yang tepat denganpemerintah dan dinas terkait.

b. Driver Power-Dependence Matrix (Gambar 5.4)mengilustrasikan tujuan strategis pemanfaatanmesin dan fasilitas yang lebih baik (tujuan 12)dan tujuan memotivasi outlet penjualan (10)adalah variabel Autonomous dalam daftartujuan organisasi. Aspek-aspek ini beradadalam kendali langsung organisasi dan hanyamembutuhkan pemantauan berkala danpeninjauan ukuran kinerja untuk mempra-karsai tindakan korektif pada saat yang tepat.

Page 81: PRAKATA - UNUD

71

c. Variabel-variabel Dependent, meliputi tujuanstrategis memulihkan investasi (tujuan 1),meningkatkan layanan pelanggan (tujuan 2),ekspansi bisnis (8), hubungan jangka panjangdengan kontraktor (9), dan meningkatkanpangsa pasar (tujuan 11). Atribut ini adalahpenggerak yang lemah (weak driver) tetapisangat dependen. Isu ini menentukanprofitabilitas jangka panjang dan pertumbuhanorganisasi. Perhatian yang tidak tepat padavariabel ini menyebabkan berbagai efeksamping, seperti citra buruk pasar, salurandistribusi terganggu, layanan pelanggan yangkurang memuaskan, dan terbatasnyapertumbuhan bisnis.

d. Tidak ada variabel Linkage diidentifikasi dantidak ditemukan variabel penyebab kerusakanyang tidak dapat diprediksi pada sistem.

e. Variabel memotivasi produsen (tujuan 3),hubungan jangka panjang dengan produsen(tujuan 4), rantai pasok yang kontinyu (5),menjaga dan memantau kualitas (6),mendorong pemerintah membuat regulasi (7),dan meningkatkan fungsi pemasaran (tujuan13) adalah penggerak yang kuat (strong driver).Variabel yang mengkondisikan seluruh sistemseperti ini disebut dengan variabel penggeraksistem (driver) atau variabel Independent.

Tujuan strategis Dependent (tujuan 1, 2, 8,9, dan 11) muncul di bagian atas hirarki ISM (top

Page 82: PRAKATA - UNUD

72

of ISM hierarchy) dan tujuan-tujuan itu pentinguntuk mempertahankan business performancestatus quo.

Tujuan-tujuan strategis Driver (tujuan 3, 4,5, 6, 7, dan 13) muncul di dasar hirarki (base ofhierarchy). Tujuan-tujuan strategis tersebut perludiukur untuk pertumbuhan futuristik. Variabel-variabel driver juga meningkatkan kualitas danmenghasilkan kesadaran yang lebih besar tentangpotensi produk di pasar.

Tujuan strategis driver perlu diukur lebihsering. Jika hubungan sebab dan akibat antaraleading indicator (driver/independent) dan laggingindicator (dependent) yang diharapkan tidak dapatdiamati, perlu dilakukan penyesuaian terhadapvariabel driver, dan/atau inisiatif yang difokuskanpada variabel driver. Dalam hal ini, variabel driveradalah variabel yang lebih dinamis (more dynamic)dan bersifat relatively temporary.

Informasi lebih lanjut tentang hal inidilaporkan oleh van Aken dan Garry (2002).Pengembangan ISM untuk tujuan organisasimemberikan perspektif baru pada hubungan antartujuan-tujuan strategis yang berbeda (differentstrategic objectives). Pengembangan ISM untuktujuan organisasi menambah wawasan (insights)tentang hubungan antar tujuan-tujuan yangberbeda.

Page 83: PRAKATA - UNUD

73

Hybrid approachSejumlah studi kasus melaporkan fakta bahwaorganisasi telah berupaya menghasilkan ukurankinerja dari strategi berdasarkan cause-and-effectreasoning, tetapi klaim hubungan antar strategidan ukuran kinerja dalam analisis tampaknyamasih lemah (Malmi, 2001). Pada bagian inidiinisiasi dasar pengintegrasian tujuan strategisorganisasi dan pengidentifikasian ukuran kinerjauntuk pengembangan balanced scorecard (BSC).

Olviana et al. (2015) mengusulkanpenggunaan pendekatan inovatif (innovativeapproach) untuk pengembangan sistempengukuran kinerja (development of performancemeasurement system) dan memberikan kerangkabalanced scorecard (workable framework ofbalanced scorecard). Pendekatan ini merangkumfilosofi peta strategi (encapsulates the philosophyof strategy maps) menggunakan pendekatanterintegrasi Interpretive Structural Modeling (ISM)dan Analytic Network Process (ANP) (hybridapproach). Pendekatan baru ini merupakancampuran pendekatan kuantitatif dan kualitatif(mix of quantitative and qualitative approach)untuk kasus kehidupan nyata kinerjaagroindustri.

Hasil model ISM digunakan sebagaimasukan untuk model Analytic Network Process(ANP) (dengan software Super Decisions sebagaipendukungnya) untuk merekayasa peta strategis

Page 84: PRAKATA - UNUD

74

hubungan ketergantungan dan umpan-balik antartujuan strategis dalam konteks perspektif dankerangka Balanced Scorecard yang dapatdikontrol sebagai solusi pengembangan kinerja.Takkar et al. (2005) mengilustrasikan pendekatanterintegrasi ISM dan ANP melalui diagram logisberikut (Gambar 5.7).

Gambar 5.7. Pendekatan terintegrasi ISM dan ANP

ANP merupakan sebuah pendekatan relatifbaru dalam sistem Multiple Criteria DecisionMaking (MCDM) (Lee dan Kim, 2000). ANPmemungkinkan pengambil keputusan memasuk-an seluruh faktor dan kriteria, baik yang kasat

74

hubungan ketergantungan dan umpan-balik antartujuan strategis dalam konteks perspektif dankerangka Balanced Scorecard yang dapatdikontrol sebagai solusi pengembangan kinerja.Takkar et al. (2005) mengilustrasikan pendekatanterintegrasi ISM dan ANP melalui diagram logisberikut (Gambar 5.7).

Gambar 5.7. Pendekatan terintegrasi ISM dan ANP

ANP merupakan sebuah pendekatan relatifbaru dalam sistem Multiple Criteria DecisionMaking (MCDM) (Lee dan Kim, 2000). ANPmemungkinkan pengambil keputusan memasuk-an seluruh faktor dan kriteria, baik yang kasat

Page 85: PRAKATA - UNUD

75

mata maupun tidak, yang memiliki peran pentinguntuk menghasilkan keputusan terbaik (Meadedan Sarki, 1999; Saaty, 2006).

ANP memungkinkan adanya interaksi danfeedback elemen-elemen, baik dalam klaster itusendiri (inner dependence) maupun antar klaster(outer dependence) (Harrell et al., 2003; Astiti etal., 2014). Feedback seperti ini mampu menang-kap dengan baik pengaruh rumit interaksi dalammasyarakat, terlebih lagi ketika melibatkan risikodan ketidakpastian (Niemira dan Saaty, 2004).

Peta strategi

Digraph hubungan driver-dependent antar tujuanstrategis (strategic objective) yang dihasilkanmodel ISM digunakan sebagai input untukmenyusun peta strategi (strategy map) pada modelANP. Strategy maps mengandung jejaring tujuanstrategis yang memiliki hubungan dependensi danumpan-balik (feedback), baik inter sebuahperspektif ukuran kinerja (inner dependence)maupun antar perspektif ukuran kinerja (outerdependence). Peta strategi yang diusulkanmerupakan inisiatif yang relatif baru dalammerancang sistem pengukuran kinerja diIndonesia. Peta strategis hasil integrasi model ISMdan model ANP terkontrol melalui mekanismeyang cukup matang untuk pengembangan sistempengukuran kinerja yang efisien.

Page 86: PRAKATA - UNUD

76

Peta strategi pengembangan yang diusulkanoleh organisasi mempunyai ciri khas sebagaiberikut.a. Mendemostrasikan secara visual penggunaan

pendekatan inovatif untuk mengembangkansistem atau manajemen pengukuran kinerja.

b. Meringkas filosofi peta strategi menggunakanpendekatan terintegrasi ISM dan ANP.

c. Peta strategi tersebut merupakan petahubungan logis antar tujuan-tujuan strategisyang dikelompokkan ke dalam tujuan strategisdriver dan dependence (disebut juga leadingdan lagging indicators) dalam perspektifbalanced scorecard.

d. Memberikan sebuah cara pandang terhadapprioritas scorecard dan fokus pada tujuanstrategis kunci pengembangan organisasi.

Meskipun demikian, pendekatan terintegrasiyang diusulkan memiliki keterbatasan berkenaandengan validitas peta strategis yang berisihubungan logis antar tujuan-tujuan strategi jikaditerapkan dalam lingkungan bisnis yang selaluberubah dalam jangka pendek (short-run futuregoal), utamanya jika terjadi perubahan yangbermakna dalam hal trend eksternal, kapabilitasinternal, dan sumberdaya organisasi (Mason danMitroff, 1981). Eksistensi dari suatu proses evolusimanajemen kinerja organisasi membutuhkanadaptasi yang efektif dan penyesuaian programyang terus-menerus setiap kali terjadi perubahan

Page 87: PRAKATA - UNUD

77

struktur sistem dan strategi organisasi. Dalamupaya meringkas proses penyusunan petastrategis menggunakan campuran pendekatankuantitatif dan kualitatif dibutuhkan sistemsoftware komputer yang mampu meningkatkanefisiensi pendekatan yang diusulkan.

Page 88: PRAKATA - UNUD

78

6. ISM DAN PERENCANAAN PROGRAMAnalisis sistematis sebuah perencanaan program(program planning) secara menyeluruh (as a whole)penting dilakukan supaya implementasinya efektif danbermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,saat ini dan yang akan datang. Untuk tujuan itu, sebuahperencanaan program dibagi menjadi sembilan elemen,sebagaimana yang digambarkan oleh Hill dan Warfield(1972) sebagai berikut.a. Sektor kemasyarakatan yang terpengaruh (societal

sectors affected).b. Kebutuhan program (needs of the program).c. Kendala utama (major constraints).d. Perubahan yang dimungkinkan (alterables which

could be altered).e. Tujuan program (objectives of the program).f. Ukuran tujuan untuk mengevaluasi masing-masing

tujuan (objective measures to evaluate each objective).g. Kegiatan yang dibutuhkan untuk rencana aksi

(activities needed for the action plan).h. Ukuran kegiatan untuk mengevaluasi hasil yang

dicapai dari masing-masing kegiatan (activitymeasures to evaluate the results achieved from eachactivity).

i. Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program(agencies involved in execution of the program).

Setiap elemen dibagi lagi menjadi beberapasubelemen yang dianggap memadai. Studi tentangketerkaitan perencanaan program (program planning

Page 89: PRAKATA - UNUD

79

linkages) memberikan pemahaman menyeluruh(thorough understanding) tentang isu yang terlibatberkenaan dengan berbagai elemen yangdipertimbangkan, peran lembaga, dan apresiasipersoalan dan mengembangkan sebuah pendekatanterpadu (integrated approach) yang mengarah padasolusi yang lebih baik dan dapat diterima (better andacceptable solution). Namun demikian, keefektivitasmetodologinya masih perlu dikembangkan karenapertimbangan adanya hubungan hirarkis antar berbagaisubelemen dari sebuah elemen (Hawthrone et al., 1975;Waller,1980; Saxena et al., 1992 ).

Pemahaman tentang hirarki, driver power dandependence, serta klasifikasi subelemen ke dalamberbagai kategori variabel yang mewakili karakteristikelemen program merupakan hal yang penting untukmengapresiasi secara mendalam masalah rumit yangdihadapi. Interpretive Structural Modeling (ISM)menyediakan dasar untuk analisis seperti ini. Informasiyang tersedia dari analisis ini sangat berguna untukmenghasilkan rumusan kebijakan dan perencanaanstrategi bisnis (policy formulation and business strategicplanning) (Saxena et al., 1992; Sarkis, 1999).

ISM untuk program planning

Identifikasi struktur dalam sebuah sistem merupakanhal yang penting ketika para pengambil keputusanterlibat dengan sistem secara efektif dan mengambilkeputusan yang lebih baik. Model struktural, mencakupmatriks interaksi dan grafik (Warfield, 1973), intent

Page 90: PRAKATA - UNUD

80

structures (Warfield, 1972 dan 1973b), delta charts(Warfield, 1971), dan signal flow graphs.

Model-model struktural tersebut masih miniminterpretasi berkenaan dengan objek teramati atausistem representasi. Interpretive Structural Modelingberkaitan dengan interpretasi sebuah objek ataurepresentasi sistem menggunakan aplikasi iteratifsistematis dari teori grafik, menghasilkan sebuahdirected graph untuk sistem yang kompleks dalamhubungan kontekstual tertentu antar satu set elemen.

Sage (1977) mendefinisikan Interpretive StructuralModeling sebagai proses yang mengubah model mentaldari sistem (mental models of systems) yang tidak jelasdan diartikulasikan dengan buruk menjadi model yangjelas dan terdefinisikan yang bermanfaat bagi tujuanorganisasi. Dengan menggunakan metodologi ISM, Sage(1977) mempresentasikan metodologi pengembanganhirarki antar elemen untuk hubungan kontekstualtertentu.

Namun demikian, metodologi tersebut tidakmenyediakan informasi tentang variabel kunci (keyvariables) dan peringkat yang jelas (clear ranks) berbagaisubelemen. Mengacu pada metodologi yang disarankanoleh Sage sebagai dasar untuk pengembangan hierarkiantara elemen, selanjutnya dikembangkan hirarki antarsubelemen.

Page 91: PRAKATA - UNUD

81

Metodologi untuk pengembangan hierarki danklasifikasi subelemen

Metodologi yang diusulkan (Gambar 6.1) memiliki duabagian: (a) pengembangan hirarki dan (b) klasifikasisubelemen.

Pengembangan hierarki

Perencanaan program dibagi menjadi beberapa elemendan setiap elemen dibagi lagi menjadi beberapasubelemen. Kemudian, dipertimbangkan hubungankontekstual dari subelemen pada setiap elemen yangdibandingkan. Berdasarkan hubungan kontekstualtersebut, Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) danReachability Matrix dipersiapkan.

Pemenuhan aturan transitivitas (transitivity rule)Reachability Matrix (dihasilkan dari SSIM) perludiperiksa. Jika transitivity rule tidak terpenuhi,dilakukan peninjauan-ulang dan modifikasi SSIM olehtim pakar dengan memberikan umpan-balik yangspesifik terkait hubungan transitif tersebut. ReachabilityMatrix yang telah direvisi (revised) diuji kembalipemenuhan aturan transitivitasnya. Proses ini diulangsampai Reachability Matrix memenuhi persyaratanaturan transitivitas. Reachability Matrix diubah ke dalamformat Lower Triangular Reachability Matrix untukmengembangkan digraph dan Interpretive StructuralModel.

Page 92: PRAKATA - UNUD

82

Gambar 6.1. Metodologi untuk penentuan hirarki danklasifikasi subelemen perencanaan program

82

Gambar 6.1. Metodologi untuk penentuan hirarki danklasifikasi subelemen perencanaan program

Page 93: PRAKATA - UNUD

83

Reachability Matrix juga tergantung pada prosespartisi level untuk menentukan level. Subelemen yangsesuai diatur pada level yang berbeda dan saling-terhubung dengan menghilangkan hubungantransitivitas. ISM yang dikembangkan mungkin memilikisiklus pada level tertentu dan umpan-balik lintas levelantar subelemen.

Dalam keadaan normal, umpan-balik dan siklusdihilangkan untuk menghasilkan ISM, berbasisminimum edge digraph. Akan tetapi, hal yang samaharus dipertahankan dalam matriks jika tujuannyaadalah untuk mempelajari lebih lanjut pengaruhhubungan tidak langsung antar subelemen. Oleh karenaitu, metodologi di atas diadopsi dengan maksud untukmempelajari hubungan tidak langsung (Saxena et al.,1989, 1990a, 1990b, dan 1992) sebagai perpanjangandari studi hubungan langsung melalui ISM.

Tujuan bagian ini adalah untuk mendapatkanstruktur masalah yang paling representatif dari sudutpandang pemahaman partisipan dalam hal subelemenaktual dari inklusi subelemen dummy untukmenghasilkan kerangka digraph hirarkis. Driver powersubelement diperoleh dari jumlah aritmatik dari jumlahinteraksi dalam baris dan dependence elementdihasilkan dari jumlah aritmatik interaksi dalam kolomReachability Matrix. Berdasarkan driver power dandependence, ditentukan peringkat (rank) masing-masingsubelemen. Peringkat driver-power mewakili hirarkiantar subelement. Subelement peringkat pertama adalah

Page 94: PRAKATA - UNUD

84

subelemen kunci (key subelement) dan layakmendapatkan perhatian maksimal (deserves maximumattention).

Klasifikasi subelemen

Berbagai subelemen dalam suatu elemen kemudiandigambarkan dalam driver power-dependence matrix(Godet, 1985). Untuk tujuan klasifikasi subelemen, driverpower-dependence matrix dibagi menjadi empat sektorberikut.a. Sector I: autonomous. Driver lemah dan variabel

dependen lemah (titik dekat origin); kelompok yangdisebut autonomous variables. Variabel ini adalahfaktor yang relatif terputus dari sistem (disconnectedfrom the system); variabel ini hanya memilikibeberapa link, meskipun link ini bisa menjadi sangatkuat.

b. Sector II: dependent. Variabel driver lemah dansangat dependen. Variabel ini utamanya variabeldependen.

c. Sector III: linkage. Variabel driver yang kuat dansangat dependen. Variabel ini harus dipelajari lebihhati-hati. Variabel linkage ini tidak stabil. Setiaptindakan pada variabel-variabel ini akan berdampakpada variabel lain dan memiliki efek umpan-balikpada variabel itu sendiri untuk memperkuat ataumendukung dorongan awal (initial pulse).

d. Sector IV: independent. Variabel driver kuat dandependen lemah. Variabel ini merupakan sisa darisistem dan disebut variabel independen.

Page 95: PRAKATA - UNUD

85

Perencanaan program

Perencanaan program adalah esensial dalam mewujud-kan misi sosiobisnis dan untuk tujuan analisis dibagimenjadi sembilan elemen. Sembilan elemen itu dibagilagi menjadi subelemen. Jumlah sub-elemen pada setiapelemen telah dipertimbangkan selengkap mungkin (asexhaustive as possible) (Saxena et al. 1989, 1990a,1990b, dan 1992). Perencanaan program communitydevelopment (comdev) sebuah persero sebagai kasus,mempertimbangkan 6 sektor sosial (societal sectors), 13kebutuhan (needs), 10 kendala (constraints), 10perubahan yang dimungkinkan (alterables), 8 tujuan(objectives), 8 ukuran tindakan (objective measures), 6kegiatan (activities), 15 ukuran kegiatan (activitymeasures), dan 9 lembaga (agencies). Jadi ada 85subelemen dalam sistem.

Hubungan kontekstual

Untuk tujuan Interpretive Structural Modeling,hubungan kontekstual (contextual relations) untuksetiap elemen tersebut disajikan seperti pada Tabel 6.1.

Pengembangan hierarki subelemen

Agar hubungan kontekstual teramati, dikembangkanSSIM untuk setiap elemen menggunakan simbol V, A, X,O dan diperoleh sembilan SSIM. Kemudian diperolehReachability Matrices untuk setiap elemen dari masing-masing SSIM dengan menggantikan nilai-nilai V, A, X, Odengan angka 1 atau 0. Sebagai ilustrasi, SSIM untukelemen tujuan (objectives) dengan delapan subelemen

Page 96: PRAKATA - UNUD

86

(kode E) disajikan pada Gambar 6.2 dan ReachabilityMatrix pada Gambar 6.3.

Tabel 6.1. Hubungan kontekstual setiap elemen

Elemen Hubungan kontekstual1. Sektor sosial Satu sektor sosial mempengaruhi

(influences) sektor sosial lainnyadalam program.

2. Kebutuhan Satu kebutuhan membantu (assists)kebutuhan lainnya dalam program.

3. Kendala Satu kendala berkontribusi(contributes) pada kendala lainnyadalam program.

4. Perubahan yangdimungkinkan

Satu perubahan melancarkanperubahan lainnya dalam program.

5. Tujuan Satu tujuan membantu tujuan lainnyadalam program.

6. Ukuran tujuan Satu ukuran tujuan mengarah ke(leads to) ukuran tujuan lainnyadalam program.

7. Kegiatan Satu kegiatan membantu kegiatanlainnya dalam program.

8. Ukuran kegiatan Satu ukuran kegiatan mengarah ketindakan aktivitas lainnya dalamprogram.

9. Lembaga Satu lembaga membantu lembagalainnya dalam program.

Page 97: PRAKATA - UNUD

87

Gambar 6.2. Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)untuk tujuan program

Gambar 6.3. Reachability Matrix untuk tujuan program

Pada pemeriksaan pemenuhan aturan transitivitasReachability Matrix untuk elemen tujuan, teramatibahwa matriks ini tidak transitif tertutup (transitivelyclosed). Reachability Matrix dikoreksi transitivitasnya

87

Gambar 6.2. Structural Self-Interaction Matrix (SSIM)untuk tujuan program

Gambar 6.3. Reachability Matrix untuk tujuan program

Pada pemeriksaan pemenuhan aturan transitivitasReachability Matrix untuk elemen tujuan, teramatibahwa matriks ini tidak transitif tertutup (transitivelyclosed). Reachability Matrix dikoreksi transitivitasnya

Page 98: PRAKATA - UNUD

88

dan dilakukan modifikasi SSIM. Modifikasi SSIMdikirimkan kepada pakar untuk dicermati. Setelah pakarsepakat, SSIM dan Reachability Matrix siap diproseslebih lanjut. Revisi Reachability Matriks untuk tujuan,disajikan pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4. Revisi Reachability Matrix untuk tujuanprogram

Reachability Matrix pada Gambar 6.4 telahmemenuhi aturan transitivitas dan siap untukpenggunaan lebih lanjut. Level subelemen ditentukanoleh partisi level pada Reachability Matrix. Levelsubelemen untuk elemen tujuan menunjukkan bahwaada tujuh level ISM untuk elemen tujuan. Digraph untukmenggambar Interpretive Structural Modeling (ISM) danDriver Power-Dependence Matrix untuk tujuan programdisajikankan, berturut-turut pada Gambar 6.5 danGambar 6.6.

88

dan dilakukan modifikasi SSIM. Modifikasi SSIMdikirimkan kepada pakar untuk dicermati. Setelah pakarsepakat, SSIM dan Reachability Matrix siap diproseslebih lanjut. Revisi Reachability Matriks untuk tujuan,disajikan pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4. Revisi Reachability Matrix untuk tujuanprogram

Reachability Matrix pada Gambar 6.4 telahmemenuhi aturan transitivitas dan siap untukpenggunaan lebih lanjut. Level subelemen ditentukanoleh partisi level pada Reachability Matrix. Levelsubelemen untuk elemen tujuan menunjukkan bahwaada tujuh level ISM untuk elemen tujuan. Digraph untukmenggambar Interpretive Structural Modeling (ISM) danDriver Power-Dependence Matrix untuk tujuan programdisajikankan, berturut-turut pada Gambar 6.5 danGambar 6.6.

Page 99: PRAKATA - UNUD

89

Gambar 6.5. Interpretive Structural Modeling (ISM)untuk tujuan program

Gambar 6.6. Driver Power-Dependence Matrixuntuk tujuan program

89

Gambar 6.5. Interpretive Structural Modeling (ISM)untuk tujuan program

Gambar 6.6. Driver Power-Dependence Matrixuntuk tujuan program

Page 100: PRAKATA - UNUD

90

Peringkat (ranks) driver power tujuan program(Gambar 5 dan 6) menunjukkan bahwa terdapat duasubelemen, yakni (a) Meningkatkan nilai tambah produk(E6) dan (b) Meningkatkan keuntungan produsen (E7)menduduki peringkat pertama dan selanjutnya disebutsubelemen kunci (key subelements) yang menjadi tujuanutama program. Subelemen kunci seluruh elemendisajikan pada Tabel 6.2.

Hirarki antar subelemen pada elemen tujuanprogram ditunjukkan pada kolom level pada ISM(Gambar 6.5). Ketika mengidentifikasi subelemen kuncidan hirarki antar subelemen, siklus dan umpan-balik(cycles and feedbacks) pada ISM memang dapat menjadimasalah. Namun demikian, kesulitan ini telah diatasioleh Warfield (1971, 1972, 1973c, 1973d, dan 1974)dengan menentukan driver power, dependence, danperingkat subelemen.

Klasifikasi subelemen

Driver Power-Dependence Matrices disusun denganpertimbangan adanya driver power dan dependence padasetiap subelemen. Subelemen diklasifikasikan menjadiempat sektor untuk 9 elemen yang dipertimbangkan.Beberapa subelemen mungkin berada pada garispemisahan sektor-sektor ini. Analis harus menggunakanpenilaiannya untuk mengklasifikasikan (judgment toclassify) subelemen tersebut pada salah satu sektordengan mempertimbangkan berbagai faktor lainnya.

Page 101: PRAKATA - UNUD

91

Tabel 6.2. Subelemen kunci untuk perencanaanprogram

Elemen Subelemenkunci

1. Sektor sosial Produsen

2. Kebutuhana. Instrumentasi dan kontrol

komputerb. Peraturan tata tertib kemitraan

3. Perubahan yangdimungkinkan

a. Ketersediaan danab. Perubahan teknologic. Transportasid. Regulasi pemerintahe. Instrumentasi dan otomatisasi

4. Kendala

a. Perjanjian kerjasama tidakditerapkan secara konsisten

b. Ketidakadilan distribusikeuntungan dan risiko

5. Tujuan

a. Meningkatkan nilai tambahproduk

b. Meningkatkan keuntunganprodusen

6. Ukuran tujuan

a. Meningkatnya kualitassumberdaya manusia

b. Banyaknya produsen yang terlibatdalam pengusahaan komoditas

7. Kegiatan Pendampingan kelembagaan bisnis

8. Ukuran kegiatanJumlah pendampingan yangterorganisir

9. Lembaga Pengusaha mitra

Page 102: PRAKATA - UNUD

92

Klasifikasi subelemen untuk tujuan program(mengacu pada Gambar 6.6 yang menghadirkan DriverPower-Dependence Matrix untuk elemen tujuan program)seperti Tabel 6.3.

Tabel 6.3. Klasifikasi subelemen untuk tujuan program

ElemenKlasifikasi subelemen*)

Auto-nomous Dependent Link-

age Independent

Tujuan E1. Meningkatkanpangsa pasar

E3. Mengembangkanlingkunganbisnis yangkondisif

E8. Mengefektifkansaluranpemasaran

E5. MeningkatkanPendapatan AsliDaerah

E6. Meningkatkannilai tambahproduk

E7. Meningkatkankeuntunganprodusen

E2. Memperluaskesempatan kerjamasyarakatsetempat

E4. Meningkatkanpengetahuan danketerampilansumberdayamanusia

*) Ei=subelemen ke-i, i=1,2,..8.

Analisis menunjukkan bahwa tujuan: Meningkat-kan nilai tambah produk (E6), Meningkatkankeuntungan produsen(E7), Memperluas kesempatankerja masyarakat setempat (E2), dan Meningkatkanpengetahuan dan keterampilan sumberdaya manusia(E4) adalah variabel independen dengan driver powerkuat dan dependence lemah. Variabel ini penting karena

Page 103: PRAKATA - UNUD

93

eksistensinya mempengaruhi tujuan program lain yangdikategorikan sebagai variabel dependent, yaknivariabel/subelemen: Meningkatkan pangsa pasar (E1),Mengembangkan lingkungan bisnis yang kondisif (E3),Mengefektifkan saluran pemasaran (E8), dan Mening-katkan PAD (E5). Tidak ditemukan subelemen tujuanprogram yang diklasifikasikan sebagai variabel linkagedan autonomous.

Tabel klasifikasi subelemen untuk tujuan programdi atas kemudian dielaborasi sehingga menghasilkantabel klasifikasi yang lengkap, melibatkan seluruhsubelemen lintas semua elemen perencanaan program(sektor sosial, kebutuhan, kendala, tujuan, ukurantujuan, kegiatan, dan lembaga) menurut kategorimasing-masing sektor (autonomous, dependent, linkage,dan independent).

ISM dipelajari terkait dengan perencanaanprogram adalah kemaju dalam analisis sistem.Metodologi yang menghasilkan peringkat driver-powersubelemen dari Reachability Matrix adalah peningkatandalam studi hirarki subelemen dan mempertahankankeunggulan dari teorimtriks binary dan directed graph.Metodologi klasifikasi variabel adalah latihan sederhanamengidentifikasi type of role setiap variabel dalamprogram dan menyajikan gambar yang jelas tentangstruktur dan hubungan variabel dalam program danmengapresiasi kompleksitas sebuah perencanaanprogram dan evolusi kebijakan dan strategi.

Page 104: PRAKATA - UNUD

94

8. PENUTUPBuku mengungkap rahasia konsultan manajemen

yang difasilitasi sebuah sistem pendukung keputusanyang disebut Interpretive Structural Modeling (ISM)untuk menyelesaikan masalah organisasi yang kompleksdan membangun konsensus untuk generating, clarifying,structuring, interpreting, dan amanding di sekitar isu-isukompleks. Para pengambil keputusan dapat mengguna-kannya untuk tujuan personal dan membantu organisasidalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Parapembuat keputusan, analis, maupun pekerja intelektualmesti mempelajari ISM sehingga mereka dapat bergerakmaju menuju level berikutnya, baik dalam hal analisismaupun mencari solusi masalah kompleks. ISMmenggunakan kekuatan sintesis ide dan proseskeputusan terstruktur. Sesi ISM yang sebelumnyatersedia hanya dengan pengeluaran yang tinggi untukjasa konsultan sekarang dapat dilaksanakan sendiri olehorganisasi. Sesi ISM yang terselenggara baik meng-hasilkan solusi masalah kompleks yang kokoh danmengesankan.

Buku ini diyakini memiliki keunikan tersendirikarena, selain membeberkan kekuatan analisis danteknik pengambilan keputusan untuk penggunaanpersonal dan organisasi juga menyertakan simpleexercise tentang rekayasa ulang tujuan organisasi danidentifikasi struktur dalam sebuah sistem perencanaanprogram. Software ISM digunakan untuk mempraktikanmetode ini dan menghasilkan laporan hasil analisis

Page 105: PRAKATA - UNUD

95

situasi sekaligus solusi masalah yang kompleks. ISMuntuk elemen yang teridentifikasi dan dipelajari,merupakan langkah maju dalam analisis sistem.Metodologi yang menghasilkan ranking driver-powersubelemen dari Reachability Matrix adalah peningkatandalam studi hirarki subelemen sekaligus memper-tahankan merits dari teori binary matrices dan digraphs.Metodologi klasifikasi variabel adalah yang telahdidemostrasikan merupakan simple exercise untukmengidentifikasi type of role masing-masing variabeldalam perencanaan program. Seluruh latihan yangdisajikan memberikan ilustrasi yang jelas berkenaandengan struktur dan hubungan subelemen dalam sistemdan mengapresiasi kompleksitas sistem dan evolusistrategi dan kebijakan yang tepat (correct policies andstrategies).

Proses ISM mengubah model mental dari sistemyang kabur, diartikulasikan dengan buruk (unclear,poorly articulated mental models of systems) menjadimodel yang jelas dan terdefinisi dengan baik (visible andwell-defined models). Model ini membantu menemukanfaktor kunci yang terkait dengan masalah atau isukompleks. Setelah faktor atau elemen kunciteridentifikasi, dapat dikembangkan strategi untukmenangani masalah.

Metode ISM dipahami oleh pengambil keputusandalam kelompok interdisipliner, memberikan suatu caramengintegrasikan persepsi beragam kelompok parti-sipan, mampu menangani sejumlah besar komponen danhubungan khas sistem yang kompleks, heuristic dalam

Page 106: PRAKATA - UNUD

96

hal menilai kecukupan formulasi model, dan mengarahke wawasan tentang perilaku sistem. ISM juga mudahdigunakan dan ditularkan ke khalayak yang lebih besar.Fitur-fitur tersebut menyebabkan pendekatan ISMdigunakan secara luas.

Dengan ISM, para pengambil keputusan dapatmembangun konsensus dan memperkokoh kerja timmelalui co-discovary dan analisis. ISM adalah inti darimetode Interactive Management (IM) yang terkenal itu.Buku ini mengungkapkan dengan cara sedemikian rupasehingga membuat matari ISM mudah dipahami tanpamengorbankan rincian/nuansa sekaligus memberikanpengambil keputusan semua informasi yang diperlukanuntuk mengaplikasikan teknik ISM, tanpa memandangdomain apa yang menjadi fokus perhatiannya.

Page 107: PRAKATA - UNUD

97

REFERENSIAgarwal A, Shankar R and Tiwari M K (2006),

“Modeling agility of supply chain”, IndustrialMarketing Management, vol. 36, pp. 443-457.

Ahuja V, Yang J and Shankar R (2009), “Benefitsof collaborative ICT adoption for buildingproject management”, Construction Innova-tion, vol. 9 no. 3, pp. 323-340.

Alexia G (2009), “Teacher effectiveness examinedas a system: interpretive structural modellingand facilitation sessions with U.S andJapanese students”, The Journal of Inter-national Education Studies, vol. 2 no. 3, pp.60-76.

Anukul M and Deshmukh S G (1994), “Vendorselection using Interpretive StructuralModelling (ISM)”, International Journal ofOperations and Production Management, vol.14 no. 6, pp. 52-59.

Astiti N W, Darmawan D P and Sarjana I D G R(2014), “Strengthening women’s strategic rolethrough locally specific households industriin Bali, Indonesia”, Research on Humanitiesand Social Sciences, vol. 4 no. 26, pp. 125-132.

Attri R, Dev N and Sharma V (2013), “InterpretiveStructural Modeling (ISM) approach: anoverview”, Research Journal of ManagementSciences, vol. 2 no. 2, pp.3-8

Page 108: PRAKATA - UNUD

98

Charan P, Shankar R and Baisya R K (2008),“Analysis of interactions among variables ofsupply chain performance measurementsystem implementation”, Business ProcessManagement Journal, vol. 14 no.4, pp. 512-529.

Chung S, Lee A and Pearn W (2005), “Analyticnetwork process (ANP) approach for productmix planning in semiconductor fabricator”,International Journal of ProductionEconomics, vol. 96 iss. 4, pp. 15-36.

Darmawan D P (2009), “Pengembangan kawasanekowisata mangrove dalam rangkapengelolaan sumberdaya pesisir berke-lanjutan”, Soca, vol. 9 no.2, pp. 143–262.

Darmawan D P dan Putradi J (2010), “Analisisstruktur pengembangan ekowisata dikawasan Pusat Informasi Mangrove KotaDenpasar”, DwijenAGRO, vol. 1 no.2, pp. 81-87.

Darmawan D P (2013), Decision science: 21 modelpengambilan keputusan manajerial, Liberty,Yogyakarta.

Devinder K B and Shankar R (2006), “Mappingsupply chains on risk and customersensitivity dimensions”, Industrial Manage-ment and Data Systems, vol. 106 no.6, pp.313-333.

Eriyatno (2003), Ilmu sistem: meningkatkan mutudan efektivitas manajemen, IPB Press, Bogor.

Page 109: PRAKATA - UNUD

99

Faisal M N, Banwet D K and Shankar R (2006),“Supply chain risk mitigation: modelling theenablers”, Business Process ManagementJournal, vol. 12 no. 4, pp. 535-552.

Faisal M N, Banwet D K and Shankar R (2007),“Information risk management in supplychains: an assessment and mitigationframework”, Journal of Enterprise Inform-ation Management, vol. 20 no. 6, pp. 677-699.

Farris D R and Sage A P (1975), “On the use ofinterpretive structural modeling for worthassessment”, Computer and ElectricalEngineering, vol. 2, pp. 149–174

Flowers J (2013), "Interpretive structuralmodeling", Department of Technology, BallState University, Available from http://jcflowers1.iweb.bsu.edu/rlo/tainterpretive.htm#3, acessed 1 August 2015.

Godet M (1985), Scenarios and strategicmanagement, Economic Press, Paris, pp. 44-45.

Gorvett R and Liu N (2007), Using interpretivestructural modelling to identify and quantifyinteractive risks, University of Illinois atUrbana-Champaign.

Harary F, Norman R Z and Cartwright D (1965),Structural model: an introduction to thetheory of directed graphs, Wiley, New York.

Page 110: PRAKATA - UNUD

100

Harrell C, Ghosh B K and Bowden, Jr. R O (2003),Simulation using Promodel, McGraw-Hill,Singapore.

Hasan A, Sarkis J and Shankar R (2008),Evaluating environment-conscious manu-facturing barriers with interpretive structuralmodelling, CRC Press, Delhi, pp. 509–524.

Hawthrone R W and Sage A P (1975), “Onapplications of interpretive structuralmodeling to higher education programplanning”, Socio-Economic-Planning-Sci-ences, vol. 9, pp. 31-43.

Hill J D and Warfield J N (1972), "Unified ProgramPlanning", IEEE Transactions on Systems,Man, and Cybernetics, vol. 2 no. 5, pp. 610-621.

Iyer K C and Sagheer M (2010), “Hierarchicalstructural of Public Private Partnership (PPP)risks using interpretive structural modelling”,Journal of Constructional EngineeringManagement, vol. 136 no.2, pp.151-159.

Jedlicka A and Mayer R (1980), “Interpretivestructural modeling cross cultural uses”,IEEE Transactions on Systems, Man, andCybernetics, vol. 10 no. 1, pp. 49-51.

Jharkharia S and Shankar R (2004), “ITenablement of supply chains: modelling theenablers”, International Journal of Product-ivity and Performance Management, vol. 53no. 8, pp. 700-712.

Page 111: PRAKATA - UNUD

101

Jharkharia S and Shankar R (2005), “IT-Enablement of supply chains: understandingthe barriers”, Journal of EnterpriseInformation Management, vol. 18 no. 1, pp.11-27.

Joshi R, Banwet D K and Shankar R (2009),“Indian cold chain: modelling the inhibitors”,British Food Journal, vol. III no.11, pp.1260-1283

Kaplan R S and Norton D P (2002), “Having troublewith your strategy? Then map it”, in HarverdBusiness Review on Advances in Strategy,Harvard Business School Press, Boston, pp.71-94.

Khurana M K, Mishra P K, Rajeev J and Singh A R(2010), “Modelling of information sharingenablers for building trust in Indianmanufacturing Industry: an integrated ISMand Fuzzy MICMAC approach”, InternationalJournal of Engineering Science andTechnology, vol. 2 no. 6, pp. 1651-1669

Kim I and Watada, J (2009), “Decision makingwith an interpretive structural modellingmethod using a DNA-based algorithm”, NanoBioscience, IEEE Transactions, no.8 no. 2,pp. 181–191.

Lee D M (2007), Structured decision making withinterpretive structural modeling: implement-ing the core of interactive management,Sorach, Ottawa.

Page 112: PRAKATA - UNUD

102

Lee J W and Kim S H (2000), “Using ANP and goalprogramming for interdependent informationsystem project selection”, Computers andOperations Research, vol. 27 no. 4, pp. 367-82.

Lendris G B (1980), “Structural modelling-atutorial guide”, IEEE Transactions onSystems, Men and Cybernetics, vol. 10 no. 2,pp. 807-840

Lin Y-T, Lin C-L, Yu H-C and Tzeng G-H T (2011),“Utilisation of interpretive structural modell-ing method in the analysis of inter-relationship of vendor performance factors”,International Journal Business PerformanceManagement, vol 12 no. 3, pp. 260-275.

Linstone H A, Lendris G B and Rogers S D (1979),“The use of structural modelling intechnological assessment”, TechnologicalForecasting and Social Change, vol.14, pp.291-327

Malmi T (2001), “Balanced scorecards in Finnishcompanies: a research note”, ManagementAccounting Research, vol. 12, pp. 207-20.

Malone D W (1975), “An introduction to theapplication of interpretive structuralmodeling”, Proceedings IEEE, vol. 63 no. 3,pp. 397-404.

Mandal A and Deshmukh S G (1994), “Vendorselection using interpretive structuralmanagement”, International Journal of

Page 113: PRAKATA - UNUD

103

Operations & Production Management, vol.14 no. 6, pp. 52-59.

Mason R O and Mitroff I I (1981), Challengingstrategic planning assumption, John Wiley &Sons, Chichester.

Meade L and Sarki J (1999), “Analyzingorganizational project alternatives for agilemanufacturing process: an analytical networkapproach”, International Journal of Product-ion Research, vol. 37 no. 2, pp. 241-61.

Mohammed I R, Shankar R and Banwet D K(2008), “Creating a flex-lean-agile value chainby outsourcing: an ISM based interventionalroad map”, Business Process ManagementJournal, vol. 14 no.4, pp.338-389.

Najjar M A and Neely A D (1998), “Customersatisfaction drivers and the link to financialperformance: case study”, PerformanceMeasurement–Theory and Practice, Con-ference Proceedings, July, Cambridge, pp. 15-22.

Negara I G N A K (2006), “Pengembangan agro-politan di Desa Catur, Kecamatan Kintamani,Kabupaten Bangli”, Tesis tidak dipublikasi,Program Pascasarjana, Universitas Udayana,Denpasar.

Niemira M P and Saaty T L (2004), “An analyticnetwork process model for financial-crisisforecasting”, International Journal ofForecasting, vol. 20 no. 4, pp. 573-87.

Page 114: PRAKATA - UNUD

104

Ochuchi A, Kurihara M, and Kaji I (1986),“Implication theory and algorithm forteachability matrix model”, IEEE Trans-actions on Systems, Man, and Cybernetics,vol. 16 no. 4, pp. 610-616.

Olviana T (2015), “Rekayasa pengembanganmanajemen kinerja agroindustri sapi potongdi Nusa Tenggara Timur”, Disertasi tidakdipublikasi, Program Pascasarjana, Univer-sitas Udayana, Denpasar.

Olviana T, Darmawan D P, Ambarawati I G A A,Sulistyowati L (2014), “Development of beefcattle agroindustries performance model inEast Nusa Tenggara, Indonesia”, Journal ofEconomics and Sustainable Development,vol. 5 no. 21, pp. 79-87.

Porter A L, Rossinni F, Carpenter S R, Roper A T,Larson R W, and Tiller J S (1980), Aguidebook for technology assessment andimpact analysis, North Holland, New York.

Pramod V R and Banwet D K (2010), “Interpretivestructural modelling for understanding theinhibitors of telecom service supply chain”,proceedings of 2011 International Conferenceon Industrial Engineering and OperationsManagement, Dhaka, Bangladesh January 9-10, 2010.

Premana I G A (2010), “Model pengembanganprogram community development PT.Indonesia Power unit bisnis pembangkitan

Page 115: PRAKATA - UNUD

105

Bali di Desa Tukadmungga KabupatenBuleleng”, Tesis tidak dipublikasi, ProgramPascasarjana, Universitas Udayana, Den-pasar.

Raj T and Attri R (2011), “Identification andmodelling of barriers in the implementation ofTQM”, International Journal of Productivityand Quality Management, vol. 28 no. 2, pp.153-179.

Raj T, Shankar R and Suhaib M (2007), “An ISMapproach for modeling the enablers of flexiblemanufacturing system: the case for India”,International Journal of Production Research,vol. 46 no. 24, pp. 1-30.

Ravi V and Shankar R (2005), “Analysis ofinteractions among the barriers of reverselogistics”, Technological Forecasting andSocial Change, vol. 72, pp. 1011-1029.

Ravi V, Shankar R and Tiwari M K (2005),“Productivity improvement of a computerhardware supply chain”, InternationalJournal of Production and PerformanceMeasurement, vol. 54 no. 4, pp. 239-255.

Reza S, Yeap P F and Nazli E (2010) “Usinginterpretive structural modelling to determinethe relationships among knowledgemanagement criteria inside Malaysianorganisations”, World Academy of Science-Engineering and Technology, pp. 72.

Page 116: PRAKATA - UNUD

106

Rucci A J, Kirn S P and Quinn R T (1998), “Theemployee-customer profit chain at sears”,Harvard Business Review, January/February, pp. 82-97.

Sa’diyah F (2009), “Model Struktur sistemkemitraan agribisnis rumput laut diKabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur”,Tesis tidak dipublikasi, Program Pasca-sarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Saaty T L (2006), “Rank from comparisons andfrom ratings in the analytic hierarchy/network processes”, European Journal ofOperational Research, vol. 168, pp. 557-570.

Sage A P (1977), Interpretive structural modelling:methodology for large-scale systems,McGraw-Hill, New York, pp. 91-164.

Sagheer S, Yadav S S and Deshmukh S G (2009)"An application of interpretative structuralmodelling of the compliance to foodstandards", International Journal of Product-ivity and Performance Management, vol. 58iss. 2, pp.136-159.

Salimifard K, Abbaszadeh M A, Ghorbanpur A(2010), “Interpretive structural modelling ofcritical success factors in banking process re-engineering”, International Review ofBusiness Research Papers, vol. 6. no. 2, pp.95-103.

Sanjay J and Ravi S (2005), “IT-enablement ofsupply chains: understanding the barriers”,

Page 117: PRAKATA - UNUD

107

The Journal of Enterprise InformationManagement, vol. 18 no. 1, pp. 11-27.

Sarjana I D G R (2007), “Perspektif pengembanganmanajemen pemasaran sayuran di Bali:kasus di Desa Pancasari, KabupatenBuleleng”, Soca, vol. 7 no. 1, pp.1-3. Availablefrom http://ojs.unud.ac.id/index. php/soca/article/view/4151/3136, Accessed 31 July2015.

Sarkis J (1999), “A methodological framework forevaluating environmentally conscious manu-facturing programs”, Computer IndustrialEngineering, vol. 36, pp. 793-810.

Sarmah S P, Acharya D and Goyal S K (2006),Some models on value of information sharingin supply chain management, ICFAIUniversity Press, pp. 7-19.

Saxena J P, Sushil and Vrat P (1992a), “Hierarchyand classification of program plan elementsusing interpretive structural modeling: a casestudi of energy conservation in the Indiancement industry”, System Practice, vol. 5 no.6, pp.651-670.

Saxena J P, Sushil and Vrat P (1992b), “Scenariobuilding: a critical study of energyconservation in the Indian cement industry”,Technological Forecasting and Social Change,vol. 41 no. 2, pp.121-146.

Saxena J P, Sushil, and Vrat, P (1990), “Impact ofindirect relationships in classification of

Page 118: PRAKATA - UNUD

108

variables―a MICMAC analysis for energyconservation”, Systems Research, vol. 7 no. 4,pp. 245-253.

Saxena J P, Vrat, P, and Sushil (1989), “Energyconservation in Indian cement industry-anapplication of program planning linkageapproach”, 9th MIAMI International Congresson Energy and Environment, 11-13 Dec.

Saxena J P, Vrat, P, and Sushil (1990), “Linkagesof key elements in fuzzy program planning”,Systems Research, vol. 7 no.3, pp.147-158.

Shahabadkar P, Hebbal SS and Prashant S (2012),“Deployment of interpretive structuralmodelling methodology in supply chainmanagement―an overview”, InternationalJournal of Industrial Engineering &Production Research, vol. 23 no. 3, pp. 195-205.

Sharma H D, Gupta A D and Sushil (1995), “Theobjectives of waste management in India: AFutures Inquiry”, Technological Forecastingand Social Change, vol. 48, pp. 285-309.

Singh M D and Kant R (2008), “KnowledgeManagement barriers: an interpretivestructural modelling approach”, InternationalJournal of Management Science andEngineering Management, vol.3 no.2, pp.141-150.

Singh M D, Shankar R, Narain R and Agarwal A(2003), “An interpretive structural modelling

Page 119: PRAKATA - UNUD

109

of knowledge management in engineeringindustries”, Journal of Advances inManagement Research, vol. 1 no. 1, pp. 28-40.

Singh R K (2011), “Developing the framework forcoordination in supply chain for SMEs”,Business Process Management Journal, vol.17 no. 4, pp.619-638.

Soti A, Kaushal O P and Shankar R (2010),“Modelling the barriers of six sigma usinginterpretive structural modelling”, Inter-national Journal of Business Excellence, vol.4 no. 1, pp. 94-110.

Susilowati E, Oktaviani R, Arifin B and Arkenan Y(2015), “Improvement of PRIMKOPTIresilience business with the method ofInterpretive Structural Modelling (ISM)”,European Journal of Business andManagement, vol. 7 no. 2, pp. 44-54.

Thakkar J, Arun K and Deshmukh S G (2008a),“Evaluation of buyer-supplier relationshipsusing integrated mathematical approach ofInterpretive Structural Modelling (ISM) andgraph theoretic matrix: the case study ofIndian automotive SMEs”, Journal ofManufacturing Technology Management, vol.19 no.1, pp. 92-124.

Thakkar J, Arun K and Deshmukh S G (2008b),“Interpretive Structural Modelling (ISM) of ITenablers for Indian manufacturing SMEs”,

Page 120: PRAKATA - UNUD

110

Information Management and ComputerSecurity, vol. 16 iss. 2, pp. 113-136.

Thakkar J, Deshmukh S G, Gupta A D andShankar R (2005), “Selection of Third-PartyLogistics (3PL): a hybrid approach usingInterpretive Structural Modeling (ISM) andAnalytic Network Process (ANP)”, SupplyChain Forum: An international Journal, vol. 6no. 1, pp. 32-46.

Thurstone L L (1959), The measurement of values,The University of Chicago Press, Chicago.

Udayana I G B (2010), “Manajemen risikoagroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit”,Disertasi tidak dipublikasi, SekolahPascasarja, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Van Aken E M and Garry D C (2002), “Buildingbetter measurement”, Industrial Manage-ment, July/August, pp. 28-33.

Waller R I (1980), “Contextual relations andmathematical relations in interpretivestructural modeling”, IEEE Transactions onSystems, Man, and Cybernetics, vol. 10 no. 3,pp. 143-145.

Wang M-Y (2015), “Establishing and analysing thetotal process risk structure for the softwarefor outsourcing project based ISM”, College ofManagement, South-Central University forNationalities, Available from http://www.seiofbluemountain.com/upload/product/200

Page 121: PRAKATA - UNUD

111

01/1264059931s5djbd3.pdf, Accessed 19July 2015.

Warfield J N (1973a), “Binary matrices in systemmodeling”, IEEE Transactions on Systems,Men and Cybernetics, vol. 3 no. 5, pp. 441-449.

Warfield J N (1973b), “Intent structure”, IEEETransactions on Systems, Men andCybernetics, vol. 3 no. 2, pp. 133-140.

Warfield J N (1973c), “On arranging elements ofhierarchy in graphical form”, IEEETransactions on Systems, Men andCybernetics, vol. 3 no. 2, pp. 121-132.

Warfield J N (1974a), “Developing interconnectedmatrices in structural modelling”, IEEETransactions on Systems, Men andCybernetics, vol. 4 no. 1, pp. 51-81.

Warfield J N (1974b), “Structuring complexsystems”, Battelle Monograph, 4, BattelleMemorial Institute, Columbus, Ohio.

Warfield J N (1974c), “Toward interpretation ofcomplex structural models”, IEEE Trans-actions on Systems, Men and Cybernetics,vol. 4 no. 5, pp. 405-417.

Warfield J N (1976), Societal systems: planning,policy, and complexity, Wiley Interscience,New York.

Warfield J N (1994), A science of generic design:managing complexity through systemsdesign, Iowa State University Press, Ames.

Page 122: PRAKATA - UNUD

112

Warfield J N (2003a), "A Proposal for systemsscience", Systems Research and BehavioralScience, vol. 20, pp. 507–520.

Warfield J N (2003b), "Autobiographical Retro-spectives: Discovering Systems Science",International Journal of General Systems, vol.32 no. 6, pp. 525–563.

Warfield J N (2003c), The mathematics ofstructure, AJAR, Palm Harbor.

Warfield J N (2006), An Introduction to systemssciences, World Scientific, Singapore.

Warfield J N (1971), “The DELTA chart―a methodfor R&D project portrayal”, IEEE Transactionson Engineering Management, pp. 132-139(Correction, May 1972, p. 74).

Warfield J N (1972), “Intent structures”, IEEETransactions on Systems, Men andCybernetics, vol. 3 no. 2, pp. 133-140.

Warfield J N (1973d), “An assault on complexity”,Battelle Monograph, 3, Battelle MemorialInstitute, Columbus, Ohio.

Warfield J N and Cardenas, A R (1994), Ahandbook of interactive management, IowaState University Press, Ames.

Watson R (1978), “Interpretive structural modeling―A useful tool for worth assessment?” Tech-nological Forecasting and Social Change, vol.11, pp. 165-185.

Page 123: PRAKATA - UNUD

113

Yan D and Kefeng X (2002), “A supply chain modelof vendor managed inventory”, TransportationResearch, Part E 38, pp. 75-95.

Yrd D and Omur Y S (2010), “Analysing thebarriers encountered in innovation processthrough interpretive structural modelling:evidence from Turkey”, Yonetim ve Ekonomi,vol. 17 no.2, pp. 207-225.

Page 124: PRAKATA - UNUD

114BIODATA PENULIS

Dwi Putra Darmawan adalah GuruBesar Agribisnis di UniversitasUdayana. Ia dilahirkan di Denpasar,16 November 1962. Gelar Doktordalam bidang Ekonomi Pertaniandiperoleh di Universitas GadjahMada (UGM) Yogyakarta pada 2001.Ia memperoleh Thesis Grant dari TheSEAMEO Regional Center for

Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA).Selama 2003-2004, ia mengikuti kegiatan UniversityOutreach Program dalam bidang Macrofood Policy diIndonesia, yang disponsori oleh USAID/The DevelopmentAlternative Inc., Food Policy Support Activity (DAI-FPSA).Sejak 2004 sampai sekarang, ia mengemban amanahsebagai Asesor APS/AIPT Badan Akreditasi NasionalPerguruan Tinggi (BAN-PT) Kementerian Riset, Teknologi,dan Pendidikan Tinggi RI.

Di samping mengajar matakuliah Ekonomi,Manajemen, Statistik Multivariat, dan MetodologiPenelitian di Program Sarjana, Magister, dan DoktorUniversitas Udayana, ia juga menulis artikel di majalahilmiah dan conference paper yang dipresentasikan dalamseminar, mitra bestari beberapa jurnal ilmiah nasionaldan internasional dan reviewer karya ilmiah untukjabatan Guru Besar, serta terlibat dalam berbagai projekpenelitian, layanan, konsultansi, dan pengembanganmasyarakat.

114BIODATA PENULIS

Dwi Putra Darmawan adalah GuruBesar Agribisnis di UniversitasUdayana. Ia dilahirkan di Denpasar,16 November 1962. Gelar Doktordalam bidang Ekonomi Pertaniandiperoleh di Universitas GadjahMada (UGM) Yogyakarta pada 2001.Ia memperoleh Thesis Grant dari TheSEAMEO Regional Center for

Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA).Selama 2003-2004, ia mengikuti kegiatan UniversityOutreach Program dalam bidang Macrofood Policy diIndonesia, yang disponsori oleh USAID/The DevelopmentAlternative Inc., Food Policy Support Activity (DAI-FPSA).Sejak 2004 sampai sekarang, ia mengemban amanahsebagai Asesor APS/AIPT Badan Akreditasi NasionalPerguruan Tinggi (BAN-PT) Kementerian Riset, Teknologi,dan Pendidikan Tinggi RI.

Di samping mengajar matakuliah Ekonomi,Manajemen, Statistik Multivariat, dan MetodologiPenelitian di Program Sarjana, Magister, dan DoktorUniversitas Udayana, ia juga menulis artikel di majalahilmiah dan conference paper yang dipresentasikan dalamseminar, mitra bestari beberapa jurnal ilmiah nasionaldan internasional dan reviewer karya ilmiah untukjabatan Guru Besar, serta terlibat dalam berbagai projekpenelitian, layanan, konsultansi, dan pengembanganmasyarakat.

Page 125: PRAKATA - UNUD

115Buku-bukunya yang telah terbit adalah Kebijakan

Pemerintah yang Mempengaruhi Daya Saing danEfisiensi Sistem Komoditas Pertanian (2011), KetahananPangan Rumahtangga dalam Konteks PertanianBerkelanjutan (2011), Decision Science: 21 Model untukPengambilan Keputusan Manajerial (2013), danPengukuran Efisiensi Produktif MenggunakanPendekatan Stochastic Frontier (2016). Di almamaternya,ia diangkat sebagai Ketua Magister Agribisnis ProgramPascasarjana Universitas Udayana (2010-2014), AnggotaSenat dan Ketua Akreditasi Universitas Udayana sejak2010.

Page 126: PRAKATA - UNUD