TUJUANAgar mahasiswa dapat memahami langkah langkah analisis
obat dalam cairan hayati.
II. DASAR TEORI Parameter farmakokinetika suatu obat dihitung
dari konsentrasi obat dalam cuplikan hayati yang sesuai, dapat
berupa : darah, urin, air ludah, dahak, cairan lainnya yang relevan
atau mengandung obat, tetapi yang paling sering adalah darah atau
urin. Cuplikan urin dapat digunakan dengan baik jika obat/metabolit
diekskresikan cukup banyak dalam urin dan ditampung secara sempurna
sampai waktu tak terhingga (t). Cuplikan darah sangat relevan,
karena semua proses obat dalam tubuh melibatkan darah sebagai
media, suatu alat ukur dari organ satu ke organ lain seperti
absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi. Oleh karena itu, agar
nilai nilai parameter obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar
harus memenuhi kriteria, yaitu meliputi perolehan kembali
(recovery), presisi dan akurasi. Kepekaan dan selektivitas
merupakan kriteria lain yang penting hal mana nilainya tergantung
dari alat ukur yang dipakai.Perolehan KembaliPerolehan kembali
(recovery) adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat
bernilai positive dan negative. Dirumuskan sebagai berikut
:Perolehan kembali = kadar terukur x 100% Kadar diketahui
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang
tinggi (75 90%) atau lebih.AkuratAkurat atau tepat adalah bahwa
hasil yang diperoleh adalah mendekati nilai yang sebenarnya. Misal
dalam pengukuran sampel diperoleh nilai 100 ppm (kadar terukur),
dan memang diketahui kadar sampel tersebut adalah 100 ppm (kadar
sebenarnya).Akurat jika kadar terukur = kadar sebenarnya.Kesalahan
sistematik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar.
Kesalahan ini dapat berupa kesalahan konstan atau proposional.
Rumus dari kesalahan sistematik adalah:Kesalahan sistematik = 100
P%Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut kesalahan acak kurang dari
10%.PresisiPresisi/teliti adalah dalam tiap kali replikasi
pengukuran diperoleh hasil yang sama atau mendekati. Misalnya
dilakukan replikasi penetapan kadar sampel x, diperoleh seperti
pada tabel berikut :PercobaanHasil
180 ppm
282 ppm
383 ppm
Hasil pengukuran sampel dengan tiga replikasi didapatkan hasil
yang mendekati, maka metode tersebut adalah teliti.Kesalahan acak
(random analytical error) merupakan tolak ukur imprecision suatu
analisis, dan dapat bersifat positive /negative. Kesalah acak
identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan
variasi. Rumus dari kesalahan acak adalah :Kesalahan acak =
simpangan baku x 100 % Harga rata rataPersyaratan yang dituntut
bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut kesalahan
acak kurang dari 10%.Sensitive Sensitive/peka adalah bahwa metode
tersebut dapat/ mampu mengukur analit dalam kadar yang sangat kecil
sekalipun.Selektif Bahwa metode tersebut selektif terhadap senyawa
tertentu saja artinya metode terebut selektif menguukur kadar
senyawa yang diinginkan dengan baik tanpa terganggu oleh senyawa
pengotor yang lain.PEMBAHASAN Pada praktikum ini pertama tama
dibuat kurva baku dari asam salisilat untuk mencari nilai a dan b
dalam persamaan kurva baku y = a + bx. Kemudian dilakukan penetapan
kadar asam salisilat. Sampel yang berupa darah ditambahkan Na2EDTA
dengan tujuan untuk koagulasi darah agar tidak mengental. Kemudian
sampel tersebut ditambahkan TCA 10% sebanyak 2 ml yang
dihomogenkan. TCA 10% digunakan untuk deproteinisasi pada sampel
darah. Apabila protein pada sampel tidak dihilangkan maka akan
mengganggu absorbsi. Setelah itu, sampel disentrifuge 3000rpm
selama 15 menit. Dalam praktikum ini, sentrifuge dilakukan sabanyak
dua kali karena filtrat belum bening pada sentrifuge pertama.
Sampel dipindahkan ketabung lain (filtrat atas atas saja) lalu
ditambahkan TCA 10% 1 ml dan sentrifuge kembali. Setelah didapat
filtrat bening, samel dibaca absorbansinya dengan = 256 nm
menggunakan spektrofotometer uv-vis. Setelah itu, didapat kadar dan
dapat dihitung recovery, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik.
Dari hasil analisis yang didapat, racovery pada sampel melebihi
persyaratannya 90% - 110%. Ini menunjukkan bahwa data tidak valid
sehingga tidak dapat digunakan sebagai kinetika obat. Data recovery
tersebut disimpulkan tidak efisien. Selanjutnya pada perhitungan
kesalahan acak pada sampel 1,3, dan 6 hasilya melampaui dari 10%
sedangkan pada sampel 2,4, dan 5 hasilnya kurang dari 10%. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa data sampel 1,3, dan 6 tidak efisien
sedangkan sampel 2,4, dan 5 teliti dan efisien. Perhitungan yang
terakhir adalah kesalahan sistemik. Hasil yang didapat dari
penelitian ini yaitu mee\lebihi persyaratan kesalahan sistemik 10%.
Data ini dinyatakan tidak akurat dan tidak efisien. Dari ketiga
perhitungan ini, data data yang diperoleh sebagian besar tidak
valid. Hal ini disebsbkan beberapa faktor, antara lain : kesalahan
pada waktu pembuatan larutan, kesalahan pada alat/instrumen yang
digunakan, dan kesalahan pada praktikan sendiri. Dimana kurang
teliti dalam menganalisis data yang diperoleh. Oleh sebab itu,
diperlukan ketelitian dalam menggunakan alat dan mengamati data
yang diperoleh selama percobaan berlangsung.
VIII. KESIMPULANNoKadar sebenarnyaKadar terukurrecoveryKesalahan
sistemikKesalahan acak
1150195,36130,24%30,24%10,57%
2150193,19128,793%28,793%7,71%
3150193,21128,81%28,81%10,96%
4150206,44137,627%37,627%0,55%
5150211,6141,067%41,067%2,47
6150175,47116,98%16,98%15,15%
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode analisa ini tidak dapat
digunakan untuk menentukan kadar asam salisilat dalam plasma darah
karena hasilnya tidak efisien, tidak tepat, dan tidak teliti.
Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil
pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan
hayati (darah, urin, saliva, atau cairan tubuh lainnya). Dalam
praktikumkaliini dilakukan penentuan jangka waktu larutan obat yang
member respon tetap (khususnya untuk reaksi warna), pembuatan kurva
baku, perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak, dan
kesalahan sistemik.Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter obat
dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai
criteria yaitu meliputi perolehan kembali, presisi, dan akurasisi.
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut dapat memperoleh nilai perolehan kembali yang
tinggi (75% - 90% atau lebih), kesalahan acak dan kesalahan
sistemik kurang dari 10%.Kepekaan dan selektivitas merupakan
criteria lain yang penting dan nilainya tergantung pula dari alat
pengukur yang dipakai. Dalam percobaan ini akan dilakukan
langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk optimalisasi analisis
meliputi :a.Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan
respon tetap (khususnya untuk reaksi warna)b.Penetapan panjang
gelombang larutan obat yang member respon maksimumc.Pembuatan kurva
bakud.Perhitungan nilai perolehan kembali, dengan rumus :
Perolehan kembali =kadar obat terukurx 100%kadar
diketahuiFaktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetika adalah
:a.Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti cairan intrasel,
ekstrasel (plasma darah, cairan interstitial, cairan
cerebrospinal), dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.b.Protein
plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin
dapat mengikat obat.c.Distribusi obat dalam berbagai system
kompartemen biologis, terutama hubungan waktu dan kadar obat dalam
berbagai system tersebut, yang sangat menentukan kinetika
obat.d.Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti
proses absorpsi, bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi yang
menentukan lama obat dalam tubuh.Karena konsentrasi obat adalah
elemen penting untuk menentukan farmakokinetika suatu individu
maupun populasi konsentrasi obat diukur dalam sampel biologis
seperti air susu, saliva, plasma, dan urine. Sensitivitas, akurasi,
presisi dari metode analisis harus ada untuk pengukuran secara
langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu metode penetapan
kadar secara umum perlu divalidasi sehingga informasi yang akurat
didapatkan untukmonitoringfarmakokinetik dan klinik.Dalam sebuah
analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam
farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter-parameter antara
lain yaitu :a.Tetapan (laju) invasi (tetapan absorpsi).b.Volume
distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan
konsentrasi obat (c) di dalam darah atau plasma.c.Ikatan
proteind.Laju eliminasi dan waktu paruh (t)e.Bersihan (clearance)
renal, ekstra renal, dan totalf.Luas daerah di bawah kurva
(AUC)g.Ketersediaan hayati
TUJUAN PERCOBAAN-Mempelajari langkah-langkah analisis obat dalam
cairan hayati-Memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan
hayati-Memvalidasi prosedur analisis obat dalam cairan hayati
II.DASAR TEORIEfek terapi suatu obat biasanya baru terlihat
sesudah zat aktifnya melalui sistem pembuluh aorta lalu masuk ke
hati dan kembali masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke
seluruh jaringan badan.Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur
pada keadaan pasien yang bersangkutan (secara in vivo) dengan
menentukan kadar dalam plasma darah setelah mencapai keseimbangan
antara serum cairan tubuh (kedaan tunak). Ada korelasi yang baik
antara kadar obat dalam plasma dengan efek terapi.Ketersediaan
hayati digunakan untuk member gambaran mengenai keadaan dan
kecepatan obat diabsorbsi dari bentuk sediaan dan digambarkan
dengan kurva kadar-waktu setelah obat diminum dan berada pada
jaringan biologic atau larutan sperti darah dan urine.Data
ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan:1.Jumlah atau bagian
obat yang diabsorbsi dari bentuk sediaan.2.Kecepatan obat
diabsorbsi.3.Masa kerja obat berada di dalam cairan biologik atau
jaringan, bila dihubungkan dengan respon pasien.4.Hubungan antara
kadar obat dalam darah dengan efektivitas terapi/efek toksik.
Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk
sediaan obat seperti tablet dan kapsul yang digunakan peroral untuk
memperoleh efek sistematik. Hal ini bukan berarti ketersediaan
hayati tidak ada dalam bentuk sediaan obat yang lain selain bentuk
padat/penggunaan bentuk obat melalui rute lain selain melalui mulut
(Anief, 1995).Pengetahuan tentang konsentrasi obat dalam serum
dapat menjelaskan mengapa seorang penderita tidak memberikan reaksi
terhadap terapi obat, atau mengapa penderita mengalami suatu efek
yang idak diinginkan. Sebagai tambahan, praktisi mungkin ingin
menjelaskan ketelitian dari aturan dosis.Pada pengukuran
konsentrasi obat dalam serum, suatu konsentrasi tunggal dari obat
dalam serum dapat tidak menghasilkan informasi yang berguna kecuali
jika faktor-faktor lain dipertimbangkan, sebagai contoh, aturan
dosis obat yang meliputi besaran dan jarak pemberian dosis, rute
pemberian obat, serta waktu pengambilan cuplikan (puncak, palung,
atau keadaan tunak) hendaknya diketahui.Mengkin ada ketervatasan
dalam hal jumlah cuplikan darah yang dapat diambil, keseluruhan
volume darah yang diperlukan untuk penetapan kadar, dan waktu untuk
melakukan analisis obat, pengukuran konsentrasi serum hendaknya
juga mempertimbangkan biaya penetapan kadar, resiko, dan
ketidaksenangan penderita, dan kegunaan informasi yang
diperoleh.Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar obat
dalam serum hendaknya telah sahih, berkenaan dengan hal-hal berikut
seperti spesifitas, linieritas, kepekaan, ketepatan, ketelitian,
dan stabilitas (Sahrgel, 1985).Untuk menganalisis darah total,
komponen sel darah harus dilisis demikian sehingga kandungannya
bercampur merata dengan sonikator atau ditentukan dalam jangka
waktu tertentu lalu disonikasi. Plasma berbeda dengan serum, serum
adalah plasma yang fibrinogennya telah dihilangkan dengan proses
penjendalan, sedangkan plasma diperoleh dengan menambahkan suatu
pencegah penjendalan ke dalam darah. Bila darah tidak diberi
antikoagulan terjadilah penjendalan dan bila contoh seperti
dipusingkan maka beningannya adalah serum (James, 1991).Penilaian
ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan metode menggunakan data
darah, data urin, dan data farmakologis atau klinis, namun lazimnya
dipergunakan data darah atau data urin untuk menilai ketersediaan
hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiatnya telah
diketahui cara dan validitasinya. Jika cara dan validitas belum
diketahui, dapat digunakan data farmakologi dengan syarat efek
farmakologi yang timbul dapat diukur secara
kuantitatif.Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan
ketersediaan hayati suatu obat meliputi data plasma, data urin,
efek farmakologi akut, respon klinik. Ketersediaan hayati dilakukan
baik terhadap bahan aktif yang telah disetujui maupun obat dengan
efek terapeutik yang belum disetujui oleh FDA untuk dipasarkan.
Setelah ketersediaan hayati dan parameter-parameter farmakokinetika
dari bahan aktif diketahui aturan dosis dapat diajukan untuk
mendukung pemberian label obat (Syukri, 2002).
PEMBAHASANPada percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dan
memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati serta
memvalidasi prosedur analisis obat dalam cairan hayati. Metode
validasi ini menggunakan metode Bratton-Marshall yang berdasarkan
pembacaan serapan, melalui warna tampak pada spektrofotometri
visible. Hal ini dikarenakan terjadinya reaksi antara asam
salisilat dengan FeNO3yang membentuk kompleks warna.Metode yang
digunakan adalah dengan spektrofotometer visible, karena gugus
kromofor dan pembentuk kompleks warna yang dapat menyerap sinar
tampak. Pada pembuatan larutan stok Na Salisilat, konsentrasinya
adalah 100 g/%, maka pembuatannya dapat dilakukan dengan melarutkan
100 mg Na Salisilat dalam aquadest ad 100 mL.Pada proses
sentrifuge, tujuannya adalah agar partikel lain mengendap sehingga
tidak menganggu pembacaan absorbansi. Penentuanoperating
timedigunakan untuk mengetahui kapan waktu pembacaan yang dapat
menghasilkan absorbansi maksimum yang menunjukkan reaksi sempurna.
Penetapanmaksimum untuk memperolehyang memberikan serapan maksimal
dalam rentan 500 - 580 nm. Sedangkan pembuatan kurva baku serapan
vs kadar untuk perhitungan kadar dengan persamaan y = bx + a. Kurva
baku yang baik jika nilai r-nya mendekati 1. Parameter-parameter
validasinya adalah akurasi yang dapat diperoleh dari perolehan
kembali dan presisi yang ditentukan dari nilai CV.Metode
spektrofotometri visible divalidasi agar hasil analisis yang
diperoleh sesuai dengan ketentuan yang ada. Parameter yang
dilakukan pada metode ini adalah presisi dan akurasi. Dimana
akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara
nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai
sebenarnya, atau nilai rujukan. Sedangkan presisi merupakan ukuran
keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai
simpangan baku relative dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistic. Presisi sering diekspresikan dengan SD
atau standar deviasi relatif dari serangkaian data. Nilai RSD
umumnya akan memenuhi criteria jika nilainya 1 2 %, digunakan untuk
senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk
senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar 5 15 %. Syarat
keberterimaan akurasi dilihat dari perolehan kembali (recovery)
adalah 80 120 %. Berdasarkan percobaan diperoleh nilai bahwa nilai
perolehan kembalinya adalah 95,6 %, 111,2 %, 23,04 %. Hasil
perolehan kembali ada di kisaran range sehingga hasil validasi
metode penetapan kadar Na Salisilat valid. Dan didapat nilai CV
116,67 %.
IX.KESIMPULAN1.Menggunakan metode spektrofotometer visible,
karena gugus kromofor dan pembentuk kompleks warna yang dapat
menyerap sinar tampak.2.Berdasarkan percobaan diperoleh nilai bahwa
nilai perolehan kembalinya adalah 95,6 %, 111,2 %, 23,04 %. Hasil
perolehan kembali ada di kisaran range sehingga hasil validasi
metode penetapan kadar Na Salisilat valid. Dan didapat nilai CV
116,67 %.
X.DAFTAR PUSTAKAAnief, Moh. 1995.Perjalanan dan Nasib Obat dalam
Badan. UGM. YogyakartaMunson James, W. 1991.Analisis
Farmasi.Airlangga University Press. SurabayaShargel.
1985.Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga
University Press. SurabayaSyujri, Y. 2002.Biofarmasetika. UII
Press. Yogyakarta
Tujuan1.Dapat memahami langkah-langkah analisa parasetamol dalam
cairan hayati.2.Dapat melakukan analisa parasetamol dalam cairan
hayati.B.Dasar TeoriParameter farmakokinetika obat dapat diperoleh
berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan / atau
metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau
cairan tubuh lainnya).Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter
kinetik obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi
berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali (recovery),
presisi dan akurasi.Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai
perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak
dan sistematik kurang dari 10% (Pasha dkk, 1986).Kepekaan dan
selektivitas merupakan kriteria lain yang penting dan nilainya
tergantung pula dari alat pengukur yang dipakai. Dalam percobaan
ini akan dilakukan langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk
optimalisasi analisis meliputi:1.Penentuan jangka waktu larutan
obat yang memberikan resapan tetap (khusus untuk reaksi
warna).2.Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan
resapan maksimum (parasetamol).3.Pembuatan kurva baku
(parasetamol).4.Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak
dan kesalahan
sistematik.ParasetamolParasetamolatauasetaminofenadalahobatanalgesikdanantipiretikyang
populer dan digunakan untuk melegakansakit kepala, sengal-sengal
dan sakit ringan, dandemam. Digunakan dalam sebagian besar resep
obatanalgesiksalesmadanflu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi
karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak
sengaja sering terjadi.Berbeda dengan obat analgesik yang lain
sepertiaspirindanibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat
antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenisNSAID.
Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam
perut atau mengganggu gumpalandarah,ginjalatauduktus
arteriosuspadajanin.N-acetyl-para-aminofenol (parasetamol):
FarmakokinetikaParasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam
waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar
ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat
protein plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.
Sebagian asetaminofen 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan
sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu dapat
mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat
menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini
diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%)
dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
PembahasanPada praktikum kali ini, kami melakukan uji analisis
parasetamol dalam cairan hayati. Menggunakan larutan parasetamol
dengan konsentrasi larutan induk 0,5 mg/ml dan 1 mg/ml. Dan dibuat
pula satu seri konsentrasi larutan parasetamol dalam darah 50, 100,
150, 200 ppm dari konsentrasi larutan induk 0,5 mg/ml dan 300, 400
ppm dari konsentrasi larutan induk 1 mg/ml.Konsentrasi yang telah
dibuat dicampur dengan 1 ml darah dan divortex agar dapat bercampur
secara merata dan terbentuk ikatan antara obat dengan protein
plasma. Kemudian diambil 0,1 ml dari tiap-tiap kadar dan diencerkan
dengan 0,9 ml air. Pengenceran ini diasumsikan sebagai pengenceran
yang terjadi karena proses masuknya makanan dan minuman ke dalam
tubuh. Setelah pengenceran, perlu ditambahkan dengan antikoagulan,
yaitu TCA. Kemudian dilakukan proses sentrifugasi. TCA berfungsi
untuk mengendapkan protein dalam plasma darah, sehingga yang
tersisa dibagian atas atau yang dikenal dengan supernatan hanyalah
ikat obat dengan plasma.Supernatan yang diperoleh dari hasil proses
sentrifus dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan
HCl 6N sebanyak 0,5 ml dan NaNO210% sebanyak 1 ml. Kemudian
didiamkan selama 5 menit dan setelah itu ditambahkan NaOH 10%
sebanyak 2,5 ml, lalu didiamkan selama 3 menit. Penambahan NaOH
bertujuan untuk penetralan. Reaksi yang terjadi adalah:HCl (aq) +
NaNO2(aq)HNO2(aq) + NaCl (aq)2 HNO2(aq)2 H+(aq) + 2 NO2(g)Reaksi
penetralan:2 H+(aq) + NaOH (aq)Na+(aq)+ H2O (l)Setelah perlakuan di
atas, sampel diambil untuk diukur serapannya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang maksimum 435 nm. Pada grafik yang
diperoleh, dapat dilihat bahwa kurva terus menaik hingga
konsentrasi 200 ppm, tetapi pada konsentrasi 300 dan 400 ppm
kurvanya menurun kembali, sehingga data ini dihilangkan.Hasil yang
kami dapatkan adalah terjadi penurunan absorbansi pada konsentrasi
300 dan 400 ppm, yang seharusnya linear (semakin besar konsentrasi
maka semakin besar pula absorbansinya/sebanding).Hal ini
kemungkinan dikarenakan konsentrasi larutan induk yang berbeda (0,5
dan 1 mg/ml). Sedangkan regresi yang kami dapatkan adalah: r =
0,827751; a = 3,568 x 10-2; dan b = 4,0634 x 10-4. Tetapi, apabila
data yang ke-6 dan ke-7 dihilangkan lalu dicari regresinya kembali,
maka nilai regresinya menjadi a= -6,76 x 10-3; b= 9,31 x 10-4; dan
r= 0,99344. Dilihat dari kelinearannya dan nilai kepercayaan yang
besar, maka kami menggunakan nilai regresi ini dalam perhitungan
selanjutnya.Dari hasil perhitungan yang diperoleh, didapatkan bahwa
konsentrasi yang terukur mendekati konsentrasi yang diketahui,
sehingga didapatkan % perolehan kembali/recovery yang besar
(mendekati 100%).G.KesimpulanDari berbagai hasil yang kami
dapatkan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:Langkah-langkah analisis parasetamol dalam cairan
hayati:1.Dibuat satu seri larutan parasetamol dalam darah yang di
vortex, setelah itu dilakukan pengenceran sekaligus ditambahkan
TCA. Kemudian di sentrifus.2.Supernatan diambil dan ditambahkan HCl
dan NaNO2, didiamkan 5 menit. Baru kemudian ditambahkan
NaOH.3.Diukur serapannya pada spektrofotometer.4.Dihitung
konsentrasi terukur sesuai dengan absorbansi dan dihitung pula
nilai perolehan kembali, kesalahan sistematika, dan kesalahan
acaknya.
DAFTAR PUSTAKATim Dosen FKUI. 1995.Farmakologi dan Terapi edisi
IV. Jakarta: Gaya Baru.Walpole, R.E.Pengantar
Statistika.Azrifitria, dkk. 2007.Modul Praktikum Biofarmasetika dan
Farmakokinetika.Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
A.ParasetamolParasetamol atau asetaminofen
adalahobatanalgesikdanantipiretikyang populer dan digunakan untuk
melegakansakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dandemam.
Digunakan dalam sebagian besar resep obatanalgesiksalesmadanflu. Ia
aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis
obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.Berbeda dengan
obat analgesik yang lain sepertiaspirindanibuprofen, parasetamol
tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong
dalam obat jenisNSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak
menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu
gumpalandarah,ginjalatauduktus
arteriosuspadajanin.FarmakokinetikParasetamol yang diberikan secara
oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum puncak dalam
waktu 30 120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan sedikit
memperlambat penyerapan sediaan parasetamol lepas lambat.
Parasetamol terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh jaringan
tubuh. Lebih kurang 25% parasetamol dalam darah terikat pada
protein plasma.Waktu paruh parasetamol adalah antara 1 3 jam.
Parasetamol diekskresikan melalui urine sebagai metabolitnya, yaitu
asetaminofen glukoronid, asetaminofen sulfat, merkaptat dan bentuk
yang tidak berubah.Sebagian asetaminofen 80% dikonjugasi dengan
asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat.
Selain itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil
hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis
eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil
sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi.B.Analisis ParasetamolParameter farmakokinetika obat
dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan /
atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau
cairan tubuh lainnya).Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter
kinetik obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi
berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali (recovery),
presisi dan akurasi.Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai
perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak
dan sistematik kurang dari 10%.Kepekaan dan selektivitas merupakan
kriteria lain yang penting dan nilainya tergantung pula dari alat
pengukur yang dipakai. Dalam percobaan ini akan dilakukan
langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk optimalisasi analisis
meliputi:1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan
resapan tetap (khusus untuk reaksi warna).2. Penetapan panjang
gelombang larutan obat yang memberikan resapan maksimum
(parasetamol).3. Pembuatan kurva baku (parasetamol).4. Perhitungan
nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik.Ketersediaan hayati merupakan kecepatan dan jumlah obat
yang mencapai sirkulasi sistemik dan secara keseluruhan menunjukkan
kinetic dan perbandingan zat aktif yang mencapai peredaran darah
terhadap jumlah obat yang diberikan. Ketersediaan hayati obat yang
diformulasi menjadi sediaan farmasi merupakan bagian dari salah
satu tujuan rancangan bentuk sediaan dan yang terpenting untuk
keefektifan obat tersebut. Pegkajian terhadap ketersediaan hayati
ini tergantung pada absorpsi obat ke dalam sirkulasi umum serta
pengukuran dari obat yang terabsorpsi tersebut. Dalam menaksir
ketersediaan hayati ada tiga parameter yang biasanya diukur yang an
profil konsentrasi dalam darah dan waktu dari obat yang
diberikan.Konsentrasi puncak (Cmax), menggambarkan konsentrasi obat
tertinggi dalam sirkulasi sistemik. Konsentrasi ini tergantung pada
konstanta absorbsi, dosis, volume distribusi dan waktu pencapaian
konsentrasi obat maksimum dalam darah. Konsentrasi puncak sering
kali dikaitkan dengan intensitas respon biologis dan harus di atas
MEC dan tidak melebihi MTC.Waktu untuk konsentrasi puncak (tmax)
menggambarkan lamanya waktu tersedia untuk mencapai konsentrasi
puncak dari obat sirkulasi sistemik. Parameter ini tergantung pada
konstanta absorbs yang menggambarkan permulaan dari level puncak
dari respon biologis dan bias digunakan sebagai perkiraan kasar
untuk laju absorbsi.Luas daerah di bawah kurva (AUC), merupakan
total area di bawah kurva konsentrasi vs waktu yang menggambarkan
perkiraan jumlah obat yang berada dalam sirkulasi sistemik. Bila
membandingkan suatu formulasi untuk acuan, parameter ini
menggambarkan jumlah ketersediaan hayati dan biasa digunakan
sebagai perkiraan kasar jumlah obat diabsorbsi. Ketersediaan hayati
merupakan suatu penerapan baru yang kegunaannya tidak perlu
diragukan lagi. Penerapan ketersediaan hayati berkembang dalam dua
arah, yaitu:1. Farmasi klinik yang berkaitan dengan rasionalisasi
keadaan individu penderita, artinya penyesuaian pasologi yang tepat
pada setiap penderita, dengan mempertimbangkan perubahan
farmakokinetika in vivo, baik karena interaksi obat maupun karena
fungsi fisiolagi.2. Farmasetika yang berkaitan dengan rasionalisasi
pengembangan suatu obat, yaitu penyesuaian optimal jalur pemberian
obat dan bentuk sediaan terhadap karakteristik farmakokinetika zat
aktif.Kedua arah pengembangan tersebut tercakup dalam lingkup
penelitian biofarmasetika dan berkaitan dengan penyesuaian pada
kurva profil kadar zat aktif dalam darah penderita dan efek yang
diteliti.Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan:1.
Banyaknya obat yang diabsorbsi dari formulasi sediaan.2. Kecapatan
obat yang diabsorbsi.3. Lama obat berada dalam cairan biologi atau
jaringan dan dikorelasikan dengan respon pasien.4. Hubungan antara
kadar obat dalam darah dan efikasi klinis serta toksisitas.Metode
penilaian ketersediaan hayati.Penelitian ketersediaan hayati pada
sukarelawan dapat dilakukan dengan beberapa metode:a. Metode dengan
menggunakan data darahb. Data urinc. Data efek farmakologisd. Data
respon klinisPemilihan metode bergantung pada tujuan studi, metode
analisis untuk penetapan kadar obat dan sifat produk obat. Data
darah dan data urin lazim digunakan untuk menilai ketersediaan
hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiat telah
diketahui cara dann validitasnya. Jika cara dan validitasnya belum
diketahui dapat digunakan data farmakologi dengan syarat efek
farmakologi yang timbul dapat diukur secara kuantitatif, seperti
efek pada kecepata denyut jantung atau tekanan darah yang dapat
digunakan sebagai indeks ketersediaan hayati obat. Untuk evaluasi
ketersediaan hayati menggunakan data respon klinis dapat mengalami
perbedaan antar individu akibat farkokinetika dan farmakodinamik
obat yang berbeda. Factor farmakodinamik yang berpengaruh meliputi:
umur, toleransi obat, interaksi obat dan factor-faktor
patofisiologik yang tidak diketahui.Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersediaan hayati oabat yang digunakan secara oral:1) Sifat
fisikokimia zat aktif.a. Bentuk isomer; alkaloid-alkaloid dan
steroid-steroid terdapat dalam bentuk isomer, seperti misalnya
isomer d atau l. seringkali yang aktif atau diaktif hanya salah
satu saja, misalnya d-etambutol, d-propoksipen, d-amfetamin,
l-kloramfenikol.b. Polimorfisme; bentuk kristal yang kurang stabil
lebih mudah larut dan kemudian cepat terabsorbsi daripada bentuk
kristalnya yang stabil, misak kloramfenikol mempunyai 2 bentuk
polimorf A dan B; kristal bentuk A bersifat tidak aktif.c. Ukuran
partikel; bila ukuran partikel lebih kecil maka luas permukaan akan
besar sehingga obat obat akan cepat melarut dan diabsorbsi.d.
Hidrat dan solvate; kadang kadang beberapa bahan obat cenderung
untuk mengikat beberapa molekul pelarut. Ikatan ini disebut
solvate, dan kalau pelarutnya adalah air maka ikatan ini disebut
hidrat. Ampisilin anhidrat lebih mudah larut dibandingkan ampisilin
trihidrat, sehingga pemakaian peroral akan memberiakan blood level
yang tinggi.e. Bentuk garam, ester dan lainnya; gugusan estolat
dari eritromisin estolat dapat menyebabkan hepatotoksisitas,
sedangkan stearatnya tidak. Tapi sifat fisik eritromisin
mempersulit pengisian dalam jumlah yang cukup ke dalam kapsul yang
berukuran wajar. Pemadatan yang tidak tepat atas bahan baku ini
sebaliknya dapat menimbulkan persoalan disolusi dan ketersediaan
hayati.f. Kemurnian; bahan baku penisilin yang tidak murni bias
mengandung mikrokontaminan berupa hasil degradasi penisilin sendiri
bahkan inferior ini yang dapat menyebabkan alergi. Namun meskipun
telah menggunakan bahan bahan baku murni jika cara dan kondisi
produksi dalam hal ini kebersihan,temperature, dan kelembapan
kurang baik, bahan penisilin akan menimbulkan efek samping yang
sama.Bahan bahan pembantu; banyak obat obatan dimana pengaruh bahan
bahan pembantu dapat merubah secara drastic pola absorbsinya dan
oleh karena itu efek terapi dan toksisitasnya juga berpengaruh,
seperti meningkatnya toksisitas fenitoin setelah bahan pembantu
yang semula dipakai CaSO4 diganti dengan laktosa.2) Cara cara
prosesinga. Formulasi obat yang sudah baik dalam suatu pabrik bisa
sama sekali berubah bila dibuat oleh pabrik lain dengan menggunakan
alat alat yang berbeda. Hal ini menjadi masalah kritis apabila
digunakan untuk memproduksi tablet tablet dengan kadar zat khasiat
yang rendah seperti digoksin 0,25 mg/tablet 200 mg.b. Ruangan dan
kondisi kondisinya ( temperature, kelembaban, penerangan, dan
sebagainya ) yang memenuhi syarat. Misalnya pada pembuatan sediaan
tetrasiklin yang merupakan bahan baku yang kurang stabil pada
kondisi tertentu sehingga dapat mengakibatkan penguraian
tetrasiklin menjadi nonaktif, hepatotoksik, dan nefrotoksik.c.
Tenaga tenaga yang kompeten.d. Dikerjakan dengan system produksi
dan system control yang baik. Dalam hal ini persyaratan persyaratan
Good Manufacturing Practices ( GMP ) menjadi penting.
PembahasanPada praktikum kali ini, kami melakukan uji analisis
parasetamol dalam urin. Sebelum meminum paracetamol probandus
berpuasa selama 6 jam. Hal ini dilakukan agar parasetamol yang
diberikan secara oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum
puncak, adanya makanan dalam lambung akan sedikit memperlambat
penyerapan sediaan parasetamol lepas lambat.Menggunakan larutan
parasetamol dengan konsentrasi larutan induk 0,01 mg/ml.
Konsentrasi yang telah dibuat diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer.Setelah perlakuan di atas, sampel diambil untuk
diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
maksimum 252 nm. Hasil nilai serapan tersebut dimasukkan dalam
rumus regresi linear y = bx + a , dimana y adalah nilai serapan dan
nilai x yang diperoleh adalah konsentrasi paracetamol dalam urin
(mg/mL). Dari nilai x tersebut ditentukan nilai Ln(Du-Dukum)
kemudian dimasukkan dalam grafik regresi linear antara waktu dan
Ln(Du-Dukum). Dari hasil perhitungan regresi yang diperoleh,
didapatkan nilai b = -0,60961 untuk dihitung nilai t1/2dan
diperoleh sebesar 1,1368 jam. Hasil tersebut memenuhi syarat
t1/2untuk paracetamol yaitu 1-3 jam. Waktu paruh sangat penting
untuk menentukan interval dosisBAB VKESIMPULAN1. Konstanta
eliminasi menunjukkan kecepatan eliminasi obat dalam tubuh.2. Waktu
paruh adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeliminasi obat dari
tubuh.3. Waktu paruh dan kecepatan eliminasi dapat ditentukan
dengan mengetahui konsentrasi obat dalam urin (cairan
biologis)DAFTAR PUSTAKARustiani, E., Rokhmah, NN., Fatmi, M.,
2011.Penuntun Praktikum Farmakokinetik. Bogor: Universitas
PakuanIsselbacher, dkk.,Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: penerbit Buku Kedokteran.Shargel Leon, Yu Andrew B.C.
2005.Biofarmasetika dan Farmakokinetik Edisi ke-2. Airlangga
University Press.
TujuanMahasiswa mampu menentukan kadar parasetamol dalam darah
dengan Spektrofotometri dan HPLC.
Dasar TeoriUntuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk
aktifnya harus berinteraksi dengan reseptor atau tempat aksi atau
sel target, dengan kadar yang cukup tinggi. Sebelum mencapai
reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses farmakokinetik.
Fasa farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II
adalah proses absorpsi molekul obat yang menghasilkan ketersediaan
biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah yang akan
didistribusikan kejaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa
yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekskresi obat,
yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat
reseptor berada. Faktor faktor penentu dalam proses farmakokinetik
adalah :1. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan
intrasel, ekstrasel (plasma darah, cairan interstitial, cairan
cerebrospinal) dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.2. Protein
plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin
dapat mengikat obat.3. Distribusi obat dalam berbagai sistem
kompartemen biologis, terutama hubungan waktu dan kadar obat dalam
berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan kinetika obat.4.
Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses
absorpsi, bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi yang menentukan
lama obat dalam tubuh (Siswandono, 1998).Karena konsentrasi obat
adalah elemen penting untuk menentukan farmakokinetika suatu
individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam sample
biologi seperti air susu, saliva, plasma dan urine. Sensitivitas,
akurasi, dan presisi dari metode analisis harus ada untuk
pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu
metode penetapan kadar secara umum perlu divalidasi sehingga
informasi yang akurat didapatkan untuk monitoring farmakokinetik
dan klinik (Shargel, 1999).Pengukuran konsentrasi obat di darah,
serum, atau plasma adalah pendekatan secara langsung yang paling
baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah mengandung
elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping
darah, dan protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum
atau plasma digunakan untuk pengukuran obat. Untuk mendapatkan
serum, darah dibekukan dan serum diambil dari supernatan setelah
disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan darah yang
disentrifugasi dengan ditambahkan antikoagulan seperti heparin.
Oleh karena itu serum dan plasma tidak sama. Plasma mengalir
keseluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler dari darah.
Dengan berasumsi bahwa obat di plasma dalam kesetimbangan
equilibrium dengan jaringan, perubahan konsentrasi obat akan
merefleksikan perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi obat di
jaringan (Shergel, 1999).Dalam sebuah analisis obat dalam cairan
hayati, ada hal - hal penting dalam farmakokinetika yang digunakan
sebagai parameter parameter, antara lain yaitu :Tetapan (laju)
invasi atau tetapan absorpsi.Volume distribusi menghubungkan jumlah
obat di dalam tubuh dengan konsentrasi obat ( C ) di dalam darah
atau plasma.Ikatan protein.Laju eliminasi dan waktu paruh dalam
plasma (t1/2).Bersihan (Cleareance) renal, ekstrarenal dan
total.Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC), danKetersediaan
hayati.Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal
penting dalam farmakokinetika yang digunakan sebagai
parameter-parameter antara lain yaitu :a.Tetapan (laju) invasi
(tetapan absorpsi).b.Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di
dalam tubuh dengan konsentrasi obat (c) di dalam darah atau
plasma.c.Ikatan proteind.Laju eliminasi dan waktu paruh
(t)e.Bersihan (clearance) renal, ekstra renal, dan totalf.Luas
daerah di bawah kurva (AUC)g.Ketersediaan hayati
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode
yang digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan
suatu ketelitian yang cukup tinggi agar diperoleh hasil yang
akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal.
Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10%
(tergantung pula alat apa yang digunakan dalam analisis) (Ritschel,
1976).Cepat, simpel, dan sensitive telah membuat spektrofotometer
UV-VIS menjadi suatu metode analisis farmasetika yang sangat
popular untuk pengukuran secara kuantitatif obat dan metabolit
dalam sampel biologi. Salah satu alasan penting atas
g/ml.kepopulerannya karena sensitivitas dari metode ini 1-10
Identifikasi kualitatif dari obat atau metabolit menggunakan
spektrofotometri UV-VIS berdasarkan pada panjang gelombang maksimum
yang max). Perhitungan konsentrasi obat atau metabolitdiabsorpsi (
max. Pada absorpsi yang maksimum,menggunakan hukum Beer pada
sensitivitas optimum akan didapat. Karena perubahan absorbansi
minimal untuk sedikit perubahan panjang gelombang, error
diminimalkan. Hasilnya akurasi dan presisi yang baik didapatkan
(Smith,1981).HPLC merupakan istilah yang dipakai di dunia internal
yang mengandung dualisme pengertian, yaitu High Performance Liquid
Chromatography atau High Pressure Liquid Chromatography. Jika
ditinjau dari sistem peralatannya, maka HPLC termasuk kromatorafi
kolom karena dipakai fase diamnya yang diisikan atau terpacking di
dalam kolom. Tetapi, bila ditinjau dari proses pemisahannya, HPLC
dapat digolongkan sebagai kromatografi adsorbsi atau partisi,
tergantung daripada butiran-butiran adsorben yang ada pada kolom
(Roth, 1994).HPLC telah berkembang ke arah yang lebih luas, yaitu
proses pemisahan berdasarkan aktifitas, filtrasi gel, dan ion yang
berpasangan, akan tetapi proses pemisahannya tetap dilaksanakan di
dalam kolom isertai pemakaian pelarut pengimbangan dengan tekanan
tinggi (Khopkar, 2002).Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
analisis dengan HPLC :Dipilih pelarut pengimbang atau pelarut
pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahBerkaitan
dengan pemilihan pelarut pengembang (solvent) maka kolom yang
dipake juga harus diperhatianDetektor yang memadaiPengetahuan dasar
HPLC yang baik serta pengalaman dan keterampilan kerja yang baik
(Roth, 1994).Berdasarkan sistem peralatannya maka HPLC termasuk
kromatografi kolom karena dipakai pada fase diam yang terpacking di
dalam kolom, sedangkan berdasarkan proses pemisahannya HPLC
digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi dan kromatografi partisi.
Prinsip kromatopgrafi partisi didasarkan pada partisi linarut
antara dua pelarut yang tidak bercampur yang ada pada fase diam dan
fase gerak. Jika linarut ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri
dari dua pelarut yang tak bercampur dan keseluruhan sistem
dibiarkan setimbang, linarut akan tersebar antara dua fase menurut
persamaan : K = CsCmK adalah koefisien distribusi dan Cs dan Cm
adalah konsentrasi linarut berturut-turut dalam fase diam dan fase
gerak (Johnson dan Stevenson, 1978).Parasetamol atau asetaminophen,
N-asetil-4Aminofeno (C8H9NO2), dengan BM 151,16 dan mengandung
tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 1001,0% C8H9NO2.
Pemerian hablur atau serbuk hablur berwarna putih tidak berbau dan
rasa pahit. Kelarutan dalam 70 bagian air dan 7 bagian etanol (95%)
P dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9
bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkalihidroksida.
Khasiat dan kegunaan yaitu analgetikum, antipiretikum (Anonim,
1995)Gambar struktur parasetamol:
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 jam dan
masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersbar ke sluruh cairan
tubuh. Dalam plasma, 25 % parasetamol terikat protein plasma.
Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik.
(Anonim,1995).Parasetamol sejumlah 10-15 gram dapat menyebabkan
nekrosis hepatoseluler berat dan kadang-kadang nekrosis tubuli
ginjal. Kadar dalam darah antara 4-10 jam setelah minum obat, yang
mencapai 300 g/ml dapat menyebabkan kerusakan hati (Wenas,
1999).Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia , JakartaRitschel, W. A, 1976,
Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78, Drug
Inteligence Publication Inc. Hamillton, USA.Roth, Herman J., 1994,
Analisis Farmasi, ed. II, hal 424-425, UGM Press, YogyakartaSmith,
R & Steavary, 1981, Text Book of Biopharmaceutics Analysis
ADescription of Methods for The Determination of Drug in
BiologicalFluid, hal 80, Les & Febiger, PhiladelphiaSiswandono,
Bambang Soekardjo, 1998, Prinsip-Prinsip RancanganObat, hal 85,
Airlangga University Press, SurabayaShergel, L., Yu, B.C. Andrew.,
1999, Applied Biopharmaceutics &Pharmacokinetics, edisi 4, hal
30-32, Appleton & Lange, USAWenas, 1999, Kelainan Hati Akibat
Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid 1, edisi 3, 363-369, Gaya
Baru, Jakarta