Top Banner
BAB II MODUL INPUT-OUTPUT ON-OFF DISKRIT 2.1 Tujuan Tujuan Percobaan Kontrol on-off adalah sebagai berikut. : 1. Mengetahui berbagai jenis input/output on-off diskrit 2. Memahami karakteristik jenis-jenis input/output on-off diskrit 2.2 DASAR TEORI 2.2.1 Indikator LED LED (Light Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya adalah suatu bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya. Dalam penggunannya digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar. Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi kemudian diketahui bahwa elektron yang melewati sambungan P-N juga melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah gallium, arsenic, dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.
61

PRAAKTIKUM dsk

Apr 16, 2015

Download

Documents

PRAKTIKUM DSK INPUT OUTPUT
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PRAAKTIKUM dsk

BAB II

MODUL INPUT-OUTPUT ON-OFF DISKRIT

2.1 Tujuan

Tujuan Percobaan Kontrol on-off adalah sebagai berikut. :

1. Mengetahui berbagai jenis input/output on-off diskrit

2. Memahami karakteristik jenis-jenis input/output on-off diskrit

2.2 DASAR TEORI

2.2.1 Indikator LED

LED (Light Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya adalah suatu

bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya.

Dalam penggunannya digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar.

Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi kemudian diketahui bahwa

elektron yang melewati sambungan P-N juga melepaskan energi berupa

energi panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan emisi cahaya pada

semikonduktor, doping yang dipakai adalah gallium, arsenic, dan phosporus.

Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.

Gambar 2.1 Simbol LED

Pada saat ini warna-warna cahaya LED yang banyak ada adalah warna

merah, kuning dan hijau. Pada dasarnya semua warna bisa dihasilkan, namun

akan menjadi sangat mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain

warna, perlu diperhatikan tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi

dayanya. Rumah (casing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada

yang persegi empat, bulat dan lonjong.

Page 2: PRAAKTIKUM dsk

Karakteristik LED meyerupai karakteristik dioda pada umumnya, antara lain :

Karakteristik V-I yang sama dengan tegangan bias maju 1,4 volt.

Untuk mengeluarkan emisi cahaya harus diberi bias maju dengan range

arus antara 5-20 mA.

Memiliki tegangan breakdown antara 5-50 volt pada bias mundur.

(ditambahin keuntungan dan kerugian LED)

2.2.1.1 Dioda

Dioda termasuk komponen elektronika yang terbuat dari bahan semi-

konduktor.  Beranjak dari penemuan dioda, para ahli menemukan juga

komponen turunan lainnya yang unik. Dioda memiliki fungsi yang unik

yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Struktur dioda tidak

lain adalah sambungan semikonduktor P dan N. Satu sisi adalah

semikonduktor dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah tipe N.

Dengan struktur demikian arus hanya akan dapat mengalir dari sisi P

menuju sisi N.

Gambar 2.2 Simbol dan struktur dioda

Gambar di atas menunjukkan sambungan PN dengan porsi kecil

yang disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat

keseimbangan hole dan elektron. Seperti yang sudah diketahui, pada sisi

P banyak terbentuk hole-hole yang siap menerima elektron sedangkan di

sisi N banyak terdapat elektron-elektron yang siap untuk bebas bergerak

ke sisi P. Lalu jika diberi bias positif, dengan arti kata memberi tegangan

Page 3: PRAAKTIKUM dsk

potensial sisi P lebih besar dari sisi N, maka elektron dari sisi N akan

bergerak untuk mengisi hole di sisi P. Tentu kalau elektron mengisi hole

disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena ditinggal elektron.

Ini disebut aliran hole dari P menuju N, Kalau mengunakan terminologi

arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran listrik dari sisi P ke sisi N.  

Gambar 2.3 Dioda dengan bias maju

Sebaliknya, apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu

dengan memberikan  bias negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N

mendapat polaritas tegangan lebih besar dari sisi P. Tidak akan terjadi

perpindahan elektron atau aliran hole dari P ke N maupun sebaliknya.

Karena baik hole dan elektron masing-masing tertarik ke arah kutup

berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar dan

menghalangi terjadinya arus.

Gambar 2.4 Dioda dengan bias mundur

Hal ini menyebabkan dioda hanya dapat mengalirkan arus satu arah

saja. Dengan tegangan bias maju yang kecil saja (beberapa volt diatas

nol) dioda akan menjadi konduktor. Ini disebabkan karena  adanya

dinding deplesi (deplesion layer). Untuk dioda yang terbuat dari bahan

Silikon tegangan konduksi adalah di atas 0.7 volt. Kira-kira 0.2 volt batas

Page 4: PRAAKTIKUM dsk

minimum untuk dioda yang terbuat dari bahan Germanium.

Gmbar 2.5 Grafik arus dioda

Sebaliknya untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus,

namun memang ada batasnya. Sampai beberapa puluh bahkan ratusan

volt baru terjadi breakdown, ketika dioda tidak lagi dapat menahan aliran

elektron yang terbentuk di lapisan deplesi.

2.2.1.2 Zener

Fenomena tegangan breakdown dioda ini mengilhami pembuatan

komponen elektronika lainnya yang dinamakan zener. Sebenarnya tidak

ada perbedaan sruktur dasar dari zener, melainkan mirip dengan dioda.

Tetapi dengan memberi jumlah doping yang lebih banyak pada

sambungan P dan N, ternyata tegangan breakdown dioda  bisa makin

cepat tercapai. Jika pada dioda biasanya baru terjadi breakdown pada

tegangan ratusan volt, pada zener bisa terjadi pada angka puluhan dan

satuan volt. Di datasheet ada zener yang memiliki tegangan Vz sebesar

1.5 volt, 3.5 volt dan sebagainya. 

Gambar 2.6 Simbol Dioda Zener

Ini adalah karakteristik zener yang unik. Jika dioda bekerja pada bias

Page 5: PRAAKTIKUM dsk

maju maka zener biasanya berguna pada bias negatif (reverse bias). 

2.2.1.3 Dioda Laser

Dioda laser adalah sejenis laser di mana media aktifnya sebuah

semikonduktor persimpangan P-N yang mirip dengan yang terdapat pada

dioda pemancar cahaya (LED). Dioda laser kadang juga disingkat LD

atau ILD. Dioda laser baru ditemukan pada akhir abad ini oleh ilmuwan

Universitas Harvard. Prinsip kerja dioda ini sama seperti dioda lainnya

yaitu melalui sirkuit dari rangkaian elektronika, yang terdiri dari jenis P

dan N. Pada kedua jenis ini sering dihasilkan 2 tegangan, yaitu:

1. biased forward, arus dihasilkan searah dengan nilai 0,707 untuk

pembagian v puncak, bentuk gelombang di atas ( + ).

2. backforward biased, ini merupakan tegangan berbalik yang dapat

merusak suatu komponen elektronika.

2.2.1.4 Aplikasi

Dioda banyak diaplikasikan pada rangkaian penyerah arus (rectifier)

power suplai atau konverter AC ke DC. Di pasaran banyak ditemukan

dioda seperti 1N4001, 1N4007 dan lain-lain. Masing-masing tipe berbeda

tergantung dari arus maksimum dan juga tegangan breakdown-nya.  

Zener banyak digunakan untuk aplikasi regulator tegangan (voltage

regulator). Zener yang ada di pasaran tentu saja banyak jenisnya

tergantung dari tegangan breakdown-nya. Di dalam datasheet biasanya

spesifikasi ini disebut Vz (zener voltage) lengkap dengan toleransinya,

dan juga kemampuan disipasi daya.

Page 6: PRAAKTIKUM dsk

Gambar 2.7 LED array

LED sering dipakai sebagai indikator yang  masing-masing warna

bisa memiliki arti yang berbeda. Menyala, padam dan berkedip juga bisa

berarti lain. LED dalam bentuk susunan (array) bisa menjadi display

yang besar. Dikenal juga LED dalam bentuk 7 segment atau ada juga

yang 14 segment. Biasanya digunakan untuk menampilkan angka

numerik dan alphabet.

2.2.2 Indikator Akustik (Buzzer)

Gambar 2.8 Rangkaian Buzzer

Indikator Akustik atau Buzzer terbuat dari elemen piezoceramic pada

suatu diafragma yang mengubah getaran/vibrasi suara menjadi gelombang

suara. Alat ini menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.

Buzzer atau beeper memiliki dua tipe, yang pertama, resonator sederhana

yang disuplai sumber AC dan kedua melibatkan transistor sebagai micro-

oscillator yang membutuhkan sumber DC.

2.2.3 Relay

Relay merupakan switch yang dioperasikan secara listrik. Definisi ini

tidak membatasi cakupan antara solid state (semikonduktor) relay dan

elektromagnetik relay atau gabungan keduanya.

Page 7: PRAAKTIKUM dsk

Gambar 2.9 Diagram Blok Relay

The National Association of Relay Manufacturers (NARM)

mendefinisikan Relay adalah sebuah alat kontrol listrik untuk membuka dan

menutup kontak-kontak listrik yang mempengaruhi operasi dari suatu alat lain

yang dikontrolnya dalam rangkaian yang sama atau rangkaian lain. Solid

State Relay (SSR) adalah suatu alat tanpa ada bagian yang bergerak yang

mempunyai fungsi seperti relay atau switch.

Elektromagnetik relay didefinisikan sebagai sebuah relay yang beroperasi

atau reset selama ada pengaruh elektromagnetik yang disebabkan oleh aliran

arus pada coil yang membuat beroperasinya kontak-kontak kontrol.

2.2.3.1 Jenis-jenis relay

Klasifikasi Relay OMRON berdasarkan fungsinya :

1. General Purpose relays

2. Power Relays

3. Special Purpose Relay

4. PCB Relay

Gambar 2.10 Jenis-jenis relay Omron – LY, MKS, G8P, G7L, G5S ,G5PA,

G5NB, G5SB, G2R

Power Relay digunakan bersama dengan socket, beroperasi pada arus

Page 8: PRAAKTIKUM dsk

DC dan AC. Yang termasuk pada jenis ini adalah :

LY 1,2,3,4 (Menunjukkan banyaknya pole)

MK2P, 3P (2 pole dan 3 pole)

G7L (1 pole)

Perbedaan lain selain jumlah pole adalah ukuran (dimensi), bentuk

casing, dan kualitas.Beberapa aplikasi dari relay :

1. Untuk jenis power relay banyak digunakan pada mesin-mesin industri.

2. Untuk jenis PCB aplikasinya tergantung dari load yang akan

digunakan.

Relay G5S banyak digunakan pada AC (air conditioner) dan kulkas.

Relay G5PA banyak digunakan pada radio, TV.

Relay G8P/G8PT banyak digunakan pada lampu-lampu mobil,

mesin cuci.

2.2.3.2 Konstruksi Relay

2.2.3.2.1 Coil

Material coil adalah tembaga yang mempunyai konduktivitas

cukup tinggi yang dilapisi dengan bahan isolator. Maksud dilapisi

oleh isolator adalah untuk menghindari terjadinya kontak antara

tembaga karena lilitan coil ini digulung (winding) satu sama lain.

Bahan coil yang digunakan terdiri dari kelas-kelas dari bahan isolator

itu sendiri (insulation grade).

Tabel 2.1 Kelas-kelas bahan isolator coil

Insulation

grade

Maximum permitted

Temperature

Representative winding material

(code)

A 1050 C Enameled copper wire (EW)

B 1200 C Polyurethane/copper wire (UEW)

C 1300 C Heat-resistant polyurethane /copper

wire (UEW-B)

Page 9: PRAAKTIKUM dsk

Polyester/ copper wire (PEW)

2.2.3.2.2 Casing

Material dari casing itu sendiri terdiri dari bahan thermoplastik

dan thermosetting. Hal ini tergantung dari pemakaian konsumen, bila

relay yang akan digunakan akan beroperasi pada kondisi temperatur

cukup tinggi, maka casing relay harus dibuat dari material

thermosetting yang cenderung mempunyai sifat lebih tahan panas

dari pada bahan thermoplastik.

Gambar 2.11 Casing relay

2.2.3.2.3 Armature

Armature dibuat dari besi lunak, dan yang sering dipakai dari

silicon steel atau permalloy.

Gambar 2.12 Armature

2.2.3.2.4 Yoke

Yoke dibuat dari bahan yang sama dengan armature.

Page 10: PRAAKTIKUM dsk

Gambar 2.13 Yoke

2.2.3.2.5 Terminal

Terminal pada umumnya dibuat dari copper atau copper alloy.

Gambar 2.14 Terminal yang sudah dimasukan ke base

2.2.3.2.6 Contact

Untuk kebutuhan umum (general), contact biasa dibuat dari perak

atau perak paduan. Tetapi material contact juga disesuaikan menurut

besar kecilnya load.

PGS alloy (Platinum, gold, silver)

AgPd (Silver Palladium)

Ag (Silver)

(AgCdO) (Silver, Cadmium oxide)

AgNi (AglnSn)

(Silver, Indium, tin)

2.2.3.2.7 Core

Core pada umumnya dibuat dari besi lunak. Untuk membuat relay

dapat dialiri arus AC maka core diberi lapisan baja.

Page 11: PRAAKTIKUM dsk

Gambar 2.15 Core

2.2.3.2.8 Socket Relay

Socket relay adalah tempat meletakkan relay. Terbuat dari plastik

dan berfungsi untuk memudahkan penggantian relay apabila terjadi

kerusakan.

Gambar 2.16 Socket Relay

2.2.3.3 Prinsip kerja relay

Prinsip dasar relay dalam operasi adalah desain kontaktor dan motor

starter. Terdapat beberapa variasi dari solenoid yang secara prinsip

digunakan untuk pengoperasian relay. Struktur relay paling sederhana

ditunjukkan pada gambar 2.9

Pada dasarnya relay adalah set contact yang dikendalikan oleh coil.

Coil relai menggunakan prinsip elektromagnetik seperti pada solenoid.

Ketika relay diberi energi, akan timbul medan magnet yang

menyebabkan armature tertarik ke tengah coil. Dari gambar terlihat

bahwa armature adalah bagian relay yang menyebabkan contact

bergerak dari posisi open ke posisi close. Begitu pula jika relay tidak

diberi energi, medan elektromagnetik lenyap, dan armature kembali ke

posisi semula yang berarti contact berpindah dari posisi close ke open.

Page 12: PRAAKTIKUM dsk

Gambar 2.17 Struktur relay sederhana

Diagram electric relay ditunjukkan oleh gambar di bawah :

(a)

Coil circuit for relay

(b)

Gambar 2.18 (a) Diagram load circuit for relay

(b) Diagram coil circuit for relay

Hal yang perlu diperhatikan adalah coil disuplay oleh tegangan 12 V DC

dan beban di suplay tegangan 110 V AC. Dalam hal ini coil secara sederhana

bertindak sebagai operator untuk menarik contact ke posisi closed. Coil

Page 13: PRAAKTIKUM dsk

membutuhkan arus yang relatif kecil untuk menghidupkan elektromagnet dan

menarik contact ke posisi closed.

2.2.4 Solenoida

Dalam suatu industri atau perangkat yang sering kita gunakan sehari-hari

kita bisa mengeset perangkat itu sesuai dengan keinginan kita yang biasanya

di inginkan otomatisasi sistem. Sistem kontrol itu sendiri berfungsi sebagai

pembanding antara harga sebenarnya dengan plant yang kita inginkan, salah

satu system controlling adalah system on-off yang salah satunya

menggunakan Solenoida

Pada dasarnya solenoide adalah piranti yang digunakan sebagai switch

dalam sistem kontrol, biasanya solenoide digunakan untuk memindahkan

beban secara mekanis. Jadi, alat ini digunakan untuk memindahkan beban

secara mekanis atau mempertahankannya, system yang digunakan adalah

medan magnet, semakin besar arus yang mengalir pada solenoida maka

medan magnet akan semakin besar dan pada batasan tertentu akan menarik

switch yang terbuat dari konduktor dan switch ini yang kemudian di

manfaatkan dalam aplikasi kontrol on-off.

2.2.4.1 Konstruksi solenoid

Suatu solenoid adalah suatu kumparan kawat panjang dengan suatu pola

seperti bentuk sekrup, yang pada umumnya dikelilingi oleh suatu bingkai baja

dan mempunyai suatu inti baja di dalam lilitan. Ketika ada aliran arus litrik

solenoid menjadi alat elektromagnetik, di mana tenaga elektris diubah jadi

pekerjaan mekanis.

Page 14: PRAAKTIKUM dsk

Gambar 2.19 Pull Type Solenoid

Gambar 2.20 Push Type Solenoid

Inti suatu solenoid pada umumnya dibuat dari dua bagian, suatu

penggiat (pengisap/ spekulan) yang dapat dipindahkan, dan suatu

penghalang/penopang atau inti akhir yang telah ditetapkan. Efisiensi

suatu solenoid adalah suatu faktor dari kekuatan mekanis alat, ketetapan

magnetik dan bentuk wujud inti elektrik yang meliputi bagian-bagian dari

solenoid yang berupa pengisap/spekulan dan perubahan/sarung.

Pengisap bebas bergerak yang terletak di pusat lilitan dipasang dengan

arah linier. Ketika coil diberi tenaga oleh arus listrik, suatu gaya magnetis

akan terbentuk antara pengisap/spekulan dan inti akhir, hal inilah yang

menyebabkan pengisap/spekulan itu dapat bergerak. Untuk memperoleh

hasil solenoid yang lebih baik maka harus digunakan bahan yang baik

pula. Hal tersebut penting bagi suatu solenoid untuk menghilangkan gaya

magnetisnya ketika daya listrik masukan dipindahkan, hal ini untuk

memungkinkan pengisap/spekulan tersebut untuk dapat kembali mulai

lagi posisi aslinya ( posisi mula-mula ). Sedangkan medan magnet

Page 15: PRAAKTIKUM dsk

sisanya disebut kemagnetan bersifat sisa (residual magnetism).

Material pemandu yang terletak di pusat dan penyepuhan

pengisap/spekulan harus dipilih untuk mendapatkan friksi minimum dan

pengausan rendah. Gelas, kaca, nilon, kuningan untuk pemandu dan nikel

electro-less atau fraksi lain yang mempunyai lapisan tipis sangat cocok

untuk pengisap/spekulan.

Desain dan pemilihan suatu solenoid memerlukan pengetahuan dasar

mekanik dan hubungan timbal baliknya dengan bidang elektrik. Dalam

banyak kesempatan hal tersebut penting untuk membuat trade offs antar

berbagai mekanik, elektrik, yang berkenaan dengan panas, akustis, dan

sifat fisis. Desain ini telah diatur untuk membantu kita di dalam

pemilihan solenoid yang sesuai dengan penggunaannya.

2.2.4.2 Jenis-jenis solenoid

Banyak jenis dan macam-macam solenid yang ada, diantaranya :

Tubular Solenoids, dapat bekerja pada tegangan AC dan DC.

Gambar 2.21 Tubular Solenoid

Open Frame, solenoid yang dapat bekerja pada tegangan AC dan

DC.

Gambar 2.22 Open Frame

Page 16: PRAAKTIKUM dsk

Low Profil, solenoid yang dapat bekerja pada tegangan AC dan

DC.

Gambar 2.23 Low Profil

Hinged clapper, solenoid yang dapat bekerja pada tegangan AC

dan DC.

Gambar 2.24 Hinged clapper

Latching, solenoid hasil modifikasi dari jenis solenoid yang lain.

Gambar 2.25 Latching

Rotary

Gambar 2.26 Rotary

2.2.5 Hall-Effect Sensor

Sensor Hall Effect digunakan untuk mendeteksi kedekatan (proximity),

kehadiran atau ketidakhadiran suatu objek magnetis (yang) menggunakan

Page 17: PRAAKTIKUM dsk

suatu jarak kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Half-Effect Sensor, yaitu tipe

linear dan tipe on-off. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet

secara linear, mengukur arus DC dan AC pada konduktordan funsi-fungsi

lainnya. Sedangkan tipe on-off digunakan sebagai limit switch, sensor

keberadaan (presence sensors), dsb. Sensor ini memberikan logika output

sebagai interface gerbang logika secara langsung atau mengendalikan beban

dengan buffer amplifier.

Gambar 2.27 Diagram Hall Effect

Keterangan gambar :

1. Elektron

2. Sensor Hall atau Elemen Hall

3. Magnet

4. Medan Magnet

5. Power Source

Gambar diagram hall effect tersebut tersebut menunjukkan aliran elektron.

Dalam gambar A menunjukkan bahwa elemen Hall mengambil kutub negatif

pada sisi atas dan kutub positif pada sisi bawah. Dalam gambar B dan C, baik

arus listrik ataupun medan magnet dibalik, menyebabkan polarisasi juga

terbalik. Arus dan medan magnet yang dibalik ini menyebabkan sensor Hall

mempunyai kutub negatif pada sisi atas.

Hall Effect tergantung pada beda potensial (tegangan Hall) pada sisi yang

berlawanan dari sebuah lembar tipis material konduktor atau semikonduktor

dimana arus listrik mengalir, dihasilkan oleh medan magnet yang tegak lurus

Page 18: PRAAKTIKUM dsk

dengan elemeh Hall. Perbandingan tegangan yang dihasilkan oleh jumlah

arus dikenal dengan tahanan Hall, dan tergantung pada karakteristik bahan.

Dr. Edwin Hall menemukan efek ini pada tahun 1879.

Hall Effect dihasilkan oleh arus pada konduktor. Arus terdiri atas banyak

beban kecil yang membawa partikel-partikel (biasanya elektron) dan

membawa gaya Lorentz pada medan magnet. Beberapa beban ini berakhir di

sisi – sisi konduktor. Ini hanya berlaku pada konduktor besar dimana jarak

antara dua sisi cukup besar.

Salah satu yang paling penting dari Hall Effect adalah perbedaan antara

beban positif bergerak dalam satu arah dan beban negatif bergerak pada

kebalikannya. Hall Effect memberikan bukti nyata bahwa arus listrik pada

logam dibawa oleh elektron yang bergerak, bukan oleh proton. Yang cukup

menarik, Hall Effect juga menunjukkan bahwa dalam beberapa substansi

(terutama semikonduktor), lebih cocok bila kita berpikir arus sebagai “holes”

positif yang bergerak daripada elektron.

Gambar 2.28 Pengukuran Tegangan Hall

Dengan mengukur tegangan Hall yang melalui bahan, kita dapat

menentukan kekuatan medan magnet yang ada. Hal ini bisa dirumuskan :

…………………………………………… (1)

Dimana VH adalah tegangan yang melalui lebar pelat, I adalah arus yang

melalui panjang pelat, B adalah medan magnet, d adalah tebal pelat, e adalah

elektron, dan n adalah kerapatan elektron pembawa. Dalam keberadaan

Page 19: PRAAKTIKUM dsk

kekuatan medan magnetik yang besar dan temperatur rendah, kita dapat

meneliti quantum Hall effect, yang dimana adalah kuantisasi tahanan Hall.

Dalam bahan ferromagnetik (dan material paramagnetik dalam medan

magnetik), resistivitas Hall termasuk kontribusi tambahan, dikenal sebagai

Anomalous Hall Effect (Extraordinary Hall Effect), yang bergantung secara

langsung pada magnetisasi bahan, dan sering lebih besar dari Hall Effect

biasa. Walaupun sebagai sebuah fenomena yang dikenal baik, masih ada

perdebatan tentang keberadaannya dalam material yang bervariasi.

Anomalous Hall Effect bisa berupa efek ekstrinsik bergantung pada putaran

yang menyebar dari beban pembawa, atau efek intrinsik yang dapat dijelaskan

dengan efek Berry phase dalam momentum space kristal.

Aplikasi Hall effect menghasilkan level sinyal yang sangat rendah dan

membutuhkan amplifikasi. Amplifier tabung vakum pada abad 20 terlalu

mahal, menghabiskan tenaga dan kurang andal dalam aplikasi sehari-hari.

Dengan pengembangan IC berharga murah maka Hall Effect Sensor menjadi

berguna untuk banyak aplikasi. Alat Hall Effect saat disusun dengan tepat

akan tahan dengan debu, kotoran, lumpur dan air. Sifat ini menyebabkan alat

Hall Effect lebih baik untuk sensor posisi daripada alat alternatif lainnya

seperti sensor optik dan elektromekanik. Hall effect sensor sering dipakai

untuk Split ring clamp-on sensor, Analog multiplication, Power sensing,

Position and motion sensing, Automotive ignition dan fuel injection serta

Wheel rotation sensing. Sensor ini banyak tersedia di berbagai macam pabrik,

dan digunakan untuk sensor-sensor yang bervariasi seperti sensor aliran

cairan, sensor power dan sensor tekanan. Sensor Efek Hall digunakan untuk

mendeteksi kedekatan (proximity), kehadiran atau ketidakhadirannya suatu

objek magnetis (yang) menggunakan suatu jarak kritis. Pada dasarnya ada dua

tipe Hall-Effect Sensor, yaitu tipe linear dan tipe on-off. Tipe linear

digunakan untuk mengukur medan magnet secara linear, mengukur arus DC

dan AC pada konduktor dan fungsi-fungsi lainnya. Sedangkan tipe on-off

digunakan sebagai limit switch, sensor keberadaan (presence sensors), dsb.

Sensor ini memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara

langsung atau mengendalikan beban dengan buffer amplifier.

Page 20: PRAAKTIKUM dsk

2.2.6 Reflective-Opto Switch

Alat ini terdiri dari pasangan emitter/detektor pada tempat yang sama.

Emitter meradiasikan cahaya UV dan jika tidak ada halangan yang akan

memantulkan cahaya tersebut, maka tidak akan ada cahaya yang diterima

oleh detektor.

Jika objek pemantul (dengan warna/permukaan yang sesuai) dibuat

menghadap alat ini, detektor (photoresistor) mensaturasi output, sehingga

terbentuk sinyal logika.

Emitter dan detektor disesuaikan, di mana detektor mempunyai puncak

sensitivitas yang bersesuaian dengan panjang gelombang emitter.

Seberapa baik pendeteksian suatu objek tergantung pada :

Jumlah cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya.

Kepekaan photodetector.

Jarak antara switch dari objek.

Kondisi cahaya dari lingkungan sekitar.

Kedudukan tegak lurus permukaan dari pantulan cahaya dengan

switch.

2.2.7 Proximity Switch Induktif

Alat ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Bersumber daya AC atau DC.

2 terminal, di mana beban dihubungkan antara terminal satu dengan

sumber AC atau DC, sementara terminal lain merupakan GND.

terminal, dua terminal di antaranya adalah sumber tegangan dan GND,

sedangkan terminal lainnya adalah output beban yang dihubungkan

dengan sumber tegangan (tipe NPN ) atau ke GND (tipe PNP).

Alat ini terdiri dari suatu osilator, demodulator, trigger, dan switching

amplifier.

Alat ini beroperasi dengan prinsip transistor osilator yang operasinya

dumped ketika objek metal mendekati elemen yang beresonansi. Efisiensi

dumping effect ini tergantung dari tipe metal dan jarak.

Jika objek metal memasuki medan magnet kumparan osilator, arus pusar

Page 21: PRAAKTIKUM dsk

akan diinduksi pada kumparan yang mengubah amplitudo osilasi.

Demodulator akan mengkonversi perubahan amplitudo menjadi sinyal DC

yang akan mengaktifkan trigger.

Keuntungan Penggunaan Proximity Switch induktif :

Tidak perlu ada kontak fisik secara langsung antara pemakai dengan

sistem.

Dapat bekerja di lingkungan dengan kondisi apapun.

Responnya berjalan dengan cepat.

Awet dan tahan lama.

Berikut merupakan petunjuk kontruksi bahan switch proximity yang baik :

Gambar 2.29 Petunjuk kontruksi bahan switch proximity

Page 22: PRAAKTIKUM dsk

2.2.7.1 Aplikasi

Gambar 2.30 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Tank Level Control

Gambar 2.31 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Grinding Amount Detection

Gambar 2.32 Aplikasi Penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Work Pierce Sorting.

2.2.7.2 DATA SHEET

Page 23: PRAAKTIKUM dsk

Gambar. 2.33 Data Sheet Selection Guide

Page 24: PRAAKTIKUM dsk

Gambar. 2.34 Data Sheet Proximity Switch Control

Page 25: PRAAKTIKUM dsk

2.2.7.3 Kurva Karakteristik

Gambar 2.35 Karakteristik Proximity Switch Induktif

Dari gambar 2.35 di atas, terlihat bahwa dengan ukuran objek

yang sama, besi memiliki jarak dari sensor yang paling jauh, kemudian

berturut-turut diikuti oleh baja, kuningan, alumunium, serta tembaga. Dari sini

dapat disimpulkan bahwa besi memiliki kerapatan molekul yang paling besar

(paling rapat molekul-molekulnya) dibandingkan dengan baja, kuningan,

alumunium, serta tembaga.

Page 26: PRAAKTIKUM dsk

2.3 PENGUJIAN ALAT

2.3.1 Alat dan Bahan

Modul input/output ON-OFF diskrit (modul B3510-L)

Multimeter digital 1 buah

Konektor 9 buah

Power supply DC 0-20V dan 15V

Penggaris 1 buah

Bahan logam (…,…,…)

2.3.2 Cara Kerja (sesuaikan dengan praktikum kalian ya)

2.3.2.1 Indikator LED

1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 Volt.

2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt di antara terminalnya

(+) dan (-).

3. Amati nyala lampu LED setiap kenaikan tegangan.

2.3.2.2 Indikator Akustik (Buzzer)

1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 volt

2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt di antara terminalnya

(+) dan (-).

3. Amati kinerja buzzer setiap kenaikan tegangan

2.3.2.3 Relay

1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 volt.

2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt di antara terminal

kumparan, meningkat secara perlahan.

3. Amati kondisi Relay.

4. Turunkan tegangan secara perlahan sampai release point.

5. Catat tegangan pada release point.

Page 27: PRAAKTIKUM dsk

2.3.2.4 Solenoida

1. Ukur tegangan DC 0-15 Volt.

2. Berikan Tegangan 0-15 Volt pada solenoida.

3. Amati kondisi solenoid

2.3.2.5 Hall-Effect Sensor

2.3.2.5.1 Sensor Sebagai Proximity Detektor

1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar.

a. Soket B1 dihubungkan dengan ground.

b. Hubungkan soket B2 pada tegangan 0-20 V tegangan DC

untuk mengaktifkan Half Sensor.

c. Soket B3 dihubungkan dengan tegangan positif 15 V

d. Soket B4 adalah keluaran rangkaian. Hubungkan seperti dalam

modul rangkaian.

2. Amati kondisi Sensor.

3. Hubungkan soket B2 pada tegangan DC 0 sampai (-20) V

4. Amati kondisi Sensor.

2.3.2.5.2 Batas Operasi Sensor

1. Kumparan Slide in sehingga kontak dengan muka sensor.

2. Variasikan arus kumparan.

3. Amati kondisi sensor.

2.3.2.6 Reflective Opto-Switch

1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar.

Perhatikan kontak/soket B5 dihubungkan ke GND pada papan.

Kontak B6 adalah output yang di “pulled up” dengan +V.

2. Ukur tegangan Supply dengan tepat 15 V

3. Amati kondisi Indikator.

Page 28: PRAAKTIKUM dsk

2.3.2.7 Proximity Switch Induktif

1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar.

Amati kontak B6 yang terhubungkan supply +V secara internal.

Amati kontak B7 sebagai output

Hubungkan beban antara kontak B8 dan B7

2. Ukur tegangan supply dengan tepat 15 V

3. Ukur jarak ON/OFF untuk masing-masing material.

4. Amati kondisi indikator.

Page 29: PRAAKTIKUM dsk

2.3.3 Data Percobaan

2.3.3.1 Percobaan Indikator LED

Tabel 2.2 Data Percobaan Indikator LED

Tegangan (volt) Kondisi Led

1,25 Mati

1,71 Redup

8,45 Terang

2.3.3.2 Percobaan Indikator Buzzer

Tabel 2.3 Data Percobaan Indikator Akustik (buzzer)

Tegangan (volt) Kondisi Buzzer

1,25 Mati

4,87 Bunyi Pelan

11,78 Bunyi Keras

2.3.3.3 Percobaan Relay

Tabel 2.4 Data Percobaan Relay

Tegangan naik (v) Tegangan turun (v) Kondisi Relay

7,77 1,65 ON-OFF

7,39 1,70 ON-OFF

7,00 1,61 ON-OFF

2.3.3.4 Percobaan Solenoida

Tabel 2.5 Data Percobaan Solenoida

Tegangan (volt) Kondisi Solenoida

4,84 ON

4,22 ON

4,14 ON

2.3.3.5 Percobaan Hall-Effect Sensor

Page 30: PRAAKTIKUM dsk

Tabel 2.6 Data Percobaan Hall-Effect Sensor

Tegangan naik (v) Tegangan turun (v) Kondisi Sensor

14,17 7,28 ON ( Buzzer Bunyi )

13,65 7,52 ON (Buzzer Bunyi)

13,68 7,52 ON (Buzzer Bunyi )

2.3.3.6 Percobaan Reflective Opto-Switch

Tabel 2.7 Data Percobaan Reflective Opto-Switch

Warna

Bahan

Tegangan

Keluaran ( V )

Jarak

Bahan

Kondis

Led

Merah 13,55 2,5 mm Menyala

Biru 13,54 2,5 mm Menyala

Hitam 0 2,5 mm Tidak Menyala

2.3.3.7 Percobaan Proximity Switch Induktif

Tabel 2.8 Data Percobaan Proximity Switch Induktif

Bahan Jarak Kondisi Indikator

Besi 5 mm Aktif

Alumunium 1 mm Aktif

Kuningan 3 mm Aktif

2.4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Page 31: PRAAKTIKUM dsk

2.4.1. Indikator LED

Gambar 2.36 Rangkaian percobaan Indikator LED

Indikator adalah alat atau piranti yang berfungsi untuk menampilkan

keadaan siste. LED (Light Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya adalah

suatu bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya.

Dalam penggunannya digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar.

Strukturnya juga sama dengan dioda, elektron yang menerjang sambungan P-N

juga melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya. Untuk

mendapatkan emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah

gallium, arsenic, dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna

cahaya yang berbeda pula.

Pada gambar rangkaian di atas, diketahui bahwa arus DC sebesar 0-20 V

dialirkan ke dioda yang hanya dapat mengalirkan arus searah. Arus listrik yang

mengalir ini kemudian dikonversi oleh LED menjadi cahaya. Fungsi resistor dan

dioda zener dalam rangkaian led adalah sebagai proteksi LED, resistor berfungsi

sebagai pembatas arus dan diode zener berfungsi sebagai pembatas tegangan.

Proteksi dibutuhkan dalam rangkaian led agar led tidak terbakar karena kelebihan

arua atau tegangan

Tabel 2.9 Data Percobaan Indikator LED

Tegangan (volt) Kondisi Led

1,25 Mati

1,71 Redup

8,45 Terang

Dari tabel 2.9 di atas dapat disimpulkan bahwa LED belum menyala

apabila di beri tegangan berkisar 1,25 volt. LED mulai menyala setelah mendapat

Page 32: PRAAKTIKUM dsk

suplai tegangan mulai dari kisaran 1,71 sampai lebih dari 8,45 dengan indikator

nyala LED akan semakin terang seiring bertambahnya suplai tegangan sampai

batasan tertentu. Dari tabel 2.9 diatas juga dapat disimpulkan bahwa tegangan

berbanding lurus dengan kondisi nyala LED.

2.4.2 Indikator Akustik (Buzzer)

Gambar 2.37 Rangkaian percobaan indikator Buzzer

Pada gambar 2.37 terlihat rangkaian indikator buzzer. Dimana kaki-kaki

buzzer terhubung ke sumber tegangan, sumber tegangan ini akan menyuplai

tegangan pada buzzer. Sehingga, buzzer dapat berbunyi nyaring/lirih sebagai

indikator.

Indikator Akustik atau Buzzer terbuat dari elemen piezoceramic pada

suatu diafragma yang mengubah getaran/vibrasi suara menjadi gelombang suara.

Alat ini menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.

Berdasarkan gambar percobaan di atas, buzzer mendapat supply tegangan

DC 20 V kemudian dihubungkan paralel dengan dioda zener dan seri dengan

sebuah resistor. Fungsi resistor dan diode zener dalam rangkaian adalah sebagai

proteksi, resistor berfungsi sebagai pembatas arus dan diode zener berfungsi

sebagai pembatas tegangan.

Tabel 2.10 Data Percobaan Indikator Akustik (Buzzer)

Tegangan (volt) Kondisi Buzzer

1,25 Mati

4,87 Bunyi Pelan

11,78 Bunyi Keras

Dari tabel 2.10 di atas menunjukkan bahwa tegangan berbanding lurus

Page 33: PRAAKTIKUM dsk

terhadap kondisi indikator buzzer. Semakin besar tegangan input, maka

getaran/vibrasi suara yang dihasilkan sistem semakin besar. Hal ini

mengakibatkan semakin keras bunyi yang dikeluarkan oleh indikator buzzer.

(diberi penjelasan tentang angka2nya juga ya)

2.4.3 Relay

Gambar 2.38 Rangkaian percobaan Relay

Relay mempunyai prinsip kerja apabila pada lilitan dialiri arus listrik maka

arus listrik tadi akan mengalir melalui lilitan kawat dan akan timbul medan

magnet (sesuai dengan hukum Oerstad ).

Dan juga sesuai dengan hukum Biot-Savart yang menyatakan bahwa

kawat berarus akan menimbulkan induksi medan magnetik sebesar

dB = k ...................................................................... (1)

dimana;

K= Suatu tetapan r = jari-jari (meter)

i = Besarnya Arus dl = panjang kawat (meter)

= Sudut antara dl dan r B = Induksi magnetic (Weber)

Karena induksi medan magnet yang timbul itulah maka selanjutnya akan

timbul suatu gaya yang di timbulkan oleh medan magnet tersebut, yang

mengakibatkan pelat yang ada di dekat kumparan akan tertarik ataupun terdorong

sehingga saluran dapat tersambung ataupun terputus. Gaya tersebut dinamai

dengan gaya Lorentz yang di formulasikan :

F = il x B ....................................................................................... (2)

dimana;

F = Gaya Lorentz (Newton) l = panjang penghantar

Page 34: PRAAKTIKUM dsk

i = Arus (Ampere) B = Induksi magnetic (Weber)

Relay memiliki karakteristik histeresis. Jika tegangan supply pada

kumparan meningkat secara perlahan (terjadi pada operasi tegangan 7,06-7,23

Volt) kemudian tegangan pada kumparan diturunkan secara perlahan, maka

tegangan relay akan menurun 1,7 sampai 1,693 Volt.

Sekali dioperasikan, relay akan megubah karakteristik geometris rangkaian

magnetiknya (menurunkan kelentingan rangkaian magnetik). Oleh karena itu,

dibutuhkan arus yang lebih rendah untuk menjaga agar relay tetap bekerja

daripada arus yang dibutuhkan untuk membuat relay bekerja.

Prinsip kerja relay sama seperti sakelar, namun perbedaannya adalah

sakelar dioperasikan manual sedangkan relay dioperasikan otomatis dengan

dikontrol dengan sinyal-sinyal listrik. Proses perubahan kontak pada relay dapat

diilustrasukan pada gambar berikut :

Gambar 2 .39 Konstruksi Relay

1. (Untuk gambar diatas posisi awal kontak pada posisi Normally closed

contact)

2.  Ketika coil relay dialiri listrik (fase ter-energized) maka akan timbul flux

magnetic yang akan menarik armature dan merubah posisi kontak (untuk

gambar diatas kontak akan terhubung ke normally open contact),

3. Ketika arus listrik yang melalui coil relay dihentikan (fase de-energized),

maka flux magnetic akan hilang sehingga armature dan kontak akan kembali

ke posisi semula (untuk gambar diatas kontak akan terhubung kembali ke

posisi awal yaitu ke normally closed contact).

Tabel 2.11 Data Percobaan Relay

Page 35: PRAAKTIKUM dsk

Tegangan naik (v) Tegangan turun (v) Kondisi Relay

7,77 1,65 ON-OFF

7,39 1,70 ON-OFF

7,00 1,61 ON-OFF

Perhitungan rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan relay:

…………………………………….. (3)

Dari percobaan diperoleh :

Rata- Rata Tegangan naik = (7,77 + 7,39 + 7,00) / 3 = 7,38 V

Sehingga rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan relay

adalah 7,38 volt

Perhitungan rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan relay:

……………………………………. (4)

Dari percobaan diperoleh :

Rata- Rata Tegangan turun =(1,65 + 1,70 + 1,61) / 3 = 1,65 V

Sehingga rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan relay adalah

1,65 Volt

Pemilihan relay yang sesuai kebutuhan harus memenuhi beberapa kriteria, antara

lain(ditaruh dasar teori y)

1. Perawatan yang minim

2. Mempunyai kemampuan untuk disambungkan kebeberapa saluran

secara independent

3. Mudah disesuaikan dengan tegangan operasi dan tegangan tinggi

4. Kecepatan operasi tinggi, misalnya waktu yang diperlukan untuk

menyambungkan saluran singkat.

Dalam pengunaannya relay mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain:

Kelebihan:

1. Tidak mudah terganggu dengan adanya perubahan temperature di

Page 36: PRAAKTIKUM dsk

sekitarnya

2. Mudah mengadaptasi bermacam-macam tegangan operasi

3. Mempunyai tahanan yang cukup tinggi pada kondisi tidak kontak

4. Memungkinkan untuk menyambungkan beberapa saluran secara

independent

Kekurangan

1. Bila diaktifkan, maka relai akan berberbunyi

2. Relay mempunyai kecepatan menyambung atau memutus saluran terbatas.

3. Kontaktor bisa terpengaruh dengan adanya debu

2.4.4 Solenoida

Gambar 2.40 Rangkaian percobaan Solenoida

Percobaan ini menggunakan solenoida sebagai sensor. Apabila tegangan

yang digunakan sebagai input cukup untuk membangkitkan medan magnet maka

sensor akan ON, akan tetapi pada dasarnya solenoida digunakan sebagai beban

sedang pada rangkaian ini solenoida digunakan sebagai sensor sehingga kurang

efektif dalam kerjanya.

Di lapangan kita bisa menemukan solenoid dengan arus searah (DC)

ataupun arus bolak balik (AC), sedangkan yang sering digunakan adalah Solenoid

DC. Solenoid DC secara konstruktif mempunyai inti yang pejal dan terbuat dari

besi lunak. Dengan demikian mempunyai bentuk yang simple dan kokoh. Selain

itu maksudnya agar diperoleh konduktansi optimum pada medan magnet. Bila ada

kelonggaran udara, tidak akan mengakibatkan kenaikan temperatur operasi,

karena temperatur operasi hanya akan tergantung pada besarnya tahanan

Page 37: PRAAKTIKUM dsk

kumparan serta arus listrik yang mengalir.

Pada percobaan, kondisi solenoid tidak kembali ke keadaan off meskipun

tegangan telah dikecilkan, hal ini terjadi karena masih ada arus yang melewati

kumparan solenoid sehingga masih ada sisa medan magnet. Untuk

mengembalikan solenoid ke posisi off rangkaian harus diputus agar sisa medan

magnet hilang dan solenoida kembali ke posisi off.

Tabel 2.12 Data Percobaan Solenoida

Tegangan (volt) Kondisi Solenoida

4,84 ON

4,22 ON

4,14 ON

Dari tabel di atas dapat kita cari tegangan rata-rata untuk membuat

solenoida dalam keadaan aktif, perhitungannya adalah sebagai berikut :

Dari percobaan diperoleh :

(4,84 + 4,22 + 4,14) / 3 = 4,40 V

Sehingga rata-rata tegangan yang digunakan untuk mengaktifkan

solenoida adalah 4,40 Volt.

Keuntungan dan kerugian Pemakaian Solenoid DC: (taruh dasar teori)

- Mudah pengoperasiannya

- Usianya lama

- Bunyi yang dihasilkan lemah

- Tenaga untuk mengoperasikan kecil

- Perlu peredam percikan api

- Terjadi tegangan tinggi saat pemutusan arus

- Waktu sambung lama

- Perlu adaptor bila yang dipakai tegangan AC

- Bagian yang kontak cepat aus.

Page 38: PRAAKTIKUM dsk

2.4.5 Hall-Effect Sensor

Sensor adalah jenis tranduser yang digunakan untuk mengubah besaran

mekanis, magnetis, panas, sinar, dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik.

Sensor Efek Hall digunakan untuk mendeteksi kedekatan (proximity), kehadiran

atau ketidakhadirannya suatu obyek magnetis (yang) menggunakan suatu jarak

kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Hall-Effect Sensor, yaitu tipe linear dan tipe

ON-OFF. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet secara linear,

mengukur arus DC dan AC pada konduktor, dsb. Sedangkan tipe ON-OFF

digunakan sebagai limit switch, sensor keberadaan (presence sensors), dsb. Sensor

ini memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara langsung

atau mengendalikan beban dengan buffer amplifier.

Gambar 2.41 Rangkaian percobaan Hall-Effect Sensor

Dari gambar rangkaian di atas dapat dijelaskan bahwa akustik (Buzzer)

bekerja sebagai indikator. Beban dihubung pararel dengan Hall-Effect Sensor.

Kemudian dari sensor menuju langsung ke ground Sehingga besarnya tegangan

yang masuk ke beban sama dengan tegangan yang masuk ke sensor. Sehingga dari

tegangan yang masuk sensor langsung memberikan respon. Cara kerjanya secara

mudahnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tegangan diberikan dari power supply sebesar 0-20 volt DC kemudian

Page 39: PRAAKTIKUM dsk

diberi beban berupa akustik (Buzzer) dan dihubungkan pararel dengan sensor

Hall-Effect yang kemudian memberikan respon terhadap input tegangan yang

diterima.

Tabel 2.13 Data Percobaan Hall-Effect Sensor

Tegangan naik (v) Tegangan turun (v) Kondisi Sensor

14,17 7,28 ON ( Buzzer Menyala )

13,65 7,52 ON (Buzzer Menyala )

13,68 7,52 ON (Buzzer Menyala )

Pada percobaan Hall-Effect Sensor, perhitungan rata-rata tegangan naik

yang digunakan untuk menghidupkan Hall effect sensor :

Dari percobaan diperoleh :

Rata- Rata Tegangan Naik = (14,17 + 13,65 + 13,68) / 3 = 13,83 V

Sehingga rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan

indikator led sebagai beban dari Hall effect sensor adalah 13,83 volt. Jadi dalam

percobaan ini Hall effect sensor memiliki tegangan naik sebesar 13,83 volt.

Sementara untuk perhitungan rata – rata tegangan untuk mematikan Hall

effect sensor :

Dari percobaan diperoleh :

Rata- Rata Tegangan Turun = (7,28 + 7,52 + 7,52) / 3 = 7,44 V

Sehingga rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk menghidupkan

indikator led sebagai beban dari Hall effect sensor adalah 7,44volt. Jadi dalam

percobaan ini Hall effect sensor memiliki tegangan turun sebesar 7,44volt.

2.4.6 Reflective Opto-Switch

Page 40: PRAAKTIKUM dsk

Gambar 2.42 Rangkaian percobaan Reflective Opto-Switch

Dari gambar 2.41 rangkaian di atas switch yang digunakan adalah

Replective Opto Switch sedangkan indikator adalah indikator led. Tegangan

masuk ke dalam input sebesar 0-20 volt DC. Kemudian dihubungkan ke beban

dan dihubungkan dengan switch. Maka indikator led akan memberikan respon

terhadap switch, dalam percobaan ini digunakan kertas hitam, kertas biru, kertas

merah sebagai media nya. Sehingga diperoleh respon yang berbeda pula dari

indikator led.

Tabel 2.14 Data Percobaan Reflective Opto Switch

Warna

Bahan

Tegangan

Keluaran ( V )

Jarak

Bahan

Kondisi

Led

Merah 13,55 2,5 mm Menyala

Biru 13,54 2,5 mm Menyala

Hitam 0 2,5 mm Tidak Menyala

Dari tabel 2.14 di atas dapat diperoleh analisa sebagai berikut : warna

merah dan biru memberikan respon untuk menswitch sensor (dalam percobaan di

atas indikator Led). Pada data diatas terlihat tegangan keluaran dari warna merah

dan biru hampir sama padahal pada teorinya warna merah seharusnya mempunyai

keluaran yang lebih besar karena memiliki panjang gelombang yang lebih panjang

dari warna biru. Hal ini terjadi karena kurang presisinya alat ukur atau kesalahan

dari praktikan. Dan untuk warna hitam switch tidak aktif. Hal ini dikarenakan

Page 41: PRAAKTIKUM dsk

untuk bahan kertas hitam, cahaya UV yang dipancarkan dari emitter akan diserap

oleh bahan dan tidak dipantulkan kembali, sehingga detektor tidak menerima

cahaya pantulan.

2.4.7 Proximity Switch Induktif

Gambar 2.43 Rangkaian percobaan Proximity Switch Induktif

Pada percobaan, solenoida digunakan sebagai indikator dan Proximity

Switch sebagai sensor sehingga soleinoid lebih efektif kerjanya. Untuk ketelitian

sensor, diukur berdasarkan material yang digunakan dalam percobaan. Material

yang digunakan yaitu besi, kuningan, dan alumunium. Dengan demikian dapat

dibedakan tingkat kesensitivitasan material tersebut. Perbandingan tingkat

kesensitivitasan material-material tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.15.

Tabel 2.15 Data Percobaan Proximity Switch

Bahan Jarak Kondisi Indikator

Besi 5 mm Aktif

Alumunium 1 mm Aktif

Kuningan 3 mm Aktif

Dari tabel 2.15 di atas dapat kita analisa bahwa untuk ketiga material di

atas (besi, kuningan dan alumunium), memerlukan jarak yang berbeda-beda untuk

menyalakan indikator. Semakin dekat jarak yang diperlukan, maka semakin

rendah kesensitivitasannya dalam hal ini kerapatan molekul yang dimiliki material

tersebut. Sehingga dari percobaan di atas dapat dilihat bahwa alumunium

mempunyai kerapatan molekul paling kecil (paling longgar molekul-molekulnya)

Page 42: PRAAKTIKUM dsk

di antara ketiga material di atas. Sedangkan besi mempunyai kerapatan molekul

paling besar di antara ketiganya. Hal ini pun sesuai dengan kurva Typical

Characteristics of Proximity pada gambar 2.43.

Gambar 2.44 Karakteristik Proximity Switch Induktif

Page 43: PRAAKTIKUM dsk

2.5 PENUTUP

2.5.1 Kesimpulan

1. Dari percobaan indikator LED dapat diperoleh kesimpulan bahwa

semakin besar tegangan maka sensor akan semakin aktif, dalam hal ini

nyala indikator LED akan semakin terang.

2. Dari percobaan indikator akustik menunjukkan hubungan searah antara

tegangan dan kondisi indikator akustik atau buzzer. Semakin besar

tegangan input yang diberikan maka semakin besar getaran/vibrasi suara

sehingga mengakibatkan semakin tinggi pula bunyi yang dikeluarkan

oleh indikator buzzer.(diberi data hasil percobaan kalian, kalimatnya

dibuat ringkas)

3. Dari percobaan relay, hingga rata-rata tegangan naik yang digunakan

untuk menghidupkan relay adalah 7,14 Volt, sedangkan rata-rata

tegangan turun yang digunakan untuk mematikan relay adalah 1,60 Volt.

4. Pada percobaan solenoida, solenoida digunakan sebagai sensor terhadap

input tegangan yang masuk rangkaian. Adapun rata-rata tegangannya

yaitu 4,70 Volt.

5. Dari percobaan Half-Effect Sensor, disimpulkan bahwa rata-rata

tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan indikator LED

sebagai beban dari half effect sensor adalah 14,32 Volt, sedangkan rata-

rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan indikator led

sebagai beban dari hall effect sensor adalah 8,36 Volt.

6. Dari percobaan Reflective Opto-Switch, dapat disimpulkan, untuk

tegangan dan jarak bahan yang sama, kertas putih dan kertas merah

memberikan respon untuk menswitch indikator (dalam percobaan di atas

indikator Buzzer). Sedangkan untuk kertas hitam switch tidak aktif. Hal

ini dikarenakan untuk bahan kertas hitam, cahaya UV yang dipancarkan

dari emitter tidak terpantul sehingga detektor tidak menerima cahaya.

Akibatnya indikator buzzer tidak memberikan respon.

7. Dari percobaan Proximity Switch Induktif, dapat disimpulkan bahwa

alumunium mempunyai kerapatan molekul paling kecil di antara ketiga

material di atas. Sedangkan besi mempunyai kerapatan molekul paling

Page 44: PRAAKTIKUM dsk

besar di antara ketiganya.

2.5.2 Saran

1. Dalam pelaksanaan praktikum hendaknya lebih cermat dalam

pengambilan data.

2. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, diperlukan pengecekan

kondisi peralatan yang digunakan sebelum pelaksanaan praktikum.

3. Dalam pelaksanaan praktikum, agar data yang didapat tidak

terpengaruh oleh rugi-rugi alat, maka pelaksanaan dilakukan secara

kontinyu dan relatif lebih cepat.