Top Banner
PENYUSUN : YUANITA SOFIA K (11.2010.062) PEMBIMBING : DR. RETNO, Sp.THT FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RS. PANTI WILASA DR. CIPTO SEMARANG
35

Ppt Referat Tht Yuanita

Jul 22, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENYUSUN : YUANITA SOFIA K (11.2010.062) PEMBIMBING : DR. RETNO, Sp.THT FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RS. PANTI WILASA DR. CIPTO SEMARANG

Rinitis Alergi adalah : penyakit inflamasi yang disebabkan reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut ( Von Pirquet, 1986). Kelainan pada hidung dengan gejala bersinbersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.

Interaksi

antara lingkungan dengan predisposisi genetik Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: 1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur. 2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah. 4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan Faktor pemicu yang lain : asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.

penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase : immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Makrofag

/ monosit (sel penyaji/APC) menangkap alergen di mukosa hidung membentuk komplek MHC kelas II yang kemudian dipresentasikan oleh sel Th0 lalu mengalami proliferasi membentuk Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan sitokin (IL-3, IL-4, IL5, IL-13). IL-4 dan Il-13 terikat pada reseptor di permukaan limfosit B kemudian aktif dan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah masuk ke jaringan diikat reseptor pada permukaan matosit / basofil (sel mediator) aktif

Mukosa yang tersensitisasi yang terpapar alergen menghasilkan IgE kemudian IgE mengikat alergen menyebabkan degranulasi / pecahnya sel mediator ( matosit / basofil). Kemudian sel matosit / basofil melepaskan PGD2, LTD4, LTC4, bradikinin, sitokin, histamin. Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf medianus menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin, mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi rinorea, hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain itu mastosit juga melepaskan eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8jam setelah pemaparan.

Ditandai

dengan penambahan sel inflamasi ( E, L, N, B) dan matosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin timbul gejala hipereaktif hidung. Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi

Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

Respon

tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Bersin berulang Rinorea yang encer dan banyak Hidung tersumbat Mata dan hidung terasa gatal Kehilangan nafsu makan

Rinitis

alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Intermiten

(kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu

Ringan

: bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.atau berat : bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

Sedang

CARA DIAGNOSIS

RESPON TERHADAP PENGOBATAN, LINGKUNGAN, PEKERJAAN

GEJALA

ANAMNESA

FAKTOR GENETIK

POLA GEJALA

POSITIF

bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersinbersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair

ALERGIC SHINNER, ALERGIC SALUTTE

RINOSKOPI : MUKOA BASAH, SEKRET, LIVIDE, KONKA EDEMA

PF

IN VITROHitung eosinofil, Ig E total, RAST, ELISA, pemeriksaan sitologi

IN VIVOSkin prick test / Skin test

IMUNOTE RAPI

ELIMINASI ALERGEN PENYEBAB

PENATALAKSANAAN

KONKOTO MI

MEDIKAMEN TOSA

1. Antihistamin

Lini pertama pengobatan alergi Diabsorpsi baik dan dimetabolisme di hepar Generasi pertama : berefek sedatif, durasi aksi pendek Generasi kedua : tidak berefek sedatif, durasi aksi lebih panjang

2, DEKONGESTAN

golongan simpatomimetik beraksi pada reseptoradrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkanvasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan memperbaiki pernafasan Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari) dapat menyebabkan rinitis medikamentosa, di manahidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer batasi penggunaan

Onset

lambat, tapi efek lebih lama dan kurang Tidak menimbulkan resiko rhinitis medikamentosa Contoh : Fenilefrin, Fenilpropanilamin, Pseudo efedrin

menghambat

respon alergi fase awal maupun

fase lambat. Efek utama pada mukosa hidung : 1. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator 2. mengurangi edema intrasel, 3. menyebabkan vasokonstriksi ringan dan menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh sel mast Direkomendasikan sebagai terapi awal disertai dengan penghindaran terhadap alergen

suatu

penstabil sel mast : mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, termasuk histamin. tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan mengobati rinitis alergi. Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran mukosa hidung Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap lubang hidung 3-4 kali sehari pada interval yang teratur.

Untuk

rinitis seasonal, gunakan obat ini pada saat awal musim alergi dan digunakan terus sepanjang musim. Untuk rhinitis perennial, efeknya mungkin tidak terlihat dalam 2-4 minggu pertama, untuk itu dekongestan dan antihistamin mungkin diperlukan pada saat terapi dimulai.

Merupakan

agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung bermanfaat pada rinitis alergi yang persisten atau perenial Memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair yang terjadi pada rinitis alergi. Tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03% diberikan dalam 2 semprotan (42 mg) 2- 3 kali sehari. Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis, dan hidung terasa kering.

Imunoterapi

merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat. Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.

Larutan

alergen yang sangat encer (1:100.000sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 2 kali seminggu. Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang dapat ditoleransi. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6 minggu tergantung pada respon klinik. Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis yang umumnya dijumpai pada paparan alergen.

Polip hidungSinusitis paranasal

KOMPLIKASI

PROGNOSIS

BONAM