Top Banner
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM Daftar Isi
80

PPK Penyakit Dalam

Jan 11, 2016

Download

Documents

Budyo Utomo

Mantap0
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PPK Penyakit Dalam

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

PENYAKIT DALAM

Daftar Isi

Page 2: PPK Penyakit Dalam

DIABETES MELITUS

Pengertian :

Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oelh hipergikemia akibat defek pada :

1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di

jaringan perifer (otot dan lemak)

2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas

3. Atau keduanya.

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

I. DM tipe I (destruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolut)

- Immune – mediated

- Idiopatik

II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi

insulin relatif sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin)

III. Tipe spesifik lain

- Defek genetik pada fungsi sel β

- Defek genetik pada kerja insulin

- Penyakit eksokrin pankreas

- Endokrinopati

- Diinduksi obat atau zat kimia

- Infeksi

- Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM

- Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM

IV. DM gestasional

Diagnosis

Terdiri dari :

- Diagnosisi DM

- Diagnosis komplikasi DM

- Diagnosis penyakit penyerta

Page 3: PPK Penyakit Dalam

- Pemantauan pengendalian DM

Anamnesis :

- Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya.

- Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada

pria, pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe – 2

- Usia > 45 tahun

- Berat badan lebih > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) > 23kg/m²

- Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm/Hg)

- Riwayat DM dalam garis keturunan

- Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram

- Riwayat DM gestasional

- Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

- Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertroidisme

- Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL

Anamnesis komplikasi DM ( lihat komplikasi).

Pemeriksaan fisik lengkap termasuk :

- Tinggi badan, berat badan, TD, lingkarpinggang

- Tanda neuropati

- Mata (visus, lensa mata dan retina)

- Gigi mulut

- Keadaan kaki (termsuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku

Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena) ≥ 200 mg/dL atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dL

Page 4: PPK Penyakit Dalam

3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada

TTGO

Diagnosa Banding

Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu

(GDPT)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

- Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah

- Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan

- Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur

- Kreatinin

- SGPT, Albumin/Globulin

- Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida

- A,C

- Albuminuria mikro

Pemeriksaan Penunjang lain

EKG, foto thoraks, funduskopi

Terapi

Edukasi

Meliputi pemahaman tentang

- Penyakit DM

- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

- Penyulit DM

- Intervensi farmakologis dan non-farmakologi

- hiperglikemia

- masalah khusus yang dihadapi

- cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan

Page 5: PPK Penyakit Dalam

- cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Perencanaan Makan

Standar yang dianjurkan adalah makanna dengan komposisi :

- karbohidrat 60 – 70 %

- protein 10 – 15 %

- lemak 20 – 25 %

jumlah kandungan kolesterol disarankan < 100 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari

sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi

PUFA (Poly Unsaturated Faity Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25

g/hr, diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal per hari :

- laki – laki : 30 kal/kg BB idaman

- wanita : 25 kal/kg BB idaman

Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari)

- status gizi

o BB gemuk - 20%

o Lebih - 10 %

o BB kurang + 20 %

- Umur > 40 tahun + (10 s/d 30%)

- Aktivitas

o Ringan + 10 %

o Sedang + 20 %

o Berat + 30 %

- Hamil

o Trimester I,II + 300 kal

o Trimester III + 500 kal

Rumus Broca

Berat badan idaman = (tinggi badan -100) – 10%*

Pria <160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi

Page 6: PPK Penyakit Dalam

BB kurang : < 90 % BB idaman

BB normal : 90 – 110 % BB idaman

BB lebih : 110 – 120 % idaman

Gemuk : > 120 % BB idaman

Latihan jasmani :

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30

menit). Prinsip Continous – Rythmical - Interval – Progressive – Enduranc.

Intervensi Farmakologis

Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :

- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid

- Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion

- Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Insulin

Indikasi :

- Penurunan berat badan yang cepat

- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

- Ketoasidosis diabetik

- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dngan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)

- Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Terapi Kombinasi

Page 7: PPK Penyakit Dalam

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO

tunggal sasaran kadar glukosa belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat

hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk :

Non – farmakologis → evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non – farmakologis

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai + 1 macam OHO

Biguanid/Penghambat glukosidase α / Glitazon

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara :

Biguanid / Penghambat glukosidase α / Glitazon

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO

Biguanid +Penghambat glukosidase α + Glitazon atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :

Kombinasi 4 macam OHO :

Biguanid +Penghambat glukosidase α + Glitazon +

Secretagogue atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :

Insulin

Atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

Page 8: PPK Penyakit Dalam

Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :

Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk :

Non – farmakologis → evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai : non – farmakologis + secretagogue

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara :

Secretagogue + Penghambat glukosidase α /

biguanid/Glitazon

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO

Secretagogue + Penghambat glukosidase α /

biguanid/Glitazon

atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :

Kombinasi 4 macam OHO :

Secretagogue + Penghambat glukosidase α

+biguanid+Glitazon

atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :

Insulin, atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :

Page 9: PPK Penyakit Dalam

Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Penilaian hasil terapi :

1. Pemeriksaan glukosa darah

2. Pemeriksaan AIC

3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri

4. Pemeriksaan glukosa urin

5. Penentuan Benda Keton Kriteria Pengendalian DM (lihat tabel)

Tabel : Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

GD puasa (mg/dL) 80 – 100 110 – 125 ≥ 126

GD 2 jam PP (mg/dL) 80 – 144 145 – 179 ≥ 180

A,C (%) < 6.5 6.5 – 8 ˃ 8

200Kolesterol total (mg/dL) < 200 200 – 239 ≥ 240

Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 100 – 129 ≥ 130

Kolesterol HDL (mg/dL) ˃ 45

Trigliserida (mg/dL) < 150 150 – 199 ≥ 200

IMT 18.5 – 22.9 23 – 25 ˃ 25

Tekanan darah (mmHg) < 130 / 80 130 – 140 80 – 90

> 140

Komplikasi

A. Akut

- Ketoasidosis diabetik

- Hiperosmolar non ketonik

- hipoglikemia

B. Kronik

Page 10: PPK Penyakit Dalam

- Mikroangiopati :

o Pembuluh koroner

o Vaskular perifer

o Vaskular otak

- Mikroangiopati

o Kapiler retina

o Kapiler renal

- Neuropati

- Gabungan :

o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati

- Rentan infeksi

- Kaki diabetik

- Disfungsi ereksi

Prognosis

Dubia

Page 11: PPK Penyakit Dalam

KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM

Pengertian :

• Kondisi dekompensasi matabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama

ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik.

• Faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, penkreatitis akut, penggunaan obat

golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.

Diagnosis

Klinis :

• Keluhan poliuri, polidipsi

• Riwayat berhenti menyuntik insulin

• Demam/infeksi

• Muntah

• Nyeri perut

• Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma

• Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul)

• Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)

• Dapat disertai syok hipovolemik

Kriteria diagnosis

Kadar gula : > 250 mg/dL

pH : < 7.35

HCO : rendah

Anion gap : tinggi

Page 12: PPK Penyakit Dalam

Keton serum : positif dan atau ketonuria

Diagnosa Banding

Ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar

state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol ketosis alkoholik, ketosis

hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis hiperkloremik, kelebihan salisilat,

drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis

darah gas darah, EKG

Pemantauan :

• Gula darah : tiap jam

• Na+, K+, Cl : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan

• Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk diperiksa setiap 6 jam s/d pH > 7.1,

selanjutnya setiap hari sampai stabil.

Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus

Terapi :

Akses IV.2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way:

I. Cairan :

• NaCl 0.9 % diberikan ±1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua., lalu ±

0.5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ±0.25 L pada jam kelima dan keenam,

selanjutnya sesuai kebutuhan.

• Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L

• Jika Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengaan NaCL 0.45 %

• Jika GD < 200 mg/dL gaanti cairan dengan Dextrose 5%

II. Insulin (regular insulin = RI)

Page 13: PPK Penyakit Dalam

• Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan

• RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan

• RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NACL 0.9%

• Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam

NaCl 0.9%

• Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam RI drip 1- 2 U/jam IV, disertai

sliding scale setiap 6 jam :

GD RI (mg/dL) (unit, subkutan) < 200 0 200 – 250 5 250 – 300 10 300 – 350 15 ˃ 350 20

• Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI dihentikan

• Setelah Sliding Scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulinsehari

dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan)

III. Kalium

• Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6 jam.

Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombangn T yang lancip dan tinggi

pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.

• Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :

< 3.5 drip KCl 75 mEq/6 jam

3,0 – 4.5 drip KCl 50 mEq/6 jam

4.5 – 6.0 drip KCl 25 mEq/6 jam

> 6.0 drip dihentikan

• Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu

IV. Natrium bikarbonat

Drip 100 mEq bila pH < 7.0 disertai KCl 26 mEq drip

50 mEq bila pH 7.0 – 7.1, disertai KCl 26 mEq drip

Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

Page 14: PPK Penyakit Dalam

V. Tatalaksana umum

• O2 bila PO2 < 80 mmHg

• Antibiotika adekuat

• Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar (> 380mOsm/L) terapi disesuaikan dengan

pemantauan klinik ;

• Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur setiap jam,

• Kesadaran setiap jam

• Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam

• Produksi urin setiap jam, balans cairan

• Cairan infus yangmasuk setiap jam

Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang)

Komplikasi

Syok hipoglikemia, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia,

hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.

Prognosis

Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok

Page 15: PPK Penyakit Dalam

HIPOGLIKEMIA Pengertian :

Kadar glukosa < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.

Hipoglikemia pada DM terjadi karena :

• Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulinm atau obat hipoglikemik oral

• Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca

persalinan

• Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat

• Kegiatan jasmani berlebihan

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda klinis :

• Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun

• Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung

sementara

• Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar

• Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Anamnesis :

• Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu

pemakaian terakhir, perubahan dosis

• Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi

• Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya

• Lama menderita DM, komplikasi DM

• Penyakit penyerta : gijal, hati, dll

• Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik β, dll

Page 16: PPK Penyakit Dalam

Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan

kesadaran, defisit neurologik fokal transien.

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum :

1. Gejala konsisten dengan hipoglikemia

2. Kadar glukosa plasma rendah

3. Gejala nereda setelah kadar glkosa plasma meningkat

DIAGNOSA BANDING

Hipoglikemia karena :

• Obat :

(sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol

(kadang) : kinin, pentamindine

(jarang) : salisilat, sulfonemid

• Hiperinsulinisme endogen, insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue

(sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik

• Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis,starvasi dan inanisi

• Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin

• Tumor non-sel β: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukimia, limfoma,

melanoma.

• Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

TERAPI

Stadium permulaan (sadar)

• Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan

pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung

karbohidrat.

• Hentikan obat hipoglikemik sementara,

Page 17: PPK Penyakit Dalam

• Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam

• Pertahankan GD sekitar 200mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)

• Cari penyebab.

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga hipoglikemia) :

1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena,

2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf

3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer :

- Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV

- Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV

4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%

- Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV

- Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV

- Bila GDs 100 – 200 mg/dL tanpa bolus Dekstrosa 40%

- Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa

10%

5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,

dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus

dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%

6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, pemantauan GDs setiap 4 jam,

dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus

dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%

7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, sliding scale setiap 6 jam

GD RI (mg/dL) (Unit, subkutan) < 200 0

200-250 5

250-300 10

300-350 15

> 350 20

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,

Page 18: PPK Penyakit Dalam

seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0.5-1 mg/IV/IM (bila

penyebabnya insulin)

9. Bila pasien belum sadar, GD sekitar 200mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4 Jam selama

12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1.5

– 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Dicari penyebab lain kesadaran menurun

KOMPLIKASI

Kerusakan otak, koma, kematian

PROGNOSIS

Dubia

EDEMA PARU AKUT (KARDIAK) Pengertian :

Akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravaskular

Diagnosis :

Riwayat sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (ja, atau hari) disertai

gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan

Pemeriksaan fisik :

1. Sianosis sentral

2. Sesak napas dengan bunyo napas melalui mukus berbuih

3. Ronki basah nyari di basal paru kemudian memnuhi hampir seluruh lapangan paru;

kadang – kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat

bronkospasme sehingga disebut asma kardial

4. Takikardia dengan gallop S3

5. Murmur bila ada kelainan katup

Elektrokardiografi

• Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung

penyebab gagal jantung

• Gambaran infark, hiertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan

Page 19: PPK Penyakit Dalam

Laboratorium

• Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia

• Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard

Foto toraks

Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru kadang –

kadang timbul efusi pleura

Ekokardiografi

• Tergantung penyebab gagal jantung

• Kelainan katup

• Hipertrofi ventrikel (hipertensi)

• Segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner)

• Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri

Diagnosis Banding

Edema paru akut non kardiak, emboli paru, asma bronkial

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin, ureum, analisis gas darah, elektrolit, urinalisis, foto toraks, EKG, Enzim jantung

(CK-CKMB, Troponin T), Ekokardiografi transtorakal, angiografi koroner.

Terapi

1. Posisi ½ duduk

2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk :

pasien makin sesak,takipnu, ronki bertambah,PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥60 mmHg

dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mempu

mengurangi cairan edema secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan

ventilator/bipep

Page 20: PPK Penyakit Dalam

3. Infus emergensi

4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit.

Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis

3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid IV

dimulai dosis 0.1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis

dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90

mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat

dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ – organ vital.

6. Morfin-sulfat : 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg

7. Diuretik : furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam

atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam

8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau

dobutamin 2-10 ug/kgBB.menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat

ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya.

9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard

10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil

dengan terapi oksigen

11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi

12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur

dinding ventrikel atau korda tendinae

Komplikasi

Gagal napas

Prognosis

Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

Page 21: PPK Penyakit Dalam

FIBRILASI ATRIAL

Pengertian :

Adanya irregularitas kompleks QSR dan gambaran gelombang “P” dengan frekuensi antara

350-650 per menit.

Diagnosis :

Gambaran EKG berupa berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran

gelombang “P” dengan frekuensi antara 350-650 per menit

Kualifasi :

Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama

sinus :

1. Paroksismal, bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa

intrevensi pengobatan atau tindakan apapun.

2. Persiten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi

pengobatan atau tindakan.

3. Permanen AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak

berubah..

Dapat pula dibagi sebagai :

1. Akut, bila timbul kurang dari 48 jam

Page 22: PPK Penyakit Dalam

2. Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam

Diagnosis Banding

-

Pemeriksaan Penunjang

• EKG bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi pasien AF poroksismal

• Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit primer

• Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan akademik.

Terapi

Fibrilasi atrial proksismal :

1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan saja.

2. Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan jantung

atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta atau obat

antiaritmia IC seperti propafenon atau flekainid.

3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron.

4. Bila dengan obat – obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau obat –

obat antiaritmia lain.

5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron merupakan obat pilihan.

Fibrilasi atrial persisten

1. FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang dari 48 jam, perlu dilakukan

kardioversi ke irama sinus dengan obat – obatan (frmakologis) atau elektrik tanpa

pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi diberikan obat antikoagulan

paling sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang dianjurkan kelas IC (propafenon

dan flekainid).

2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya maka pasien diberi obat

antikoagulan secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi

farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat diberikan oba-obat seperti

digoksin, penyeka : beta arntrikel. alttonis kalsium untuk mengontrol laju irama

Page 23: PPK Penyakit Dalam

ventrikel. Alternatif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan dilakukan

pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum kardioversi.

3. FA persisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan obat

antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat

diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas IC (Propafenon,

flekainid), sotalol atau amiodaron.

Fibrilasi atrial permanen

1. Kardioversi tidak efektif

2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat beta, atu antagonis kalsium.

3. Bila tidak berhasil dapat diperhitungkan ablasi nodus AV atau pemasangan pacu jantung

permanen.

4. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli.

Komplikasi

Emboli, stroke, trombus intrakardiak

Prognosis

Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

Page 24: PPK Penyakit Dalam

GAGAL JANTUNG KRONIK

Pengertian :

Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan fungsi atau struktur jantung yang

mengganggu kemampuan jantung berfungsi sebagai pompa

Diagnosis

Anamnesis

Dispnea on effort; Orthopnea; Parokcismal nocturnal dispnea; lemas; anoreksia dan mual;

gangguan mental pada usia tua.

Pemeriksaan fisik

Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan / ekstensi vena jugularis, refluks

hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa

meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada pasien yang

rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura, lebih sering pada paru

kanan daripada paru kiri Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan

perikarditis konstruktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba palpasi hati yang

berhubungan dengan hipertensi vena sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan

kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.

Page 25: PPK Penyakit Dalam

Kriteria Diagnosis

Kriteria Framingham

1. Kriteria Mayor

• Parokcismal noctural dispnea

• Distensi vena-vena leher

• Peningkatan vena jugularis

• Ronki

• Kardiomegali

• Edema paru akut

• Gallop bunyi jantung III

• Refluks hepatojugular positif

2. Kriteria Minor

• Edema ekstremitas

• Batuk malam

• Sesak pada aktivitas

• Hepatomegali

• Efusi pleura

• Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

• Takikardia (>120 denyut per menit)

Mayor dan Minor

Penurunan berat badan ≥4,5 kg dalam 5 hari terapi

Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.

Diagnosis Banding

1. Penyakit paru : pnemonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya :

ARDS, emboli l jantung, (infark iskemia paru.

2. Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik.

3. Penyakit hati : sirosis hepatis

Page 26: PPK Penyakit Dalam

Pemeriksaan Penunjang

• Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke

apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks), peningkatan tekanan vaskular

pulmonar, kadang – kadang ditemukan efusi pleura.

• Elektrokardiografi : membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infrak iskemia,

hoipertrofi, dan lain lain). Dapat ditemukan low voltage, T inversi,QS depresi ST, dan

lain – lain.

Laboratorium

Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi tiroid,

tes fungsi hati dan lipid darah

Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria

Ekokardiografi

Dapat menilai dengan pat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi

dan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35 –

40 % atau normal, kelainan katup (Stenoid mitra, regurgitasi mitral, stenosistrikuspid atau

trikuspid regurgitasi), hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang – kadang

ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, atau

perikarditis.

Terapi

Non farmakologis

1. Anjuran umum :

a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

b. Aktivasi sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.

Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan

c. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang

d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pnemokokus bila mampu

Page 27: PPK Penyakit Dalam

e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormon

dosis rendah masih dapat dianjurkan.

2. Tindakan umum :

a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada

gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1.5 liter pada

gagal jantung ringan.

b. Hentikan rokok

c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20 – 30 g/hari pada yang lainnya

d. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalam 3 – 5 kali/minggu selama 20 – 30 menit atau

sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70 – 80% denyut jantung

maskimal pada gagal jantung ringan dan sedang)

e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

3. Farmakologi

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit

diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal

dan menghilangkan sedema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid.

Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik

intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid.Diuretik hemat kalium,

spironolakton, dengan dosis 25 -50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien

dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan

gagal jantung sistolik.

b. Penghambat ACE. Bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal dan pada

gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai

dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.

c. Penyekat Beta, bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dosis

kecil, kemudian dittrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal

jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung kelas

fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau

metoprolol. Biasanya digunakan bersama – sama dengan penghambat ACE

Page 28: PPK Penyakit Dalam

d. Angiotensin II antagonis reseptor. Dapat digunakan bila ada kontraindikasi

penggunaan penghambat ACE

e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberikan hasil yang baik pada

pasien yang intoleran dengan menghambat ACE dapat dipertimbangkan

f. Digoksin. Diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi

sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama –

sama diuretik, penghambat ACE, penyekat Beta.

g. Antikoagulan dan antipletelet. Aspirin diindikasikan untuk pencehgahan emboli

serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.

Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial krons maupun dengan riwayat

emboli, trombosis dan transient ischemic Attcks, trombus intrakardiak dan aneurisma

ventrikel.

h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia

ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia

yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan

untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak.

i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk

mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Komplikasi

Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

Prognosis

Tergantung klas fungsionalnya.

Page 29: PPK Penyakit Dalam

SINDROM KORONER AKUT

Pengertian :

Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis perasaan tidak enak di dada

atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup :

1. Infark miokard akut dengan elevasi sehmen ST

2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST

3. Angina pektoris tak stabil (unstable angina pactoris)

Diagnosis

Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostenal, dan prekordial. Nyeri seperti

ditekan, ditindih beban berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan diplintir. Nyeri menjalar

ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula dan dapat juga lengan kanan. Nyeri

membaik atau hilang dengan istirahat atau obat m\nitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan

fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit

bernapas keringat dingin dan lemas.

Elektrokardiogram

• Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang

– kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

• Infeksi miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T

• Infark ,iokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

Page 30: PPK Penyakit Dalam

Petanda Biokimia

• CK,SKMB, Troponin-T, dll

• Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

DIAGNOSIS BANDING

• Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut

• Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut, empboli paru akut, penyakit dinding dada,

sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme

atau ruptur esofagus kolesistitis akut, tukak lambung dan pankreatitis akut.

PEMERIKSAAN PENUNANG

• EKG

• Foto rontgen dada

• Petanda biokimia : CK,CKMB, Troponin T,dll

• Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin

• Ekokardiografi

• Test Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)

• Angiografi koroner

TERAPI

• Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)

• Pasang infus intravena dengan Nacl 0.9% atau dextrosa 5%

• Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri rendah

(<90%)

• Diet : puasa dampai bebas nyeri, kemudian diet cair, selanjutnya diet jantung

• Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan :

• Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90

mmHg), bradikardia (<50 kali/menit), takikardia atau

• Morfin 2.5 mg(2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis tota 20 mg atau

petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena

Page 31: PPK Penyakit Dalam

Antitrombolik

• Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak responsif diganti dengan tiklopidin atau

klopidogrel.

Trombolik dengan streptokinase 1.5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen jaringan (t-PA)

bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0.75mg/kgBB(,aksimal 50mg) dalam jam pertama dan 0.5

mg/kgBB(maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika

Elevasi segmen ST > 0.1 mv pada dua atau lebih sedapan ekstremitas berdampingan atau 0.2 mv

pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12

jam, usia < 75 tahun

Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut

Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau

bedah, pasien dengan risiko tinggi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi

atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi

heparin.

Heparin diberikan dengan target aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol. Pada angina pektoris tak stabil heparin

5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan

menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol.

Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit

dilanjutkan dengan infus selama rata – rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol

Pada infark miokard anterior transmural luas antioagulan diberikan sampai saat pulang rawat. Pada

penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel kiri

antiogulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa sebelum heparin

dihentikan.

Antiogulan oral diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3)

Atasi rasa takut atau cemas

Diazepam 3x2-5 mg oral atau IV

Pelunak tinja

Laktuosa (laksadin) 2x15 ml

• Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi

• Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark miokard akut luas,

atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard

Page 32: PPK Penyakit Dalam

• Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak

stabil bila nyeri tidak teratasi

Atasi komplikasi

1. Fibrilasi atrium

• Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau iskemia

intratabel

• Digitalisasi cepat

• Penyekat Beta

• Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan

• Heparinisasi

2. Fibrilasi ventrikel

DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan shock

kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.

3. Takikardia ventrikel

• VT polimorfik menetap (>30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik : DC Shock

unsynchronized dengan energ awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J

dan jika perlu shock ketiga 360 J.

• VT monomorfik yang mentap diikuti angina, edema paru atau hipotensi harus diterapi

dengan DC Shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal

ggal

• VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat diberikan :

Lidokain bolus 1-15 mg.kgBB. bolus tambahan 0.5-0.75 mg/kgBB tiap 5 – 10 menit sampai

dosis loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan infus 2-4

mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB dalam 5-10 menit

dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kgBB.jam; atau amiodaron 150 mg infus selama 10-20

menit atau 5 ml/kkkgBB/20-60 menit dilanjutkaninfus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan

kemudian infus pemeliharaan 0.5 mg/menit; atau kardioversi elektrik sychronized dimulai

dosis 50 J (anestesi sebelumnya)

4. Bradiaritma dan blok

• Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit disertai hipotensi, iskemia

aritmia ventrikel escape)

• Asistol ventrikel

Page 33: PPK Penyakit Dalam

• Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga

dengan ritme escape kompleks sempit)

• Terapi dengan sulfas atropin 0.5-2 mg, isoproterenol 0.5-4 ug/menit bila atropin gagal,

sementara menunggu pacu jantung sementara.

5. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis

mengenai kasus ini

6. Perikarditis

• Aspirin (160-32555 mg/hari)

• Indometasin,

• Ibuprofen

• Kortikosteroid

7. Komplikasi mekanik

• Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel ditatalaksana

operasi

KOMPLIKASI

1. Angina pektoris tak stabik : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut

2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST – elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur

septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukan

rangsang, perikarditis, sindrom drester, emboli paru.

PROGNOSIS

Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi

Page 34: PPK Penyakit Dalam

RENJATAN KARDIOGENIK

PENGERTIAN :

Kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya pompa jantung

DIAGNOSIS :

Trias renjatan : tekanan darah < 90 mmHg, takikardia dan oliguria

Pemeriksaan fisik :

1. Tanda – tanda gagal jantung

2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel atau

muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut jantung

rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak kongestif.

Murmur : regurgitasi aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau trombosis katup prostetik.

Elektrokardiografi

1. Tanda iskemia, infark,hipertrofi,low voltage

2. Aritmia : AV blok, bradiaritmia, takiaritmia

Page 35: PPK Penyakit Dalam

Foto toras

Opsisfikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadang –

kadang efusi pleura

Ekokardiografi

Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, RWMA Dilatasi ventrikel kiri

atau atrium kiri atau arteri pulmonalis

Regurgitasi katup Miksoma atrium Efusi perikard dengan tamponadekardiomiopati

hipertrofik Perikarditis konstriktiva

DIAGNOSIS BANDING

• Syok hipovelemik

• Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)

• Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat)

• Infark jantung kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, foto toraks, EKG, Enzim jantung

(CK-CKMB, Troponin T), Eokardiografi, angiografi koroner.

TERAPI

1. Posisi ½ duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat

2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk pasien

makin sesak,takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ³ 60 mmHg

dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu

mengurangi cairan secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan

ventilator.

3. Infus emergensi

4. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana untuk dekompresi

dengan chest tube torakotomi

5. Atasi segera aritmia dengan obat atau DC

Page 36: PPK Penyakit Dalam

6. Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali ada

edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz

7. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut inferior.

8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk

mendapatkan PAWP. Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan

vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sitolik 100 mmgHg. Dopamin dimulai

dengan 5ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai terget mempertahankan tekanan darah

atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan darah < 80

mmgHg dengan dosis 0.1 – 30 ug/kgBB/menit. Jika tidak respons dengan dopamin dapat

juga ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2.5 – 20 ug/kgBB/menit : atau

milrininon/amrinon.

9. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat sambil

menunggu tindakan intervensi bedah.

10. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi afterload

dan memperbaiki fungsi pompa terutama berguna pada hipertensi berat, edema paru,

dekompensasi katup. Nitrogliserin sublingual atau intravena

11. Nitrogliserin peroral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg

bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil

memuaskan maka dapat diberikan nitropusid . nitropusid IV dimulai dosis

0.1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai

didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHG pada pasien

yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi

yang adekuat ke organ – organ vital.

12. Bila perlu : diberikan Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2 – 10

ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai

respons klinis

13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard

14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil

dengan terapi oksigen

15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi

Page 37: PPK Penyakit Dalam

16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan ruptur

dinding ventrikel atau korda tendinae

KOMPLIKASI

Gagal napas

PROGNOSIS

Tergantung penyebab beratnya gejala dan respons terapi

PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT

Pengertian :

Peumonia

♣ Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikrobakterium

tuberkulosis

Pneumonia di dapat di masyarakat ( Community-acquired Pneumonia,CAP)

♣ Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam

sejak masuk rumah sakit.

♣ Infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa gejala

infeksi akut, disertai adanya gambaran infiltrat akut pada radiologi toraks atau temuan

auskultasi yangsesuai dengan pneumonia (perubahan suara napas dana tau ronkhi

Page 38: PPK Penyakit Dalam

setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas

perawatan jangka panjang selama ≥ 14 hari sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000)

Etiologi penyebab lihat tabel I

Diagnosis

Rencana diagnostik bertujuan :

1. Diagnostik adanya CAP

♣ Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah

♣ Terdapat 2 dari 3 gejala berikut : Demam, batuk + sputum produktif, leukositosis

(pada penderita usia lanjut : gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu tidak mau

makan, dll)

2. Pengkajian awal derajat berat penyakit dengan The Pneumania PORT Prediction rule

atau Pneumonia Severity of Illness Index (PSI) : berdasarkan proses dua langkah yang

mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan fisik pemeriksaan

laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi menjadi lima kelas risiko mortalitas dan

outcome (lihat tabel 2,3,4 dan gambar 1)

3. Indentifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4) :

♣ Pewarnaan gram sputum

♣ Kultur sputum

♣ Kultur darah

♣ Pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan polymerase chain reaction

(PCR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi

jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan torakoskopi); bila diperlukan

Diagnosis banding

Tuberkulosis paru, jamur

Pemeriksaan Penunjang

♣ Foto thoraks

♣ Pulse oxymetry

Page 39: PPK Penyakit Dalam

♣ Laboratorium rutin : DPL,. Hitung jenis, LED, Glukosa Darah, Ureum, Creatinin. SGOT,

SGPT

♣ Analisis gas darah, elektrolit

♣ Pewarnaan Gram Sputum

♣ Kultur sputum

♣ Kultur darah

♣ Pemeriksaaan serologis

♣ Pemeriksaan antigen

♣ Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)

♣ Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum

transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi)

Terapi

Tatalaksana umum

Rawat Jalan

♣ Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum mabyak cairan

♣ Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol

♣ Ekspektoran mukolitik

♣ Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan

♣ Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan

♣ Bilas tidak membaik dalam 48 jam; dipertimbangkam untuk dirawat di rumah sakit atau

dilakukan foto toraks.

Keputusan merawat pasien di RS ditentukan oleh :

♣ Derajat berat CAP ( lihat diatas)

♣ Penyakit terkait

♣ Faktor prognostik lain

♣ Kondisi dan dukungan orang di rumah

♣ Kepatuhan, keinginan pasien

Page 40: PPK Penyakit Dalam

Rawat Inap di RS

♣ Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen

inspirasi. Tujuannya : mempertahankan PaO2 ≥ 8kPa dan SaO2, ≥ 92%

♣ Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas

dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala

♣ Cairan : bla perlu dengan cairan intravena

♣ Nutrisi

♣ Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol

♣ Ekspektoran/mukotik

Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan

Rawat ICU

♣ Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur

guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelianan endobronkial.

Terapi Antibiotika

♣ Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan

etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi

empirik inisial ATS 2001 (lihat tabel 1.5 dan gambar 2). Syarat untuk alih terapi (ATS

2001)

o Berkurangnya keluhan batuj dan sesak napas

o Suhu afebris (< 100°F) pada dua pengukuran yang etrpisah 8 jam lamanya,

leukosit berkurang/menjadi normal

o Saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat

Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria Weingaarten atau Ramirez (lihat tabel

6)

Komplikasi

♣ CAP besar :

Page 41: PPK Penyakit Dalam

Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria minor

(dari 3 kriteria modifikasi)

Kriteria minor yang dikaji saat masuk Rs :

1. Gagal napas berat (PaO2/FIO2 < 250).

2. Foto toraks : pneumonia multilobaris

3. TD sistolik ≤ 90 mmHg

Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit :

1. Perlunya ventilator mekanis

2. Syok sepsis

♣ Gagal napas

♣ Sepsis, syok sepsis

♣ Efusi parapneumonik

♣ bronkiektasis

Prognosis

Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis, dll

Page 42: PPK Penyakit Dalam
Page 43: PPK Penyakit Dalam
Page 44: PPK Penyakit Dalam
Page 45: PPK Penyakit Dalam
Page 46: PPK Penyakit Dalam
Page 47: PPK Penyakit Dalam
Page 48: PPK Penyakit Dalam
Page 49: PPK Penyakit Dalam

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Pengertian :

Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya

reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan

respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan (GOLD 2001)

Diagnosis

• Keluhan : sesak napas, batuk – batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko (+),

PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala

• Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat

keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas,

dampak penyakit termasuk aktivitas dll,kemungkinan mengurangi faktor risiko.

• Pemeriksaan fisik

- Pernapasan pursed lips

- Takipnea

- Dada emfisematous atau barrel chest

- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloaster

- Bunyi napas vesikuler melemah

- Eksirasi memanjang

- Ronki kering atau wheezing

- Bunyi jantung jauh

• Diagnosis pasti dengan uji spirometri :

- FEV,/FVC < 70 %

- Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV, pasca bronkodilator < 80%

prediksi

• Uji coba kortokosteroid

• Analisis gas darah pada :

- Semua pasien dengan VEP, < 40 % prediksi

- Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah jantung kanan

Page 50: PPK Penyakit Dalam

PPOK Eksterbasi Akut

- Gejala eksterbasi : bertambahnya sesak napas, kadang – kadang disertai mengi,

bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih purulen

atau berubah warna

- Gejala non-spesifik : malaise, insomnia, fatigue, depresi

- Spirometri : fungsi paru sangat menurun

Etiologi eksarbasi

Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama streptococcos pneumonie, Haemopilus influenzae,

Moraxella catarrhalis.

Pajanan polusi udara

Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO ( lihat tabel

I)

Diagnosis Banding

• Asma bronkial, bronkiektasis, gagal jantung kongestif , pneumonia

Pemeriksaan Penunjang

• Spirometri

• Foto thoraks

• Bila eksaserbasi akut : analisis gas darah, DPL. Sputum Gram, kultur MOR

Terapi

Usaha mengurangi faktor risiko

• Edukasi-motivasi berhenti merokok

• Farmakoterapi stop merokok

Terapi PPOK Stabil

• Terapi Farmakologis

a. Bronkodilator

Page 51: PPK Penyakit Dalam

- Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak terdesia/tak etrjangkau

- Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

- 3 golongan :

Agonis β-2 : fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,

salmeterol

Antikolinergik : ipratropium bromid, oksitroproium bromid

Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi β-2 dan steroid belu

memuaskan

- Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator

monoterapi

b. Steroid pada :

• PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid

• PPOK dengan FEVI < 50 % prediksi (stadium IIB dan III)Eksaserbasi akut

c. Obat – obatan tambahan lain :

• Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) ambroxol, karbosistein, gliserol iodida

• Antioksidan : N-asetil-sistein

• Imunoregulator (imunostimulator,imunomodulator): tidak rutin

• Antitusif : tidak rutin

• Vaksinasi : influenza,pnemokok

• Terapi Non-farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi

psikososial

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari) ; pada PPOK stadium III,

AGD =

• PaO2<55 mmHg, atau SaO2≤88% dengan / tanpa hiperkapnia

• PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2≤88% disertai hipertensi pulmonal edema

perifer karena gagal jantung, polisitemia

c. Nutrisi

Page 52: PPK Penyakit Dalam

d. Pembedahan : pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan

mekanik paru)

Terapi PPOK Ekserbasi Akut

Penatalaksanaan PPOK Ekserbasi Akut di rumah : Bronkodilator seperti pada PPOK stabil,

dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.

Bila infeksi : diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S pneumonie, Hinfluenzae,

M.catarrhalis)

Terapi Eksaserbasi Akut di rumah sakit :

• Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

• Bronkodilator : inhalsi agonis β2 (dosis & frekuensi ditingkatkan)+ antikolinergik

Pada ekserbasi akut berat : +aminofilin (0.5 mg/kgbb/jam)

• Steroid : Prednison 30-40 mg PO selama 10-14 hari

Steroid intra vena : pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M.catarrhalis. ventilasi mekanik

• Indikasi : gagal napas akut tau kronik

Komplikasi

Gagal napas, kor pulmonal, Septikemia

Prognosis

Dubia, tergantung dari stage , penyakit paru komorbid, penykit komorbid lain.

Page 53: PPK Penyakit Dalam

OSTEOARTRITIS

Pengertian :

Osteortritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini

ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula

dan tepi tulang (osteofit)

Diagnosis

Osteoartritis sendi lutut :

1. Nyeri lutut, dan

2. Salah satu dari 3 kriteria berikut :

a. Usia > 50 tahun

b. Kaku sendi < 30 menit

c. Krepitasi + osteofit

Osteoartritis sendi tangan :

1. Nyeri tangan atau kaku, dan

2. Tiga dari 4 kriteria berikut :

a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II dan

III kiri dan kanan, CMC 1 ki&ka)

b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP

c. Pembengkakan pada < 3 sendi MCP

d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu

Osteoartritis sendi pinggul :

Page 54: PPK Penyakit Dalam

1. Nyeri pinggul. Dan

2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut :

a. LED < 20 mm/jam

b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau asetabulum

c. Radiologi : terdapatpenyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial)

Diagnoasis Banding

Artritis remotoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa

Pemeriksaan Penunjang

• LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat)

• Analisi cairan sendi

• Radiografi sendi yang terserang

• Artroskopi

Terapi

1. Penyuluhan

2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut

3. Obat antiinflamasi non steroid

Diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, Piroksikam 20 mg o.d, Meloksikam 7.5 mg

o.d dan sebagainya

4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi

5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis

6. Operasi untuk memperbaiki deformitas

Komplikasi

Deformitas sendi

Prognosis

Dubia

Page 55: PPK Penyakit Dalam

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pengertian :

Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengan dan ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam

berdarah dengan (DBD)

Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik :

• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

- Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2.54 cm²)

- Petekie, ekimosis atau paripurna

- Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain

- Hematemesis atau melena

• Trombositopenia (≤100.000/mm²)

• Terdapat minimal satu tanda – tanda plasma leakage:

- Kematokrit meningkat ≥ 20% dari hematokrit rata – rata pada usia, jenis kelamin,

dan populasi yang sama

- Hematokrit turun hingga ≥ 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan

- Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites dan hipoproteinemia

Derajat

I. Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya

berupa uji torniquet positif dan/atau mudah memar

II. Derajat I disertai perdarahan spontan

Page 56: PPK Penyakit Dalam

III. Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit

dingin dan lembab serta gelisah

IV. Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak tertur DBD derajat III dan IV digolongkan

dalam sindrom renjatan dengue

Diagnosa Banding

Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

Pemeriksaan Penunjang

Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Serologi dengue

Terapi

Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak

Farmakologis :

• Simtomatis : antiseptik parasetamol bila demam

- Cairan intravena : Ringer laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf

Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan

- Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi

- Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi

intravaskular diseminata (KID)

Komplikasi

Renjatan, perdarahan, KID

Prognosis

Bonam

Page 57: PPK Penyakit Dalam

DEMAM TIFOID

Pengertian :

Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonela thypi atau Salmonela

partatyphi

Diagnosa :

• Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap

(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit

kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare

• Pemeriksaan fisik : febris, kesadaran berkabutm bradikardia relatif (peningkatan suhu

1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yag berselaput (kotor di

tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor). Hepatomegali, splenomegali, nyeri

abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia)

• Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis atau lekosit normal : aneosinofilia,

limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati.

Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal ≥ 4 kaloo lipat

setelah satu minggu memastikam diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan

diagnosis. Uji widal tunggal frmhsm titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai

gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa

Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria khosia (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan

laboratorium (antara lain : bilirubin > 30.6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan

indeks PT), kelainan histopatologi.

Page 58: PPK Penyakit Dalam

Tifoid Karier

Ditemukannya kuman Salmonela typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa

tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid

Diagnosis Banding

Infeksi virus, malaria

Pemeriksaaan Penunjang

Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)

Terapi

Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat

Farmakologis :

• Simtomatis

• Antimikroba

- Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500 mgsampai dengan 7 hari bebas demam.

Alternatif lain :

- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan

klorafenikol)

- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu

- Ampisilin dan amoksisilin 50 – 150 mg/kgBB selama 2 minggu

- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam

dextrosa 100cc selama 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram

- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) :

′ Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

′ Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

′ Ofloxsasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

′ Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari

′ Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Page 59: PPK Penyakit Dalam

• Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa

kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas

normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1

gram dan deksametason 3 x 500 mg

Kasus tifoid karier :

• Tanpa kolelitiasis pilihan rejimen terapi selama 3 bulan :

- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari

- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari

- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari

• Dengan kolelitiasis kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau

kolesistektomi + salah satu rejimen berikut :

- Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari

- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari

• Dengan infeksi Schistosoma haematomium pada traktus urinarius eradikasi

Schistosoma haematomium :

- Prazikuantel 40 mg/kg/BB dosis tunggal, atau

- Metrofonat 7.5-10 mg/kgBB bils perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu

Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti diatas.

Perhatian : pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan.

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada

trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin dan

sefalosporin generasi III (seftriakson).

Komplikasi :

Intestinal

Perdarahan intestinal, perforasi ususm ileus paralitik, pankreatitis

Ekstra- Intestinal

Page 60: PPK Penyakit Dalam

Kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifermiokarditis, trombosis, tromboflebitis),

hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia,KID), paru (pneumonia, empiem, pleuritis),

hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal (giomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis),

tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid)

Prognosis

Baik, bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat,

prognosis meragukan/buruk.

Page 61: PPK Penyakit Dalam

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

Pengertian :

Sepsis :

Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi

Renjatan Septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg atau

penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan TD

DIAGNOSIS SEPSIS

1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :

• Suhu badan > 38° C atau < 36°C

• Frekuensi denyut jantung > 90 x/menit

• Frekuensi pernapasan > 24x/menit atau PaCO < 32

• Hitung lekosit > 12.000/mm³ atau < 4.000/mm³, atau adanya > 10% sel batang

2. Ada fokus infeksi yang bermakna

SEPSIS BERAT

Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran ,

gangguan fungsi hati, ginjal, paru – paru dan asidosis metabolik

DIAGNOSIS BANDING

Renjatan kardiogenik, rejatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah adn infeksi

fokal (urin, pus, sputum,dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba,

foto toraks

TERAPI

• Eradikasi fokus infeksi

Page 62: PPK Penyakit Dalam

• Antimikroba empirik, sesuai dengan :

o Tempat infeksi

o Dugaan kuman penyebab

o Profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik)

o Keadaan fungsi n fungsi hati)

Antimikroba definitif : bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat

diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme

• Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor.inotropik, dan transfusi

(sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respons

secepatnya.

o Resusitasi cairan

Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau

koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respons klinis(respons terlihat

dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi,

perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu

diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan JVP, ronki, galop S

dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan

8-12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori perhari.

o Oksigenasi sesaui kebutuhan, Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang

progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis atau kegagalan otot pernapasan

o Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai

tekanan darah sistolik ≥90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan > 30

ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin dengan dosis > 8

mcg.kgBB/menit, norepinefrin 0.03-1.5 mcg/kgBB/menit , fenilefrin 0.5-8

mcg/kgBB/menit atau epinefrin 0.1-0.5 mcg.kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi

miokard, dapat digunakaan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-28

mcg/kgBB/menit, dopamin 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin 0.1-0.5

mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon)

o Transfusi komponen darah sesuai indikasi

Page 63: PPK Penyakit Dalam

o Koreksi gangguan metabolik : elektrolit, gula darah dan asidosis metabolik(secara

empiris dapat diberikan bila pH<7.2 atau bikarbonat serum < 9 mEq/l, dengan

disertai upaya perbaikan hemodinamik)

o Nutrisi yang adekuat

o Terapi suportif terhadap gangguan fungsi gunjal

o Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal

o Bila terjadi KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan

heparn dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan

infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1.5-2 kali

kontrol atau antiogulan lainnya.

KOMPLIKASI

Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel

PROGNOSIS

Dubia ad malam

Page 64: PPK Penyakit Dalam

INTOKSIKASI OPIAT

PENGERTIAN Intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat : morfin, petidin, heroin, opium,

pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan

DIAGNOSIS

Anamnesis : informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada

Pemeriksaan Fisi : pupil miosis-pin point pupil, depresi napas, penurunan kesadaran, nadi

lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan

bilier, kejang

Laboratorium : opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi

DIAGNOSIS BANDING

Intoksikasi obat sedatif : barbiturat, benzodiazepin, etanol

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks

TERAPI

A. Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C (airway, breathing,circulation) dengan

memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas, berikan oksigen

sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan

B. Pemberian antidot nalokson

1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0.4 mg IV pelan – pelan atau diencerkan

2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg IV pelan – pelan atau diencerkan

3. Bila tidak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5 – 10 menit hingga timbul

respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil) atau telah

mencapai dosis maksimal 10mg. Bila tetap tak ada respon, diagnosis intoksikasi opiat

perlu dikaji ulang.

Page 65: PPK Penyakit Dalam

4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam keadaan

overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran dan

perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson

satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0.9% diberikan dalam 4-6 jam

5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan rontgen toraks

6. Pertimbangan pemasangan ETT bila : pernapasan tak adekuat setelah pemberian

nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup atau hipoventilasi

menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal

7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila

diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada

intoksikasi opiat oral

8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240

ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram

9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam IV 5-10 mg dan dapat diulang bila

perlu.

Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi

KOMPLIKASI

Aspirasi, gagal napas, edema paru akut

PROGNOSIS

Dubia

Page 66: PPK Penyakit Dalam

INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

Pengertian :

Intokskasi akibat zat yang mengandung organofosfat

DIAGNOSIS

Anamnesis : riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat, muntah

Pemeriksaan Fisis : bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda – tanda aspirasi

Laboratorium : pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat

DIAGNOSIS BANDING

-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL. Elektrolit, rontgrn toraks, EKG, Pemeriksaan organofosfat

TERAPI

- Bilas lambung melalui NGT

- Atropinisasi

KOMPLIKASI

Gagal napas, blok AV

PROGNOSIS

Dubia

Page 67: PPK Penyakit Dalam

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Pengertian

Kriteria :

1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau

fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glumerulus (LFG), berdasarkan :

- Kelainan patologik atau

- Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelianan pada komposisi darah atau urin atau

kelainan pada pemeriksaan pencitraan

2. LFG < 60 ml/menit/1.73 m² yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

Diagnosis

- Anamnesis : lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat, BAK berkurang

- Pemeriksaan Fisis : anamesis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda

bendungan paru

- Laboratorium : gangguan fungsi ginjal

Batasan dan Stadium Penyakit Kronik

LFG Dengan kerusakan tanpa kerusakan (ml.menit/1,73

m²) Ginjal Ginjal

dengan hipertensi

tanpa hipertensi

dengan hipertensi

tanpa hipertensi

≥ 90 1 1 hipertensi "Normal"

0 - 89 2 2 hipertensi

↓ LFG

0 - 59 3 3

+ ↓ LFG

3

5 - 29 4 4 3 4 < 15 (atau dialisis) 5 5 4 5

5

Page 68: PPK Penyakit Dalam

Diagnosis Banding

Gagal ginjal akut

Pemeriksaan Penunjang

DPL, ureum, kreatinin,UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg),

Profil lipid, asam urat, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, kormon PTH, albumin,

globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen,

renogram, foto thoraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAG, Anti HCV, anti HIV

Terapi

Non farmakologis :

♣ Pengaturan asupan protein :

- Pasien non dialisis 0.6-0.75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi

pasien

- Pasien hemodialisis 1-1.2 gram/kgBB ideal/hari

- Pasien peritoneal dialisis 1.3 gram/kgBB/hari

♣ Pengaturan asupan kalori : 3 kal/kg/BB ideal/hari

♣ Pengaturan asupan lemak : 30 – 40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang

sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

♣ Pengaturan asupan karbohidrat : 50 – 60% dari kalori total

♣ Garam (NaCl) : 2 – 3 gram/hari

♣ Kalsium : 1400 – 1600 mg/hari

♣ Fosfor : 5 – 10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari

♣ Kalsium : 1400-1600 mg/hari

♣ Besi : 10 – 18 mg/hari

♣ Magnesium : 200-300 mg/hari

♣ Asam folat pasien HD : 5 mg

♣ Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di

antara waktu HD < 5% BB kering

Page 69: PPK Penyakit Dalam

Farmakologis :

♣ Kontrol tekanan darah :

- Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II evaluasi kreatinin dan

kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35 % atau timbul hiperkalemi

harus dihentikan.

- Penghambat kalsium

- Diuretik

♣ Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat – obat

sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0.2 di atas nilai

normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%

♣ Koreksi anemia dengan target Hb 10 -12 g/dl

♣ Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat

♣ Kontrol osteodistrofi renal : kalistriol

♣ Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO, 20 – 22 mEq/l

♣ Koreksi hiperkalemi

♣ Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golonga statin

♣ Terapi ginjal pengganti

Komplikasi

Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit, osteodistrofi

renal, anemia

Prognosis

Dubia

Page 70: PPK Penyakit Dalam

HIPERTENSI

Pengertian :

Tekanan darah yang sama atau melebhi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90

mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi

Klasifikasi Tekanan Darah Berdasrkan JNC VII :

________________________________________________________________________ Klasifikasi TD Sistolik TD diastolik (mmHg) (mmHg) _________________________________________________________________________

Normal < 120 dan < 80

Pre- hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89

Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100

_________________________________________________________________________

Diagnosis

Klasifikasi berdasarkan hasi rata – rata pengukuran tekanan darah yang dialkukan

minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan

cuff yang meliputi minimal 80% lengan ata pada pasien dengan posisi duduk dan telah

beristirahata 5 menit.

Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5

Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan

pembuluh darah perifer

Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko

hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)

Faktor risiko kardiovaskular

- Hipertensi

- Merokok

- Obesitas (IMT > 30)

Page 71: PPK Penyakit Dalam

- Inaktivitas fisik

- Dislipidemia

- Diabetes melitus

- Mikroalbuminuria ata LFG < 60 ml/menit

- Usia (laki – laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun

- Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini ( laki – laki < 55 tahun atau

perempuan < 65 tahun)

Kerusakan organ sasaran :

- Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat

revaskularisasi koroner, gagal jantung

- Otak : strok atau transient ischemic attack (TUA)

- Penyakit ginjal kronik ’penyakit ateri perifer

- Retinopati

Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep apnea, alkibat obat atau berkaitan

dengan obat, penyakit ginjal kronik dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasi

aorta, penyakit tiroid atau paratiroid

Diagnosis Banding

peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertansion, rasa nyeri, peningkatan tekanan

intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll

Pemeriksaan Penunjang

Utrinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elekrolit, profil lipid, foto thoraks, EKG, sesuai

penyakit ppenyerta : asam urat, aktivitas renin plasma, aldosteron, katekolamin, urin, USG

pembuluh darah besar, USG ginjal, akekordiografi

Page 72: PPK Penyakit Dalam

Terapi :

Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor All : evaluasi kreatinin dan

kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemi harus

dihentikan.

Kondisi khusus lain :

Obesitas dan sindrom metabolik (tedapat 3 atau lebih keadan berikut : lingkar

pinggang laki – laki > 102 cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa terganggu

dengan gula darah puasa ³110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg,

trigliserida tinggi ³150 mg/dl, kolesterol HDL rendah < 40 mg/dl pada laki – laki

atau < 50 mg/dl pada perempuan) modifikasi gaya hidup yang intensif dengan

pilihan terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah antagonis

reseptor All, penghambat kalsium, dan penghambat α

Hipertrofi ventrikel kiri tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk

penurunan berat badan, retriksi asupan natrium dan terapi dengan semua kelas

antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil

Penyakit arteri perifer semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain,

dan pemberian aspirin.

Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi diuretika (tiazid)

sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12.5 mg/ari. Penggunaan obat

antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit penyerta

Kehamilan pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor β,

antagonis kalsium dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AH

tidak boleh digunakan selama kehamilan

Komplikasi

Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, ateroskleosis pembuluh

darah, retinopati, stroke atau TIA, infark miokard, angina poctoris, gagal jantung.

Prognosis

Bonam

Page 73: PPK Penyakit Dalam

KRISIS HIPERTENSI PENGERTIAN

Krisis hipertensi :

Keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena akan

mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi yang

terpenting adalah cepat naiknya tekanan drah. Dibagi menjadi dua :

1. Hipertensi Emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang

segera dengan obat antihipertensi parental karena adanya kerusakan organ target akut

atay progresif

2. Hipertensi urgency : situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna

tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah

perlu diturunkan dalam beberapa jam.

DIAGNOSIS

Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinyya, kepatuhan minum obat pasien, tekanan

darah rata – rata, riwayat pemakaian obat-obatan simpatomimetik dan steroid, kelainan

hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala – gejala serebral, jantung dan gangguan

penglihatan

Pemeriksaan Fisis : Tekanan darah pada

INSTABILITASI DAN JATUH

Pengertian :

♣ Ketidakmampuan seseorang untuk mempertahankan pusat kekuatan antigrativikasi tubuh

pada dasar penyangga tubuh (kaki, saat berdiri)

♣ Kondisi ini sering merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat

(yaitu keluhan utama dari penyakit – penyakit yang juga bisa mencetuskan sindrom

delirium akut (acute confusional state)

Diagnosis :

Page 74: PPK Penyakit Dalam

Subyektif : terdapat keluhan seperti akan jatuh, disertai/tanpa dizziness, vertigo, rasa

bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri atau terdapat

riwayat ”jatuh”.

Obyektif : Terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang merupakan faktor risiko.

• Faktor risiko intrinsik, antara lain : gangguan penglihatan, gangguan pendengaran

spondilo-artrosis servikalis, gangguan alat keseimbangan, hiperagresasi trombosit,

hiperkoagulasi, gagal jantung infark miokard, infeksi sitemik, DM dan/atau hipertensi

(terutama jika tak terkontrol), hemiparese atau monoparese inferior, gangguan metabolik,

OA genu, plantar faccilitis, kelemahan quadriceps femoris, penyakit atau sindrom

Parkinson, demensia, gangguan syaraf lain.

• Faktor risiko ekstrinsik : antara lain lantai licin, alas kaki, permukaan lantai/tanah yang

tidak rata, alas kali yang tak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai.

Diagnosis Banding

-

Pemeriksaan Penunjang

Diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko, menemukan penyebab/pencetus

:

• Elektrolit darah, terutama natrium dan kalium

• Analisis gas darah, foto toraks, foto vertebrae, foto sendi terkait (genu, ankle), EKG

• Ureum dan kreatinin darah, hemostase, agresgasi trombosit

• Gula darah, urin lengkap, kultur urin (MoR)

• Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adalah SVD

atau TIA

• Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)

TERAPI

• Identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik

• Terapi selanjutnya tergantung faktor risiko yang ditemukan

Page 75: PPK Penyakit Dalam

• Koreksi gangguan penglihatan dan atau pendengaran

• Latihan desensitasi faal keseimbangan

• Anti agregasi trombosit : antikoagulan

• Atasi infeksi sistemik : atasi gagal jantung; atasi infark miokard

• Atasi artrosis sendi yang ada ; latihan peningkatan kekuatan otot

• Rehabilitasi defisit neurologik yang ada

• Modifikasi lingkungan tempat tinggal

Komplikasi

Fraktur femur, tangan, vertebra, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi

Prognosis

Baik

INFEKSI HIV/AIDS

Pengertian :

Pasien yang terbukti terinfeksi HIV dari pemeriksaan penunjang

Diagnosis

Adanya faktor risiko penularan

Page 76: PPK Penyakit Dalam

Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali raktif dengan reagen yang berbeda

Stadium WHO :

• Stadium 1

′ Asimtomatik, limfadenopati generalisata

• Stadium 2

′ Berat badan turun < 10%

′ Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku,

ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)

′ Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

′ Infeksi saluran napas atas rekuren

• Stadium 3

′ Berat badan turun > 10 %

′ Diare yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan

′ Demam berkepanjangan (intermitena atau konstan). > 1 bulan

′ Kandidiasis oral

′ Oral hairy leucoplakia

′ Tuberculosis paru

′ Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)

• Stadium 4

′ HIV wasting syndrome

′ Pneumonia pneumocystis carinii

′ Toksoplasma serebral

′ Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan

′ Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya

renitis CMV)

′ Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau visceral

′ Progressive multifocal leucoencephalopathy

′ Mikosis endemic diseminata

′ Keandidiasis esophagus, trakea dan bronkus

′ Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru

Page 77: PPK Penyakit Dalam

′ Septikemia salmonella non-tifosa

′ Tuberkulosis ekstrapulmoner

′ Limfoma

′ Sarkoma kaposi

′ Ensefalopati HIV

Diagnosis Banding

Penyakit imunodefisiensi primer

Pemeriksaan Penunjang

′ Anti HIV ELISA

′ Anti HIV Western Blot

′ Antigen p-24

′ Hitung CD4

′ Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR

′ Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunitik

Terapi

′ Konseling

′ Terapi suportif

′ Terapi infeksi oportunitikdan pencegahan infeksi oportunitik

′ Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya

′ Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS

′ Terapi pasca paparan HIV (post-exposure prophylaxis)

′ Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan

′ Penatalaskanaan koinfeksi HIV dengan Hematitis C dan Hepatitis B

Komplikasi

Infeksi oportunitik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ lain.

Page 78: PPK Penyakit Dalam

Prognosis

Tergantung stadium penyakit

DISPEPSIA

Pengertian :

Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual,

kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa

Diagnosis

Page 79: PPK Penyakit Dalam

Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut diatas :

Diagnosis Banding

• Penyakit refluks gastroesofageal

• Irritable Bowel Syndrome

• Karsinoma saluran cerna bagian ata

• Kelainan pankreas dan kelainan hati

Pemeriksaan Penunjang

Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya infeksi

Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan gamma

GT, USG Abdomen

Terapi

• Suprtif; nutrisi

• Pengobatan empirik selama 4 minggu

• Pengobatan berdasarkan etiologi

Komplikasi

Tergantung etiologi dispepsia

SIROSIS HATI

Pengertian :

Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan jaringan

ikat disertai modul

Diagnosis :

Page 80: PPK Penyakit Dalam

• Pemeriksaan fisik : stigmata sirosis (palmar eritema, spider nevi) vena kolateral dinding

perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali

• Laboratorium : rasio albumin dan globulin terbalik

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah ( DPL,SGOT,SGPT,ALT, albumin, CHE,PT,seromarker hepatitits),

USG, biopsi hati, endoskopi,SCBA, analisis cairan asites

Terapi

• Istirahat cukup

• Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)

• Roboransia

• Mengatasi penyulit

Komplikasi

Hipertensi portal, SBPhematemesis melena, sindrom hepatorenal, gangguan hemostasis,

ensefalopati hepatikum

Prognosis

Dubia ad malam