Page 1
POTENSI KOMBINASI CURCUMIN & VITAMIN E
SEBAGAI TERAPI PADATIKUS (Rattus norvegicus)
MODEL KANKER MAMMAE TERHADAP
EKSPRESI SITOKROM P450 DAN
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
HEPAR
SKRIPSI
Oleh:
EKO WAHYU WIJAYANTO
105130100111040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Page 2
ii
POTENSI KOMBINASI CURCUMIN & VITAMIN E
SEBAGAI TERAPI PADATIKUS (Rattus norvegicus)
MODEL KANKER MAMMAE TERHADAP
EKSPRESI SITOKROM P450 DAN
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
HEPAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
EKO WAHYU WIJAYANTO
105130100111040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Page 3
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Potensi Kombinasi Curcumin & Vitamin E Sebagai Terapi Pada Tikus
(Rattus norvegicus) Model Kanker Mammae Terhadap Ekspresi
Sitokrom P450 dan Gambaran Histopatologi Hepar
Oleh:
EKO WAHYU WIJAYANTO
NIM. 105130100111040
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal ..........
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Dra. Herawati, MP drh. Dyah Ayu O.A.P., M.Biotech
NIP. 19580127 198503 2 001 NIP. 19841026 200812 2 004
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
Page 4
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eko Wahyu Wijayanto
NIM : 105130100111040
Program Studi : Kedokteran Hewan
Penulisan Skripsi berjudul:
Potensi Kombinasi Curcumin & Vitamin E Sebagai Terapi Pada Tikus (Rattus
norvegicus) Model Kanker Mammae Terhadap Ekspresi Sitokrom P450 dan
Gambaran Histopatologi Hepar.
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak
menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan tertulis
di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,
maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 23 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(Eko Wahyu Wijayanto)
NIM. 105130100111040
Page 5
v
POTENSI KOMBINASI CURCUMIN & VITAMIN E SEBAGAI TERAPI
PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL KANKER MAMMAE
TERHADAP EKSPRESI SITOKROM P450 DAN
GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR
ABSTRAK
Kanker mammae merupakan tumor ganas yang menyerang kelenjar
mammae sering dijumpai pada anjing dan kucing. Kanker mammae dapat dipicu
dengan senyawa kimia 7,12 Dimethylbenz (a) antrase (DMBA) yang bersifat
karsinogenik. Induksi senyawa DMBA menyebabkan peningkatan ekspresi
sitokrom P450 dan kerusakan jaringan hepar. Penelitian ini menggunakan tikus
(Rattus norvegicus) betina strain Wistar berumur 10-12 minggu yang dibagi
menjadi 5 kelompok (1) kontrol negatif, (2) kontrol positif (3) terapi preventif (4)
terapi kuratif (5) terapi doxorubicin. Analisa statistik ekspresi sitokrom P450
menggunakan uji one way anova yang kemudian dilanjut dengan uji Tukey. Hasil
penelitian menunjukkan pemberian terapi kombinasi curcumin dan vitamin E dapat
menurunkan aktifitas sitokrom P450 secara signifikan sebesar 88% pada terapi
preventif, 67% pada terapi kuratif dan 58% pada terapi doxorubicin. Gambaran
histopatologi terapi preventif didapati sedikitnya kerusakan pada vena sentralis,
sinusoid, dan daerah vena porta sedangkan pada terapi kuratif terlihat adanya sel
inflamasi dan terjadinya pelebaran sinusoid sedangkan pada terapi doxorubicin
terlihat sel-sel inflamasi dan terihat pelebaran sinusoid serta kerusakan pada
segitiga porta. Pemberian kombinasi curcumin dan vitamin E terlihat mampu
memperbaiki gambaran histopatologi hepar ditandai dengan adanya angiogenesis
pada bagian vena porta. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pemberian kombinasi
curcumin dan vitamin E terbukti dapat menurunkan ekspresi sitokrom P450 dan
dapat memperbaiki gambaran histopatologi hepar jauh lebih baik pada terapi
preventif dibanding dengan terapi kuratif dan terapi doxorubicin.
Kata kunci: Curcumin, DMBA, Hepar, Kanker mammae, Sitokrom P450,
Vitamin E
Page 6
vi
POTENCY OF CURCUMIN & VITAMIN E COMBINATION AS A
THERAPY IN RAT (Rattus norvegicus) CANCER MODEL
MAMMAE BASED ON CYTOCHROME
P450 EXPERESSION AND HEPAR
HISTOPATHOLOGY
ABSTRACT
Mammary cancer is a malignant tumor in the mammary glands often found
in dogs and cats. Mammary cancers can be triggered with a chemical compound of
7,12 Dimethylbenz (a) antrase (DMBA) which is carcinogenic. The induction of
DMBA compounds leads to increased cytochrome P450 expression and hepatic
tissue damage. This study used a 10-12 week old (Rattus norvegicus) female Wistar
strain divided into 5 groups (1) negative control, (2) positive control (3) preventive
therapy (4) curative therapy (5) doxorubicin therapy. Statistical analysis of
cytochrome P450 using one way anova test continued with Tukey test. The results
showed that combination therapy of curcumin and vitamin E decreased activity of
cytochrome P450 significantly by 88% in preventive therapy, 67% in curative
therapy and 58% in doxorubicin therapy. Histopathologic features of preventive
therapy found minimal damage to central venous, sinusoid, and portal vein regions
whereas curative therapy showed inflammatory cells and widening sinusoids while
in doxorubicin therapy inflammatory and sinusoid enlargement cells appeared and
damage to the portal triangle. Combination of curcumin and vitamin E appears to
improve the histopathology of the liver characterized by the presence of
angiogenesis in the portal vein. Conclusions the combination of curcumin and
vitamin E has been shown to decrease the expression of cytochrome P450 and can
improve the histopathologic features of the liver much better in preventive therapy
compared with curative therapy and doxorubicin therapy.
Keyword: Curcumin, DMBA, Hepar, Cancer Mammae, Cytochrome P450,
Vitamin E
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik dan lancar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, skripsi ini akan menjadi sukar untuk diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan
dan dukungan, baik dalam pelaksanaan penelitian skripsi maupun dalam
penyelesaian skripsi, kepada pihak – pihak berikut;
1. Dr. Dra. Herawati, MP, selaku dosen pembimbing I, yang telah dengan
kesabaran dan semangatnya memberikan pengarahan dan dorongan kepada
penulis baik mulai persiapan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
2. Drh. Dyah Ayu Okativianie A.P., M.Biotech., selaku dosen pembimbing II,
yang juga telah dengan bersedia meluangkan waktunya dalam konsultasi
dan memberikan pengarahan serta panduan kepada penulis mulai dari
persiapan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
3. Drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech selaku dosen penguji I yang telah
bersedia meluangkan waktunya dan memberikan masukan penulisan skripsi
ini.
4. Drh. Aulia Firmawati, M.Vet selaku dosen penguji II yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan masukan penulisan skripsi ini.
5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh, DES.,selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya yang selalu memberikan semangat kepada
mahasiswanya.
6. Keluarga penulis yang telah memberikan dukungan baik moral dan material
kepada penulis untuk tetap semangat melaksanakan skripsi.
Page 8
viii
7. Teman-teman angkatan 2010 khususnya kelas A yang selalu memberikan
semangat dan motivasi.
8. Teman-teman Improve Kelawar yang selalu memberikan semangat,
motivasi dan inspirasinya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan skripsi dan
penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang
sebaik-baiknya khususnya bagi penulis dan rekan-rekan mahasiswa lainnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi hasil yang lebih baik.
Malang, 18 Agustus 2017
Penulis
Page 9
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .............................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv
ABSTRAK ..............................................................................................
ABSTRACT ...........................................................................................
v
vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ...............................................
xiii
xiv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian...................................................
1.2 Rumusan Masalah Penelitian..............................................
1.3 Batasan Masalah ................................................................
1.4 Tujuan Penelitian................................................................
1.5 Manfaat Penelitian..............................................................
1
3
3
4
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 5
2.1 Kanker Mammae ................................................................
2.1.1 Definisi .....................................................................
2.1.2 Etiologi .....................................................................
2.1.3 Patomekanisme ........................................................
2.1.3.1 Hubungan Kanker Mammae Terhadap
Ekspresi Sitokrom P450 ..............................
2.2 Dimetylbenz[a]antrasen (DMBA) ....................................
2.3 Hepar .................................................................................
2.4 Curcumin ...........................................................................
2.5 Vitamin E ..........................................................................
2.6 Tikus Putih (Rattus Norvegicus) .......................................
5
5
5
6
7
8
10
11
12
13
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 15
3.1 Kerangka Konseptual .........................................................
3.2 Hipotesis Penelitian ...........................................................
15
17
BAB IV. METODE PENELITIAN ....................................................... 18
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................
4.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................
4.2.1 Alat ............................................................................
18
18
18
Page 10
x
4.2.2 Bahan ........................................................................
4.3 Tahapan Penelitian .............................................................
4.4 Prosedur Kerja ....................................................................
4.4.1 Rancangan Penelitian ................................................
4.4.2 Persiapan Hewan Coba ..............................................
4.4.3 Preparasi 7,12 Dimetylbenz[a]antrasene (DMBA) ...
4.4.4 Terapi Preventif Curcumin dan Vitamin E.................
4.4.5 Induksi DMBA Pada Hewan Coba ............................
4.4.6 Induksi Esterogen Pada Hewan Coba ........................
4.4.7 Terapi Kuratif Curcumin dan Vitamin E ....................
4.4.8 Terapi Doxorubicyn ...................................................
4.4.9 Pembedahan Hewan Coba dan Isolasi Organ Hepar...
4.4.10 Pembuatan Preparat Histopatologi Hepar ................
4.4.11 Pengamatan Histopatologi Hepar ............................
4.4.12 Pewarnaan Imunohistokimia ...................................
4.4.13 Pemeriksaan Ekspresi Sitokrom P450 ....................
4.5 Analisis Data ............................................................
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….
5.1 Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin dan Vitain E
Terhadap Ekspresi Sitokrom P450 Tikus (Rattus
norvegicus) Model Kanker Mammae ................................
5.2 Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin dan Vitain E
Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus (Rattus
norvegicus) Model Kanker Mammae ................................
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………...
6.1 Kesimpulan………………………………………………
6.2 Saran……………………………………………………...
18
19
19
19
21
22
22
23
23
23
24
24
24
26
26
27
28
29
29
33
39
39
39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 40
LAMPIRAN ........................................................................................... 45
Page 11
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1
5.1
Kelompok Perlakuan Tikus .................................................
Ekspresi Sitokrom P450 Pada Organ Hepar ........................
20
31
Page 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
Bagan Kerangka Konsep……………….………………...
Ekspresi Sitokrom P450 Pada Hepar Tikus (Perbesaran
400x) …………………………………………………….
Histopatologi Hepar Tikus Kontrol Negatif (perbesaran
400x) …………...…………...…………...…………...….
Histopatologi Hepar Tikus Kontrol Positif (perbesaran
400x) …………...…………...…………...…………...….
Histopatologi Hepar Tikus Terapi Preventif (perbesaran
400x) …………...…………...…………...…………...….
Histopatologi Hepar Tikus Terapi Kuratif (perbesaran
400x) …………...…………...…………...…………...….
Histopatologi Hepar Tikus Terapi Doxorubicyn
(perbesaran 400x) …………...…………...………………
13
30
33
34
34
34
36
Page 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kerangka Operasional Penelitian ............................................
Timeline Penelitian ……………………………………….....
Dosis DMBA ..........................................................................
Dosis Esterogen ......................................................................
Dosis Curcumin ......................................................................
Dosis Doxorubicyn .................................................................
Dosis Vitamin E ......................................................................
Pembuatan Larutan DMBA .....................................................
Pembuatan Curcumin dan Vitamin E ......................................
Pembuatan Preparat Histopatologi ..........................................
Pembuatan Preparat Imunohistokimia ....................................
Hasil Uji Statistika Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin
Dan Vitamin E Pada Kanker Mammae Hasil Induksi DMBA
Terhadap Ekspresi Sitokrom P450 ..........................................
46
47
48
48
48
48
48
49
50
51
54
56
13 Sertifikat Laik Etik .................................................................. 59
Page 14
xiv
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG
Simbol/singkatan Keterangan
%
ºC
AhR
ANOVA
ARNT
BB
Bcl-2
Bcl-xL
BRCA1
BRCA2
COX
COX-2
CYP
CYP1A1
CYP1B1
dA
DAB
DMBA
DNA
DNA adduct
g
H2O2
HE
IHK
IL-1
IL-6
IL-8
IM
IU
kg
MBBM
MEH
ml
NaCl
NfKb
Persen
Derajat Celcius
Aryl Hydrocarbon Receptor
Analysis of Variance
Aryl Hydrocarbon Receptor Nuclear Translocator
Berat Badan
B-cell Lymphoma-2
B-cell Lymphoma-extra large
Breast cancer susceptibility gene 1
Breast cancer susceptibility gene 2
Cyclooxygenase
Cyclooxygenase-2
Sitokrom P450
Sitokrom P450 1A1
Sitokrom P450 1B1
eksosiklik deoksiadenosin
Diaminobenzidine
Dimethylbenz [a] antrase
Deoxyribonucleic Acid
DNA yang terikat pada zat karsinogenik
Gram
Hidrogen Peroksida
Hematoksilin Eosin
Imunohistokimia
Interleukin-1
Interleukin-6
Interleukin-8
Intramuskuler
International Unit
Kilogram
Minyak biji bunga matahari
Mikrosomal epoksid hidrolase
Mililiter
Natrium Klorida
Nuclear Factor Kappa Beta
Page 15
xv
NS
O2
PAH
PFA
PBS
RAL
ROS
SA-HRP
SC
TNF- α
WHO
Normal Saline
Polycyclic Aromatic Hidrocarbon
Oksigen
Paraformaldehyde
Phosphate Buffer Saline
Rancangan Acak Lengkap
Reactive Oxygen Species
Strep Avidin Horse Radish Peroxidase
Subkutan
Tumor Necrosis Factor Alpha
World Health Organization
Page 16
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan
pertumbuhan sel-sel tubuh secara abnormal (Agustina, 2008). Kanker mammae
terbentuk akibat proses proliferasi yang bersifat ganas yang terletak pada sel
epithelial di duktus dan lobulus mammae (Lippman and Bruce, 2008). Kanker
mammae dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras, berat badan. Induksi
hormon biosintesis juga dapat mendorong terjadinya tumor mammae pada anjing
(Dore et al., 2003).
Angka kejadian kasus penyakit kanker mamae cukup tinggi terjadi pada
hewan peliharaan, pada anjing betina angka kejadian kanker mamae sekitar 41%-
53% sedangkan pada kucing sekitar 86% (Todorova, 2006). Kanker mamae sering
terjadi pada ras anjing dachshund, cocker spaniel, toy poodle, german shepherd,
dan crossbreed pada usia 10-12 tahun. Anjing dengan berat badan antara 5-10 kg
dan 30-35 kg lebih beresiko mengalami kanker mamae (Ezerskalyte et al., 2011).
Kanker mammae pada kucing sering terjadi pada ras domestic short-hair dan
Siamese, pada kucing ras Siamese sering terjadi pada kucing muda. Kanker
mammae pada kucing sering terjadi pada usia 9 bulan dan 19 tahun (Morris, 2013).
Menurut Meiyanto (2007) kerusakan DNA dan mutase gen pengatur
pertumbuhan merupakan awal dari proses terjadinya kanker. Ketidakseimbangan
antara proliferasi dan apoptosis sel menyebakkan terjadinya kanker. Mutasi gen
biasanya disebabkan adanya paparan Polycyclic Aromatic Hidrocarbon (PAH)
Page 17
2
salah satunya Dimethylbenz (a) antrase (DMBA) yang bersifat mutagenik dan
karsinogenik (Sutrisno, 2011).
Terapi kanker biasanya dilakukan dengan cara operasi, radioterapi atau
kemoterapi. Kemoterapi sendiri merupakan terapi dengan menggunakan bahan
kimia sehingga dapat menimbulkan efek samping antara lain pusing, mual, lemah,
kelelahan, sesak nafas, penurunan nafsu makan, kulit gatal dan kering (Setiawan,
2015). Menurut Radji dkk (2014) perlu adanya penelitian mengenai obat yang
memiliki efektifitas tinggi namun rendah efek sampingnya terhadap pasien, salah
satunya adalah obat herbal.
Curcumin merupakan bahan alam yang banyak digunakan oleh penduduk
asia utamanya India dan Indonesia sebagai bahan tambahan makanan, bumbu atau
obat obatan yang tidak menunjukkan efek toksik. Curcumin memiliki khasiat
antaara lain sebagai anti-diabetes, anti-kolesterol, anti-infeksi, anti-inflamasi, dan
anti-kanker (Nurrochmad, 2004).
Vitamin E dalam tubuh berperan sebagai antioksidan dan dapat mengurangi
pengaruh buruk terhadap radikal bebas, proses penuaan, dan karsinogen. Vitamin
E juga berfungsi menjaga integritas sel dan sistesis DNA (Wirakusumah, 2007).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kombinasi curcumin dan Vitamin E sebagi terapi tikus model
kanker mammae hasil induksi DMBA terhadap ekspresi sitokrom p450 dan
gambaran histopatologi hepar .
Page 18
3
1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana pengaruh terapi kombinasi curcumin dan Vitamin E terhadap
ekspresi sitokrom P450 hepar pada tikus (Rattus norvegicus) model kanker
mammae?
2. Bagaimana pengaruh terapi kombinasi curcumin dan Vitamin E terhadap
gambaran histopatologi hepar pada tikus (Rattus norvegicus) model kanker
mammae?
1.3 Batasan Masalah
1. Hewan coba yang digunakan adalah Tikus putih (Rattus norvegicus), betina
dengan umur 10-12 minggu dan berat badan rata-rata 150-200 gram.
2. Penggunaan hewan coba didapat dari UPHP (Unit Pengembangan Hewan
Percobaan) UGM Yogyakarta, yang telah mendapat persetujuan laik etik
oleh Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya (KEP UB) dengan
nomor 189-KEP-UB.
3. Pembuatan keadaan kanker mammae pada hewan model Tikus (Rattus
norvegicus) dengan induksi DMBA dengan dosis 5mg/kg BB diberikan
secara injeksi subcutan intramammary dibagian flank kanan dan kiri (
modifikasi Cordeiro and Kaliwal, 2011) setiap 2 hari sekali sebanyak 10 kali
induksi. Induksi estrogen dengan dosis 20.000 IU/kg BB secara
intramuscular, ditambah induksi estrogen 2 kali dalam satu minggu dengan
dosis 20.000 IU/kgBB dengan volume pemberian sebanyak 0,2 ml secara
intramuscular.
Page 19
4
4. Terapi kombinasi curcumin dengan dosis 108mg/kgBB dan vitamin E 300
IU/ekor tikus diberikan secara sonde lambung per oral.
5. Parameter yang diamati adalah ekspresi sitokrom P450 dengan metode
Imunohistokimia (IHK) dan gambaran histopatologi hepar dengan
pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE).
1.4 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh kombinasi curcumin dan Vitamin E sebagai terapi
terhadap peningkatan ekspresi P450 pada hewan model Tikus (Rattus
norvegicus) kanker mammae
2. Mengetahui pengaruh kombinasi curcumin dan Vitamin E sebagai terapi
terhadap gambaran histopatologi hepar pada hewan model Tikus (Rattus
norvegicus) kanker mammae.
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi manfaat
kombinasi curcumin dan vitamin E sebagai terapi terhadap kanker mammae
sehingga dapat dijadikan dasar alternatif terapi kanker mammae.
Page 20
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Mammae
2.1.1 Definisi
Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
pertumbuhan sel-sel abnormal yang mengalami kerusakan genetik sehingga
menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol (Hatim, 2012). Menurut
Samiasih (2010), kerusakan genetik pada sel menyebabkan sel menjadi tidak peka
terhadap regulasi siklus sel normal. Sel yang tidak normal pada saluran kelenjar
(duktus) serta di jaringan mammae dapat menginvasi jaringan di sekitarnya
sehingga menyebabkan kanker mammae (Fitricia dkk, 2012).
Kanker mammae merupakan salah satu penyakit kanker yang umum terjadi
pada kucing setelah tumor kulit dan lymposarcoma (Morrison, 2002). Menurut
WHO tahun 2003 kanker mammae dibagi berdasarkan jenis gambaran
histologisnya yaitu epithelial tumors, invasive ductal carcinoma, invasive lobuar
carcinoma, tubular carcinoma, invasive cribriform carcinoma, medullary
carcinoma, mucinous carcinoma, neuroendocrine carcinoma, invasive papillary
carcinoma, invasive microcapillarycarcinoma, apocrine carcinoma, metaplastic
carcinoma.
2.1.2 Etiologi
Kanker mammae dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor lingkungan,
onkogen, dan tumor suppressor gen (Morrison, 2002). Tumor suppressor gen yang
berperan dalam terjadinya kanker seperti gen 53, gen BRCA1 dan gen BRCA2
Page 21
6
(Hatim, 2012). Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya kanker antara lain usia,
berat badan, dan ras. Menurut Frimberger dan Antony (2006), anjing yang
diberikan asupan tinggi dan menderita besitas rentan mengalami kanker mammae.
Anjing ras dachshund, cocker spaniel, toy poodle, german shepherd, dan crossbreed
rentan megalami kanker mammae (Ezerskalyte et al., 2011). Sedangkan pada
kucing ras domestic short-hair dan Siamese yang rentan mengalami kanker
mammae (Morrison, 2002). Menurut Todorova (2006), anjing pada usia 10-11
tahun rentan mengalami kanker mammae, sedangkan pada kucing rata – rata pada
usia 10-12 tahun (Moore, 2006).
Faktor hormonal dapat juga mendorong terjadinya kanker mammae seperti
hormon progestin dan estrogen. Hormon progestin mampu menginduksi
perkembangan lobulo alveolar pada kelenjar mammae dan menyebabka hyperplasia
pada sekretori dan mioepitel. Hormon esterogen dapat merangsang pertumbuhan
duktus pada kelenjar mammae (Morrison, 2002). Kejadian kanker mammae terjadi
akibat adanya perubahan struktural dan fungsional dalam kelenjar mammae oleh
faktor endokrin (Ezerskalyte et al., 2011).
2.1.3 Patomekanisme
Kanker mammae disebabkan tidak seimbangnya kadar hormon esterogen.
Ikatan esterogen dengan reseptornya dapat menstimulasi terjadinya proliferasi sel
di mammae (Sandra, 2011). Tumor diawali dengan proses proliferasi pada duktus
kemudian meluas pada jaringan epitel dan stroma yang mengalami perubahan.
Aktivasi angiogenesis menyebabkan respon inflamasi yang kemudian memicu
pertumbuhan tumor, proses angiogenesis menyebabkan sel tumbuh secara tidak
Page 22
7
terkontrol (Kuper et al, 2000). Kondisi yang dapat menyebabkan perubahan sel
normal menjadi sel kanker adalah hyperplasia, dysplasia serta neoplasia.
Hyperplasia adalah peningkatan jumlah sel sehingga merubah ukuran dari organ
tersebut (Pringgoutomo, 2002). Displasia adalah berkembangnya sel secara tidak
normal karena hilangnya keseragaman setiap sel (Purnama dan Tasha, 2011).
Neoplasia adalah kondisi sel pada jaringan sudah mengalami proliferasi secara
normal (Weinberg, 2007). Kanker dapat berkembang karena adanya aktivasi sel-
sel inflamasi. Stimulus pathogen menyebabkan TNF alfa menginduksi mediator
inflamasi lain, selain itu protease juga berperan dalam respon inflamasi (Kuper et
al, 2000). Limfosit T dan limfosit B akan melepaskan sitokin yang befungsi sebagai
sinyal intraseluler. Sinyal intaseluler akan mengatur aktivasi sel untuk melakukan
respon imun dan respon inflamasi. Sitokin proinflamasi diantaranya TNF-α, IL-1,
IL-6,IL-8. Ekspresi dari proinflamasi di pengaruhi oleh adanya faktor transkripsi
yaitu NfKb. NfKb mengatur ekspresi dari gen-gen tersebut dan mengendalikan
proliferasi, angiogenesis dan invasi. Aktivasi Nf-Kb saat terjadi inflamasi berperan
dalam menekan apoptosis dan mendukung perkembangan kanker (Hernawati,
2013). Menurut Widjaja (2009) Reactive Oxygen Species dapat menyebabkan
kerusakan DNA dan mutasi yang dipicu oleh inflamasi.
2.1.3.1 Hubungan kanker mamame terhadap ekspresi sitokrom p450
Sitokrom P450 (CYP) merupakan enzim yang mempunyai pengaruh
biologik dan karsinogen. Enzim ini juga diduga berkaitan dengan perkembangan
kanker mammae, sehingga menjadi target potensial untuk senyawa kemopreventif
(Hamid dkk, 2009). Sitokrom P450 memiliki peranan yang penting dalam proses
Page 23
8
biotransformasi, proses biotransformasi diperlukan senyawa karsinogen kimiawi
untuk merubah senyawa dari lipofilik menjadi hidrofilik agar lebih mudah untuk
diekspresikan dalam tubuh. Enzim CYP1A1 berperan dalam metabolisme
esterogen dalam mengubah estradiol menjadi 2-hydroxyestradiol (Paramita, 2010).
CYP1A1 diinduksi oleh DMBA yang berinteraksi dengan AhR
(Arylhydrocarbon Receptor) (Meiyanto, dkk 2009). DMBA dimetabolisme oleh
sitokrom P450 terutama CYP1A1 menjadi metabolit epoksida (ultimate
carcinogen) reaktif yang berinteraksi dengan DNA (DNA adduct) dan
menyebabkan kerusakan DNA sebagai proses awal karsinogenesis. Kompleks
diolepoksida dan AhR ini bertanslokasi ke nucleus dan menginduksi transkripsi
berbagai gen termasuk CYP, selain itu menyebabkan peningkatan ekspresi gen
antiapoptosis (H-ras) dan survival sel (NfKb) (Akrom, 2012). Ketika aktivitas
sitokrom P450 dihambat akan menyebabkan penurunan pembentukan senyawa
ultimate carcinogen dan kemampuan untuk memicu terjadinya karsinogenesis
menjadi berkurang (Fitricia dkk, 2012).
2.2 dimetylbenz[a]antrasen (DMBA)
DMBA 7,12-dimetilbenz(a)antrase merupakan senyawa polisiklik aromatic
hidrokarbon (PAH) yang dapat menyebabkan kanker mammae pada tikus (Kubatka
et al, 2002). DMBA memiliki bentuk padat, berwarna kuning kehijau-hijauan
dengan berat molekul 256.34 g/mol (Hatim, 2012). DMBA merupakan senyawa
kimia karsinogen yang mempunyai target organ yaitu kulit dan kelenjar mammae
pada hewan coba (Budi dan Widyarini, 2010).
Page 24
9
Aktivasi senyawa DMBA melibatkan enzim sitokrom P450 dan atau
peroksidase menjadi intermediate rekatif yang dapat merusak DNA dengan
terbentuknya epoksid dihidrodiol (Hamid dkk, 2009). Aktivasi enzim P450 oleh
gen CYP dimulai dari aktivasi Aryl Hydrocarbon Receptor (AhR). Aktivasi AhR
terjadi apabila AhR berikatan dengan ligannya yaitu senyawa PAH dan ROS,
fitoestrogen, asam lemak dan asam lemak tak jenuh, polifenol, flavonoid,
timokuinon, kaemferol dan asam retinoat (Akrom, 2012). Senyawa DMBA akan
berikatan dengan AhR di dalam sitosol, kemudian di nukleus AhR akan berinteraksi
dengan Aryl Hydrocarbon Receptor Nuclear Translocator (ARNT) dan akan
mengaktivasi sitokrom P450. Selanjutnya enzim sitokrom P450 dan microsomal
epoxidehydrolase (mEH) akan memetabolisme DMBA menjadi dua metabolit,
yaitu metabolit elektrofilik dan metabolit yang mampu membentuk DNA yang
berikatan dengan senyawa karsinogenik (DNA adduct). Senyawa DMBA
dioksidasi dengan Sitokrom P450 CYP1B1 menjadi 3,4 epoxides ,dilanjutkan mEH
membentuk metabolit proximate carcinogenic dan DMBA 3,4 diol. Proximate
carcinogen dioksidasi oleh CYP1A1 atau CYP1B1 menjadi metabolit ultimate
carcinogenic (DMBA 3,4 diol-1,2 epoxide). Ultimate carcinogen adalah metabolit
akhir dari DMBA 3,4 diol-1,2 epoxides yang dapat membentuk DNA adduct
(Hatim, 2012).
Aktivasi untuk menghasilkan metabolit aktif ini berada di sel epitel kelenjar
mammae (Fitricia dkk., 2012). Pembentukan DNA adduct dapat mengawali
terbentuknya nodul tumor (Akrom, 2012). Metabolit tersebut menentukan mutasi
dalam gen dan dapat mengendalikan siklus sel sehingga mendorong pembelahan
Page 25
10
sel kanker (Alhabsy, 2012). Senyawa epoxide akan berikatan dengan gugus amino
eksosiklik deoksiadenosin (dA) secara kovalen pada DNA. Interaksi ini dapat
menginduksi mutasi pada gen-gen penting, sehingga menyebabkan inisiasi kanker.
Selain itu DNA adduct mampu mengendalikan siklus sel, sehingga mendorong
pembelahan pada sel kanker (Hakkak et al, 2005). Di hati terjadi metabolisme
DMBA dan akan menjadi senyawa yang lebih reaktif. Terjadinya metabolisme
tersebutlah yang menyebabkan kerusakan hati (Rahardian dkk., 2013 ).
2.3 Hepar
Hepar merupakan organ tempat nutrien yang diserap dari saluran cerna
diolah dan disimpan untuk dipakai oleh bagian tubuh lainnya. Dalam system
sirkulasi hepar mempunyai peran penting untuk menampung, mengubah dan
mengumpulkan metabolit serta menetralisir dan mengeluarkin substansi toksik
(Junquiera et all, 2007).
Jaringan hepar dibungkus dibungkus oleh simpai tipis jaringan ikat (kapsula
Glisson) yang menebal pada hilum, tempat vena porta dan arteri hepatica memasuki
hati dan duktus hepatikus kiri dan kanan serta tempat keluarnya pembuluh limfe.
Pembuluh-pembuluh dan ductus ini dikelilingi oleh jaringan ikat di daerah portal
diantara lobulus hati, jalinan serat retikular halus terbentuk dan menunjang
hepatosit dan sel endotel sinusoid dari lobulus hati (Junquiera et all, 2007).
Hepar Rattus norvegicus yang normal, secara histologi ditunjukkan bahwa
pada hepatosit dapat dijumpai satu inti atau beberapa inti di tengah sel. Nukleus
akan terlihat jelas pada struktur dan batasannya. Pada permukaan tiap hepatosit
berhubungan dengan sinusoid atau hepatosit lain (Mulyono dkk., 2009).
Page 26
11
2.4 Curcumin
Curcumin merupakan merupakan bahan aktif yang diekstraksi dari rimpang
kunyit (Curcuma longa l.) yang mengandung senyawa polifenol. Curcumin
diketahui memiliki fungsi sebagai antikanker, antimutagenik, antikoagulan,
antidiabetes, antibakteri, antijamur, antiprotozoal, antivirus, dan antifibrosis
(Wiesser et al, 2007)
Aktivitas antioksidan ditentukan oleh gugus hidroksi aromatic terminal,
gugus β diketon dan ikatan rangkap berperan dalam aktivitas antikanker dan
antimutagenik. Curcumin memiliki aktivitas penghambat cyclooxygenase (COX)
sebesar 79%. Aktivitas penghambat COX-2 memungkinkan curcumin sebagai zat
antikanker yang bersifat antiproliferatif dan memacu apoptosis, selain itu curcumin
mempunyai sifat atoksik pada gastrointestinal meskipun pada dosis yang tinggi
(Da’I dan Supardjan, 2005).
Curcumin memiliki kemampuan memacu apoptosis dan menekan
proliferasi sel myeloma melalui penekanan ekspresi Nf-Kb yang merupakan faktor
transkripsi Bcl-2 dan Bcl-xL yang bersifat antiapoptosis. Proses apoptosis dipacu
oleh curcumin pada sel myeloma melalui jalur aktivasi caspase 7 dan 9. Nf-Kb juga
merupakan faktor transkripsi cyclin D1, sehingga dengan penekanan level ekspresi
Nf-Kb dapat menghambat pertumbuhan dan memacu apoptosis sel myeloma
(Bharti et al, 2003).
Sifat kemopreventif curcumin disebabkan kemampuan untuk menghambat
aktivitas sitokrom P450 dan glutation-S-transferase sehingga juga akan
menghambat aktivasi benzo(a)pirene sebagai mutagen. Curcumin juga diketahui
Page 27
12
memiliki aktivasi sebagai anti-tyrosin kinase, yaitu suatu onkogen yang poten
dalam signal mitogenik, serta menghambat fosforilasi akibat adanya kompleks pada
epidermal growth factor (EGF) receptor (Meiyanto et al, 2014).
Curcumin berpotensi sebagai inhibitor lipid peroksidase yang terinduksi
oleh bebrbagai agen seluler atau asing. Sebagai penangkal radikal terhadap radikal
hidroksi, anion superoksid, dan oksigen singlet. curcumin mampu memproteksi
plasmid pBR322 DNA terhadap pecahnya untai DNA akibat induksi oleh singlet
oksigen yang bersifat genotoksik dan mutagenik (Da’i et al, 2007).
2.5 Vitamin E
Vitamin E merupakan senyawa yang memiliki fungsi sebagai penangkal
radikal bebas dan bersifat hipofilik. Vitamin E memiliki 4 golongan famili yaitu α-
tocopherol, β-tocopherol, γ-tocopherol dan δ-tocopherol. Vitamin E mempunyai
peran melinduni integritas membrane sel, mencegah hemolysis eritrosit,
meningkatkan respon imun, antoksidan serta melindungi vitamin A, C, β-karotin
dan asam lemak tak jenuh dari oksidasi (Martha et al., 2013).
Vitamin E merupakan vitamin yang larut lemak dalam lapisan fosfolipid
membrane sel, berfungsi melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen
penyusun membrane sel yang lain dari oksidadi radikal bebas. Vitamin E berfungsi
melindungi peroksidasi lipid dalam membran serta berinteraksi langsung dengan
radikal peroksida lipid sehingga atom hidrogen lainnya berkurang menjadi
tocopherilquinon yang teroksidasi sempurna. Vitamin E akan memutus rantai
peroksida lipid dan menyumbangkan atom hidrogen dari gugus OH ke radikal
bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak. Selain
Page 28
13
menyumbangkan hidrogen ke dalam reaksi, vitamin E juga akan menyekat aktivitas
tambahan yang dilakukan oleh peroksida, memutus reaksi berantai dan membatasi
kerusakan akibat stres oksidatif (Mustika, 2005). Sebagai antioksidan, vitamin E
akan mengurangi peroksidasi dari asam lemak yang tidak tersaturasi oleh radikal
bebas. Efek antioksidan dari vitamin E bekerja dengan cara membersihkan radikal
bebas, menghambat enzim peroksidase dan melindungi membran sel dari degradasi
oksidatif (Martha et al., 2013).
2.6 Tikus putih (Rattus norvegicus)
Tikus putih (Rattus norvgicus) merupakan binatang yang banyak digunakan
sebagai hewan coba karena memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan
lingkunganny.
Menurut Myers dan Armitage (2004) tikus puth (Rattus norvegicus) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Tikus memiliki karakteristik fisik sepasang gigi seri berbentuk pahat yang
tidak berhenti tumbah, memiliki mata kecil, telinganya tidak berambut, dan ekor
Page 29
14
bersisik yang panjangnya melebihi panjang tubuh dan kepalanya. Tikus jantan
dewasa dapat mencapai berat badan 500 g sedangkan pada tikus betina dewasa berat
badan tidak lebih dari 350 g. berat badan tikus dipengaruhi oleh bangsa dan
spesies,suhu, lingkungan, jenis kelamin, energi metabolis, kadar protein dalam
pakan yang dikonsumsi (Farida, 2007).
Page 30
15
Keterangan :
: Variabel kendali
: Variabel bebas
: Parameter penelitian (variabel tergantung)
: Induksi DMBA + estrogen sintetik
: Pemberian vitamin E + curcumin
: Mekanisme DMBA
: Terhambat
: Peningkatan efek DMBA + Estrogen sintetik
: Penurunan efek Vitamin E +curcumin
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
DMBA + Estrogen
sintetik Tikus
Vitamin E + Curcumin
DMBA + Ligan AhR
di Sitoplasma
Estradiol (E2)
Aktivasi Sitokrom P450 (CYP1A1/CYP1B1)
DMBA-3,4-diol-1,2-epoxide
DNA Adduct
Mutasi DNA
Proliferasi dan hyperplasia
sel mammae
Kanker mammae
Progesteron
ROS
Stres oksidatif
Kerusakan Hepar
Gambar 3.1 Kerangka konseptual
Estrogen + Reseptor
Estrogen
Page 31
16
Salah satu senyawa karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker
mammae dan sering digunakan dalam pembuatan hewan model kanker mammae
adalah 7,12-Dimethylbenzene [a]anthracene (DMBA). Senyawa DMBA akan
berikatan dengan AhR di dalam sitoplasma, kemudian AhR berinteraksi dengan
Aryl Hydrocarbon Receptor Nuclear Translocator (ARNT) di nukleus dan akan
mengaktivasi sitokrom P450. Estradiol sintetik yang diinduksikan ke dalam tubuh
tikus akan meningkatkan kadar estradiol dalam tubuh tikus. Estradiol ini akan
dimanfaatkan sebagai salah satu komponen untuk mengaktivasi sitokrom P450
yang terdapat pada sitoplasma sel-sel mammae. Selain itu, peningkatan ikatan
antara estrogen dengan reseptor estrogen akan memicu terjadinya feedback positif
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar progesteron. Hal tersebut akan
meningkatkan proses proliferasi dan hyperplasia pada kelenjar mammae.
Sitokrom P450 yang telah teraktivasi mengoksidasi DMBA membentuk
DMBA 3,4 epoxide. Selanjutnya, terjadi proses hidrolisis epoxide oleh enzim
mikrosomal epoksid hidrolase (MEH) menjadi metabolit proximate carcinogen
DMBA-3.4-diol. Metabolit ini kemudian akan dioksidasi oleh CYP1B1 menjadi
metabolit ultimate carcinogen yaitu DMBA-3,4-diol-1,2-epoxide yang memiliki
kemampuan untuk membentuk ikatan kovalen dengan DNA sel yang aktif sehingga
menyebabkan terbentuknya DNA adduct. DNA adduct yang terbentuk dapat
memicu terjadinya mutasi DNA dan memicu peningkatan Reactive oxygen species
(ROS) pada kelenjar mammae. Mutasi DNA akan menyebabkan terjadinya
Page 32
17
kesalahan pengkodean gen-gen sehingga terjadi perubahan protoonkogen menjadi
onkogen dan inaktivasi tumor suppressor gen sehingga apoptosis sel berkurang. Hal
ini memicu terjadinya peningkatan proliferasi sel dan hyperplasia sehingga terjadi
kanker pada mammae.
Metabolism DMBA menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species
(ROS) berlebihan. Produksi ROS yang berlebihan akan merangsang terjadinya
inflamasi dengan pengeluaran sitokin proinflamasi (TNF alfa, IL-1, IL-6) dari
monosit dan makrofag. Mediator inflamasi akan menyebabkan terjadinya marginasi
leukosit dan adhesi antara leukosit dengan dinding pembuluh darah. Hal tersebut
menyebabkan adanya infiltrasi limfosit pada vena sentralis serta terdapat sel radang
di hepar.
3.2 Hipotesis Penelitian
Pemberian terapi kombinasi curcumin dan vitamin E dapat menurunkan
ekspresi sitokrom P450 serta dapat mencegah terjadinya kerusakan jaringan organ
hepar hewan model kanker mammae tikus (Rattus norvegicus) hasil induksi
DMBA.
Page 33
18
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari Bulan Juli sampai Oktober 2014. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya, dan Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
4.2.1 Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang tikus, spuit 1 ml,
3 ml, timbangan hewan, mortar, timbangan analitik, botol steril, alumunium foil,
glove latek, kapas, pinset, silet, scapel blade, gunting, cawan petri, dan pot (tempat
menyimpan jaringan), mikroskop, object glass, cover glass.
4.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
novergicus) strain Wistar betina usia 10-12 minggu, pakan standar tikus, 7,12
dimetylbenz (α) antrasene (DMBA), minyak biji bunga matahari, NS (Normal
Saline) , alkohol 70% Nacl fisiologis, Xylol, Etanol 100%, PFA 4%, etanol 95%,
90%, 80%, 70% dan 30%. Bahan lainnya antara lain etanol absolut, xylol, blok
parafin, hematoksilin, eosin, PBS, larutan H2O2 3%, susu skim 1% dalam PBS
tween, antibodi primer (anti rabbit CYP450), antibodi sekunder Goat antirabbit
berlabel biotin, SA-HRP (Strep Avidin Horse Radish Peroxsidase), DAB (Diamano
Benzidine), Mayer Hematoxyler, klorofom.
Page 34
19
4.3 Tahapan Penelitian
Skema kerja pada penelitian ini dapat dilihat dengan tahapan penelitian
sebagai berikut :
1. Rancangan penelitian
2. Persiapan hewan coba
3. Preparasi DMBA
4. Terapi preventif curcumin dan vitamin E
5. Induksi DMBA pada hewan coba
6. Induksi estrogen pada hewan coba
7. Terapi kuratif curcumin dan vitamin E
8. Terapi Doxorubicin
9. Pembedahan hewan coba dan isolasi organ hepar
10. Pembuatan preparat histopatologi hepar
11. Pewarnaan imunohistokimia
12. Pengamatan histopatologi hepar
13. Pengamatan ekspresi sitokrom P450
14. Analisis data
4.4 Prosedur Kerja
4.4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Hewan coba yang digunakan sebagai hewan model kanker
mammae adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina strain wistar. Hewan coba
dibagi menjadi lima kelompok perlakuan, yaitu kelompok tikus kontrol negatif
Page 35
20
(P1), kelompok tikus kontrol positif (P2), kelompok tikus preventif kombinasi
curcumin dan vitamin E (P3), kelompok tikus terapi kombinasi curcumin dan
vitamin E (P4) dan kelompok tikus terapi doxorubicin (P5) (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Kelompok Perlakuan Tikus
Kelompok Perlakuan
1. Kelompok P1 ( kontrol negatif ) Tikus tanpa perlakuan
2. Kelompok P2 (Kontrol positif ) Tikus dengan injeksi DMBA dosis 5
mg/kgBB sebanyak 10 kali induksi
selama 20 hari dan injeksi estrogen
dengan dosis 20000 IU/kgBB sebanyak
5 kali pada selang waktu sehari sebelum
induksi DMBA
3. Kelompok P3 ( preventif) Tikus diberi kombinasi curcumin dan
vitamin E ± 4 jam sebelum induksi
DMBA dosis 5 mg/kgBB sebanyak 10
kali induksi selama 20 hari dan injeksi
estrogen dengan dosis 20.000 IU/kgBB
sebanyak 5 kali pada selang waktu
sehari sebelum induksi DMBA
4. Kelompok P4 (Terapi curcumin +
vitamin E )
Tikus dengan induksi DMBA dosis 5
mg/kgBB sebanyak 10 kali induksi
selama 20 hari dan injeksi estrogen
dengan dosis 20.000 IU/kgBB sebanyak
5 kali pada selang waktu sehari sebelum
induksi DMBA. Kemudian diberi terapi
kombinasi curcumin dan vitamin E
sebanyak 10 kali induksi selama 10 hari
5. Kelompok P5 (Terapi
Doxorubicin)
Tikus dengan induksi DMBA dosis 5
mg/kgBB sebanyak 10 kali induksi
selama 20 hari dan injeksi estrogen
dengan dosis 20.000 IU/kgBB sebanyak
5 kali pada selang waktu sehari sebelum
induksi DMBA. Kemudian diberi terapi
Doxorubicin sebanyak 10 kali induksi
selama 10 hari
Page 36
21
Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan, sehingga estimasi besar
sampel dihitung berdasarkan rumus (Kusriningrum, 2008):
P(n-1) ≥ 15
5(n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 macam kelompok perlakuan
diperlukan jumlah ulangan minimal 4 kali dalam setiap kelompok. Sehingga
dibutuhkan 20 ekor hewan coba.
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Variabel Bebas : Induksi DMBA, curcumin, vitamin E dan
Doxorubicin
Variabel Tergantung : Gambaran histopatologi hepar, ekspresi sitokrom
P450
Variabel Bebas : Tikus putih ( Rattus novergicus ) galur Wistar
betina, umur 10 - 12 minggu, berat badan 150 –
200 g yang diberi pakan standar 2 hari sekali,
minum secara ad libitum, dan ditempatkan pada
suhu ruang (± 270C)
4.4.2 Persiapan Hewan Coba
Hewan yang digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian ini adalah
tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar betina umur kurang lebih 10-12
Keterangan :
P = Jumlah Kelompok
n = Jumlah Ulangan yang diperlukan
Page 37
22
minggu dengan aklimatisasi selama 1 minggu. Tikus yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 20 ekor, yang kemudian dibagi menjadi 5 kelompok yaitu
kelompok kontrol negatif, kontrol positif, terapi preventif, terapi kuratif dan terapi
doxorubicin yang masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ekor tikus yang
ditempatkan dalam 1 buah kandang. Pada masing-masing kandang, diberi makan
dua hari sekali yang berupa pakan konsentrat dan air minum ad libitum. Selama
penelitian tikus ditempatkan di kandang hewan Laboratorium Biosains Universitas
Brawijaya.
4.4.3 Preparasi 7,12 Dimetylbenz [α] antrasene (DMBA)
Dosis induksi DMBA yang digunakan adalah 5 mg/kgBB ditimbang sesuai
berat (Lampiran 3). DMBA dihaluskan di dalam mortar dan dicampur dengan
pelarut minyak biji bunga matahari dan Normal Saline (NS) dengan perbandingan
3:1. Proses pelarutan dilakukan dengan menambahkan secara perlahan-lahan NS
dan minyak biji bunga matahari sementara tetap dilakukan penghalusan.
Selanjutnya, larutan dituang ke dalam botol steril yang tertutup rapat kemudian
dihomogenkan kembali sebelum digunakan hingga benar-benar homogen.
4.4.4 Terapi Preventif Curcumin Dan Vitamin E
Pemberian curcumin dan vitamin E dilakukan secara sonde lambung per
oral dengan volume pemberian sebanyak 1 ml per ekor. Dosis yang diberikan tertera
pada Lampiran 3. Pemberian dilakukan sebelum induksi DMBA dan estrogen.
Pemberian curcumin dan vitamin E pada ini digunakan sebagai terapi preventif
pada hewan model kanker mammae hasil induksi DMBA (P3).
Page 38
23
4.4.5 Induksi DMBA Pada Hewan Coba
Induksi DMBA dilakukan secara injeksi subkutan pada kelenjar mammae
tikus sesuai dengan dosis pada perhitungan Lampiran 3. Volume pemberian pada
tiap tikus adalah 1 ml menggunakan syringe dengan masing-masing 0,5 ml pada
flank kanan dan kiri tikus. Induksi dilakukan setiap 48 jam sekali selama 10 kali.
Perlakuan ini dilakukan pada kelompok kontrol positif (P2), kelompok terapi
curcumin dan vitamin E (P4) dan kelomok terapi Doxorubicin (P5).
4.4.6 Induksi Estrogen Pada Hewan Coba
Induksi estrogen dilakukan secara intramuskular (IM) dengan dosis 20.000
IU/kgBB (modifikasi dari Naciff et al.,2002). Setiap tikus diinduksi estrogen
sebanyak 0,2 ml/ekor sesuai dengan perhitungan pada Lampiran 3. Induksi
estrogen diberikan sebanyak dua kali dalam seminggu dengan waktu pemberian
setiap 4 hari sekali. Induksi estrogen diberikan dengan waktu bergantian dengan
pemberian induksi DMBA. Perlakuan ini dilakukan pada kelompok kontrol positif
(P2), kelompok preventif curcumin dan vitamin E (P3), kelompok kuratif curcumin
dan vitamin E (P4) dan kelompok terapi Doxorubicin (P5).
4.4.7 Terapi Kuratif Curcumin dan Vitamin E
Pemberian curcumin dan vitamin E dilakukan secara sonde lambung per
oral dengan volume pemberian sebanyak 1 ml per ekor. Dosis yang diberikan tertera
pada Lampiran 3. Pemberian dilakukan setelah induksi DMBA dan estrogen.
Pemberian curcumin dan vitamin E pada perlakuan ini digunakan sebagai terapi
pada hewan model kanker mammae hasil induksi DMBA (P4).
Page 39
24
4.4.8 Terapi Doxorubicin
Induksi doxorubicin dilakukan secara injeksi Intramuskular (IM) dengan
dosis 4000IU volume pemberian sebanyak 0,2 ml per ekor yang diberikan sesuai
dengan perhitungan pada Lampiran 3. Induksi pada perlakuan ini digunakan
sebagai pada hewan model kanker mammae hasil induksi DMBA (P5).
4.4.9 Pembedahan Hewan Coba dan Isolasi Organ Hepar
Hewan coba dimasukkan kedalam wadah berisi kloroform 10%. Setelah itu
hewan diposisikan rebah dorsal pada papan pembedahan kemudian disayat pada
bagian abdomen dari cranial ke caudal. Setelah itu organ hati diambil dan dicuci
dengan NaCl fisiologis 0,9%, kemudian dimasukkan dan direndam kedalam larutan
PFA 4%.
4.4.10 Pembuatan Preparat Histopatologi Hepar
Proses pembuatan preparat histopatologi organ hepar diawali dengan fiksasi
organ hepar, yang dilakukan dengan perendaman hepar dalam larutan PFA 4%.
Fiksasi dilakukan untuk mencegah kerusakan pada jaringan, menghentikan proses
metabolisme, mengawetkan komponen histologi, dan mengeraskan materi yang
lunak agar jaringan dapat diwarnai.
Proses selanjutnya yaitu dilakukan dehidrasi untuk mengeluarkan air dari
jaringan agar jaringan tersebut dapat diisi oleh parafin sehingga jaringan dapat diiris
tipis. Pada proses ini dilakukan perendaman dalam etanol 70% minimal selama 24
jam, dan dilanjutkan dengan perendaman kedalam etanol 80% selama 2 jam.
Selanjutnya organ direndam dalam etanol 90% dan 95% secara berurutan selama
masing-masing 30 menit. Proses dilanjutkan dengan merendam organ dalam etanol
Page 40
25
absolute selama 3 x 30 menit dalam botol yang berbeda. Selanjutnya dilakukan
penjernihan dengan cara perendaman dalam xylol, yaitu xylol I dan xylol II masing-
masing selama 2 x 30 menit. Kemudian, dilakukan infiltrasi pada paraffin cair, lalu
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 56-58°C.
Proses embedding dilakukan dengan menggunakan cetakan yang
didalamnya diisi paraffin cair. Setelah membeku, cetakan tersebut dipotong-potong
dan ditempelkan pada blok kayu. Blok kayu tersebut dipasang pada mikrotom dan
diatur agar posisinya sejajar dengan posisi pisau. Blok parafin kemudian dipotong
dengan ketebalan 4 μm. Pada awal pemotongan dilakukan trimming karena jaringan
yang terpotong masih belum sempurna. Hasil irisan selanjutnya dipindahkan
dengan kuas ke dalam air hangat dengan suhu 38-40oC untuk meluruskan kerutan
halus yang ada. Irisan yang terentang sempurna diambil dengan gelas obyek.
Potongan yang terpilih kemudian dikeringkan diatas hot plate yang bersuhu 38-
40oC hingga kering dan disimpan pada inkubator dengan suhu 37oC selama kurang
lebih 24 jam. Selanjutnya preparat organ hepar siap diwarnai dengan pewarnaan
HE (Muntiha, 2001).
Pewarnaan HE dilakukan dengan menggunakan zat pewarna hematoksilin
untuk memberi warna pada inti sel dan memberi warna biru (basofilik). Eosin yang
merupakan counterstaining hematoksilin untuk memulas sitoplasma sel dan
jaringan penyambung dan memberi warna merah muda. Proses pewarnaan HE
diawali dengan proses deparafinasi menggunakan xylol yang dilanjutkan dengan
proses rehidrasi dengan menggunakan etanol absolut I, II dan III masing-masing 5
menit. Setelah itu secara berurutan masing-masing selama 5 menit dengan etanol
Page 41
26
95%, 90%, 80% dan 70%. Sediaan dicuci dengan air mengalir selama 15 menit.
Dilanjutkan dengan perendaman menggunakan air aquades selama 5 menit.
Kemudian selama 10 menit sediaan diwarnai dengan pewarna Hematoksilin,
kemudian dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. Sediaan yang sudah dicuci
lalu direndam dalam air aquades selama 5 menit. Setelah itu selama 5 menit sediaan
diwarnai dengan pewarna Eosin kemudian direndam dalam air aquades hingga
perwarna eosin tidak berlebihan. Sediaan yang sudah diwarnai lalu dilakukan
dehidrasi dengan etanol 70%, 80%, 90% dan 95% masing-masing selama 5 menit,
dan dilanjutkan dengan alkohol absolut I, II dan III masing-masing 5 menit. Setelah
itu dilakukan proses clearing dengan xylol I dan II selama 5 menit kemudian
preparat dikering anginkan. Setelah preparat kering, dilakukan mouting dengan
menggunakan entelan dan ditutup menggunakan cover glass.
4.4.11 Pengamatan Histopatologi Hepar
Pengamatan histopatologi hepar dilakukan dengan menggunakan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Pengamatan histopatologi hepar
dilakukan dengan mengamati perubahan dari jaringan hepar yang meliputi vena
sentralis, hepatosit, sinuoid di hepar.
4.4.12. Pewarnaan Imunohistokimia
Preparat histopat dari hepar direndam dalam xilol 1, xilol2 ,etanol absolut
1, etanol absolut 2, etanol bertingkat (90%, 80%, 70%, 30%) dan aquades selama
masing-masing 1 x 5 menit. Slide yang sudah direndam kemudian dicuci dengan
PBS selama 3 x 5 menit, setelah itu unmasking dalam buffer sitrat pH 6 dan edta
pH 8 selama 10-20 menit pada suhu 90˚C lalu dicuci dengan aquades. Slide yang
Page 42
27
sudah dicuci dengan akuades kemudian ditetesi H2O2 3% dalam methanol untuk
membloking enzim peroksidase dalam jaringan selama 10 menit. Slide dicuci
dengan PBS 3 x 5 menit kemudian blocking slide dengan diberi susu skim 1%
dalam PBS tween selama 30 menit. Slide yang sudah diblocking kemudian dicuci
dengan PBS 3 x 5 menit. Slide diberi antibodi primer (anti rabbit CYP450)
polyclonal dalam susu skim 1% dan PBS tween suhu 4˚ overnight. Slide yang sudah
ditetesi antibodi primer lalu dicuci dengan PBS 3 x 5 menit. Slide diberi Goat anti
rabbit igg berlabel biotin dalam PBS selama 1 jam kemudian dicuci dengan PBS 3
x 5 menit. Slide yang sudah dicuci kemudian diberi SA-HRP (Strep Avidin Horse
Radish Peroxsidase) dalam PBS lalu diinkubasi selama 45 menit. Slide dicuci
dengan PBS 3 x 5 menit kemudian ditetesi dengan DAB lalu diinkubasi selama 30
menit. Slide dicuci dengan PBS 3 x 5 menit kemudian slide dicounterstain dengan
hematoxilen selama 10 menit lalu slide direndam dalam air kran selama 10 menit.
Slide dicuci dengan akuades dan dikeringkan kurang lebih satu malam. Slide di
mounting dengan entelan lalu dikeringkan dalam suhu ruang.
4.4.13. Pemeriksaan Ekspresi Sitokrom P450
Pengamatan ekspresi sitokrom P450 dilakukan dengan menggunakan
mikroskop bercahaya dengan perbesaran 400x lensa objektif. Pengamatan preparat
dilakukan dalam 5 lapang pandang untuk mengetahui presentase area dengan
menggunakan bantuan software Axiovision. Pengamatan ekspresi sitokrom P450
mengunakan software Axiovision dengan mendeteksi ekspresi warna coklat.
Page 43
28
4.5 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif berupa hasil pengamatan histopatologi hepar. Data kuantitatif berupa
presentase area ekspresi sitokrom P450 dianalisis dengan menggunakan uji
Analysis of variance (ANOVA) dan apabila terdapat perbedaan perlakuan nyata,
maka perbedaan nilai tengah diuji dengan pembandingan berganda uji Tukey α =
0,05.
Page 44
29
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin dan Vitamin E Terhadap
Ekspresi Sitokrom P450 Tikus (Rattus norvegicus) Model Kanker Mammae
Pemberian kombinsi curcumin dan vitamin E sebagai terapi terhadap tikus
(Rattus norvegicus) model kanker mammae dapat dilihat pengaruhnya terhadap
ekspresi sitokrom P450. Ekspresi sitokrom P450 pada hepar diamati dengan
menggunakan metode imunohistokimia. Pewarnaan imunohistokimia terjadi
karena adanya reaksi antara antigen CYP450 berikatan dengan antibodi primer
(antirabbit CYP) kemudian dilabel dengan antibody sekunder. Pewarnaan
imunohistokimia pada ekspresi sitokrom P450 akan menghasilkan warna coklat
pada jaringan hepar karena adanya penguraian substrat kromagen DAB dan H2O2
oleh enzim peroksidase dalam Strep-Avidin Horse Radis Peroxidase (SA-HRP).
Substrat kromagen Diaminobenzidin (DAB) akan berikatan dengan O2 hasil
oksidasi H2O2 dan akan menghasilkan endapan warna coklat (Kumar, 2009).
Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan metode imunohistokimia
pada Gambar 5.1 terlihat bahwa gambar A yaitu kontrol negatif terlihat sedikit
ekspresi sitokrom P450 berupa warna kecoklatan pada sel hepatosit. Pada gambar
B yaitu kontrol positif terlihat adanya ekspresi sitorom P450 berupa warna
kecoklatan yang lebih merata hampir di seluruh bagian area yang diamati. Pada
gambar C yaitu terapi preventif terlihat lebih sedikit ekspresi dibanding dengan
kontrol positif. Pada gambar D yaitu terapi kuratif terlihat ekspresi sitokrom P450
Page 45
30
berupa warna kecoklatan yang lebih banyak daripada terapi preventif namun lebih
sedikit jika dibandingkan dengan kelopok kontrol negatif. Pada gambar E yaitu
terapi doxorubycin terlihat ekspresi sitokrom P450 lebih banyak dibanding
kelompok terapi preventif maupun kuratif dan lebih merata namun masih lebih
sedikit jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif.
Gambar 5.1 : Ekspresi Sitokrom P450 pada hepar tikus (perbesaran 400x)
Keterangan : A = Hepar tikus kelompok kontrol negatif terlihat warna kecoklatan
ekspresi sitokrom P450 lebih sedikit; B = Hepar tikus kontrol positif
terlihat warna kecoklatan ekspresi sitorom P450 yang lebih menyebar;
C = Hepar tikus terapi preventif terlihat warna kecoklatan ekspresi
sitokrom P450 lebih sedikit dibanding kontrol positif; D = Hepar tikus
terapi kuratif terlihat warna kecoklatan ekspresi sitkrom P450 yang
lebih banyak dibanding dengan terapi preventif; E = Hepar tikus terapi
doxorubicin terlihat warna kecoklatan ekspresi sitokrom P450 yang
menyebar namun tidak sebanyak pada kontrol positif Ekspresi sitokrom P450 pada kontrol negatif terlihat pada bagian sitoplasma
sel hepatosit karena secara normal sitokrom P450 merupakan superfamily dari
monooksigenase yang menghidroksilasi senyawa fisiologis dan xenobiotik dalam
A B C
D E
Page 46
31
tubuh (Marks dkk, 2000). Sitokrom P450 berperan penting dalam membantu
metabolisme tubuh secara normal. Sitokrom P450 berfungsi sebagai pengangkut
elektron pada reaksi oksidatif obat-obatan dan xenobiotik (Cairns, 2004).
Tingkat ekspresi sitokrom P450 pada preparat pewarnaan imunohistokimia
diukur secara kuantitatif melalui pengukuran persentase area pada preparat yang
menunjukkan ekspresi warna coklat dengan menggunakan software axiovision.
Persentase ini merupakan pengukuran luas area ekspresi sitokrom P450 dinyatakan
dalam satuan persen berdasarkan warna coklat yang nampak pada preparat
imunohistokimia.
Tabel 5.1 Rata-rata Persentase Area Ekspresi Sitokrom P450 pada Hepar
Kelompok Rata - Rata Ekspresi
Sitokrom P450 (%) ± SD
Penurunan Ekspresi
Sitokrom P450 Terhadap
Kontrol Positif (%)
Kontrol - (P1) 1.78 ± 0.14 a -
Kontrol + (P2) 26.31 ± 3.27 c -
Preventif (P3) 3.08 ± 0.72 a 88
Kuratif (P4) 8.59 ± 0.57 b 67
Doxorubicin (P5) 11.14 ± 0.50 b 58
Keterangan: notasi berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar
kelompok perlakuan, notasi a berbeda nyata dengan notasi b dan sangat
berbeda nyata dengan notasi c. Notasi yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata.
Berdasarkan uji Tukey menunjukkan bahwa ekspresi sitokrom P450 pada
kelompok perlakuan terapi berbeda nyata dengan kelompok kontrol positif. Analisa
dari uji Tukey dengan mengamati nilai Sig (2 Tailed) atau p value yang tercantum
di hasil uji Tukey. Nilai Sig (2 tailed) atau p value sebesar 0.005 < α =0.05
menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata yang signifikan antara
Page 47
32
kedua kelompok. Hasil dari pengukuran ekspresi sitokrom P450 pada hepar yang
diterapi menunjukkan adanya penurunan yang signifikan. Nilai ekspresi pada
kontrol positif digunakan sebagai acuan menentukan adanya penurunan ekspresi
sitokrom P450.
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa kontrol negatif dan terapi preventif
berbeda nyata dengan kontrol positif, terapi kuratif, dan terapi doxorubicin. Pada
terapi kuratif dan doxorubicin memperlihatkan hasil yang berbeda nyata dengan
kontrol negatif, kontrol positif dan terapi preventif. Pada terapi preventif
memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif. Pada terapi
kuratif memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan terapi doxorubicin.
Pada kelompok kontrol positif memperlihatkan hasil yang berbeda nyata dengan
kelompok kontrol negatif, terapi preventif, terapi kuratif, dan terapi doxorubicin.
Pemberian kombinasi curcumin dan vitamin E mampu menurunkan
ekspresi sitokrom P450 pada hepar, hal ini karena curcumin merupakan ligan alami
AhR. Curcumin mampu bersaing dengan DMBA untuk berikatan dengan AhR dan
menginduksi CYP1A1. Walaupun mampu berikatan dengan AhR dengan adanya
induksi DMBA secara tidak langsung hal ini juga menghambat aktivasi AhR dan
menurunkan CYP1A1. Selain itu penghambatan aktivitas CYP1A1 secara
kompetitif juga mampu menurunkan aktivasi metabolik DMBA mencegah
terbentuknya DNA adduct dan mengurangi efek sitotoksik dari DMBA. Dengan
adanya pengikatan secara kompetitif oleh curcumin terhadap AhR dan
terhambatnya aktivitas sitokrom P450 untuk mengubah DMBA menjadi senyawa
Page 48
33
ultimate carcinogen, curcumin dapat secara efektif menekan efek toksis dari
pembentukan tumor (Leu, 2002).
5.2 Pengaruh Terapi Kombinasi Curcumin dan Vitamin E Terhadap
Gambaran Histopatologi Hepar Tikus (Rattus norvegicus) Model Kanker
Mammae
Pengamatan histologi hepar dilakukan menggunakan mikroskop degan
perbesaran 400x. Pemberian kombinasi curcumin dan vitamin E juga berpengaruh
terhadap perubahan jaringan hepar. Pengamatan terhadap jaringan hepar yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa tikus kontrol negatif menunjukkan gambaran
histologi dalam keadaan normal hal ini terlihat dari bentuk sel hepatosit yang tidak
mengalami perubahan terlihat inti sel berbentuk bulat dengan warna keunguan dan
tersusun secara radier menuju vena sentralis. Sinusoid terlihat seperti celah tidak
beraturan, tidak renggang dan tidak lebar. Pada vena sentralis tidak telihat adanya
limfosit. Menurut Lumongga (2008) sel hepatosit terlihat berderet secara radier
dalam lobulus hati. Inti sel hepatosit berbentuk bulat dan terletak ditengah.
Gambar 5.2 : Histopatologi hepar tikus kontrol negatif (perbesaran 400x)
Keterangan : Gambar A1 = Foto penampang vena sentralis (1) Sinusoid (2) Vena
Sentralis; Gambar A2 = Foto Penampang Segitiga Porta (1) Vena
Porta (2) Duktus Biliaris (3) Arteri Hepatika
A1 A2
1 2
1 2
3
Page 49
34
Gambar 5.3 : Histopatologi hepar tikus kontrol positif (perbesaran 400x)
Keterangan : Gambar B1 = Foto penampang vena sentralis (1) Sinusoid (2) Vena
Sentralis (3) sel radang; Gambar B2 = Foto Penampang Segitiga Porta
(1) Vena Porta (2) Duktus Biliaris (3) sel radang
Gambar 5.4 : Histopatologi hepar tikus terapi preventif (perbesaran 400x)
Keterangan : Gambar C1 = Foto penampang vena sentralis (1) Sinusoid (2) Vena
Sentralis; Gambar C2 = Foto Penampang Segitiga Porta (1) Vena
Porta (2) Duktus Biliaris (3) Arteri Hepatika (4) sel radang
Gambar 5.5 : Histopatologi hepar tikus terapi kuratif (perbesaran 400x)
Keterangan : Gambar D1 = Foto penampang vena sentralis (1) Sinusoid (2) Vena
Sentralis (3) sel radang; Gambar D2 = Foto Penampang Segitiga Porta
(1) Vena Porta (2) Duktus Biliaris (3) Arteri Hepatika (4) sel radang
B1
1
2
3
B2
2 1
3
C1
1
2
C2
1 2
3
4
D1
1
2
3
D2
3
2 1
4
Page 50
35
Gambar 5.6 : Histopatologi hepar tikus kontrol positif (perbesaran 400x)
Keterangan : Gambar E1 = Foto penampang vena sentralis (1) Sinusoid (2) Vena
Sentralis (3) sel radang; Gambar E2 = Foto Penampang Segitiga Porta
(1) Vena Porta (2) Duktus Biliaris (3) sel radang
Pengamatan preparat histopatologi pada tikus kelompok kontrol positif
menunjukkan gambaran adanya kerusakan pada vena sentralis dan ditemukan sel
radang selain itu terjadi pelebaran sinusoid dan atrofi pada sel hepatosit (Gambar
5.3 B1). Selain pada vena sentralis perubahan juga terjadi di segitiga porta dimana
pada bagian ini ditemukannya sel-sel radang, selain itu juga terjadi kerusakan pada
dan duktus billiaris serta endotel vena porta dan arteri hepatika, (Gambar 5.3 B2).
Pada kelompok terapi preventif teramati adanya pelebaran sinusoid namun
sel hepatosit masih tersusun radier, pada bagian vena sentralis tidak terlihat adanya
perubahan (Gambar 5.4 C1). Pada bagian segitiga porta ditemukan infiltrasi sel
radang selain itu terlihat sedikit kerusakan pada bagian duktus biliaris dan endotel
vena porta dan arteri hepatika (Gambar 5.4 C2).
Pada kelompok terapi kuratif teramati pelebaran sinusoid dan sitemukannya
infiltrasi sel radang sedangkan pada bagian vena sentralis terlihat terjadinya
kerusakan (Gambar 5.5 D1). Pada bagian segitiga porta terlihat adanya infiltrasi
sel radang serta terjadinya kerusakan pada duktus biliaris dan endotel vena porta
dan arteri hepatika (Gambar 5.5 D2).
E1
1
2 3
E2
1 2
3
Page 51
36
Pada kelompok terapi doxorubicin telihat bahwa adanya pelebaran pada
sinusoid dan ditemukan sel-sel radang, pada bagian vena sentraalis juga mengalami
kerusakan (Gambar 5.6 E1). Pada bagian segitiga porta sedangakan pada segitiga
porta ditemukan infiltraasi sel radang dan kerusakan pada endotel vena porta dan
arteri hepatika (Gambar 5.6 E2).
Sel radang pada vena sentralis disebabkan oleh sel endotel yang rusak
(Aprianti dan Bachri, 2014). Sel endotel sangat peka terhadap senyawa toksik.
Hepar mengalami peradangan yang dimulai dari vena sentralis, hal ini terjadi
karena vena sentralis menjadi tempat menampung darah yang berasal dari vena
porta dan arteri hepatika. Adanya kerusakan jaringan pada hepar menunjukkan
adanya pengaruh induksi DMBA. Hal ini terjadi karena hepar merupakan tempat
terjadinya metabolisme utama yang akan mendetoksifikasi semua toksin (Crawford
et al, 2005). Didalam sinusoid terdapat pembuluh kapiler yang akan mengisi lobulus
dan membawa darah dari arteri dan vena interlobularis. Senyawa DMBA yang
diberikan secara subkutan akan masuk ke dalam darah kapiler dengan melintasi
membran sel endotel secara difusi pasif. Senyawa DMBA termasuk molekul besar
sehingga diangkut dengan sistem limfe ke darah kemudian ke hepar. Di hepar akan
terjadi metabolisme senyawa DMBA menjadi metabolit epoksida dehidrodiol yang
reaktif (Hamid dkk, 2012). Proses metabolisme DMBA dengan dibantu aktivasi
sitokrom P450 akan menyebabkan peningkatan ROS yang berlebihan sehingga
terjadi stress oksidatif (Ariani dkk., 2014). Senyawa DMBA yang masuk ke hepar
akan melalui proses biotransformasi yang terdiri dari 2 fase yaitu fase I dan fase II.
Fase I terjadi reaksi oksidasi, reduksi, metilasi dan desulfurisasi sedangkan fase II
Page 52
37
adalah perangkaian substrat. ROS termasuk produk dari reaksi fosforilasi oksidasi
mitokondria, pada rantai respirasi mitokondria ROS dibentuk di komplek I dan III.
Pada komplek I dan III terjadi reduksi satu elektron dari molekul O2 menghasilkan
superoksida (O2-) kemudian diubah menjadi H2O2 dengan bantuan enzim
superoksida dismutase. Peningkatan ROS di dalam sel mampu merusak jaringan
dengan memicu terjadinya inflamasi. Stress oksidatif akan menyebabkan terjadinya
kerusakan sel (Anshor dkk, 2013). Adanya keadaan stress oksidatif akan
mengaktifkan sitokin proinflamasi sehingga terjadi inflamasi sistemik yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan pada hepar.
Senyawa DMBA yang dimetabolisme di hepar menghasilkan senyawa yang
lebih reaktif, sehingga akan mengaktivkan sel kupffer (makrofag di hepar) untuk
mengaktivasi mediator inflamasi. Mediator inflamasi terdiri dari vasoaktive amine
(histamine dan serotonin), protease plasma (kinin, leukotriene dan prostaglandin),
dan sitokin menyebabkan dilatasi vena sentralis. Sesuai dengan pendapat Arimbi
(2013) bahwa plasma protease diproduksi di dalam sel hepar salah satunya kinin.
Adanya aktivasi sistem kinik menyebabkan pembentukan bradikinin yang berefek
peningkatan permeabilitas pembuluh darah (dilatasi). Mediator inflamasi juga
menyebabkan aliran darah melambat sehingga leukosit bergerak (marginasi) dan
menempel ke dinding pembuluh darah (adhesi). Terjadinya adhesi dikarenakan
reseptor leukosit (selektin) teraktivasi setelah distimulasi mediator tertentu (IL-1
dan TNFα). Adhesi yang kuat antara leukosit dan endotel menyebabkan pembuluh
darah menjadi kaku kemudian leukosit masuk diantara endotel dan menuju ke
jaringan sehingga terjadi infiltrasi leukosit (Arimbi dkk, 2013). Adanya dilatasi dan
Page 53
38
sel radang di dalam vena sentralis kelompok perlakuan menyebabkan vena sentralis
lebih besar dibandingkan dengan vena sentralis kelompok kontrol. Sesuai dengan
pendapat Cheville (2006) bahwa inflamasi dimulai dengan dilatasi pembuluh darah
di sekitar jaringan. Darah yang mengalir di daerah radang kemudian memicu
kontraksi pada sel endotel di dinding kapiler, hal ini menimbulkan celah antar
endotel. Celah antar endotel menyebabkan banyak sel radang menuju ke jaringan.
Sel endotel akan mengaktifkan sitokin sebagai respon terjadinya peradangan.
Page 54
39
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pemberian kombinasi curcumin dengan dosis 108mg/kg BB dan vitamin E
300IU sebagai terapi preventif pada tikus model kanker mammae dapat
menurunkan ekspresi sitokrom P450 dengan persentase paling tinggi
dibanding dengan terapi kuratif dan terapi doxorubicin.
2. Pemberian kombinasi curcumin dengan dosis 108mg/kg BB dan vitamin E
300IU sebagai terapi preventif pada tikus model kanker mammae dapat
mencegah terjadinya kerusakan sel-sel hati yang ditandai dengan adanya
regenerasi sel hepatosit dan endotel pada vena porta.
6.2 Saran
Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai ada tidaknya efek toksisitas
pemberian kombinasi curcumin dan vitamin E sebagai terapi preventif yang
ditimbulkan pada organ.
Page 55
40
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N. 2008. Pengaruh Pemberian Polifenol Teh Hijau Terhadap Skor Derajat
Histologis Adenocarcinoma Mammae Mencit C3H. Universitas Diponegoro :
Semarang.
Agustiyanti D.A. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat Antimalaria
Quassia indica Terhadap Toksikopatologi Organ Hati Dan Ginjal Mencit (Mus
musculus). Institut Pertanian Bogor.
Akrom. 2012. Mekanisme Kemopreventif Ekstrak Heksan Biji Jinten Hitam
(Niggela sativa Lor) Pada Tikus Sprague Dawley Diinduksi 7,12 Dimethylbenz
(a) antrasene Kajian Antioksidan dan Imunomodulator [Disertasi]. Fakultas
Kedokteran. Universitas Gajah Mada.
Alhabsy MH Yuda. 2012. Pengaruh Sari Kedelai Sebagai Penghambat Proliferasi
Sel Pada Kanker Paru Tikus Wistar Yang Diinduksi 7,12-
Dimethylbenz(a)anthracene (DMBA) [Skripsi]. Fakultas Kedokteran
Universitas Jember.
Anshor T, Dominius A,Irwanda, Imiawan M. 2013. Supresi Ekspresi CYP1A1 dan
CYP1A2 pada Hepatoceluller Carcinoma Melalui Potensi Formula Herbal
Terkombinasi Gynura procumbens dan Kulit Jeruk Pontianak (Citrus nobilis
var. microcarpa) sebagai Agen Kempreventif Keganasan Hepar. IMKU 2 (1): 1-
11
Aprianti A. dan Bachri M. 2014. Gambaran Histopatologik Hepar Dan Ginjal Tikus
Wistar Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L).
Universitas Ahmad Dahlan.
Ariani D. dan Muhartanto. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Phaleria macrocarpa
Terhadap Gambaran Histopatologis Hepar Tikus Sprague dawley yang
Diinduksi 7,12-Dymethylbenz(a)anthracene (DMBA). Medical Journal of
Lampung University 3 (3)
Arimbi, Azmijah A, Darsono R, Plumeriastuti H, Widiyatno T,Legowo D. 2013.
Buku Ajar Patologi Umum Veteriner. Airlangga University Press
Bharti CA, Kumar A, and Aggarwal BB. 2003. Anticancer Potential of Curcumin:
Preclinical and Clinical Studies. Anticancer Research 23:363-398.
Page 56
41
Budi M, Ranita Tri dan Sitarina Widyarini. 2010. Dampak Induksi Karsinogenesis
Glandula Mammae dengan 7,12-dimetilbenz (α) antrasen terhadap Gambaran
Histopatologis Lambung Tikus Sprague Dawley. Jurnal Veteriner, 11 (1) :17-
23.
Cairns Donald, 2004. Intisari Kimia Farmasi, Ed 2. EGC : Jakarta
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. Oxford:
Blackwell Publishing. 147-150
Corderio M.C and Kaliwal B.B. 2011. Antioxidant Activity of Bark Extract of
Bridelia retusa Spreng on DMBA Induce Mammary Carcinogenesis in Female
Sprague Dawley Rats. Journal of Pharmacognosy 2(1):14-20.
Crawford J.M, In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran, 2005.
Pathologic basis of disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 880-1,903
Da’I Muhammad, Supardjan AM. 2005. Hubungan Struktur dan Aktivitas
Sitotoksik Turunan Kurkumin Terhadap Sel Myeloma. Majalah Farmasi
Indonesia 16(2):100-104.
Da'i, M., Meiyanto E, E., Supardjan, Jenie, U.A., dan Kawaichi, M., 2007, Potensi
Antiproliferative Analog Kurkumin Pentagamavunon terhadap Sel Kanker
Payudara T47D, Artocarpus, 7 (1): 14-20.
Dore, M., I. and J. Sirois. 2003. Cyclooxygenase-2 Expression in Canine Mammary
Tumors. Vet Pathol 40:207-212.
Ezerskyte, A,Gintaras Z., Aidas G,and Nomeda J. 2011. The Retrospective
Analysis Of Mammary Tumors In Dogs. Vet Medical Zootechnika.
Farida, N. 2007. Tampilan Anak Tikus (Rattus norvegicus) dari Induk yang Diberi
Bovine Somatotropin (bST) pada Awal Kebuntingan [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Fitricia, I., Dwi Winarni dan I.B. Rai Pidada. 2012. Pengaruh Pemberian Tomat
(Solanum lycopersicum L.) Terhadap Histologi Kelenjar Mamae Mencit Yang
Diinduksi 7,12-Dimetilbenz (α) antrasena (DMBA). Jurnal Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam 15 (2).
Frimberger AE, Moore AS, Rassnick kM,. 2006. A combination chemotherapy
protocol with dose intensifcation and autologous bone marrow transplant
(VELCAPHDC) for canine lymphoma. JVIM 20: 355-364.
Hamid Iwan Sahrial, Sugiyanto, Melyanto Edy dan Widyarini Sitarina. 2009.
Ekspresi CYP1A1 dan GSTU Hepatosit Ternduksi 7,12-
Page 57
42
Dimentilbenz(A)Antrasena dan Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanollik Gynura
procumbens. Majalah Farmasi Indonesia 20(4):198-206.
Hamid, I.,R. Reina, Damayanti R.,dan Anwar H. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun
Salam Terhadap Gambaran Histopatologi Sel Hepar Tikus Galur Sprague
dawley yang Diinduksi DMBA (Dimetilbenz(a)Antrasen).Veterinaria Medika 5
(3)
Hamid, I.S., Sugiyanto, Edy Meiyanto dan Sitarina Widyarini. 2009. Ekspresi
CYP1A1 dan GSTµ Hepatosit Terinduksi 7,12-dimetilbenz (α) antrasena dan
Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanolik Gynura procumbens. Majalah Farmasi
Indonesia, 20(4):198-206.
Hatim, N. 2012. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun Surian (Toona sinensis)
Pada Tikus Betina Sprague Dawley Yang Diinduksi 7,12-Dimetylbenz (α)
antrasena [Skripsi]. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Pertanian Bogor.
Hernawati, Sri. 2013. Mekanisme Signaling Transduction Inflamasi Kronis Dengan
Kanker. Forkinas V. Proceding : 83-86
Junqueira, L.C. dan Jose C. 2007. Basic Histology Text and Atlas 11th Edition. The
McGraw -Hill Company.
Kumar G. 2009. Education Guide Immunohistochemical (IHC) Staining Methods.
Dako North America, Carpinteria, California
Kuper H., Adami, and D. Trichopoulos. 2000. Infections as a major preventable
cause of human cancer. J. Intern. Med. 248.
Leu, Tzeng-Horng and Maa, Ming-Chei. 2002. The Molecular Mechanism for the
Antitumorigenic Effect of Curcumin. Curr.Med.Chem. Anti-Cancer Agents, (2):
357-370
Lumongga F. 2008. Struktur Liver. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara: Medan
Marc E. Lippman M.D. and Bruce A. Chabner M.D. 2008. CA A Cancer Journal
for Clinicians 35 (3).
Marks D, Marks A., Smith C. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah
Pendekatan Klinis. EGC: Jakarta
Page 58
43
Meiyanto, E., Sri Susilowati ,Sri Tasminatun, Retno Murwanti dan Sugiyanto.
2007. Efek Kemopreventif Ekstrak Etanolik Gynura procumbens (Lour), Merr
pada Karsinogenesis Kanker Payudara Tikus. Majalah Farmasi Indonesia,
18(3),154-161.
Meiyanto, E., Handayani, S., Septisetyani, E.P., dan Susidarti, R.A. 2009. Synergistic Effect of Areca catechu L. Ethanolic Extract and Its Chloroform Fraction with Doxorubicin on MCF7. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 7(1): 13-18.
Meiyanto, E., Putri DPP, Susidarti RA, Murwanti R, Sardjiman, Fitriasari A,
Husnaa U, Purnomo H, Kawaichi M. 2014. Curcumin and its Analogues (PGV-
0 and PGV-1) Enhance Sensitivity of Resistant MCF-7 Cells to Doxorubicin
through Inhibition oh HER2 and NF-kB Activation. Asian Pac J Cancer Prev
15(1):179-184.
Moore, A. 2006. Advances in The treatment of mammary neoplasia. Australia .
Morris, Joanna. 2013. Mammary Tumourss in the Cats: Size matters, so early
ntervention saves lives. Journal of Feline Medicine and Surgery 2013 15:391.
Morrison, B.,and Wallace. 2002. Cancer in Dogs and Cats: Medical and Surgical
Management Second Edition. Teton New Media
Mulyono, A., Ristiyanto,dan Noor Soesanti H. 2009. Karakteristik Histopatologi
Hepar Tikus Got Rattus norvegicus Infektif Leptospira sp. Jurnal Vektora 1 (2).
Muntiha, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari Jaringan Hewan
dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin (H&E). Temu Teknis Fungsional Non
Peneliti: Bogor.
Mustika E 2005. Pengaruh Pemberian dosis Vitamin E Berbeda Pada Kadar Asam
Lemak N-3 dan N-6 tetap (1:3) dalam Pakan Terhadap Penampilan Reproduksi
Ikan Zebra (Danio rerio) prasalin [Skripsi]. Insttut Peranian Bogor.
Myers P dan Armitage D. 2004. "Rattus norvegicus" Animal Diversity Web.
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Rattus_norve
gicus.html [6 Juni 2017].
Nurrochmad, A. 2004. Review: Paradigma Baru Curcumin dan Aktivitasnya
Sebagai Antikanker. J.Biofarmasi 2(2):75-80. ISSN: 1693-2242.
Naciff, JM; Jump, ML; Torontali, SM; Carr, GJ; Tiesman, JP; Overmann, GJ;
Daston, GP. 2002. Gene expression profile induced by 17alpha-ethynyl
estradiol, bisphenol A, and genistein in the developing female reproductive
system of the rat. Toxicol Sci 68: 184-199.
Page 59
44
Paramita, S., Soetomo Soewarto, Mohammad Aris W, dan Sutiman Bambang S.
2010. Polimorfisme Gen CYP1A1 (3801 T/C dan lle462Val) pada Pasien
Kanker Serviks. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 26 (1).
Pringgoutomo, S.,dan Hirmawan S. 2002. Buku Ajar Patologi Ed 1. Jakarta: Sugeng
Seto.
Purnama dan Tasha Citra. 2011. Diagnosa dan Penatalaksanaan Oral Displasia.
Universitas Sumatera Utara.
Rahardian MRR, Mulyadi, Nurkhasanah. 2013. Efek Hepatoprotektor Ekstrak
Etanol Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) pada tikus Sprague
dawley Yang Diinduksi 7,12-Dimethylbenz(a)antrasene: Kajian Aktivitas
SGPT, SGOT, ALP, dan Gambaran Histopatologi Hepar. Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Samiasih, Amin. 2010. Perbedaan Ekspresi VEF sel Adenokarsinoma Kolorektal
Tikus Sprague dawley Dengan dan Tanpa Pemberian Ekstrak Phyllantus niruri
[Tesis]. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Sandra Y. 2011. Melantonin dan Kanker Payudara. Majalah Kesehatan Pharma
Medika 3 (2).
Setiawan, S. D. 2015. The Effect of Chemotherapy in Cancer Patient to Anxiety. Journal Majority, vol. IV, 94-99.
Sutrisno, L. 2011. Efek Pemberian Ekstrak Methanol Daun Kelor (Moringa
oleifera) Meningkatkan Apoptosis Pada Sel Epitel Kolon Tikus (Rattus
norvegius) Wistar yang Diinduksi 7,12-Dimetilbenz (α) antrasen (DMBA)
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya.
Todorova, Valentina K., Kaufmann Yihong, Lou Shaoke and Klimberg V. Suzanne.
2006. Modulation of p53 and c-myc in DMBA-Induce Mammary Tumors by
Ora Glutamine. Journal Nutrition and Cancer 54(2):263-273.
Weinberg . 2007. The Biology of Cancer. New York: Garland Science.
Widjaja, N. 2009. Pengaruh Alpinia galanga (Lengkuas) Terhadap Aktivitas
Proliferasi Sel dan Indeks Apoptosis pada Adenokarsinoma Mamma Mencit
C3H [Tesis]. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Wieser F, Cohen M, Gaeddert A. 2007. Evolution of medical treatment for
endometriosis: back to the roots?. Human Reproductive Update, 13(5):487:499.
Wirakusumah , E.S. 2007. Jus Buah dan Sayuran : 148 Resep untuk Menjaga
Kesehatan dan Kebugaran Anda. Niaga Swadaya, Jakarta.