Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Indonesia Kerjasama Dengan: International Tropical Timber Organization (ITTO) Bogor, 2011 Oleh: Seno Pramudita Nugroho Dri Atmojo Adi Sucipto Deny Astanafa Afiyan Eko Firnandus Ketut Efendi
35
Embed
Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri - forda …forda-mof.org/files/Potensi_Karbon_di_TNMB.pdf · i Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri Oleh : Seno Pramudita Nugroho
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanBadan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan, IndonesiaKerjasama Dengan:
International Tropical Timber Organization (ITTO)Bogor, 2011
Oleh:Seno Pramudita
Nugroho Dri AtmojoAdi Sucipto
Deny AstanafaAfiyan Eko Firnandus
Ketut Efendi
i
Potensi Karbon
di Taman Nasional Meru Betiri
Oleh : Seno Pramudita
Nugroho Dri Atmojo Adi Sucipto
Deny Astanafa Afiyan Eko Firnandus
Ketut Efendi Dewi Inggil Rachmawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia
Kerjasama dengan
International Tropical Timber Organization (ITTO)
Bogor, 2011
ii
Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri
ISBN: 978-602-99985-12-4
Laporan Teknis No 16, Desember 2011.
Oleh : Seno Pramudita, Nugroho Dri Atmojo, Adi Sucipto, Deny Astanafa, Afiyan Eko
Firnandus, Ketut Efendi, dan Dewi Inggil Rachmawati
Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan. Program ITTO PD 519/08 Rev.1 (F):
Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And Forest
Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park, Indonesia.
Kerjasama Antara:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for
Climate Change and Policy Research and Development)
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Hitung total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dengan
rumus sebagai berikut:
Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah
4. Mengukur Nekromasa di atas permukaan tanah
Pengambilan contoh 'nekromasa' (bagian tanaman mati) pada
permukaan tanah yang masuk dalam SUB PLOT (10 m x 50 m)
dan/atau PLOT BESAR (20 m x 100 m). Pengambilan contoh
nekromasa yang berdiameter antara 5 cm hingga 30 cm dilakukan
pada SUB PLOT, sedangkan batang berdiameter > 30 cm dilakukan
pada PLOT BESAR. Nekromasa dibedakan menjadi 2 kelompok:
a. Nekromasa berkayu: pohon mati yang masih berdiri maupun yang
roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih
utuh yang berdiameter 5 cm dan panjang 0,5 m.
b. Nekromasa tidak berkayu: seresah daun yang masih utuh (seresah
kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi
sebagian dan berukuran > 2 mm (seresah halus).
Cara pengukuran nekromasa berkayu:
a. Ukur diameter (lingkar batang) dan panjang (tinggi) semua pohon
mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati,
cabang dan ranting.
b. Catat dalam blangko pengukuran Tabel 5 untuk nekromasa yang
berdiameter > 30 cm dan Tabel 6 untuk nekromasa yang
berdiameter antara 5 - 30 cm.
12
c. Apabila dalam SUBPLOT maupun PLOT BESAR terdapat batang
roboh melintang, maka ukurlah diameter batang pada dua posisi
(pangkal dan ujung) dan panjang batang hanya diukur pada
contoh yang masuk dalam SUB PLOT atau PLOT BESAR saja.
d. Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, timbang
berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80 C selama 48 jam
untuk menghitung BJnya.
Data nekromasa yang diperoleh pada pengambilan contoh
dimasukkan dalam ”blangko pengukuran nekromasa berkayu” (Tabel
2.5 dan Tabel 2.6).
Tabel 2.5. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Besar (Diameter >
30 cm)
No. PSP : 13
Blok
:
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 20m x 100m = 2000m²
No.
Panjang
(Cm)
Diameter
(Cm)
Tinggi
(Cm) Pelapukan
Estimasi
Berat
Kering
(Gram)
Rendah Tinggi
13
Tabel 2.6. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Sedang (Diameter
5 s/d > 30 cm)
No. PSP : 13
Blok
:
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 10m x 50m = 500m²
No.
Panjang
(Cm)
Diameter
(Cm)
Tinggi
(Cm) Pelapukan
Estimasi
Berat
Kering
(Gram)
Rendah Tinggi
Hitunglah berat nekromasa berkayu yang bercabang dengan
menggunakan rumus allometrik seperti pohon hidup, sedangkan
untuk pohon yang tidak bercabang dihitung berdasarkan volume
silinder sebagai berikut:
BK (kg/nekromas) = p r H D²/40
Dimana, H = panjang/tinggi nekromasa (cm), D = diameter
nekromas (cm), = BJ kayu (g/cm³). Biasanya BJ kayu mati sekitar 0.4
g/cm³ , namun dapat juga bervariasi tergantung pada kondisi
14
pelapukannya. Semakin lanjut tingkat pelapukan kayu, maka BJ nya
semakin rendah.
Cara pengukuran nekromasa tak berkayu:
Gunakan kuadran kayu/bambu/aluminium kemudian ambillah
contoh seresah kasar langsung setelah pengambilan contoh biomasa
tumbuhan bawah, lakukan pada titik contoh dan luas kuadran yang
sama dengan yang dipakai untuk pengambilan contoh biomasa
tumbuhan bawah. Ambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-
daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap
kuadran, masukkan ke dalam kantong kertas dan beri label sesuai
dengan kode TITIK CONTOH nya. Keringkan semua seresah di bawah
sinar matahari, bila sudah kering goyang-goyangkan agar tanah yang
menempel dalam seresah rontok dan terpisah dengan seresah.
Timbang contoh seresah kering matahari (gram per 0.25 cm ). Ambil
sub-contoh seresah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan dalam
dalam oven pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila biomasa contoh
yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya
dan jadikan sebagai sub-contoh. Timbang berat keringnya dan catat
dalam blangko yang telah disediakan (Tabel 2.7).
15
Tabel 2.7. Blanko Pengamatan Nekromasa Tak Berkayu (seresah)
No. PSP :
Blok
:
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 0,5m x 0,5m = 0,25m²
No. Berat Basah Sub-
contoh
Berat
Basah
Sub-
contoh
Berat
Kering
Total Berat Kering
Gram Gram Gram Gram/0,25m² Gram/m²
1
2
3
4
5
6
Estimasi BK seresah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai
berikut:
Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah
5. Penghitungan Jumlah C Tersimpan per Lahan
Semua data (TOTAL) biomasa dan nekromasa per lahan
dimasukkan ke dalam Tabel 2.8 yang merupakan estimasi akhir
16
jumlah C tersimpan per lahan. Konsentrasi C dalam bahan organik
biasanya sekitar 46%, oleh karena itu estimasi jumlah C tersimpan
per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat
masanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut:
Tabel 2.8. Estimasi total penyimpanan karbon bagian atas tanah
pada suatu sistem penggunaan lahan (Mg ha)
PSP No : Zona : Land use :
Vegetasi Biomasa (Mg/ha) Total
Biomasa
Stok
Karbon
Pohon
Besar
Pohon
Sedang Understorey
Nekromas
Berkayu Seresah Tanah Akar (Mg/ha) (Mg/ha)
Keterangan: Mg = mega gram = ton
6. Mengukur Tanah Utuh (Tidak terganggu)
Ambil contoh tanah utuh menggunakan kuadran besi, sesuai
dengan kedalaman tanah yang dibutuhkan. Contoh tanah diambil
pada titik contoh yang berdekatan dengan titik pengambilan contoh
tanah terganggu. Hindari tempat-tempat yang telah mengalami
Berat kering biomasa atau nekromasa (kg/ha) x 0.46
17
pemadatan (misalnya jalan setapak, atau tempat-tempat yang
terinjak-injak selama pengambilan contoh tanaman atau seresah).
Pindahkan seresah-seresah kasar yang ada di atas permukaan tanah,
tancapkan kuadran besi ke permukaan tanah, tekan perlahan.
Letakkan kuadran besi yang lain di atas kuadran besi pertama dan
pukul pelan-pelan menggunakan tongkat kayu, hingga kuadran
pertama masuk ke dalam tanah sesuai kedalaman yang diinginkan.
Jika mengalami kesulitan saat membenamkan kuadran besi (misalnya
ada potongan-potongan kayu, akar atau batu), ulangi sekali lagi pada
tanah di sampingnya hingga berhasil. Gali tanah di sekitar kuadran,
potong tanah di bawah kuadran menggunakan lempak dan angkatlah
perlahan-lahan agar tanah tetap berada utuh di dalam kuadran.
Buang tanah yang ada di permukaan luar kuadran besi dan ratakan
tanah pada bagian atas dan bawah kuadran. Pindahkan tanah yang
ada dalam kuadran besi ke dalam kantong plastik dan tutup segera
(diikat dengan karet gelang), timbang berat basahnya (W1). Catat
beratnya dalam blanko yang disediakan.
Lanjutkan pengambilan contoh pada kedalaman 5-10 cm, 10-
20 cm dan 20-30 cm dengan cara yang sama. Keringkan contoh
tanah dalam oven pada suhu 105 C selama 2 hari, dan timbang berat
keringnya (W2). Hitung Berat Isi (BI) tanah dengan rumus:
BI = W2 (g) /V (Volume tanah dalam cm³)
18
III. HASIL DAN ANALISIS
A. Estimasi Karbon di Atas Permukaan Tanah
Estimasi cadangan karbon di atas permukaan tanah pada
berbagai sistem zonasi di TNMB berkisar antara 28,7 – 145,98 Mg/ha,
seperti tercantum dalam Tabel 3.1. Cadangan karbon di atas
permukaan tanah pada zona inti lebih rendah daripada zona rimba,
yaitu 133,69 Mg/ha. Sedangkan zona rimba memiliki cadangan
karbon di atas permukaan tanah paling tinggi dibandingkan dengan
zona yang lain, yaitu 145,98 Mg/ha. Karena dasar awal penetapan
zona inti adalah berdasarkan home range harimau jawa bukan tingkat
kerapatan vegetasi, sehingga tingkat cadangan karbon lebih rendah
apabila dibandingkan dengan zona rimba yang tingkat kerapatan
vegetasinya lebih tinggi.
Tabel 3.1. Estimasi Cadangan Karbon Di atas Permukaan Tanah pada
Berbagai Sistem Zonasi di TNMB
No Zona Cadangan Karbon (Mg/ha)
1 Inti 133,69 2 Rimba 145,98 3 Pemanfaatan 118,34 4 Pemanfaatan Khusus 98,8 5 Rehabilitasi 28,7
Berdasarkan sistem penggunaan lahan yang ada di TNMB
diketahui bahwa jumlah cadangan karbon di atas permukaan tanah
berkisar antara 28,7 – 166,63 Mg/ha, sebagaimana tertera pada
Tabel 3.2. Pada hutan sekunder memiliki cadangan karbon tertinggi,
19
yaitu 166,63 Mg/ha. Sedangkan hutan primer memiliki cadangan
karbon lebih rendah daripada hutan sekunder, yaitu 137,69 Mg/ha.
Hal ini disebabkan penetapan hutan primer maupun sekunder pada
peta dasar TNMB tidak berdasarkan tingkat kerapatan vegetasi.
Hutan sekunder berdasarkan peta dasar yang dimiliki TNMB ternyata
bervegetasi rapat dan berdiameter besar dibandingkan hutan primer
yang banyak ditumbuhi hutan bambu. Cadangan karbon tertinggi
setelah hutan primer adalah perkebunan yaitu 133,29 Mg/ha, karena
vegetasi yang mendominasi perkebunan yang ada di dalam TNMB
adalah tanaman keras yang umurnya sudah tua yaitu karet (Hevea
braziliensis). Jumlah cadangan karbon yang terendah adalah semak,
alang-alang yaitu berkisar 24,08 Mg/ha. Sawah yang ada di TNMB
bukanlah sawah murni tetapi dikelola menggunakan sistem
tumpangsari antara tanaman semusim dengan tanaman hutan,
sehingga mampu menyumbang karbon sebesar 28,7 Mg/ha lebih
tinggi daripada semak, alang-alang.
Tabel 3.2. Estimasi Cadangan Karbon Di atas Permukaan Tanah pada
Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di TNMB
No Sistem Penggunaan Lahan Cadangan Karbon (Mg/ha)
1 Hutan Primer 135,02 2 Hutan Sekunder 166,63 3 Perkebunan 98,8 4 Belukar 93,38 5 Sawah 28,7 6 Semak, Alang-alang 24,08
Cadangan karbon tertinggi di atas permukaan tanah TNMB
masih tergolong cukup baik, yaitu 166,63 Mg/ha. Cadangan karbon di
20
hutan tropik Asia berkisar antara 40-250 Mg C/ha untuk vegetasi dan
50-120 Mg C/ha untuk tanah. Pada studi invetarisasi gas rumah kaca,
IPCC merekomendasikan suatu nilai cadangan karbon 138 Mg C/ha
untuk hutan-hutan basah di Asia (Lasco,2002).
Lasco (2002), mengatakan bahwa aktivitas penebangan hutan
untuk pemanenan kayu berperan dalam menurunkan cadangan
karbon di atas permukaan tanah minimal 50%. Karena dalam kasus
di hutan konservasi seperti TNMB tidak diperkenankan menebang
pohon, maka dalam jangka waktu yang lama tidak berpotensi
menurunnya cadangan karbon bahkan justru meningkat karena
pertumbuhan pohon.
B. Komposisi Komponen Penyusun Cadangan Karbon
Pohon merupakan komponen terbesar dari biomasa di atas
permukaan tanah. Berdasarkan sistem zonasi, hasil dari kegiatan ini
menunjukkan bahwa biomasa pohon dari zona inti, rimba,
pemanfaatan dan pemanfataan khusus menyumbangkan sekitar 66%
dari total karbon (Gambar 3.1). Nekromasa, tumbuhan bawah dan
seresah hanya memberikan sekitar 34%. Pada zona rehabilitasi,
cadangan karbon yang berasal dari biomasa pohon paling kecil bila
dibandingkan dengan zona lainnya yaitu 17%. Nekromasa menempati
5%, tumbuhan bawah 39% dan seresah 39%.
21
Gambar 3.1. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan
komposisinya di TNMB berdasarkan sistem zonasi
Kom
posi
si b
iom
asa
(%
) Cadangan k
arb
on
(Mg/h
a)
22
Gambar 3.2. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan
komposisinya di TNMB berdasarkan sistem penggunaan
lahan
Pada sistem penggunaan lahan di TNMB, pohon merupakan
komponen terbesar dari biomasa di atas permukaan tanah untuk
hutan primer, hutan sekunder dan perkebunan. Hasil dari kegiatan ini
menunjukkan bahwa biomasa pohon dari hutan primer, hutan
sekunder dan perkebunan menyumbangkan sekitar 69% dari total
Cadangan k
arb
on
(Mg/h
a)
Kom
posi
si b
iom
asa
(%)
23
karbon (Gambar 3.2). Nekromasa, tumbuhan bawah dan seresah
hanya memberikan sekitar 31%. Pada sistem penggunaan lahan
berupa belukar, sawah, semak dan alang-alang, cadangan karbon
yang berasal dari biomasa pohon paling kecil bila dibandingkan
dengan sistem penggunaan lahan lainnya yaitu 19%. Nekromasa
menempati 11%, tumbuhan bawah 29% dan seresah 41%.
C. Berat Isi Tanah
Pada pengambilan data tanah, yang digunakan adalah tanah
utuh atau tidak terganggu. Karena di TNMB tidak ada penebangan
ataupun eksploitasi terhadap hasil hutan, sehingga kondisi tanah
masih murni belum ada perlakuan kimia. Data tanah berdasarkan
sistem zonasi untuk mendukung kegiatan estimasi karbon di TNMB
dalam rangka penetapan baseline tertera pada Tabel 3.3. Berat isi
tanah pada zona inti lebih kecil, yaitu 68,99 Mg/ha apabila
dibandingkan dengan zona lainnya. Sedangkan pada zona rehabilitasi
memiliki berat isi tanah mencapai 86,63 Mg/ha tertinggi daripada
zona lainnya.
Tabel 3.3. Rata-rata Berat Isi Tanah Pada Sistem Zonasi di TNMB
No Zona Berat Isi Tanah (Mg/ha)
1 Inti 68,99 2 Rimba 77,82 3 Pemanfaatan 85,58 4 Pemanfaatan Khusus 77,52 5 Rehabilitasi 86,63
24
Berdasarkan sistem penggunaan lahan, berat isi tanah berkisar
antara 70,23 – 86,63 Mg/ha seperti yang tertera pada Tabel 3.4.
Berat isi tanah pada penggunaan lahan hutan primer lebih kecil, yaitu
70,23 Mg/ha apabila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan
lainnya. Sedangkan pada penggunaan lahan sawah memiliki berat isi
tanah mencapai 86,63 Mg/ha tertinggi daripada penggunaan lahan
lainnya.
Tabel 3.4. Rata-rata Berat Isi Tanah Pada Sistem Penggunaan Lahan
di TNMB
No Sistem Penggunaan Lahan Berat Isi Tanah (Mg/ha)
1 Hutan Primer 70,23 2 Hutan Sekunder 78,98 3 Perkebunan 77,52 4 Belukar 72,84 5 Sawah 86,63 6 Semak, Alang-alang 82,70
25
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a. Kegiatan penetapan baseline bertujuan untuk menganalisis
penggunaan lahan, perubahan tutupan lahan dan karbon stok
yang dilakukan di seluruh petak sampel permanen (PSP).
b. Estimasi cadangan karbon di atas permukaan tanah pada
berbagai sistem zonasi di TNMB berkisar antara 28,7 – 145,98
Mg/ha.
c. Berdasarkan sistem penggunaan lahan, estimasi cadangan
karbon di atas permukaan tanah di TNMB berkisar antara 28,7
– 166,63 Mg/ha.
d. Berdasarkan sistem zonasi, biomasa pohon dari zona inti,
rimba, pemanfaatan dan pemanfataan khusus
menyumbangkan sekitar 66% dari total karbon. Nekromasa,
tumbuhan bawah dan seresah hanya memberikan sekitar
34%. Sedangkan pada zona rehabilitasi, cadangan karbon
yang berasal dari biomasa pohon 17%, nekromasa 5%,
tumbuhan bawah 39% dan seresah 39%.
e. Berdasarkan sistem penggunaan lahan, biomasa pohon dari
hutan primer, hutan sekunder dan perkebunan
menyumbangkan sekitar 69% dari total karbon. Nekromasa,
tumbuhan bawah dan seresah hanya memberikan sekitar
31%. Sedangkan pada belukar, sawah, semak dan alang-
alang, cadangan karbon yang berasal dari biomasa pohon
26
adalah 19%, nekromasa 11%, tumbuhan bawah 29% dan
seresah 41%.
f. Untuk data pendukung berupa berat isi tanah pada sistem
zonasi berkisar antara 68,99 – 86,63 Mg/ha, sedangkan
berdasarkan sistem penggunaan lahan, berat isi tanah berkisar
antara 70,23 – 86,63 Mg/ha.
B. Saran
Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data yang
didapatkan dari kegiatan penetapan baseline untuk menganalisis
penggunaan lahan, perubahan tutupan lahan dan karbon stok. Maka
selanjutnya hasil tersebut di atas dapat dijadikan pendukung untuk
kegiatan penginderaan jauh melalui analisis GIS dan perubahan
lahan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Hairiah, Kurniatun dan Subekti Rahayu.2007. Petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia, Bogor.
Lasco RD. 2002. Forest carbon budgets in Southeast Asia following harvesting and land cover change. In: Impacts of land use Change on the Terrestrial Carbon Cycle in the Asian Pacific Region'. Science in China Vol. 45, 76-86.
Palm CA, Woomer PL, Allegre J et al. 1999. Carbon sequestration and trace gas emissions in slash and burn and alternative land uses in the humid tropics. ASB Climate Change Working Group Final Report, Phase II, ICRAF, Nairobi. 36 pp
28
Lampiran 1. Cadangan Karbon Terukur Pada PSP dengan Sistem Zonasi dan Penggunaan Lahan di TNMB
PSP Zona Landuse Biomasa (Mg/ha) Total Biomasa Stok Karbon
Pohon Besar Pohon Sedang Understorey Nekromasa Seresah Tanah (Mg/ha) (Mg/ha)