Top Banner

of 48

Potensi Antigen Fusi MRNA Hsp65 Dan Interleukin

Oct 13, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Potensi Antigen mRNA Hsp65 dan Interleukin-2 (mRNA-Hsp65-hIL2) via Nanopartikel PLGA (Poly lactide-co-glycolide) dalam Menginduksi Respon Imunitas: Pengembangan Vaksin Intranasal dalam Upaya Eradikasi Tuberkulosis

Diusulkan olehAchmad Fikry(C111 10 140)angkatan 2010Azhar Dzulhadj(C111 10 285)angkatan 2010Muh.Sangaji R(C111 10 303)angkatan 2010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2013

HALAMAN PENGESAHAN1. Judul kegiatan:Lomba Karya Tulis Ilmiah2. Bidang kegiatan:Scientific Fair 20133. Ketua Pelaksana Kegiatana. Nama lengkap:Muh.Sangaji Ramadhanb. NIM:C 111 10 303c. Jurusan:Pendidikan Dokterd. Universitas:Hasanuddine. Alamat Rumah:Jln.Bira No.3 Makassar 90241, Sulawesi Selatan, Indonesia.f. No. Telp./HP:085241964283g. Alamat e-mail:[email protected]. Anggota pelaksana kegiatan/penulis:Dua orang5. Dosen pembimbinga. Nama lengkap dan gelar:Dr.dr.Irfan Idris, M.Kesb. NIP:19670910 1996031 001c. No. Telp/HP:081342695348

Makassar, 28 April 2013

Menyetujui,

Ketua Pembimbing Unit Kegiatan MahasiswaKetua Pelaksana Kegiatan

(Muh.Sangaji Ramadhan)(Muh.Sangaji Ramadhan)

NIM: C111 10 303NIM: C111 10 303

Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaaan Fakultas Kedokteran Universitas HasanuddinDosen Pembimbing

(dr. Anis Irawan Anwar, Sp.KK (K))(Dr.dr.Irfan Idris,M.Kes)

NIP: 19620627 198903 1 001NIP: 19671103 199802 1 001

ABSTRAKTuberkulosis(TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), pada tahun 2011 terdapat 8.7 juta kasus baru TB aktif di seluruh dunia. WHO menyatakan 4,9% dari kasus tuberkulosis adalah kasus Multi drug-resistant (MDR). Selain itu, Bacili Calmate Guerin (BCG) merupakan satu-satunya vaksin yang tersedia saat ini terbukti masih lemah efikasinya dala, proteksi dari tuberkulosis paru pada usia dewasa. Hingga saat ini, terapi untuk penyakit tuberkulosis masih memakai banyak regimen obat dalam jangka panjang dengan efek samping yang cukup membahayakan. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban untuk mencari solusi yang aplikatif dan preventif, vaksinasi menjadi solusi yang paling rasional dengan pengembangan vaksin baru diharapkan mampu memberikan perlindungan yang optimal terhadap infeksi tuberkulosi sehingga dapat menjadi solusi permasalahan selama ini.Vaksinasi subunit merupakan modalitas preventif dan terapeutik yang telah cukup menciptakan eradikasi terhadap penyakit infeksi, selain itu juga lebih aman daripada vaksin BCG yang digunakan saat ini. Di antara antigen pada Mycobacterium tersebut, Hsp65 yang merupakan antigen dari Mycobacterium Leprae dan dikombinasikan dengan Interleukin 2 (IL-2) memiliki prospek yang cerah. Keduanya mengalami proses penyatuan sehingga menjadi antigen mRNA Hsp65-hIL-2. Antigen Hsp65-hIL-2 terbukti dapat menginduksi sel T sebagai respon imunitas seluler spesifik terhadap infeksi Mycobacterium Tuberculosis dalam jangka waktu yang lama dengan kadar proteksi yang stabil. Julio et al (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Antigen Hsp65 dan hIL-2 mampu menginduksi Th-1 dan meningkatkan level IFN- dan TNF- pada mencit. Beberapa studi menunjukkan peran yang sentral dari IFN- dan TNF- dalam mengontrol infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Zhang et al (2008) menyatakan Hsp65 mampu meningkatkan respon sel CD4+ dan CD8+ serta meningkatkan sekresi IFN- dan TNF- yang dapat berperan penting dalam memusnahkan bakteri M.Tuberculosis. Terkhusus pada IL-2 dapat menekan pertumbuhan dari bakteri tuberkulosis dengan meningkatkan respon imun dalam Th1 yang berperan dalam regulasi perlawanan melawan bakteri tuberkulosis. Rekombinan dengan menggunakan IL-2 dapat menjadi pendekatan dalam kemajuan terapi serta mencegah multi drug resistant tuberkulosis. Selain itu, aplikasi nanopartikel PLGA (Poly Lactide-co-glycide) lebih mampu membawa dan meningkatkan efikasi dan efisien antigen yang dibawa sehingga lebih efektif dalam memperkenalkan dengan sel-sel imun. Pemberian vaksin melalui intranasal diharapkan mampu meningkatkan efek proteksi ,efek terapeutik, efisiensi antigen serta kepatuhan pasien dengan aspek keamanan yang baik sehingga dapat mempercepat proses eradikasi tuberkulosis. Kata Kunci : PLGA, mRNA Hsp65, IL-2, Vaksin Intranasal, M.TuberculosisKATA PENGANTARPuji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerahNya kepada kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Potensi Antigen mRNA Hsp65-hIL -2 dalam nanopartikel PLGA (Poly Lactide-Co-Glycide) dalam Menginduksi Respon Imunitas : Pengembangan Vaksin Intranasal dalam Upaya Eradikasi Tuberkulosisdalam rangka Lomba Karya Tulis Ilmiah Universitas Diponegoro Scientific Fair 2013.Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Dr.dr.Irfan Idris, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan berbagai bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini mulai dari awal hingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini, dimana segala bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan beliau dapat berguna demi perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari.2. Kak Firman Hasan dan Kak Bumi Zulheri Herma yang telah memberikan sumbangsih pemikiran hingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan tepat waktu.3. Orang tua penulis yang senantiasa membantu dalam memberikan motivasi, dorongan serta mendoakan penulis hingga terselesaikannyakarya tulis ini.4. Teman-teman dan kakak-kakak yang sudah membantu melalui sumbangsih pikiran maupun bantuan moril secara langsung maupun tidak langsungdalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan secara satu per satu.Dengan terselesaikannya karya tulis ilmiah ini penulis memiliki harapan bahwa karya tulis ilmiah ini dapat melengkapi berbagai ilmu pengetahuan tentang Vaksin Antigen Hsp65-hIL2 dalam memicu Respon Imunitas untuk eradikasi Tuberkulosis. Bagi masyarakat, karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan solusi sebagai pencegahan dan pengobatan perkembangan dengan menggunakan vaksin antigen Hsp65-hIL2 dalam mengeradikasi tuberculosis.Seperti peribahasa Tak ada gading yang tak retak, maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan rasa tulus penulis akan menerima kritik dan saran serta koreksi membangun dari semua pihak.

DAFTAR ISIHalamanJudulLembarPengesahanAbstrakKata PengantarDaftar IsiDaftarGambarDaftar TabelBAB 1. Pendahuluan1.1 LatarBelakang1.2 RumusanMasalah1.3 TujuanPenelitian1.4 ManfaatPenelitian

BAB 2. TinjauanPustaka2.1. Patogenesis Tuberkulosis dan Kaitannya dengan Respon Imunitas2.2. Vaksin mRNA Heat Shock Protein 652.3. Interleukin 2 (IL-2)2.4. Nanopartikel Delivery System 2.4.1 Polymeric Nanoparticle

BAB 3. MetodologiPenulisan3.1 MetodePenulisan3.2 MetodeAnalisaBahan3.3 SistematikaPenulisan

BAB 4. Analisis dan Sintesis4.1. Mekanisme Produksi antigen mRNA Hsp65-hIL-2 dalam menginduksi respon imunitas terhadap infeksi M. Tuberkulosis4.2. Mekanisme Pembentukan vaksin antigen mRNA Hsp65-hIL-2 dalam nanopartikel PLGA via vaksin intranasal dalam menginduksi Respon imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis4.3. Mekanisme Kerja vaksin antigen mRNA Hsp65 dalam menginduksi respon imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis4.3.1 Potensi Antigen mRNA Hsp65 dalam menginduksi IFN dan TNF 4.3.2 Potensi antigen mRNA Hsp65 dalam menginduksi NO melalui aktivasi TLR74.3.3 Potensi antigen mRNA Hsp65 terhadap koloni M.Tuberculosis di paru-paru4.4. Potensi antigen mRNA Hsp65-hIL-2 sebagai penginduksi respon imunitas yang kuat terhadap infeksi M.Tuberculosis4.5 Efektivitas pemberian vaksin secara intranasal terhadap infeksi M.Tuberculosis.4.6 Kerangka Berpikir

BAB 5. Penutup5.1 Kesimpulan5.2 SaranDaftarPustakaCurriculum Vitaeiiiiiiivvviiviii

1555

711121314

161616

17

17

19

20

22

23

25

26

2829

30

30

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel.1. Estimasi insiden, prevalensi dan mortalitas Tuberkulosis 2007Tabel.2 Metode-metode diagnose tuberkulosis Gambar 2.1. Respon imunitas tubuh terhadap infeksi Mycobacterium Tuberculosis Gambar.2.2 Struktur PLGA (Poly Lactic-co-glycide)Gambar 4.1 Elektoforetik Sintesis mRNA Hsp65 secara invitro Gambar. 4.2 Efek Vaksin Intranasal mRNA Hsp65 pada IFN- dan TNF- Gambar 4.3 Efek Vaksin Intranasal Nitric oxide pada mencit setelah interevensi mRNA Hsp65Gambar 4.4 Jumlah Bakteri M.Tuberkulosis kelompok mencit yang divaksinasi dengan EF-1alfa, mRNA-Hsp65, BCG dan tidak divaksinasiGambar 4.5 Efek Vaksinasi mRNA Hsp65-hIL terhadap kadar CTL dan IFN-

1910

15182324

2627

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tuberculosis) (1). Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), pada tahun 2011 terdapat 8.7 juta kasus baru TB aktif di seluruh dunia (13% diantaranya terlibat koinfeksi dengan HIV) dan 1.4 juta kematian secara global, dimana sekitar 75% penderita TB adalah orang pada kelompok usia produktif (2). Berdasarkan penelitian oleh Centers for Disease Control and Prevention, setiap tahun sekitar dua juta orang meninggal dunia akibat penyakit Tuberkulosis (TB) dan sembilan juta orang telah terinfeksi akibat bakteri ini. Berdasarkan laporan WHO tahun 2010 (berdasarkan data tahun 2009) Sekitar 9,4 juta (antara 8,9 juta sampai 9,9 juta) kasus baru terjadi di seluruh dunia (sama dengan 137 kasus per 100.000 populasi). Diperkirakan prevalensi kasus penyakit ini mencapai 14 juta (berkisar antara 12 sampai 16 juta kasus) yang berarti sama dengan 200 kasus per 100.000 populasi (3).Tabel.1 Estimasi insiden, prevalensi dan mortalitas Tuberkulosis 2007 (2)

Dari seluruh kasus Tuberkulosis di dunia, Negara India, Cina, Indonesia Nigeria dan Afrika Selatan menduduki peringkat pertama hingga kelima dalam jumlah insiden tuberkulosis. Prevalensi penyakit ini cenderung akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah pasien yang mengalami infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), jumlah dan mobilisasi manusia yang tidak terbendung serta terjadinya resistensi bakteri Mycobacterium Tuberculosis terhadap obat-obat primer tuberkulosis. Di Indonesia, Negara yang masih menempati urutan ke-3 dunia dalam jumlah kasus Tuberkulosis (TB) setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian yang diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.Kematian akibat infeksi tuberkulosis ini masih merupakan penyebab nomor satu kematian akibat penyakit menular di Indonesia (4).Dalam penatalaksanaan penyakit tuberkulosis mencakup pencegahan dan pengobatan, proses terapi tuberkulosis membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang dan menggunakan kombinasi lebih dari satu obat yang berisiko menimbulkan efek samping. WHO juga menyatakan 4,9 % atau 511.000 dari kasus tuberkulosis adalah kasus Multi-drug-resistant M.tuberculosis (MDR-TB) dimana terjadi resisten terhadap obat-obatan terapi lini pertama. Penatalaksanaan tuberkulosis membutuhkan kombinasi obat yang jadi lebih mahal, lebih toksik bagi tubuh dan kurang efektif dibandingkan terapi standar.Itulah sebabnya pengobatan tuberkulosis bersifat multiple-drug dan lama (5) . Oleh karena itu pengembangan vaksin untuk dapat meningkatkan respon imun berupa terbentuknya antibodi dan sel memori yang spesifik terhadap infeksi Mycobacterium Tuberculosis. Jenis vaksin tuberkulosis yang masih dipakai di Indonesia sampai saat ini adalah vaksin Bacilli Calmate Guerin (BCG) yang merupakan satu-satunya vaksin yang tersedia dan saat ini masih terbukti lemah efikasinya dalam proteksi dari tuberkulosis .Vaksin ini berisi bakteri Mycobacterium Bovis yang dilemahkan dan mempunyai kesamaan dengan Mycobacterium Tuberculosis sampai tingkat 90 %.BCG hanya dapat memberikan proteksi pada 10 tahun pertama kehidupan dari meningitis tuberculosis dan pada vaksinasi ulang dengan vaksin ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.Vaksin BCG digunakan paling sering digunakan untuk menghasilkan proteksi melawan tuberkulosis pada anak-anak.Tetapi, untuk kasus tuberkulosis pada orang dewasa tidak cukup kuat untuk melawan bakteri (6).Saat ini, penatalaksanaan untuk penyakit tuberkulosis masih memakai empat regimen obat dalam jangka waktu yang cukup lama. Dengan berbagai efek samping yang dihasilkan dan kurangnya kepatuhan pasien serta meningkatnya resistensi obat tuberkulosis menyebabkan pasien untuk mengkonsumsi obat lini kedua yang akan lebih meningkatkan terjadinya efek samping. Dengan vaksinasi BCG yang efektivitasnya bervariasi dan tidak memberikan efek perlindungan yang lama terhadap infeksi tuberkulosis, oleh karena itu kewajiban untuk mencari solusi yang aplikatif dan preventif daripada kuratif.Selama ini telah banyak penelitian yang dilakukan berhubungan dengan penemuan vaksin tuberkulosis untuk mencegah infeksi ataupun progresi agen penyakit (7). Beberapa vaksin untuk mencegah infeksi adalah rBCG30, MTBVAC01, ataupun MVA85A yang menggunakan protein dari Mycobacterium Tuberculosis yang diproduksi secara rekayasa genetika.Namun vaksin-vaksin tersebut belum sepenuhnya efektif dalam mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi tuberkulosis. Pemberian vaksin pada umumnya melalui parenteral memiliki banyak kekurangan diantaranya waktu dalam mencapai site of action di paru-paru yang cukup lama, konsentrasi vaksin yang sudah kurang karena melalui proses metabolisme di hati (8).Vaksin Tuberkulosis yang baru diharapkan mampu melindungi orang yang belum terpapar dan yang telah terpapar bakteri Mycobacterium Tuberculosis kemudian terjadi infeksi serta aman diberikan pada penderita yang mengalami co-infeksi dengan penyakit lain terutama HIV. Oleh karena itu, penulis mengusulkan pemberian vaksin melalui intranasal mampu menginduksi imunitas dari infeksi tuberkulosis. Beberapa peneilitian membuktikan bahwa pemberian vaksin secara intranasal memiliki keunggulan tersendiri antara lain mengurangi resiko terjadinya toksisitas sistemik dan dapat memperoleh konsentrasi vaksin yang lebih tinggi pada pusat utama infeksi. Sehingga pemberian vaksin intranasal diharapkan mampu menjadi vaksin dalam mencegah infeksi dan reaktivasi infeksi tuberkulosis (5).Target yang ditetapkan berdasarkan Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan prevalensi dan kematian akibat tuberkulosis dan menghilangkan infeksi tuberkulosis sebagai masalah kesehatan pada tahun 2050.Vaksinasi antigen merupakan salah satu alternative metode pengobatan dalam upaya eradikasi tuberkulosis. Adapun antigen yang dipilih harus imunogenik dan memiliki faktor virulensi pada infeksi Mycobacterium Tuberculosis serta mampu menginduksi secara signifikan sistem imunitas seluler dalam menghilangkan bakteri-bakteri ini (2). Dari banyaknya kandidat-kandidat vaksin baru yang menggunakan strain Mycobacterium Tuberculosis, terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa dimana terus dikembangkan menggunakan vaksin mRNA yang berasal dari antigen Heat Shock Protein 65 (Hsp65) dari strain Mycobacterium Leprae dan memiliki prospek yang cerah. Vaksin mRNA mempunyai keuntungan antara lain tidak bersifat toksik, mudah diproduksi dan disimpan, aman dan protein yang dieskspresikan pada semua tipe sel yang dapat menginduksi sistem imun. Vaksin mRNA-Hsp65 yang diperoleh dari Mycobacterium Leprae ini mempunyai mekanisme dalam pencegahan infeksi tuberkulosis melalui induksi peningkatan sitokin IFN-gamma dan TNF-alpha, stimulasi produksi NO melalui reseptor TLR 7.Penulis juga tertarik untuk mengolah ide dengan mengombinasikan dengan IL-2 yang diketahui merupakan sitokin dari Th1 yang menginduksi perlawanan terhadap bakteri tuberculosis melalui aktivasi dan proliferasi CD4+ dan memicu T sel mengekspresikan IFN- yang diketahui mampu menekan perkembangan dan pertumbuhan bakteri M.Tuberculosis serta metode pemberian vaksin melalui intranasal yang diharapkan mempunyai efek proteksi dan pengobatan terhadap infeksi tuberkulosis sehingga dapat menjadi sebagai suatu langkah awal untuk eradikasi tuberkulosis sebagai masalah kesehatan pada tahun 2050 (9). Ide tersebut penulis usulkan dalam karya tulis yang berjudul Potensi Antigen mRNA Hsp65 dan Interleukin-2 (mRNA-Hsp65-hIL2) via Nanopartikel PLGA (Poly lactide-co-glycolide) dalam Menginduksi Respon Imunitas: Pengembangan Vaksin Intranasal dalam Upaya Eradikasi Tuberkulosis1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :1. Bagaimana mekanisme pembuatan Vaksin Antigen mRNA Hsp65-hIL2 dalam menginduksi imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis?2. Bagaimanakah potensi Antigen mRNA Hsp65-hIL2 dalam menginduksi imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis?3. Bagaimanakah efektivitas pemberian intranasal Vaksin Antigen mRNA Hsp65-hIL2 dalam menginduksi imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis?1.3 Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan ini meliputi :1. Mengetahui mekanisme pembuatan Vaksin Antigen mRNA Hsp65-hIL2 dalam menginduksi imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis2. Mengetahui potensi Antigen mRNA Hsp65-hIL2 dalam menginduksi imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis3. Mengetahui efektivitas pemberian intranasal Vaksin Antigen mRNA Hsp65-hIL2 dalam menginduksi imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis1.4 Manfaat PenulisanHasil penulisan ini diharapan dapat memberi manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis, antara lain :1. Memberikan kontribusi pada pengembangan penangan penyakit Infeksi terutama mengenai vaksin Tuberkulosis.2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada kalangan medis dan akademisi mengenai Potensi Antigen mRNA Hsp65-hIL2 melalui intranasal dalam Menginduksi Respon Imunitas terhadap infeksi M.Tuberkulosis serta potensi aplikasi klinisnya sebagai modalitas terapi vaksin Tuberkulosis.3. Memberikan kajian teoritis kepada akademisi dalam menunjang perkembangan penelitian terkait sitokin Interleukin 2 (IL2) dalam mengaktivasi dan proliferasi T sel terhadap respon M.Tuberculosis sehingga dapat diaplikasikan di Indonesia untuk menekan angka morbiditas dan mortalitas tuberkulosis.4. Memperkaya khasanah medis di Indonesia terutama tentang penggunaan Vaksin Antigen mRNA Hsp65-hIL2 dalam menginduksi respon imunitas terhadap infeksi M.Tuberculosis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Patogenesis Tuberkulosis dan Kaitannya dengan Respon ImunitasBerdasarkan penularannya tuberkulosis dibagi menjadi 3, yaitu tuberkulosis primer yang terdapat pada anak-anak dimana setelah 6-8 minggu akan mulai terbentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes tuberculin akan menunjukkan hasil positif. Pada pasien akan terbentuk kompleks primer TB dan selanjutnya dapat menyebar secara hematogen ke apeks paru yang kaya akan oksigen. Kedua yaitu reaktifasi dari tuberkulosis primer. Kuman akan disebarkan secara hematogen ke segmen apical posterior ataupun berbgai jaringan tubuh. Infeksi TB primer akan mengalami reaktivasi terutama pada 2 tahun post infeksi primer disebut sebagai tuberkulosis postprimer. Ketiga adalah reinfeksi yang terjadi pada saat imunitas tubuh menurun atau saat penularan secara terus-menerus oleh kuman TB (7).Tuberkulosis ditularkan terutama melalui inhalasi infeksius (droplet nuclei) yang dihasilkan selama bat, bersin, tertawa atau berteriak oleh orang yang terinfeksi.Setelah terhirup, droplet nuclei masuk ke saluran pernapasan.Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosis terjebak di bagian atas saluran pernapasan dimana ada sel goblet yang mensekresi lender untuk menangkap lender dan zat terperangkap ke bagian atas.Bakteri dalam droplet yang lolos sistem mukosiliar tadi dan berhasil mencapai alveoli maka segera dikelilingi dan ditelan oleh makrofag alveolar. Komplemen C3 akan berikatan pada dinding sel (opsonisasi) sehingga meningkatkan pengenalan mikrobakteri oleh makrofag (3).Pada stadium ini induksi respon imun host dimulai dengan pengenala Mycobacterium tuberculosis oleh makofag melalui reseptor Fc, reseptor komplemen, reseptor mannose, dan Toll-Like Receptors (TLRs). Setelah difagositosis, bakteri berada dalam endosom makrofag dan menghindar dari sistem imun dengan berbagai mekanisme, termasuk mengubah pH endosomal, menghambat apoptosis dan menghancurkan racun superoksida yang disekresikan oleh sel imun. Mikrobakteria yang berhasil menghindar dari destruksi intraseluler akan terus berkembang biak perlahan dengan pembelahan sel terjadi setiap 25-35 jam dan akan merusak makrofag serta melepaskan mikrobakteria dan zat kemotaktik. Ketika hal itu terjadi, monosit darah dan sel inflamasi lainnya tertarik ke paru-paru. Monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang siap menangkap bakteri tidak menghancurkannya. Sitokin yang dilepaskan makrofag menarik limfosit T ke sisi infeksi.Hal in terjadi dua hingga tiga minggu setelah infeksi, dimana nantinya limfosit T spesifik antigen yang dating, berproliferasi dalam lesi awal atau tuberkel dan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikrobakteria intraseluler (3).Langkah pertahanan berikutnya adalah pembentukan granuloma disekitar Mycobacterium tuberculosis (10).Lesi jenis nodular terbentuk dari akumulas limfosit T aktif dan makrofag mati yang membentuk lingkungan mikro yang membatasi replikasi dan penyebaran mikrobakteria.Hal ini menghasilkan nekrosis padat di pusat lesi, namun basil dapat tetap dapat bertahan (11).Bahkan Mycobacterium tuberculosis dapat mengubah ekspresi fenotipiknya, seperti regulasi protein untuk meningkatkan kelangsungan hidupnya. Seteah 2 atau 3 minggu, lingkungan nekrotik akan menyerupai keju lunak, sering disebut nekrosis kaseosa dan ditandai dengan kadar oksigen rendah, pH rendah dan nutrisi terbatas. Kondisi ini membatasi pertumbuhan lebih lanjut.Lesi pada orang dengan sistem imun yang kuat umumnya mengalami fibrosis dan kalsifikasi, hal ini berhasil mengendalikan infeksi sehingga basil yang terkandung didalamnya dalam keadaan dorman (3).Sedangkan pada orang dengan sistem imun yang lemah lesi akan berkembang menjadi tuberkulosis progresif primer. Hal ini dikarenakan jaringan nekrotik mengalami pencairan dan dinding fibrous kehilangan integritas strukturalnya. Bahan nekrotik semilikuid bias mengalir ke bronkus atau pembuluh darah yang dekat sehingga penyakit dapat berkembang dan terjadi penyebaran hematogen setelah infeksi primer, baik bulanan maupun tahunan setelahnya (tuberkulosis postprimer), kemungkinan akan terjadi tuberkulosis extrapulmoner. Basil juga bias mengalir ke sistem limfatik dan terkumpul di kelenjar getah bening tracheobronchial di paru-paru yang terkena, dimana organism dapat membentuk granuloma kaseosa baru (11).Tabel.2.1 Metode-metode diagnose tuberkulosis (3)

2.1.1 Respon imun terhadap infeksi M.TuberculosisMekanisme pertahanan tubuh manusia dari infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah keterlibatan dan interaksi antara mekanisme pertahanan bawaan maupun dapatan, khususnya imunitas yang diperankan secara dini oleh makrofag alveolar yang akan memfagosit basil tuberkulosis dan dimediasi oleh respon seluler dalam hal ini limfosit T. Suseptibilitas terhadap tuberkulosis, baik untuk terjadinya tuberkulosis primer , reaktivasi, maupun reinfeksi berhubungan dengan pola sitokin yang diproduksi oleh limfosit T maupun makrofag. Berbagai sitokin yang terlibat dalam respon imun terhadap infeksi tuberkulosis di antaranya IFN-gamm, IL-10 dan TNF-alpha.IFN-gamma dapat meningkatkan produksi metabolit nitrit oksida, membunuh bakteri dan diperlukan untuk pembentukan granuloma. IL-10 menghambat produksi sitokin oleh monosit dan limfosit (12). TNF-alpha dapat menyebabkan efek pathogenesis seperti demam, menurunnya berat badan dan nekrosis jaringan yang merupakan ciri khas tuberkulosis.TNF-alpha juga berperan meningkatkan kerentanan sel T melakukan apoptosis baik secara spontan maupun oleh stimulasi Mycobacterium tuberculosis secara in vitro (12,14). Keseimbangan antara sitokin Th1, Th2,dan makrofag akan mempengaruhi manifestasi klinis dari infeksi tuberkulosis (13,14).Dikarenakan basil tuberkulosis tinggal di dalam vakuola makrofag, maka antigen tuberkulosis akan dipresentasikan oleh molekul MHC kelas II ke limfosit T CD 4+ yang berpartisipasi pada induksi apoptosis dari sel yang terinfeksi dan selanjutnya mereduksi viabilitas bakteri melalui sistem Fas ligand CD95. Subset sel T lainnya, sel T CD8+ juga berkontribusi dalam mengontrol infeksi melalui produksi sitokin dan melisiskan bakteri. Kemampuan sel T CD8+ untuk mensekresi IFN-gamma adalah melalui aktivasi reseptor sel T atau interaksi dengan sel dendritik yang terinfeksi. Sedangkan kemampuannya melisiskan sel terinfeksi dan menurunkan jumlah bakteri intraseluler dikaitkan dengan mekanisme eksositosis granular yang melibatkan perforin, granzim, dan granulysin yang ditemukan pada granula sel T CD8+ (14,15).

Gambar 2.1. Respon imunitas tubuh terhadap infeksi Mycobacterium Tuberculosis (12)2.2 Vaksin mRNA Heat Shock Protein 65 Messenger RNA atau Messenger Ribonucleatic Acid adalah suatu rantai tunggal RNA yang panjang, tersuspensi di dalam sitoplasma dan mengatur pembentukan protein (16). Messenger RNA terdiri atas beberapa ratus sampai beberapa ribu nukleotida dalam rantai tidak berpasangan dan mengandung kodon yang tepat melengkapi kode triplet dari gen DNA (17). Selama sintesis protein, sebuah organel didalam sel yang disebut ribosom bergerak sepanang mRNA, kemudian membaca urutan dasarnya dan menggunakan kode genetic untuk untuk mentranslate setiap tiga triplet dasar atau kodon untuk menjadi asam amino nya sesuai (16). Heat Shock Protein 65 atau stress protein adalah kelompok protein yang ditemukan secra luas pada sel eukariotik dan prokariotik, termasu mikrobakteria yang merupakan protein sitoplasma. Stress protein ini tampaknya memiliki berbagai macam fungsi, dimana salah satunya untuk membantu mikroorganisme untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Produksi protein ini akan sangat meningkat bila sel terpapar oleh peningkatan temperatur atau bermacam-macam faktor yang menimbulkan stress seperti radikal oksigen, ion-ion logam atau etanol. Hsp dapat ditemukan di berbagai macam mikroba seperti M.Tuberculosis, M.Leprae dan M.Avinus. Hsp pun bermacam-macam beberapa diantaranya adalah Hsp65, Hsp70,Hsp71. Angka-angka tersebut menyatakan ukuran protein protein dalam kilodalton (18).Hsp60 memandu aktivitas penting pada homeostasis sel di antara mahluk hidup pada kondisi stress atau inflamasi. Protein ini meningkatkan 4 sampai 5 kali lipat pada sel dan setelah itu mengalami autolysis mengembalikan ke level basal. Perbedaan klasifikasi Hsp menunjukkan kesamaan asam amino yang banyak dari mikroba ke mamalia. Mycobacterium 65kDa adalah anggota dari family Hsp60, yang menunjukkan kira-kira 55% kesamaan dengan Hsp60 manusia. Perbedaan antara Hsp60 dan Hsp65 menyolok pada bagian yang terdiri dari epitop, dikenali oleh sel T pada host vertebrata (19).Protein stress ini mempunyai variasi yang luas antara organisme yang sudah ditemukan untuk menstimulasi respon imun pada vertebra, tapi konsekuensi evolusi dari pengenalan antar respon imun ini masih sedikit diketahui. Penelitian menunjukkan bahwa Hsp65 adalah target utama untuk respon imun terhadap pathogen. Kesamaan urutan (sequen DNA) yang besar antar beberpa jenis membuat Hsp65 sebagai induser imun yang potensia kepada molekul penjamu (19). Oleh karena hal ini, gen Hsp65 sangat potensial untuk dijadikan vaksin sebagai profilaksis karena dapat menstimulus respon imun di tubuh host. Gen Hsp65 yang sering dijadikan sebagai vaksin DNA dan mRNA untuk tuberculosis adalah Hsp65 yang berasala dari Mycobacterium Leprae. 2.3 Interleukin-2 (IL-2)IL-2(T Cell Growth Factor, TCGF, lymphokine) adalah sejenis sitokin yang disebut hormon leukositotropik, berperan sebagai stimulan dalam proliferasi sel B dan sel T. IL-2 diketahui mempunyai fungsi yang serupa dengan IL-15. IL-2 berperan dalam apoptosis sel T yang teraktivasi bukan oleh antigen, hal ini penting untuk mencegah autoimunitas, sedangkan IL-15 berperan dalam pemeliharaan sel T memori. Interleukin-2 (IL-2), sitokin juga dikenal sebagai faktor pertumbuhan T-sel, memiliki beberapa fungsi imunoregulator dan sifat biologis tidak hanya terkait dengan T-sel (20). Interleukin 2 (IL-2) merupakan sitokin lymphocytotrophic yang terlibat dalam pertumbuhan dan diferensiasi sel T dan B dan meningkatkan fungsi cytolytic pembunuh alami (NK) sel, juga dikenal memiliki beberapa fungsi dalam proliferasi beberapa sel non-limfoid. Afinitas IL-2R tergantung IL-2 reseptor kompleks (IL-2R) terdiri dari tiga subunit (, dan ), yang dikodekan oleh gen yang tidak terkait.. yang subunit yang diekspresikan pada permukaan sel. dan rantai bersama-sama membentuk reseptor afinitas menengah, sedangkan reseptor afinitas tinggi memerlukan kehadiran tambahan subunit . IL-2 termasuk dalam sitokin Th1 bersama-sama dengan IL-12 dan IL-18, ketiganya diketahui mempunyai dalam menanggulangi tuberkulosis. Terkhusus pada IL-2 dapat menekan pertumbuhan dari bakteri tuberkulosis dengan meningkatkan respon imun dalam Th1 yang berperan dalam regulasi perlawanan melawan bakteri tuberkulosis. IL-2 berfungsi dalam cepat dalam memicu aktivasi dan proliferasi CD4+ T sel dan juga mengaktifkan NK sel serta mengindusi T sel memproduksi IFN-. Rekombinan dengan menggunakan IL-2 dapat menjadi pendekatan dalam kemajuan terapi serta mencegah multi drug resistant tuberkulosis (21,22).2.4 Nanopartikel Delivery SystemPerkembangan bioteknologi saat ini memungkinkan penggunaan makromolekular seperti peptide, protein dan DNA analog untuk digunakan sebagai obat (hormon, antibody monoclonal, vaksin) untuk proses terapi. Namun berat molekul yang tinggi, struktur yang rapuh dan kompleksitas merupakan hambatan utama dalam penggunaan protein ini.Terlebih lagi makromolekul ini dapat terdegradasi, denaturasi dan diinaktivasi oleh mekanisme fisika, kimiawi dan enzimatik selama formulasi, penyimpanan dan delivery. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembawa yang dapat menghantarkan protein tersebut mencapai site of action tanpa mengalami hambatan seperti yang dijelaskan di atas.Salah satu carrier yang berpotensi untuk digunakan adalah nanopartikel (23).Nanocarrier dapat didefinisikan sebagai sistem pembawa koloidal dengan ukuran sub-mikron yang terbuat dari polimer sintetik atau alami.Berdasarkan metode yang dipakai untuk membentuk partikel ini, mereka dapat nanosphere yang mempunyai solid matrix atau nanocapsule yang mempunyai ruang berongga yang terisi dengan komposisi yang diinginkan dan dikelilingi oleh kerangka polimer. Nanocarrier dapat berukuran 10-1000 nm (24). Tujuan utama dari membuat nanopartikel sebagai sistem deliveri adalah untuk mengontrol ukuran partikel, surface properties ,dan pengeluaran agen aktif untuk mencapai site specific action dari obat pada jumlah yang optimal dan sesuai dengan regimen dosis. Keuntungan dalam penggunaan nanocarrier sebagai sistem deliveri vaksin adalah (23) :1. Ukuran partikel dan karakteristik permukaan dari nanocarrier dapat dimanipulasi untuk mencapai target aktif dan pasif dari obat setelah administrasi2. Nanocarrier mengontrol dan memperpanjang pengeluaran obat selama transportasi dan pada site of action, mengubah distribusi obat dan klirens dari obat untuuk meningkatkan efikasi obat dan mengurangi efek samping3. Pengeluaran yang terkontrol dan karakteristik degradasi partikel dapat diatur dengan memilih konstituen matriks4. Site of action targeting dapat dicapai dengan melekatkan targeting ligand pada permukaan partikel atau menggunakan petunjuk magnetic.5. Sistem dapat digunakan melalui berbagai jalur administrasi termasuk oral,intranasal, parenteral dan intraocular.2.4.1 Polymeric Nanoparticles Polymeric nanoparticles secara luas diselidiki sebagai drug solubilization, stabilization, dan targeting. Nanoteknologi adalah studi dalam memanipulasi materi dalam skala atom dengan struktur yang berukuran 1 sampai 1000 nm (25). Nanoteknologi memiliki definisi yang luas tergantung pada bidang pemanfaatannya. Kesuksesan perkembangan suatu obat untuk suatu penyakit dinilai 5 parameter yang dengan 5D (Disease, Drug, Dollar, Destination, Delivery System). Suatu obat yang berpotensi tinggi untuk menyembuhkan penyakit memerlukan sistem penghantar yang ideal. Dalam hal ini, nanocarier memberikan andil yang besar dalam proses penghantaran obat sehingga dapat sampai ke target tujuan (26).Nanomedicine/Nanocarrier adalah bagian dari nanoteknologi yang dimanfaatkan di bidang kedokteran. Nanocarrier dalam bidang kedokteran berfungsi dalam diagnosis, pengobatan dan monitoring berbagai jenis penyakit (25). Oleh karena efisiensi ukurannya, nanopartikel mudah didistribusikan ke dalam tubuh. Material yang dapat disebut nanomedicine antara lain protein, polimer, dendrimer, Gambar.2.2 Struktur PLGA (Poly Lactic-co-glycide)liposom,emulsi, nanopartikel dan nanokapsul. Istilah nanocarrier dalam mencakup variasi material dan struktur yang luas (27).Banyak polimer natural dan sintetik yang digunakan dalam preparasi pembentukan nanopartikel. Terdapat banyak macam polimer yang digunakan untuk membentuk nanopartikel. Pemilihan material tersebut dapat berpengaruh pada lama pengeluaran obat dan lama obat di sirkulasi. Di antara polimer-polimer yang berbeda-beda tersebut, perhatian khusus diberikan pada polimer yang dapat langsung didegradasi. Konsep self-eliminating material dipilih dalam pemberian obat untuk mengurangi efek toksik akibat akumulasi polimer dan komplikasi operasi yang mungkin terjadi akibat pembersihan sisa-sisa polimer. Polimer yang banyak digunakan dalam preparasi biodegradable particle adalah PLGA. Sebagai polyester di alam, polimer ini mengalami hidrolisis selama implantasi di dalam tubuh, membentuk biocompatible dan metabolizable menjadi produk asam laktat dan asam glikolat yang termasuk dalam siklus asam sitrat dan diekskresikan oleh organism (28,29).

BAB 3METODOLOGI PENULISAN3.1 Sumber dan Jenis DataKarya tulis ilmiah ini merupakan suatu bentuk studi kepustakaan murni yang memaparkan tentang Potensi Antigen mRNA Hsp65 dan Interleukin-2 (mRNA-Hsp65-hIL2) via Nanopartikel PLGA (Poly Lactide-co-glycolide) dalam Menginduksi Respon Imun: Pengembangan Vaksin Intranasal dalam Upaya Eradikasi Tuberkulosis. Informasi dan materi dalam karya tulis ilmiah ini diperoleh dari jurnal, literatur, dan artikel ilmiah dari internet.3.2 Metode Analisa BahanInformasi yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisissecarasistematis dengan metode pendekatan terhadap masalah yang ada dan umum yang terjadi di masyarakat untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.3.3 Sistematika PenulisanSecara garis besar, sistematika penyusunan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:BAB IPendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan.BAB IITinjauan Pustaka yang berisi kajian teori yang memuat tentang variabel yang akan dikaji.BAB IIIMetodologi yang meliputi metode pengumpulan data, metode analisis data dan sistematika penulisan.BAB IV Pembahasan mengenai permasalahan yang dikaji.BAB V Penutupan yang berisi kesimpulan dan saran.BAB IVANALISIS DAN SINTESIS4.1 Mekanisme Produksi Antigen mRNA-Hsp65-hIL 2 dalam Menginduksi Respon Imunitas terhadap Infeksi M. Tuberculosis. 4.1.1 Teknik Produksi mRNA Hsp65 dari Mycobacterium LepraePlasmid pcDNA3A-Hsp65 mengandung T7 RNA Polimerase promoter dan cDNA yang dapat mengkodekan gen untuk Mycobacterium Leprae Hsp65. Plasmid DNA dipurifikasi di dalam Endo-Free QIAGEN Plasmid Purification Kit (QIAGEN AG, Basel, Switzerland). Kemudian dilakukan analisis spektrofotometri.DNA yang telah dipurifikasi di konfirmasi di dalam agarose 1 %. Konsentrasi plasmid di konfirmasi pada spektrofotometri pada panjang gelombang 260 dan 280 nm dengan menggunakan Nanodrop ND-1000 (Nano Drop Technology, Wilmington,USA). Pada plasmid yang telah mengandung cDNA penuh dari gen Hsp65 (pcDNA3A-Hsp65) dilinearkan menggunakan APA I enzim dan dilakukan kembali purifikasi pada konsentrasi 11 g/l. Plasmid pTRI-Xef digunakan sebagai template kontrol yang mengandung 1.85-kbp gen elongation factor1- (EF-1). Tiruan RNA di rekam secara in vitro, setelah sintesis RNA selesai dilakukan transkripsi secara in vitro pada suhu 37o C selama 15 menit untuk mendegradasi template DNA. Langkah selanjutnya adalah sintesis poly-A tail yang kemudian RNA dipurifikasi menggunakan asam fenol yang diikuti dengan pengendapan mRNA isopropanolol.mRNA diukur menggunakan absorban pada 260 dan 280 nm menggunakan Nanodrop (Thermo) dan di cek dengan elektroforesis gel agarose.Semua hasil yang diperoleh di uji untuk mengetahui kadar endotoksin dengan QCL-1000 Limulus amebocyte lysate. Hasilnya kadar endotoksin dibawah 0,01 EU/ml(9).

Gambar 4.1 Elektoforetik Sintesis mRNA Hsp65 secara invitro(9)Semua RNA seluler dilakukan transkripsi balik menggunakan oligo (dT) primer dan superscript reverse transcriptase (invitrogen) .Plasmid DNA yang mengkontaminasi di hilangkan dengan DNAase I, melalui amplifikasi (invitrogen). Urutan hasil PCR primer untuk amplifikasi Hsp cDNA adalah 5-ACC AAC GAT GGC GTG TCC AT-3 (sense) dan 5-TAG AAG GCA CAG TCG AGG-3 (antisense). -actin primer digunakan sebagai kontrol untuk sejumlah RNA yang digunakan. -actin primer mengamplifikasi suatu produk 450 bp dan membentuk urutan 5-GTG GGC CGC TCT AGG CAC CAA-3 (sense) dan 5-CTC TTT GAT GTC ACG CAC GAT TTC-3 (antisense). Produk amplifikasi PCR dianalisis dengan gel agarose 1% elektroforesis dan diwarnai dengan etidium bromide. Agar terhindar dari kontaminasi silang semua prosedur PCR dilakukan pada tempat terpisah (9). Teknik Antigen Hsp65-hIL-2 ProteinKemudian sequens primer dari human IL-2 gen adalah 5GC ATC GAT GGT GGC TGA GGT GGC TCC GGT GGA GGC GGA AGC GGC GGT GGA GGA TCA CCT ACT TCA AGT TCT ACA AAG-3 dengan Clal bagian yang dibatasi. Kebalikan dari sequence primer dari hIL-2 gene adalah 5-GCG AAG CTT TCA AGT CAG TGT TGA GAT-3 dengan Hindll bagian yg dibatasi. Sekuens penghubungnya adalah GGT GGC TCA GGT GGC TCC GGT GGA GGC GGA AGC GGC GGT GGA TCA yang ditambahkan antara Hsp65 C terminus dan hIL-2N-terminus (30). Gen hIL-2 diamplifikasi dari plasmid pGEM-Teasy-IL-2 DNA (Laboratorium). Parameter PCR digunakan 30 siklus 94oC selama 45 detik, 65oC selama 45 detik, 72oC selama 50 detik dan akhir perpanjangan yaitu 72oC selama 5 menit. Hasil PCR diklon sebelum dicerna kedalam prokariotik untuk diekspresikan melalui vector pRO EX HTa plasmid (Life Technologies Inc, Brooklyn, NY, USA). Plasmid rekombinan selanjutnya ditransformasikan kedalam Esceherecia Coli DH5a setelah diverifikasi melalui digesti dan sequens di AuGCT Bioteknologi (Beijing, China). Plasmid pPRO-Hsp65-hIL akan diekspresikan oleh E.Coli DH5a yang diinduksi oleh isopropylthio-b-D-alactoside dan dianalisis dengan SDS-PAGE. Protein Hsp65-hIL-2 dipurifikasi kemudian dengan Ni-NTA purifikasi sistem dan diidentifikasi dengan Western blotting menggunakan anti Hsp65 McAB dan anti-hIL-2 MoAb. Penegakan keseimbangan sel P815 dalam ekspresi protein gen Hsp65 dan hIL2 dimasukan ke dalam multiple cloning pada region ekspresi eukariotik dengan vector pcDNA 3.1 sehingga dinamakan sebagai pcDNA 3.1-Hsp-65-hIL-2 (30,31). 4.2 Mekanisme Pembentukan Vaksin Antigen Hsp65-hIL2 nanopartikel PLGA via Vaksin Intranasal dalam menginduksi Respon Imunitas terhadap Infeksi M.TuberculosisPembentukan vaksin diawali dengan proses preparasi nanopartikel. Teknik yang digunakan adalah dispersion of preformed polymers. Teknik ini merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk preparasi biodegradable nanoparticle seperti poly (D, L-lactide-co-glycolide) (PLGA) yang akan digunakan dalam pembuatan vaksin ini. Sebelum memasukan antigen Hsp65 dan hIL2 yang dibutuhkan dalam pembentukan vaksin ini. PLGA terlebih dahulu dikonjugasikan dengan poly ethylene glycol (PEG). PLGA-PEG disintesis dengan cara mengkonjugasikan COOH-PEG-NH2 dengan PLGA-COOH. PLGA-COOH (5g, 0,28 mmol) dalam methylene chloride (10 ml) di ubah menjadi PLGA-NHS dengan N-hydroxysuccinimide (NHS,135 mg, 1.1 mmol) dan dicampur 1-ethyl 3-(3-dimethyllaminopropyl)-carbodiimide (EDC, 230 mg, 1.2 mmol). PLGA-NHS diendapkan dengan ethyl ether (5ml) dan dibilas beberapa kali dengan campuran es dingin dari ethyl ether dan methanol. Untuk menghilangkan sisa NHS. Setelah dikeringkan dengan vacuum, PLGA-NHS (1g, 0,059 mmol) dilarutkan dalam chloroform (4 mL) diikuti dengan penambahan NH2-PEG-COOH (250 mg, 0,074 mmol) dan N,N-diisopropylethylamine (28 mg, 0,22 mmol). Co-Polymer diendapkan dengan cold methanol setelah 12 jam dan dibasuh dengan larutan yang sama (3-5 mL) untuk membuang PEG block co polymer dikeringkan dengan vacuum untuk digunakan dalam proses selanjutnya (32). Teknik yang digunakan selanjutnya dalam pembentukan vaksin adala W/O/W emulsion and solvent evaporation. Proses diawali dengan pencampuran pengemulsian Antigen Hsp65 dan hIL2 dengan larutan PLGA-PEG dalam chloroform selama 20s menggunakan microtip probe sonicator pada amplitude 18. Penyiraman air es digunakan untuk mencegah temperature naik pada saat proses sonication. W/O emulsion kemudian dikombinasi denga polyvinyl alcohol (PVA) dan disonikasi selama 40 detik untuk membentuk emulsi W/O/W. Emulsi kedua kemudian ditambahkan kedalam larutan PVA. Larutan kemudian diaduk selama 2 jam. Nanopartikel kemudian dikonjugasikan dengan aptamer yang membentuk grup H2N yang akan membantu perlekatan dengan PEG. Penambahan aptamer ini bertujuan untuk meningkatkan efikasi vaksin dengan membantu vaksin untuk dapat berikatan secara spesifik dengan mannose receptor yang banyak diekspresikan oleh makrofag saat aktivasi selama infeksi M.Tuberculosis. Nanopartikel kemudian dikumpulkan dengan sentrifugasi (20000 rpm, 15 menit, 4oC di basuh dua kali dengan air steril dan kemudian di lyofilisasi) (29). Secara ringkas proses pembentukan nanopartikel terbagi dalam 3 tahap yaitu pembentukan PLGA dan konjugasi dengan PEG diikuti dengan penambahan aptamer.4.3 Mekanisme Kerja Antigen mRNA Hsp65 dalam Menginduksi Respon Imunitas terhadap Infeksi TuberculosisPada infeksi M.Tuberculosis induksi respon imun host diawali dengan pengenalan bakteri oleh makrofag melalui Fc receptor, complement receptor, mannose receptor, dan Toll Like Receptor yang diekspresikan pada permukaannya. Setelah fagositosis, organism akan tinggal dalam kompartemen endosom makrofag dan bersembunyi dari penghancuran yang dimediasi oleh imun menggunakan berbagai mekanisme seperti mengubah pH endosom, menghambat apoptosis dan menghancurkan toksis superoksida yang disekresikan oleh sel imun. Kemudian makrofag alveolar yang terinfeksi dan sel dendritik bermigrasi ke nodus limfa untuk mempresentasikan antigen mikrobakterial dan menginisiasi respon dari sel host. Respon imun yang terjadi terutama melibatkan CD4+ dan CD8+. Namun demikian kompleks sel T seperti T sel dan CD1-restricted T sel juga terlibat. Pada saat ini IFN- yang bekerja sama dengan tumor necrosis factor- (TNF-) sangat sentral dalam mengaktivasi makrofag (33). Julio et al, dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Hsp65 terbukti mampu menginduksi Th-1 dan meningatkan level IFN- dan TNF- pada mencit. Beberapa studi menunjukkan peran yang sentral dari IFN- dan TNF- dalam mengontrol infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Terlebih lagi sinergi antara IFN- dan TNF- mampu menginduksi pembentukan Nitric oxide syntase (NOS). Pembentukan sitokin proinflamatori seperti IFN- dan TNF- serta nitric oxide merupakan mekanisme utama yang efektif dalam melawan infeksi mycobacterium tuberculosis (9). Serta IL-2 yang termasuk dalam sitokin Th1 bersama-sama dengan IL-12 dan IL-18, ketiganya diketahui mempunyai dalam menanggulangi tuberkulosis. Terkhusus pada IL-2 dapat menekan pertumbuhan dari bakteri tuberkulosis dengan meningkatkan respon imun dalam hal ini Th1 yang berperan dalam regulasi perlawanan melawan bakteri tuberkulosis. IL-2 berfungsi dalam cepat dalam memicu aktivasi dan proliferasi CD4+ T sel dan juga mengaktifkan NK sel serta mengindusi T sel memproduksi IFN-. Rekombinan dengan menggunakan IL-2 dapat menjadi pendekatan dalam kemajuan terapi serta mencegah multi drug resistant tuberkulosis (30).

4.3.1 Potensi Antigen mRNA Hsp65 dalam menginduksi IFN- dan TNF-Kemampuan mRNA dalam menginduksi sel dendritik dan sel T secara spesifik dalam menghasilkan TNF- yang akan mengaktifkan makrofag dan sel dendritik akan berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang akan mengaktifkan sel Th naf menjadi Th1. Sel Th1 kemudian akan menghasilkan dan membebaskan sitokin tipe 1 meliputi IL-2, IL-12, IFN- dan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-) (9). Sel Th1 akan menghasilkan IFN- yang berfungsi sebagai imunitas non spesifik dan spesifik seluler. Di sel epitel bronkiolus dan epitel alveolus tipe I, IFN- mampu merangsang ekspresi membrane bound interceluller adhesion molecule-1 (sICAM-1) yaitu glikoprotein di permukaan sel yang dapat mengkerut dan mengaktivasi sel imun ke tempat terjadi inflamasi. IFN- adalah sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh fagosit. IFN- merangsang ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN- bekerja terhadap sel B dalam pengalihan sub kelas IgG yang mengikat Fc-R pada fagosit dan mengaktifkan komplemen. Kedua proses ini mampu meningkatkan fagositosis mikroba yang diopsonisasi. Selain itu, IFN- mampu mengaktifkan neutrofil dan merangsang efek sitolitik sel NK (33,34).Dari hasil penelitian dengan menggunakan mencit sebagai target intervensi menggunakan vaksin antigen mRNA Hsp65 menunjukkan peningkatan TNF-.TNF- memegang peranan penting dalam regulasi sel imun.TNF- dapat menginduksi apoptosis dan inflamasi.TNF- terutama diproduksi oleh makrofag. TNF- memiliki efek biologik berupa dapat menarik dan pengarahan neutrofil dan monosit tempat infeksi serta mengaktifkan sel-sel tersebut untuk menyingkirkan mikroba, memacu ekspresi molekul adhesi endotel vaskuler terhadap leukosit, merangsang makrofag mensekresi kemokin dan menginduksi kemotaksis dan pengarahan leukosit, merangsang fagosit mononuclear untuk mensekresi IL-1 (9). Gambar. 4.2 Efek Vaksin Intranasal mRNA Hsp65 pada IFN- dan TNF- (9)4.3.2 Potensi Antigen mRNA Hsp65 dalam menginduksi Nitric Oxide melalui Aktivasi TLR7Beberapa studi menunjukkan peran sentral dari TNF- dan IFN- dalam mengontrol infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. Terlebih lagi sinergi antara TNF- dan IFN- mampu menginduksi pembentukan nitric oxide syntahese (NOS) yang merupakan mekanisme utama efektif dalam melawan infeksi mycobacterium (34). Percobaan in vitro dengan menggunakan sel HEK293T yaitu suatu sel yang menyerupai sel dendritik dilakukan transfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis.Kemudian sel tersebut diberikan imunisasi dengan antigen mRNA-Hsp 65. Antigen mRNA-Hsp65 kemudian mengaktifkan Toll Like Receptor (TLR 7). Aktivasi TLR 7 kemudian akan merekrut molekul MYD 88 untuk memproduksi sitokin pro-inflamasi dan kemokin sehingga makrofag akan memicu produksi IFN- yang merupakan alarm imun yang memicu respon inflamasi dalam membunuh bakteri, seperti peningkatan antigen bakteri terhadap sel radang, secara langsung membunuh pathogen intraseluler, peningkatan kapasitas membunuh mikroba dan peningkatan aktivitas makrofag dalam menghasilkan antimikroba berupa radikal bebas yang bersifat toksik pada Mycobacterium Tuberculosis, seperi Nitric Oxide (NO) dan iNOS (9). NO memainkan peran utama dalam mekanisme pertahanan tubuh dalam berespon terhadap infeksi dan dampaknya melalui proses bakteriostatik dan bakterisidal. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Chen et al membuktikan bahwa NO dosis rendah