Top Banner
BAB I I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn B Umur : 29 tahun Jenis kelamin : Laki- laki Agama : Islam Status : Menikah Suku : Jawa Pendidikan : Tamat SD Pekerjaan : Karyawan II. ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan pukul 15.00 wib di ruangan. Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah Keluhan Tambahan : mual, demam, BAB cair Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai panas badan yang hilang timbul, tidak menggigil; mual, muntah 2 x sejak pagi hari isi makanan, BAB mencret 1 hari lalu, ampas (+), lendir (+), 1
26

Portofol App

Nov 08, 2015

Download

Documents

LusiaChristina

apendisitisi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam

BAB II.IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn BUmur

: 29 tahun

Jenis kelamin

: Laki- lakiAgama

: Islam

Status

: Menikah Suku

: JawaPendidikan

: Tamat SDPekerjaan

: Karyawan II.ANAMNESIS:

Autoanamnesis dengan pukul 15.00 wib di ruangan. Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah Keluhan Tambahan : mual, demam, BAB cair Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai panas badan yang hilang timbul, tidak menggigil; mual, muntah 2 x sejak pagi hari isi makanan, BAB mencret 1 hari lalu, ampas (+), lendir (+), darah (-). Keluhan didahului nyeri ulu hati sejak sekitar 1 minggu sebelum berpindah menjadi nyeri perut kanan bawah. Nyeri saat berkemih, rasa panas saat berkemih, nyeri pinggang yang menjalar disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sakit seperti ini disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat tekanan darah tinggi disangkal Riwayat kencing manis disangkal Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi diakui ( ayah pasien ) Riwayat Kebiasaan: Sebelum timbul keluhan ini, pasien memiliki kebiasaan makan nasi 3x/ hari Riwayat Sosial Ekonomi :

Saat ini pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya Riwayat pengobatan :

Pasien berobat ke dokter sebelum masuk RS 1 minggu lalu dan diberi obat maag, keluhan berkurang tetapi timbul lagi. Riwayat status gizi :

Pasien mengaku nafsu makan baik.III.PEMERIKSAAN FISIK Keadaan UmumTampak sakit sedang

KesadaranCompos mentis

Tekanan Darah110/70 mmHg

Denyut Nadi92 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular

Laju Pernapasan24 x / menit

Suhu38,70C (aksila)

SpO298%

BB55 kg

TB156 cm

IMT50 kg / 1.56 m2 = 20.54 kg/m2 (Normoweight)

PEMERIKSAAN FISIK

Kulitikterik (-), sianosis (-), lesi kulit (-) , turgor kulit normal

KepalaMesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

MataPupil isokor, diameter pupil 3mm,reflex cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-) edema palpebra (-/-)

Hidung Rhinorrhea (-) , epistaksis (-), napas cuping hidung (-)

Telinga Nyeri tekan tragus (-), keluar cairan (-), keluar darah (-)

Mulut Rahang normal, mukosa tidak kering, papil lidah atrofi (-), hipertrofi gingiva (-), gusi berdarah (-)

Leher Tidak ada peningkatan JVP, trakhea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid (-)

Thoraks Bentuk dada normal, simetris

JantungInspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak tampak

Palpasi : teraba pulsasi iktus cordis pada ICS V MCLS, kuat angkat (+)

Perkusi : Batas atas jantung di ICS III PSLS Batas kanan jantung di ICS IV PSLD

Batas kiri jantung di ICS V MCLS

Auskultasi : BJ I/II regular, HR 80x/menit, murmur (-), gallop (-)

Paru DepanKananKiri

InspeksiSimetris pada posisi statis dan dinamis

Retraksi interkostal (-)Simetris pada posisi statis dan dinamisRetraksi interkostal (-)

PalpasiStem fremitus sama kuatStem fremitus sama kuat

Perkusi Sonor seluruh lapang paru kananSonor seluruh lapang paru kiri

AuskultasiSuara dasar vesikuler,

Wheezing (-), Rhonki (-) Suara dasar vesikuler,

Wheezing (-), Rhonki (-)

Paru BelakangKananKiri

InspeksiPergerakan paru normalRetraksi interkostal (-)Pergerakan paru normalRetraksi interkostal (-)

PalpasiStem fremitus sama kuatStem fremitus paru sama kuat

PerkusiSonor seluruh lapang paru kananSonor seluruh lapang paru iri

AuskultasiSuara dasar vesikuler,

Wheezing (-),Rhonki (-) Suara dasar vesikuler,

Wheezing (-),Rhonki (-)

AbdomenInspeksi : datar, benjolan (-)

Auskultasi : bising usus (+), menurun

Perkusi : timpani, pekak alih (-)

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba datar, nyeri tekan (+) di titik McBurney, Obturator sign (+), Psoas sign (+), Blumberg sign (+).

EkstremitasSuperior Inferior

Petekhie -/--/-

Sianosis -/--/-

Palmar eritem-/--/-

Pembesaran KGB aksila-/-

Pembesaran KGB inguinal-/-

Edema-/--/-

Clubbing Finger-/--/-

Refleks fisiologis+/++/+

Refleks patologis-/--/-

Kekuatan motorik55

Anus dan RektumRectal toucher didapatnya nyeri tekan arah jam 10

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Darah Rutin

Jenis PemeriksaanHasilNilai Normal

Hematologi Rutin

Hemoglobin14,5 mg/dl13,5 17,5

Leukosit13.700 /UL5.000 10.000

Hematokrit47 %40 50

Trombosit227.000 /UL150.000 400.000

Elektrolit

Na+137 mmol/L132 145

K+3,70 mmol/L3,50 5,50

Cl-110 mmol/L98 110

Urinalisis

Leukosit0-1

Eritrosit0-2

Epitel+

Cast-

Bakteri-

Ca- Oksalat-

V. RESUME

Pasien laki-laki usia 29 tahun mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS, disertai panas badan yang hilang timbul, tidak menggigil; mual, muntah 2 x sejak pagi hari isi makanan, BAB mencret 1 hari lalu, ampas (+), lendir (+), darah (-). Keluhan didahului nyeri ulu hati 1 minggu sebelum berpindah menjadi nyeri perut kanan bawah. Nyeri saat berkemih, rasa panas saat berkemih, nyeri pinggang yang menjalar disangkal.RPD & RPK: (-). Usaha berobat: berobat ke dokter sebelum masuk RS 1 minggu lalu dan diberi obat maag, keluhan berkurang tetapi timbul lagi. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD : 110/70 mmHg, N: 110 kali/menit, RR: 24 kali/menit, S: 38,70C, pemeriksaan fisik abdomen datar, soepel, BU(+) menurun, nyeri tekan (+) di titik McBurney, Obturator sign (+), Psoas sign (+), Blumberg sign (+), anus dan rectum : Rectal Touche (nyeri tekan di arah jam 10). Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis.

VI. Diagnosis:

Diagnosis banding : Appendicitis Akut

Infeksi Saluran Kemih

Diagnosis tambahan:(-)

Diagnosis kerja: Appendicitis AkutVII. Penatalaksanaan:

Non medikamentosa:

Tirah baring

Konsul Spesialis Bedah

Puasa, Pasang Kateter Foley (Rencana Operasi)

Medikamentosa:

Infus RL 500 cc 20 gtt/menit Fetik supp 1 Ketorolac Injeksi IV 1 amp/8 jam

Ceftriaxone injeksi IV (1 gr/12 jam)

BAB II

A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005). 1. Apendisitis akut. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat 2. Apendisitis kronik. Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter, adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka, yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela cangkir. Usus besar terdiri dari : 1. Sekum Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum. 2. Kolon Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga bagian, yaitu : a. Kolon asenden Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika. b. Kolon transversum Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik. c. Kolon desenden Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. 3. Rektum Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Fisiologi Apendiks Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).B. Etiologi dan PredisposisiApendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005). C. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000). D. Manifestasi Klinik Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium darah

Pada pasien appendicitis biasanya didapatkan adanya leukositosis, yaitu 15000/mm, 3,90% pasien memiliki jumlah leukosit diatas 10000/mm3. Pasien appendicitis akut tanpa komplikasi jarang memiliki jumlah leukosit > 18.000/mm3. Jumlah leukosit > 18.000 (20.000-30.000) meningkatkan kemungkinan adanya perforasi. Sedangkan jumlah leukosit > 30.000 jarang dijumpai dan lebih mengarah pada proses infeksi akut lain. Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%. (Dunn, Jerome)

2. Pemeriksaan urine

Pemeriksaan urine biasanya menunjukkan hasil yang normal, tetapi beberapa pasien dengan appendicitis retrocaecal atau pelvis; dapat memperlihatkan adanya beberapa leukosit dan eritrosit pada urine, dan kadang-kadang disertai gross hematuria akibat iritasi vesika urinaria atau ureter oleh appendiks.

3. Pencitraan

Pada pemeriksaan foto Abdomen, 50% pasien dengan Appendicitis acuta memperlihatkan gambaran air fluid level, ileus lokal, maupun peningkatan densitas jaringan lunak di kuadran kanan bawah abdomen. Secara umum, penggunaan foto polos Abdomen maupun Barium enema sebagai alat bantu diagnosis kurang spesifik dan jarang membantu diagnosis. Adanya gambaran fecalith di foto polos abdomen (10-20%) menjadi penanda penting kemungkinan appendicitis. Pemeriksaan CT scan dapat membantu menegakkan diagnosis. 90% pasien dengan Appendicitis acuta memperlihatkan adanya lemak periappendiceal, dilatasi lumen appendiks, penebalan dinding appendiks, penebalan mesoappendiks, dan adanya phlegmon.

Pemeriksaan ultrasonografi lebih bermanfaat pada appendicitis yang disertai terabanya massa di daerah kuadran kanan bawah, karena dapat membedakan adanya abscess atau periappendiceal phlegmon. Sensitivitasnya 55-96%, spesifisitas 85-98%. Appendicitis akut ditandai dengan pembesaran diameter anteroposterior Appendiks, menjadi 6mm. Adanya appendicolith, penebalan dinding appendiks, dan adanya cairan periappendiceal juga menunjang diagnosis. Pada ruptur appendiks, terdapat cairan bebas intraperitoneal dan penebalan saluran pencernaan.

Gambar Ultrasonografi pada potongan longitudinal Appendicitis

Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata

dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis

Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix

(panah) dengan appendicolithF. Diagnosis Banding

1. Adenitis Mesenterica Acuta

Penyakit ini seringkali dikelirukan dengan Appendicitis acuta pada anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis. Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenteric, karena Adenitis mesenteric adalah penyakit yang self limited, tapi jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.2. Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.

3.Penyakit urogenital pada laki-laki.

Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis tapi dapat didiagnosis dengan meraba pembesaran, nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.

4. Diverticulitis Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta, perbedaan preoperatif adalah secara teoritis, dan tidak penting, karena Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.

5. Intususseption

Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Kemudian RLQ teraba kosong abnormal. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tanda-tanda peritonitis tidak ada adalah barium enema tetapi terapi Appendicitis acuta dengan barium enema sangat berbahaya.

6. Chrons enteritis

7.Perforasi ulkus peptikum

8.Epiploic appendagitis

9.Infeksi saluran kencing

10.Batu Uretra

11. Peritonitis Primer

12. Purpura HenochSchonlein

13.Yersiniosis

14. Kelainankelainan ginekologi

Ratarata kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita dewasa muda. Angka rata-rata Appendectomy yang dilakukan Appendix normal dari 32%45% telah dilaporkan pada wanita usia 1545 tahun. Penyakitpenyakit organ reproduksi pada wanita sering dikelirukan sebagai Appendicitis, dari urutan yang paling sering adalah PID, ruptur folikel degraf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur kehamilan ektopik.

Sebagai contoh Pelvis Inflammatory Disease (PID). Biasanya infeksi timbul secara bilateral tapi bila yang terkena tuba setelah kanan dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntahhampirselaluterjadi pada pasienAppendicitis, tapi pada pasien PID hanyasekitarseparuhnya. Pada ruptur Folikel de Graaf biasanya ditemukan nyeri dan nyeri tekan yang agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada. Karena nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering disebut mittelschmerz. (Ein, Dunn, Emedicine, Schwarts)G. Komplikasi

1. Perforasi

2. Peritonitis

3. Appendicular infiltrat:

Infiltrat/ massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

4. Appendicular abscess:Abscess yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar. Letak abscess tergantung dari letak Appendix.

5.Shock Septic

6. Mesenterial pyemia dengan Abscess hepar: Mesenterial pyema pada V. mesenterica superior ( system V. porta ( V. hepatica ( Abscess hepar, dengan gejala klinis: febris, menggigil, hepar membengkak.

Terapi: membuka V. ileocolica, lalu mengangkat thrombosis.

7.Perdarahan GIT: Asal pendarahan adalah dari Vasa epigastrica atau A. appendicularis.

H. Penatalaksanaan

Penanganan pasien dengan suspek Appendicitis acuta yaitu:

1.Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.

2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral

3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.

4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan didapatkan beta-hCG secara kualitatif.

Terapi pada pembedahan: antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih antibiotik yang bisa melawan bakteri anaerob.

Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).I. Komplikasi Post Operasi

1.Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces: karena benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.

2.Hernia cicatricalis.

3.Ileus

4.Pendarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosis dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

DAFTAR PUSTAKABailey, H., 1992. Apendisitis Akut. Dalam: Dudley, H.A.F., ed. Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 441- 452. Burkitt, H.G., Quick, C.R.G., and Reed, J.B., 2007. Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis, & Management. Fourth Edition. London: Elsevier, 389-398. Craig, S., 2011. Appendicitis Treatment & Management. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/773895-treatment [Accessed 2 April 2011].

Crawford, J dan Kumar, V., 2007. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. In: Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC, 660-661.Departemen Bedah UGM. 2010. Apendik. Available from: http://www.bedahugm.net/tag/appendix [Accessed 2 April 2011]. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC, 639-645

Indonesian Children. 2009. Apendisitis Akut atau Usus Buntu. Available from: http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/11/apendisitis-akut-atauusus-buntu/ [Accessed 2 April 2011].Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H., 2010. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sastroasmoro & Ismael, ed. DasarDasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 302-330.Pusponegoro, H.D., Wirya, W., Pudjiadi, A., Bisanto, J., Zulkarnain, S.Z., 2010. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro & Ismael, ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 193-2158