Top Banner
1 Pasar Kuliner Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Kuliner Inggris Tidak ‘Kekita-kitaan’ Insani Ursha Jannati 132154014 [email protected] Abstrak Pasar kuliner Indonesia kini semakin marak, mengingat “urusan perut” adalah hal nomor wahid yang banyak diburu oleh target pembeli serta makin mudahnya para calon pemilik toko menciptakan dunia jual beli mereka sendiri di era digital begini. Selain selalu dinamis dan kreatif dalam menciptakan bentuk-bentuk baru, setiap penjual juga berinovasi melalui desain, harga, nama-nama menu, termasuk nama toko. Sayangnya, kekreativitasan ini sangat jarang didukung dengan kearifan lokal. Begitu banyaknya jumlah toko makanan yang menentukan gayadibungkus dengan bahasa Inggris karena memiliki kesan berkelas. Di mata masyarakat, bahasa Inggris identik dengan kelas atas sedangkan bahasa sendiri diinterpretasikan sebagai nyeleneh. Melalui pengalaman pribadi, wawancara, serta pengamatan langsung, dalam penelitian ini, penulis akan mengulas latar belakang, tujuan, hingga berbagai contoh yang menunjukkan bahwa dalam dunia pasar kuliner Indonesia, baik offline maupun online, bahasa tanah air tidak banyak digandrungi. Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap terbukanya sudut pandang positif pembaca terhadap bahasa sendiri agar bahasa di Indonesia tidak lagi menjadi anak tiri bangsa Indonesia. Kata kunci: pasar kuliner; pasar Indonesia; kuliner indonesia; strategi toko; onlineshop; pemilihan bahasa; gaya bahasa; bahasa daerah; bahasa Indonesia; bahasa Inggris
16

Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

Jan 27, 2016

Download

Documents

InsUJ

Pesatnya pasar jajanan Indonesia tidak diiringi pula dengan pesatnya kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

1

Pasar Kuliner Kita Keinggris-inggrisan,

Pasar Kuliner Inggris Tidak ‘Kekita-kitaan’

Insani Ursha Jannati

132154014

[email protected]

Abstrak

Pasar kuliner Indonesia kini semakin marak, mengingat “urusan perut”

adalah hal nomor wahid yang banyak diburu oleh target pembeli serta makin

mudahnya para calon pemilik toko menciptakan dunia jual beli mereka sendiri

di era digital begini. Selain selalu dinamis dan kreatif dalam menciptakan

bentuk-bentuk baru, setiap penjual juga berinovasi melalui desain, harga,

nama-nama menu, termasuk nama toko. Sayangnya, kekreativitasan ini sangat

jarang didukung dengan kearifan lokal. Begitu banyaknya jumlah toko makanan

yang menentukan “gaya” dibungkus dengan bahasa Inggris karena memiliki

kesan berkelas. Di mata masyarakat, bahasa Inggris identik dengan kelas atas

sedangkan bahasa sendiri diinterpretasikan sebagai “nyeleneh”. Melalui

pengalaman pribadi, wawancara, serta pengamatan langsung, dalam penelitian

ini, penulis akan mengulas latar belakang, tujuan, hingga berbagai contoh yang

menunjukkan bahwa dalam dunia pasar kuliner Indonesia, baik offline maupun

online, bahasa tanah air tidak banyak digandrungi. Dengan adanya penelitian

ini, penulis berharap terbukanya sudut pandang positif pembaca terhadap

bahasa sendiri agar bahasa di Indonesia tidak lagi menjadi anak tiri bangsa

Indonesia.

Kata kunci: pasar kuliner; pasar Indonesia; kuliner indonesia; strategi toko;

onlineshop; pemilihan bahasa; gaya bahasa; bahasa daerah; bahasa

Indonesia; bahasa Inggris

Page 2: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

2

Pendahuluan

Pasar kuliner di Indonesia makin hari makin marak pertumbuhannya, ada

lebih dari 5.300 makanan asli Indonesia yang tercatat. (Entrepeneur Bisnis,

2013) Didukung oleh era yang makin canggih dan modern, semua serba online,

semua serba mudah, semua serba dimanjakan. Apalagi sekarang makin

banyak media yang menyediakan ‘lahan gratis’ bagi para pemilik toko untuk

mengenalkan keberadaannya pada khalayak. Dari toko offline hingga online.

Toko yang ada bentuk fisiknya, hingga yang virtual saja. Siapa pun mampu

menciptakan ‘pasar’-nya sendiri dalam waktu yang tidak lama. Dalam beberapa

langkah, terciptalah toko baru! Tentunya semudah apa pun rentetan langkah

dalam menciptakan pasar—membuat toko baru—tetap saja ada langkah awal

yang harus dipikirkan, yaitu, image. “Mau seperti apa gambaran toko yang ingin

disuguhkan kepada calon pembeli?” adalah satu pertanyaan yang menyangkup

banyak jawaban sebelum sebuah toko resmi diluncurkan. Jenis barang, ciri

khas, desain, nama-nama menu, dan nama toko adalah jawabannya.

Apalagi pasar kuliner memiliki target pembeli yang menuntut standar

tinggi terhadap barang dagangan mereka karena semua menyangkut selera

dan urusan perut. Sehingga, sedikit saja image yang dipilih para penjual toko

meleset dari selera khalayak, resiko yang diterima penjual cukup tinggi pula.

Barang dagangan basi, tidak bisa dijual di kemudian hari, bahkan tidak balik

modal pun akan terjadi.

Itulah mengapa para pemilik toko berlomba-lomba memburu diksi

semenarik mungkin untuk dijadikan nama. Baik nama-nama pada tiap jenis

makanan yang disuguhkan, maupun nama toko yang ‘membungkus’

keseluruhan isi dagangan. Sayangnya, nilai dari nama menarik ini kerap kali

meninggalkan nilai keaslian bahasa. Di mana pasar kuliner Indonesia marak

dengan kumpulan bahasa-bahasa asing khususnya bahasa Inggris dibanding

bahasa asli mereka. Berdalih keren, up to date, bahasa dunia, mereka

membidik bahasa Inggris sebagai sumber image. Padahal Indonesia sendiri

tidak pernah kehabisan kosakata, mengingat Indonesia tidak hanya terbentuk

dari satu pulau melainkan kumpulan pulau-pulau yang otomatis memiliki

kandungan bahasa yang tak terhitung dari setiap sukunya.

Page 3: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

3

Selain 3 alasan yang sudah penulis sebutkan (keren, up to date, bahasa

dunia), bahasa Inggris menjadi pilihan karena alasan klasik lainnya. Alasan

yang kerap kali menjadi jawaban pertama bila seorang pemilik toko makanan

ditanya mengapa dia menjadikan bahasa Inggris sebagai nama tokonya

adalah, “Nggak enak lho kalau bahasa Indonesia, kayak aneh gitu.” Karena

alasan inilah tanpa ambil pusing, mereka langsung memilih bahasa Inggris.

Bahasa Indonesia dianggap aneh, tidak ada padanan kata dengan apa yang

mereka maksud, serta bertele-tele.

Di sebuah mal di tengah kota yang begitu megah contohnya, kita berjalan

menuju foodcourt yang biasanya berada di lantai paling atas yang murni

dipenuhi berbagai toko makanan. Dari situ saja kita sudah mampu menatap

bejibun-nya bahasa Inggris yang terpampang secara mencolok di tiap-tiap toko

sebagai nama toko mereka. Di atas lantai seluas itu, paling-paling kita hanya

mampu menemukan segelintir toko yang memilih kata bahasa Indonesia

sebagai ‘wajah’ mereka.

Cobalah ke London. Melalui perjalanan virtual via dunia digital, kita bisa

mengamati bidikan-bidikan yang diposting oleh siapa pun yang ada di sana.

Tidak jarang latar bidikan yang nampak adalah meriahnya pusat kuliner

London. Bahkan di tengah kota London yang semegah nan seterkenal itu, justru

hanya segelintir yang tidak berbahasa Inggris. Berkebalikan dari fenomena

yang kita temukan di foodcourt Indonesia. Artinya, penduduk Inggris tidak

menganaktirikan bahasa mereka dan itu bisa dinterpretasikan sebagai bentuk

kebanggaan mereka terhadap bahasa asli.

Di dalam penelitian ini, penulis akan mengupas pola pandang penulis

terhadap dunia pasar kuliner Indonesia dengan data yang sudah dikumpulkan

melalui pengalaman pribadi, wawancara, dan observasi. Pembaca juga akan

disuguhkan di bagian akhir, halaman-halaman yang melampirkan gambar toko-

toko di Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,

serta toko-toko di Inggris yang menggunakan bahasa Inggris dan bahasa asing,

semua gambar-gambar itu penulis dapatkan baik tidak langsung maupun

langsung penulis bidik.

Page 4: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

4

Pembahasan

Makanan dan minuman memang menjadi perhatian utama siapa pun dalam

situasi kapan pun. Baik yang memang mengeklaim diri sebagai pencinta

kuliner, maupun yang tidak begitu memberikan perhatiannya pada jajanan.

Tetap tidak bisa dipungkiri, ingin mencicip varian baru pada makanan/minuman

adalah hasrat tertinggi bahkan mampu mengalahkan jiwa konsumtif manusia

terhadap jenis dagangan lain. Di tiap kita melangkah, dengan mudahnya kita

akan menjumpai pedagang kuliner. Baik yang bergerak maupun yang memiliki

stan khusus. Besar, kecil tentu bukan masalah. Selama isi dagangan mampu

menggugah selera, dalam waktu singkat pasti diburu pembeli.

Itulah mengapa kuliner adalah hal yang paling menggiurkan bagi setiap

calon pedagang. Dengan target yang tidak terbatas, tua, muda, pria, wanita,

semua boleh mencoba. Tidak ada sekat. Namun perlu diingat, memilih untuk

menjadi penjual kuliner juga harus siap dengan resiko yang tidak kecil:

makanan basi bila tidak terjual. Berbeda dengan jenis dagangan di luar kuliner,

di mana bila tidak terjual hari ini, bisa dicoba di kemudian hari dengan bentuk

yang tetap utuh.

Alasan utama inilah yang menimbulkan berbagai strategi para pedagang

dikerahkan dengan tujuan utama calon pembeli tidak melirik toko lain. Baik dari

segi kreativitas, inovasi, membidik apa yang sedang diminati masyarakat,

menekan harga jual serendah-rendahnya, hingga memilih nama-nama menu

dan nama toko yang eyecatching adalah langkah-langkah yang mereka ambil

sebelum mereka muncul ke permukaan.

Tentu saja pemilihan nama toko ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja.

Setiap calon penjual, harus berpikir matang-matang terhadap jualannya,

bahkan pemilihan nama toko bagi sebagian besar pemilik toko harus berada di

urutan pertama sebelum mereka menentukan “akan menjual apakah aku?”.

Setelah fix seorang calon pedagang memahami apa yang akan dia suguhkan,

barulah dia memutar otak kembali untuk memikirkan langkah selanjutnya:

Pemberian judul pada tiap menu. Seapik mungkin, seberkelas mungkin,

semenarik mungkin.

Page 5: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

5

Sayangnya, di negara yang jelas-jelas berbahasa ibu bahasa Indonesia

ini, justru hanya sebagian kecillah masyarakatnya yang meminati kosakata

Indonesia untuk dijadikan ‘wajah’ toko mereka. Kebanyakan, bahkan dominan

dari semua toko yang berdiri di Indonesia, berwajah asing alias memilih bahasa

dari luar negara Indonesia sebagai identitas mereka. Tidak ada ketertarikan

membidik bahasa ibu apalagi bahasa daerah. Memang benar mereka memilih

bahasa daerah, tapi daerah dari negara lain. Padahal di negara sendiri ada

bahasa daerah Jawa, Batak, Sunda, Bali, Madura, Makassar, dan daerah-

daerah lain yang bila disebutkan semua tidak muat dua belas lembar.

Pada penelitian ini, penulis fokus terhadap kecenderungan pasar kuliner

Indonesia dalam “menentukan kesan dagangan” yang berkiblat ke bahasa

Inggris. Namun, agar pembaca tidak memiliki gambaran grambyang akan apa

yang penulis bahas, selanjutnya penulis akan mengerucutkan fokus ini pada 3

titik bidik:

1. Pusat Jajanan (Foodcourt) di Indonesia dan Inggris

2. Pemilihan Nama Toko dan Judul Menu

3. Pandangan Umum terhadap Bahasa Nusantara dalam Dunia Kuliner

Pusat Kuliner (Foodcourt) di Indonesia dan Inggris

Mari kita mulai menggali ingatan saat kita memasuki sebuah gedung

megah pusat perbelanjaan di tengah kota. Kita disuguhi berbagai kemewahan

dan gemerlap dunia kelas atas. Dan tidak lupa, dunia pengisi perut, yang

biasanya terletak di lantai paling atas serta tidak ‘diganggu’ oleh dunia di luar

kuliner. Satu lantai penuh kita akan melihat toko-toko penyedia kuliner berjejer.

Puluhan pramuniaga menawarkan apa yang ada pada toko mereka. Mulai dari

menyodorkan menu andalan, diskon hari itu, serta menjamin rasa yang lezat

juga pramuniaga lakukan.

Di atas lantai foodcourt seluas itu, kita misalkan, terdapat 30 toko, paling-

paling hanya 4 yang memilih kata bahasa Indonesia sebagai ‘wajah’ mereka.

Sisanya, “Bahasa asing mah lebih kece!” Baik kesan manis, budaya, dewasa,

hampir semuanya dituangkan dalam bahasa Inggris. Fenomena ini

Page 6: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

6

menginterpretasikan bahwa peminat bahasa-bahasa negeri sendiri sangatlah

kecil jumlahnya. Seolah menunjukkan agar serasi dengan tatanan gedung yang

gemerlap, sebuah toko harus bergaya keinggris-inggrisan, agar dipandang

berkelas, sebuah toko harus berkiblat pada bahasa Inggris. Mengingat bahasa

Inggris adalah bahasa persatuan internasional yang daya jualnya sudah begitu

tinggi. Sehingga apa pun yang masih mengandung kemurnian bahasa sendiri

akan dipandang “nyentrik”, “nyeleneh”, dan jauh dari kesan elegan. Karena

berkelas = Inggris; elegan = asing. Begitu kira-kira.

Sekarang, coba jalan-jalan ke London. Tidak perlu berjalan di atas kaki

sendiri, cukup di atas touchpad laptop yang internetnya terkoneksi. Ya,

perjalanan virtual via dunia digital. Bisa via Facebook, Twitter, Blogger, dan

yang sekarang paling mudah aksesnya adalah Instagram. Amati bidikan-

bidikan yang diposting, tidak jarang latar bidikan yang nampak adalah

meriahnya pusat perbelanjaan kuliner London. Bahkan di tengah kota London

yang semegah nan seterkenal itu, (bila tadi toko di Indonesia hanya 4 dari 30

yang berbahasa Indonesia) di London, Inggris, hanya 4 dari 30 yang tidak

berbahasa Inggris. Meskipun Inggris mempunyai negara tetangga yang tidak

kalah majunya dan menjadi pusat perhatian dunia pula. Artinya, penduduk

Inggris tidak menganaktirikan bahasa mereka sendiri dan itu bisa

dinterpretasikan sebagai bentuk kebanggaan terhadap bahasa asli.

Pemilihan Nama Toko dan Judul Menu

Nama toko adalah poin nomor wahid yang wajib dipertimbangkan seorang

calon pemilik toko. Mampu menarik perhatian para calon pembeli, itulah tujuan

utamanya. Bila sebuah toko memiliki makna nama yang sulit diartikan bagi

sebagian besar orang, dipastikan toko tersebut akan terlebih dahulu

mengundang lebih besar tanda tanya dibanding ketertarikan. Sebaliknya, bila

sebuah toko sudah secara menyeluruh menggambarkan “isi” dagangan,

pembeli bisa langsung lanjut ke tahap menelisik isi toko tersebut tanpa repot

mengartikan makna nama tokonya.

Page 7: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

7

Kita umpamakan kita adalah pembeli yang menginjakkan kaki di atas

lantai foodcourt tadi. Berbagai pramuniagai menawarkan makanan mereka

yang katanya lebih unggul dari toko sebelah. Ditawari begitu banyaknya

makanan yang ‘menjajikan’ tentu membuat kita selektif. Sebelum kita

memutuskan membandingkan tiga hal tadi, hal pertama yang membuat kita

ingin menelisik lebih dalam adalah nama toko. Tidak mungkin sebuah toko

makanan yang berembel-embel “kebab” akan menjual tahu goreng di

dalamnya. Sehingga, saat nama toko mampu mempersuasif apa-yang-toko-

suguhkan kepada pembeli hanya dengan sekali pandang, maka pemilihan

nama untuk toko wajib diperhatikan.

Tetapi, ada sedikit keganjilan dengan cara mayoritas pedagang Indonesia

dalam membidik diksi sebagai identitas utama toko mereka. Meskipun mereka

tahu target utama mereka adalah konsumer berkewarganegaraan Indonesia,

tempat mereka di Indonesia, bahan-bahan produksi mereka dibeli di Indonesia,

mengesampingkan ciri khas Indonesia pada jualan mereka dan malah

mengagungkan sentuhan Inggris, itulah kesannya.

Sekalipun tatanan toko sudah dibuat sedemikian rupa hingga

mengesankan situasi pedesaan Indonesia yang khas, latar tembok bergambar

sawah, meja kayu, mangkok sederhana, duduk lesehan, tetap saja nama dari

toko itu mengandung unsur bahasa Inggris. Tambahan artikel “the”, misalnya.

“The Nglesot”, “The Ndeso”, “The Nyangkruk”, atau apa pun itu. Memadukan

bahasa daerah yang ada di Indonesia dengan artikel bahasa Inggris sudah bisa

dikategorikan sebagai penganut gaya keinggrisan. Mengingat pola penyusunan

kata dalam bahasa yang ada di Indonesia tak memerlukan artikel “the”, cukup

dengan “Nglesot”, “Ndeso”, ataupun “Nyangkruk”.

Dari pengamatan penulis via dunia maya terhadap masyarakat Inggris,

justru berbanding terbalik. Di negara Inggris justru akan disodorkan nama toko

murni berbahasa Inggris yang sesuai dengan apa yang mereka jual dan di

mana mereka berdiri. Semisal, rumah kuliner yang mengandalkan minuman

coklat hangat dalam menunya. Di London, yang akan kita temukan adalah toko

dengan nama “Hot Chocolate Drink Shop”, murni berbahasa Inggris.

Bayangkan bila toko itu terletak di atas tanah Indonesia, akankah kita

Page 8: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

8

menemukan di pinggir jalan tulisan “Toko Minuman Coklat Panas”? Saya rasa

tidak. Karena bagi mayoritas, frasa “minuman coklat panas” dianggap terlalu

kaku dan janggal. Di kehidupan sehari-hari paduan kata ini sangat jarang

digunakan kecuali di film-film atau buku kartun yang memang targetnya adalah

balita yang belum belajar bahasa Inggris. Untuk kalangan orang dewasa,

mereka biasa menyebut “hot chocolate” karena dipikir jauh lebih ringkas.

Stereotip ini juga berlaku persis dalam penamaan tiap-tiap menu makanan

atau minuman di rumah makan Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap terlalu

bertele-tele sehingga mereka mencomot bahasa Inggris sebagai judul menu

andalan. Se-pernah apa pun kita menemui judul menu berbahasa Indonesia,

tetap tidak mengalahkan maraknya penamaan menu dala bahasa Inggris.

Big Lobster Spicy Jumbo

Omlete and Hot Noodle

Sauce Sausage Barbeque

Twister Tornado Fresh Lemon

Milk Tea White Creamy

Orange Juice Strawberry Mix

Pola-pola menamaan menu di atas tentu tidak asing terutama saat berada

di rumah-rumah makan tengah kota. Biasanya, sebagai pembeli kita memasuki

sebuah rumah makan tanpa mengetahui sebelumnya menu apa itu. Bermodal

penasaran dan ketertarikan terhadap judul menu, kita pun memilih makanan

tersebut. Meskipun ternyata saat pesanan tiba, hidangan yang disuguhkan

tidak jauh-jauh dari masakan ibu di rumah. Di sinilah proses persuasif suatu

judul menu sukses dijalankan.

Pihak rumah makan lebih memilih Sauce Sausage Barbeque dibanding

“Sosis Bakar Saus” karena sekali lagi, kembali ke stereotip masyarakat. Bila

calon pembeli mendengar kalimat “sosis bakar saus” tentu bisa dipastikan

menu itu akan sedikit peminat karena mereka membayangkan sosis seribuan

yang mudah mereka dapatkan di toko pinggir jalan dengan cocolan saus lalu

Page 9: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

9

dibakar. Sangat-sangat tidak istimewa. Tetapi bila judul yang disodorkan dalam

bentuk bahasa Inggris, secara langsung gambaran di benak pelanggan adalah

sebuah menu istimewa yang didatangkan langsung dari negari Barat yang

sungguh menggugah selera. Padahal intinya sama saja: Sosis dibakar.

Pandangan Umum terhadap Bahasa Nusantara dalam Dunia Kuliner

Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah

kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua yang sekarang

sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia. (Wikipedia. Web. 2015)

Bahasa Nusantara berarti berbagai bahasa yang terlahir di atas negara

Indonesia.

Sayangnya, banyaknya bahasa yang lahir di Indonesia tidak didukung

oleh banyaknya dunia bisnis kuliner di negara ini. Sangat sulit kita temui rumah

kuliner yang memiliki unsur murni Nusantara pada suguhannya. Sedikit

banyak, pastilah dibumbui unsur keinggrisan. Namun, “sangat sulit” di sini

bukan berarti “tidak ada sama sekali”. Tentu saja ada. Dari situlah penelitian

penulis ini berasal.

Muncul pandangan yang berbeda dari khalayak pada dunia kuliner yang

mencondongkan bahasa-bahasa di Indonesia sebagai tokoh utama. Bila suatu

rumah kuliner justru menyuguhkan keaslian daerahnya tanpa embel-embel

sentuhan Barat, maka khalayak jelas menyambut dengan tatapan konyol,

humor, tawa, dan apa pun yang menuju ke arah “bahan bercandaan”.

Sebagai contoh konkrit di Surabaya ada sebuah rumah kuliner “Mie

Rampok Surabaya” yang bertemakan kriminalitas di Indonesia. Mulai dari tata

letak yang membuat pengunjung merasakan sensasi makan di penjara hingga

nama menu semuanya murni berbahasa Indonesia. Menu makanan yang tidak

keinggris-inggrisan macam Omlete and Hot Noodle, malah sangat Indonesia

dan begitu unik. Semisal mereka menyuguhkan menu mi yang memiliki tingkat

kepedasan berbeda, ini nama menunya:

Page 10: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

10

100 lombok : Mie Rampok Hukuman Mati

75 lombok : Mie Rampok Hukuman Rajam

55 lombok : Mie Rampok Hukuman Cambuk

35 lombok : Mie Rampok Tahanan Rumah

15 lombok : Mie Rampok Masa Percobaan

0 lombok : Mie Rampok Salah Tangkap

Tentu saja nama-nama menu di atas mampu mengundang gelak tawa

saat pertama membacanya tetapi gelak tawa itu bisa dijamin tidak akan sekeras

andai nama-nama menu tadi dibalut dalam rentetan bahasa Inggris. Penulis

singgung kembali, bila suatu rumah kuliner berkiblat pada Inggris, khalayak

akan menyambutnya secara “wow” semacam menghargai karena kembali ke

stereotip, bahasa Inggris itu bahasa dunia dan gaul.

Di bawah ini, penulis berikan data yang telah penulis kumpulkan. Mulai

dari pengamatan langsung, tidak langsung, hingga wawancara tentang respon

masyarakat terhadap toko/rumah kuliner yang berkiblat ke Inggris maupun

Indonesia.

Perbincangan Singkat Penulis dengan Seorang Teman

Penulis : Kenapa sekarang makin banyak penjual yang milih nama toko dalam

bahasa Inggris?

Teman : Karena bahasa Inggris lebih maju kalik.

Penulis : Ya bahasa Indonesia kapan majunya kalau nggak ada yang pake?

Teman : Oh, ya lagian bahasa Inggris kan sudah mendunia. Jadi ya biar

dagangannya dikenal dunia itulah kenapa pada pakai bahasa

Inggris.

Penulis : Orang-orang Jepang cuman minoritas yang bisa bahasa Inggris dan

dagangannya malah hampir nggak ada yang diambil dari bahasa

Inggris, juga maju kok.

Page 11: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

11

Teman : Hmm, ya tau lah Indonesia kayak apa. Selalu jadi hits kan yang

kebarat-baratan gitu.

Pendapat Masyarakat

Ala Inggris Ala Indonesia

Nama Toko/Rumah Makan “Keren namanya.” “Hahaha aneh-aneh

aja.”

Tata Letak Ruangan “Wuih, keren ya.

Minimalis gini!”

“Lesehan ya, ala-ala

ndeso.”

Nama Menu

“Kayaknya enak, nih.

Mungkin import dari

Eropa.”

“Ini gimana sih

maksudnya. Isinya

apa nanti.”

Ringkasan

- Pasar kuliner memiliki masa depan yang menjajikan karena menyangkut

urusan perut sehingga target pembeli banyak dan tidak terbatasi umur

maupun gender.

- Namun pasar kuliner memiliki resiko lebih besar dibanding pasar

kategori lain karena makanan/minuman harus laku dalam waktu singkat

bila tidak akan basi dan pedagang kehilangan modal.

- Resiko besar menuntut para pedagang berpikir besar pula,

mengerahkan kekreatifitasan agar pembeli tidak melirik dagangan lain.

- Salah satu bentuk kreatifitas ini adalah memberikan “wajah” untuk

toko/rumah makan yang ditunjukkan ke masyarakat, termasuk diksi-diksi

yang nantinya dijadikan nama toko atau nama menu.

- Negara kita memiliki berjuta bahasa daerah dan bahasa Indonesia

sebagai bahasa induk.

- Banyaknya bahasa daerah yang lahir di Indonesia tidak menggugah

selera pasar kuliner Indonesia untuk membanggakan khas daerah asal.

- Pasar kuliner Indonesia lebih senang membidik bahasa Inggris sebagai

kiblat.

Page 12: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

12

- Bahasa Inggris dianggap lebih “menjual” dan up to date dalam dunia

dagang serta mampu menggaet banyak pembeli.

- Bahasa daerah atau bahasa Indonesia selalu ditanggapi sebagai bahan

bercandaan oleh calon-calon pembeli.

- Bahasa di Indonesia, anak tiri bangsa Indonesia.

Referensi

Huri, Adam. “Mie Rampok Surabaya.” kulinerkota.wordpress.com. 2015. Web.

1 Januari. 2015.

Andriani, Dewi. “Kuliner Indonesia, Potensi Masakan Nusantara Di Pasar

Dunia.” entrepreneur.bisnis.com. Web. 2013. Web. 1 Januari. 2015.

Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. “Motivasi dan Strategi Bisnis

Kuliner di Kalangan Mahasiswa Wirausaha.” Pendidikan dan Ekonomi

2.1 (2013): n. pag. Web. 2015.

K, Surya Yulandra, and Tejo Nurseto. “Pasar.” id.wikipedia.org. 2015. Web. 1

Januari. 2015.

Kusno, Gustaaf. “Kuliner Wisatawan.” kompasiana.com. 2009. Web. 1 Januari.

2015.

Pancious. instagram.com/pancious. 2015. Web. 1 Januari. 2015.

Yeski. deals.roripon.com. 2015. Web. 1 Januari. 2015.

Page 13: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

13

Lampiran

London

Page 14: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

14

Indonesia

Page 15: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

15

Page 16: Pop Culture - Pasar Jajanan Kita Keinggris-inggrisan, Pasar Jajanan Inggris Tidak Kekita-kitaan

16

(hasil bidikan penulis)