Top Banner
POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG (Analisis Dampak Pembangunan PLTU Batang dari Sudut Pandang Antropologi) Oleh Ufi Rahmatika (I34120008) Sari Nurfiani (I34130052) Asisten Praktikum: Eko Cahyono, S.Th, M.Si (RK. X. 301) KOORDINATOR MATA KULIAH ANTROPOLOGI SOSIAL DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
18

POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

Jul 19, 2015

Download

News & Politics

sari nurfiani
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

(Analisis Dampak Pembangunan PLTU Batang dari Sudut Pandang Antropologi)

Oleh

Ufi Rahmatika (I34120008)

Sari Nurfiani (I34130052)

Asisten Praktikum:

Eko Cahyono, S.Th, M.Si (RK. X. 301)

KOORDINATOR MATA KULIAH ANTROPOLOGI SOSIAL

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Page 2: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

ABSTRAK

UFI RAHMATIKA dan SARI NURFIANI. Polemik Pembangunan PLTU Batang (Analisis Dampak Pembangunan PLTU Batang dari Sudut Pandang Antropologi). Dibimbing oleh Bapak EKO CAHYONO dan Bapak BAYU EKA YULIAN.

Rencana pembangunan PLTU Batang menuai berbagai konflik yang pro dan kontra dari awal perencanaannya hingga sekarang ini karena dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan ternyata berpengaruh pada aspek-aspek lain dalam masyarakat sekitar. Studi pustaka ini bertujuan untuk menguraikan polemik yang terjadi dalam proyek PLTU, menganalisis dampak yang terjadi dari pembangunan PLTU Batang terhadap lingkungan dan implikasinya terhadap mata pencaharian nelayan di sekitar area pembangunan. Metode analisa menggunakan rujukan dari media surat kabar online, hasil penelitian tentang PLTU, dan mengacu pada teori-teori antropologi yang terkait dengan konflik.

Kata kunci: polemik, dampak, pembangunan PLTU, antropologi

2

Page 3: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

Pendahuluan

Pembangunan instalasi pembangkit tenaga listrik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan secara keseluruhan, karena kebutuhan akan energi tenaga listrik sejalan dengan peningkatan aktivitas dan kualitas kesejahteraan penduduk. Rencana pemerintah membangun PLTU diklaim sebagai peningkat roda perekonomian masyarakat sekitar PLTU. Seperti dalam publikasi Public Service Commision of Wiconsin1:

“... positive effects on the community such as jobs for local residents and purchases of locally-produced goods and services creating additional income streams for the area. Local tax revenue or state shared revenue for the local municipalities would increase. And, of course, the electricity produced by the plant could replace out-of-state power purchases whose prices might be 4 more volatile and unreliable. The operation of the plant also could help stabilize the local electric transmission grid so that power is more efficiently and reliably moved from one place to another.”

Namun disisi lain, pembangkit listrik dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan perubahan lingkungan yang berimplikasi pada perubahan sosial masyaraat sekitar.

“A power plant can affect the environment by its construction and its operation. These effects, or impacts, can be either temporary or permanent.

“The plant’s footprint on the ground eliminates opportunities for others to purchase or use the land. It can also affect the existing or future uses of adjoining and nearby land parcels.” (Public Service Commision of Wiconsin)2

Maka dalam setiap pembangunan PLTU selalu menuai polemik yang simpang siur. Berdasarkan uraian tersebut di atas, studi pustaka ini berusaha untuk menguraikan polemik yang sebenarnya terjadi pada pembangunan PLTU Jawa Tengah (Batang) dan menganalisa konflik yang terjadi dari sudut pandang antropologi. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut, disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana polemik yang terjadi pada pembangunan PLTU Jawa Tengah (Batang)?

1PSC. Enviromental impacts of power plant., h. 32 Ibid,.h.4

3

Page 4: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

2. Bagaimana konflik yang terjadi didalamnya jika dilihat dari sudut pandang antropologi?

POLEMIK, DAMPAK, PLTU BATUBARA, DAN ANTROPOLOGI

Konsep Polemik

Polemik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu perdebatan mengenai suatu masalah yg dikemukakan secara terbuka dalam media massa:sastra tukar pikiran antara dua pihak yg berbeda paham tertentu masalah sastra, jika berbentuk tulisan disebut (perang pena).

Konsep Dampak

Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif.

Konsep Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara adalah salah satu jenis instalasi pembangkit tenaga listrik dimana tenaga listrik didapat dari mesin turbin yang diputar oleh uap yang dihasilkan melalui pembakaran batubara. PLTU batubara adalah sumber utama dari listrik dunia saat ini. Sekitar 60% listrik dunia bergantung pada batubara, hal ini dikarenakan PLTU batubara bisa menyediakan listrik dengan harga yang murah. Kelemahan utama dari PLTU batubara adalah pencemaran emisi karbonnya sangat tinggi, paling tinggi dibanding bahan bakar lain.

Prinsip kerja PLTU secara umum adalah pembakaran batubara pada boiler untuk memanaskan air dan mengubah air tersebut menjadi uap yang sangat panas yang digunakan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan tenaga listrik dari kumparan medan magnet di generator. Sistem Pengaturan yang digunakan pada power plant ini menggunakan sistem pengaturan Loop tertutup, dimana air yang digunakan untuk beberapa proses merupakan putaran air yang sama, hanya perlu ditambahkan jika memang level yang ada kurang. Bentuknya saja yang berubah, pada level tertentu berwujud air, tetapi pada level yang lain berwujud uap.

4

Page 5: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

Antropologi

Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah istilah kata dari bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.

Menurut Firth : “jika, kemudian, ekonomi berkaitan dengan prinsip-prinsip penggunaan sumberdaya secara umum, antropologi ekonomi berkaitan dengan hubungan sosial yang cocok, cara khusus dimana prinsip-prinsip itu ditunjukan dalam situasi sosial sekarang.” Akan Dalam polemik pembangunan PLTU Batang berdamapak pada keadaan ekonomi masyarakat setemmpat, jika lahan pertanian dibangun PLTU dana pesisir pantai juga ikut digugunakan maka kesulitan untuk mecari pangn pun tidak dapat terhindarkan. Mereka akan mempertahankan tanah dan pesisir pantai mereka sebagai mata pencaharian mereka.

Antropologi ekologi merupakan salah satu cabang dalam ilmu antropologi yang menelaah hubungan-hubungan antara masyarakat dan lingkungannya dari titik pandang masyarakat setempat (the native point of view). Masyarakat mempertahankan untuk menolak pembangunan PLTU karena pandangan mereka bahwa pembangunan PLTU tersebut akan merusak lingkungan dan habitat yang ada didalamnya serta menimbulkan banyak kerugian, apalagi pada pesisir yang jelas akan merusak terumbu karang di dalamnya serta karbon dan merkuri yang akan menjadi pembunuh mereka secara pelan-pelan.

5

Page 6: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

MEGA PROYEK DI BATANG

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa Tengah atau lebih dikenal dengan PLTU Batang merupakan salah satu proyek terbesar yang sedang dikerjakan pemerintah dalam 3 tahun terakhir ini. Dikatakan dalam rubrik PLN sebagai mega proyek sebab ini merupakan proyek Showcase KPS (Kerjasama Pemerintah Swasta) skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari Rp 30 Triliun sekaligus proyek KPS pertama yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden No.67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Selain itu PLTU ini diklaim sebagai PLTU yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2006, Pemerintah telah menetapkan proyek PLTU Jawa Tengah (Batang) sebagai salah satu model proyek KPS. Disamping itu, proyek ini juga merupakan salah satu proyek yang turut dimasukkan di dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) dan juga merupakan model showcase KPS yang telah dicanangkan oleh Pemerintah pada tahun 2010. Tujuan dibangunnya PLTU ini adalah untuk menjamin pasokan listrik terutama bagi kawasan industri agar pertumbuhan ekonomi terjaga. Selain itu, proyek ini akan membuka peluang lapangan kerja kepada minimum 5000 penduduk setempat dan memberi peluang partisipasi komponen lokal dalam proses produksinya, sehingga akan mendorong bergulirnya roda ekonomi nasional. Manajer proyek PT Adaro, Aji Nugroho mengatakan kepada ANTARA bahwa PLTU Batang merupakan proyek pertama yang akan menjadi percontohan terhadap proyek infrastruktur lainnya dan terbesar di Asia Tenggara. Oleh karena itu, proyek PLTU di Batang akan menjadi barometer pada pihak swaasta dalam menentukan pilihan berinvestasi. Tender mega proyek PLTU yang berkapasitas 2x1000 Mega Watt ini dimenangkan oleh konsorsum J-Power, Itochu, dan Adaro pada tanggal 17 Juni 2011 yang selanjutnya membentuk PT Bhimasena Power Indonesia sebagai entitas pelaksana proyek. PLTU Jawa Tengah ini dikalim PLN akan memanfaatkan pasokan batubara nasional berkalori rendah guna menurunkan biaya pokok produksi (BPP) dan menurunkan subsidi pemerintah kepada PLN.

Dilansir ANTARA, PLTU akan dibangun di desa Karanggeneng, Kandeman, Batang. PT Bhimasena Power Indonesia, selaku konsorsium pembangunan mega proyek PLTU di Batang memastikan lokasi PLTU bakal dibangun di Desa tersebut sebab lokasi dinilai paling memenuhi syarat kriteria dari beberapa lokasi yang telah dikaji sepanjang wilayah pantura untuk dibangun PLTU. Selain kajian yang mendalam terhadap lokasi potensial, keputusan ini juga didukung beberapa penelitian teknis, seperti uji boring tanah, topographic test, enviromental scoping, dan study. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mempersiapkan

6

Page 7: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

calon lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT PLN dengan kapasitas 2x1.000 MW di Kabupaten Batang. Lahan yang akan digunakan seluas 370-700 hektare. Diperkirakan akan mulai beroperasi komersial (Commercial Operation Date/COD) pada akhir 2016.

Terpilihnya Kabupaten Batang sebagai lokasi pembangunan melalui seleksi. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah teleh melakukan survey di tiga kabupaten, yakni Kendal, Batang, dan Pemalang sebagai calon lokasi pembangunan PLTU serta menyampaikan kelebihan dan kekurangan masing-masing lokasi tersebut. Setelah dilakukan survey dari tiga lokasi tersebut, kabupaten Batang menjadi lokasi yang paling cocok untuk melakukan pembangunan PLTU karena di Batang terdapat lahan milik PTP sehingga proses pembebasan lahan akan lebih mudah. Selain itu, dipilihnya Batang karena garis pantainya stabil serta kedalaman lautnya mencukupi untuk pembangunan pelabuhan sebagai sarana pemasok bahan baku batubara. Sementara untuk Kendal dan Pemalang, calon lokasi hampir seluruhnya milik masyarakat sehingga akan mempersulit pembebasan lahan.

POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

Kekhawatiran pemerintah akan krisis listrik menjadi salah satu alasan dibangunnya PLTU berkapasitas 2x1000 Megawatt ini. Dilansir dari Republika Online (2014), dalam kunjungan kerjanya ke Jawa Tengah, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap listrik tak tergantikan. Sehingga pembangkit listrik baru seperti PLTU Batang ini sangat dibutuhkan. Kebutuhan listrik meningkat sekitar 15% per tahun. Kalau kondisi ini dibiarkan, JK memperkirakan pada tahun 2018 akan terjadi krisis listrik dan pemadaman bergilir di Pulau Jawa. Sebenarnya krisis energi di Indonesia merupakan masalah yang tak kunjung usai meskipun kebijakan pemerintah untuk menanganinya telah dikeluarkan. Sebab solusi-solusi yang ditawarkan pemerintah sering diambil tanpa melakukan kajian yang mendalam terlebih dahulu. Alhasil masyarakat sekitar melakukan penolakan demi mempertahankan apa yang mereka anggap akan terkena dampak dari kebijakan tersebut. Ini menunjukkan bahwa pemerintah kerap menyusun kebijakan tanpa melibatkan masyarakat yang merasakan dampak langsung.

Demikian halnya proyek pembangunan PLTU Batang yang tersendat karena masyarakat terus melakukan penolakan. Aktifis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Wahyu Nandang Herawan kepada VOA Indonesia menyatakan lebih dari 85 persen warga setempat menyatakan penolakan pembangunan PLTU. Masyarakat khawatir dengan ancaman akan hilangnya mata pencaharian warga dan rusaknya lingkungan itu sendiri. Sebab pembangunan PLTU di

7

Page 8: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

kawasan pantai tempat lebih dari 50 ribu anggota keluarga petani dan nelayan menggantungkan hidup. Untuk menyikapi masalah kekhawatiran ini, ANTARA memberitakan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) selaku investor PLTU telah mengajak perwakilan warga, lembaga swadaya masyarakat, dan pejabat Pemkab Batang berkunjung ke PLTU Paiton, Jawa Timur untuk membuktikan jika proyek itu tidak merugikan warga. Kunjungan itu dimaksudkan BPI untuk memberikan gambaran yang sebenarnya, jika pembangunan PLTU yang akan dibangun di Desa Karanggeneng tidak menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan setempat melainkan akan memberikan kontribusi positif terhadap warga dan pemerintah daerah setempat. Manajer Proyek PT Adaro, Aji Nugroho menambahkan, nantinya proses kegiatan PLTU Batang akan menggunakan batubara yang bersahabat dan ramah lingkungan, serta kontruksi bangunan menggunakan teknologi terkini dari Jepang sehingga berbeda dengan teknologi PLTU di beberapa tempat lainnya. Sehingga diklaimnya tidak akan merusak lingkungan. Bertolak belakang dengan perhitungan yang dilakukan Greenpeace, emisi karbon yang akan dikeluarkan PLTU Batang sebesar 10,8 juta ton CO2 per tahun. Polutan beracun lain juga sangat besar, misalnya SOx sebesar 16200 ton pertahun, NOx sebesar 20200 ton pertahun, dan PM 2,5 sebesar 610 ton pertahun. Dalam publikasi PCS juga dikatakan,

“Operating power plants that burn coal, oil, or natural gas emit air pollutants into the atmosphere...”

Warga yang bersikeras menolak, dibantu oleh kalangan aktifis pejuang lingkungan dan lembaga lingkungan hidup setempat. Berbagai aksi mereka lakukan dari Batang, Jakarta bahkan hingga ke Jepang. Organisasi lingkungan di Jepang, seperti Friends of the Earth (FoE), Greenpeace Jepang, dan banyak lagi, mendukung aksi mereka. Taryun dan Roidi, dua warga Batang, pada 7-10 September 2014, ke Jepang untuk menyuarakan penolakan PTLU Batang. Bersama Greenpece, YLBHI dan organisasi lingkungan di Jepang, mereka menemui perlemen Jepang, pemerintah Jepang, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan perusahaan. Sayangnya, perusahaan, tak mau menemui. Mizuho Fukushima, anggota parlemen Jepang, mantan Menteri Negara Urusan Konsumen dan Keamanan Pangan, Sosial, dan Kesetaraan Gender, mendukung gerakan dua warga Batang di Jepang yang menyampaikan penolakan dan menuntut pembatalan mega proyek PLTU US$4 miliar oleh konsorsium Jepang.

Ekses negatif terjadi dengan adanya 7 orang warga Batang yang dikriminalisasi oleh pemerintah akibat keberatan terhadap rencana pembangunan PLTU Batang yang berdampak lingkungan yang besar. Kelima orang yang diadili di Pengadilan Negeri Semarang telah mendapatkan vonis yang beragam. Casnoto dan M.Ali Tafrihan mendapatkan putusan bebas karena mereka tidak terbukti bersalah,

8

Page 9: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

kemudian yang lain untuk Riyono, Kirdar Untung dan Sabarno mendapatkan putusan pidana penjara selama 5 bulan 5 hari dipotong masa tahanan selama 5 bulan 4 hari maka ketiganya bebas hari ini (3 April 2013). Ada lagi Carman bin Tuyah dan rekannya Cahyadi yang pada tanggal 6 Mei 2014 lalu dipanggil pakasa oleh Kejaksaan Negeri Batang, tanpa didampingi penasehat hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Setibanya di kejaksaan, keduanya mendengarkan pembacaan surat putusan Mahkamah Agung. Keduanya diputus bersalah karena telah melakukan pengeroyokan terhadap warga yang mendukung rencana pembangunan PLTU Batang. Keduanya dihukum lima bulan penjara. Wahyu Nandang Herawan dari YLBHI mengatakan, Ketika kasus disidangkan ditingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, Cayadi dan Carman diputus tidak bersalah oleh hakim. Namun, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memutuskan mereka bersalah. Padahal UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pasal 663, namun UU ini selalu diabaikan. Masyarakat mempunyai hak untuk keberatan terhadap rencana usaha/kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Ini sudah diatur dalam pasal 65 ayat 3 UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup4.

Sebelumnya, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terbesar Se-Asia Tenggara di Taman Wisata Alam Laut (Ujungnegoro-Roban) selain mendapat penolakan dari warga sekitar lokasi, hal ini juga mendapat rekomendasi penolakan dari Badan Lingkungan Hidup, Jawa Tengah. Berdasarkan surat Nomor 660.1/BLH.II/0443 tentang penjelasan lokasi rencana pembangunan PLTU Batang, keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 tanggal 19 September 2011 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional dan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 6/2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029 serta Perda Kabupaten Batang Nomor 07 Tahun 2011 tentang RTRW abupaten Batang tahun 2011-2031. Dalam dokumen tersebut juga dipaparkan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 peraturan zonasi Taman Wisata Alam Laut disusun dengan memperhatikan, pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam,melarang kegiatan selain wisata alam tanpa mengubah bentang alam, mendirikan bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan wisata alam dan ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk menunjang kegiatan wisata alam.

Dilansir Tempo, masalah pembebasan lahan masih kurang 13% lagi. Dari lahan yang dibutuhkan, proyek ini akan melahap lahan pertanian produktif dan

3 Disebutkan bahwa “pejuang lingkungan tak bisa dikenai hukum.”4 Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

9

Page 10: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

sawah beririgasi teknis seluas 124,5 hektare. Perkebunan melati seluas 20 hektare dan 152 hektare sawah tadah hujan juga terancam.Yang lebih mengejutkan, PLTU ini akan dibangun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro-Roban, kawasan konservasi kaya ikan dan terumbu karang yang menjadi wilayah tangkapan ikan bagi nelayan dari berbagai wilayah di Pantai UtaraJawa.

Konflik yang Terjadi Didalamnya Dilihat Dari Sudut Pandang Antropologi

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, terus menuai penolakan dari warga. Rencana pembangunan PLTU dapat memicu berbagai ekses lingkungan dan sosial yang negatif bagi warga sekitar. Berdasarkan perhitungan Greenpeace, PLTU berkapasitas 2 x 1.000 Megawatt itu akan melepaskan emisi karbon hingga sebesar 10,8 juta ton per tahun. PLTU juga akan melepaskan emisi logam berat merkuri sebesar 220 kilogram per tahun. Angka ini terbilang tinggi mengingat 11 miligram merkuri mampu mencemari 10 hektare perairan atau danau dan mengakibatkan ikan yang hidup di dalamnya tidak lagi layak dikonsumsi oleh manusia.

Belum lagi polutan lainnya yang dilepaskan ke udara dari pembakaran batubara, seperti SO2, NO, CO, PM 2.5, arsenik, dan timbal. Greenpeace memprediksi PLTU Batang akan memuntahkan 16.200 ton senyawa SOx, 20.200 ton NOx, dan PM 2.5 sebesar 610 ton per tahun. Polutan beracun ini menyebabkan berbagai penyakit, terutama berkaitan dengan pernapasan, bagi warga di sekitar PLTU.

Pemerintah menunjuk PT. Bhimasena Power Indonesia--konsorsium yang terdiri dari dua perusahaan Jepang, J-Power dan Itochu, serta satu perusahaan batubara Indonesia, PT Adaro--sebagai pihak yang akan membangun PLTU Batang. Pembangkit yang diklaim sebagai PLTU terbesar di Asia Tenggara ini bakal berdiri di pesisir Ujunggnegoro-Roban. Penduduk Desa Karanggeneng, menyatakan penolakan terhadap rencana pembangunan PLTU karena dinilai tidak ramah lingkungan. Lokasi yang dilakukan pembangunan merupakan kawasan konservasi dan kawasan padat penduduk. Pembangunan PLTU juga akan mengancam kesejahteraan ribuan warga yang menggantungkan hidup sebagai nelayan dan petani. Dari penelitian Greenpeace terungkap, PLTU berkapasitas kecil yang sudah dibangun pemerintah di berbagai lokasi di Pulau Jawa, terbukti telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi bagi masyarakat. Jika pemerintah tetap membangun PLTU berkapasitas 2.000 megawatt ini, dikhawatirkan dampak yang muncul akan jauh lebih merusak. Masyarakat khawatir dengan ancaman akan hilangnya mata pencaharian warga

10

Page 11: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

dan rusaknya lingkungan itu sendiri. Di lokasi itu, ada puluhan hektare lahan produktif sehingga jika dibangun PLTU dipastikan akan mengurangi pasokan pangan di Batang.

Warga Desa Karanggeneng, Ujungnegoro, dan Ponowareng bisa menentukan sikap dan masa depan desanya, seperti soal bedol deso dan upaya meningkatkan kesejahteraan hidup. Total kebutuhan lahan yang akan digunakan untuk membangun PLTU tersebut antara 400 hektare sampai 700hektare. Logikanya, dengan luas Desa Karanggeneg hanya 228,3 hektar tidak menutup kemungkinan akan dilakukan bedol desa.

Persoalan mayarakat di Kabupaten Batang saat ini adalah terkait rencana pembangunan PLTU Batang. Rencana yang masuk dalam salah satu proyek MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) tersebut menimbulkan konflik dengan masyarakat termasuk masyarakat pesisir dan nelayan di dua dukuh yaitu Roban Barat, desa Kedungsegog dan Roban Timur desa Sengon. Aktivitas rencana pembangunan PLTU Batang ini dilakukan sejak satu tahun yang lalu, dan membuat resah warga Nelayan dan Petani. Banyak respon yang dilakukan warga hingga sampai pada pengamanan dua warga Jepang yang akhirnya dianggap sebagai penyanderaan dan berbuntut pada dikriminalisasikannya 5 warga Ponowareng, Karanggeneng, dan Roban di Pengadilan Negeri Semarang.

Selain peristiwa kriminalisasi, konflik makin meruncing akibat dampak kekerasan dan pelanggaran hak-hak warga yang juga terjadi dalam proses rencana pembangunan PLTU Batang. Mengingat rencana pembangunan PLTU yang berkapasitas 2×1000 MWjuga membutuhkan lahan seluas 250 Hektar termasuklahan masyarakat yang menolak rencana pembangunan.

Setelah adanya aksi dan tindakan-tindakan warga terhadap rencana pembangunan PLTU Batang, pembangunan yang awalnya akan dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2013 diundur hingga oktober 2014. Namun justru diperpanjangnya waktu pembangunan, kemudian masih menyisakan ke khawatiran warga yang bukan tidakmungkin dapat berpotensi menimbulkan konflik yang lebih meruncing.

Dari dokumen AMDAL diketahui rencana pembangunan PLTU Batang menimbulkan dampak kepada masyarakat. Terdapat masyarakat di 13 desa di 3 Kecamatan yang akan terkena dampak. Mulai dari Ujungnegoro sampai dengan Dusun Roban Timur, Desa Sengon. Proyek ini luar biasa karena dianggap sebagai proyek PLTU terbesar se-Asia Tenggara. Biaya untuk pembangunan pun fantastis, dengan dana sekitar 35 Triliyun Rupiah.

Tentunya dari peristiwa yang terjadi seperti bentrok dengan aparat, kriminalisasi maupun perusakan terhadap lahan maka rencana pembangunan

11

Page 12: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

yang akan dilakukan oleh 3 konsorsium yaitu J-Power, Adaro dan Itochu dengan skema Public Privat Partnership sangat meresahkan warga nelayan, buruh nelayan sekitar pantai, petani, dan buruh tani yang terancam lahannya, karena selama ini masyarakat hanya menggantungkan hidup pada lahan dan Sumber Daya Alam disekitar mereka. Keterancaman ini bukan tanpa alasan, lokasi pembangunan, khususnya tapak akan menghilangkan lahan dan mengancam sumber penghasilan warga bahkan terlanggarnya hak warga lainnya. Dampak-dampak inilah yang membuat masyarakat yang saat ini tergabung dalam UKPWR (Ujungnegoro-Karanggenang-Ponowareng-Wonokersa dan Roban) bersikeras untuk melakukan penolakan terhadap rencana pembangunan PLTU.

Terjadinya konflik berkepanjangan pada pembangunan PLTU Batang ini terjadi karena dalam melaksanankan pembangunan tersebut pemerintah kurang memperhatikan aspirasi masyarakatanya. Pemerintah juga tidak memikirkan dengan matang dampak yang terjadi pada daerah tersebut dalam hal kesehatan lingkungan, kondisi sosial masyarakat, dan perekonomian mereka. Mereka tidak dapat menerima pembangunan tersebut dengan alasan program tersebut terlalu merugikan mereka, mereka harus melepaskan tanah milik mereka untuk dipakai sebagai lahan pembanguana PLTU padahal lahan tersebut merupakan lahan pertanian yang menjadi mata pencaharian mereka dan ujung tombak kehidupan mereka. Selain itu, masyarakat yang berprofesi sebagi nelayanpun mendapatkan kerugian yang sama karena pembangunan PLTU tersebut masuk ke dalam area pesisir sehingga merusak habitat laut yang ada di dalamnya dan terumbu karangnya juga, akibatnya mereka kehilangan mata pencaharian mereka. Pembangunan PLTU tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lebih banyak menimbulkan dampak negatifnya apalagi penggunaan teknogi yang berlebihan dan bahan baku batu bara membuat mereka semakin terpuruk. Penting memeperhatikan aspirasi masyarakat dalam pembangunan, karena suatu komunitas hanya akan menerima program-program pembangunan jika program tersebut memenuhi kondisi-kondisi berikut: melayani kebutuhan komunitas, konsisten dengan nilai-nilai lokal yang ada pada komunitas tersebut, dan penggunaan teknologi tidak melampaui kemampuan komunitas tersebut dalam menggunakannya (Soemardjan, 1993).

12

Page 13: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

KESIMPULAN

Pembangunan PLTU Batang mengakibatkan polemik yang tak kunjung selsesai. Masalah utama yang menjadi sorotan adalah penolakan masyarakat untuk melepaskan lahan mereka untuk dibangun PLTU tersebut dan pesisir pantai yang ikut menjadi area pembangunan PLTU. Masyarakat akan mempertahankan hal-hal yang menurut mereka menjadi hak mereka. Mereka tidak akan menerima pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka dan kebijakan-kebijakan yang merugikan serta dampak terhadap lingkungan yang buruk. Apalagi jika kedatangan investor yang menaruh kesan tidak baik, akan membuat fikiran mereka untuk aemakin menolakdi.

Disisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan dan kebutuhan listrik di masyarakat sangatlah besar. Pembangunan PLTU Batang merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Namun, pembangunan terebut dipandang tidak tepat sasaran.

Pembangunan seolah-olah bernilai nol padahal masyarakat Batang juga tidak sepenuhnya masyarakat yang bodoh, mereka juga belajar cara bersikap dan menilai mana yang harus diterima dan mana yang harus ditolak jika merugikan mereka.Pembangunan kadang-kadang hanya terpusat satu arah. Seharusnya pemerintah memebuat pembangunan PLTU tanpa merugikan masyarakat dan menimbulkan keresahan mereka serta kerusakan lingkungan. Pemerintah seharusnya dapat menyentuh masyarakat batang tepat dihati mereka sehingga pembangunan tidak menimbulkan polemik yang berkelanjutan.

13

Page 14: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

LAMPIRAN

Gambar 1 Denah Lokasi PLTU Batang

Gelombang penolakan warga terhadap PLTU Batang di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah tahun 2012 silam. Foto: Greenpeace

14

Page 15: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

Bentangkan spanduk, tolak PLTU Batang yang dinilai menerabas kawasan konservasi laut di Pantai Utara Jawa. Foto: Afif Saputra/ Greenpeace Indonesia

Taryun dan Roidi, dua warga Batang kala aksi di depan kantor JBIC di Jepang. Foto: YLBHI

15

Page 16: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

Pengaturan Kawasan Daerah Pantai Ujungnegoro dan Roban. Sumber: BLH Jawa Tengah.

16

Page 17: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

DAFTAR PUSTAKA

Apriando T. 2014. Mereka dikriminalisasi karena memperjuangkan lingkungan hidup. [internet]. Diakses pada 6 Desember 2014. Tersedia pada: http://www.mongabay.co.id/tag/pltu/

[Greeanpeace]. 2013. PLTU Batang akan lepaskan 10,8 juta ton karbon per tahun. [internet]. Diakses pada 10 Des 2014. Tersedia pada: http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/PLTU-Batang-Akan-Lepaskan-108-Juta-Ton-Karbon-Per-Tahun/

Hadi MS. 2013. Ancaman Lingkungan dari PLTU Batubara Batang. [internet]. Diakses pada 10 Des 2014. Tersedia pada: http://www.tempo.co/read/news/2013/04/03/061471027/Ancaman-Lingkungan-dari-PLTU-Batubara-Batang

KBBI online. Tersedia pada: http://kbbi.web.id

[LBH Semarang]. 2014. Masyarakat batang tuntut bantuan LBH. Diakses pada 16 Desember 2014. Tersedia pada: http://lbh-semarang.or.id/219/fgd-pltu-batang/

Republika Online. 2014. Terancam krisis listrik wapres jk percepat pembangunan pltu batang. Diakses pada: 6 Desember 2014. Tersedia pada: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/14/12/05/ng3a1f-terancam-krisis-listrik-wapres-jk-percepat-pembangunan-pltu-batang

[Public Service Commision]. Tahun. Enviromental impacts of power plants. [internet]. Diakses pada 6 Desember 2014. Tersedia pada: http://psc.wi.gov/thelibrary/publications/electric/electric15.pdf

[PLN]. [internet]. Diakses pada 10 Desember 2014. Tersedia pada: http://www.pln.co.id/blog/proyek-pltu-jawa-tengah-2x1000-mw/

Soemardjan S. 1993. Masyarakat Dan Manusia Dalam Pembangunan/Pokok-Pokok Pikiran Selo Soemardjan. Jakarta (ID): Sinar Harapan.

UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Voice of America. 2013. Pemerintah Didesak Hentikan Pembangunan PLTU Batang.[internet]. Diakses pada 10 Des 2014. Tersedia pada: http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-didesak-hentikan-pembangunan-pltu-batang/1683030.html

17

Page 18: POLEMIK PEMBANGUNAN PLTU BATANG

18