Page 1
POLA PERSEBARAN DAN KELIMPAHAN BURUNG AIR PADA AREAL
LAHAN BASAH DI DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN
MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
(Skripsi)
Oleh
PUSPA SARI DEWI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Page 2
ii
ABSTRAK
POLA PERSEBARAN DAN KELIMPAHAN BURUNG AIR PADA AREAL
LAHAN BASAH DI DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN
MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Puspa Sari Dewi
Burung air merupakan salah satu jenis burung yang secara ekologi bergantung
pada lahan basah. Lahan basah merupakan suatu ekosistem yang memiliki
berbagai fungsi ekologis yang penting untuk kehidupan burung air. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pola persebaran dan kelimpahan burung air pada
areal lahan basah di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari-Maret selama 12 hari
dengan tiga hari pengamatan utama dan sembilan hari pengulangan. Pengambilan
data dilakukan di tiga lokasi pengamatan yaitu pada areal sawah, tambak dan
hutan mangrove pada pukul 06.00-09.00 WIB dan pukul 15.00-18.00 WIB.
Identifikasi jenis burung dilakukan secara langsung dengan menggunakan buku
identifikasi burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Penelitian ini
Page 3
iii
menggunakan metode point count dan analisis data deskriptif dengan
menjabarkan analisa pola persebaran dan kelimpahan burung air yang ditemukan.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pola persebaran jenis burung air
mengelompok di semua lokasi pengamatan, kecuali di lokasi tambak yaitu jenis
raja udang erasi (Alcedo atthis) yang pola persebarannya teratur. Kelimpahan jenis
burung air rata-rata rendah pada semua lokasi penelitian, kelimpahan tinggi pada
jenis blekok sawah (Ardeola speciosa) dan kuntul kecil (Egretta garzetta) di
lokasi sawah, kelimpahan tinggi pada jenis kuntul kecil (Egretta garzetta) dan
pecuk padi hitam (Phalacrocorax sulcirotris) di lokasi tambak, kelimpahan
sedang pada jenis ibis roko roko (Plegadis falcinellus).
Kata kunci : burung air, lahan basah, pola persebaran, kelimpahan.
Page 4
POLA PERSEBARAN DAN KELIMPAHAN BURUNG AIR PADA AREAL
LAHAN BASAH DI DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN
MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
PUSPA SARI DEWI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Page 8
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukaraja, Kec. Gedong Tataan,
Kab. Pesawaran, Provinsi Lampung pada tanggal 15
Januari 1997, sebagai putri keempat dari empat
bersaudara buah hati Bapak Dede Sahwandi dan Ibu
Elis Juarningsih.
Penulis memulai pendidikan pertamannya di Sekolah Dasar (SD) Negri Satu
Gedong Tataan tahun 2003 dan menyelesaikannya pada tahun 2009, selanjutnya
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1
Gedong Tataan hingga tahun 2012, kemudian ditahun yang sama Penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Gedong
Tataan.
Pada tahun 2015, Penulis tercatat sebagai salah satu mahasiswa Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan
melaksanakan pendidikan di perguruan tinggi hingga meraih gelar Sarjana Sains
Page 9
ix
pada tahun 2019. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten
praktikum Mamalogi. Penulis juga aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa
Biologi (HIMBIO) FMIPA Universitas Lampung sebagai anggota Bidang
Ekspedisi 2016-2017 dan Kelompok Pemerhati Avifauna (KPA) Cairina sebagai
Bendahara 2018-2019.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Januari-
Februari 2018 di Rhino Protection Unit (RPU) Taman Nasional Way Kambas
selama 30 hari kerja efektif dengan judul “TEKNIK PENGAMBILAN DATA
JEJAK AKTIVITAS BADAK SUMATRA (Dicerorhinus sumatrensis) DI
HABITAT ALAMI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS”. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Juli-Agustus 2018 di Desa
Lehan, Kec. Bumi Agung, Kab. Lampung Timur selama 40 hari. Penulis
melaksanakan penelitian di Desa Margasari, Kec. Labuhan Maringgai, Kab.
Lampung Timur pada bulan Februari-Maret 2019.
Page 10
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmannirrahim
Alhamdulillahi Robbil’Alamin
Teriring rasa syukur atas semua nikmat yang Allah SWT berikan kepadaku
dan dengan penuh rasa bangga
Kupersembahkan Karya Sederhana ini teruntuk:
Bapak dan Ibu,
Kedua orang tua terbaikku Bapak Dede Sahwandi dan Mama Elis Juarningsih
yang selalu kusayangi, yang selalu mengasihiku dengan kasih sayang yang tiada
hentinya, yang senantiasa selalu menyebut namaku di dalam do’a nya,
mendidikku dan menjadi tauladan yang baik bagi pribadi ini sepanjang hayat,
memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta yang selalu berkorban
tanpa mengenal waktu untuk kebahagian dan kesuksesanku.
Seluruh Keluargaku Tercinta,
Kakak-kakak ku serta seluruh keluarga besar yang selalu memberi semangat
untuk tetap berjuang melewati masa-masa sulit dan memberikan motivasi untuk
terus berkarya dan menuntaskan pendidikanku.
Para Pendidikku,
Para guru dan dosen yang telah medidik, membimbing dan mengajariku hingga
dengan dedikasi, kesabaran dan keikhlasanya.
Sahabat-Sahabat Terbaikku,
Yang selalu memberikan semangat, dukungan yang menguatkan serta
mengajarkan arti sebuah persaudaraan dan membuat hari-hariku menjadi lebih
berwarna.
Almamaterku Tercinta,
Terimakasih.
Page 11
MOTTO
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(QS. Al - Baqarah 2:216)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Asy Syarh 94:5-6)
Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan
dilempari orang dengan batu tetapi membalas dengan buah.
(Abu Bakar Sibli)
Tidak ada doa yang lebih indah selain doa agar skripsi ini cepat selesai.
(Anonymous)
Page 12
xii
SANWACANA
Segala Puji dan Syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wataala atas
limpahan rahmat dan ridho-Nya, serta limpahan karunia dan nikmat-Nya yang tak
terhitung hingga hari ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pola Persebaran Dan Kelimpahan Burung Air Pada Areal Lahan
Basah Di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur”. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya serta kelak kita sebagai umatnya mendapatkan syafaatnya di yaumil
akhir, Aamiin.
Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat
bimbingan, perhatian, saran, serta dukungan berbagai pihak sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan ucapan terimakasih teriring doa
kepada ;
1. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktu, memberikan arahan dan ilmu, membimbing
serta memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis selama
pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
Page 13
xiii
2. Bapak Tugiyono, M.Si. Ph. D., selaku Pembimbing II yang telah dengan
sabar memberikan masukan, arahan, bimbingan, kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Pembahas atas
dedikasi, bimbingan,nasihat, arahan, saran, motivasi serta semangat yang
diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Salman Farisi, M. Si., selaku Pembimbing Akademik atas
bimbingan, motivasi, masukan, semangat, kritik dan sarannya kepada
penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.
5. Bapak Drs. M. Kanedi, M. Si., selaku Ketua Jurusan Biologi.
6. Bapak Drs. Suratman, M.Sc., selaku Dekan Fakultas MIPA.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung.
8. Bapak dan Ibu dosen yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas
dedikasi dan ilmu yang sudah diberikan kepada Penulis selama Penulis
menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.
9. Ibu Wahyu, selaku kepala Desa Margasari, Kecamatan Labuhan
Maringgai, Kabupaten lampung Timur yang telah memberikan penginapan
dan bantuan selama pelaksanaan penelitian.
10. Sahabat penelitian ku tercinta Miranti Febriani Safitri dan Rara Fitria
Anggreani yang telah melalui susah senang selama penelitian ini bersama,
saling menyemangati, membantu dan mendoakan.
Page 14
xiv
11. Sahabat seperburungan ku Rere, Danang dan Mba Harnes yang banyak
membantu selama pelaksanaan penelitian ini dari mulai survei lokasi
penelitian dan diskusi seputar penelitian.
12. Keluarga Besar Kelompok Pemerhati Avifauna CAIRINA Mba Kiki, Mba
Nana, Aris, Bagus, Mba Harnes, Danang, Rere, Miranti dan Rara tempat
berdiskusi maupun berkeluh kesah yang memberi banyak ilmu dan
pengalaman di dunia perburungan.
13. Sahabat “Akhtong” ku tersayang Endang Miranti, Harum Mutmainnah,
dan Dwi Hastuti sebagai teman, sahabat, sekaligus keluarga dari mulai
masuk dunia perkuliahan sampai lulus, yang selalu mendoakan, memberi
motivasi, semangat, yang selalu ada dalam senang maupun sedih, orang-
orang terbaik yang ku temui selama di dunia perkuliahan.
14. Teman-teman ku tersayang Ika, Janah, Vina, Desti, Mba wuri dan
Rohmah yang banyak membantu, menyemangati dan mendoakan yang
memberikan banyak cerita dalam dunia perkuliahan.
15. Teman-teman terbaikku Arip, Tareq, Keling, Badrus yang selalu mau
direpotkan, tidak pernah bosan membantu dari mulai duduk di bangku
sekolah sampai sekarang.
16. Sahabat tercinta ku Yaya, Tiwi, Nurma, Bita tempat berkeluh kesah,
melewati susah senang bersama dari mulai duduk di bangku sekolah
sampai sekarang.
17. Keluarga Besar Biologi Angkatan 2015 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, terimakasih atas kebahagiaan, kebersamaan, bantuan, dukungan,
semangat, dan kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.
Page 15
xv
18. Keluarga Besar KWI 2016 “kelompok 43” Rara, Nurul, Titi, Jo, Tiara,
Aji, Iqbal, Ridho dan Natan yang telah menjadi bagian dari keluarga baru
Penulis.
19. Keluarga Besar “Tim Kestari” KWI 2017 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, atas kerjasama serta ilmu yang dibagikan satu sama lain.
20. Keluarga “KKN Desa Lehan” periode II Juli 2018, Shabil, Ncis, Yaya,
Tokek dan Harist atas dukungan, perhatian, pengalaman, dan
kebersamaan, serta telah menjadi bagian dari keluarga baru Penulis.
21. Keluarga Besar Rhino Protection Unit (RPU) TNWK atas segala bantuan,
inspirasi, pengalaman, saran dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi Penulis
selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.
22. Serta semua pihak yang telah membantu, mempermudah dan mendoakan
penulis dalam melaksanakan dan menyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan penulis
semoga skripsi ini dapat memberikan informasi, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan rekomendasi di kemudian hari dan bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
Bandar Lampung, 05 Agutus 2019
Penulis,
Puspa Sari Dewi
Page 16
xv
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ……………………………………………………….... i
ABSTRAK ………………………………………………………………… ii
HALAMAN JUDUL DALAM …………………………………………… iv
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………… v
HALAMAN PENGESAHAN ………………………….……………….. vi
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ……………………………… vii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………. viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………….………………..………….…. x
MOTTO ……………………………………………………………….….. xi
SANWACANA …………………………………………………….……. xii
DAFTAR ISI …………………………………………………………..... xv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xix
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
Page 17
xvi
B. Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
C. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
D. Kerangka Pikir ................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7
A. Burung Air ...................................................................................... 7
B. Morfologi ........................................................................................ 9
C. Habitat ............................................................................................. 13
D. Lahan Basah .................................................................................... 14
E. Makanan .......................................................................................... 17
F. Persebaran di Indonesia ................................................................... 18
G. Kemelimpahan Burung .................................................................... 22
H. Ancaman .......................................................................................... 22
I. Perilaku Makan ................................................................................. 24
J. Migrasi ............................................................................................... 26
K. Musim Migrasi .................................................................................. 27
L. Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................. 28
M. Status Konservasi Burung air ........................................................... 30
III. METODE ............................................................................................... 34
A. Waktu dan Tempat ......................................................................... 34
B. Alat dan Bahan .............................................................................. 35
C. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 35
1. Survei Pendahuluan ................................................................. 35
2. Pengamatan Utama .................................................................. 35
D. Parameter Penelitian ...................................................................... 37
E. Analisis Data ................................................................................... 37
IV. HASIL DAN PEMBAHSAN ................................................................. 39
A. Pola Persebaran Burung Air Pada Areal Lahan Basah
di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai
Kabupaten Lampung Timur ........................................................... 39
B. Kelimpahan Burung Air Pada Areal Lahan Basah di
Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai
Kabupaten Lampung Timur ........................................................... 71
C. Migrasi Burung Air ......................................................................... 73
D. Status Konservasi Burung Air ........................................................ 76
E. Lokasi Penelitian dan Potensi Gangguan Terhadap
Burung air ....................................................................................... 79
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 86
A. Kesimpulan........................................................................................... 85
B. Saran ..................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 88
LAMPIRAN ............................................................................................ 93
Page 18
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Daftar famili dan persebaran burung air di Indonesia................................ 21
2. Lembar pengamatan pola persebaran dan kemlimpahan burung air
pada areal lahan basahdi Desa Margasari, Kecamatan
Labuhan Maringgai .................................................................................. 36
3. Pola Persebaran Burung Air Pada Areal Lahan Basah di Desa
Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur........................................................................................................ 40
4. Datar Jenis Burung Air Migran Pada Areal Lahan Basah di Desa
Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur ...................................................................................................... 75
5. Datar Jenis Burung Air Pada Areal Lahan Basah di Desa
Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur dan Status Konservasi ................................................................. 78
Page 19
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 6
2. Topografi dasar burung pantai .................................................................. 13
3. Tiga pola dasar persebaran spasial dari individu dalam suatu
habitat ........................................................................................................ 19
4. Rangkuman daur migrasi burung pantai................................................... 28
5. Peta lokasi penelitian................................................................................. 34
6. Bambangan merah yang terlihat sedang mengintai mangsa
di lokasi sawah......................................................................................... 43
7. Bambangan coklat yang sedang mencari makan di pinggiran
sawah yang berair .................................................................................... 44
8. Blekok sawah dalam keadaan tidak berbiak dan blekok sawah
dalam keadaan berbiak ............................................................................ 45
9. Blekok sawah yang sedang mencari makan dengan kelompok
burung air lain ........................................................................................... 46
10. Cangak abu yang sedang mencari makan di hamparan
lumpur hutan mangrove............................................................................. 47
11. Cangak merah yang sedang mengintai mangsa dan cangak
merah yang sedang terbang ...................................................................... 48
12. Kokokan laut laut yang sedang mengintai mangsa ................................... 49
13. Kuntul besar yang sedang berkelompok mencari makan ......................... 50
Page 20
xx
14. Kuntul cina yang sedang mencari makan dengan kelompok
burung air lain ........................................................................................... 51
15. Kuntul kecil yang sedang mencari makan di pinggiran sawah ................. 52
16. Kuntul kerbau yang sedang berkumpul dengan burung air lain
untuk mencari makan ................................................................................ 53
17. Kuntul perak yang sedang mencari makan di lokasi hutan
mangrove ................................................................................................... 54
18. Cekakak belukar yang sedang mengintai mangsa ....................................... 55
19. Cekakak sungai yang sedang mengintai mangsa di lokasi sawah ............... 56
20. Raja udang biru yang sedang bertengger sambil mengintai
mangsa ......................................................................................................... 57
21. Raja udang erasia yang sedang mengintai mangsa ...................................... 58
22. Belibis polos yang sedang berenang pada saat air laut pasang
di lokasi hutan mangrove ............................................................................. 59
23. Bangau bluwok yang sedang berjemur di hamparan lumpur
hutan mangrove ........................................................................................... 60
24. Bangau tong tong yang sedang berkelompok untuk mencari
makan di hamparan lumpur hutan mangrove .............................................. 61
25. Cerek tilil yang sedang mencari makan di hamparan lumpur
hutan mangrove ........................................................................................... 62
26. Pecuk padi kecil yang sedang mencari makan di hutan mangrove ............. 63
27. Pecuk padi hitam yang sedang berkelompok sambil mengintai
mangsa di hutan mangrove .......................................................................... 64
28. Gagang bayam timur yang sedang mencari makan di lokasi
tambak .......................................................................................................... 65
Page 21
xxi
29. Gagang bayam belang yang sedang mencari makan di lokasi
tambak .................................................................................................... 66
30. Gajahan penggala yang sedang mencari makan di hutan
mangrove ................................................................................................ 67
31. Trinil semak yang sedang mencari makan di hutan mangrove ............. 68
32. Trinil pantai yang sedang mencari makan di lokasi hutan
mangrove ................................................................................................ 69
33. Dara laut jambul yang sedang bertengger di lokasi hutan
mangrove ................................................................................................ 70
34. Ibis roko roko yang sedang mencari makan di lokai sawah ................... 71
35. Grafik Kelimpahan Burung Air Pada Areal Lahan Basah di
Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur…………………………………………………….…. 72
36. Kondisi lokasi pengamatan pada areal sawah ………....…….……….. 80
37. Kondisi lokasi pengamatan pada areal tambak …………......………... 82
38. Gangguan terhadap burung air oleh elang dan jaring-jaring di
lokasi tambak ........................................................................................ 83
39. Kondisi lokasi pengamatan pada areal hutan mangrove …….....…….. 84
Page 22
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman jenis burung yang
cukup tinggi dengan jumlah mencapai 1.771 jenis, yang persebarannya
bersifat migran ataupun menetap (Burung Indonesia, 2018). Burung
merupakan indikator kualitas lingkungan yang mudah dijumpai diberbagai
tempat dan memiliki posisi penting sebagai kekayaan satwa di Indonesia yang
jenisnya sangat beranekaragam dengan memiliki keindahan tersendiri pada
masing-masing jenis (Wisnubudi, 2009).
Baik sebagai objek penelitian, pendidikan dan kebudayaan, kepentingan
rekreasi dan pariwisata keberadaan burung sangat berperan dalam kehidupan
manusia. Selain itu burung juga memiliki manfaat untuk membantu
penyerbukan bunga, pemencaran, mengontrol populasi serangga, memiliki
nilai ekonomis dan sebagai sumber plasma nutfah (Alikodra, 1990).
Pola persebaran merupakan karakter penting dalam suatu komunitas ekologi.
Hal ini biasanya yang pertama kali diamati dalam melihat beberapa
komunitas dan salah satu sifat dasar darikebanyakan kelompok organisme
hidup. Informasi mengenai kepadatan populasi dirasakan belum cukup untuk
Page 23
2
memberi gambaran yang lengkap mengenai keadaan suatu populasi yang
terdapat dalam suatu habitat. Dua populasi mungkin saja memiliki kepadatan
yang sama, tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dalam pola sebaran
spasialnya. (Iskandar& Colijn, 2000).Pengetahuan mengenai penyebaran
sangat penting untuk mengetahui tingkat pengelompokan dari individu yang
dapat memberikan dampak terhadap populasi dari rata-rata per unit area
(Soegianto, 1994).
Persebaran burung hampir diberbagai tempat. Burung terdapat disuatu tempat
apabila pada tempat tersebut terpenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu habitat
yang mendukung dan aman dari ancaman predator (Hernowo dan Prasetyo,
1989). Selain di wilayah konservasi terdapat burung-burung yang hidup di
wilayah perkebunan, persawahan, pemukiman, pertambakan dan lainnya yang
perlu diperhatikan untuk upaya konservasi diwaktu yang akan datang (Dewi,
2005).
Salah satu jenis burung yang saat ini perlu diperhatikan status konservasinya
adalah jenis burung air. Burung air adalah jenis burung yang melakukan
seluruh aktivitas hidupnya di daerah perairan (Rusila-Noor dkk, 1999).
Burung air merupakan salah satu jenis burung yang secara ekologis
bergantung pada lahan basah yang menjadi salah satu indikator untuk menilai
pentingnya kondisi suatu lahan baah. Lahan basah meliputi hutan mangrove,
dataran berlumpur, danau, rawa, sawah, tambak dan lain-lain. Burung air
Page 24
3
sering dijumpai dalam bentuk berkelompok terutama saat ada ancaman yang
akan mengganggu keberlangsungan hidupnya (Shahnaz dkk., 1995).
Lahan basah merupakan habitat penting untuk bersarang dan membesarkan
anak, mencari makan, tempat berlindung dan berinteraksi sosial. Hubungan
antara lahan basah dan burung air sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air,
makanan, tempat berlindung dan predator (Alikodra, 2002).
Desa Margasari terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur yang dibuka pada tahun 1975 dan diresmikan pada tanggal
02 Februari 1981dengan luas wilayah 1.002 ha. Desa Margasari memiliki 12
dusun yang berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Timur : Laut Jawa
b. Sebelah Selatan : Desa Sriminosari
c. Sebelah Barat : Desa Srigading
d. Sebelah Utara : Desa Suko Rahayu
Desa Margasari merupakan daerah yang memiliki lahan basah berupa hutan
mangrove, pantai, tambak dan sawah yang merupakan habitat alami bagi
burung air. Data mengenai pola persebaran dan kelimpahan burung air di
wilayah tersebut belum ada, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk
mengupayakan konservasi burung air di wilayah tersebut.
Page 25
4
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pola persebaran burung air pada areal lahan basah di Desa Margasari
Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
2. Kelimpahan burung air pada areal lahan basah di Desa Margasari
Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
3. Mengetahui potensi gangguan terhadap burung air pada areal lahan basah
di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi berupa data
mengenai burung air pada areal lahan basah di Desa Margasari, Kecamatan
Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur dan mengupayakan
konservasi burung air di wilayah tersebut.
D. Kerangka Pikir
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang
cukup tinggi, baik tumbuhan maupun satwa liar. Salah satu satwa liar yang
Page 26
5
terdapat banyak di Indonesia adalah burung. Burung di Indonesia sangat
beranekaragam yang persebarannya diberbagai tempat. Burung memliki
peran penting dikehidupan manusia, selain untuk indikator suatu lingkungan,
objek peneltian, wisata dan budaya, burung juga memiliki peran yang sangat
penting di dalam ekosistem dan sebagai sumber plasma nutfah. Konservasi
burung di Indonesia masih terfokus pada wilayah-wilayah konservasi,
padahal tak jarang burung ditemukan wilayah lahan basah seperti sawah,
tambak dan hutan mangrove. Salah satu jenis burung di Indonesia yang
memerlukan perhatian untuk dikonservasi adalah burung air. burung air
adalah burung yang menghabiskan waktunya didaerah perairan. Lahan basah
merupakan habitat yang sangat baik untuk burung air berkembang biak,
membesarkan anak, mencari makan dan berlindung. Lahan basah meliputi
hutan mangrove, rawa, sawah, tambak dan lainnya.
Desa Margasari merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan Labuhan
Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Wilayah ini memiliki lahan
basahyang cukup luas berupa hutan mangrove, pantai, tambak dan sawah
yang merupakan habitat alami bagi burung air. Data mengenai pola
persebaran dan kelimpahan burung air di wilayah tersebut belum ada,
sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mengupayakan konservasi
burung air di wilayah tersebut.Digram alir penelitian pola persebaran dan
kelimpahan burung air pada areal lahan basah di Desa Margasari, Kecamatan
Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur disajikan pada Gambar 1.
Page 27
6
Desa Margasari,
Kecamatan Labuhan
Maringgai
Gambar. 1 Diagram alir penelitian pola persebaran dan kelimpahan burung air
pada areal lahan basah di Desa Margasari Kecamatan Labuhan
Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
Lahan Basah
Pola Persebaran dan Kelimpahan
Burung Air
Penelitian
Survei Pendahuluan Pengamatan Utama
Titik Pengamatan
Metode
Pengamatan Analisis Data
Point Count Indeks Persebaran
Poisson dan Indeks
Kelimpahan Relatif
Data Pola Persebaran dan
Kelimpahan Burung Air
Page 28
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Burung Air
Menurut Welty (1982) dalam Darmawan (2006) burung merupakan hewan
yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan yang berfungsi untuk
terbang, tungkai belakang yang beradaptasi untuk berjalan, berenang dan
hinggap sesuai dengan lingkungannya, memiliki paruh, jantung memiliki
empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas,
tidak memiliki kandung kemih dan bertelur. Burung masuk ke dalam kelas
hewan bertulang belakang, terbagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158
famili.
Burung air merupakan salah satu jenis burung yang secara ekologi
bergantung pada lahan basah. Lahan basah meliputi hutan mangrove,
dataran berlumpur, danau, rawa, sawah, tambak dan lain-lain. Burung air
sering dijumpai dalam bentuk berkelompok terutama saat ada ancaman
yang akan mengganggu keberlangsungan hidupnya (Shahnaz dkk., 1995).
Page 29
8
Burung air memiliki kaki berselaput yang digunakan untuk mendayung
pada saat berenang dan memiliki kaki panjang yang memudahkan mereka
untuk berjalan pada saat mencari makan di lingkungan air. Burung air
cenderung dimasukkan ke dalam tiga kelompok kategori. Pertama
kelompok burung laut (marine bird), yaitu kelompok burung yang
mencari makan di laut lepas dan kembali ke darat ketika akan
berkembangbiak. Kedua kelompok burung yang mengandalkan air tawar
sebagai sumber makan dan membuat sarang di daerah dekat sumber
makanannya tersebut. Ketiga kelompok burung pantai yang terdiri dari sub
ordo Charadiiformes. Dari ketiga kelompok tersebut burung yang sering
berarda di darat adalah kelompok burung pantai dan burung air tawar
sedangkang kelompok burung laut lebih sering menghabiskan waktu di air
(Balai Taman Nasional Alas Purwo, 2011).
Kelompok burung air memiliki beberapa istilah, yaitu Wildfowl yang
merupakan kelompok burung air liar dari famili Anatidae atau bebek-
belibis. Shorebird, waders atau yang biasa di sebut burung pantai,
merupakan kelompok burung air perancah yang memiliki ukuran tubuh
bervariasi antara 13-66 cm, bentuk dan ukuran paruh yang beragam, dan
memiliki kemampuan berjalan di tempat lunak dan tergenang air (Sibuea
dkk., 1996).
Page 30
9
B. Morfologi
Menurut Balai Taman Nasional Alas Purwo (2011) burung air pada
umumnya memiliki jari-jari kaki yang lurus dan berselaput, paruh
meruncing lurus ataupun melengkung dan ada beberapa jenis burung air
yang paruhnya berkantung panjang. Memiliki perbandingan ukuran
panjang tubuh dengan panjang kaki 1 : 1 sampai 1 : 3. Bulu penutup yang
dilapisi lilin yang berguna untuk mencegah bulu agar tidak basah. Berikut
morfologi burung air berdasarkan sukunya :
1. Podicipedidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh runcing, ekor pendek,
leher tegak, jari kaki lebih berdaun dari pada berselaput dan
memiliki bulu yang panjang.
2. Phalacrocoracidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh tajam yang berkait pada
ujungnya, berwarna hitam dengan kilau hijau atau ungu contohnya
pecuk padi hitam (Phalacrocorax sulcirostris), pecuk padi belang
(Phalacrocorax melanoleucos), berwarna putih pada bagian bawah
dan miliki paruh serta kulit muka berwarna kuning.
3. Pelecanidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh sangat besar dan di
sepanjang paruh terdapat kantung makanan yang bisa
menggembung. Leher membengkok pada saat terbang, berwarna
putih pada jenis burung undan putih (Pelecanus onocrotalus),
Page 31
10
berwarna ungu pada jenis burung undan paruh totol (Pelecanus
philippenis) dan berwarna hitam pada jenis burung undan kacamata
(Pelecanus conspicillatus).
4. Ardeidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh panjang lurus, berkaki
panjang, leher panjang. Berwarna putih pada jenis burung kuntul,
berwarna hitam pada jenis burung kowak dan berwarna abu-abu
gelap pada jenis burung cangak laut (Ardea sumatrana).
5. Ciconiidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh yang sangat besar,
panjang dan kuat. Memiliki kaki panjang, sayap lebar, dan ekor
pendek.
6. Threskiornithidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh yang panjang dan
melengkung kebawah, ekor lebat, bulu terbang terestrial
memanjang berwarna abu-abu.
7. Anatidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh yang khas dan pipih, kaki
berselaput, tungkai pendek, sayap sempit runcing yang terletak
agak kebelakang, ekor pendek.
8. Rallidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh yang lurus dan kuat, kaki
panjang dengan jajri-jari yang sangat panjang, sayap pendek.
Page 32
11
9. Heliornithidae
Burung air pada suku ini memiliki kaki lebar berbentuk dayung
tanpa selaput diantara jarinya, berwarna coklat zaitun.
10. Jacanidae
Burung air pada suku ini memiliki jari kaki yang sangat panjang
berguna untuk berjalan diatas daun teratai dan tumbuhan terapung
lainnya.
11. Rostratuloidae
Burung air pada suku ini memiliki ciri khusus berupa strip menyala
pada kepala dan bahu, sayap terhias ramai dengan garis-garis, strip
dan bentuk seperti bulatan mata, memiliki paruh yang panjang dan
melengkung.
12. Charadriidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh lurus dengan penebalan
keras pada ujungnya, tungkai panjang dan kuat, pada beberapa
spesiel tidak memiliki jari belakang, sayap agak panjang, ekor
pendek, berpola warna coklat, hitam dan putih.
13. Scolopacidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh ramping memanjang, kaki
panjang, sayap meruncing panjang. Pada beberapa spesies memiliki
paruh sangat panjang yang digunakan untuk mengais di dalam
lumpur guna mencari cacing dan udang-udangan yang
bersembunyi.
Page 33
12
14. Recurvirostridae
Burung air pada suku ini memiliki kaki yang panjang berwarna
merah, kepala dan tubuh berwarna putih.
15. Phalaropodidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh yang sempit dan tajam,
tubuh ramping dan anggun, memiliki bulu lebat dan halus yang
membuat tubuhnya mudah mengapung, jari kaki bercuping dan
tidak memiliki selaput.
16. Burhinidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh lurus agak pendek dan
kuat, kaki panjang, tidak memiliki jari belakang, lutut membesar,
mata besar berwarna kuning bening, sayap berwarna hitam dan
putih.
17. Glareolidae
Burung air pada suku ini memiliki paruh kuat, membengkok dan
meruncing serta memiliki sayap yang panjang.
18. Laridae
Burung air pada suku ini memiliki tubuh berwarna putih dengan
ujung sayap yang hitam, pada bagian kepala dan ata tubuh
memiliki perbedaan tingkat warna hitam, abu-abu dan coklat.
Berikut merupakan gambar tipografi dasar burung pantai pada
Gambar 2.
Page 34
13
Gambar 2. Topografi dasar burung pantai (Howes dkk., 2003)
C. Habitat
Habitat adalah tempat setiap unit kehidupan dengan kondisi tertentu yang
dijadikan tempat suatu jenis atau komunitas hidup yang berperan penting
bagi distribusi dan jumlah burung (Bibby dkk., 2000). Habitat merupakan
kawasan yang terdiri atas berbagai komponen biotik maupun abiotik yang
Page 35
14
hidup di dalamnya serta menjadi tempat melakukan berbagai aktivitas
sehari-hari dan berkembang biak (Alikodra, 1990).
Habitat yang baik bagi burung adalah habitat yang ditinjau dari segi
kuantitas dan kualitas dapat menyediakan pakan, air, tempat berlindung,
tempat beristirahat dan tidur malam, serta tempat untuk berkembang biak
yang terbentang dari ujung pantai hingga ujung gunung (Suryadi, 2006).
Tipe burung beranekaragam sesuai dengan habitatnya, antara lain tipe
burung hutan (forest birds), burung hutan kayu terbuka (open woodland
birds), burung lahan budidaya (cultivated birds), burung pekarangan
rumah (rural area birds), burung pemangsa (raptor birds) dan burung air
atau perairan (water birds) (Kurnia, 2003).
D. Lahan Basah
Secara umum burung air dalam beraktivitas dikehidupannya sangat
bergantung kepada pantai ataupun lahan basah. Lahan basah merupakan
habitat penting bagi burung air serta tegakan tumbuhan yang ada di
atasnya menjadi tempat untuk mencari makan maupun beristirahat.
Meskipun banyak dari beberapa jenis burung air yang berbiak jauh di
daratan yang bukan merupakan daerah pantai atau lahan basah.
Lahan basah merupakan ekosistem kompleks yang memiliki berbagai
fungsi ekologis penting seperti pengatur hidrolisis, penghasil sumberdaya
Page 36
15
alam hayati dan habitat dari berbagai jenis satwa liar dan tumbuhan.
Keistimewaan kawasan tersebut dimanfaatkan oleh burung-burung air
yang hanya bisa tinggal pada kawasan tertentu atau cocok dengan
kebutuhan hidupnya. Keberadaan lahan basah sebagi habitat burung air
telah dirumuskan dalam konvensi Internasional Ramsar sebagai suatu
kepentingan internasional (Sibuea, 1997).
Jenis-jenis lahan basah yang sering digunakan burung air sebagai
habitatnya adalah :
a. Mangrove dan hamparan lumpur (mudflat) (Mustari, 1992)
Habitat mangrove memberikan tempat yang baik bagi burung air
untuk membuat sarang dan berlindung dari ancaman predator
terutama pada jenis burung Cangak (Ardea sp.), Bangau
(Ciconiidae sp.), Pecuk (Phalacrocoracidae sp.). Selain itu habitat
mangrove juga digunakan sebagai tempat bertengger dan
memberikan sumber makanan yang berlimpah. Hamparan lumpur
merupakan tempat mencari makan yang terdapat akar-akar
mangrove sebagai tempat burung air beristirahat terutama selama
air pasang.
b. Hutan rawa air tawar dan hutan gambut (Rusila, dkk., 1995)
Hutan rawa air tawar dan hutan gambut merupakan tempat yang
baik untuk berkembangbiak, mencari makan dan aktivitas lainnya
bagi beberapa jenis burung air langka seperti burung serati hutan
atau yang sering disebut dengan mentok rimba (Asarcornis
Page 37
16
scutulata), bangau strom (Ciconia stormi) dan ibis karau (Pseudibis
davisoni).
c. Rawa rumput (grass swamp) dan rawa herba (herbaceous swamp)
(Rusila, dkk., 1995)
Tipe habitat ini menjadi tempat yang sangat disukai oleh berbagai
jenis burung air terutama dari famili Ardeidae, Anatidae, Raliidae
dan Jacanidae.
d. Daerah persawahan (Sibuea, dkk., 1995)
Daerah sawah sering digunakan burung air sebagai tempat mencari
makan dan beristirahat. Salah satu jenis burung air yang sering
ditemukan di daerah sawah adalah burung blekok sawah pada saat
awal musim penghujan atau pada saat sawah ditanami padi. Pada
saat musim kemarau burung blekok sawah tidak pernah ditemukan
di sawah karena sawah mengalami kekeringan. Pada saat sawah
dalam kondisi kering burung yang sering ditemukan adalah jenis
burung kuntul kerbau.
e. Daerah pertambakan (Sibuea, dkk., 1995)
Beberapa jenis burung air biasa ditemukan di daerah tambak yang
telah dipanen. Tambak yang kering atau memiliki air yang dangkal
merupakan tempat bagi burung-burung air mencari makan. Pada
musim kemarau di daerah tambak jarang ditemukan burung air
karena biasanya tambak dialihfungsikan menjadi ladang garam.
Page 38
17
E. Makanan
Ketersediaan makanan dalam suatu wilayah sangat berpengaruh dalam
kelangsungan hidup burung air. Jenis makanan burung air sangat
bervariasi, antara lain seperti ikan, amphibi, reptil, crustacea dan
invertebrata akuatik dan teresterial. Kelimpahan makanan dapat
berpengaruh dalam dinamika populasi, kelangsungan hidup dan perilaku
individu burung air (Bulter, 1992).
Jarak antara patch dan jarak dari tempat bersarang dan beristirahat
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi makan
oleh burung air. Selama musim berbiak ketersediaan makanan dan waktu
makan sangatlah penting. Dalam memperoleh makanannya burung air
melakukan dengan sendiri ataupun berkelompok (Draugelis-Dale & Rassa,
2008).
Air merupakan salah satu komponen yang menentukan burung air untuk
mencari lokasi makan. Air berhubungan dengan kehadiran makanan yang
dibutuhkan oleh burung. Keberadaan burung untuk mencari makan
dipengaruhi oleh ketinggian air. Ketinggian air yang sesuai untuk burung
air mencari makan berbeda untuk masing-masing jenis burung air. Jika
terlalu tinggi atau terlalu dangkal maka dapat berpengaruh pada
keberadaan burung tersebut (Gawlik, 2002).
Page 39
18
F. Persebaran di Indonesia
Untuk memenuhi tuntutan hidupnya burung memerlukan suatu koridor
untuk melakukan pergerakan yang dapat menghubungkan dengan sumber
keanekaragaman. Persebaran burung dapat dilihat dari pergerakannya dan
kondisi lingkungan seperti ketinggian, luas kawasan dan letak geografis.
Dibanding dengan satwa liar yang lain burung merupakan satwa yang
paling merata persebarannya, hal ini dikarenakan kemampuan terbang
yang dimilikinya (Alikodra, 2002). Beberapa faktor yang mempengaruhi
persebaran burung antara lain faktor kimia, habitat dan faktor fisik,
kemampuan pemencaran, perilaku, ada tidaknya spesies lain dan adaptasi
burung terhadap perubahan lingkungan (Celebes Bird Club, 2006).
Pola penyebaran burung dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: (Michael,
1994).
1. Pola penyebaran teratur, dimana individu-individu terdapat pada
suatu tempat tertentu dalam komunitas. Terjadinya penyebaran ini
apabila terdapat persaingan yang keras sehingga timbulnya
kompetisi yang mendorong pembagian ruang hidup yang sama.
2. Pola penyebaran secara acak (random), dimana individu-individu
menyebar dalam beberapa tempat dan mengelompok pada tempat
yang lain. Terjadinya penyebaran ini apabila lingkungan homogen.
3. Pola penyebaran berkelompok atau berumpun, dimana individu-
individu selalu berada dalam kelompok-kelompok dan tidak
Page 40
19
terpisah sendiri. Terjadinya penyebaran ini karena adanya
kebutuhan akan faktor lingkungan yang sama.
Berikut tiga pola daar persebaran spasial dari individu dalam suatu
habitat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tiga pola dasar persebaran spasial dari individu dalam suatu
habitat (Krebs, 1998).
Hutchinson (1953) mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya
pola-pola persebaran suatu organisme. Faktor-faktor tersebut yaitu:
1. Faktor vektorial yang timbul dari gaya eksternal lingkungan
(seperti angin, pergerakan air dan intensitas cahaya).
2. Faktor reproduksi yang berkaitan dengan model reproduksi dari
suatu organisme (seperti kloning dan regenerasi dari keturunan).
3. Faktor sosial karena tingkah laku penghuni (seperti tingkah laku
teritorial).
4. Faktor koaktif yang dihasilkan dari interaksi intraspesifik (seperti
kompetisi).
Page 41
20
Mackinnon, dkk (1998) menjelaskan tentang persebaran burung
dibeberapa pulau di Indonesia, pada pulau Sumatera memiliki 397 jenis
burung, dari total 541 jenis di Kalimantan, Jawa, Sumatera, Bali, Malaysia
dan pulau-pulau sekitarnya dengan jumlah burung endemik yang termasuk
dalam pulau-pulau kecil hanya 22 jenis. Persebaran burung Sumatera
terdapat 306 jenis di kalimantan, 345 jenis terdapat di Semenanjung
Malaysia dan 211 jenis terdapat di Jawa. Sedangkan di pulau Jawa hanya
289 jenis dari jumlah seluruh jenis, 164 jenis terdapat di pulau-pulau
lainnya. 176 jenis terdapat di Kalimantan, 251 junis terdapat di Sumatera,
49 jenis terdapat di luar Sunda Besar dan 30 jenis merupakan jenis burung
endemik. Di pulau Kalimantan memiliki 358 jenis jumlah burung.
Sebanyak 164 jenis terdapat disemua pulau yang lain, 306 jenis terdapat di
Sumatera, 297 jenis terdapat di Semenanjung Malaysia, 177 jenis terdapat
di pulau Jawa dan 42 jenis terdapat di pulau-pulau di luar Sunda Besar.
Sebanyak 37 jenis merupakan burung endemik.
Menurut Rose dan Schott dalam Sibuea, dkk (1996) Indonesia merupakan
negara yang memiliki keragaman jenis burung air tertinggi di dunia.
Tercatat bahwa di Indonesia memiliki 184 jenis burung air dari 833 jenis
burung air di dunia dari 20 famili.
Page 42
21
Kedua puluh famili tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar famili dan persebaran burung air di Indonesia.
Famili Persebaran di Indonesia
Podicipedidae S, J, M, C, T, P
Phalacrocoracidae S, K, J, C, M, T, P
Pelecanidae S, J, C, M, T, P
Ardeidae S, K, J, C, M, T, P
Ciconiidae S, K, J, C, T, P
Threskiornithidae S, K, J, C, M, T, P
Anatidae S, K, J, C, M, T, P
Gruidae P
Rallidae S, K, J, C, M, T, P
Heliornithidae S, J
Jacanidae S, K, J, C, M, T, P
Rostratulidae S, K, J, C, T
Haematopodidae J, M, T, P
Charadriidae S, K, J, C, M, T, P
Scolopacidae S, K, J, C, M, T, P
Recurvirostridae S, K, J, C, M, T, P
Phalaropodidae K, J, C, M, T, P
Burhinidae S, K, J, C, M, T, P
Glareolidae S, K, J, C, M, T, P
Laridae S, K, J, C, M, T, P
Keterangan : S = Sumatera, K = Kalimantan, J = Jawa, C = Sulawesi,
M = Maluku, T = Nusa Tenggara, P = Papua
Beberapa jenis burung hidup menetap dalam daerah tertentu, tetapi banyak
pula jenis burung yang sesuai dengan perubahan musim mereka
melakukan migrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah tertentu.
Burung air lebih banyak melakukan migrasi dibandingkan dengan jenis
burung lain. Umumnya daerah yang sering dilewati burung sebagai jalur
migrasi adalah daerah bagian Utara dan Selatan bumi atau yang sering
disebut dengan Latitudinal. Tetapi terdapat beberapa jenis burung yang
melakukan migrasi altitudinal yaitu ke daerah-daerah pegunungan selama
Page 43
22
musim panas yang terdapat di Amerika Utara bagian Barat. Burung
melakukan migrasi ke tempat-tempat tertentu yang terdapat banyak
makanan dan bersarang kemudian akan kembali lagi ketika musim sudah
sesuai untuk kehidupannya (Pratiwi, 2005).
G. Kelimpahan Burung
Kelimpahan adalah istilah umum yang digunakan untuk suatu populasi
satwa dalam hal jumlah yang sebenarnya dan kecenderungan naik turunya
populasi atau keduanya. Kelimpahan erat kaitannya dengan distribusi,
sehingga biasanya kedua istilah ini sering kali digunakan bersama-sama
(Mahmud, 1991). Kelimpahan dapat dinyatakan juga sebagai jumlah
organisme per unit area (kepadatan absolut), atau sebagai kepadatan
relatif, yaitu kepadatan dari satu populasi terhadap populasi lainnya.
Kelimpahan relatif adalah perbandingan kelimpahan individu tiap jenis
terhadap kelimpahan (jumlah) seluruh individu dalam suatu komunitas
(Krebs, 1998).
H. Ancaman
Menurut Noor dkk. (2003) ancaman bagi penurunan populasi burung air
adalah sebagai berikut :
Page 44
23
a. Perusakan habitat
Perusakan habitat sangat mempengaruhi penurunan populasi
burung karena rusaknya tempat burung berkembangbiak. Burung
air umumnya berkembang biak secara berkelompok dan
menggunakan satu tempat untuk membuat sarang dan digunakan
secara bersama-sama. Rusaknya habitat dapat mengancam
kelangsungan hidup kelompok karena burung air tidak dapat
membentuk kelompok yang sama di tempat yang lain.
b. Perburuan dan perdagangan
Masalah yang sering terjadi pada burung air adalah perburuan
untuk dikonsumsi dagingnya. Tetapi tak jarang pula burung air
yang diburu untuk diperjual belikan sebagai hewan peliharaan.
Pemburu biasa menangkap burung dengan senapan angin, jerat dan
burung pemikat. Pemburu tersebut bukan hanya menangkap burung
dewasa melainkan pada anakan burung bahkan telur-telunya.
c. Pencemaran dan penggunaan pestisida
Pencemaran dan penggunaan pestisida di persawahan dan tambak
sebagai tempat burung air mencari makan dapat memberikan
dampak buruk bagi burung air tersebut. Pestisida yang termakan
oleh burung dapat meracuni burung dan merusak struktur ketebalan
cangkang telur burung yang dapat mempengaruhi keberhasilan
penetasan telur. Akibat dari itu populasi jenis burung tersebut akan
menurun.
Page 45
24
I. Perilaku Makan
Perilaku makan merupakan perilaku yang nampak terlihat pada saat
aktivitas makan. Aktivitas makan adalah salah satu aktivitas harian. Pada
umumnya aktivitas makan burung dilakukan pada waktu pagi hingga sore
hari, kecuali pada beberapa jenis burung malam yang aktif mencari makan
pada waktu malam hari (Powel, 1986).
Manurut Kushlan (1978) ada tiga macam perilaku makan yang tampak
pada famili Ardeidae, yaitu stand or stalk feeding yang berarti berdiri atau
mengikuti mangsa, disturb and chase feeding yang berarti menunggu dan
memburu mangsa, aerial and deep water feeding yang berarti menangkap
mangsa diudara dan dibawah perairan.
Burung kuntul merupakan salah satu jenis burung air yang memiliki
perilaku mencari makan menarik. Burung kuntul sering sekali
memanfaatkan kehadiaran jenis burung lain untuk mendapatkan makanan.
Misalnya pada interaksi burung burung kuntul dengan Phalacrocorax sp.
yang menyelam untuk mencari makan. Pada saat burung jenis ini
menyelam ke air untuk mencari makan maka mangsa akan naik ke
permukaan, hal tersebut dimanfaatkan oleh kuntul untuk mendapatkan
mangsa yang sebanyak-banyaknya (Hancock dan Kushlan, 1984).
Burung pantai merupakan sekelompok burung air yang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya bergantung pada pantai. Wilayah mencari makan
Page 46
25
burung pantai biasanya wilayah pasang surut, sehingga burung pantai
hanya bisa menacari makan pada saat air surut. Setiap burung pantai
memiliki perilaku makan yang efisien, sehingga dengan waktu yanng
terbatas mereka dapat memperoleh makanan yang cukup (Holmes, dkk.,
2003).
Beberapa burung pantai memiliki perilaku makan yang khas dan
mencolok. Perbedaan perilaku tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan ukuran dan bentuk paruh, kaki dan habitat masing-masing
burung pantai tersebut. Umumnya perilaku makan burung pantai yang
memiliki mata besar adalah dengan berdiri tegak sambil melihat-lihat
mangsanya, berlari dan mematuk mangsanya. Sedangkan burung pantai
yang memiliki mata lebih kecil, memiliki paruh yang lebih kecil dan
mencari makan dengan menusuk-nusukkan paruh ke sedimen yang lembut
(Holmes, dkk., 2003).
Beberapa jenis burung pantai biasanya mencari makan di daerah pesisir
yang dangkal dengan berlari mengejar mangsanya di perairan tersebut.
Ada juga yang mencari makan dengan membalikkan batu atau seresah
yang diduga sebagai tempat persembunyian mangsanya. Ada beberapa
jenis burung pantai yang mencari makan dengan berenang, memutar-
mutarkan tubuhnya di permukaan air dan menangkap mangsa dengan
mengapung di air. Ada pula yang mencari makan dengan berputar-putar
terbang di sekitar daerah pasang surut dan segera menangkap mangsa
dengan terbang menukik ke arah mangsa tersebut (Holmes, dkk., 2003).
Page 47
26
Selama periode tidak berbiak burung air berkumpul pada lokasi tertentu
dengan jumlah besar. Hal ini dapat menyebabkan kompetisi untuk
memperoleh makanan, wilayah mencari makan dan wilayah bertengger
yang aman. Wilayah pasang surut merupakan sebagian besar wilayah
tempat mereka mencari makan, sehingga beberapa jenis burung air hanya
bisa mencari makan di wilayah pasang surut saja. Kondisi seperti itu
menjadi tantangan bagi beberapa jenis burung air untuk mencari makan.
Untuk mengatasi masalah tersebut mereka menerapkan strategi makan
yang efisien (Davies, dkk., 1995).
J. Migrasi
Migrasi merupakan pergerakan musiman yang dilakukan hewan secara
terus menerus dari satu tempat ke tempat lain dan kembali ke tempat
semula yang dilakukan dalam musim datang dan kembali ke daerah
perkembangbiakan (Alikodra, 1990).
Menurut (Comelius, 2013) migrasi merupakan siklus utama kehidupan
yang menjadi contoh hubungan antara suatu organisme dengan
lingkungannya. Migrasi dilakukan hampir 2000 spesies burung yang setiap
memasuki musim semi burung burung mulai melakukan penerbangan
yang melintasi jarak cukup jauh dari habitat asalnya untuk mencari
keuntungan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat musim gugur,
burung migran kembali kekebiasannya untuk mencukupi tenaga dan
Page 48
27
persiapan migrasi berikutnya sebelum datang musim panas dan musim
yang cukup ekstim.
Strategi migrasi burung pantai sangat bervariasi bergantung dari jenis,
jarak, rute, waktu, sumber daya makanan disuatu tempat serta temapat
persinggahan saat migrasi. Beberapa jenis burung singgah disuatu tempat
dalam kurun waktu yang cukup lama bila terdapat persediaan sumber daya
makanan yang melimpah, namun ada juga beberapa jenis burung yang
hanya singgah sebentar dalam perjalanan migrasinya (Skagen, dkk., 2005).
K. Musim Migrasi
Selama bermigrasi burung pantai singgah di daerah khusu yang yang
memiliki karakter lahan basah datar, tidak berombak besar, terdapat
sumber makanan yang cukup melimpah hingga mereka memiliki tenaga
untuk melanjutkan kembali perjalanan mereka. Burung pantai bergerak
dari bumi belahan Selatan menuju bumi belahan Utara untuk berbiak di
sekitar pulau-pulau Arktik. Waktu berbiak biasanya berlangsung pada
bulan Maret-Juni. Sementara waktu untuk kembali bermigrasi dalam
keadaan non-breeding terjadi dari bulan Juli-Oktober (Oldland, dkk.,
2009).
Indonesia merupakan tempat persinggahan antara antara tujuan migrasi
dari belahan bumi Utara ke belahan bumi Selatan. Waktu terbaik untuk
Page 49
28
mengamati burung pantai migran adalah pada saat mereka memulai
perjalanan menuju belahan bumi selatan (September – Maret) dan pada
saat mereka kembali ke lokasi berbiak (Maret – April). Rangkuman daur
migrasi burung pantai disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Rangkuman Daur Migrasi Burung Pantai (Howes, dkk., 2003).
L. Gambaran Lokasi Penelitian
Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12
tahun 1999, diremikan pada tanggal 27 April 1999 dengan pusat
pemerintahan di Sukadana. Kabupaten lampung Timur merupakan daerah
kanupaten pesisir hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Tengah yang
dimekarkan menjadi tiga daerah kabupaten dan kota yaitu Kabupaten
Lampung Tenga, Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur.
Page 50
29
Kabupaten Lampung Timur saat ini terdiri atas 24 kecamatan dan 246 desa
dengan luas wilayah kurang lebih 5.325,03 km2
, atau 15% dari total
wilayah Provinsi Lampung. Dari 24 kecamatan tersebut dua diantaranya
merupakan kecamatan pesisir, yaitu kecamatan Labuhan Maringgai dan
Kecamatan Pasir Sakti.
Desa Margasari terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur yang dibuka pada tahun 1975 dan diresmikan pada
tanggal 02 Februari 1981dengan luas wilayah 1.002 ha. Desa Margasari
memiliki 12 dusun yang berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah
sebagai berikut :
a. Sebelah Timur : Laut Jawa
b. Sebelah Selatan : Desa Sriminosari
c. Sebelah Barat : Desa Srigading
d. Sebelah Utara : Desa Suko Rahayu
Desa Margasari merupakan daerah yang memiliki lahan basah berupa
hutan mangrove, pantai, tambak dan sawah yang merupakan habitat alami
bagi burung air. Data mengenai pola persebaran dan kelimpahan burung
air di wilayah tersebut belum ada, sehingga penelitian ini perlu dilakukan
untuk mengupayakan konservasi burung air di wilayah tersebut.
Page 51
30
M. Status Konservasi Burung Air
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 Tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya
alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Depatermen
Kehutanan, 2002).
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018
Tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi
Penetapan satwa yang dilindungi menjadi satwa yang tidak dilindungi
dan sebaliknya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan
Otoritas Keilmuan (Scientific Authority) dalam hal ini Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penetapan ini khusus terhadap jenis
satwa burung memperhatikan kondisi di masyarakat, terdiri atas :
Page 52
31
a. Banyaknya penangkaran
b. Banyaknya pemeliharaan untuk kepentingan hobi dan dukungan
dalam kehidupan masyarakat
c. Lomba atau kontes
Satwa burung yang dilindungi maupun tidak dilindungi , untuk
pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dilakukan
pembinaan oleh Pemerintah melalui pendataan bertahap yang
dilakukan secara wajib dan sukarela. Pendataan secara wajib
dilakukan bagi satwa yang dilindungi dan pendataan secara sukarela
bagi satwa yang tidak dilindungi.
Bagi seseorang yang dengan sukarela melakukan pendaftaran
terhadap satwa burung yang dilindungi maupun tidak dilindungi,
diberikan penghargaan melalui pemberian insentif yakni dengan
pemberian izin penangkaran, pemberian penandaan atau
pemeriksaan satwa dari petuga sebanyak tiga kali. Penghargaan
tersebut tidak dibebani biaya dan hanya berlaku bagi perorangan
dan pendaftar sukarela yang melakukan pendaftaran dalam jangka
waktu dua tahun (Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia, 2018).
Page 53
32
3. IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources)
Kategori status konservasi IUCN Red List merupakan kategori yang
digunakan oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-
spesies berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan. Kategori
konservasi berdasarkan IUCN Red List versi 3.1 meliputi Extinct (EX:
Punah), Extinct in the Wild (EW: Punah di alam liar), Critically
Endangered (CR: Kritis), Endangered (EN: Genting atau Terancam),
Vulnerable (VU: Rentan), Near Threatened (NT: Hampir Terancam),
Least Concern (LC: Berisiko Rendah), Data Deicient (DD: Informasi
Kurang), dan Not Evaluated (NE: Belum dievaluasi) (IUCN, 2018).
4. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species
of Wild Fauna and Flora)
CITES mengatur perdagangan internasional spesimen hewan dan
tumbuhan dari jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar, seperti ekspor,
reekspor dan impor baik hidup, mati maupun bagian-bagiannya dan
turunan-turunannya, berdasarkan suatu sistem perizinan yang dapat
diterbitkan apabila persyaratan-persyaratan tertentu telah dipenuhi.
Berdasarkan status kelangkaan dan perdagangan yang telah ditentukan
oleh pihak CITES digolongkan dalam tiga kelompok atau Appendiks
Page 54
33
yaitu Appendiks I, Appendiks II dan Appendiks III dengan penjelasan
sebagai berikut :
1. Appendiks I memuat spesies yang sudah sangat langka dan
mendapat tekanan yang tinggi oleh perdagangan, spesies ini
dilarang untuk diekspor atau impor kecuali untuk tujuan non-
komersial tertentu (seperti riset) dengan pengaturan yang sangat
ketat.
2. Appendiks II memuat spesies yang walaupun saat ini belum
langka, tetapi akan menjadi langka apabila perdagangannya tidak
dikendalikan.
3. Appendiks III memuat spesies yang oleh negara tertentu
dimintakan untuk dikontrol melalui CITES karena kondisi populasi
di negara tersebut terancam (CITES, 2018).
Page 55
34
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2019 di Desa
Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur
pada areal lahan basah berupa hutan mangrove, tambak dan sawah. Peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta lokasi penelitian (modifikasi dari Google Eart 2019).
Page 56
35
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam peneitian ini adalah binokuler yang
berfungsi untuk membantu melihat objek yang tidak terlihat jelas oleh
mata dengan bentuk teropong perbesaran, buku panduan lapangan burung
Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Mackinnon dkk., 2010) yang
berfungsi untuk membantu mengidentifikasi jenis-jenis burung, GPS
(Global Positioning System) yang berfungsi untuk menentukan titik
koordinat pengamatan, kamera yang berfungsi untuk mendokumentasikan
hasil pengamatan, jam tangan digital yang berungsi untuk mengetahui
batas waktu pengamatan, alat tulis berupa pulpen dan lembar pengamatan.
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan telah dilakukan pada bulan Januari 2019 bertujuan
untuk mengenal lokasi pengamatan, kondisi lapangan, metode dan titik
pengamatan yang akan digunakan pada saat penelitian.
2. Pengamatan Utama
Pengamatan utama telah dilakukan menggunakan metode point count,
yaitu dengan menentukan titik pengamatan untuk mengamati dan
Page 57
36
mengambil data penelitian. Titik pengamatan dibagi menjadi 3 titik
dengan jarak antar titik sejauh 50 meter. Pengamatan dimulai dari titik
hitung satu, dengan melakukan pengamatan dan pencatatan tehadap
perjumpaan burung air pada lembar kerja. Waktu yang digunakan
dalam pengamatan adalah 20 menit. Setelah waktu 20 menit tersebut
selesai, pengamatan dilakukan pada titik pengamatan yang berikutnya
dan melakukan hal sama sebagaimana prosedur pada titik sebelumnya.
Pengambilan data dilakukan selama 12 hari dengan tiga hari
pengamatan utama dan sembilan hari pengulangan. Identifikasi jenis
burung dilakukan secara visual. Penelitian dilakukan sesuai dengan
kondisi cuaca cerah dan mendung. Pengamatan dilakukan pada pagi
hari pukul 06.00-09.00 WIB dan sore hari pukul 15.00-18.00 WIB
secara berulang sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap lokasi
pengamatan. Lembar pengamatan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Lembar pengamatan pola persebaran dan kelimpahan burung
air pada areal lahan basah di Desa Margasari, Kecamatan
Labuhan Maringgai.
No. Hari/
Tanggal
Waktu
(WIB)
Spesies Lokasi /
titik
pengamatan
Jumlah
individu
Ket
Cuaca
1.
2.
3.
Page 58
37
D. Parameter Penelitian
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah waktu, jenis, lokasi,
jumlah dan cuaca pada saat ditemukannya burung air pada lokasi
pengamatan.
E. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan menjabarkan analisa
daftar jenis burung, pola persebaran dan kelimpahan burung air.
Untuk mengetahui pola persebaran dari data yang telah didapat, akan
dianalisis menggunakan indeks persebaran Poisson (Sugito, 2011). Data
yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk tabel melalui Microsoft Excel,
kemudian data tersebut selanjutnya dianalisa dalam penghitungan indeks
Poisson menggunakan rumus :
∑ – (∑ ) ⁄
keterangan :
: Variansi
: Jumlah spot yang diamati
∑ : Jumlah rata-rata burung yang ditemukan
Page 59
38
Nilai yang didapatkan dari indeks ini digunakan untuk mengetahui pola
persebaran burung air yang terdapat di areal lahan basah Desa Margasri,
Kecamatan Labuhan Maringgai ke dalam tiga kategori :
Jika :
: pola persebaran random/acak
: pola distribusi mengelompok
: pola persebaran teratur
Untuk mengetahui indeks kelimpahan relatif dapat dihitung dengan
persamaan yang diadopsi dari Krebs (1998) :
Keterangan :
= Indeks Kelimpahan Relatif
= Jumlah Individu Suatu Spesies
= Jumlah Total Individu yang ditemukan
Selanjutnya nilai indeks kelimpahan relatif digolongkan dalam tiga
kategori yaitu tinggi (>20%), sedang (15%-20%), dan rendah (<15%).
Page 60
85
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada areal lahan basah di
Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur dapat disimpulkan bahwa :
1. Ditemukan 28 jenis burung air dari 10 famili pada semua lokasi
pengamatan yaitu di sawah, tambak, dan hutan mangrove.
2. Pola persebaran jenis burung air mengelompok di semua lokasi
pengamatan, kecuali di lokasi tambak yaitu pada jenis raja udang erasi
(Alcedo atthis) yang pola persebarannya teratur.
3. Kelimpahan jenis burung air rata-rata rendah pada semua lokasi
penelitian, kelimpahan tinggi pada jenis blekok sawah (Ardeola
speciosa) dan kuntul kecil (Egretta garzetta) di lokasi sawah,
Kelimpahan tinggi pada jenis kuntul kecil (Egretta garzetta) dan pecuk
padi hitam (Phalacrocorax sulcirotris) di lokasi tambak, kelimpahan
sedang pada jenis ibis roko roko (Plegadis falcinellus).
Page 61
86
4. Kondisi lahan basah di lokasi penelitian masih cukup baik untuk
habitat burung air namun memiliki potensi gangguan oleh manusia dan
hewan predator.
B. Saran
Perlunya penyadartahuan kepada masyarakat tentang konvervasi burung
air dan pentingnya menjaga ekosistem lahan basah supaya areal lahan
basah pada Desa Margasari masih ramai di kunjungi burung air penetap
maupun migran yang mencari makan ataupun bersarang di lokasi tersebut.
Perlunya penegakan hukum oleh pemerintah kepada oknum-oknum
tertentu yang memburu burung air pada wilayah tersebut.
Page 62
88
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Buku. Fakultas Kehutanan
Institus Pertanian Bogor. Bogor
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Avila, G. A,. A. L. Bernedt, I.G. Holwell. 2013. Dispersal Behavior of Parasitic
Wasp Cotesiaurabae (Hymenoptera : Braconidae): A Recently Introdeced
Biokontrol Agent for the Control Urabalugens (Lepidoptera : Nolidae) in
New Zaeland. Biological Control 66 (2013) 166-172
Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2011. Seri Buku Informasi Dan Potensi
Burung Air. Buku. Banyuwangi.
Bibby, C. M. Jones, dan S. Marsden. 2000. Teknik Ekspedisi Lapangan Survey
Burung. Bird Life International Indonesia Programme.
Bulter, R.W. 1992. Great Blue Heron (Ardea herodias) Tehe Bird og North
America Online (A. Poole, Ed.). Ithaca : Cornell Lab of Ornithology ;
Retrived from the Birds of North America.
Burung Indonesia. 2018. Gambar: Infografis Status Keterancaman Burung
Indonesia 2018. http://www.burung .org diakses pada 25 Oktober 2018.
Celebes Bird Club. 2006. Mengenal Burung di Taman Nasional Lore Lindu,
Sulawesi Tengah. Pusat penelitian Biologi-LIPI & NagaoNatural
Enviroment Foundation (NEF), Jakarta.
Darmawan, M. P. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe
Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur. (Skripsi).
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Page 63
89
Davies J, G,. F. Claridge., C. E. Nirarita. 1995. Manfaat Lahan Basah: Potensi
Lahan Basah dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. Bogor:
PHPA/AWB.
Depatermen Kehutanan, 2002. Hutan Penelitian Dramaga Pusat Litbang dan
Konservasi Alam. Bogor.
Dewi, T. S. 2005. Kajian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe
Lanskap Hutan Tanaman Pinus (Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai
Ciliwung Hulu). (Skripsi). InstitutPertanian Bogor. Bogor
Draugelis – Dale, Rassa O. 2008. Assesment of Effectiveness and Limitations of
Habitat Suitability Models for Wetland Restoration. U.S. Geological Survey
Report 2007. 136 p.
Gawlik, D.E. 2002. The Effects of Prey Availability on the Numerical Response of
Wading Birds. Ecological Monographs 73 : 329 - 346
Hancock, J. dan J. Kushlan. 1984. The Herons Handbook. London: Nicholas
Enterprise.
Hernowo, J. B. Dan L. B. Prasetyo. 1989. Konsepi Ruang Terbuka Hijau di Kota
Sebagai Pendukung Pelestarian Burung (The Concept of Green Space Area
in Town to Support Bird Conservation). (Jurnal Media Konservasi). 2(4) :
12-25.
Holmes, J., D. Bakewel. Dan Y.R. Noor 2003. Panduan Studi Burung Pantai.
Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor: 327 pp.
Howes J., D. Bakewell., Y. R. Noor. 2003.Panduan Studi Burung Pantai.
Wetlands Internasional. Bogor.
Hutchinson, G. E. 1953. The Concept Of Pattern Ecology. Proceedings Axademy
Natural Sciences, Philadelphia : PA.
Page 64
90
Iskandar, D. T., and E.Colijn. 2000. Preliminary Checklist of Southeast Asian and
New Guinean Herpetofauna. I. Amphibians. Treubia. Batavia 32 : 1-134.
IUCN. 2018. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 3.1.
http://oldredlist.iucnredlist.org/search/link/5c81f53f-caacdbc3. Diakses
tanggal 12 Mei 2019.
Junaidi E, E. P. Sagala., Joko. 2009. Kelimpahan Populasi dan Pola distribusi
Remis (Corbicula Sp) di Sungai Borang Kabupaten Banyuasin. (Jurnal
Penelitian Sains).
Krebs, C.J. 1998. Ecological Methodology. Harper dan Row. Publisher. New
York.
Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan
Wisata Birdwatching di Kampus IPB Darmaga. (Skripsi). Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Kushlan JA. 1978. Feeding behaviour of North American Heron. Auk 93:86-93.
MacKinnon, J., K. Philipps,. Dan B. Van Balen,. 2010. Burung-burung di
Sumatera, Jawa, Bali, dan kalimantan. Buku. LIPI Seri Panduan lapangan.
Bogor. 509 hlm.
Mahmud, A. 1991. Kemelimpahan dan Pola Penyebaran Burung-burung
Merandai di Cagar Alam Pulau Rambut. (Skripsi). Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesi Nomor
P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2008. Jakarta.
Michael, P, E. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan ladang dan
Laboratorium. Buku. Universitas Indonesia. Jakarta.
Mustari A.H. 1992. Jenis – Jenis Burung Air di Hutan mangrove Delta Sungai
Cimanuk, Indramayu – Jawa Barat. Media Konservasi (IV).
Page 65
91
Noor, R.Y., J. Howes., D. Bakewell. 2003. Panduan Studi Burung
Pantai.Wetlands International–Indonesia Programme.
Nugroho, M.S,. S. Ningsih, M. Ihsan,. (2013). Keanekaragaman Jenis Burung
pada Areal Dongi-Dongi di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Jurusan
Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Warta Rimba
volume 1, Nomer 1.2013.
Oldland. J, M., R. S. Taylory,. and M.F. Clarke,. (2009). Habitat Preferences of
the Noisy Miner (Manorina melanocephala) a Propensity for Prime Real
Estate. Austral Ecology 34, 306-316
Powell GVN. 1986. Habitat ue by wading birds in asubtropical estuary :
implication of hidrography. Auk 104 : 740-749.
Pratiwi, A. 2005. Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah
II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis. Laporan Kegiatan
Pengendali Ekosistem Hutan, Taman Nasional Baluran.
Rusila, N. Y. 1995. Status Dan Ekologi Burung Air Di Indonesian, Tinjauan
Dengan Pendekatan Pelestarian. Dirjen PHPA dan AWB Indonesia.
Rusila, N. Y., M. Khazali dan I.N.N Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor: Ditjen. PHKA dan Wetlands International –
Indonesia Programme.
Shahnaz, J., P. Jepson, dan Rudyanto. 1995. Burung-burung Terancam Punah di
Indonesia. Departemen Kehutanan-Birdlife International Indonesia
Programme. Bogor.
Sibuea, T.T., Y. R. Noor., J.S. Marcel dan A. Susmianto. 1995. Panduan untuk
Jaringan kerja Burung Bangau, Pelatuk Besi dan Paruh sendok Di
Indonesia. Wetlands International – Indonesia Program.
Skagen, K. S., S. Brown., and R. Johnson,. 2005. Implications of Different
Shorebird Migration Strategies for Habitat 59 Conservation. USDA Forest
Service Gen. Tech. Rep. PSW - GTR
Page 66
92
Soegianto. A. 1990. Ekologi Kuantitatif. Sumber: Usaha Nasional.
Sugito, A. M., Mukid. 2011. Persebaran Poisson Dan Persebaran Eksponensial
Dalam Proses Stokastik. Media Statistika. Vol. 4. No. 2, Desember
2011: 113-120.
Suryadi, S. 2008. Mengintip Kehidupan Burung. Dalam : Blog Suer e Assocoate.
Swastikaningrum, H. Bambang I dan Sucipto H, 2012. Jeni Burung pada Berbagai
Tipe Pemanfaatan Lahan di Kawasan Muara Kali Lamong Perbatasan
Surabaya-Gresik. (Journal of Biological Researches). 17(2): 1-13.
Welty, J.C. 1982. The Life of Bird. Philadelphia. Saunders Collage Publishing.
Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan strata vegetai oleh burung di Kawasan Wiasata
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. (Jurnal Vis Vitalis). 2(2) : 41-49.