Top Banner
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Dasar Investigasi Wabah 1.1.1 Pengertian Wabah Ada beberapa definisi wabah menurut kelompok dan para ahli yaitu 1. Depkes RI (1981) Wabah adalah peningkatan kejadian kesaksian atau kematian yang telah meluas secara cepat, bail jumlah kasusnya maupun terjangkit 2. Undang – undang RI No 4 tahun 1984 Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dal masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertent serta dapat menimbulkan malapetaka 3. Benenson (1985) Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit terten penduduk suatu daerah, yang nyata jelas melebihi jumlah yang b 4. Last (1981) Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehata yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan biasa Selain katawabah dikenal pula letusan (outbreak) dan kejadian luar biasa (KLB). Di Indonesia pernyataan adanya waba hanya boleh ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Apabila peningkatan penderita penyakit yang memenuhi kriteria de wabah diatas, akan dinyatakan sebagai suatu letusan penyakit b kejadian tersebut terbatas dan dapat ditanggulangi sendiri oleh pemerintah dan dinyatakan sebagai KLB bila penangulangan membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat (Dirjen P2M & PLP) 1
46

Pok12 Flu Burung

Jul 22, 2015

Download

Documents

Vivi Aty
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Konsep Dasar Investigasi Wabah Ada beberapa definisi wabah menurut kelompok dan para ahli yaitu : 1. Depkes RI (1981) Wabah adalah peningkatan kejadian kesaksian atau kematian yang telah meluas secara cepat, bail jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit 2. Undang undang RI No 4 tahun 1984 Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka 3. Benenson (1985) Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk suatu daerah, yang nyata jelas melebihi jumlah yang biasa 4. Last (1981) Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan, yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan biasa Selain kata wabah dikenal pula letusan (outbreak) dan kejadian luar biasa (KLB). Di Indonesia pernyataan adanya wabah hanya boleh ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Apabila peningkatan penderita penyakit yang memenuhi kriteria definisi wabah diatas, akan dinyatakan sebagai suatu letusan penyakit bila kejadian tersebut terbatas dan dapat ditanggulangi sendiri oleh pemerintah dan dinyatakan sebagai KLB bila penangulangannya membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat (Dirjen P2M & PLP)

1.1.1 Pengertian Wabah

1

Pengungkapan adanya wabah yang sering dilakukan atau didapatkan adalah dengan deteksi dari analisis data surveilans rutin atau adanya laporan petugas, warga yang perduli Alasan dilakukan penyelidikan adanya kemungkinan wabah adalah : 1. Mengadakan penanggulangan dan pencegahan : Ganas tidaknya penyakit Sumber dan cara penularan Ada/tidaknya cara penanggulangan dan pencegahan

2. Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan 3. Pertimbangan program 4. Kepentingan umum, politik, dan hukum 1.1.2. Langkah langkah dalam Investigasi Wabah Langkah melakukan investigasi wabah dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang sistematik yang terdiri dari : 1. Persiapan investigasi di lapangan Hal hal yang harus diperhatikan pada langkah pertama ini adalah1)

Persiapan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori Dibutuhkan pengetahuan perlengkapan, dan alat yang Prosedur administrasi Peran masing masing yang terjun

yaitu investigasi, administrasi, dan konsultasi 2) sesuai 3) 4)

2. Pemastian adanya wabah Dalam menentukan apakah ada wabah, perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut :1) Dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan

jumlah beberapa minggu atau bulan sebelumnya 2) Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan

2

3) Sumber informasi bervariasi bergantung pada situasinya a. b. Catatan hasil surveilans Catatan keluar dari rumah sakit, statistik kematian, register dllc.

Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari Boleh juga dilaksanakan survei di masyarakat

wilayah didekatnya atau data nasional d. menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada 4) Pseudo Epidemik a. b. c. d. e. Perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita Adanya cara diagnosis baru Bertambahnya kesadaran penduduk untuk beroba Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa Bertambahnya jumlah penduduk yang rentan 3. Pemastian Diagnosis Semua temuan klinis harus dapat memastikan diagnosis wabah, hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : a. b. c. d. Untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah Untuk menyingkirkan kesalahan laboratorium yang Semua temuan klinis harus disimpulkan dalam Kunjungan terhadap satu atau dua penderita didiagnosis dengan patut menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan distribusi frekuensi 4. Pembuatan Definisi Kasus Salah satu langkah pertamadi dalam suatu investigasi wabah adalah menentukan definisi kasus yang akan digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang yang terinfeksi. Definisi kasus menggunakan kriteria epidemiologik klinis, dan laboratorium untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan kasus serta biasanya digunakan untuk membatasi kasus bardasarkan waktu, tempat dan orang, dan orang yang spesifik. Definisi dapat

3

mengklasifikasikan kasus menjadi possible (mungkin), probable (memiliki kemungkinan besar), dan definite (pasti). Pada awal suatu investigasi, definisi kasus harus memiliki cakupan luas untuk memastikan bahwa semua orang yang terkena penyakit atau kondisi yang sesuai masuk di dalam penelitian. 5. Penemuan dan penghitungan Kasus Metode untuk menemukan kasus harus sesuai dengan penyakit dan kejadian yang diteliti di fasilitas kesehatan yang mampu memberikan diagnosis. Informasi berikut ini dikumpulkan dari setiap kasus : a. b. c. d. Data identifikasi (nama, alamat, nomor telepon) Data demografi (umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan) Data klinis Faktor resiko, yang harus dibuat khusus untuk tiap penyakit e. Informasi pelapor untuk mendapatkan informasi tambahan atau memberi umpan balik f. Epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, orang) Gambaran wabah berdasarkan waktu Perjalanan wabah berdasarkan waktu digambarkan dengan grafik histogram yang berbentuk kurva epidemik, gambaran ini membantu : a) Memberi informasi sampai dimana proses wabah itu dan bagaimana kemungkinan kelanjutannya b) Memperkirakan kapan pemaparan terjadi dan memusatkan penyelidikan pada periode tersebut, bila telah diketahui penyakit dan masa inkubasinya c) Menarik kesimpulan tentang pola kejadian, dengan demikian mengetahui apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya Kemungkinan periode pemaparan dapat dilakukan dengan : a) Mencari masa inkubasi terpanjang, terpendek, dan rata rata

4

b) Menentukan puncak wabah atau kasus mediannya, dan menghitung mundur masa inkubasi rata rata c) Dari kasus paling awal kejadian wabah, dihitung mundur masa inkubasi terpendek Masa inkubasi penyakit adalah waktu antara masuknya agens penyakit sampai timbulnya gejala pertama. Informasi tentang masa inkubasi bermanfaat bila penyakit belum diketahui sehingga mempersempit diagnosis diferensial dan memperkirakan periode pemaparan. Cara menghitung median masa inkubasi :a. Susun teratur (array) berdasarkan waktu kejadiannya

b. Buat frekuensi kumulatifnya c. Tentukan posisi kasus paling tengah (median) d. Tentukan kelas median e. Median masa inkubasi ditentukan dengan menghitung jarak antara waktu pemaparan dan kasus median Gambaran wabah berdasarkan tempat Gambaran wabah berdasarkan tempat menggunakan gambaran grafik berbentuk Spot map. Grafik ini menunjukkan kejadian dengan titik/simbol tempat tertentu yang menggambarkan distribusi geografi suatu kejadian menurut golongan atau jenis kejadian namun mengabaikan populasi (tidak menggambarkan resiko). Gambaran wabah berdasarkan ciri orang Variabel orang dalam epidemiologi adalah karakteristik individu yang ada hubungnannya dengan keterpajanan atau kerentanan terhadap suatu penyakit. Di sini akan diamati karakteristik yang ada pada individu yang merupakan subyek pengamatan peneliti, sehingga kita akan mengetahui kesimpulan dari yang kita amati

5

tersebut. Misalnya : karakteristik inang (umur, jenis kelamin, ras/suku, status kesehatan) atau berdasarkan pemaparan (pekerjaan, rekreasi, penggunaan obat obatan). Kasus hendaknya dikenali dan ditabulasi hingga faktor risiko yang umum terjadi pada orang yang terinfeksi dapat diidentifikasi. Populasi yang berisiko harus ditentukan kemudian dan, jika kemungkinan, attack rate juga perlu dihitung. Rumus untuk menghitung attack rate sama denga rumus rate insidens, dengan pengecualian bahwa attack rate selalu dinyatakan sebagai jumlah kasus per 100 populasi (sebagai persentase) : Jumlah kasus penyakit atau kondisi baru dalam periode waktu tertentu Attack rate (%) = Populasi yang berisiko dalam Periode waktu yang sama Penghitungan attack rate tidaklah selalu memungkinkan karena penyebut (populasi yang berisiko) tidak selalu dapat dikuantifikasi. Angka serangan pada manusia Dari pengkajian terhadap karakteristik manusia,ahli epidemiologi dapat menemukan kelompok atau populasi mana yang kemungkinan besar akan atau telah diserang suatu penyakit, pajanan, atau kejadian. Saat melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan seseorang, pertimbangkan juga angka serangan jika diperlukan. 6. Pembuatan Hipotesis Dalam membuat hipotesis suatu wabah, hendaknya peneliti memformulasikan hipotesis yang meliputi sumber agens penyakit, x 100

6

cara penularan (dan alat penularan atau vektor), dan pemaparan yang mengakibatkan sakit. Melihat pernyataan cara memformulasikan hipotesis di atas sebuah hipotesis dapat

dikembangkan dengan berbagai cara : a. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu ; - Apa reservoar utama agens penyakitnya ? - Bagaimana cara penularannya ? - Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan ? - Apa saja faktor yang meningkatkan resiko tertular b. Wawancara dengan beberapa penderita c. Dalam penyelidikan sulit yang menghasilkan sedikit petunjuk, penyelidik mengumpulkan beberapa penderita untuk mencari kesamaan pemaparan d. Penyelidik kadang melakukan kunjungan rumah untuk menemukan petunjuk e. wawancara dengan petugas kesehatan setempat f. Epidemiologi deskriptif sering menghasilkan hipotesis 7. Penilaian Hipotesis Hipotesis dapat dinilai dengan cara di bawah ini : a. Membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada b. Analisis epidemiologi untuk kuantifikasi hubungan dan menyelidiki peran kebetulan c. Uji kemaknaan statistik, Kai Kuadrat, kunci dari epidemiologi analitik adalah kelompok pembanding, ehingga dapat diukur antara pemaparan dan penyakit dan diuji hipotesis tentang hubungan sebab akibat 8. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan Dalam hal ini penelitian tambahan akan mengikuti hal dibawah ini :a.

Penelitian epidemiologi (epidemiologi analitik)

7

b. Penelitian

laboratorium

(Pemeriksaan

serum)

dan

lingkungan (pemeriksaan tempat pembuangan tinja) 9. Pengendalian dan pencegahan Tujuan utama epidemiologi dan investigasi adalah memahami terjadinya KLB penyakit sehingga langkah-langkah dasar kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian kesakitan dan kematian dapat diterapkan. Investigasi epidemiologi tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi sumber dan cara penularan, tetapi juga mengidentifikasi mata rantai KLB. Langkah yang dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian harus secepat mungkin sepanjang proses investigatif. Bagi suatu wabah penyakit menular dengan etiologi yang telah diketahui, intervensi pencegahan hendaknya didasarkan pada karakteristik agen kausatif, termasuk sumber, reservoar, dan cara penularan yang paling memungkinkan. Tindakan yang telah terbukti efektif menghentikan penularan berbagai organisme. Tindakan pengendalian yang diidentifikasi dapat berbentuk sederhana, seperti memberi penekanan pada cara mencuci tangan dengan baik dan ketaatan pada tindakan pencegahan kontak untuk membantu mengendalikan suatu wabah atau kluster MRSA. Untuk menghentikan wabah dengan etiologi non-infeksius, tindakan pengendalian hendaknya didasarkan pada sifat alami penyakit atau kejadian. 10. Penyampaian hasil penyelidikan Ada dua cara diseminasi atau penyampaian hasil penyelidikan yaitu laporan lisan pada pejabat setempat dan laporan tertulis Isi laporan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Pendahuluan (gambaran peristiwa) 2) Latar belakang (geografis, politis, ekonomis, demografis, historis)

8

3) Uraian tentang investigasi yang dilakukan (alasan, metode, sumber informasi) 4) Hasil investigasi (fakta, karakteristik kasus, angka serangan, tabulasi, dll) 5) Analisis data dan kesimpulan 6) Uraian tentang tindakan (penanggulangan) 7) Uraian dampak: a. Apa yang terjadi terhadap populasi yang terkena KLB, misalnya ; status kekebalannya, cara hidupnya b. Bagaimana reservoarnya (asal atau tempat yang cocok untuk bibit penyakit). Misalnya ; jumlah dan distribusinya c. Bagaimana vektornya (penular penyakit). Misalnya ; jumlah dan distribusinya d. Penemuan penyebab menular baru apabila ditemukan penyebab yang lain e. Saran perbaikan prosedur surveilans dan penanggulangan di masa depan. kalkulasi, kurva, pemeriksaan laboratorium, kemungkinan sumber infeksi, suspek suatu sumber penularan,

Tahapan investigasi :Petunjuk awal pelaporan Penyelidika n awal Menyusu n hipotesa Kajian literatur dan wawancara dengan pakar Penelusuran dokumen dan informasi kunci

Advokas i kasus

Pelapora n

Pengorganisasi an dan analisa data

9

2.1.3 Peraturan terkait Penanggulangan Penyakit Menular Potensi Wabah /

KLB1.

Undang undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1984 Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1991 tentang Peaturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes

tentang wabah penyakit menular 2. 3. penanggulangan wabah penyakit menular RI) nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tatacara penyapaian laporannya dan tatacara penanggulangan seperlunya 4. Permenkes RI nomor 494/Menkes/SK/VIII/2004 tentang pedoman penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini KLB 1.1.3. SK Menkes nomor 311/Menkes/SK/V/2009 tentang penetapan penyakit flu baru H1N1 (Mexican Strain) sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah1.2

Investigasi Wabah Influenza A H1N1 (Swine Flu) Flu babi (Inggris:Swine influenza) adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai subtipe genus Influenza virus A (Heinen P, 2003). Penamaan jenis penyakit ini (flu babi) dianggap salah oleh berbagai kalangan, karena telah membuat salah tafsir masyarakat - bahwa babi dapat menularkan penyakit ini kepada manusia. Untuk itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengganti nama penyakit ini dengan Influensa A (H1N1) mulai 30 April 2009 lalu (Kompas, 2009).

1.2.1 Pengertian

10

Etiologi Penyakit flu babi (A H1N1) dapat menyerang hewan dan manusia yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae. Ada 3 jenis virus influenza, yakni influenza A, B dan C. 1) Influenza A sering terjadi secara musiman, dapat menyebabkan epidemi atau pendemi. 2) Influenza B berlangsung secara sporadic pada lingkungan tertentu seperti panti jompo, panti asuhan, asrama, barak tentara dan lainlain. 3) Influenza C biasanya tidak menimbulkan wabah atau epidemic, lebih ringan dan jarang menimbulkan keluhan. Influenza B dan C termasuk golongan ringan. Oleh karena itu, sejak kasus flu mewabah tahun 1918 di spanyol sampai dengan sekarang, penyebabnya adalah virus influenza tipe A (Sitepoe M, 2009). Virus Influenza A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan penanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein penanda virus Influenza A, yaitu protein hemaglutinin (dilambangkan dengan H) dan protein neuraminidase (dilambangkan dengan N). Ada 16 macam protein H dari H0 sampai H15, dan ada 9 macam protein neuraminidase dari N1 sampai N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali varian subtype dari virus influenza tipe A, salah satunya H1N1. Hemaglutinin berfungsi sebagai reseptor terhadap sel dan

menstimulasi kekebalan tubuh. Neuraminidase sebagai degradasi reseptor serta memiliki fungsi penting dalam proses replikasi virus di dalam sel yang diinfeksi (Horisson R, 1987). Influenza A (H1N1) atau flu meksiko pertama kali disusun oleh virus A yang bersumber dari 2gen strain babi, 1 gen strain unggas dan 1 gen strain manusia (New Scientis, 2009 dalam Sitopoe M,

11

2009). Sementara itu subtype yang hidup di babi adalah H1N1, H3N2, H1N2, dan yang di manusia adalah H1N, H3N2 serta berbagai jenis virus subtype H dan N dari unggas. Pencampuran material genetic ini bermula ketika virus flu manusia dan virus flu babi masuk ke sel epitel babi melalui reseptor alfa 2,6 sialic acid dan virus flu unggas mesuk melalui reseptor alfa 2,3 sialic acid. Inilah keistimewaan babi yaitu memiliki kedua reseptor itu, sehingga babi disebit sebagai tabung pencampur (mixing vessel) (Webster, 2005). Di dalam sel babi virus kemudian replikasi dan melakukan pertukaran material genetic (antigen drift). Penataan ulang itu menghasilkan virus dengan struktur luar sama dengan induk semang, yaitu virus flu babi sehingga virus ini tetap bersifat subtype H1N1. Meski begitu, material di dalam virus berasal dari fragmen virus flu manusia dan unggas. Adaptasi virus terjadi pada orang yang pertama terinfeksi virus itu hingga kemudian menular ke orang dengan kecepatan tinggi (Sitepoe M, 2009).

1.2.2

Tanda dan Gejala Gejala pada babi Peningkatan suhu tubuh, depresi, batuk, keluar cairan dari hidung atau mata, bersin, susah bernafas, mata merah, tak mau makan. Gejala pada manusia Demam, lesu, kurang semangat, batuk, hidung meler, radang tenggorokan, mual, muntah, diare. Tahap lanjut, terjadi sesak nafas. Kematian terjadi akibat kegagalan pernafasan.

12

Gambar 2.1 Gejala flu babi (Wikipedia, 2009) Tanda- Tanda Darurat: Pada anak bila tanda-tanda flu diikuti oleh: 1) Napas memburuk atau kesulitan bernafas 2) Kulit menjadi abu-abu atau kebiruan 3) Muntah-muntah 4) Tidak bisa bangun 5) Menjadi sensitive. Pada anak-anak biasanya ada rasa tidak ingin dipegang tubuhnya6)

Kekurangan cairan7)

Gejala mirip flu yang makin parah, demam dan

batuk yang makin buruk Khusus pada orang dewasa, tanda- tanda darurat yang butuh perhatian medis antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) Sulit bernafas atau nafas pendek-pendek Rasa nyeri atau tertekan di dada dan perut Rasa pening atau pusing tiba-tiba Bingung Muntah berat

13

6) 1.2.3 Penularan

Gejala mirip flu yang semakin parah, batuk dan demam yang memburuk (Sitepoe M, 2009)

1) Penularan virus A (H1N1) serupa dengan virus tipe A subtype H

dan N yang bersifat zoonosis, yakni bersifat airborne malaui aerosol droplet atau cairan dari alat pernafasan seperti hidung dan mulut. Bukan melalui konsumsi daging babi. 2) Virus A (H1N1) bersatu dengan cairan pernafasan, membentuk gumpalan virus yang lebih besar. Virus tidak soliter tetapi merupakan kumpulan besar. Penularan bisa melalui kontak langsung, batuk atau bersin yang berjarak 1,5 meter. Bisa juga melalui tangan yang tercemar virus.3) Sampai April 2009 diberitakan bahwa virus ditularkan antar

manusia, tetapi sejak Mei 2009 dilaporkan bahwa virus ini dapat ditularkan dari manusia ke babi sehingga saat ini flu ini telah mengalami reverse zoonosis (Reuter, 2009). 4) Masa inkubasi 3-5 hari (Sitepoe M, 2009). 1.2.4 Pemberian Nama5) Penyakit ini awalnya diberi nama flu babi (swine influenza)

karena proses pembentukan atau penataan ulang berlangsung pada tubuh babi. Namun, oleh OIE (organisasi kesehatan hewan sedunia) pada 30 April 2009, dikatakan bahwa virus ini juga hidup pada manusia dan dapat dijumpai pada unggas, babi dan kuda. Maka muncullah usulan nama Influenza North America.6) WHO, dan badan pangan sedunia (FAO) pada 30 April 2009

secara resmi menggunakan nama penyakit Influenza A (H1N1) untuk menggantikan istilah swine influenza (Flu babi) yang sebelumnya digunakan. Sementara dalam rapat Dirjen P2PL

14

Departemen Kesehatan 30 April disusulkan nama menggantikan nama flu babi dengan sebutan Flu Meksiko,. 7) Perubahan nama ini sekaligus meluruskan opini public bahwa babi bukan merupakan sumber penularan penyakit ini yang sekarang mewabah di berbagai Negara di dunia. 1.2.5 Angka Kejadian Penyebaran penyakit Flu babi di Indonesia

Penyebaran penyakit Flu babi di dunia

15

2.1.4 Diagnosis Hal yang perlu dilakukan: - pemeriksaan riwayat (anamnesis) sampai 27 Mei 2009 sekitar 48 negara telah melaporkan kejadian infeksi Influenaza A H1N1 ke WHO dengan 13.398 kasus. Sumber penularan dari semua ini adalah mereka yang dating dari dua Negara episentrum, Meksiko dan Amerika Serikat.. Diagnosis juga memperhatikan keadaan yang disebut gejala ILI (Influenza Like Illnes) dengan tanda-tanda panas, batuk, sakit kepala dan tidak enak badan. Untuk memastikan dilakukan pemeriksaan PCR.- Pemeriksaan dengan PCR (Polymerase Chemical Reaction)

- Penentuan kriteria kasus influenza A (H1N1) a. Suspek Seseorang dengan gejala infeksi pernafasan akut (demam 38 C) mulai dari yang ringan (Influenza Like Illnes) sampai dengan pneumonia, ditambah salah satu keadaan di bawah ini: - Dalam 7 hari sebelum sakit kontak dengan kasus konfirmasi influenza A (H1N1)- Dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area

yang terdapat satu atau lebih kasus konfirmasi influenza A (H1N1) b. Probabel Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap Influenza A, tetapi tidak dapat diketahui subtype dengan menggunakan reagen influenza musiman. Atau

16

Seseorang yang meninggal karena penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan berhubungan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari sebelum onset) dengan kasus propabel atau konfirmasi. c. Konfirmasi Seseorang dengan gejala di atas sudah dikonfirmasi laboratorium influenza A (H1N1) dengan pemeriksaan satu atau lebih test di bawah ini: Real time PCR Kultur Virus Peningkatan 4 kali antibody spesifik swine influenza (H1N1) - Pemeriksaan lain: pemeriksaan hematologi (Hb, leukosit, trombosit, limfosit total), pemeriksaan kimia darah, analisis gas darah, pemeriksaan radiologis. - Diagnosis pasti ditegakkan menggunakan RT PCR atau kultur virus atau netralisasi tes (terjadi peningkatan titer antibody 4x dalam spare serum) 2.1.5 Pengobatan Sampai saat ini antivirus yang masih sensitive adalah Oseltamivir dan Zanamivir, sedangkan Amantadine dan Rimantadine sudah resisten Rekomendasi CDC Center for Disease Control and Prevention (CDC) Merekomendasikan penggunaan oseltamivir atau zanamivir untuk penyembuhan dan atau pencegahan swine flu, sebagai berikut : 1. Oseltamivir (nama dagang tamiflu) diizinkan dikonsumsi untuk mengobati maupun mencegah infeksi virus influenza A

17

dan B pada mereka yang berusia satu tahu atau lebih. Jadi kontra indikasi untuk anak dibawah 1 tahun dan yang alergi 2. Zanamivir (nama dagang relenza) diizinkan dikonsumsi untuk mengobati infeksi virus influenza A dan B bagi mereka yang berusia 7 tahun atau lebih. Bila akan dipakai untuk pencegahan diizinkan dikonsumsi oleh mereka yang sudah berusia 5 tahun atau lebih. Biasanya dalam bentuk inhalasi Pengobatan lain pada penanganan klien flu A H1N1 : 1. Antibiotika bisa diberiakan tergantung penyebab infeksinya, apakah oleh bakteri atau jasad renik lainnya yang dijumpai pada pemeriksaan bakteriologis 2. Terapi oksigen, diberikan dengan memonitor tingkat kejenuhan oksigen serta mempertahankan SaO2 diatas 20 % dengan kanul atau masker 3. 4. IPPV (Invasive Positive Pressure Ventilation), Pemberian kortikosteroid dengan dosis rendah, diberikan pada saat terjadi akut respirasi misalnya hydrokortison dengan dosis 200 mg/hari, dibagi menjadi 50 mg setiap 6 jam untuk dewasa 5.2.1.6 Pandemi

Obat obat antipiretik non steroid (penurun panas

non steroid), misalnya parasetamol WHO (2006) membuat definisi bahwa penyakit telah pandemik bila: a) b) c) Terjadi penularan antarmanusia Virus telah mengalami mutasi, dan Telah terjadi penularan antarnegara

Dalam pernyataan resminya pada tanggal 30 April 2009, WHO menyatakan bahwa flu babi sudah memasuki fase 5 (alert pandemic) dan sudah terjadi penularan virus antarmanusia dan bukan lagi dari babi sebagai sumber penyakit dari manusia. Bahkan, penularan

18

sebenarnya tidak lagi hanya terjadi antarmanusia, tetapi sudah terjadi mutasi virus serta proses penularan antarnegara. Oleh karena itu, sesuai dengan persyaratan pandemic influenza WHO, periode alert pandemic sudah mulai berada di ambang pintu menuju pandemic atau fase 6. Proses menuju pandemic satu jenis influenza yang bersifat zoonosis harus melalui fase demi fase, dari 1 sampai 6. Sementara, virus A (H1N1) tanpa melalui fase ini spontan menjadi fase 5 berdasar pernyataan WHO tersebut karena flu ini sudah penularan antarmanusia (Sitepoe M, 2009). Pada 11 Juni 2009 2009 WHO mendeklarasikan bahwa influenza A (H1N1) telah berstatus pandemic dengan periode pandemic pada fase 6. Jadilah pandemic influenza dengan virus A (H1N1) dengan sifat moderat serta penyakit influenza yang disebut flu Meksiko. Ketika pengumuman bahwa influenza A (H1N1) berstatus pandemic, saat itu sudah 74 negara tertular influenza A (H1N1) dengan kasus konfirmasi 29.669 orang dan kematian 145 jiwa (mortality rate) hanya 0,48%. Walaupun WHO telah mendeklarasikan bahwa influenza A (H1N1) telah berstatus pandemic sejak 11 Juni 2009, Indonesia masih bebas dari penyakit influenza A (H1N1). Menteri Kesehatan hanya mengeluarkan enam langkah strategis menghadapi pandemic influenza dan menetapkan kesiapsiagaan menghadapi influenza A (H1N1) (Sitepoe M, 20090 Fase Pandemi suatu Penyakit Fase pandemi menurut WHO (2009) Fase 1

19

Tidak dilaporkan adanya virus Influenza hewan yang bersirkulasi pada hewan yang menyebabkan infeksi pada manusia. Fase 2 Sebuah virus Influenza hewan yang menjangkiti hewan-hewan peliharaan atau hewan liar diketahui telah menyebabkan infeksi pada manusia dan oleh karena itu ditangani dengan suatu penanganan khusus pandemik potensial. Fase 3 Sebuah virus Influenza hewan atau virus reassortant manusiahewan telah menyebabkan kasus yang sporadis atau kluster-kluster kecil penyakit pada manusia, tapi belum menyebabkan penularan dari manusia ke manusia yang cukup untuk menimbulkan outbreak (wabah) di tingkat masyarakat.

Fase 4 Penularan baik virus Influenza hewan atau virus Influenza reassortant manusia-hewan dari manusia ke manusia yang dapat menimbulkan outbreak (wabah) di tingkat masyarakat telah diverifikasi. Kemungkinan penularan berkelanjutan meningkat dan resiko terjadi pandemi meningkat secara bermakna. Fase 5 Penyebaran virus dari manusia ke manusia di dua atau lebih negara yang termasuk wilayah WHO. pandemi sudah mengancam. Fase 6 Selain kriteria yang didefinisikan pada fase 5, virus yang sama juga menyebar dari manusia ke manusia di setidaknya satu negara lain di luar wilayah WHO. Periode pasca puncak Merupakan signal kuat bahwa

20

Tingkat pandemi influenza di sebagian besar negara dengan pengawasan yang cukup telah turun hingga di bawah tingkatan puncak. Periode pasca pandemi Tingkat aktifitas influenza telah kembali ke tingkatan yang terlihat seperti influenza musiman di sebagian besar negara dengan pengawasan yang cukup.

21

2.1. Flu Burung Flu burung adalah salah satu penyakit yang mengganggu pernafasan dan disebabkan oleh virus H5N1. Seperti namanya, penyakit ini adalah penyakit yang menyerang burung atau unggas. Namun, virus flu ini ternyata bisa menyerang manusia dan bisa berakibat fatal. Ciri flu burung hampir sama dengan flu biasa. Penderita akan mengalami demam yang sangat tinggi, rasa nyeri tubuh, tenggorokan sakit, hidung tersumbat atau pilek, batuk, pusing, dan tubuh menjadi lemas. Wabah flu burung sendiri awalnya menyerang negara Korea Selatan, Cina, Thailand, dan beberapa negara lain di Asia Tenggara. Pada awal tahun 2004, wabah flu burung mulai menjangkiti Indonesia. Penyebaran wabah flu burung ini memang sangat mudah, karena cara penularan flu burung ini bisa melalui udara, kontak fisik dengan unggas yang terkena flu burung, maupun kontak langsung dengan makanan atau produk unggas yang tercemar penyakit ini. Flu burung disebabkan oleh virus influenza yang disebarkan melalui unggas (burung). Ada banyak subtipe virus flu burung, tetapi hanya beberapa strain dari empat subtipe yang telah sangat patogen pada manusia. Jenis tersebut adalah H5N1, H7N3, H7N7 dan H9N2. Virus ini secara alamiah terjadi pada burung. Burung liar di seluruh dunia membawa virus ini dalam usus mereka, namun penyakit flu terhadap burung liar tersebut tidak mematikan pada mereka. Akan tetapi, flu burung akan

22

sangat menular dan dapat membuat beberapa burung peliharaan, seperti ayam, itik dan kalkun yang terserang penyakit flu, mati dengan cepat. Kandang burung atau unggas dapat terinfeksi virus flu dari air liur, sekresi hidung serta kotoran mereka. Unggas lain pun juga dapat terserang penyakit ini jika melakukan kontak dengan sekresi atau ekskresi dari unggas yang terinfeksi, kontak dengan kotoran dan kandang yang telah terkontaminasi, serta ketika mengkonsumsi air atau pakan yang telah terkontaminasi oleh virus tersebut. Ada dua bentuk infeksi yang terjadi akibat virus flu burung ini, yaitu low pathogenic dan extremes pathogenic. Gejala yang terjadi pada low pathogenic kadang tidak dapat dideteksi dan biasanya hanya menyebabkan gejala ringan seperti bulu yang kusut serta produksi telur yang menurun. Sedangkan extremes pathogenic dapat menyebar lebih cepat melalui kawanan unggas, serta dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa organ sehingga menyebabkan kematian yang dapat mencapai 90 hingga 100 persen, dalam waktu empat puluh delapan jam. Menurut data WHO pada 19 November 2010, telah terdapat jutaan unggas yang telah terinfeksi virus serta 302 jiwa yang telah meninggal akibat virus H5N1 ini. Flu burung telah menewaskan 300 orang di Azerbaijan, Cina, Mesir, Indonesia, Irak, Laos, Nigeria, Pakistan, Thailand, Turki dan Vietnam. Flu burung telah menyebabkan keprihatinan global, sebagai potensi ancaman pandemi.

23

Penyakit flu yang termasuk ke dalam subtipe influenza A virus ini, telah membunuh jutaan unggas di banyak negara, seperti di Asia, Eropa dan Afrika. Para ahli kesehatan khawatir bahwa keberadaan epidemiologi virus flu manusia dan virus flu burung (terutama H5N1) akan bermutasi sehingga memungkinkan terciptanya strain virus influenza baru yang mudah menular dan lebih mematikan bagi manusia. Sejak wabah flu burung pertama kali terjadi pada tahun 1987, telah terjadi peningkatan jumlah Highly Patogenik Avian Influenza (HPAI) dari unggas ke manusia, yang menyebabkan infeksi berat dan fatal bagi manusia. Namun, karena ada perbedaan spesies yang signifikan antara burung dan manusia, virus ini tidak mudah menular dari manusia ke manusia. Meskipun beberapa kasus infeksi masih diteliti untuk mengetahui apakah penularan pada manusia melalui manusia dapat terjadi.2.1.1. Investigasi Wabah Flu Burung

Investigasi wabah flu burung dalam epidemiologi melalui langkah-langkah sebagai berikut :2.1.2. Konfirmasi / menegakkan diagnosa

1.

Definisi kasus

Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis (gejala, tanda, onset); (2) Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya

24

outbreak); (3) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan) (Bres, 1986). Definisi kasus harus valid (benar), baku, dan sebaiknya seragam. Definisi kasus yang baku dan seragam penting untuk memastikan bahwa setiap kasus didiagnosis dengan cara yang sama, konsisten, tidak tergantung pada siapa yang mengidentifikasi kasus, maupun di mana dan kapan kasus tersebut terjadi. Definisi kasus yang baku memungkinkan dilakukannya perbandingan jumlah kasus penyakit yang terjadi di suatu waktu atau tempat dengan jumlah kasus yang terjadi di waktu atau tempat lainnya. Sebagai contoh, dengan definsi kasus baku dapat dibandingkan jumlah kasus flu burung yang terjadi pada Juni 2005 di Tangerang dengan jumlah kasus pada Desember 2005 di kota itu. Dengan definisi kasus standar, maka jika ditemukan perbedaan jumlah kasus maka merupakan perbedaan yang sesungguhnya, bukan karena perbedaan dalam mendiagnosis (CDC, 2010). Penggunaan definisi kasus seperti yang direkomendasikan Standar Surveilans WHO memungkinkan pertukaran informasi tentang kejadian penyakit-penyakit secara internasional. Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kasus suspek (suspected case, syndromic case), (2) kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan (3) kasus pasti (confirmed case, definite case).

25

2. Klasifikasi kasus Kriteria : a. Kasus suspek Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, terdapat bukti (suspected case epidemiologi, tetapi tidak terdapat bukti

laboratorium yang syndromis case) menunjukkan tengah atau telah terjadi infeksi (bukti laboratorium negatif, tidak ada, atau belum ada) b. Kasus mungkin Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, terdapat bukti (probable case epidemiologis, terdapat bukti laboratorium yang mengarah presumptive case) tetapi belum pasti, yang menunjukkan tengah atau telah terjadi infeksi (misalnya, bukti dari sebuah tes serologis tunggal) c. Kasus pasti Terdapat bukti pasti laboratorium (serologis, biokimia, (confirmed case, bakteriologis, virologis, parasitologis) bahwa tengah atau telah definite case) terjadi infeksi, dengan atau tanpa kehadiran tanda, gejala klinis, atau bukti epidemiologis Sumber: Bres (1986)

26

Klasifikasi kasus bersifat dinamis, bisa berubah dan direvisi selama investigasi seiring dengan adanya tambahan informasi baru tentang sumber, modus transmisi, agen etiologi. Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pelaporan. Kasus suspek bersifat sensitive tetapi kurang spesifik, dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin dan kasus pasti bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek, dengan tujuan mengurangi positif palsu. Petugas kesehatan di tingkat pelayanan primer minimal harus mampu mendiagnosis kasus suspek. Tergantung fasilitas laboratorium dan jenis penyakit, petugas kesehatan di tingkat pelayanan primer pada umumnya hanya mampu mendiagnosis kasus suspek atau kasus mungkin. Demikian pula pada umumnya fasilitas pelayanan kesehatan sekunder (RS) yang memiliki fasilitas laboratorium mampu mendiagnosis kasus pasti. Tetapi untuk penyakit tertentu, misalnya kasus infeksi H5N1, hanya rumah sakit tertentu mampu mendiagnosis kasus pasti.3. Tanda klinik

Masa inkubasi virus adalah 1-7 hari dimana setelah itu muncul gejalagejala seseorang terkena flu burung adalah dengan menunjukkan ciriciri berikut : a. Menderita ISPA

27

b. c. d. e. f. g.

Timbulnya demam tinggi (> 38 derajat Celcius) Sakit tenggorokan yang tiba-tiba Batuk, mengeluarkan ingus, nyeri otot Sakit kepala Lemas mendadak Timbulnya radang paru-paru (pneumonia) yang bila tidak

mendapatkan penanganan tepat dapat menyebabkan kematian 4. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan serologi dilakukan untuk melacak antibodi dalam darah terhadap virusb. Pemeriksaan PCR ( Polymerase chain reaction ) dilakukan untuk

mendeteksi DNA virus pada sel. 2.1.3. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan Tim investigasi membandingkan informasi mengenai kejadian flu burung di suatu daerah yang didapat dari tim surveilans dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB flu burung. Selanjutnya membandingkan dengan insiden penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya2.1.4. Menghubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat

dan orang. Tim investigasi selanjutnya melakukan studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi dan ditribusi flu burung di suatu daerah berdasarkan variable orang (Siapa yang terkena : Gender, Umur, imunisasi, dll), tempat (dimana mereka mendapat infeksi) dan waktu (kapan mulai

28

sakit). Analisis data epidemiologi tersebut digunakan unrtuk memudahkan penanggulan, pencegahan dan pengamatan.

2.1.5. Rumuskan Suatu Hipotesa Sementara

Hipotesa kemungkinan : penyebab, sumber infeksi, distribusi penderita (pattern of disease) Tim investigasi selanjutnya menentukan hipotesis berdasarkan laporan dari surveilans mengenai penyebab, sumber infeksi dan distribusi penderita. Adapun penentuan hipotesis tersebut didasarkan pada referensi tentang flu burung. Secara garis besar, kita pasti mengetahui bahwa kontak langsung dengan sumber penyakit akan membuat kita terjangkit. Hal yang sama juga berlaku pada penyakit flu burung. Berdasarkan pendapat para ahli, disimpulkan bahwa vektor utama penyakit ini adalah unggas. Bersentuhan langsung dengan unggas yang sakit, atau produk dari unggas sakit tersebut akan membuat Anda tertular. Pencegahan yang dilakukan hanya bisa dilakukan dengan membakar bangkai hewan tersebut. Akan tetapi, metode pembakaran yang digunakan harus tepat guna mencegah asap dan material lain tersebar ke tempat lain. Material-material tersebut masih memiliki potensi menularkan virus H5N1. Cara yang dianggap lebih efektif adalah dengan mengubur bangkai ternak tersebut dalam-dalam. Media lain untuk menularkan penyakit flu burung ini adalah lingkungan sekitar. Jika Anda tinggal di sekitar kandang ternak unggas, atau memiliki

29

burung peliharaan yang tiba-tiba mati, waspadalah. Udara sekitar kandang sangat mengandung berbagai material yang ada dalam kotoran ternak. Jika unggas terjangkit virus H5N1, bisa dipastikan bahwa udara sekitar sudah mengandung virus flu burung tersebut. Udara dan peralatan yang tercemar kotoran ternak unggas akan menjadi media perantara penularan virus H5N1 yang sangat baik. Penularan flu burung juga dapat terjadi dengan perantara manusia. Akan tetapi, disinyalir penularan lewat manusia merupakan media yang sangat tidak efektif. Kasus penularan lewat manusia sangat jarang terjadi. Virus H5N1 berbeda karakter dengan virus H1N1 penyebab flu babi yang sangat efektif ditularkan lewat manusia. Meski begitu, tetaplah waspada jika Anda berada didekat pasien flu burung. Cara lain penularan flu burung adalah melewati produk dari ternak unggas. Sebagian orang memilih mengkonsumsi produk unggas mentah atau tidak dimasak sempurna. Fillet ayam, telur mentah dan beragam produk mentah unggas dapat menjadi media menularkan virus H5N1 pada

pengkonsumsinya. Virus flu burung ini akan mati apabila produk unggas tersebut dimasak secara sempurna (benar-benar matang). Mengkonsumsi daging setengah matang dan telur setengah matang masih berpeluang terjangkit virus flu burung ini jika unggas yang dipotong sudah terjangkiti oleh virus ini. Untuk itu, jika Anda akan mengkonsumsi unggas yang berasal dari daerah yang dicurigai terjangkiti virus H5N1, pastikan daging

30

atau telur unggas tersebut dimasak hingga benar-benar matang hingga aman untuk dikonsumsi Hipotesa yang telah ditetapkan untuk mengarahkan penyelidikan lebih lanjut mengenai flu burung di wilayah setempat.2.1.6. Rencana Penyelidikan Epidemiologi Yang Lebih Detail Untuk Menguji

Hipotesis Tim investigasi menentukan data yang masih diperlukan sebagai sumber informasi untuk penyelidikan epidemiologi. Selanjutnya mengembangkan dan membuat check list yang digunakan sebagai alat ukur untuk menetukan kebenaran dari hipotesis yang sudah ditetapkan. Tahap selanjutnya adalah melakukan survey dengan sampel yang cukup sesuai dengan variable, tempat waktu dan orang.2.1.7. Laksanakan Penyelidikan Yang Sudah Direncanakan

Penyelidikan epidemiologi dilakukan melalui wawancara pada kelompok kasus yaitu penderita-penderita yang sudah diketahui positif menderita flu burung dan kelompok kontrol yaitu orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik mengenai waktu/tempat terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit, mengumpulkan data kependudukan dan lingkungan tempat terjadinyaflu burung, menyelidiki sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor yang ikut berperan dan mengambil specimen serta sampel pemeriksa di laboratorium.2.1.8. Buatlah Analisa dan Interpretasi Data

31

Data penyelidikan yang telah terkumpul dibuat ringkasan hasil penyelidikan lapangan. Kemudian dilakukan tabulasi, analisis, dan interpretasi

data/informasi. Data hasil penyelidikan dapat dibuat dalam bentuk kurva epidemik, tabel dan grafik-grafik. Data diolah/ditest dengan test statistic yang selanjutnya diinterpretasikan secara keseluruhan.2.1.9. Test Hipotesa dan Rumuskan Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari penyelidikan, dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji yang sesuai. Apabila hipotesis yang telah ditetapkan diterima, maka dapat menerangkan pola penyakit sesuai dengan sifat penyebab penyakit, sumber infeksi, cara penularan dan faktor lain yang berperan. Dari pengujian hipotesis ini diperoleh suatu kesimpulan.2.1.10.

Lakukan Tindakan Penanggulangan

Setelah diperoleh kesimpulan dari penyelidikan epidemiologi, tim investigasi melakukan tindakan penanggulangan yang paling efektif , melakukan surveilence terhadap penyakit dan faktor lain yang berhubungan serta menentukan cara pencegahan dimasa akan datang. Berikut ini adalah penanggulangan flu burung yang dapat dilakukan oleh tim investigasi : 1. Persiapan dan Pengendalian Flu Burung Membentuk program pengendalian berbasis masyarakat yang diberi nama Community-Based Avian Influenza Control (CBAIC), yang memprakarsai dan mengkoordinasi berbagai kegiatan di sektor dan tingkatan pemerintahan. Contoh kegiatannya adalah melatih para

32

koordinator Flu Burung di desa-desa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenali gejala awal flu burung. 2. Mengawasi dan Menangani Flu Burung Membangun dan melaksanakan kegiatan pengawasan unggas secara aktif, dengan melatih petugas kesehatan hewan dan melengkapinya dengan keterampilan pengawasan dan pengendalian penyakit, serta melengkapinya dengan peralatan yang sesuai untuk dapat melakukan aktivitas lapangan. Selain itu juga bekerjasama dengan LSM lokal untuk menyebarkan informasi pencengahan, pengawasan dan pelaporan penanggulangan Flu Burung ke desa-desa, dan melatih sukarelawan desa untuk turut serta melakukan usaha pencegahan flu burung dengan menyebarkan informasi ke masyarakat supaya dapat mengubah kebiasaan atau perilaku yang mungkin berbahaya.

3. Mengawasi Perkembangan Influenza Pada Manusia Berupaya supaya pasien suspek flu burung mendapatkan penanganan yang tepat dengan adanya konfirmasi dari kasus unggas yang dapat dideteksi dalam waktu kurang lebih 24 jam. USAID mendukung berdirinya NAMRU-2 di berbagai daerah untuk mengawasi

perkembangan penyakit yang berbasis laboratorium terutama untuk daerah yang beresiko tinggi terkena flu burung.

33

4. Penyuluhan Melalui Perubahan Perilaku Mengembangkan pesan-pesan yang utama tentang flu burung dan menyebarkan pesan tersebut melalui berbagai media massa dan materi informasi lainnya seperti poster dan brosur untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat dengan materi informasi dan edukasi tersebut sehingga diharapkan masyarakat dapat mengubah perilaku untuk mengurangi penyebaran flu burung dan resiko yang mengenai pada manusia itu sendiri. 5. Penelitian Melakukan penelitian operasional dengan bekerja sama dengan ILRI (International Livestock Research Institute) untuk menemukan cara penanggulangan yang efektif demi menanggulangi dampak flu burung di Indonesia.2.1.11.

Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi

tersebut. Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan oleh tim investigasi dibuat laporan investigasi dengan sistematika sebagai berikut :

1. Pendahuluan 2. Latar Belakang 3. Uraian tentang penelitian yang dilakukan 4. Hasil penelitian 5. Analisis data dan kesimpulan

34

6. Tindakan penanggulangan 7. Dampak-dampak penting 8. Saran rekomendasi

2.1.12. Mengevaluasi dan meneruskan surveilans Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan peneliti outbreak perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya perubahanperubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi outbreak memungkinkan identifikasi populasi-populasi yang terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun peristiwa - peristiwa yang terjadi di luar kelaziman dalam program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap kejadian outbreak memberi kesempatan kepada penyelidik untuk mempelajari kekurangan-kekurangan dalam investigasi outbreak yang telah dilakukan, dan kelemahan-kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki secara sistematis di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya outbreak. 2.3.DEMAM BERDARAH DENGUE Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk juga di wilayah tropis lainnya. Demam berdarah dengue ditemukan 1954 dan masuk ke Indonesia pada tahun 1968. Pada tahun 2003, penyakit ini telah menyebar kesebagian besar

35

Kabupaten/Kota di Indonesia dan sering menjadi KLB dengan resiko kematian yang masih tinggi.

2.3.1. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom virus lain, demam berdarah dengue dapat diikuti dengan shock (dengue shock syndrome). Demam dengue biasanya merupakan demam bifasik disertai keluhan nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, ruam pada kulit dan leukopeni. Demam berdarah dengue (DBD) selalu dimulai oleh panas tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung selama 2-7 hari, kadangkadang biphasic, disertai timbulnya gejala tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati dan tanda-tanda perdarahan berupa bintik merah di kulit (petekia), mimisan, perdarahan pada mucosa, perdarahan gusi atau hematoma pada daerah suntikan, melena dan hati membengkak. Tanda perdarahan yang tidak tampak dapat diperiksa dengan melakukan tes Torniquet (Rumple Leede). Bintik merah di kulit sebagai manifestasi pecahnya kapiler darah dan disertai tanda-tanda kebocoran plasma yang dapat dilihat dari pemeriksaan laboratorium peningkatan kadar hematokrit dan pemeriksaan radiologis adanya efusi pleura atau ascites. Pada panas hari ke 3-5 merupakan fase kritis dimana pada fase penurunan suhu dapat terjadi dengue shock syndrome. Panas tinggi mendadak, perdarahan dengan trombositopenia 100.000/l atau kurang dan hemokonsentrasi atau kenaikan hematokrit lebih dari 20% cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Banyak teori patogenesis namun belum dapat dipahami sepenuhnya mengapa infeksi dengue pada seseorang dapat menimbulkan gejala ringan sebaliknya pada yang lainnya menimbulkan shock. Teori yang banyak dianut adalah teori infeksi sekunder dan adanya reaksi imunitas di dalam tubuh seorang penderita.

36

2.3.2. Etiologi Terdapat 4 tipe virus dengue D1, D2, D3 dan D4, termasuk famili flaviviridae. Di Indonesia yang terbanyak adalah tipe virus D3. 2.3.3. Masa Inkubasi Terdapat masa inkubasi ekstrinsik dan masa inkubasi intrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik merupakan periode waktu perkembangbiakan virus dalam kelenjar liur nyamuk sampai dapat menularkan pada manusia yang berkisar 8-10 hari. Masa inkubasi instrinsik merupakan periode waktu perkembangbiakan virus di dalam tubuh manusia sejak masuk sampai timbulnya gejala penyakit yang berkisar 4-6 hari. 2.3.4. Sumber dan Cara Penularan Sumber penularan penyakit adalah manusia dan nyamuk Aedes.Manusia tertular melalui gigitan nyamuk. Aedes yang telah terinfeksi virus dengue, sebaliknya nyamuk terinfeksi ketika menggigit manusia dalam stadium viremia. Viremia terjadi pada sebelum awalnya munculnya gejala dan selama kurang lebih lima hari pertama sejak timbulnya gejala. Terdapat 2 jenis vektor, yaitu Ae. aegypti dan Ae. Albopictus. Ae. Aegypti merupakan vekrot utama. 2.3.5. Pengobatan Pengobatan demam dengue adalah simtomatif dan suportif. Istirahat selama demam, pengobatan ditujukan untuk mencegah penderita DBD masuk ke fase shock. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah memberi minum sebanyak penderita mampu, memberi obat penurun panas golongan parasetamol, kompres dengan air hangat. Apabila penderita tidak

37

dapat minum atau muntah-muntah pasang infus cairan Ringer Laktat atau NaCl dan segera rujuk ke Rumah Sakit. Pengobatan demam berdarah dengue ringan sampai sedang (derajat I dan II) adalah sama dengan penderita demam dengue, tetapi dengan monitoring yang ketat kemungkinan terjadinya kebocoran plasma. Penderita dapat dirawat dengan pemberian cairan intravena selama 12-14 jam. Pasien yang menunjukkan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit kurang daro 50.000/mm3, atau menunjukkan tanda-tanda perdarahan spontan selain petekie harus dirawat inap secara intensif. 2.3.6. Epidemiologi Di Indonesia, KLB DBD sering terjadi pada saat perubahan musim dari kemarau ke hujan atau sebaliknya. Hampir sebagian besar wilayah Indonesia endemis DBD. KLB DBD dapat terjadi di daerah yang memiliki sistem pembuangan dan penyediaan air tidak memadai, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Serangan DBD sering terjadi pada daerah yang padat penduduk dan kumuh (slum area). Frekuensi KLB DBD semakin tahun semakin meningkat, daerah yang terserang juga semakin meluas. Berdasarkan data yang ada dapat diidentifikasi terjadinya peningkatan frekuensi serangan setiap 3-5 tahun sekali dengan jumlah penderita yang lebih besar. Walaupun resiko kematian diantara penderita DBD (CFR) semakin menurun tetapi jumlah kematian DBD (angka kematian) semakin meningkat. 2.3.7. Kejadian Luar Biasa Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah kematian dan menekan penyebaran kasus. Upaya pencegahan kematian dilaksanakan dengan penemuan dini kasus yang diikuti dengan tatalaksana kasus yang benar, termasuk monitoring secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran plasma berlebihan. Sementara upaya pencegahan diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan manusia-nyamuk-manusia

38

dengan pemberantasan sarang nyamuk, atau membunuh nyamuk dewasa terinfeksi.

1. Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD, terutama apabila terjadi peningkatan kejadian atau adanya kematian DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu tidak pernah ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi. Di samping upaya penegakan diagnosis, penyelidikan epidemiologi ditujukan pada penemuan kasus lain disekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi juga ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan distribusinya. Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan penyebaran kasus DBD serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB di Puskesmas, Rumah Sakit, dan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, serta kemungkinan peningkatan Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD. Pada daerah desa atau kelurahan sebaiknya segera ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : Adanya peningkatan jumlah penderita DBD di suatu desa/kelurahan dua kali atau lebih dalam kurun waktu satu minggu dibandingkan dengan minggu sebelumnya atau adanya 5 kasus DBD di suatu desa/kelurahan dalam satu minggu *Hasil penjumlahan data penderita DBD dan SSD KLB DBD dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari keadaan telah kembali kepada jumlah normal tanpa ada kematian karena DBD atau DD. Kasus DBD dibagi menjadi dua : demam berdarah dengue dan demam

39

dengue. Demam berdarah dengue seringkali menyebabkan kematian, sementara demam dengue jarang menyebabkan kematian. Penderita tersangka penyakit DBD ialah penderita panas tanpa sebab jelas disertai tanda-tanda perdarahan, sekurang-kurangnya uji tourniquet positip dan atau jumlah trombosit