Top Banner
REFERAT Manajemen Kehamilan dan persalinan serta Pencegahan Transmisi Maternal Pada Ibu dengan HIV/AIDS Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri & Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Nama : Niddy Rohim F., S. Ked NIM : 2008 031 0221 Diajukan kepada Yth.: dr. H. Bambang Basuki, Sp. OG BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
36

Pmtct Hiv Aids

Nov 28, 2015

Download

Documents

mother to child transmision prevention
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pmtct Hiv Aids

REFERAT

Manajemen Kehamilan dan persalinan serta

Pencegahan Transmisi Maternal Pada Ibu dengan HIV/AIDS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri & Ginekologi

Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Nama : Niddy Rohim F., S. Ked

NIM : 2008 031 0221

Diajukan kepada Yth.:

dr. H. Bambang Basuki, Sp. OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2012

Page 2: Pmtct Hiv Aids

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Manajemen Kehamilan dan persalinan serta

Pencegahan Transmisi Maternal Pada Ibu dengan HIV/AIDS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian SyaratMengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri & Ginekologi

Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:Niddy Rohim F., S. Ked

2008 031 0221

Telah dipresentasikan dan disetujui pada:Hari : Sabtu

Tanggal : 17 November 2012

Mengetahui,Dosen Pembimbing & Penguji Klinik

dr. H. Bambang Basuki, Sp. OG

2

Page 3: Pmtct Hiv Aids

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada triwulan kedua

2010 terdapat penambahan 1.206 kasus AIDS. Sampai 30 Juni 2010, kasus AIDS

yang dilaporkan sejak 1978 berjumlah 21.770. Itu berasal dari 32 provinsi serta 300

kabupaten dan kota di tanah air. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan

di Indonesia adalah 3:1. Kasus terbanyak dilaporkan terjadi di Jakarta, Jawa Barat,

Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan,

Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Barat. Bahkan hasil penelitian Komisi

Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) terdapat 2.800 pasien HIV/AIDS

perempuan selama 10 tahun terakhir di Indonesia, terungkap lebih dari 80 persen

penderitanya adalah ibu rumah tangga. Penelitian dilakukan dari tahun 1999-2009

terhadap sekitar 2.800 penderita perempuan di Indonesia dari berbagai latar

belakang profesi.

Peningkatan kejadian HIV/AIDS pada kalangan ibu rumah tangga juga

mempengaruhi peningkatan kejadian penderita HIV/AIDS di kalangan anak-anak.

Kasus HIV/AIDS pada anak-anak Indonesia meningkat 700 persen dalam empat

tahun terakhir(2006-2010). Kasus HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan

akibat transmisi dari ibu yang sudah memiliki HIV ke anaknya.

Sementara itu, pusat kontrol penyakit (The Center for Disease Control =

CDC) telah melaporkan 27.485 kasus AIDS pada wanita Amerika Serikat dari tahun

1981 sampai 1992, tahun 1994-1995 hampir 7000 bayi lahir dari wanita terinfeksi

HIV tiap tahunnya di Amerika Serikat, sekitar 2000nya terinfeksi HIV dan tahun

2000 total 33.600.000 dimana 14.800.000 adalah wanita dan 1.200.000 anak

dibawah 15 tahun. Sekitar 95% pasien terinfeksi HIV tinggal di negara berkembang.

Kurang lebih 12% pasien terinfeksi HIV adalah wanita, sekitar 10-30% wanita

hamil di bagian tertentu di Afrika terinfeksi HIV. Wanita dengan AIDS (Acquired

immunodeficiency syndrome) 85% pada usia reproduktif (15-44 tahun), 50% kulit

hitam dan 20-25% hispanik. Hampir mencapai 20-30% HIV karier asimtomatik

3

Page 4: Pmtct Hiv Aids

diperkirakan terjadi untuk setiap kasus AIDS yang dilaporkan. Peningkatan pada

kedua jumlah dan persentase dari wanita AIDS yang dikenali sejajar dengan

peningkatan infeksi pada anak-anak. Kasus anak-anak terhitung 2% dari total

laporan selama periode ini. Lebih dari 90% anak terinfeksi HIV dibawah 15 tahun

mendapat infeksi dari ibu mereka selama kehamilan, persalinan atau menyusui.

Angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh HIV semakin

meningkat dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling penting di

semua negara. Penggunaan obat antivirus seperti highly active antiretroviral therapy

(HAART) dan persalinan berencana dengan seksio sesaria telah menurunkan angka

transmisi perinatal mother to child transmission (MTCT) penyakit ini dari 30%

menjadi 20%. Manejemen antenatal, persalinan, dan perawatan pascasalin yang

terkontrol dengan baik pada ibu hamil dengan HIV dapat mencegah transmisi

perinatal.

Tujuan penanganan HIV dalam kehamilan adalah untuk memaksimalkan

kesehatan maternal dan meminimalkan transmisi perinatal telah dipusatkan kepada

penekanan level RNA HIV virus sampai level yang tak terdeteksi.

Maka dari itu, referat ini akan membahas mengenai transmisi HIV dari ibu ke

bayinya serta pencegahannya.

4

Page 5: Pmtct Hiv Aids

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini

ditemukan pada cairan tubuh terutama cairan darah, cairan vagina dan air susu ibu.

Virus HIV tersebut dapat merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan

turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit infeksi. Dalam

keadaan seperti itu, orang akan mudah diserang beberapa jenis penyakit (sindrom)

yang mungkin tidak mempengaruhi orang yang system kekebalan tubuh sehat.

Penyakit tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.

HIV adalah Human Immunodeficiency Virus. Virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh yang melindungi tubuh terhadap infeksi. Kebanyakan orang yang

terinfeksi tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera setelah

terinfeksi, beberapa orang akan mengalami gejala mirip flu selama beberapa

minggu. Selain itu tidak ada tanda-tanda infeksi. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan

dapat ditularkan ke orang lain.

B. HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS)

HIV adalah jenis retrovirus. Virus ini termasuk golongan virus RNA yaitu

virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik, yang

berarti bahwa virus ini menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi

kembali dirinya.

Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah

yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik

Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi. Tetapi pada tahun

Januari 1983 Luc Montaigner di Prancis menemukan Virus ini pada seorang pasien

limfadenopati. Oleh karena itu kemudian Virus ini awaklnya dinamai Lymph

adenophaty Virus (LAV). Kemudian pada tahun 1984, di Amerika Serikat

ditemukan virus serupa pada penderita AIDS yang kemudian disebut HTLV-III.

Pada bulan Mei 1986 Komisi toksonomi International memberi nama baru HIV

5

Page 6: Pmtct Hiv Aids

(Human Immunodeficiency Virus) yang saat ini resmi digunakan. Sementara itu

Kasus HIV ini di Indonesia ditemukan pertama kali di Bali pada seorang Warga

Negara Asing (WNA) pada tahun 1987.

Saat ini terdapat dua jenis HIV yaitu HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi

seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah dengan keturunan yang berbeda–

beda. Dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–

jenis (clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok

M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun.

Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan,

Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India.

HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat

banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya

menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi

oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2,

ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat

dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka

mereka yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses

penularannya.

1. PENULARAN

HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan

vagina, air susu ibu dan cairan lainnya yang mengandung darah.

Virus tersebut menular melalui:

a) Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah

terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat

dicegah.

b) Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana

darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang

tidak steril.

c) Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan

seseorang yang telah terinfeksi.

6

Page 7: Pmtct Hiv Aids

d) Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa

kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

2. PATOFISIOLOGI PENULARAN

Untuk mengerti bagaimana virus tersebut bekerja, seseorang perlu

mengerti bagaimana sistem kekebalan tubuh bekerja. Sistem kekebalan

mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Sistem ini terdiri dari banyak jenis sel.

Dari sel–sel tersebut sel T–helper sangat krusial karena ia mengkoordinasi

semua sistem kekebalan sel lainnya. Sel T–helper memiliki protein pada

permukaannya yang disebut CD4. HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel

T–helper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di

dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut

RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid)

dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut

menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih

banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI. Enzim

lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang

baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam

aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses

yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan

meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–

penyakit yang lain.

Gambar I. Patofisiologi Penularan

7

Page 8: Pmtct Hiv Aids

Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.

Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan

sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons

tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya. Jumlah normal

dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml kubik

darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung

dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi

oportunistik.

Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika

sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat

infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi

seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal. Tanpa perawatan, viral

load, yang menunjuk pada jumlah relatif dari virus bebas bergerak didalam

plasma darah, akan meningkat mencapai titik dimana tubuh tidak akan mampu

melawannya.

Perkembangan dari HIV dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu :

a) Infeksi utama (Seroconversion), ketika kebanyakan pengidap HIV tidak

menyadari dengan segera bahwa mereka telah terinfeksi.

b) Fase asymptomatic, dimana tidak ada gejala yang nampak, tetapi virus

tersebut tetap aktif.

c) Fase symptomatic, dimana seseorang mulai merasa kurang sehat dan

mengalami infeksi–infeksi oportunistik yang bukan HIV tertentu

melainkan disebabkan oleh bakteri dan virus–virus yang berada di sekitar

kita dalam segala keseharian kita.

d) AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV,

adalah fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang dari

200.

8

Page 9: Pmtct Hiv Aids

3. PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan alamiah infeksi HIV dibagi dalam tahapan sebagai berikut :

Infeksi virus 2-3 minggu Sindrom retroviral akut 2-3 minggu gejala menghilang +

serokonversi infeksi kronis HIV-asimtomatik rata-rata 8 tahun ( di Negara berkembang lebih

pendek) Infeksi HIV/AIDS-simtomatik rata-rata 1,3 tahun kematian.

C. TRANSMISI HIV DARI IBU KE ANAK

Bukan saja pemuda pada usia produktif ataupun perkembangan jiwa menuju

tahap pendewasaan diri, rentan sekali menjadi sasaran penyebaran virus HIV/AIDS.

Tetapi usia anak-anak pun tak kalah rentannya. Hal itu terbukti dengan meningkat

tajamnya penderita HIV/AIDS di kalangan anak-anak. Kasus HIV pada anak

biasanya paling sering ditemukan akibat transmisi dari ibu yang sudah memiliki

HIV ke anaknya Kemungkinan besar perpindahan virus ini terjadi selama proses

kehamilan dan juga persalinan maupun menyusui.

Transmisi HIV dari ibu ke anak tersebut timbul mendekati 25-30% dari bayi

yang lahir dari ibu yang tidak mendapat pengobatan anti virus selama kehamilan,

sedangkan waktu terjadinya infeksi vertikal dari HIV belum dapat ditentukan

dengan baik. Transmisi intra uterin telah ditunjukkan secara langsung dengan

deteksi virus pada jaringan abortus fetal. Kebanyakan episode dari infeksi

kongenital HIV timbul selama periode intrapartum, mungkin berhubungan dengan

terpaparnya bayi terhadap darah ibu yang terinfeksi dan sekret serviks atau vagina,

sebagaimana mikrotransfusi darah ibu-anak muncul selama kontraksi uterus.

Sedangkan penularah postnatal adalah melalui air susu ibu.

1. Transmisi selama kehamilan

Infeksi transplasental telah dilaporkan dan tampaknya menjadi jalan

utama transmisi namun mekanisme yang pasti tetap belum diketahui. HIV telah

secara langsung diisolasi dari plasenta, cairan amnion dan produk awal

konsepsi. Pasase transplasenta HIV muncul pada 30% kehamilan yang

dipengaruhi, dipertinggi oleh jumlah limfosit T helper (kurang dari 400/mm3)

atau kesakitan maternal yang lanjut. Penentuan kejadian infeksi vertikal

dikomplikasi oleh sulitnya membuat diagnosis neonatal karena antobodi IgG

9

Page 10: Pmtct Hiv Aids

maternal terhadap HIV secara pasif melewati plasenta. Semua bayi lahir dengan

ibu HIV antibodi positif akan memiliki antibodi positif saat lahir. Antibodi

maternal dapat tetap terdeteksi pada sirkulasi bayi hingga 15 sampai 18 bulan.

Sampai saat ini prediksi transmisi transplasenta pada kasus-kasus

individual belum memungkinkan. Banyak faktor yang mempengaruhi transmisi.

Termasuk tingkat penyakit lanjut, perkembangan menjadi AIDS selama

kehamilan, infeksi aktif, hasil kultur positif, dan penurunan jumlah CD4+.

Faktor-faktor lain yang penting meningkatkan risiko transmisi maternal ke fetus

termasuk jumlah virus yang tinggi, virus yang bereplikasi dengan cepat dan

kondisi yang dapat mengganggu integritas plasenta seperti penyakit menular

seksual yang lain dan korioamnionitis. Walau banyak faktor terus dipelajari

sebagai penentu penting pada transmisi vertikal HIV prediktor terbaik untuk

risiko transmisi perinatal diantara wanita hamil dan keturunannya yang diobati

dengan ZDV adalah jumlah virus.

2. Transmisi selama persalinan

Kebanyakan kejadian dari infeksi kongenital HIV timbul selama periode

intrapartum, mungkin berhubungan dengan terpaparnya bayi terhadap darah ibu

yang terinfeksi dan sekret serviks atau vagina, sebagaimana mikrotransfusi

darah ibu-anak muncul selama kontraksi uterus. Transmisi intrapartum virus

mendukung kenyataan bahwa 50-70% anak terinfeksi memiliki tes virologi

negatif pada saat lahir, menjadi positif pada saat usia 3 bulan. Ditunjukkan

bahwa anak yang lahir pertama dari kembar dua berada pada risiko lebih tinggi

mengalami infeksi dibanding yang lahir kedua, mungkin karena lebih lamanya

paparan terhadap sekresi mukosa servikovaginal. Peningkatan risiko transmisi

telah digambarkan selama persalinan yang memanjang, pecah ketuban yang

lama, perdarahan plasenta dan adanya cairan amnion yang mengandung darah.

3. Transmisi setelah melahirakan (Air Susu Ibu)

HIV ditemukan pada air susu ibu dan menyusui telah dilaporkan sebagai

jalan infeksi pada perinatal lanjut. Infeksi HIV dari ibu ke bayi juga dapat

10

Page 11: Pmtct Hiv Aids

timbul melalui minum air susu ibu yang terkontaminasi. Transmisi HIV selama

menyususi dapat sebanyak sepertiga sampai duapertiga dari semua transmisi

HIV dan tambahan risiko dari menyusui untuk transmisi HIV telah ditentukan

bervariasi antara 14-26%.

Banyak faktor mungkin mempengaruhi transmisi virus melalui menyusui.

Imaturitas traktus gastrointestinal bayi baru lahir dapat memungkinkan

penetrasi mukosa intestinal oleh virus. Tapi transmisi juga dapat muncul pada

bayi yang memulai susu ibu jauh sesudah periode perinatal. Pengenalan dini

pada makanan lain dapat juga memegang peranan dengan merusak intestinal.

D. PENCEGAHAN TRANSMISI HIV DARI IBU KE ANAK

Infeksi HIV dengan perkembangan lanjutnya AIDS adalah salah satu

masalah penting dari perhatian kesehatan masyarakat abad 20. Tanpa

pengetahuan pengobatan terhadap penyakit yang mematikan ini, bayi yang

terpapar akan mengalami hidup yang singkat dan sulit. Untuk alasan ini

penatalaksanaan yang agresif telah dilakukan dengan maksud untuk

mengurangi kemungkinan transmisi HIV dari ibu ke anak.

Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi,

dilaksanakan  secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu:

Prong 1:  Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia

reproduktif;

Prong 2:  Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif;

Prong 3:  Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke

bayi yang dikandungnya;

Prong 4:  Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu

HIV  positif beserta bayi dan keluarganya.

Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan

Prong 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi,

diimplementasikan semua prong.

11

Page 12: Pmtct Hiv Aids

Ke-empat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh

pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga

swadaya masyarakat.

Pencegahan transmisi vertikal infeksi HIV dilakukan Melalui manajemen

sebagai berikut :

a. Manajemen antepartum

VCT (voluntary conseling and testing)

Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan

kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang

pelayanan kesehatan. Penatalaksanaan konseling dan tes HIV sukarela untuk

pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi mengikuti Pedoman Nasional

Konseling dan Tes HIV Sukarela.

  Tes HIV dilakukan kepada semua ibu hamil (routine HIV testing) di

seluruh rumah sakit rujukan Odha yang telah ditetapkan pemerintah. Ibu hamil

menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri

keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak.

Di daerah prevalensi HIV tinggi yang tidak terdapat layanan pencegahan

penularan HIV dari ibu ke bayi, untuk menentukan faktor-faktor risiko ibu

hamil digunakan beberapa kriteria, seperti memiliki penyakit menular seksual,

berganti-ganti pasangan, pengguna narkoba, dll.

Layanan tes HIV dipromosikan dan dimungkinkan bagi laki-laki dan

perempuan yang merencanakan untuk memiliki bayi.

Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan yang memberikan konseling dan

tes HIV sukarela dalam paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan

keluarga berencana, harus terdapat tenaga petugas yang mampu memberikan

konseling sebelum dan sesudah tes HIV.

Pada pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana

yang memberikan layanan konseling dan tes HIV sukarela, konseling pasca tes

(post-test counseling) bagi perempuan HIV negatif memberikan bimbingan

untuk tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui, dan seterusnya.

12

Page 13: Pmtct Hiv Aids

Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan tersebut harus terjamin aspek

kerahasiaan ibu hamil ketika mengikuti proses konseling sebelum dan sesudah

tes HIV.  Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi,

pemerintah memberikan bantuan biaya konseling dan tes HIV bagi ibu hamil di

tiap jenjang layanan kesehatan.

Evaluasi antepartum pada pasien HIV positif harus meliputi pengamatan

klinis dan laboratorium untuk disfungsi imun, perkembangan penyakit dan

infeksi oportunistik. Studi fungsi imun harus meliputi penghitungan lengkap sel

darah, jumlah total sel T, sel CD4+(CD8+) tiap trimester.

Pengamatan secara klinis dan laboratorium ini dapat dilakukan melalui

pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif. Pelaksanaan Antenatal

care yang berkesinambungan dan terjadwal.

ANTENATAL CARE (ANC), meliputi :

a) Kunjungan pertama: Anamnesis lengkap, pemeriksaan, suplemen folat,

deworming dan VCCT

b) Kunjungan kedua : monitoring kemajuan kehamilan, konseling

mengenai PPIA dan pilihan menyusui, dosis pertama TPI, tetanus toxoid,

suplemen besi/folic .

c) Kunjungan ketiga : monitoring kemajuan kehamilan, tekanan darah,

Hb dan analisa urine, dosis kedua TPI, tetanus toxoid, supplemen

besi/folic. Dukungan konseling

d) Kunjungan keempat : sama seperti diatas. Pendaftaran program PPIA ,

Beri obat antiretroviral

INTERVENSI FARMASI :

Antiretroviral therapy ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong suatu

evolusi dalam perawatan penderita HIV/AIDS. Replikasi HIV sangat cepat dan

terus-menerus sejak awal infeksi, sedikitnya terbentuk 10 miliar virus setiap

hari. Namun karena waktu paruh virus bebas (virion) sangat singkat maka

sebagian besar virus akan mati. Penurunan CD4 menunjukkan tingkat

kerusakan system

13

Page 14: Pmtct Hiv Aids

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Pemeriksaan CD4 ini berguna

untuk memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan faktor

yang harus diperhatikan dalam memilih regimen ART baik di tingkat program

ataupun tingkat individual:

Efikasi obat

Profil efek samping obat

Persyaratan pemantauan laboratorium

Kemungkinan kesinambungan sebagai pilihan obat di masa

depan

Antisipasi kepatuhan oleh pasien

Kondisi penyakit penyerta

Kehamilan dan risikonya

Penggunaan obat lain secara bersamaan

Infeksi strain virus lain yang berpotensi meningkatkan resistensi

terhadap satu atau lebih ART.

Ketersediaan dan harga ART.

Menurut WHO waktu diberikannya ART dibagi dalam dua kategori,

apakah ada perhitungan CD4. Penghitungan TLC dapat digunakan sebagai

pengganti hitung CD4, meskipun hal ini dianggap kurang bermakna pada

pasien asimptomatis.

• Ada perhitungan CD4

Stadium IV menurut kriteria WHO (AIDS) tanpa memandang

hitung CD4

Stadium III menurut kriteria WHO dengan CD4 < 350 sel/ mm3

Stadium I-II menurut kriteria WHO dengan CD4 ≤ 200 sel/mm3

• Tidak ada perhitungan CD4

Stadium IV menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium III menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium II dengan TLC ≤ 1200 sel/mm3

Pemberian ART tergantung tingkat progresivitas masing-masing

14

Page 15: Pmtct Hiv Aids

penderita. Terapi kombinasi ART mampu menekan replikasi virus sampai

tidak terdeteksi oleh PCR. Pada kondisi ini penekanan virus berlangsung efektif

mencegah timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan memperlambat

progersifitas penyakit. Karena itu terapi kombinasi ART harus menggunakan

dosis dan jadwal yang tepat.

Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk

HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap

HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan

ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari

orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih

efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara

umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART).

Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:

1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),

mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam

mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT,

ddl, ddC & 3TC).

2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)

memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse

transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial

untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat obatan

NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan

menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan

rumah dan dilepaskan.

Seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya

selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran

dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang

mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan

tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan

tersebut adalah:

15

Page 16: Pmtct Hiv Aids

1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari

14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini

menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek

dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%

penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas

38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)

dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC).

2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa

persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.

Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar

47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet

kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus

diberikan satu dosis dalam 3 hari

IRIS (immune reconstitution inflammatory)

Sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstitution inflammatory

syndrome/IRIS) adalah komplikasi yang disebabkan oleh reaktivasi sistem

kekebalan yang muncul setelah mulai terapi antiretroviral (ART). Biasanya,

IRIS ditunjukkan sebagai gejolak gejala saat sistem kekebalan yang mulai

pulih mulai menanggapi infeksi yang ada saat itu, misalnya tuberkulosis

(TB) atau sitomegalovirus (CMV).

16

Antepartum Intrapartum Post partum

Untuk Ibu

neonatal

AZT 300mgs p.o

B.D setelah

kehamilan 35

mgg

AZT 300mgs

p.o tiap 3 jam

sampai

melahirkan

AZT 300mgs p.o

B.D selama 7

hari

4mgs/kg p.o

B.D selama 7

hari

Tidak ada NVP 200 mgs

p.o saat mulai

persalinan

Tidak ada 2mgs/kg p.o 48-

72 jam

Page 17: Pmtct Hiv Aids

IRIS muncul pada 10-40% pasien HIV (diperkirakan terutama

berdasarkan penelitian secara retrospektif) dan lebih umum pada pasien

dengan jumlah CD4 rendah sebelum mulai ART.

IRIS mungkin menyokong peningkatan risiko kematian pada pasien

yang masih bertahan hidup dengan penyakit HIV berat setelah mulai ART,

dan karena kekhawatiran terhadap IRIS, beberapa dokter lebih memilih

menunda ART hingga setelah infeksi oportunistik (IO) diobati. Namun,

sedikit penelitian secara prospektif mengkaji faktor risiko timbulnya IRIS

dan mortalitas dalam keadaan itu.

Sebagaimana dilaporkan dalam Conference on Retroviruses and

Opportunistic Infections (CROI) ke-16 di Montreal, Kanada, Philip Grant

dari Universitas Stanford dan rekan bersama tim penelitian ACTG A5164

mengamati faktor risiko timbulnya IRIS dan kematian pada pasien dengan

IO akut yang menerima ART dini atau yang ditunda.

Sebagaimana dilaporkan dalam CROI 2008, dalam penelitian ACTG

A5164, sejumlah 282 pasien HIV dengan IO (kecuali TB) secara acak

ditunjuk untuk mulai ART pada saat masuk penelitian atau menundanya

hingga paling sedikit 28 hari sewaktu IO diobati.

Saat masuk penelitian, peserta memiliki penyakit HIV lanjut, dengan

median jumlah CD4 pada awal 29, viral load HIV 5,07 log, dan sebagian

besar belum memakai ART. Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah IO

yang paling umum (64%), diikuti oleh infeksi bakteri dan infeksi

kriptokokus (masing-masing15%).

Hasil

• Selama masa penelitian, 23 peserta (8,2%) meninggal.

• 20 peserta (7,6%) mengembangkan IRIS, setelah median 33 hari

memakai ART:

8 dari 135 pasien (5,9%) dalam kelompok ART dini;

12 of 127 pasien (44,4%) dalam kelompok ART yang ditunda.

17

Page 18: Pmtct Hiv Aids

• Pasien dengan infeksi jamur (selain PCP) dua kali lebih mungkin

mengembangkan IRIS, dan itu adalah satu-satunya faktor risiko yang

bermakna (rasio hazard [HR] 2,6; p = 0,03).

• Tidak ada perbedaan kejadian IRIS antara pasien yang menerima dan

yang tidak menerima kortikosteroid selama peristiwa IO.

• Namun, tidak ada peserta yang mengembangkan IRIS waktu

memakai kortikosteroid.

• Viral load menurun dan peningkatan persentase CD4 pada empat

minggu berhubungan dengan IRIS, tetapi perubahan jumlah CD4

mutlak tidak.

• Dalam analisis univariat, faktor pada awal yang terkait dengan

peningkatan mortalitas secara bermakna adalah:

Infeksi mikobakteri (HR 5,9; p <0,01);

Jumlah IO (HR 2,2 per tambahan IO; p <0,01);

Rawat inap (HR 3,7; p = 0,002);

Albumin dalam darah rendah (HR 3,6; p = 0,02);

Hemoglobin rendah (HR 2,8; p = 0,02);

Jumlah CD4 rendah (HR 1,3 per 10 penurunan sel CD4; p =

0,02).

• Sebaliknya, memiliki PCP pada awal terkait dengan risiko kematian

yang lebih rendah (HR 0,4; p = 0,04).

Dalam analisis multivariat yang mengendalikan faktor pembaur, infeksi

mikobakteri (HR 4,6; p < 0,002), rawat inap (HR 3,2; P = 0,007), dan

jumlah CD4 rendah (HR 1,2 per 10 penurunan sel CD4; p = 0,04) tetap

merupakan prediktor mortalitas yang independen.

Faktor risiko untuk IRIS setelah mulai ART

“Pada pasien dengan IO akut, sulit memprediksi siapa yang akan

mengembangkan IRIS dari ciri-ciri awal,” para peneliti berpendapat,

walaupun pasien dengan penyakit jamur selain PCP mungkin lebih berisiko.

Para peneliti menyatakan, “Perubahan viral load dan perubahan persentase

CD4 pada empat minggu merupakan prediktor IRIS yang lebih jelas

18

Page 19: Pmtct Hiv Aids

dibandingkan perubahan jumlah CD4, tetapi jumlah CD4 pada awal selama

IO akut tidak boleh diabaikan, karena jumlah itu memprediksi ketahanan

hidup, dengan jumlah yang lebih rendah terkait dengan peningkatan risiko

kematian.”

“Kortikosteroid, sebagaimana dipakai dalam penelitian, tampak tidak

mencegah IRIS tetapi dapat menunda kehadirannya,” para peneliti mencatat.

Faktor risiko terhadap peningkatan mortalitas di masa sebelum ada ART –

termasuk tingkat albumin rendah, hemoglobin rendah, dan jumlah CD4

rendah – “tetap penting pada pasien dengan IO waktu mulai ART,” para

peneliti menyimpulkan. “Infeksi mikobakteri terkait dengan mortalitas tinggi

walau memakai ART.”

Namun, ART dini tidak mengakibatkan peningkatan IRIS pada

pasien dengan IO non-TB, mereka melanjutkan, dan “kekhawatiran terhadap

IRIS jangan dijadikan alasan untuk menunda ART.”

b. Manajemen intrapartum

Hampir semua AIDS pediatrik dihasilkan dari transmisi intrapartum. HIV

telah ditemukan pada sekret serviks dan vagina pada jalan persalinan.

Meminimalkan kontak langsung fetal-maternal dengan menunda pecah selaput

ketuban, dan tindakan invasif dapat mengurangi setidaknya secara teori risiko

infeksi intrapartum.

Salah satu strategi adalah pembersihan jalan lahir dengan agen pembunuh

virus. Pendekatan ini menarik karena lebih murah, risiko rendah, dan mudah

dilakukan. Chlorhexidine telah terbukti digunakan melawan penyakit infeksius

lainnya seperti grup β streptokokus dan secara in vitro mempunyai aktifitas

melawan HIV.

Intervensi obstetrik

Seksio Sesaria.

Langkah pertama kearah perkembangan intervensi obstetrik untuk

pencegahan transmisi HIV dari ibu ke anak adalah demonstrasi bahwa transmisi

muncul selama periode intrapartum. HIV perinatal muncul selama atau dekat

19

Page 20: Pmtct Hiv Aids

pada periode intrapartum. Beberapa analisa menunjukkan peningkatan yang

kuat pada kejadian transmisi setelah ketuban pecah lebih dari empat jam.

Persalinan operatif telah diyakini sebagai strategi yang potensial untuk

pencegahan transmisi intrapartum.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa wanita yang secara optimal

diobati dengan antiretrovirus, seksio sesaria dapat memiliki efek yang penting

dalam mengurangi kejadian transmisi HIV dari ibu ke anak, juga

mengindikasikan bahwa dibandingkan cara persalinan lainnya seksio sesaria

yang dilakukan sebelum persalinan dan sebelum pecah ketuban (seksio sesaria

elektif) secara bermakna mengurangi kejadian transmisi HIV perinatal. Wanita

terinfeksi HIV harus disarankan seksio sesaria terjadwal untuk mengurangi

kejadian transmisi jauh dari yang dapat dicapai hanya dengan terapi ZDV saja.

20

Page 21: Pmtct Hiv Aids

c. Manajemen postpartum

Banyak faktor yang mempengaruhi transmisi virus melalui menyusui.

Virus HIV bisa menyusup lewat ASI kemudian menulari si bayi.

Kemungkinannya cukup besar, sekitar 35 persen. Imaturitas traktus

gastrointestinal bayi baru lahir dapat memungkinkan penetrasi mukosa

intestinal oleh virus. Tapi transmisi juga dapat muncul pada bayi yang memulai

susu ibu jauh sesudah periode perinatal. Pengenalan dini pada makanan lain

dapat juga memegang peranan dengan merusak intestinal.

Tapi kini ibu dengan HIV/AIDS boleh memberikan ASI ke bayinya. Para

ibu tak perlu takut bayinya tertular HIV/AIDS lagi. Bulan November 2009 lalu,

badan kesehatan dunia WHO pun merekomendasikan bahwa ibu pengidap

HIV/AIDS bisa memberikan ASI eksklusif. Penelitian yang dilakukan oleh

WHO menunjukkan jika perbandingan antara risiko si bayi terkena HIV dan

meninggal karena tidak diberi ASI ternyata sama besar. Sebab, bayi akan rentan

terkena berbagai penyakit infeksi yang membahayakan nyawa jika tidak diberi

ASI. Yang perlu diingat, pemberian ASI bisa dilakukan asal si ibu sudah

mendapat terapi antiretroviral (ARV) selama kehamilan. Kalau perlu, si bayi

juga mesti mendapat terapi ARV begitu dilahirkan untuk memperkecil

kemungkinan tertular virus dari ASI. Bayi pun tidak boleh mendapat makanan

tambahan selama masa menyusui. Sebab makanan tambahan bisa membuat

usus bayi terluka. Apabila sampai usus terluka, maka risiko bayi tertular HIV

sangat besar. Jika si ibu mau memberi makanan tambahan, maka pemberian

ASI harus dihentikan.

Pemberian Nutrisi dan Asi pada bayi dengan ibu +HIV

Seringkali dengan alasan ibu sakit penyusuan dihentikan, padahal dalam

banyak hal ini tidak perlu. Karena lebih berbahaya bagi bayi bila mulai diberi

susu formula daripada terus menyusu dari ibu yang sakit. Keadaan ini dapat

dibenarkan untuk menghentikan penyusun adalah bila skit ibu sangat berat

misalnya kegagalan jantung atau ginjal atau menderita kanker. Pada ibu dengan

gangguan jiwa pun masih dianjurkan untuk menyusui asalkan ada orang yang

21

Page 22: Pmtct Hiv Aids

mengawasinya pada saat-saat tersebut. Ibu dengan penyakit infeksi akut lebih

sering menularkan melalui tangan atau percikan ludah daripada melalui ASI. Di

samping itu do dalam ASI akan terdapat zat anti terhadap penyakit yang

diderita ibu sehingga bila bayi menyusu akan mendapat zat penangkal penyakit

tersebut. Bila ibu terpaksa harus dirawat, jika terdapat fasilitas, bayinya

dianjurkan ikut dirawat bersama ibunya agar aktivitas menyusui tidak terhenti.

Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS sebanyak kurang lebih 20% sudah

terinfeksi HIV secara transmisi vertikal. Namun apabila pengobatan dengan

obat antiretroviral diberikan beberapa lama sebelum persalinan dan diikuti

dengan pencegahan cara lain seperti persalinan melalui bedah kaisar dan

pencucian jalan lahir transmisi vertikal ini dapat diturunkan sampai menjadi

2%. Apabila ibu menyusui akan bertambah penularan melalui ASI sebanyak

kurang lebih 11-15%, sehingga di negara maju terdapat angka kematian dan

kesakitan bayi yang tidak mendapat ASI sudah rendah, ibu dianjurkan untuk

tidak menyusui bayinya.

Namun di negara berkembang masih banyak terdapat ibu yang tidak

memberikan ASI akan mempunyai morbiditas dan mortalitas yang masih

tinggi, maka ibu dianjurkan tetap memberi ASI. Apabila sudah diketahui sejak

lahir bahwa bayi telah tertular (dengan pemeriksaan PCR) maka dianjurkan

agar ibu tetap memberi ASI, karena ASI akan melindungi bayi dari infeksi lain

yang menyertai AIDS atau statusnya tidak diketahui maka ibu tetap dianjurkan

untuk memberikan ASI. Bila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS ada beberapa

alternatif yang dapat diberikan dan setiap keputusan ibu setelah mendapat

penjelasan perlu didukung.

Bila ibu memilih tidak memberikan ASI maka ibu diajarkan

memberikan makanan alternatif yang benar dan di negara berkembang

sewajarnya makanan alternatif ini disediakan secara cuma-cuma untuk 6

bulan.

Bila ibu memilih memberikan ASI maka dianjurkan untuk memberikan

ASI secara eksklusif selama 3-4 bulan kemudian menghentikan ASI

dan bayi diberi makanan alternatif. Perlu diusahakan agar putting susu

22

Page 23: Pmtct Hiv Aids

jangan sampai terluka karena virus HIV dapat masuk melalui luka. Di

samping itu jangan diberikan ASI bersama susu formula karena susu

formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang menyebabkan

virus dalam ASI lebih mudah masuk.

Maka WHO menganjurkan pada setiap wilayah/negara untuk memilih

sendiri apakah akan melarang atau menganjurkan ibu dengan HIV + menyusui

bayinya.

23

Page 24: Pmtct Hiv Aids

BAB III

KESIMPULAN

1. Tujuan penanganan HIV dalam kehamilan adalah untuk memaksimalkan kesehatan

maternal dan meminimalkan transmisi perinatal telah dipusatkan kepada penekanan

level RNA HIV virus sampai level yang tak terdeteksi.

2. Penggunaan obat antivirus seperti highly active antiretroviral therapy (HAART)

dan persalinan berencana dengan seksio sesaria telah menurunkan angka transmisi

perinatal mother to child transmission (MTCT) penyakit ini dari 30% menjadi 20%.

Manejemen antenatal, persalinan, dan perawatan pascasalin yang terkontrol dengan

baik pada ibu hamil dengan HIV dapat mencegah transmisi perinatal.

24

Page 25: Pmtct Hiv Aids

DAFTAR PUSTAKA

ALARM International, 2008. Routine Infection Prevention.

CDC, 2007. Mother-to-Child (Perinatal) HIV Transmission and Prevention. In English.

Family Health International, 2009. APA ITU HIV/AIDS. East Timor.

GEMARI, 2010. HIV/AIDS Mengancam Anak Bangsa. Edisi 119/Tahun XI/Desember 2010

Indarso, Fatimah, 2006. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dari Ibu yang Bermasalah. FK UNAIR. Surabaya.

Pitkin, Joan dkk. 2003. Obstetrics and Gynaecology.Ilustration Colour Text.CHURCHILL LIVINGSTONE.

25