Top Banner
PLENO SKENARIO 1 KELOMPOK 6
53

Pleno Skenario 1 (1)

Dec 14, 2014

Download

Documents

sdf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pleno Skenario 1 (1)

PLENO SKENARIO 1KELOMPOK 6

Page 2: Pleno Skenario 1 (1)

SKENARIO I : Apakah putraku bisa sembuh?Seorang anak laki-laki berusia 16 bulan, pada suatu malam dibawa orang tuanya ke UGD RS karena kejang-kejang. Bibirnya sampai biru, dari mulutnya keluar busa dan dia tidak sadarkan diri. Menurut orang tuanya, putra mereka pertama kali mengalami kejang waktu berumur 1 bulan. Saat itu ia pilek dan demam tinggi. Sejak serangan kejang itu, setiap demam , anak mereka selalu kejang, dan ini sudah yang ke 6 kalinya dia kejang. Namun kejang yang saat ini, tidak disertai demam, dan kejangnya tidak hilang walaupun telah diberikan obat kejang dari dokter yang dimasukkan melalui duburnya. Orang tuanya khawatir sekali anaknya mengalami cacat otak. Mereka mengharapkan dokter memberikan pengobatan yang akan menyembuhkan penyakit putra mereka selamanya.

Page 3: Pleno Skenario 1 (1)

MIND MAP

Page 4: Pleno Skenario 1 (1)

LEARNING OBJECTIVE

• Klasifikasi kejang : Gejala klinis dan etiologi• Anatomi fisiologi neuron • Kejang, mekanisme dan penatalaksanaannya• Analisa skenario (beserta edukasi)• Pembahasan DD (epilepsi dan serebral palsy)

Page 5: Pleno Skenario 1 (1)
Page 6: Pleno Skenario 1 (1)
Page 7: Pleno Skenario 1 (1)

PENERIMAAN IMPULS OLEH SARAF AFEREN/SENSORIK

• Neuron kolinergik • Asetilkolin• Berperan pada pengendalian sistem motorik

• Neuron dopaminergik• Dopamin• Berperan pada gerakan dan kerja obat antipsikotik

• Neuron nor adrenergik• Nor adrenalin• Berperan pada regulasi TD dan kerja obat

antidepresan• Neuron adrenergik• Adrenalin• Berperan = nor adrenergik

Page 8: Pleno Skenario 1 (1)

PENERIMAAN IMPULS OLEH SARAF AFEREN/SENSORIK

• Neuron gabaergik• GABA (asam g–aminobutirat)• Ada pada CNS, sebagai neuron inhibitorik• Berperan pada regulasi motorik

• Neuron serotoninergik• Serotonin • Tidak banyak terdapat di CNS• Serotonin dibentuk dari asam amino triptofan

Page 9: Pleno Skenario 1 (1)

ANALISIS SKENARIO

Laki-laki 16 bulan KU: Kejang-kejang, bibirnya sampai biru, dari

mulutnya keluar busa dan tidak sadarkan diriRPS: Kejang tidak disertai demam dan tidak hilang

dengan obat kejang per rektalRPD: Pertama kali kejang saat bersia 1 bulan, saat

itu disertai pilek dan demam tinggi. Sejak saat itu setiap demam maka dia kejang dan saat ini merupkan kejang yang ke enam kalinya.

Page 10: Pleno Skenario 1 (1)

Peningkatan kebutuhan metabolisme tidak didapatkan kompensasi adekuat hipoksia kebiruan pada bibir

Kejang hipersalivasi terkocoknya saliva keluar busa dari dalam mulut

Jika sumber bangkitan kejang mengenai korteks serebri pusat kesadaran tidak sadarkan diri

Page 11: Pleno Skenario 1 (1)

Demam peningkatan metabolisme basal dan kebutuhan oksigen perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion natrium melalui membran tadi lepasnya muatan listrik menyebar ke seluruh bagian otak melalui neurotransmitter kejang

Page 12: Pleno Skenario 1 (1)

Obat kejang yang diberikan per rektal adalah Diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB diberikan tiap 8 jam. Pengobatan ini biasanya hanya diberikan pada anak yang demam dengan suhu > 38,50C.

Penyebab kejang yang tidak hilang dengan obat kejang per rektal antara lain: • Tenaga medis: karena kesalahan dalam mendiagnosis

serta terapi yang tidak efektif• Pasien: minum obat yang tidak teratur, penghentian

minum obat secara mendadak, infeksi sistemik, dan gangguan metabolik.

Page 13: Pleno Skenario 1 (1)

Namun pada pasien di skenario belum bisa dikatakan mengalami gagal terapi karena pada skenario tidak disebutkan berapa dosis obat yang diberikan dan berapa lama waktu setelah pemberian diazepam per rektal.

Page 14: Pleno Skenario 1 (1)

PLANNING PEMERIKSAAN

1. Periksa jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi2. Pantau tanda vital3. Periksa kadar gula darah dengan menggunakan

dipstick4. Setelah mendapat terapi dengan pemberian

glukosa dan antikonvulsan bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti ; pemeriksaan darah lengkap, Elektrolit dan Ca, AGDA, serta kadar obat dalam darah.

Page 15: Pleno Skenario 1 (1)

DIAGNOSIS

Berdasarkan beberapa gejala yang ada di sekenario seperti kejang yang sudah ke enam kalinya maka bisa diambil kesimpulan bahwa diagnosis pada pasien di skenario adalah epilepsi dengan differential diagnosis cerebral palsi.

Page 16: Pleno Skenario 1 (1)

PLANNING TERAPI

1. ABC bagus2. 1-5 menit pertama diazepam 0,5-0,75 mg/kg BB per

rektal. 3. 5-10 menit belum berhenti maka ulang dengan dosis

dan cara yang sama. 4. 15 menit kemudian belum berhenti fenitoin 20 mg/kg

BB secara IV maksimal 1 gram. IV drip 20 menit dala 50 ml NaCl.

5. 35 menit kejang masih belum berhenti bisa diberikan fenobarbital 20 mg/kg IV diberikan secara bolus selama 5-10 menit dalam infus 1 mg/kg/menit. Selama pemberian fenobarbital pasien harus dipantau secara ketat dan hati-hati terhadap depresi pernafasan.

Page 17: Pleno Skenario 1 (1)

EDUKASI 1. Menyampaikan kepada orang tua pasien agar tidak panik

ketika anak mendapat kejang. Karena jika ibu panik maka akan mempengaruhi kondisi psikis anak.

2. Menyarankan kepada ibu agar mematuhi apa yang disarankan dokter. Karena salah satu penyebab dari kejang yang sukar disembuhkan adalah terapi yang tidak adekuat. Salah satunya bisa disebabkan karena etidak patuhan pasien dalam meminu obat atau pengehentian minum obat secara tiba-tiba.

3. Menyampaikan beberapa gejala khas pada kejang sehingga ibu sudah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan anak.

4. Menyarankan untuk mengingat-ingat apa saja yang mencetuskan kejang pada anak seperti: stress, lapar, demam

5. Menyarankan kepada ibu untuk melakukan follow up pasca kejang seperti melakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kausa kejang.

Page 18: Pleno Skenario 1 (1)

KEJANG

Definisi• Kejang : perubahan fungsi otak mendadak dan

sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. • Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal,

berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak.

Page 19: Pleno Skenario 1 (1)

KLASIFIKASI : BERDASARKAN KLASIFIKASI MENURUT INTERNATIONAL LEAGUE AGAINST EPILEPSY OF EPILEPTIC SEIZURE (ILAE) 1981, KEJANG DIBAGI MENJADI:

1. Kejang Parsial

(Fokal, Lokal) Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah di satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain.

– Kejang fokal sederhana– Kejang parsial

kompleks– Kejang parsial yang

menjadi umum

2. Kejang Umum(Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan simetrik, tidak ada aura.)– Absens– Mioklonik– Klonik– Tonik– Tonik-Klonik– Atonik

Page 20: Pleno Skenario 1 (1)

1. KEJANG PARSIAL (FOKAL, LOKAL)

Parsial Sederhana Parsial Kompleks

dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardi, bradikardia, takipnu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya ingat). Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.

dimulai sebagai kejang parsial sederhana, berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh : Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-narik baju). Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang menjadi kejang generalisata. Biasanya berlangsung 1-3 menit.

Page 21: Pleno Skenario 1 (1)

2. KEJANG UMUM

Tonik-klonik Absence Mioklonik Klonik Tonik

spasme tonik-

klonik otot,

inkonintensia

urin dan alvi,

menggigit

lidah, fase

pascaiktus

sering salah di

diagnosa

sebagai

melamun.

Menatap

kosong,

kepala sedikit

lunglai,

kelopak mata

bergetar, atau

berkedip

secara cepat,

tonus postural

tidak hilang.

Berlangsung

beberapa

detik

Kontraksi

mirip syok

mendadak

yang terbatas

di beberapa

otot atau

tungkai,

cenderung

singkat

gerakan

menyentak,

repetitif,

tajam, lambat

dan tunggal

atau multipel

di lengan,

tungkai, atau

torso

Peningkatan

mendadak

tonus otot

(menjadi

kaku,

kontraksi)

wajah dan

tubuh bagian

atas, fleksi

lengan dan

ekstensi

tungkai. Mata

dan kepala

mungkin

berputar ke

satu sisi, dan

dapat

menyebabkan

henti nafas

Page 22: Pleno Skenario 1 (1)

ETIOLOGI

• Kejang demam.• Infeksi: Meningitis, Ensefalitis, Tetanus, Malaria

Serebral.• Gangguan Metabolik: hipoglikemia, hiponatremia,

hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan.

• Trauma kepala.• Keracunan: alkohol, teofilin.• Penghentian obat anti-epilepsi.• Lain-lain: ensefalopati hipertensi, tumor otak,

perdarahan intracranial, idiopatik.

Page 23: Pleno Skenario 1 (1)

MEKANISME KEJANG

• Instabilitas membran sel saraf sel > mudh mengalami pengaktifan•Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang muatan rendah apabila terpicu melepaskan muatan secara berlebihan

Page 24: Pleno Skenario 1 (1)

CON’T

•Kelainan polarisasi (hiperpolarisasi) yg disebabkan oleh ↑ asetilkolin atau defisiensi GABA•Gangguan keseimbangan asam-basa atau elektrolit ↑ neurotransmiter eksitatorik atau deplesi neurotranmiter inhibitorik.

Page 25: Pleno Skenario 1 (1)

MANIFESTASI KLINIS

• Epilepsi Umum– Major :

Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder. Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya.

Page 26: Pleno Skenario 1 (1)

• Minor :• Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah

epilepsi umum yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum pubertas (4 – 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula.

Page 27: Pleno Skenario 1 (1)

• Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi):– Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung

dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.

Page 28: Pleno Skenario 1 (1)

PENEGAKAN DIAGNOSISAnamnesis :1. Pola kejang, frekuensinya, waktunya dalam sehari2. Faktor apa saja yang dapat meningkatkan kejang3. Gambaran kejang4. Keadaan pasca kejang (apakah mengantuk atau tidak. Disertai nyeri

kepala atau tidak)5. Apakah kejang dimulai setempat atau menyeluruh6. Lama kejang dan status kesadaran (bertahan atau terganggu)7. Apakah aura mendahului konvulsi atau tidak. Aura terdiri nyeri

epigastrium dan perasaan takut.8. Postur penderita meliputi distribusi sianosis, vokalisasi, inkompeten

sfingter kandung kemih9. Apakah ada perburukan intelektual hal itu biasanya menandakan

penyakit degenaratif system saraf10. Apakah disertai gangguan konstitusional seperti mual, muntah, dan

gangguan tumbuh. Hal tersebut menggambarkan adanya gangguan metabolik primer atau lesi structural

Page 29: Pleno Skenario 1 (1)

PEMERIKSAAN FISIK

1. Tekanan Darah2. Lingkar Kepala 3. Berat Badan4. Panjang BadanPemeriksaan dicatat pada grafik pertumbuhan dan

dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya.

Page 30: Pleno Skenario 1 (1)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah lengkap2. Pemeriksaan analisa gas darah3. Pemeriksaan elektrolit4. Pemeriksaan fungsi hati5. Pemeriksaan fungsi ginjal6. Kadar obat dalam darah7. Pungsi lumbal8. Pemeriksaan EEG9. CT Scan

Page 31: Pleno Skenario 1 (1)

TATALAKSANA

• Non Farmakologis• Farmakologis

Page 32: Pleno Skenario 1 (1)

TATALAKSANA AWAL PADA KEJANG

• Pengobatan Fase Akut• Mencari Penyebab• Pengobatan Profilaksis

Page 33: Pleno Skenario 1 (1)

PENGOBATAN FASE AKUT

Page 34: Pleno Skenario 1 (1)

PENGOBATAN PROFILAKSIS

Profilaksis intermiten• Diazepam oral 0,3-0,5mg/KgBB/hari dibagi dalam

3 dosis saat pasien demam atau rektal tiap 8 jam<10kg : 5mg

>10kg : 10mg• Antipiretik : parasetamol 10-15mg/KgBB sehari 4

kali

Page 35: Pleno Skenario 1 (1)

Profilaksis terus menerus untuk mencegah kejang berat berulang dan mencegah kerusakan otak• Fenobarbital 4-5mg/KgBB/hari dibagi 2 hari atau• Asam valproat 15-40mg/KgBB/hari• Diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang

terakhir dan dihentikan bertahap1-2 bulan

Page 36: Pleno Skenario 1 (1)

KOMPLIKASI

• Retardasi mental• Penurunan prestasi pada anak usia sekolah• Kematian

Page 37: Pleno Skenario 1 (1)

PROGNOSIS

Secara umum anak-anak yang baru pertama kali kejang dengan durasi singkat dan pada pemeriksaan neurologi tidak ditemukan temuan abnormal 24 persennya mendapat kejang lagi dalam 1 tahun sementara 36 persennya mendapat kejang kedua dalam 3 tahun.

Pada hasil EEG normal15% kejang lagi dalam setahun 26% kejang lagi dlam 3 tahun

Hasil EEG abnormal 41% kejang lagi dalam setahun 56% kejang lagi dalam 3 tahun

Page 38: Pleno Skenario 1 (1)

EPILEPSI

• Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan.

Page 39: Pleno Skenario 1 (1)

ETIOLOGI• Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak

• Factor herediter, seperti sklerosis tuberose fenilketonuria,

hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

• Factor genetic; pada kejang demam dan breath holding spells

• Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum

• Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia

• Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan

selaputnya

• Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural

• Neoplasma otak dan selaputnya

• Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

• Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air

• Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone,degenerasi

serebral,dan lain-lain

Page 40: Pleno Skenario 1 (1)

PATOFISIOLOGI

Selama terjadinya kejang, faktor dan system yang membatasi aktivitas listrik pada otak rusak, pelepasan listrik yang abnormal dapat terjadi dan menyebar pada seluruh kelompok sel. Hubungan pelepasan listrik ini menghasilkan gelombang aktivitas listrik yang menimbulkan kejang.

Page 41: Pleno Skenario 1 (1)

FAKTOR RISIKO

• Bayi yang lahir kurang bulan.• Bayi yang mengalami kejang pada satu bulan

pertama setelah dilahirkan.• Bayi yang lahir dengan struktur otak yang

abnormal.• Perdarahan didalam otak.• Pembuluh darah abnormal didalam otak• Trauma otak berat atau kurangnya oksigen otak• Tumor otak• Infeksi pada otak, abses meningitis atau ensefalitis• Serebal palsy.

Page 42: Pleno Skenario 1 (1)

KLASIFIKASII Bangkitan ParsialA. Bangkitan parsial sederhana

(tanpa gangguan kesadaran)Dengan gejala motorikDengan gejala sensorikDengan gejala otonomikDengan gejala psikik B. Bangkitan parsial kompleks

(dengan gangguan kesadaran)1. Awalnya parsial sederhana,

kemudian diikuti gangguan kesadaran.

2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.

 C. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)

Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum

Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum

Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial

kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum

  

II. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)• Bangkitan lena• Bangkitan mioklonik• Bangkitan tonik• Bangkitan atonik• Bangkitan klonik• Bangkitan tonik-klonik

 III. Bangkitan epileptik

yang tidak tergolongkan

Page 43: Pleno Skenario 1 (1)

DIAGNOSIS

• Anamnesis (frekuensi, onset, kesadaran, tanda-tanda, respon, proses kelahiran, demam, trauma, riwayat keluarga, penyakit yg berhubungan)• Pem. Fisik (Pemeriksaan umum dan neurologis

dilakukan seperti biasa)• Pem. Penunjang (pemeriksaan darah, cairan otak,

radiologi (EEG))

Page 44: Pleno Skenario 1 (1)

TERAPI

• Phenytoin (pilihan pertama terapi kejang parsial, grand mal dan status epileptikus. Dosis 10-20 mg/L)

• Phenorbital (terapi kedua jenis kejang umum dan kejang parsial. Dosis 15-40 mg/L)

• Valproat (terapi kejang parsial, grand mal, kejang absence dan kejang myoklonik)

• Ethosuximide (terapi kejang absence. Dosis 40-100 mcg/mL)

• Primidone (terapi kejang umum, grand mal dan kejang parsial. Digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 8 tahun. Dosis 5-12 mcg/mL)

Page 45: Pleno Skenario 1 (1)

CEREBRAL PALSY

• Kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental.

Page 46: Pleno Skenario 1 (1)

EPIDEMIOLOGI

• Asosiasi CP dunia memperkirakan > 500.000 pendertia CP di Amerika.• jumlah anak – anak dan dewasa yang terkena CP

lebih meningkat sedikit selama 30 tahun terakhir

Page 47: Pleno Skenario 1 (1)

KLASIFIKASI

• berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi• CP Spastik• CP Atetoid / diskinetik• CP Ataksid• CP Campuran

• Berdasar defisit neurologis• Tipe spastis atau piramidal• Tipe ekstrapiramidal• Tipe campuran

Page 48: Pleno Skenario 1 (1)
Page 49: Pleno Skenario 1 (1)

FAKTOR RISIKO• Letak sungsang.• Proses persalinan sulit.• Apgar score rendah.• BBLR dan prematuritas.• Kehamilan ganda.• Malformasi SSP.• Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada

saat masa akhir kehamilan• Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan

kejang.• Kejang pada bayi baru lahir

Page 50: Pleno Skenario 1 (1)

ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI • Infeksi pada kehamilan• Infeksi Rubella pada bumil dan fetus dalam uterus=>

menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang

• Infeksi lain yang menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus dan toxoplasmosis

• Ikterus neonatorum• Rh/ABO inkompatibilitas=>terjadi kerusakan eritrosit

dalam waktu singkat=>bilirubin indirek menngkat=> ikterus =>tdk diterapi=>merusak sel otak secara permanen

• Kekurangan oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses persalinan=> asfiksia=> rendahnya suplai oksigen pada otak dalam periode lama=> kerusakan otak yang dikenal dengan hipoksik iskemik ensefalopati

Page 51: Pleno Skenario 1 (1)

DIAGNOSIS • Tanda dan gejala• Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun• Spastisitas• Tonus otot yang berubah• Koreo-atetosis• Ataksia• Gangguan pendengaran• Gangguan bicara• Gangguan mata

• Px fisik• pemeriksaan kemampuan motorik • pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak• memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk

menggunakan tangan kanan atau kiri

• px penunjang• CT scan kepala• MRI kepala• USG kepala• EEG

Page 52: Pleno Skenario 1 (1)

TATALAKSANA

• Terapi fisik, perilaku• mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot • meningkatkan perkembangan motorik

• Terapi medikamentosa• Diazepam• Baclofen• Dantrolene • Botulinum Toxin (BOTOX)• Baclofen Intratekal

• Terapi bedah

Page 53: Pleno Skenario 1 (1)

PROGNOSIS • Ditentukan oleh tipe klinis CP, derajat kelambatan

yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks patologis, derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional• Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik

diplegia dapat belajar berjalan tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa kasus membutuhkan alat bantu, misalnya kruk• Anak dengan spastik quadriplegia, 25%

membutuhkan perawatan total; paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun