PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PEMANFAATAN MIKROBA ISI RUMEN UNTUK MENGOLAH LIMBAH PETERNAKAN MENJADI BIOGAS DALAM MENUNJANG “PROGRAM BUMI SEJUTA SAPI Di NTB” BIDANG KEGIATAN: PKM GT Diusulkan oleh: Ketua: Muhammad Jaya Kusuma (NIM 107170007/2007) Anggota: Adi Hardyansyah (NIM 10917A0054/2009)
34
Embed
Pkm Gt 2011 Um_mataram Muhammad Pemanfaatan Mikroba Isi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
PEMANFAATAN MIKROBA ISI RUMEN UNTUK MENGOLAH
LIMBAH PETERNAKAN MENJADI BIOGAS DALAM MENUNJANG
“PROGRAM BUMI SEJUTA SAPI Di NTB”
BIDANG KEGIATAN:
PKM GT
Diusulkan oleh:
Ketua: Muhammad Jaya Kusuma (NIM 107170007/2007)
Anggota: Adi Hardyansyah (NIM 10917A0054/2009)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
KOTA MATARAM
2011
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatam : Pemanfaatan Mikroba Isi Rumen untuk Limbah Peternakan Melalui Biogas dalam Menunjang “Program Bumi Sejuta Sapi di NTB”.
2. Bidang Kegiatan : PKM GT3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Muhammad Jaya Kusumab. NIM : 107170007c. Jurusan : Pendidikan Fisikad. Universitas : Universitas Muhammadiyah e. Alamat rumah dan No Tel./ HP : Bebidas No 09 B pagesangan
Gambar 1 Instlasi Digester...................................................... 8
ABSTRAK :
Sebagian besar penduduk Indonesia masih mengandalkan pada sektor pertanian dan peternakan untuk menggerakkan roda perekonomian. Tanpa disadari, produk-produk pertanian dan peternakan tersebut menghasilkan hasil sampingan yang belum banyak mendapatkan perhatian, bahkan dianggap sebagai sampah yang tidak dimanfaatkan. Pada umumnya, limbah tersebut dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Padahal, dari limbah pertanian dan peternakan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif, yaitu dari biomassa. Sumber-sumber energi biomassa berasal dari bahan organik. Apabila biomassa tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan energi, maka energi tersebut disebut dengan bioenergi. Salah satu bentuk bioenergi adalah biogas. Salah satu upaya pemanfaatan limbah peternakan adalah dengan memanfaatkannya untuk menghasilkan bahan bakar dengan menggunakan teknologi biogas. Teknologi biogas memberikan peluang bagi masyarakat pedesaan yang memiliki usaha peternakan, baik individual maupun kelompok, untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari secara mandiri.Digester merupakan salah satu alat penghasil Biogas, yang dapat diaplikasikan dengan mudah, dengan potensi pengembangan biogas di Indonesia masih cukup besar terutama di NTB. Dikarenakan jumlah populasi sapi, kerbau, kuda serta industri tahu tempe yang tersebar luas di Indonesia dimana 1 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau, dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Ditengah semakin melangitnya harga minyak mentah serta bahan bakar minyak, biogas dapat menjadi alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk keperluan sehari-hari. Biogas merupakan salah satu energi yang dapat diperbaharui (renewable energy), dengan ketersediaan yang melimpah dan sangat dekat dengan manusia serta mudah pemanfaatannya. Dengan adanya Program “Bumi Sejuta Sapi “ yang diselenggarakan oleh pemerintah NTB maka bahan baku untuk mengolah biogas dari limbah peternakan dapat terpenuhi secara kontinyu atau secara rutin, dengan begitu pasokan biogas untuk keperluan sehari – hari dapat terpenuhi, akan tetapi kesadaran masyarakat luas dalam mengaplikasikan digester sebagai pengolah limbah perternakan dan pertanian sangat kurang dikarenakan belum mengetahui tentang manfaat yang diperoleh dari pengolahan limbah menggunakan digester, padahal banyak keuntungan yang didapat dengan menggunakan digester sehingga penting sekali untuk memanfaatkan teknologi digester untuk mengolah limbah peternakan agar menghasilkan biogas yang dapat
digunakan sebagai energi alternative pengganti minyak tanah dan LPG (liquid petroleum gas) untuk keperluan sehari – hari.
PEMANFAATAN MIKROBA ISI RUMEN UNTUK LIMBAH PETERNAKAN MELALUI BIOGAS DALAM MENUNJANG “PROGRAM
BUMI SEJUTA SAPI DI NTB”
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dengan semakin majunya peradaban manusia akan menuntut semakin banyak aktifitas manusia yang akan dilakukan di muka bumi demi tujuan pemenuhan kebutuhan hidup. Hampir semua aktifitas tersebut menyebabkan pengakumulasian emisi gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global (global warming) yaitu karbondioksida (H2O), metana (CH4), nitrous oksida (N-2O), sulfur heksa florida (SF6), hidrofloro carbon (HFC) dan perfloro carbon (PFC) seperti disimpulkan oleh kelompok peneliti dibawah naungan Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC). Salah satu penyumbang terbesar karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam yang juga merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (Al-adnani, 2008).
Apalagi belakangan ini kita ketahui adanya krisis minyak bumi yang sangat menyusahkan berbagai negara di dunia. Hal tersebut salah satu disebabkan karena menipisnya persediaan minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi hanya dapat bertahan 18 tahun dari tahun 2007 (Sulaeman, 2008). Hal lainnya disebabkan karena kondisi politik negara-negara produsen minyak yang sedang kacau, contohnya negara-negara di Timur tengah, seperti Irak, Afganistan dan Iran. Sehingga tidak heran harga minyak dunia saat ini sangatlah tinggi yaitu USD 124,24 sampai dengan 126,64 perbarel (Kementrian ESDM RI, 2008).
Melonjaknya harga bahan bakar minyak dunia mengharuskan kita untuk mencari pengganti minyak apalagi kita telah mengetahui bahwa bakar minyak yang kita gunakan sekarang merupakan bahan yang tidak dapat diperbaharui, sehingga kita dituntut untuk mencari bahan bakar alternatif atau penggantinya. Terutama untuk bahan pengganti minyak tanah atau Liquid Petroleum Gas (LPG) yang mudah dan murah diperoleh oleh masyarakat kalangan menengah kebawah.
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali, E., 2008).
Provinsi Nusa tenggara Barat (NTB) merupakan provinsi dengan sejumlah sapi yang memadai, ditambah lagi dengan munculnya program “Bumi Sejuta Sapi”. Selama ini setiap tahunnya NTB rata-rata menghasilkan ternak potong dan ternak bibit sekitar 50 ribu ekor, potensi ini masih terbuka untuk meningkatkan berkali lipat mengingat besarnya daya tampung lahan dan pakan untuk sapi dewasa yang ditaksir mencapai 2,6 juta ekor. Pada kondisi kini yang terpakai baru 24% atau 507.836 ekor, berarti masih ada peluang peningkatan populasi sekitar 76% dari daya tampung lahan dan pakan (Farid, 2008).
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Dengan kondisi NTB yang seperti ini, daerah-daerah di NTB memungkinkan tersedianya bahan baku biogas secara kontinyu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas.
Pengolahan limbah peternakan melalui anaerob atau fermentasi perlu digalakkan karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi peternak karena produksinya terutama pupuk kandang dibutuhkan masyarakat.
Permasalahan
Permasalahan yang dikaji dalam penulisan karya tulis ini. Bagaimanakah memanfaatkan mikroba isi rumen untuk limbah peternakan menjadi biogas dalam menunjang “program bumi sejuta sapi di NTB”?.
Uraian Singkat Gagasan
Penggunaan sumber energi fosil oleh manusia telah mengakibatkan semakin banyaknya emisi gas efek rumah kaca ke lingkungan yang menyebabkan pemanasan global, pencemaran lingkungan serta berkurangnya cadangan sumber energi fosil tersebut. Hal ini mengakibatkan penuntutan pencarian sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya dengan pemanfaatan limbah yang ada di sekitar kita seperti limbah peternakan sapi yang terdiri dari feses, urin dan sisa pakan. Dengan sebuah perlakuan proses fermentasi (anaerobik) dalam sebuah digester terhadap limbah peternakan dengan menambahkan isi rumen untuk mempercepat reaksi bakteri metan menjadi gas metan yang bagus untuk proses pembakaran karena menghasilkan api berwarna biru dan tidak berbau. Proses pembentukan gas metan ini terdiri dari dari proses hidrolisir, pengasaman dan
metagonik yang memerlukan kondisi C/N 20-25, temperatur 32-34 0C atau 50-55 0C, pH antara 6,8-8 serta air banyak.
Biogas dari limbah peternakan merupakan bahan bakar alternatif yang paling prospektif dikembangkan sebagai pengganti minyak tanah ataupun LPG, dimana provinsi NTB merupakan daerah dengan peternak sapi yang banyak sehingga bahan baku yaitu feses sapi, urin, dan sisa pakan ternak dapat diperoleh dengan mudah sehingga mencukupi untuk menghasilkan biogas secara kontinyu, akan tetapi pengelolaan biogas dari limbah peternakan ini belum dilakukan karena kurangnya pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah tentang pembuatan biogas dan memanfaatkan mikroba isi rumen tersebut.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam karya tulis ini adalah supaya kita dapat memanfaatkan mikroba isi rumen untuk limbah peternakan menjadi biogas dalam menunjang “program bumi sejuta sapi di NTB”.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan melalui penulisan karya tulis ini adalah sebagai salah satu sumbangan pemikiran dalam memanfaatkan mikroba isi rumen untuk limbah peternakan menjadi biogas dalam menunjang “program bumi sejuta sapi di NTB”.
TELAAH PUSTAKA
Biogas dan Limbah Peternakan Sapi
Sumber daya energi mempunyai peran penting dalam semua aspek pembangunan ekonomi nasional. Energi diperlukan untuk pertumbuhan kegiatan industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang untuk mendukung pertumbuhan sektor industri dan kegiatan lain yang terkait. Meskipun Indonesia adalah salah satu negara batu bara, minyak bumi dan gas, namun dengan berkurangnya cadangan minyak dan penghapusan subsidi menyebabkan harga minyak naik dan kualitas lingkungan yang menurun akibat penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan.
Kondisi saat ini sangat memperhatinkan, ketergantungan terhadap sumber energi tidak dapat dihindarkan, dengan semakin majunya peradaban manusia maka kebutuhan akan sumber energi dalam sektor kehidupan sangatlah besar. Berdasarkan data ESDM (2006), minyak bumi mendominasi 52,5% pemakaian energi di Indonesia, gas bumi sebesar 19%, batu bara 21,5%, air 3,7%, panas bumi 3% dan energi terbarukan hanya sekitar 0,2% dari total penggunaan energi. Cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 miliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru. Diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, pemerintah telah menerbitkan peraturan Repoblik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif tersebut adalah biogas, gas ini berasal dari limbah organik seperti biomasa, kotoran hewan, kotoran manusia, dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerob digestion, Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil.
Tabel 1. Ketersediaan energi fosil di Indonesia
Energi Fosil Minyak Bumi Gas Batu Bara
Sumber Daya 86,9 miliar barel 384,7 TSCF 57 miliar ton
Cadangan 9 miliar barel 182 TSCF 19,3 miliar ton
Ketersediaan 500 juta barel 3,0 TSCF 130 juta ton
Sumber: Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2006
Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dengan mengembangkan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dimaksud adalah bioenergi. Bioenergi selain bisa diperbaharui bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca dan kontinyuitas bahan baku cukup terjamin. Bahan baku bioenergi dapat diperoleh dengan cara sederhana yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memanfaatkan limbah yang ada di sekitar kehidupan manusia (Setiawan, 2008).
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun disisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuk didalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa Biological Oxigen Demand (BOD) dan Chemical Oxigen Demand (COD), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkan. Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal
dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali E, 2008) .
Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, Cina, Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh AlessandroVolta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan Willam Hendry pada tahu 1806 dan Becman (1868) murid Lois Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.
Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion (Pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase yang cukup tinggi. Komponen biogas disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Komponen Penyusun Biogas
Jenis Gas Persentasi
Metan (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Air (H2O)
Hidrogen sulfide (H2S)
Nitrogen (N2)
Hidrogen
50-70%
30-40%
0,3%
Sedikit sekali
1-2%
5-10%
Sumber: Bacracharya dkk, 1985
Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60-100 Watt lampu selama 6 jam penerangan. Kesetaraan biogas dibandingkan dengan bahan bakar lain dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai Kesetaraan Biogas dan Energi yang Dihasilkan
Aplikasi 1m3 Biogas setara dengan
1m3 Biogas
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg
Sumber: Wahyuni, 2008
Potensi pengembangan biogas di Indonesia masih cukup besar, hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda serta industri tahu tempe yang tersebar luas di Indonesia dimana 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau, 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi atau kerbau dapat dihasilkan lebih dari 2m3 biogas perhari, potensi ekonomis biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempuyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula (Djoko, 2006).
Pemanfaatan limbah peternakan khususnya kotoran ternak sapi menjadi biogas mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai.
Menurut Santi (2006), beberapa kegunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas sebagai berikut.
1. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara (bau).
2. Memanfaatkan limbah peternakan tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat digunakan sebagi energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.
3. Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meninggalkan kesejahteraan peternak.
4. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan dilokasi yang masih belum memiliki akses listrik.
5. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini sebagai usulan mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism).
Pengolahan Limbah Peternakan Sapi Menjadi Biogas
Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada prinsipnya menggunakan metode dan perlatan yang sama dengan pengelolahan biogas dari biomasa yang lain. Adapun alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun 1900. Pada abad akhir ke-19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Prancis pada masa antara dua perang dunia. Selama perang dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan memperoleh Bahan Bakar Minyak (BBM) dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakain biogas ini mulai ditinggalkan, Tetapi di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti Cina, Filipina, Korea, Taiwan dan Papua Nugini telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman (Anonymus, 1977).
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandianto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metaogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat pada limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia dan sampah organik rumah tangga. Gas metan adalah gas yang mengandung 1 atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan organik yang bisa digunakan sebagi bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah yang sebagaian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.
Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman juga digester yang dipergunakan. Kondisi optimum pada temperatur sekitar 32-350C atau 50-550C dan pH antara 6,8-8. Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas. Jika dilihat dari segi pengelolahan limbah, proses anaerobik juga memberikan beberapa keuntungan lain yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat dan nitrogen organik. Proses pencernaan anaerobik yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia dan sampah organik rumah tangga. Pembentukan biogas meliputi 3 (tiga) tahap proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplet menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisir akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentukan asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak.
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metana. Bakteri produksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.
Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur keluaran (slurry) dari digester menunjukan penuruna COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan BOD atau COD sebesar ≤ 0,37 kondisi normal limbah cair BOD atau COD = 0,5. Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukan perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos {Referensi: N(1,45%), P (1,10%) dan K (1,105) }. Penelitian hasil samping pupuk ini mengandung lebih sedikit bakteri patogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran/buah, terutama untuk konsumsi segar (Widodo dkk, 2006).
Saat ini berbagai jenis dan bahan dan ukuran peralatan biogas telah dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Peralatan dan proses pengelolahan dan pemanfaatan biogas di tampilkan pada gambar berikut.
Gambar 1. Instalasi Digester
Sumber. Deptan (2009)
Unit pengolahan (digester) biogas seperti terjabar dalam seri bioenergi pedesaan direktorat pengolahan hasil pertanian direktorat jendral pengolahan dan pemasaran hasil pertanian departemen pertanian tahun 2009 sebagi berikut:
1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan biogas).
2. Masukan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet) hingga bahan yang dimasukan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam digester.
3. Setelah kurang lebih 8 (delapan) hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik, penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karna adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.
4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakkan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dan lain sebagainnya.
Beberapa alasan mengapa biogas belum populer penggunaannya dikalangan peternak atau kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi operasi, yaitu kurang sosialisasi, pengolahannya membutuhkan waktu yang cukup lama, teknologi yang diterapkan kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan para petani tentang pemeliharaan digester. Solusi yang pernah ditawarkan dan diterapkan adalah menggunakan digester yang telah didesain dengan stater (yaitu media buatan untuk bakteri metana yang dibiakan secara laboratorium untuk mempercepat proses fermentasi). Akan tetapi digester semacam ini sangat sulit dioperasikan dan harganya sangat mahal. Oleh karena itu, Kami mencoba menawarkan solusi untuk mempercepat pengolahan bakteri metana dengan mencampurkan hasil rumen, yang mengandung berbagai mikroba yang mengutungkan.
Isi rumen merupakan salah satu limbah rumah potong hewan yang belum dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan (Suhermiyati dalam Anang, 2010).
Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 109 setiap cc isi rumen , sedangkan protozoa bervariasi sekitar 106 setiap cc isi rumen (Tilman dalam Anang, 2010). Beberapa jenis bakteri/mikroba yang terdapat dalam isi rumen adalah bakteri/mikroba pembentuk asam, bakteri/mikroba amilolitik,
bakteri/mikroba lipolitik, bakteri/mikroba proteotik. Mikroorganisme tersebut mencerna pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk mikrobial dan vitamin B (Sutrisno dkk, 1994). METODE PENULISAN
Prosedur Pengumpulan data
Telaah Pustaka
Penulisan karya tulis ini menggunakan metode studi pustaka berupa buku-buku, artikel dan browsing data dari internet, berhubungan satu dengan yang lain, relevan dengan kajian tulisan serta mendukung uraian atau analisis pembahasan
Diskusi
Diskusi dan konsultasi dengan orang-orang yang sekiranga tahu dan paham mengenai biogas.
Pengolahan Data
Dalam penulisan karya tulis ini dipergunakan metode deskriptif. Data yang terdapat dalam karya tulis ini adalah data sekunder. Dalam melakukan pengkajian, data yang telah ada dari berbagai referensi dikumpulkan dan diseleksi. Analisis dan sintesis dilakukan sehingga diperoleh suatu konsep bahwa perlunya memanfaakan mikroba isi rumen untuk limbah peternakan menjadi biogas.
Penarikan Simpulan
Dalam menarik kesimpulan da merusmuskan saran digunakan kaidah deduktif yakni dengan mengaitkan variabel yang bersifat umum kemudian dijadikan poin dalam beberapa simpulan dan saran ke hal-hal yang lebih khusus.
Penulisan karya tulis ini berdasarkan pedoman penyusunan karya tulis (KKTIM) yang dikeluarkan oleh DIKTI tahun 2011.
ANALISIS SINTESIS
Analisis Sintesis
Biogas adalah salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui. Melalui Program dari pemerintah NTB yaitu “Program Bumi Sejuta Sapi”, sehingga ketersediaan akan feses sapi sebagai bahan baku untuk membuat biogas dari limbah peternakan dapat terpenuhi yang dapat digunakan bagi keperluan rumah tangga sehari-hari.
Berdasarkan data dari Departemen Pertanian (2006) Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi setara dengan 1-2 liter minyak tanah/hari. Dengan asumsi rata-rata 4 ekor sapi setara dengan 1,5 liter minyak tanah/hari, maka dengan perhitungan perbandingan senilai dimiliki:
Y 2
Y 1
=X2
X1
⇔
569 .0504
=x2
1,5⇔ x2=
569 .050×1,54
=213 .393,75 Liter minyak tanah/hari.
Jadi, dengan potensi 569.050 ekor sapi yang dimiliki NTB tahun 2009, penggunaan Minyak tanah yang bisa dihemat jika seluruh limbah kotoran sapi diolah secara maksimal adalah sebesar 213.394 Liter minyak tanah/hari.
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa 0,62 liter minyak tanah setara dengan 1 m3
biogas. Ini berarti dengan cara yang sama (penghitungan perbandingan senilai) diperoleh: Populasi ternak sapi NTB tahun 2009 dapat menghasilkan 344.183 m3
biogas/hari.
Dengan perkiraan hanya 30% saja dari produksi biogas yang dihasilkan mengingat 50% lebih peternakan sapi di NTB dilakukan dengan cara digembala maka biogas yang masih bisa dihasilkan adalah sekitas 103.255 m3 biogas/hari atau setara dengan penghematan 64.018 Liter minyak tanah/hari. Perhitungan ini
Keterangan ::
Y2 =populasi ternak sapi NTB tahun 2009
Y1 = populasi 4 ekor sapi
X2 = asumsi produksi biogas seteh dilakukan penyetaraan dengan minyak tanah untuk 569.050 ekor sapi
X1 = asumsi produksi biogas setelah dilakukan penyetaraan dengan minyak tanah untuk 4 ekor sapi = 1,5 liter minyak tanah/hari
memungkinkan untuk bertambah mengingat populasi ternak di NTB dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Perhitungan di atas menunjukkan besarnya potensi pemanfaatan limbah ternak dari kotoran sapi di provinsi NTB. Tentunya hal ini tidak boleh disia-siakan, mengingat pemanfaatan limbah ternak ini memberikan multy efect player, antara lain: pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, kayu bakar dan limbah ternak yang dapat mencemari lingkungan, dan perolehan pupuk dari limbah biogas yang jumlahnya tidak sedikit. Namun sangat disayangkan sosialisasi yang kurang kepada masyarakat dan belum aktifnya akademisi bidang terkait untuk mempraktekkan pengolahan kotoran sapi menjadi biogas menjadikan potensi pemanfaatan energi alternatif biogas di Provinsi NTB belum terdengar gaungnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan telaah pustaka, analisis sintesis yang telah dilakukan. Maka dapat disimpulkn bahwa, Potensi pemanfaatan limbah ternak berupa kotoran sapi sebagai penghasil biogas di Provinsi NTB cukup besar, yaitu sekitar 103.255 m3
biogas/hari atau setara dengan penghematan 64.018 Liter minyak tanah/hari. Biogas sebagai sumber energi alternatif untuk kebutuhan bahan bakar rumah tangga dapat dioptimalkan dengan menambahkan isi rumen pada proses pengolahan karena dapat mempercepat reaksi yang menghasilkan gas metan.
Saran
Berdasarkan hasil telaah pustaka dan pembahasan, maka dapat diberikan beberapa rekomendasi untuk ditindak lanjuti yaitu: Pemerintah Provinsi dan Dinas Pertanian baik dalam hal, pendanaan dan
tekhnis pengolahan kotoran sapi menjadi biogas agar realisasinya menjadi lebih mudah.
Terakhir, kepada para akademisi dan praktisi (NTB khususnya) di bidang energi alternatif agar terlibat aktif dalam mengembangkan penelitian
mengenai biogas dari kotoran sapi atau bahan organik lainnya. Sehingga sumber daya yang ada tidak terbuang percuma, sekaligus mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-adnani, Abu fatiah. 2008. Global Warming, sebuah isyarat dekatnya akhir zaman dan kehancuran dunia. Granada Mediatama: Surakarta.
Anang, 2010. Kandungan Zat Rumen Sapi. http://anang-pasi.blogspot.com/2010/07/kandungan-zat-rumen-sapi.html. Di download pada tanggal 26-02-2011, pukul 01:14.
Anonim, 2009. Peternakan Sapi NTB Tempati Urutan Delapan. www.kapanlagi.com. Di download pada tanggal 01 Februari 2011, pukul 16.25.
Anonymus, 1997, Sistem Biogas : Suatu Usaha Terpadu Untuk Memperbaiki Lingkungan. Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tahun 21 No. 1 : 60.
Bajracharya, T.R., A. Dhungana., N. Thapaliya dan G. Hamal. 1985. Purification and Compression of Biogas : Research Experience. Journal of The Institute of Engineering 7 (1) : 1 – 9.
Djoko Said, 2006, Program Biogas Skala Rumah Tangga, Departemen Pertanian Jakarta 21 November 2009.
Departemen Pertanian. 2009. Pemanfaatan Limbah dan Kotoran Ternak Menjadi Energi Biogas. Seri Bioenergi Pedesaaan. Direktorat Jenderal Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta.
Haryati, T., 2006. Biogas : Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Jurnal Wartazoa 6(3) : 160 – 169.
Nandianto, 2007. Biogas, the best alternatives. http://harry-chandra.blogspot.com/2008/05/biogas-best-alternatives.html. Di download pada tanggal 01 Februari 2011, pada pukul 16.45.
Nurhasanah, Wahyuni, A. Asari dan E. Rahmarestia. 2006. Perkembangan Digester Biogas di Indonesia. http://www.mekanisasi.litbang.go.id. Di download pada tanggal 01 Februari 2011, pukul 16.15.
Pambudi, N. Agung, 2008. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif http://www.dikti.org. Di download pada tanggal 01 Februari 2011, pukul 17.30.
Santi,T 2006. Biogas : Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Jurnal Wartazoa 6(3) : 160 – 169.
Sulaeman, Dede, 2008. Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak. http://www.agribisnis.deptan.gp.id/layanan.inf . Di download pada tanggal 25 februari 2011, pukul 01:14.
Sutrisno,C.L et al. 1984. Proceeding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Ternak. Ciawi.