Top Banner
PREDIKSI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2040 Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Seminar Studi Futuristik PL 4008 Zahrah Fadhilah Nindita, Marlina Wirmas 15412037, 15412056 [email protected] , [email protected] Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung I. URGENSI PANGAN BAGI INDONESIA Pangan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, dan menjadi hal yang sangat penting untuk dijaga ketersediaannya. Sebagai kebutuhan pokok, pangan menjadi sesuatu yang strategis dimana dalam penyediaannya terkait berbagai sektor dalam kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu kondisi stabilitas pangan suatu negara sangat memiliki dampak terhadap stabilitas ekonomi hingga stabilitas nasional bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi, hingga dapat menimbulkan gejolak sosial dan politik. Indonesia sendiri sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, memiliki tantangan yang berat dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat, membuat usaha untuk memenuhi pangan masyarakat menjadi lebih berat setiap tahunnya. Beras yang identik sebagai makanan pokok peduduk Indonesia menjadi komoditas penting untuk dijamin ketersediannya. Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia jauh melebihi rata-rata tingkat konsumsi dunia. Pembangunan pertanian yang difokuskan kepada komoditas beras dari zaman Presiden Soeharto, membuat penduduk Indonesia dibiasakan dengan mengkonsumsi nasi dan menjadi
25

Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Jan 30, 2018

Download

Documents

phungkien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

PREDIKSI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2040

Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Seminar Studi Futuristik PL 4008

Zahrah Fadhilah Nindita, Marlina Wirmas15412037, 15412056

[email protected], [email protected] Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung

I. URGENSI PANGAN BAGI INDONESIA

Pangan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, dan menjadi hal yang sangat penting

untuk dijaga ketersediaannya. Sebagai kebutuhan pokok, pangan menjadi sesuatu yang strategis

dimana dalam penyediaannya terkait berbagai sektor dalam kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu

kondisi stabilitas pangan suatu negara sangat memiliki dampak terhadap stabilitas ekonomi hingga

stabilitas nasional bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya

dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi, hingga dapat menimbulkan gejolak sosial dan politik.

Indonesia sendiri sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, memiliki

tantangan yang berat dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Dengan jumlah penduduk

yang selalu meningkat, membuat usaha untuk memenuhi pangan masyarakat menjadi lebih berat

setiap tahunnya.

Beras yang identik sebagai makanan pokok peduduk Indonesia menjadi komoditas penting

untuk dijamin ketersediannya. Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia jauh melebihi rata-rata

tingkat konsumsi dunia. Pembangunan pertanian yang difokuskan kepada komoditas beras dari zaman

Presiden Soeharto, membuat penduduk Indonesia dibiasakan dengan mengkonsumsi nasi dan menjadi

ketergantungan hingga saat ini. Budaya masyarakat yang menyebutkan belum makan namanya jika

belum makan nasi memang sangat nyata terjadi. Walaupun modernisasi memang menyentuh dunia

pangan Indonesia yang ditandai dengan masuknya berbagai jenis makanan baru dan asing, posisi nasi

sebagai makanan utama memang sulit untuk digantikan.

Ketersediaan beras sebagai komoditas pangan utama menjadi suatu keharusan untuk

memenuhinya. Dengan tren jumlah penduduk yang selalu meningkat, maka ketersediaan pangan juga

akan meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut ternyata tidak diantisipasi secara siap pada saat

pembangunan pertanian yang dilakukan dulu. Lonjakan penduduk dengan jumlah permintaan yang

meningkat ternyata tidak dapat dipenuhi dengan produksi sawah dalam negeri. Pada waktu-waktu

tertentu pemerintah mengadakan impor beras untuk menutup kekurangan pasokan beras, dan di sisi

lain berbagai upaya juga ditempuh untuk menjamin ketersediaan pangan terwujud dari dalam negeri.

Berbagai kebijakan dan inovasi dikembangkan untuk memasok pangan sehingga konsep ketahanan

pangan dapat diwujudkan dengan meminimalisir impor.

Page 2:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

II. KETAHANAN PANGAN INDONESIA

Konsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara

sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan

agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara

berkelanjutan. Terdapat tiga aspek dalam ketahanan pangan berdasarkan definisi dari UU No. 18

Tahun 2012 tentang Pangan tersebut yaitu ketersediaan jumlah, keamanan dan keterjangkauan harga.

Tolak ukur dari ketahanan pangan nasional berarti:

1. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup

2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman yang berbas dari pencemaran biologis, kimia dan

benda lain yang merugikan

3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata di seluruh tanah air

4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau (mudah diperoleh dengan harga terjangkau)

Kompleksitas sistem penyediaan pangan yang melibatkan banyak sektor membuat diperlukan suatu

kelembagaan yang mengaturnya. BKP berperan dalam merumuskan berbagai kebijakan terkait

ketahanan pangan. Pada periode 2015-2019, visi misi pemerintahan terbaru memiliki agenda utama

yang salah satunya adalah ketahanan dan kedaulatan pangan, dengan cara pencegahan pergeseran

lahan pertaian, peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan, pembenahan infrastruktur

pengairan dan kualitas air, peningkatan teknologi dan industri pasca panen, dan menambah akses

modal usaha pertanian.

III. KONDISI KETAHANAN PANGAN INDONESIA

Ketahanan pangan tercapai ketika kebutuhan pangan semua orang dalam suatu negara

terpenuhi. Untuk komoditas beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, pada tahun

2012 penyediannya sebesar 94,02% dipenuhi dari produksi dalam negeri, dan sisanya yaitu 5,98%

didapatkan dari impor. Kondisi ini secara kasar memperlihatkan bahwa sebagian besar kebutuhan

pangan untuk konsumsi dapat dipenuhi dalam dari dalam negeri.

Jika dilihat dari persebaran ketahanan pangan pada tingkat kabupaten,ternyata masih terdapat

kabupaten dengan tingkat kerawanan sangat tinggi sebayak 14 kabupaten dan tingkat kerawanan

tinggi sebayak 44 kabupaten pada tahun 2015. Dewan Ketahanan Pangan, Kemeterian Pertanian

mengeluarkan Peta Persebaran Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan pada tahun 2015. Wilayah

dengan kerentanan ketahanan pangan tinggi terdapat di Pulau Papua dan daerah yang memiliki letak

terpencil seperti yang terlihat pada peta berikut.

Page 3:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Gambar 1. Peta Persebaran Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Tahun 2015

Gambar 2. Jumlah Kabupaten dengan Tingkat Kerentanan Pangan Tahun 2015 (1 paling tertinggi)

Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentangan Pangan Indonesia 2015, Dewan Ketahanan Pangan,2015

Berdasarkan depta dan data dia atas, dapat dilihat bahwa semua kabupaten dengan tingkat

kerawanan pangan tertinggi berada pada Pulau Papua. Pembangunan yang lambat, dengan kondisi

wilayah banyak yang terpencil membuat banyak masyarakat Papua yang kesulitan dalam mengakses

pangan dengan kualitas, jumlah dan harga yang terjangkau. Hal tersebut juga terlihat pada kabupaten

Page 4:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

dengan tingkat kerawanan tertinggi kedua yang berada pada wilayah terluar seperti Kepulauan Nias

dan Mentawai, Nusa Tenggara, sebagian Maluku dan juga Papua.

Jika dilihat dari kuantitas jumlah kabupaten dengan tingkat kerawanan pangan, maka 72%

kabupaten di Indonesia (dengan jumlah 288 kabupaten) berada pada tingkat kerawanan 4-6

(terendah), dan sebanyak 110 kabupaten sisanya berada pada tingkat kerawanan 1-3. Hal ini

mengindikasikan bahwa kerawanan akan ketahanan pangan terjadi pada 28% daerah di Indonesia

yang penyebab utamanya adalah keterbatasan akses masyarakatnya untuk mendapatkan makanan

dengan kuantitas, kualitas dan harga yang terjangkau. Sejumlah daerah yang rawan ini menjadi

prioritas pembangunan pada masa kepemerintahan baru yang lebih menekankan untuk membangun

Indonesia dari daerah terluar.

IV. TREN KONSUMSI MASYARAKAT

Kecenderungan konsumsi beras

Pembangunan pertanian pada era reformasi telah membudayakan beras sebagai makanan

pokok masyarakat Indonesia. Sampai pada tahun 1990-an, konsumsi per kapita beras masyarakat

Indonesia cenderung naik tiap tahunnya. Namun awal tahun 2000, konsumsi per kapita beras

cenderung menurun tiap tahunnya seperti yang digambarkan pada grafik berikut.

Gambar 3. Grafik Perkembangan Konsumsi Pangan Tahun 1993-2007

Sumber: http://www.paskomnas.com/id/berita/gambaran-umum-pangan-dunia.php

Kecenderungan konsumsi beras yang cenderung menurun juga ditunjukkan dari data

konsumsi pangan Kementerian Pertanian. Pada tahun 2003-2007, konsumsi terus menurum namun

Page 5:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

naik pada tahun 2008, kemudian turun sampai tahun 2010 dan naik lagi pada tahun 2011, dan turun

hingga tahun 2013. Grafik konsumsi per kapita beras tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Grafik Konsumsi per Kapita Beras tahun 2002-2013

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 201390.00

92.00

94.00

96.00

98.00

100.00

102.00

104.00

106.00

108.00

110.00

Konsumsi per kapita (kg/thn)

Sumber: Buletin Konsumsi Pangan, Kementan, 2014

Dari pola dan kecenderungan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumsi

pangan per kapita beras akan terus menurun pada beberapa tahun, dan akan naik pada tahun-tahun

tertentu. Pola ini diprediksi akan terulang juga di masa yang akan datang.

Pola konsumsi saat ini dan perubahan bahan makanan pokok

Pada awal tahun 2000-an, Indonesia memasuki mulai terpengaruh dengan globalisasi akibat

berkembangnya teknologi informasi. Berbagai jenis informasi dari luar masuk secara bebas dan

mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Sejak saat itu mulai banyak bermunculan makanan berasal

dari luar negeri dengan jumlah konsumen yang terus meningkat. Makanan luar ini banyak yang

memiliki bahan pokok bukan beras, melainkan kentang, gandum dan berbagai tepung yang diolah

menjadi makanan berat. Tren perubahan konsumsi beras sebagai makanan pokok awal-awalnya hanya

dilakukan oleh kalangan menengah ke atas karena kemampuan mereka yang lebih untuk membeli

berbagai jenis makanan dengan harga yang lebih tinggi. Sedangkan beras dengan harga yang

tergolong murah masih tetap menjadi konsumsi utama bagi kalangan menengah ke bawah. Namun

semakin berkembangnya teknologi dan pendapatan masyarakat, berbagai makanan luar ini mulai

diproduksi secara massal dan dijual dengan harga yang lebih murah. Berbagai kalangan telah memulai

untuk mengkonsumsinya walaupun belum dijadikan kebiasaan. Makanan seperti pasta, kentang,

gandum, sayuran organik dan buah-buahan telah mulai menggeser beras sebagai bahan pangan utama

bagi kalangan tertentu. Perubahan ini diprediksi akan terus meluas melihat pasar jenis pangan tersebut

yang semakin berkembang.

Page 6:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

V. KEBIJAKAN DAN INOVASI DALAM KETAHANAN PANGAN

Kebijakan Pemerintah - Diversifikasi Tanaman

Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari satu

jenis barang/ komoditi yang dikonsumsi. Masyarakat diberi pilihan yang luas dalam mengkonsumsi

pangan sesuai dengan keinginan untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif.

Riyadi (dalam Riyadi, 2003) mengemukakan diverisifikasi pangan sebagai suatu proses pemilihan

pangan yang tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam pilihan

(alternatif) terhadap berbagai bahan pangan. Penganekaragaman pangan ditujukan tidak hanya untuk

mengurangi ketergantungan akan jenis pangan tertentu, tetapi dimaksudkan juga untuk mencapai

keberagaman komposisi gizi sehingga mampu menjamin peningkatan kualitas gizi masyarakat.

Diversifikasi pangan dapat menjadi cara untuk mencapai ketahanan pangan pada aspek ketercapaikan

jumlah, kualitas gizi dan keterjangkauan pangan. Dengan banyak pilihan, maka akan tercipta

kesempatan bagi semua golongan masyarakat untuk memenuhi gizi secara seimbang tergatung

kebutuhan dan kondisi mereka.

Dalam pelaksanaan divesifikasi konsumsi pangan, terdapat berbagai alternatif jenis tanaman

yang dapat menggantikan beras sebagai pangan utama masyarakat Indonesia. Kebijakan yang

diterapkan oleh Kementerian Pertanian adalah penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber

pangan setempat atau khas daerah. Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi memiliki

banyak jenis tumbuhan pengganti beras sebagai pemasok karbohidrat utama. Beberapa komoditas

tanaman yang dapat menggantikan beras antara lain:

- Jagung, dengan kondisi pertumbuhan produksi yang terus tumbuh setiap tahunnya dengan

laju 5,34 persen per tahun. Berbagai makanan olahan jagung telah banyak dikembangkan dan

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia

- Ubi Kayu, sebagai sumber karbohidrat yang mudah untuk dibudidayakan pada segala jenis

tanah. Komoditas ini memiliki prospek untuk menjadi sumber bahan pangan pilihan dalam

diversifikasi pangan, karena telah secara luas dibudidayakan masyarakat pedesaan sebagai

makanan pokok dan cadangan di saat paceklik.

- Ubi jalar, sebagai sumber bahan pangan yang mempunyai potensi tinggi namun belum

dibudidayakan secara maksimal oleh masyarakat. Produksi komoditas ini cenderung

meningkat dengan produktivitas yang semakin tinggi

- Talas, dengan lahan yang tersebar di berbagai dataran dan sudah banyak diolah untuk

makanan yang bernilai ekonomis tinggi

- Sagu, yang memiliki keunggulan dalam produktivitasnya yang tinggi dalam luas lahan yang

sama.

Page 7:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Salah satu inovasi yang mengolah komoditas alternatif di atas adalah dengan membuat beras

organik. Beras organik adalah beras yang berasal dari tepung jagung, ubi, sagu dan berbagai macam

bahan tambahan lain yang dibentuk menyerupai butiran beras. Pengembangan beras analog telah telah

dimulai sejak tahun 2012 di Institut Pertanian Bogor, dan saat ini telah mulai dijual ke masyarakat

luas. Kelebihan beras analog adalah dalam kandungan gizi yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan

berbagai jenis orang. Mesin yang dikembangkan akan dapat mencampur bahan-bahan tersebut dan

mengeluarkannya ke dalam bentuk beras.

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Klaster Pertanian

Langkah yang dapat dilakukan dalam penyiapan lahan produktif untuk kegiatan pertanian

adalah dengan melakukan intervensi terhadap tata guna lahan di suatu wilayah yang memiliki potensi

lahan pertanian. Intervensu tata guna lahan dilakukan terhadap lahan pertanian yang ada agar tidak

beralih fungsi menjadi kegiatan lainnya. Intervensi lahan pertanian dapat dilakukan dengan

menerapkan atau menentukan lahan mana yang akan difungsikan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan (LP2B) yang ditentukan melalui perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).

Pengamanan lahan yang ditentukan untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)

merupakan masalah yang mendesak untuk segera diamankan dan dikawal agar alih fungsi lahan

pertanian ke lahan non pertanian tidak semakin besar guna menjaga ketahanan pangan nasional .

Namun begitu, berdasarkan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-

Undang 41/2009 tentang LP2B, beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Dalam Negeri,

serta Peraturan Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada masih menyisakan

permasalahan mengenai LP2B, antara lain data lahan pertanian di kabupaten dan provinsi masih

berbeda sehingga menyulitkan untuk mengamankan fungsinya. Oleh karena itu diperlukan upaya

untuk mengkolaborasikan data dan informasi dari berbagai pemangku kepentingan dalam rangka

mewujudkan LP2B untuk mempermudah dalam hasil pengolahan informasi lahan pertanian di setiap

daerah. LP2B selain untuk meningkatkan produksi pertanian untuk pangan masyarakat, juga

dilakukan untuk memancing investor untuk menanamkan investasinya terutama dalam hal

pembanguan infrastruktur pertanian yang menelan biaya sangat tinggi.

Selain dengan menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) disuatu daerah ,

peningkatan produksi pertanian yang menerapkan kolaborasi antar daerah juga perlu dilakukan agar

setiap daerah dapat saling bekerja sama untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan

mempertimbangkan potensi daerah tersebut. Langkah tersebut diwujudkan dengan membangun atau

membentuk kluster pertanian yang didalamnya terdapat kegiatan sentra-sentra baik mulai dari

produksi bahan mentah, pengolahan barang jadi yang dilakukan dengan pembangunan industri

pertanian sebagai industri yang mengolah bahan mentah (dari kegiatan di lahan pertanian menjadi

produk yang bernilai lebih.), hingga pendistribusian barang ke luar daerah. Antar klaster tesebut

Page 8:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

nantinya direncanakan untuk saling tekait bekerja sama untuk meningkatkan linkage poduksi sehingga

produksi pangan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan karena masing-masing sentra saling bekeja

sama. Dengan penciptaan kerja sama dan kolaborasi antara daerah dalam kluster yang terbagi dalam

sentra maka diharapkan dapat meningkatkan poduksi pertanian sehingga kebutuhan pangan dapat

ditutupi dan Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan seperti apa yang diusung oleh Pemerintahan

saat ini.

Inovasi yang berkembang – Alternatif sumber lain

Beberapa penelitian juga dilakukan untuk mencari alternatif yang dapat dikembangkan untuk

mendukung ketahanan pangan. Dari penelitian tersebut didapati bahwa terdapat alternatif bahan

pangan yang dapat menggantikan peran bahan makanan saat ini seperti nasi, daging, dan sayur yaitu

dengan pengkonsumsian serangga dan alga. Kandungan nutrisi yang lengkap serta biaya produksi

yang lebih murah menjadikan serangga sebagai alternatif pilihan bahan makanan pengganti daging.

Saat ini kegiatan produksi berbagai macam makanan olahan serangga telah mulai dilakukan oleh

beberapa perusahaan. Begitu pula dengan alga. Alga juga menjadi alternatif bahan makanan yang

dinilai lebih berkelanjutan karena produksi alga yang tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan.

Alga secara alami tumbuh di lautan dalam jumlah yang sangat besar serta mengandung nutrisi

lengkap seperti kalsium, protein, zat besi, vitamin, mineral, serat dan antioksidan.

Selain alga dan serangga ide pemenuhan kebutuhan pangan juga dilakukan dengan

pengembangan bahan makanan berteknologi tinggi seperti 3d printed-food. Makanan cetakan atau 3d

printed-food menjadi ide bagi pemenuhan pangan yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan

karakteristik tubuh manusia yang berbeda-beda. Penyediaan makanan akan lebih bersifat personal

specifications, dimana makanan yang tersedia akan dikategorikan dalam berbagai macam sesuai

dengan kebutuhan masing-masing karakteristik tubuh, seperti makanan yang diproduksi berdasarkan

jenis kelamin, usia dan kebutuhan khusus. Dengan teknologi ini makanan yang ada diproduksi dalam

bentuk dan ukuran yang sama persis dalam jumlah yang besar, tetapi memiliki kandungan nutrisi yang

berbeda-beda sehingga kebutuhan kebutuhan akan nutrisi terpenuhi secara lebih praktis.

Namun dalam proses produksi kedepannya di Indonesia, makanan yang bersumber dari alga

dan serangga masih belum tentu dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia. Hal ini

dikarenakan tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia yang masih tinggi terhadap pola konsumsi

makanan konvensional , salah satunya adalah beras. Beras dianggap sebagai makanan utama yang

posisinya hingga saat ini belum dapat diganti oleh sumber bahan makanan lainnya. Begitu pula

dengan 3d printed food tidak/belum bisa digunakan sebagai pengganti sumber bahan makanan

perngganti beras karena pola kebiasaan konsumsi masyarakat yang tidak terlalu terbiasa dengan

makanan hasil cetakan pabrik.

VI. ANALISIS KETAHANAN PANGAN TAHUN 2040

Page 9:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Dalam penelitian terhadap analisis kecukupan pangan di Indonesia yaitu beras di masa yang

akan datang pada tahun 2040, terdapat empat variable yang perlu dipertimbangkan, yaitu : proyeksi

jumlah penduduk, proyeksi konsumsi nasional, dan proyeksi jumlah produksi serta proyeksi surplus

ketersediaan beras di Indonesia pada tahun 2040.

Variable proyeksi jumlah penduduk dan proyeksi jumlah produksi beras dihitung dengan

menggunakan rumus proyeksi geometris , yaitu

Pn = Po (1+r)n, dengan

Pn = penduduk atau produksi pada tahun n

Po = penduduk atau produksi pada tahun awal

1 = angka konstanta

r = angka pertumbuhan penduduk atau produksi (dalam persen)

n = jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n

Perhitungan proyeksi penduduk pada tahun 2040 dihitung dengan menghitung dahulu laju

pertumbuhan penduduk (r) , lalu proyeksi penduduk dihitung dalam kelipatan 5 tahun yaitu tahum

2020, 2025, 2030, 2035, dan 2040. Hal ini dilakukan pula terhadap variable proyeksi jumlah produksi

beras untuk selanjutnya hasil perhitungan proyeksi tersebut akan digunakan untuk penelitian lebih

lanjut.

Selain variable proyeksi jumlah penduduk dan proyeksi jumlah produksi ,dihitung pula

variable proyeksi konsumsi nasional Indonesia pada tahun 2040. Analisis terhadap perhitungan

proyeksi konsumsi beras nasional dilakukan dengan metode perhitungan time series dengan

memanfaatkan data konsumsi per kapita yang diproyeksikan untuk mengetahui proyeksi konsumsi per

kapita Indonesia pada tahun 2040. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan pola data historis dari

jumlah konsumsi beras per kapita. Setelah model tersebut diidentifikasi, maka dilakukan uji

kelayakan model yang digunakan dalam memperkirakan proyeksi konsumsi beras per kapita tahun

2040.

Tahapan pembuatan permodelan time series ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan

beberapa hal seperti menghilangkan keacakan dari pola data historis dengan menggunakan metode

double moving average (perata-rataan data berganda), menguji kelayakan penggunaan metode yang

digunakan dalam dengan uji U-Theils, menentukan model perkiraan nilai berdasarkan metode yang

layak tersebut, dan menentukan jumlah penumpang kereta api pada Mei tahun 2014.

Tahap pertama yang dilakukan dalam melakukan proyeksi konsumsi beras per kapita beras

adalah mendefinisikan waktu dari data jumlah konsumsi beras per kapita. Setelah didefinisikan waktu

dari data konsumsi beras per kapita tersebut (tahun awal= 2003), selanjutnya dilakukan perata-rataan

dari data historis tersebut dengan menggunakan metode single moving average dengan Moving

Page 10:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Average pertama adalah 3 . Namun untuk memperkirakan nilai yang lebih akurat lagi, maka dilakukan

perata-rataan dari nilai moving average pertama untuk menghasilkan nilai moving average kedua

melalui metode double moving average. Metode double moving average ini menggunakan MA

(moving average) sebesar 2 .

Untuk mengetahui seberapa jauh model yang dibuat tepat, maka dilakukan pengujian error

terkecil dengan ukuran error seperti Sum Squared of Error (SSE) dan Mean Squared of Error (MSE).

Ukuran ini memperjelas metode mana yang lebih baik memperkirakan nilai IPM antara metode single

moving average atau double moving average. Ukuran ini akan lebih mengurangi penghitungan error

sehingga lebih tepat digunakan untuk mengetahui keakuratan perkiraan diantara kedua metode

tersebut. Maka setelah dilakukan penghitungan error dari Sum Squared of Error (SSE) dan Mean

Squared of Error (MSE) dihasilkan nilai error tersebut seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 1. Double Moving Average dan Pengujian Error Terkecil

Tahun Konsumsi

S’(MA pertama

dengan periode

M=3)

S’"(MA kedua

dengan

periode N=4)

e2

(Single Moving

Average)

e2

(Double Moving

Average)

2003 108.4018    

2004 106.9991    

2005 105.277    

2006 103.998 106.8926 8.37870916

2007 100.0507 105.4247 28.879876

2008 104.8909 103.1086 106.1587 3.17659329 1.60731684

2009 102.2146 102.9799 104.2666 0.58568409 4.210704

2010 100.7453 102.3854 103.0442 2.68992801 5.28494121

2011 102.8661 102.6169 102.6826 0.06210064 0.03367225

2012 97.6455 101.942 102.5012 18.45991225 23.57782249

      SSE 62.23280344 34.71445679

      MSE 8.890400491 8.678614197

Sumber : Hasil analisis, 2016

Dari tabel tersebut diketahui bahwa metode double moving average lebih baik dalam

memperkirakan jumlah konsumsi beras per kapita karena menghasilkan nilai Sum Squared of Error

(SSE) dan Mean Squared of Error (MSE) yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum Squared of Error

(SSE) dan Mean Squared of Error (MSE) yang dihasilkan oleh metode single moving average.

Sehingga dalam penelitian ini digunakan metode double moving average dalam memperkirakan

jumlah konsumsi beras per kapita. Selanjutnya dilakukan penghitungan uji U-Theils yang digunakan

untuk menguji kelayakan metode. Dihasilkan nilai U seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 11:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
Page 12:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Tabel 2. Pengujian Error Terkecil dari Dua Metode

TahunKonsumsi Beras

per Kapita

S"(MA kedua

dengan periode N=4)

2003 108.4018    

2004 106.9991    

2005 105.277    

2006 103.998    

2007 100.0507    

2008 104.8909 106.1587    

2009 102.2146 104.2666 0.000382718 0.000651019

2010 100.7453 103.0442 0.000505841 0.000206631

2011 102.8661 102.6826 3.31759E-06 0.000443149

2012 97.6455 102.5012 0.002228226 0.002575706

Sumber : Hasil analisis, 2016

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa setelah dilakukan penghitungan uji U-Theils dihasilkan

nilai U sebesar 0,8971. Maka sesuai dengan ketentuan uji U yang menyatakan bahwa apabila nilai U

kurang dari satu (U<1), maka artinya metoda peramalan yang digunakan lebih baik dari metoda naif

(intuitif/perkiraan secara intuisi). Dengan begitu metode double moving average masih lebih baik

digunakan dibandingkan perkiraan secara intuitif.

Selanjutnya dilakukan penentuan parameter model perkiraan yang berguna untuk

memperkirakan jumlah konsumsi beras per kapita di tahun tertentu dengan menggunakan model

perkiraan jumlah konsumsi beras per kapita. Parameter tersebut akan dimasukkan kedalam persamaan

model sebagai berikut ini:

Ft+m = at + btm

Maka setelah dihitung dapat dilihat bahwa nilai parameter at dan bt dihasilkan melalui rumus

masing-masing dengan nilai akhir sebagai berikut ini:

211 )"

(i

ii

XXS 21 )(

i

ii

XXX

Total 0.003120103 0.003876505

U 0.897148313

Page 13:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Tabel 3. Penentuan Parameter Model

Sumber : Hasil analisis, 2016

Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai a dan b di tahun 2012 masing-masing sebesar

101.3828 dan -1.1184. Sehingga setelah dimasukkan ke dalam persamaan model dapat menghasilkan

model perkiraan jumlah konsumsi beras per kapita seperti berikut ini:

Ft+m = 101.3828-1.1184m

dengan keterangan:

m = rentang tahun dari 2012 hingga 2040

Setelah model yang digunakan untuk memperkirakan konsumsi bera per kapita

diketahui ,langkah selanjutnya adalah mencari nilai proyeksi konsumsi beras per kapita setiap tahun

2015, 2020, 2025, 2030, 2035, dan 2040. Nilai dari hasil perhitungan tersebut lalu dikalikan dengan

proyeksi jumlah penduduk pada tahun yan sama untuk mengetahui nilai proyeksi konsumsi beras

nasional.

Selain variable produksi beras, jumlah penduduk, dan konsumsi beras nasional, variable

lainnya yang perlu dihitung adalah variable surplus pangan pada tahun 2020, 2025, 2030, 2035, dan

2040 dengan cara mencari selisih antara produksi dan konsumsi pada tahun yang sama. Perhitungan

hasil keseluruhan proyeksi dari keempat variable yang diuji dapat dilihat pada tabel berikut.

Bulan s' s"a

(2S'-S")

b (n=2)

2(S’-S”)/n-1a+b(m)

2003      

2004      

2005      

2006 106.8926      

2007 105.4247      

2008 103.1086 106.1587      

2009 102.9799 104.2666 101.6932 -2.5734 99.1198

2010 102.3854 103.0442 101.7266 -1.3176 100.409

2011 102.6169 102.6826 102.5512 -0.1314 102.4198

2012 101.942 102.5012 101.3828 -1.1184 100.2644

Page 14:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

Tabel 4. Hasil Proyeksi

PROYEKSI

TahunProduksi

Beras (ton)

Laju

Produksi

Jumlah

PendudukLPP

Konsumsi

Perkapita

(kg/tahun)

Laju

Konsumsi

Konsumsi

Nasional

(ton)

Surplus (ton)

per tahun

(produksi-

konsumsi)

Presentase

Surplus

(surplus/

konsumsi)

2006 36,801,332   219,521,620   105.28   23,110,578 13,690,754 59.24%

2007 37,407,158 1.65% 221,660,111 0.97% 104.00 -1.21% 23,052,208 14,354,950 62.27%

2008 37,994,248 1.57% 223,753,297 0.94% 100.05 -3.80% 22,386,674 15,607,574 69.72%

2009 38,562,337 1.50% 225,800,939 0.92% 104.89 4.84% 23,684,464 14,877,873 62.82%

2010 39,111,248 1.42% 227,802,883 0.89% 102.21 -2.55% 23,284,781 15,826,467 67.97%

2011 39,640,893 1.35% 229,759,055 0.86% 100.75 -1.44% 23,147,145 16,493,748 71.26%

2012 40,151,262 1.29% 231,669,456 0.83% 102.87 2.11% 23,830,933 16,320,329 68.48%

2013 40,642,422 1.22% 233,534,163 0.80% 97.65 -5.08% 22,803,560 17,838,862 78.23%

2014 41,114,509 1.16% 235,353,319 0.78% -1.02%      

2015 41,567,720 1.10% 237,127,137 0.75%        

2020 44,477,901 1.36% 247,511,344 0.86% 90.89 22,496,549 21,981,352 97.71%

2025 47,591,825 258,350,294 86.35 22,309,663 25,282,162 113.32%

2030 50,923,756 269,663,900 82.04 22,124,329 28,799,427 130.17%

2035 54,488,959 281,472,949 77.95 21,940,535 32,548,423 148.35%

2040 58,303,763 293,799,136 74.06 21,758,268 36,545,495 167.96%

Sumber : Hasil analisis, 2016

Dari hasil perhitungan proyeksi beberapa variable untuk mengetahui ketahanan pangan

Indonesia tahun 2040 terhadap supply beras menunjukan angka yang cukup tinggi pada variable

“surplus”. Variable surplus mengindikasikan bagaimana ketersediaan cadangan pangan beras untuk

tahun mendatang yang dilihat pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data pada tabel di atas rata-rata

surplus menunjukan presentase di atas 100% dimana angka-angka surplus tersebut pada proyeksi

tahun 2020, 2025, 2030, 2035, dan 2040 menunjukan nilai yang sangat besar, terutama pada tahun

2040 dimana proyeksi surplus atau cadangan pangan beras mencapai 167,96%. Dengan perhitungan

yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2040 Indonesia masih dapat

memenuhi kebutuhan pangannya dalam hal penyediaan beras.

VII. KESIMPULAN

Sebagian besar wilayah Indonesia telah memiliki tingkat ketahanan pangan yang baik, denga

presentase wilayah sebesar 72%. Sisa wilayah lain yang memiliki tingkat kerawanan pangan tinggi

Page 15:    Web viewKonsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

mayoritas disebabkan oleh keterbatasan akses dan lokasi terpencil yang membuat daerah sulit untuk

mendapatkan pangan dengan jumlah yang cukup, berkualitas baik dan harga yang terjangkau. Saat ini

pemerintah telah memprioritaskan pembangunan daerah terpencil tersebut.

Pola konsumsi beras menunjukkan penurunan pada beberapa tahun. Pengaruh makanan luar

juga memengaruhi pola ini dimana telah banyak jenis pangan lain yang dijadikan bahan makanan

pokok seperti kentang dan gandung. Dari usaha pemerintah sendiri untuk mewujudkan ketahanan

pangan adalah dengan diversifikasi pangan yaitu menganekaragamkan jenis makanan yang bisa

dipilih untuk dikonsumsi sesuai dengan budaya dan kemampuan lokal. Salah satu inovasi prospektif

yang dikembangkan adalah beras analog yang tetap menjadikan nasi sebagai makanan pokok namun

bukan berasal dari beras melainkan jagung, ubi, sagu dan bahan lainnya. Selain itu juga dicanangkan

LP2B yang akan menjaga konversi lahan pertanian serta klaster pertanian untuk meningkatkan

produkstivitas lahannya. Dengan program tersebut maka produksi beras akan diharapkan untuk selalu

meningkat.

Berdasarkan hasil analisis proyeksi produksi dan konsumsi beras nasional, didapatkan hasil

bahwa terdapat kecenderungan konsumsi perkapita akan semakin turun walaupun di sisi lain produksi

padi cenderung terus meningkat. Proyeksi yang didapatkan hingga tahun 2040 menunjukkan produksi

yang surplus dan mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan cadangan beras nasional. Dengan

berbagai data, informasi dan proyeksi yang telah dilakukan di atas maka diprediksi pada tahun 2040

ketahanan pangan akan tercapai di Indonesia, dimana seluruh wilayah Indonesia telah memiliki akses

untuk pangan bervariasi yang mudah dengan jumlah, kualitas dan harga yang terjangkau.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik

Buletin Konsumsi Pangan. 2014. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Fasak, Emiliana. Diverisifikasi Konsumsi Pangan Berbasisi Potensi Lokal dalam Mewujudkan

Ketahanan Pangan Nasional. 2011. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Rejekiningrum, Popi. Model Optimasi Surplus Beras untuk Menentukan Tingkat Ketahanan Pangan

Nasional. 2013. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Roadmap Diversivikasi Pangan 2011-2015. 2012. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian

RI

Satu Dasawarsa Kelembagaan Ketahanan Pangan di Indonesia. Badan Ketahanan Pangan

Kementerian Pertanian RI.

UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan

http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php