Top Banner
BAB 1. LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue, yang terdiri dari empat tipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN 3, DEN 4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegyti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue. Kejadian luar biasa (KLB) pertama penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Asia ditemukan di Manila pada tahun 1954 dan wabah demam berdarah masuk ke Indonesia pada tahun 1968 yaitu di Surabaya dan Jakarta. Pada pengamatan selama kurun waktu 20 sampai 25 tahun sejak awal ditemukannya kasus DBD, kejadian luar biasa penyakit ini diperkirakan terjadi setiap lima tahun dengan angka kematian terbanyak terjadi pada anak-anak. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, data penderita DBD Jawa Timur pada tahun 2010 mencapai 25.762 orang dan yang meninggal sebanyak 230 orang. Pada tahun 2011 jumlah kasus meninggal akibat penyakit demam berdarah di provinsi Jawa Timur sejumlah 65 orang. Pada tahun 2012, penderita DBD mencapai 8.258 dan yang meninggal sebanyak 120 orang. Hingga tahun 1
37

Pilot Project

Jan 28, 2016

Download

Documents

Aldila Kurnia P

DBD
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pilot Project

BAB 1. LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam berdarah (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan

oleh infeksi virus dengue, yang terdiri dari empat tipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN

3, DEN 4, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegyti dan Aedes

albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue. Kejadian luar

biasa (KLB) pertama penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Asia ditemukan

di Manila pada tahun 1954 dan wabah demam berdarah masuk ke Indonesia pada

tahun 1968 yaitu di Surabaya dan Jakarta. Pada pengamatan selama kurun waktu

20 sampai 25 tahun sejak awal ditemukannya kasus DBD, kejadian luar biasa

penyakit ini diperkirakan terjadi setiap lima tahun dengan angka kematian

terbanyak terjadi pada anak-anak.

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, data penderita DBD

Jawa Timur pada tahun 2010 mencapai 25.762 orang dan yang meninggal

sebanyak 230 orang. Pada tahun 2011 jumlah kasus meninggal akibat penyakit

demam berdarah di provinsi Jawa Timur sejumlah 65 orang. Pada tahun 2012,

penderita DBD mencapai  8.258 dan yang meninggal sebanyak 120 orang. Hingga

tahun 2013 sebanyak 13.033 orang dan yang mati sebanyak 117 orang (Dinkes

Jawa Timur, 2013). Data tersebut menunjukkan adanya jumlah penderita yang

fluktuatif yakni dengan puncak serangan pada tahun 2010.

Beberapa kota di Jawa Timur yang kerap terjadi insiden DBD Kota

Surabaya, Kabupaten Kediri, Kota Sumenep serta Kota Jember. Pada wilayah

Jember pada tahun 2011, insiden DBD sebesar 3,21 per 1000 penduduk dengan

jumlah kasus sebesar 77. Insiden DBD mengalami penurunan dibandingkan pada

tahun 2007, dimana insidensinya sebesar 0,52 per 1000 penduduk dengan jumlah

kasus sebesar 1.214 dan tahun 2008 yang insidensinya sebesar 0,34 per 1000

penduduk dengan jumlah kasus sebesar 780 (Depkes, tanpa tahun). Pada wilayah

Kabupaten Jember, daerah endemik penyakit DBD yang patut diwaspadai,

1

Page 2: Pilot Project

menurut Dokter Burhan ada di lima kecamatan. Untuk wilayah kota ada di

Kecamatan Sumbersari dan Kecamatan Kaliwates. Sedang tiga lainnya meliputi

Kecamatan Wuluhan, Puger dan Kecamatan Balung.

Saat ini penanganan kasus DBD sudah mengalami beberapa penurunan.

Hal ini dikarenakan adanya penurunan jumlah kasus sesuai data diatas. Namun

demikian, penanganan terutama pencegahan DBD harus tetap dilakukan oelh

masyarakat maupun pemerintah. Hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat

yang tidak mematuhi cara pencegahan DBD secara berkelanjutan. Maka dari itu

harus terdapat inovasi pencegahan DBD sehingga data penurunan kasus

khususnya di Jember ini bisa berkurang. Misalnya dengan melakukan inovasi baru

dari program sebelumnya yakni pencegahan dengan menggunakan 3M.

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

Meningkatkan upaya program pencegahab DBD.

b. Tujuan Khusus

1. Membentuk Gerakan Masyarakat Peduli dan Memerangi DBD (Gema

Perang DBD);

2. Membentuk kader terlatih untuk program Gerakan Masyarakat Peduli

dan Memerangi DBD (Gema Perang DBD).

1.3 Manfaat

a. Untuk Mahasiswa

Manfaat untuk mahasiswa adalah untuk mengaplikasikan kompetensi

keilmuan analisis manajemen layanan kesehatan

b. Untuk masyarakat

Adapun manfaat untuk masyarakat adalah:

1. dapat menanggulangi wabah penyakit DBD;

2. mempermudah masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan;

3. membantu masyarakat mengenali penyakit DBD;

4. menjadikan masyarakat mandiri dan memiliki status kesehatan baik.

2

Page 3: Pilot Project

c. Untuk pemerintah

Manfaat untuk pemerintah adalah sebagai berikut:

1. membantu pemerintah untuk melakukan deteksi, pencatatan, dan

pelaporan kasus demam berdarah dengue.

2. Membantu pemerintah untuk menurunkan angka mortalitas dan

morbiditas dari DBD.

3

Page 4: Pilot Project

BAB 2. PENGKAJIAN

2.1 Gambaran umum dan perilaku penduduk

1. Keadaan penduduk

Dalam pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri, jumlah

penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah

ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan. Selain itu,

persebaran kependudukan di indonesia berdasarkan luas pulau-pulau besarnya,

yaitu:

1. Pulau Sumatera dengan luas 25,2% dari total luas wilayah Indonesia memiliki

penduduk sebesar 21,3% dari total penduduk;

2. Pulau Jawa dengan luas 6,8% dari total luas wilayah Indonesia memiliki

penduduk sebesar 57,5% dari total penduduk;

3. Pulau Kalimantan dengan luas 28,5% dari total luas wilayah Indonesia

memiliki penduduk sebesar 7,3% dari total penduduk;

4. Pulau Sulawesi dengan luas 9,9% dari total luas wilayah Indonesia memiliki

penduduk sebesar 7,3% dari total penduduk;

5. Pulau Maluku dengan luas 4,1% dari total luas wilayah Indonesia memiliki

penduduk sebesar 1,1% dari total penduduk;

6. Pulau Papua dengan luas 21,8% dari total luas wilayah Indonesia memiliki

penduduk sebesar 1,5% dari total penduduk (BPS, 2010).

Secara geografis, Kabupaten Jember terletak di Provinsi Jawa Timur

dengan luas wilayah 3.293,34 km2. Di sebelah utara, Kabupaten Jember

berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, di sebelah selatan dengan Samudera

Indonesia, di sebelah barat dengan Kabupaten Lumajang, dan di sebelah timur

dengan Kabupaten Banyuwangi. Kabupaten Jember terdiri dari 3 kecamatan kota

dengan 22 Kelurahan; dan 28 kecamatan desa dengan 225 desa. Dari segi

topografi, sebagian Kabupaten Jember di bagian selatan merupakan dataran

rendah yang relatif subur untuk tanaman pangan, sedangkan di bagian utara

merupakan daerah perbukitan dan bergunung-gunung yang relatif baik bagi

pengembangan tanaman.

4

Page 5: Pilot Project

2. Keadaan Ekonomi

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 28,59 juta

orang (11,66 persen) dan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada

Maret 2012 , maka selama enam bulan tersebut terjadi penurunan jumlah

penduduk miskin sebesar 0,54 juta orang (BPS, 2013). Berdasarkan daerah tempat

tinggal, pada periode Maret 2012–September 2012, baik penduduk miskin di

daerah perkotaan maupun perdesaan sama-sama mengalami penurunan, yaitu

masing-masing turun sebesar 0,18 persen (0,14 juta orang) dan 0,42 persen (0,40

juta orang) (BPS, 2013).

Tumbuh dan berkembangnya suatu daerah akan banyak dipengaruhi oleh

faktor-faktor internal dan eksternal, salah satunya adalah faktor perekonomian.

Kegiatan ekonomi di suatu daerah dapat mempengaruhi perkembangan daerah.

Salah satunya adalah sector pertanian. Kondisi ini juga terjadi di Jember dimana

sektor pertanian baik pertanian tanaman pangan. Gambaran tersebut

memperlihatkan bahwa perekonomian kota Jember masih dipengaruhi oleh

kegiatan pertanian.

3. Keadaan pendidikan

Fasilitas pendidikan di Kabupaten Jember meliputi TK, SD, SLTP,

SLTA dan Perguruan tinggi. Fasilitas-fasilitas pendidikan ini telah tersebar secara

merata di wilayah Kabupaten Jember. Dan jumlah fasilitas pendidikannya sendiri

semakin mengecil sejalan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan

Di kabupaten Jember terdapat beberapa perguruan tinggi baik negeri

maupun swasta, diantaranya Universitas Jember, Universitas Muhammadyah

Jember, Politeknik Negeri Jember, STAIN, STIE Mandala dan lain-lain yang ada

di kabupaten Jember.

Berdasarkan database kesehatan per kabupaten dari Kemenkes RI, Jember

memiliki jumlah penduduk yang melek huruf pada tahun 2011 sebesar 13,80

persen dengan penduduk laki-laki yang melek huruf sebesar 14,27 persen dan

5

Page 6: Pilot Project

penduduk perempuan yang melek huruf sebesar 13,36 persen. (Depkes, tanpa

tahun)

4. Keadaan Kesehatan Lingkungan

Kabupaten Jember merupakan daerah di Jawa Timur dengan penduduk

dengan jumlah penduduk yang tinggi. Kabupaten Jember menempati urutan ketiga

dalam hal jumlah penduduk setelah kota Surabaya dan Malang Raya.

Pengembangan prasarana dasar di Kabupaten Jember adalah

pengembangan sistem setempat secara komunal untuk limbah rumah tangga,

perbaikan dan peningkatan jumlah sarana sanitasi dan program penyuluhan

mengenai sanitasi (Dhokhikah, 2007 dalam Mediawati, 2011). Oleh karena itu,

pemerintah Kabupaten Jember berupaya untuk mengatasi masalah kesehatan

lingkungan melalui program pemerintah dalam bidang pengelolaan lingkungan

seperti pengelolaan sampah, perbaikan saluran drainase dan pembangunan

fasilitas MCK umum.

5. Keadaan Perilaku Masyarakat

Kabupaten Jember merupakan suatu daerah di Jawa Timur dengan

mayoritas penduduknya adalah suku Jawa dan Madura. Pekerjaan mayoritas

masyarakat kabupaten Jember adalah bertani. Masyarakat Jember yang notabene

adalah petani dan pekebun, merupakan suatu kondisi ataupun situasi yang

memerlukan suatu tindakan preventif dalam pelaksanaan aktivitasya

Sumbersari adalah salah satu kecamatan di kabupaten Jember yang

merupakan daerah perkotaan. Dari catatan medis jumlah penderita demam

berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari pada tahun 2009 dari

bulan Januari – Desember dengan jumlah total kasus sebanyak 110 orang,

penderita tersebut menyebar di 5 kelurahan yaitu kelurahan Sumbersari 78 orang,

Tegalgede 23 orang, Wirolegi 6 orang, Karangrejo 3 orang, dan di tidak terdapat

penderita di kecamatan antirogo.

Salah satu penyebab terjadinya kejadian diatas adalah kurang sadarnya

masyarakat menjaga lingkungan. Masyarakat di kecamatan Sumbersari masih

banyak yang membuang sampah di sungai. Misalnya sungai Bedadung. Keadaan

6

Page 7: Pilot Project

sungai ini kotor, banyak sampah di pinggiran sungai. Selain itu, kurangnya

pengetahuan masyarakat terkait demam berdarah serta kurangnya kepedulian

masyarakat dalam pembersihan sarang nyamuk juga merupakan penyebab dari

kejadian demam bedarah.

2.2 Situasi derajat kesehatan

1. Mortalitas

Pada tahun 2004 terjadi KLB DBD di Indonesia. Pemerintah melalui

Departemen Kesehatan dalam press release tanggal 16 Februari 2004, menetapkan

bahwa telah terjadi KLB di Indonesia dan ditetapkan 12 propinsi sebagai propinsi

KLB, sementara itu Kalimantan Tengah dan 8 delapan propinsi lainnya

ditetapkan sebagai propinsi dengan peningkatan kasus.

Pada tahun 2007 jumlah kasus demam berdarah dengue adalah sebnyak

158.115 kasusu dengan jumlah kematian 1.559 kasus kematian penduduk

Indonesia dengan nilai prosentase Jawa Timur adalah 1,43%. Case Fatality Rate

(CFR) pada tahun 2007 sebessar 1,01%. CFR DBD pada tahun 2003 berfluktuasi,

namun dalam dua tahun terakhr cenderung menurun.(depkes, 2007).

Pada tahun 2011 menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

jumlah kasus meninggal akibat penyakit demam berdarah di provinsi Jawa Timur

sejumlah 62 orang dari total kasus 5.372.

2. Morbiditas

Indonesia masih memiliki peningkatan transisi epidemiologi yang

menyebabkan beban ganda (double burden) yang dihadapkan pada penyakit

infeksi (baik re-emerging maupun new emerging) dan gizi kurang, serta

meningkatnya penyakit non infeksi dan degeneratif. Apabila morbiditas terjadi

pada kelompok usia produktif, maka akan mempengaruhi produktivitas dan

pendapatan keluarga yang dapat mempengaruhi status ekonomi dan peningkatan

kemiskinan.

7

Page 8: Pilot Project

Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat diperoleh dari

laporan pada sarana pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun di

puskesmas melalui pencatatan dan pelaporan maupun dari community based data

dari hasil pengamatan (surveilance). Berdasarkan pengamatan penyakit

brpotensial KLB dan penyakit tidak menular yang diamati di Puskesmas dan

Rumah Sakit sentinel yang merupakan gardu pandang suatu pola dan trend

penyakit didapatkan 10 besar kunjungan kasus sebagai berikut (Depkes, tanpa

tahun)

Tabel 1. Penyakit terbanyak di Rumah Sakit Sentinel

di Provinsi Jawa Timur 2008-2011

NoTahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010Penyakit % Penyakit % Penyakit %

1. Diare 33,06 Diare 21,58 Diare 19,762. DBD 23,75 DBD 14,15 DBD 18,753. Demam dengue 8,38 Kecelakaan

lalu lintas11,57 Kecelakaan lalu

lintas9,60

4. Pneumonia 6,70 TBC paru BTA (+)

5,43 Demam dengue 6,04

5. TBC paru BTA (+)

6,47 Pneumonia 5,05 Hipertensi esensial

4,89

6. Tifus perut klinis

5,45 Hipertensi esensial

4,20 TBC paru BTA (+)

4,21

7. Hepatitis klinis 3,06 Demam dengue

4,12 Pneumonia 4,04

8. Tersangka TBC paru

2,69 DM YTT 3,93 DM YTT 3,11

9. Tetanus 1,99 Tifus perut klinis

3,36 Tifus perut widal (-)

2,999

10. Influenza 0,82 Tifus perut widal (-)

3,35 DM tak bergantung

2,81

insulinSumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2010

Tabel diatas menunjukkan kejadian DBD masih tinggi di provinsi Jawa

Timur. DBD menempati urutan kedua setelah diare. Hal ini menunjukkan keadaan

lingkungan di provinsi jawa timur masih menjadi favorit nyamuk untuk bersarang.

Pada tahun 2011, insiden DBD di jember sebesar 3,21 per 1000 penduduk dengan

jumlah kasus sebesar 77. Insiden DBD mengalami penurunan dibandingkan pada

8

Page 9: Pilot Project

tahun 2007 yang insidensinya sebesar 0,52 per 1000 penduduk dengan jumlah

kasus sebesar 1.214 dan tahun 2008 yang insidensinya sebesar 0,34 per 1000

penduduk dengan jumlah kasus sebesar 780 (Depkes, tanpa tahun).

3. Dampak kesehatan akibat penyakit

Demam berdarah adalah penyakit yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk.

Lingkungan yang kurang bersih adalah tempat bersarang nyamuk. Demam

berdarah merupakan penyakit yang mematikan, karena demam berdarah bisa

mengakibatkan panas yang tinggi, pendarahan dan gangguan sirkulasi darah.

Demam berdarah bisa mengakibatkan kematian jika tidak segera mendapatkan

pertolongan dari pihak kesehatan.

2.3 Situasi upaya kesehatan

1. Pelayanan kesehatan dasar

Di kabupaten Jember yaitu meliputi Puskesmas dengan jumlah 49 buah,

Puskesmas Pembantu 131 buah, Puskesmas Keliling 28 buah, dan Posyandu 2.755

buah.

2. Pelayanan kesehatan rujukan

Rumah sakit Dr. Soebandi Jember merupakan rumah sakit rujukan untuk

penyakit demam berdarah yang merupakan rumah sakit tipe B yang ditetapkan

sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1162/Menkes/SK/IX/1992. Rumah

sakit Dr. Soebandi Jember merupakan rumah sakit rujukan utama di jawa timur

bagian timur yang meliputi kabupaten Jember, kabupaten Banyuwangi, kabupaten

Bondowoso, kabupaten Situbondo dan kabupaten Lumajang.

3. Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat

Bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan prabayar yang sampai saat ini

dikenal masyarakat antara lain kartu sehat, dana sehat, tabulin, jamkesmas, askes,

jamsostek sampai asuransi kesehatan swasta. Namun kesadaran masyarakat untuk

mengikuti sistem prabayar ini masih rendah. Sampai dengan tahun 2010 jumlah

peserta jaminan kesehatan pra bayar di Jawa Timur sebanyak 15.414.714 orang

atau mencapai 40,54% dari jumlah penduduk Jawa Timur. Sebagian besar peserta

9

Page 10: Pilot Project

jaminan kesehatan pra bayar adalah peserta Jamkesmas (67,73%) dan Askes

(15,52%) (Dinkes Prov.Jawa Timur: 2010).

Pada tahun 2010 pemegang kartu Jamkesmas di Jember berjumlah

382.229 orang, sedang penerima Jamkesda 13.061 orang dan pada tahun 2011

pemegang Jamkesmas meningkat menjadi 395.360 orang dan  Jamkesda menjadi

33.061 orang.

4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Upaya pencagahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah telah

dilakukan oleh pemerintah dengan cara 3M yaitu menguras, menutup dan

mengubur barang bekas dan dengan fogging. Tapi keadaan penyakit DBD di jawa

timur masih tinggi, yaitu urutan kedua setelah diare. Ini menunjukkan bahwa

masyarakat kurang berpartisipasi dalam program yang telah ada.

2.4 Situasi sumber daya kesehatan

1. Sarana kesehatan

Kabupaten Jember memiliki 31 kecamatan dan memiliki 49 Puskesmas

yang tersebar di 31 kecamatan di kabupaten Jember. pada tahun 2011, jumlah

polindes belum terdata, jumlah posyandu sebesar 2.819 buah, dan jumlah pustu

tidak terdata.

Terdapat beberapa rumah sakit di kabupaten Jember, baik rumah sakit

pemerintah maupun swasta. Diantaranya RS dr. Soebandi, RS. Bina Sehat, Rumah

Sakit Jember Klinik, Rumah Sakit Kaliwates, RSD Balung dan lain-lain yang ada

di daerah kabupaten Jember.

2. Tenaga Kesehatan

Berdasarkan database kesehatan per kabupaten dari Kemenkes RI, tenaga

kesehatan yang tersedia di Jember berupa tenaga medis, perawat dan bidan, tenaga

farmasi, tenaga gizi, tenaga teknisi medis, tenaga sanitasi, tenaga kesmas, dan

dokter gigi. Berikut ini merupakan daftar tenaga kesehatan yang ada di Jember

(Dinkes, 2011).

Tabel 2. Jumlah tenaga kesehatan Kabupaten Jember

10

Page 11: Pilot Project

No. Jenis tenaga kesehatanTahun

2007 20081. Tenaga medis 102 3912. Perawat dan bidan 618 15003. Tenaga farmasi 22 1434. Tenaga gizi 14 565. Tenaga teknisi medis 9 26. Tenaga sanitas 22 347. Tenaga kesmas 1 148. Dokter gigi - 114

Sumber: database kesehatan per kabupaten Kemenkes RI

3. Pembiayaan Kesehatan

Kebanyakan masyarakat Jember dalam pembiayaan kesehatan lebih

condong dalam penggunaan JAMKESMAS atau asuransi kesehatan saat

mengunjungi pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan garis kemiskinan di

Jember yang masih tinggi. Dalam penggunaan pelayanaan kesehatan juga masih

banyak warga Jember yang menggunakan surat keterangan miskin untuk

mengakses layanan kesehatan. Selain itu, sebanyak 3% menggunakan Jamkesda

(Jaminan Kesehatan Daerah), sebanyak 8% menggunakan Askes (Ansuransi

Kesehatan), sebanyak 2% menggunakan Jamsostek. Selain itu pembiayaan

kesehatan bisa didapatkan dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

2.5 Perbandingan Indonesia dengan negara anggota ASEAN dan SEARO

1. Kependudukan

Perbandingan beberapa data kependudukan negara Indonesia dengan

negara anggota ASEAN dan SEARO yaitu jumlah penduduk (juta jiwa)

pertengahan tahun 2012 adalah 238,2 juta jiwa (hasil sensus penduduk tahun

2010: 237,6 juta jiwa).

Indonesia menduduki peringkat ke dua dari jumlah 18 anggota ASEAN

dan SAERO yang meliputi Brunei Darussalam sebanyak 0,4 juta jiwa; Filifina

sebanyak 95,7 juta jiwa; Kamboja 14,7 juta jiwa; Laos 6,3 juta jiwa, Malaysia

28,9 juta jiwa, Singapura 5,2 juta jiwa; Vietnam 87,9 juta jiwa ; Myanmar 54,0

juta jiwa; Thailand 69,5 juta jiwa; Bangladesh 150,7 juta jiwa; Bhutan 0,7 juta

11

Page 12: Pilot Project

jiwa; India 1241,3 juta jiwa; Korea Utara 24,5 juta jiwa; Maladewa 0,3 juta jiwa;

Nepal 30,5 juta jiwa; Sri Langka 20,9 juta jiwa; dan Timor Leste 1,2 juta jiwa.

2. Derajat Kesehatan

Pada tahun 2007 angka kematian bayi di lima negara ASEAN yaitu

Singapura, Brunei Darussalam, Malysia, Vietnam, dan Thailand termasuk negara

dengan angka kematian bayi rendah. 2 negara yaitu Filifina dan Indonesia

termasuk kelompok sedang. Sedangkan 3 negara lainnya masukdalam kelompok

negara yang memiliki angka kematian bayi tinggi. Tidak ada negara yang masuk

ke dalam kelompok anggka kematian bayi sangat tinggi (.100 per 1000 kelahiran

hidup).

Berdasarkan klasifikasi yang sama maka 2 negara di SEARO, yaitu Sri

Lngka dan Thailand masuk dalam kategori negara dengan angka kematian bayi

rendah, 5 kategori sedang dan sisanya, yaitu 4 termasuk kategori tingi.

Berdasarkan angka kematian bayi di negara-negara ASEAN dan SEARO

antara 2,4 dan 88 . Indonesia memilki angka kematian bayi 34 per 1000 kelahiran

hidup dan berada di peringkayt 10 di antara 18 negara tersebut.

3. Upaya kesehatan

Perbandingan upaya kesehatan di negara Indonesia dengan ASEAN dan

SEARO pada tahun 2000 sampai 2010 yang meliputi presentase KB aktif pada

PUS pada tahun 2011 Brunei Darrussalam dan Malaysia sebanyak 0%, Filifina

sebanyak 34%, Kamboja 35%, Laos 29%, Singapura 55%%, Vietnam 68%,

Myanmar 38%, Thailand 77%, Bangladesh 48, Bhutan 65%, India 47%, Korea

Utara 58%, Maladewa 27%, Nepal 44%, Sri Langka 53%, Timor Leste 21%, dan

Indonesia mempunyai presentase KB aktif pada PUS yaitu sebanyak 57%.

Perbandingan upaya kesehatan di negara Indonesia dengan ASEAN dan

SEARO pada tahun 2000 sampai 2010 yang meliputi pemeriksaan antenatal pada

tahun 2000 samapi 2010 yaitu Brunei Darrussalam, Malaysia, Singapura, Laos

dan Bhutan adalah sebanyak 0%, Filifina sebanyak 78%, Kamboja 27%, Vietnam

29%, Myanmar 43, Thailand 80%, Bangladesh 21, India 50%, Korea Utara 95%,

Maladewa 27%, Nepal 29%, Sri Langka 93%, Timor Leste 55%, dan Indonesia

mempunyai presentase pemeriksaan antenatal yaitu sebanyak 82%.

12

Page 13: Pilot Project

Perbandingan upaya kesehatan di negara Indonesia dengan ASEAN dan

SEARO pada tahun 2000 sampai 2010 yang meliputi presentase persalianan oleh

tenaga kesehatan pada tahun 2011 Brunei Darrussalam 100%, Malaysia sebanyak

62%, Filifina sebanyak 44%, Kamboja 20%, Laos 100%, Singapura 100%,

Vietnam 88%, Myanmar 37%, Thailand 99%, Bangladesh 18%, Bhutan 72%,

India 47%, Korea Utara 97%, Maladewa 95%, Nepal 19%, Sri Langka 99%,

Timor Leste 30%, dan Indonesia mempunyai presentase persalinan oleh tenaga

kesehatan yaitu sebanyak 73%.

Perbandingan upaya kesehatan di negara Indonesia dengan ASEAN dan

SEARO pada tahun 2000 sampai 2010 yang meliputi anak dengan ASI eksklusif

(6 bulan) pada tahun 2000 sampai 2012 yaitu Brunei Darrussalam, Singapura,

Malaysia adalah sebanyak 0%, Filifina sebanyak 34%, Kamboja 34%, Laos 66%,

Singapura 26%, Vietnam 17%, Myanmar 31, Thailand 15%, Bangladesh 43,

Bhutan 10%, India 46%, Korea Utara 65%, Maladewa 48%, Nepal 53%, Sri

Langka 76%, Timor Leste 52%, dan Indonesia mempunyai presentase anak

dengan ASI eksklusif (6 bulan)yaitu sebanyak 32%.

2.6 Analisa Situasi

1. Perencanaan

Program pemerintah untuk memberantas DBD adalah dengan membunuh

nyamuk dewasa dengan pengasapan dan dengan 3M. Pemerintah berupaya untuk

mengatasi masalah DBD ini melalui pencegahan yang terbukti efektif untuk

memberantas sarang nyamuk, yaitu dengan membentuk program P2DBD, yaitu

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Program PSN ini merupakan program

prioritas pemerintah yang berbasis masyarakat dan dilaksanakan oleh

masyarakat/keluarga secara teratur setiap seminggu sekali. Hal ini dikarenakan

wabah DBD dipengaruhi oleh lingkungan sehingga pelibatan masyarakat dalam

pemberantasan sarang nyamuk diharapkan dapat menurunkan kasus DBD.

Program PSN ini awalnya direncanakan untuk periode 2005-2010 melalui

Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN). Tujuan dari

pembentukan PSN ini yaitu meningkatkan kesadaran dan kemauan hidup sehat

13

Page 14: Pilot Project

bagi setiap masyarakat agar terhindar dari penyakit DBD melalui terciptanya

masyarakat yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat terbebas dari

penyakit DBD, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu dan merata (Depkes RI, 2004). Tujuan khusus yang

ditetapkan oleh Depkes RI (2004), yaitu:

1. Menurunnya angka insiden kasus DBD sebesar 20/100.000 penduduk di

daerah endemis

2. Dicapainya penurunan insiden kasus DBD sebesar 5/100.000 penduduk pada

tahun 2010.

3. Tercapainya angka bebas jentik > 95%

4. Tercapainya angka kematian DBD < 1%

5. Daerah KLB DBD < 5%

Kegiatan PSN yang dapat dilakukan meliputi gerakan 3M plus,

pemeriksaan jentik berkala oleh petugas jumantik, dan abatisasi. Contoh anggaran

yang ditulis oleh Depkes RI (2005) untuk sasaran per desa/kelurahan per 100

sampel, yaitu:

Tabel 3. Contoh analisis satuan harga tahun 2005

Kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

No. Uraian volume Satuan Satuan harga (Rp)

Jumlah biaya (Rp)

1. Pemeriksaan jentik berkala:

1. Gaji/upaha. Petugas: 100/20 rmh x 4

klb. Kepala regu: 100/100

rmh x 4 kl2. Bahan3. Perj. Pengawasan

teknis ops. Kab.a. Petugas puskesmas: 1 or

x 1 klb. Petugas kabupaten: 1 or

x 1 kl

20

4

1

1

1

OH

OH

PT

OH

OH

20.000

25.000

75.000

50.000

75.000

400.000

100.000

75.000

50.000

75.000

14

Page 15: Pilot Project

Jumlah 700.000

Untuk di wilayah Jember sendiri, penggalakan program PSN melalui

penyebaran JUMANTIK sebanyak 2.819 relawan selama musim hujan (Antara

News, 2009). Penyebaran jumantik ini bertujuan untuk mengajak masyarakat

melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di setiap wilayah

RT/RW dengan membentuk kegiatan “Jumat Bersih”. Meskipun demikian,

penyebaran petugas jumantik belum dapat memberikan hasil yang optimal. Hal ini

diakibatkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat dalam melakukan PSN.

Terbukti dengan adanya sanitasi lingkungan yang buruk sehingga menyebabkan

peningkatan sarang nyamuk. Program selama ini yang sebenarnya ditujukan untuk

memberdayakan masyarakat justru belum berjalan dengan optimal akibat

kurangnya kesadaran masyarakat mengenai lingkungan sehat.

2. Pengorganisasian

Sistem administratif dalam upaya pengendalian DBD di Indonesia berada

di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasiona (Bappenas) yang bekerja

sama dengan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (Ditjen P2PL) dan Departemen Kesehatan RI (Depkes RI).

Penanggulangan wabah DBD ini dimonitoring langsung oleh sub unit Ditjen

P2PL, yaitu unit penanggulangan penyakit menular akibat binatang. Unit ini akan

bekerjasama dengan perusahaan pemberantasan hama untuk memberantas hama

dengan menggunakan pestisida hygiene lingkungan.

Untuk di Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, program pengendalian

DBD dipegang oleh bagian Bidang Pengendalian Penyakit dan Kesehatan

Lingkungan yang menaungi Puskesmas pada sub unit Pemberantasan Penyakit

Menular (P2M). Selain itu, Dinkes Kabupaten Jember juga membawahi rumah

sakit pemerintah dan rumah sakit swasta dalam rangka pengendalian DBD, serta

unit pelayanan kesehatan lain, seperti Balai Pengobatan, Poliklinik, dokter praktek

swasta, dan lain sebagainya.

15

Page 16: Pilot Project

Akan tetapi, pengorganisasian untuk penanggulangan DBD selama ini

kurang melibatkan TOGA dan TOMA. Selama ini, penjalanan program hanya

melibatkan sektor swasta/dunia usaha, LSM, dan organisasi kemasyarakatan yang

memiliki komitmen dalam penanggulangan penyakit. Masyarakat Jember yang

cenderung lebih menghormati TOGA dan TOMA seharusnya dapat terlibat dalam

program P2-DBD ini. Kemitraan bersama TOGA dan TOMA diharapkan mampu

menggerakkan masyarakat dalam penyehatan lingkungan, khususnya untuk

menanggulangi wabah DBD.

3. Pengarahan

Pengorganisasian mengenai upaya pengendalian DBD di Indonesia

berfokus pada sistem desentralisasi. Optimalisasi pendelegasian wewenang

pengelola program kepada kabupaten/kota karena angka kesakitan akibat DBD

bervariasi antar daerah masing-masing akibat perbedaan situasi dan kondisi

wilayah. Pengoordinasian pengendalian DBD meliputi koordinasi antar

pemerintah daerah karena penyebaran DBD tidak mengenal batas daerah. Bentuk

koordinasi antar pemerintah daerah meliputi pencegahan dan penanggulangan,

serta tular-menukar informasi (cross notification).

Selain berfokus pada pemerintah daerah dan instansi kesehatan daerah,

pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam

pencegahan dan penanggulangan DBD merupakan kunci keberhasilan program.

Untuk itu, pemberdayaan masyarakat dalam dilakukan melalui KIE, sosial

marketing, advokasi, dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya yang

dilakukan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai sarana dan

media massa. Namun upaya pemberantasan DBD tidak hanya berfokus pada

sektor kesehatan, tetapi juga perlu melibatkan kemitraan melalui identifikasi

stake-holder untuk memadukan berbagai sumber daya yang tersedia.

Selain itu, perlunya pengadaan kemitraan bersama sektor terkait, yaitu

swasta/dunia usaha, LSM, dan organisasi kemasyarakatan yang komitmen dalam

penanggulangan DBD bersama kepala wilayah/pemerintah daerah untuk

menerapkan pembangunan yang berwawasan bebas penularan penyakit.

16

Page 17: Pilot Project

Hal ini juga perlu pemberdayaan SDM bidang kesehatan, berupa tenaga kesehatan

RS dan Puskesmas untuk mampu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam

rangka penurunan angka kematian akibat DBD.

4. Pengawasan

Pengawasan terhadap kegiatan pengendalian penyakit DBD dilakukan

secarta bertingkat, yaitu tingkat kota/kabupaten oleh wali kota/bupati, tingkat

kecamatan oleh camat, dan tingkat kelurahan oleh lurah.

Sistem pencatatan dan pelaporan kasus DBD berawal dari unit pelayanan

kesehatan selain puskesmas yang menemukan tersangka atau pasien DBD.

Pelaporan ke dinas kesehatan kabupaten/kota harus dilakukan sesegera mungkin

selambat-lambatnya 24 jam dengan tembusan ke puskesmas wilayah setempat.

Hal ini dilakukan untuk tindakan kewaspadaan dan perencanaan tindak lanjut

penanggulangannya. Puskesmas setempat juga wajib lapor kepada dinas kesehatan

kabupaten/kota sehingga pelaporan dapat dilakukan secara berjenjang ke dinas

kesehatan provinsi dan pusat. Untuk situasi Kejadian Luar Biasa (KLB),

pelaporan juga dilakukan berjenjang mulai dari unit pelayanan kesehatan selain

puskesmas hingga ke Ditjen PPM dan PL. Setelah dilakukan pengolahan laporan,

maka umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualiatas dan

memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan, dan ketepatan waktu

pelaporan, serta analisis terhadap laporan (Dinkes, 2006). Frekuensi umpan balik

oleh masing-masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan, minimal

dua kali dalam setahun (Dinkes, 2006).

Namun kendala utama yang dihadapi dalam implementasi kebijakan

penanggulangan wabah penyakit menular dalam kasus DBD, yaitu:

a) Koordinasi antar instansi dan antar unit yang bertanggung jawab dalam

penanganan DBD masih belum optimal, khususnya dalam pelaksanaan

surveilans dan penanggulangan DBD

b) Koordinasi antara pusat dan daerah belum dilandasi suatu kebijakan

operasional yang jelas tentang kewenangan dan tanggung jawab masing-

masing

17

Page 18: Pilot Project

c) Sistem pengelolaan program penanganan penyakit menular masih didominasi

pusat

d) Tingginya beban puskesmas sebagai unit operasional utama di lapangan

dalam implementasi kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular

(Bappenas, 2006).

18

Page 19: Pilot Project

BAB 3. MASALAH PROGRAM MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

3.1 Analisis Masalah Fish Bone

19

Kurangnya pelibatan TOGA, TOMA dalam pelaksanaan program

Masalah Manajemen:

1. Sistem pelaporan belum terintegrasi dan belum ada mekanisme transfer data antara data Puskesmas dan data RS di Kab/Kota.

2. Koordinasi antar instansi dan antar unit yang bertanggung jawab dalam penanganan DBD masih belum optimal, khususnya dalam pelaksanaan surveilans dan penanggulangan DBD

3. Koordinasi antara pusat dan daerah belum dilandasi suatu kebijakan operasional yang jelas tentang kewenangan dan tanggung jawab masing-masing

4. Sistem pengelolaan program penanganan penyakit menular masih didominasi oleh pusat

5. Tingginya beban puskesmas sebagai unit operasional utama di lapangan dalam implementasi kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular

planning organizing

Kurangnya pelibatan kemitraan untuk penanggulangan DBD

Belum adanya kejelasan koordinasi program sebelumnya

Keterbatasan dana untuk pelaksanaan program

Belum adanya kejelasan pembagian wewenang dalam pelaksanaan program

Kurang optimalnya program pemberdayaan masyarakat

Kurangnya motivasi masyarakat melaksanakan program 3M sebelumnya

Kurang optimalnya program pemberdayaan SDM bidang kesehatan

Keterlambatan pelaporan kasus DBD

Kurangnya koordinasi antar pemerintah daerah

Belum optimal kegiatan supervisi program sebelumnya

actuatingcontrolling

Page 20: Pilot Project

3.2 Daftar Masalah Manajemen Pelayanan Kesehatan

1. Tingginya beban puskesmas sebagai unit operasional utama di lapangan dalam

implementasi kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular

berhubungan dengan kurang optimalnya program pemberdayaan masyarakat.

2. Koordinasi antar instasi dan antar unit yang bertanggung jawab dalam

penanganan DBD masih belum optimal, khususnya dalam pelaksanaan

surveilans dan penanggulangan DBD berhubungan dengan kurangnya

pelibatan kemitraan untuk penanggulangan DBD.

20

Page 21: Pilot Project

BAB 4. PERENCANAAN

4.1 Perencanaan

Tabel 5. Rencana Program Manajemen Pelayanan Kesehatan Penyakit Global

No Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan Aktivitas EvaluasiIndikator Evaluator

1. Tingginya beban puskesmas sebagai unit operasional utama di lapangan dalam implementasi kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular berhubungan dengan kurang optimalnya

TUM:Program pencegahan penyakit DBD di RW X berjalan efektif setelah dilakukan program Gema Perang DBD selama 1 minggu

TUK:Tersedianya layanan kesehatan DBD di komunitas yang terhimpun dalam program

Pembentukan program Gema Perang DBD

1.1 Membentuk mini organisasi Gema Perang DBD beserta struktur dan pembagian kerjanya.

1.2 Menyusun program kerja Gema Perang DBD

1.1.1. terdapatnya struktur Gema Perang DBD di RW X.

1.1.2. terdapatmya pembagian kerja dan penanggung jawab program.

1.1.3. terdapatnya struktur pengurus Gema Perang DBD di RW X.

1.2.1 Terbentuknya rencana kegiatan minor Gema Perang DBD di tingkat RW

1.2.2 Tersedianya

MahasiswaMasyarakatPetugas puskesmas

MahasiswaMasyarakatPetugas puskesmas

21

Page 22: Pilot Project

program pemberdayaan masyarakat yang ditandai dengan:Tidak terlaksananya program 3M sebelumnya, SDM dalam pelaksanaan program 3M sebelumnya masih kurang, dan kurangnya peran serta masyarakat dalam penanggulangan DBD.

Gema Perang DBD dan difasilitasi oleh tenaga kesehatan, kader dan TOMA

2.1 Mengadakan pelatihan kader

pelayanan DBD melalui Gema Perang DBD

2.1.1 Terdapatnya relawan kader per RT

2.1.2 Terlaksanakannya pelatihan kader

2.1.3 Terdapatnya penyusunan program kerja yang dilakukan kader

2.1.4 Terdapatnya pemahaman kader tentang P2-DBD

2.1.5 Terbentuknya kemampuan kader dalam mengimplementasikan program kerja

2. Koordinasi antar instasi dan antar unit yang bertanggung

TUM:Pembentukan kemitraan TOGA/TOMA terkait program

2 Pembentukan kemitraan melalui pemberdayaan

2.1 Membentuk pelatihan TOGA/TOMA dan kader terkait program Gema

2.1.1 Terlaksanakannya pelatihan TOMA/TOGA dan kader secara berkala

MahasiswaMasyarakat

22

Page 23: Pilot Project

jawab dalam penanganan DBD masih belum optimal, khususnya dalam pelaksanaan surveilans dan penanggulangan DBD berhubungan dengan kurangnya pelibatan kemitraan untuk penanggulangan DBD yang ditandai dengan: tidak adanya pelibatan TOMA/TOGA dalam implementasi program.

P2-DBD di RW X berjalan efektif setelah dilakukan pembinaan selama 1 minggu

TUK:Tersedianya layanan kesehatan DBD di komunitas yang terhimpun dalam program P2-DBD dan difasilitasi oleh kader DBD

TOGA/TOMA. Dan Kader

Perang DBD 2.1.2 Terdapat pembagian kerja dan tanggung jawab pada TOMA/TOMA dan kader

2.1.3 Terdapatnya kerjasama antara TOGA/TOMA dan kader

23

Page 24: Pilot Project

DAFTAR PUSTAKA

Antara News. 2011. Dinkes Jember Siagakan 2.819 Jumantik Antisipasi DB. http://jatim.antaranews.com/lihat/berita/75422/dinkes-jember-siagakan-2819-jumantik-antisipasi-db [3 Maret 2013].

Bappenas. 2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular: Studi Kasus DBD. Jakarta: Bappenas.

BPS. 2013. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan II Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7, 24 persen. Surabaya: BPS Provinsi Jawa Timur [serial on line]. http://jatim.bps.go.id/index.php/pelayanan-statistik/brs-jawa-timur/brs-pdrb-jatim/241-pertumbuhan-ekonomi-jawa-timur-triwulan-iii-tahun-2012-y-on-y-mencapai-724-persen [1 Maret 2013].

BPS. 2010. Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik Indonesia [serial online]. http://sp2010.bps.go.id/ [26 Februari 2013].

Depkes. Tanpa tahun. Database Kesehatan Per Kabupaten. Kemenkes RI [serial on line]. http://www.bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/report/ [1 Maret 2013].

Depkes. 2005. Pencegahan Dan pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Ditjen P2PL.

Depkes. 2004. Kebijakan Program P2-DBD Dan Situasi terkini DBD Di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2M PL.

Dinkes Jawa Timur. 2013. DBD Mengancam, Dinkes Jatim Larang Fogging Sembarangan!. http://m.beritajatim.com/government_news/186513/dbd_mengancam,_dinkes_jatim_larang_fogging_sembarangan!.html#.UybaOc4Ve_I [17 Maret 2014].

Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Jakarta: Kemenkes RI.

24