Top Banner
Briefing Paper Pebruari 2013 (Revisi Juni 2013) PUSAT INFORMASI KESEHATAN MASYARAKAT (PIKM) SEBAGAI RUANG PUBLIK UNTUK MENGHILANGKAN STIGMA DAN MEMBANGUN KEBERSAMAAN DALAM PENANGGULANGAN HIV 1. Pengantar Rangkuman Eksekutif ”Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006 -2011 yang dibuat KPAN menggambarkan HIV dan AIDS sudah menyebar di seluruh Indonesia, meskipun bervariasi tingkat prevalensi HIV di masing-masing propinsi dan kabupaten/kota, seperti terlihat dalam grafik berikut: Berdasarkan ”Laporan Situasi Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan Maret 2012,”, yang dikeluarkan Ditjen PP & PL Kemenkes, menyatakan : sejak petama kali ditemukan (1987) sampai dengan Maret 2012, kasus HIV dan AIDS telah tersebar di 368 kab/kota (73,9%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh propinsi (33 propinsi) di Indonesia. Pertama kali ditemukan di propinsi Bali (1987) dan yang terakhir melaporkan adanya kasus HIV (2011) adalah propinsi Sulawesi Barat. Sampai dengan tahun 2005, jumlah kasus HIV yang dilaporkan 859 kasus, tahun 2006 (7.195 kasus), tahun 2007 (6.048 kasus), tahun 2008 (10.362 kasus), tahun 2009 (9.793 kasus), tahun 2010 (21.591 kasus), tahun 2011 (21.031 kasus) dan Januari- Maret 2012 (5.991 kasus). Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan Maret 2012 sebayak 82.870 kasus.
11

PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Jul 05, 2015

Download

jselv

Peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam program penanggulangan HIV dan AIDS dan menghapus stigma dan diskriminasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Briefing Paper Pebruari 2013 (Revisi Juni 2013)

PUSAT INFORMASI KESEHATAN MASYARAKAT (PIKM) SEBAGAI RUANG PUBLIK UNTUK MENGHILANGKAN STIGMA DAN MEMBANGUN

KEBERSAMAAN DALAM PENANGGULANGAN HIV 1. Pengantar

Rangkuman Eksekutif ”Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006-2011 yang dibuat KPAN menggambarkan HIV dan AIDS sudah menyebar di seluruh Indonesia, meskipun bervariasi tingkat prevalensi HIV di masing-masing propinsi dan kabupaten/kota, seperti terlihat dalam grafik berikut:

Berdasarkan ”Laporan Situasi Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan Maret 2012,”, yang dikeluarkan Ditjen PP & PL Kemenkes, menyatakan : sejak petama kali ditemukan (1987) sampai dengan Maret 2012, kasus HIV dan AIDS telah tersebar di 368 kab/kota (73,9%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh propinsi (33 propinsi) di Indonesia. Pertama kali ditemukan di propinsi Bali (1987) dan yang terakhir melaporkan adanya kasus HIV (2011) adalah propinsi Sulawesi Barat.

Sampai dengan tahun 2005, jumlah kasus HIV yang dilaporkan 859 kasus, tahun 2006 (7.195 kasus), tahun 2007 (6.048 kasus), tahun 2008 (10.362 kasus), tahun 2009 (9.793 kasus), tahun 2010 (21.591 kasus), tahun 2011 (21.031 kasus) dan Januari-Maret 2012 (5.991 kasus). Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan Maret 2012 sebayak 82.870 kasus.

Page 2: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 2 of 11

Meningkatnya jumlah penemuan kasus orang terinfeksi HIV belum diikuti dengan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang HIV dan AIDS secara komprehensif, sehingga dalam kehidupan sosial bermasyarakat dijumpai tindakan-tindakan diskriminasi yang ditujukan kepada orang yang terinfeksi HIV.

UNDP dalam ”Socio-economic impact of HIV at the Individual and household levels in Indonesia – a seven provice study”, menyebutkan secara pribadi atau rumah tangga dengan ’status’ terinfeksi HIV mendapat perlakuan diskriminasi di area publik, antara lain lingkungan tempat tinggal dan layanan kesehatan.

Laporan ini menunjukkan bahwa perlakukan yang diterima orang terinfeksi HIV di lingkungan tempat tinggal, antara lain : orang akan menghindari (59%), mengalami kekerasan secara verbal (53%), dan tidak diizinkan bermain dengan anak lainnya (38%).

Perlakukan yang diterima orang terinfeksi HIV di layanan kesehatan, antara lain : diberi kode (70,23%), layanan menerapkan persyaratan tambahan untuk ARV (46.58%) dan penyedia layanan berlebihan dalam menggunakan alat perlindungan (19.61%)

Page 3: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 3 of 11

Perlakuan diskriminasi yang dialami orang terinfeksi HIV tidak terlepas dari masih terbatasnya pemahaman masyarakat tentang HIV dan AIDS. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk mengatasi perbedaan persepsi dan pemahaman tentang HIV dan AIDS. Pemahaman berarti menciptakan komunikasi, untuk itu dibutuhkan saling pengertian tentang maksud-maksud masing-masing pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Habermas melihat bahwa komunikasi merupakan sifat dasar manusia dan hanya dengan komunikasi manusia mencapi tingkat yang lebih tinggi yaitu eksistensi, aktualisasi dan otonomisasi, bahkan kebebasan. Filsuf asal Jerman, Jurgen Habermas menawarkan gagasan Teori Tindakan Komunikatif (The Theory of Communication Action).

Tindakan komunikatif adalah tindakan yang mengarahkan diri pada konsensus, dimana setiap tindakan menjadi tindakan rasional yang berorientasi kepada kesepahaman, persetujuan dan rasa saling mengerti. Konsensus semacam itu, bagi Habermas, hanya dapat dicapai melalui diskursus praktis. Kemudian Habermas menggunakan istilah ”ruang publik (public sphere)” untuk menyebutkan "area diskursus” bagi individu dan kelompok sebagai tempat berkumpul dan mendiskusikan hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dan kemungkinan mencapai pemahaman bersama.

Berdasarkan analisis pelaksanaan program penanggulangan HIV dan AIDS dukungan GF ATM dalam kurun waktu 2009-2011, PKBI menarik pembelajaran bahwa penanggulangan HIV bisa berjalan secara efektif dan berkelanjutan, jika melibatkan masyarakat secara penuh dalam program penanggulangan HIV dan AIDS.

Keterlibatan masyarakat secara penuh hanya bisa terwujud dengan adanya wadah untuk berinteraksi antara masyarakat, tokoh agama dan masyarakat, pemerintah tingkat desa dan kelurahan, kelompok rawan terinfeksi HIV dan ODHA. Berdasarkan

Page 4: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 4 of 11

kebutuhan ini, PKBI mengembangkan konsep Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat (PIKM).

PIKM akan menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk berdiskusi dan berdebat tentang HIV dan AIDS; keberadaan kelompok rawan terinfeksi HIV (PPS, LSL, Waria, penasun) dan ODHA di lingkungan tempat tinggal mereka; resiko terinfeksinya ibu rumah tangga dan anak; dan isu lainnya. Hasil-hasil diskusi ini diharapkan mampu membangun aksi bersama masyarakat untuk ikut serta dalam program penanggulangan HIV dan AIDS sekaligus membangun opini publik sehingga kebijakan pemerintah daerah berpihak kepada kelompok-kelompok yang terdampak dan terpinggirkan karena HIV dan AIDS.

2. Ruang Publik (Public Sphere) Ruang publik adalah sebuah area dalam kehidupan sosial di mana individu bersama-sama secara bebas mendiskusikan dan mengidentifikasi masalah sosial dan kemudian hasil diskusi tersebut dapat menghasilkan aksi politik.

Ruang publik ibarat teater dalam masyarakat modern dimana partisipasi politik diberi ruang untuk mengeluarkan pendapat dan membentuk opini publik dalam kehidupan bermasyarakat.

Ruang publik menjembatani antara ruang pribadi (private sphere) dan ruang otoritas public (sphere of public authority) melalui opini publik. Opini public inilah yang menghubungkan antara kepentingan negara dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Kehadiran ruang publik akan membuka peluang terciptanya kesadaran bahwa setiap orang memiliki kepentingan yang sama dengan pihak lain. Kesadaran ini akan mendorong masyarakat mempertanyakan setiap tindakan yang dilakukan negara, terutama jika negara gagal melayani masyarakat.

Page 5: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 5 of 11

3. Fungsi Ruang Publik Menurut Habermas, pada abad pertengahan masyarakat Eropa tidak memiliki ruang publik sebagai wilayah yang khusus di luar ruang private. Pada periode tersebut, ruang publik merupakan perwakilan dari kelompok kelompok feodal yang memiliki kekuasaan. (gereja, pangeran dan bangsawan). Para kelompok feodal ini lebih terikat pada ’tanah’ mereka, dan lebih berperan untuk menjadi mewakili kekuasaan atas wilayah tersebut, bukannya mewakili rakyat.

Namun pada abad ke-18, muncul berbagai ruang publik yang berada di luar kontrol negara. Coffee house (Inggris), salon (Prancis) dan table societies (Jerman) menjadi tempat kelompok aristokrat dan kelas menengah berkumpul berdiskusi dan berdapat berbagai isu. Pertumbuhan ruang publik menyebabkan meningkatnya kesadaran untuk mempertanyakan otoritas yang ada ada, baik tradisi maupun kekuasaan negara. Ruang publik menjadi "ruang ketiga", yang menjadi penyangga antara ruang pribadi (area interaksi antar teman dekat dan keluarga) dan ruang yang ditempati oleh kontrol negara.

Ruang publik menjadi area untuk mempertanyakan tradisi yang ada di masyarakat dengan melakukan penalaran secara bersama-sama untuk membangun konsensus, membawa perubahan serta memperkuat masyarakat, secara sederhana gagasan Habermas tentang fungsi ruang publik dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 6: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 6 of 11

4. Komunikasi sebagai Dialog

Dialog menuntut kerendahan hati. Dialog menuntut keyakinan pada kemampuan manusia.

Keyakinan pada fitrahnya untuk menjadi manusia seutuhnya tanpa adanya kelas atau strata. Dialog membutuhkan harapan

Harapan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia Dan yang terakhir, dialog membutuhkan pemikiran kritis.

Pemikiran kritis memandang realitas sebagai proses perubahan dan berkelanjutan Demi mencapai proses memanusiakan manusia.

~ Paulo freire~

Komunikasi sebagai dialog merupakan sebuah proses berbagi informasi untuk membangun pemahaman bersama, kesepakatan bersama dan aksi bersama. Salah satu model komunikasi sebagai dialog, adalah Convergence model of Communication (Rogers and Kincaid, 1981). Model komunikasi ini menempatkan komunikasi sebagai proses berbagi informasi diantara dua orang atau lebih dalam sebuah jaringan sosial mereka.

Model ini menempatkan komunikasi sebagai proses dialog sebagai sarana berbagi informasi, membangun pemahaman bersama (mutual understanding), membangun kesepakatan bersama (mutual agreement) dan akhirnya menciptakan aksi bersama (collective action).

Pemahaman adalah sejauh mana dua orang atau lebih memberikan ’kemiripan’ dalam mendefenisikan sebuah isu yang menjadi perhatian bersama. Kesepakatan adalah sejauh mana dua orang atau lebih memberikan penilaian yang sama terhadap sebuah isu yang menjadi perhatian bersama.

Page 7: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 7 of 11

Dalam menjalankan program penangulangan HIV dan AIDS menjadi syarat utama adalah adanya pemahaman bersama (mutual understanding) sehingga dapat menghilangkan stigma terhadap kelompok-kelompok tertentu, seperti yang terlihat pada spanduk berikut ini :

Dalam pernyataan yang termuat dalam spanduk tersebut, terlihat adanya kesalahpahaman terhadap makna ”Waria”. Seolah-olah Waria merupakan sesuatu yang ’berbahaya’ sehingga ditolak keberadaannya. Padahal Waria merupakan salah satu perwujudan dari Identitas Gender, layaknya laki-laki dan perempuan.

Dialog merupakan sarana yang tepat untuk menjembatani perbedaan pemahaman ini, seperti yang dilakukan pada pelatihan community organizing di Pekan Baru, dimana pada pelatihan tersebut kelompok waria (in-group) dengan kelompok di luar waria (out-group) berdiskusi tentang waria.

Pada diskusi tersebut, masing-masing kelompok berbicara tentang pandangan mereka tentang waria, antara lain :

Page 8: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 8 of 11

Proses diskusi dan debat mengenai waria dan faktor penyebabnya memakan waktu lebih dari satu hari untuk sampai pada satu pemahaman bersama. Pemahaman bersama tersebut menghasilkan suatu konsensus untuk memberikan NAMA menggambarkan sosok identitas tentang waria, yaitu :

Adanya kesepakatan tentang NAMA/ISTILAH untuk menggambarkan sosok identitas waria, memberikan gambaran besar langkah apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dialami waria.

Oleh karena, selama ini pemahaman sebagai besar orang tentang waria adalah gambaran WARIOR sehingga respon mereka terhadap waria sering diskriminatif dan melecehkan. Pendekatan program yang diberikan pun lebih kepada KIE tentang HIV dan AIDS dan rujukan ke layanan IMS dan VCT.

Namun, jika dilihat dari perspektif WARIA SEJATI, persoalannya menjadi berbeda lebih kepada masalah norma sosial. Tradisi masyarakat kita lebih menekankan pembagian manusia berdasarkan biologis (jenis kelamin) dibanding memperhatikan aspek psikologis, sehingga manusia cuma atas perempuan dan laki-laki. Kelompok di luar jenis kelamin tersebut, dianggap perilaku menyimpang, kondisi inilah yang menyebabkan waria mendapat perlakuan diskriminatif.

Perlakuan diskriminatif telah dialami waria sejak dari duduk di sekolah dasar hingga menjadi dewasa. Perlakuan diskriminatif dari ejekan hingga sulit mendapatkan pekerjaan. Faktor kesulitan mengakses pekerjaan yang layak mengakibatkan beberapa waria akhirnya bekerja dengan mentransaksikan tubuhnya. Pekerjaan ini beresiko terinfeksi HIV.

Jika persoalan yang dihadapi waria berkaitan dengan norma sosial, mestinya pendekatan yang dilakukan adalah mendorong pemerintah memberikan jaminan perlindungan dan kesempatan untuk mengakses layanan publik (pekerjaan yang layak, pendidikan dan kesehatan) bagi waria.

Page 9: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 9 of 11

Konsensus gambaran besar tentang waria harusnya dapat merumuskan aksi bersama untuk mengatasi persoalan yang dihadapi waria. Sayangnya, pada pelatihan community organizing tersebut tidak sampai membahas langkah apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Paulo Freire (1972) menyatakan dialog yang membebaskan bukan untuk menindas suatu kelompok hanya tercipta, jika masing-masing orang atau kelompok berdialog dengan :

kerendahan hati.

keyakinan pada kemampuan manusia.

keyakinan pada fitrah manusia tanpa adanya kelas atau strata.

memiliki harapan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia

pemikiran kritis memandang realitas sebagai proses perubahan dan berkelanjutan untuk mencapai proses memanusiakan manusia.

5. Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat (PIKM) PIKM sebagai ruang publik mestinya sebuah tempat dimana orang-orang secara alamiah berinteraksi untuk berbicara, diskusi atau pun berdebat. Tempat tersebut bisa saja warung kopi, warteg, balai desa, alun-alun, ruang tunggu puskesmas atau rumah sakit, sesuai dengan sosial budayanya.

Hal yang paling penting bukan pada di mana tempatnya, tapi lebih apakah tempat tersebut memberikan kebebasan, kesetaraan, kesempatan dan penghargaan kepada setiap orang untuk berbicara dan mengeluarkan pendapatnya sesuai hati nurani tanpa rasa takut atau malu.

Pada tahap awal, dimana HIV dan AIDS masih berkonotasi negatif, proses dialog yang berlangsung di PIKM masih didukung oleh fasilitator, yang disebut community organizer (CO). CO akan memfasilitasi proses sehingga terbangun pemahaman bersama (mutual understanding), kesepakatan bersama (mutual agreement) dan

Page 10: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 10 of 11

akhirnya tercipta aksi bersama (collective action) untuk mengatasi masalah HIV di masyarakat.

Selanjutnya, PIKM harus berjalan secara alamiah sebagai ruang publik bagi setiap orang, keluarga atau masyarakat untuk berdiskusi mengenai masalah yang mereka hadapi, mencari solusi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut dengan potensi yang mereka miliki.

” .... PIKM adalah wadah bagi masyarakat untuk berkumpul, berdiskusi, berdialog, berdebat dan berkegiatan dalam upaya melindungi dan

menyelamatkan perempuan dan anak dari HIV ”

6. Ukuran Keberhasilan PIKM Awal inisiasi PIKM tidak terlepas dari kerangka program sehingga membutuhkan indikator atau ukuran keberhasilan sebuah PIKM. Berdasarkan konsep ruang publik, maka ukuran keberhasilan dapat diukur secara kuantitas dan kualitas. Dari aspek kuantitas, indikator yang digunakan adalah : a. jumlah pertemuan (frekuensi) b. jumlah peserta yang mengikuti dialog atau diskusi.

Pada jumlah peserta yang mengikuti dialog atau diskusi, komposisi peserta yang hadir menjadi hal yang perlu diperhatikan.

Total Jumlah peserta

Komposisi Peserta Catatan *)

Tokoh agama/masyarakat

Anggota masyarakat

Populasi rawan terinfeksi HIV

(PPS, LSL, Waria, penasun)

Orang terinfeksi

HIV

*) hal yang perlu menjadi perhatian selama proses diskusi dan dialog, apakah semua peserta bebas

berbicara dan mengeluarkan pendapat tanpa rasa takut atau malu.

Page 11: PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS

Page 11 of 11

Dari aspek kualitas, indikator menitikberatkan pada proses dan hasil pada tahapan pemahaman bersama (mutual understanding), kesepakatan bersama (mutual agreement) dan akhirnya tercipta aksi bersama (collective action).

Tahapan Pemahaman Bersama

Tahapan Kesepakatan Bersama

Tahapan Aksi Bersama

Hasil yang perlu diobservasi dan dicatat

Hasil yang perlu diobservasi dan dicatat

Hasil yang perlu diobservasi dan dicatat

Apa perbedaan pendapat/ pemahaman yang muncul

Apakah ada pendapat yang dominant

Apakah ada perubahan sikap pasca diskusi/dialog

Apakah ada terbentuk istilah baru/nama sebagai bentuk pemahaman bersama.

Apa kesepakatan yang terbentuk selama diskusi

Adakah kelompok yang dominan dalam proses pembentukan kesepakatan.

Adakah kelompok yang terabaikan dalam proses pembentukan kesepakatan.

Apa langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah HIV.

Apa saja potensi masyarakat yang digunakan untuk mengatasi masalah mereka.

Apa tantangan yang dihadapi dalam menjalankan aksi.

Sumber bacaan :

Ditjen PP & PL Kemenkes, Laporan Situasi Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan Maret 2012”, 2012

Dorling Kindersley, ”The Philosophy Book,” 2011

Figueroa, Kincaid, Rani, Lewis, Communication for social Change : An Integrated Model for Measuring the process and Its Outcome, 2002

Jurgen Habermas; Sara Lennox; Frank Lennox, ”The Public Sphere: An Encyclopedia Article (1964), New German Critique, No 3 (Autumn, 1974).

Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, 2008

KPAN, Rangkuman Eksekutif Upaya Panggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006-2011.

UNDP, ”Socio-economic impact of HIV at the Individual and household levels in Indonesia – a seven provice study,” 2010