Top Banner
PERANAN KIMIA DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MATERIAL BERBASIS SILIKA UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Oleh: Prof. Dr. rer.nat. Nuryono, M.S.
21

Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

Dec 30, 2014

Download

Documents

Defri

Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

PERANAN KIMIA DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MATERIAL BERBASIS SILIKA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Ilmu Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada

Oleh: Prof. Dr. rer.nat. Nuryono, M.S.

Page 2: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

2

PERANAN KIMIA DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MATERIAL BERBASIS SILIKA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Ilmu Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 13 Juli 2010

Di Yogyakarta

Oleh: Prof. Dr. rer.nat. Nuryono, M.S.

Page 3: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

3

PERANAN KIMIA DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MATERIAL BERBASIS SILIKA

Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki sumber daya alam (SDA) sangat melimpah dan belum semua dapat dimanfaatkan secara maksimal. Secara umum pemanfaatan SDA dapat didasarkan pada komposisi dan sifatnya. Sebagai contoh pasir putih (kuarsa), tanah diatomeae dan abu sekam padi (ASP) dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan karena kandungan silika yang tinggi, dan oleh karena itu, material itu dapat digunakan sebagai sumber silika pada pembuatan material sintetik.

Silika adalah suatu polimer anorganik yang tersusun atas unsur silikon dan oksigen dengan rumus kimia SiO2. Sesungguhnya, tidak hanya terdapat dalam ketiga jenis material di atas, tetapi secara umum dalam kerak bumi terkandung sekitar 63,2% silika, atau sekitar 27,6% silikon dan oksigen 46,4%; di samping unsur lain seperti almunium 5%, besi 5%, kalsium 3,6% natrium 2,8, kalium 2,6%, dan hidrogen 0,14%. Di alam, silikon sulit didapatkan sebagai unsur dengan kemurnian tinggi karena memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen dan atom lain dengan elektronegativitas tinggi. (White, 2005).

Secara kimia, ikatan antara oksigen dengan silikon bersifat 50% kovalen dan 50% ionik dan sangat kuat. Di alam silikon berada bersama-sama dengan unsur lain membentuk senyawa yang disebut silikat, yaitu senyawa yang mengandung tetrahedral silika, di mana silikon dikelilingi oleh empat atom oksigen. Oksigen memiliki kemampuan berikatan dengan dua atom sehingga setiap oksigen masih mampu mengikat atom lain seperti dengan atom yang lebih elektropositif atau dengan atom silikon lain yang menghasilkan jembatan siloksan (Si-O-Si). Jika setiap atom oksigen terikat oleh dua atom silikon maka dimungkinkan terbentuk cincin, rantai, lapisan, atau jejaring yang kemudian dapat disebut material silika (Mazumder,

Page 4: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

4

2000). Ikatan antara silikon dan oksigen yang karakteristik itu mengakibatkan silika memiliki sifat yang unik, dapat didesain menjadi berbagai struktur dan dapat bermanfaat secara luas di berbagai bidang.

1. Silika Alami sebagai bahan penguat (reinforcement agent)

1.1 Silika dalam batuan cagar budaya

Kita mengenal dua di antara sekian banyak benda cagar budaya yang ada di Indonesia dan memiliki nilai sejarah, yaitu candi Borobudur dan Prambanan. Meskipun candi itu dibangun pada abad 9-10 tetapi sampai sekarang sebagian besar komponen masih utuh dan dapat direnovasi menjadi bangunan yang megah. Hal ini merupakan salah satu bukti sejarah bahwa manusia Indonesia di masa lalu memiliki tingkat ekspresi yang tinggi dalam mengaktualisasikan spiritual mereka. Pertanyaannya adalah mengapa benda itu tidak rusak dan berbeda dengan benda lain yang berasal dari kayu atau dari bahan lain. Bagi kimiawan tentu jawabannya karena komposisi dan struktur kimia bahan tersebut berbeda sehingga sifatnya pun juga berbeda.

Candi Borobudur dan Prambanan dibangun dari batuan andesit dengan komponen silika cukup tinggi, 52-63 % (Blatt dkk., 1996), yaitu suatu mineral yang sangat stabil dan tidak mudah mengalami pelapukan. Meskipun demikian karena dalam batuan itu juga terkandung komponen lain yang tidak sestabil silika, kita masih dituntut untuk berusaha mencegah terjadinya pelapukan yang dialami oleh cagar budaya itu. Kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh pada tingkat pelapukan batuan. Sebagai contoh batuan candi yang ada di daerah Dieng, Jawa Tengah memiliki tingkat kerusakan lebih tinggi dibandingkan batuan yang sama di daerah lain. Adanya sumber gas panas bumi yang mengandung gas oksida sulfur membuat lingkungan di sekitarnya mengandung gas asam dan secara kimia dapat merusak batuan candi. Dalam hal ini, peranan kimia sangat penting dalam upaya untuk mencegah dan mengurangi tingkat pelapukan batuan cagar budaya, misalnya melalui identifikasi faktor, laju pelapukan dan penemuan bahan kimia pencegah kerusakan. Tentu kita semua berharap agar warisan leluhur kita masih tetap dapat dinikmati oleh generasi yang mendatang.

Page 5: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

5

1.2 Silika dalam semen

Selain batuan andesit, material yang memanfaatkan sifat keras silika adalah semen. Semen merupakan salah satu material bangunan yang sangat penting dan telah lama digunakan untuk berbagai aplikasi seperti gedung, jalan, dam, dan jembatan.

Semen terdiri dari beberapa senyawa yang kompleks, namun ada 4 senyawa yang paling penting yaitu trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2, dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2, trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3 dan tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3. Dua senyawa yang pertama (C3S dan C2S) mencapai 70–80 % dari jumlah semen sehingga memberikan sifat yang dominan. Pada saat pembuatan beton semua bahan seperti air, semen, dan agregat dicampur. Bahan–bahan beton seperti air dan semen akan terjadi reaksi kimia, dan reaksi kedua bahan tersebut membentuk gel sebagai bahan pengikat agregat. C3S dan C2S segera mulai berhidrasi dan menghasilkan panas. Hasil utama dari proses di atas adalah C3S2H3 atau C-S-H yang biasa disebut tobermorite, berbentuk gel (gelatine) yang dapat mengkristal dan Ca(OH)2 atau kalsium hidroksida yang diragukan sumbangannya pada pengerasan semen, bahkan senyawa ini dalam waktu lama cenderung melemahkan kekuatan beton (Priyosulistyo, 1999).

Untuk itu, dalam proses pembuatan beton sering ditambahkan material aditif (pozzolan) yang berfungsi untuk mengikat kapur padam aktif yang masih bebas dalam beton dan membentuk kalsium silikat hidrat (tobermorite) atau yang sama dengan hasil hidrasi semen. Adanya kapur bebas membuat beton berpori dan mudah ditembus air, sedangkan kalsium silikat hidrat merupakan zat yang padat dan kuat. Dengan penambahan pozolan, yang tidak lain juga merupakan material kaya silika amorf, Ca(OH)2 dapat terikat dan terbentuk C-S-H gel baru yang dapat meningkatkan kekuatan beton. Ke depan, penelitian diarahkan pada kajian material alam yang kurang bernilai ekonomi seperti abu sekam padi, abu layang batu bara dan/atau tanah diatomeae serta bahan-bahan kaya silika lain untuk diproses agar memiliki sifat pozolan.

Page 6: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

6

1.3. Silika dan asbes

Material alami lain yang memiliki komponen utara silika adalah asbes (asbestos). Material ini lebih dikenal sebagai serat silikat alam yang terdistribusi meluas dalam suatu batuan dan endapan di berbagai belahan dunia. Asbes merupakan material unik karena di samping memiliki sifat yang dapat digunakan dan bermanfaat, tetapi juga memiliki dampak negatif bagi kesehatan.

Sejauh ini dikenal sebanyak enam macam mineral asbes yaitu krisolit, krosidolit, amosit, antofilit, aktinolit dan tremolit. Keenam mineral asbes itu dibedakan menjadi dua kelompok yaitu amfibol dan sepentin. Krisolit adalah satu-satunya mineral yang masuk dalam asbes serpentin dan yang lain termasuk mineral amfibol. Tiga bentuk yang paling umum digunakan berdasarkan warnanya, yaitu kristolit disebut asbes putih, amosit sebagai asbes coklat dan asbes biru untuk krosidolit.

Secara kimia, unit struktur dasar amfibol adalah (Si4O11)-6 dan

ditambah gugus samping yang bertanggung jawab untuk keseluruhan strukturnya. Kelompok mineral serpentin memiliki rumus Mg3Si2O5(OH)4. Struktur serpentin berada dalam bentuk silikat lembaran sedangkan krisotil sangat fleksibel dan sedikit rapuh jika dibanding amfibol. Serat amfibol umumnya lebih rapuh (mudah pecah menjadi serat halus) dan menyesuaikan pada deformasi struktur selama perlakuan mekanik.

Sifat asbes, yaitu tingginya fleksibilitas, kekuatan tarik, ketahanan panas, stabilitas kimia, rendahnya konduktivitas dan tidak mudah terbakar, menjadi dasar penggunaan di berbagai aplikasi industri. Dari enam jenis yang dikenal, hanya tiga bentuk telah secara meluas digunakan, yaitu krisolit, amosit dan krosidolit. Sekitar 90% asbes yang telah ditambang dan digunakan adalah kristolit. Produk industri yang telah mengandung asbes antara lain isulasi termal dan akoustik, spray coating (sebagai proteksi api), partisi dengan penguat asbes (asbestos reinforced insulation board), produk semen dengan penguat asbes, produk plastik (seperti keramik lantai vinil), tekstil, material friksi (kampas rem), gasket dan atap eternit.

Page 7: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

7

1.3.1 Resiko dari paparan asbes

Di balik penggunaan asbes, beberapa fakta menunjukkan adanya resiko kesehatan dari terpaparnya asbes. Orang yang memiliki resiko tertinggi adalah pekerja yang berhubungan langsung dengan asbes seperti penambang asbes, pengangkut asbes, pekerja pabrik yang menggunakan asbes seperti tekstil. Penggunaan dalam jumlah besar untuk produk bangunan berarti bahwa pekerja bangunan memiliki resiko tinggi selama proses konstruksi. Di beberapa negara seperti Inggris, Amerika dan Australia menurun tajam menjelang tahun 1970 setelah diketahui adanya resiko penggunaan asbes (Anonim, 2008). Meskipun demikian produk asbes yang telah digunakan tetap masih memiliki potensi resiko dan perlu pengelolaan yang baik.

Untuk menetapkan secara pasti mineral mana yang memiliki resiko pada kesehatan sangat sulit karena mineral silikat di alam yang memiliki berbagai komposisi dan struktur fisik, serta berbagai serat atau non-serat sering berada dalam deposit yang sama. Untuk itu, keenam jenis mineral serat yang berbeda dan telah dikomersialkan itu semua didefinisikan sebagai asbes yang memiliki resiko kesehatan.

1.3.2 Efek kesehatan asbes

Selain sifat yang dapat membuat asbes dapat dimanfaatkan, karakternya yang mudah hancur menjadi serat halus atau debu serat dan beterbangan di udara dalam waktu yang lama memiliki potensial berbahaya bagi pekerja. serat halus. Jika terhisap, serat asbes mengikuti aliran udara, terbawa dan terjebak dalam berbagai organ pernafasan dapat bertahan terhadap mekanisme pertahanan internal yang dilakukan oleh tubuh. Menurut Doll dan Peto (1985) debu asbes bergantung pada ukuran serat dan yang paling berbahaya adalah debu dengan ukuran panjang antara 5 dan 100µm, diameter kurang dari 1,5 atau 2µm, dengan rasio panjang terhadap diameter lebih dari 5:1. Serat dengan ukuran tersebut merupakan penyebab utama penyakit karena dapat terhisap dan mencapai bagian sensitif bagian dalam paru, yaitu alveoli. Untuk serat yang sangat pendek bukan merupakan karsinogenik, sebaliknya serat yang besar (diameter lebih besar dari 3 µm) akan mengendap di saluran udara dalam sistem pernafasan dan

Page 8: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

8

umumnya dapat dibersihkan oleh mekanisme eskalator cilia dan mucous bagian atas paru-paru.

Tiga penyakit serius yang telah dikenal dan disebabkan oleh terpapar asbes adalah asbestosis: fibrosis (yang menimbulkan penebalan dan luka gores pada paru-paru); mesothelioma: kanker pada bagian lain saluran pernapasan seperti kanker pleura atau peritoneum dan kanker paru-paru: termasuk kanker batang tenggorokan. Penentuan resiko asbes terhadap kanker paru-paru tidak mudah dan menjadi rumit akibat banyaknya jumlah penderita kanker paru-paru yang ditengarai akibat faktor lain seperti merokok. Perhatian menjadi berkurang karena zat yang ditengarai karsinogen memiliki periode laten relatif lama semenjak terpapar sebelum gejala muncul, paling tidak 10 tahun dan mungkin sampai 30 atau 40 tahun (Anonim, 2008).

Kanker paru-paru memiliki efek sinergistik antara paparan asbes dan rokok. Jika tidak ada efek sinergistik, resiko kanker paru akibat asbes dan akibat rokok diharapkan menjadi 16 kali lebih tinggi (yaitu 11 + 5). Ternyata resiko yang teramati adalah 53 kali lebih tinggi (lebih dari 3 kali dari yang diharapkan jika dua faktor bekerja secara terpisah). Lee (2000) menyatakan bahwa asbes dan merokok memiliki cara yang berbeda dalam proses karsinogenik, tetapi jika digabung dapat meningkatkan potensi terkena kanker paru menjadi lebih tinggi.

Di beberapa negara lain terutama Asia seperti India dan Indonesia beberapa produk asbes masih digunakan; bahkan menurut Jaringan Advokasi Tambang saat ini Indonesia masih mengimpor sebanyak 780 ribu ton asbes pertahun (pengguna nomer 6 terbesar di Asia). Batas ambang paparan debu asbes di ruang kerja yang ditetapkan untuk Indonesia adalah amosit 1,0 f/mL (fiber/mL), krisotil 1,0 f/mL dan asbes bentuk lain: 4,0 f/mL. Organisasi Ketenaga-kerjaan Internasional (ILO) ikut mengupayakan perbaikan kondisi kesela-matan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang mengandung asbes.

Peraturan pemerintah yang terkait dengan pengelolaan asbes masih terbatas. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No PER-03/MEN/1985 tentang keselamatan dan kesehatan dalam pemakaian asbes. Dalam perturan itu dinyatakan bahwa pengusaha berkewajiban memonitor dan pengendalikan debu/

Page 9: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

9

serat asbes di lingkungan kerja, termasuk memastikan adanya ventilasi dan teknik penyaringan; alat pelindung diri bagi pekerja; memasyarakatkan upaya kesehatan dan keselamatan; dan menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja. Pekerja berkewajiban memakai alat pelindung diri, berganti pakaian, dan menyimpan pakaian kerja dan alat pelindung diri di tempat khusus.

Seyogyanya dalam situasi apapun, sistem pengelolaan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait harus dilakukan untuk mencegah atau mengurangi terpaparnya pekerja dari asbes. Di Indonesia, sosialisasi terhadap pengelolaan asbes yang masih ada dan upaya pencegahan serta pengurangan resiko terpapar asbes bagi setiap orang yang terlibat, secara langsung maupun tidak langsung, masih sangat diperlukan.

2. Silika Sintetik

2.1 Material sumber silika

Di samping silika alami, berbagai jenis silika dapat disintesis melalui proses kimia dengan bahan dasar material alami guna mendapatkan produk dengan daya guna lebih tinggi. Sebagaimana telah disebutkan di depan, material alami yang kaya akan silika antara pasir kuarsa, dan tanah diatomeae. Di samping itu, abu sekam padi yang mengandung silika berkisar antara 80-90%, bagi Indonesia juga merupakan sumber silika yang sangat potensial. Menurut Badan Statistik Pusat (BPS) produksi gabah kering giling nasional dapat mencapai sekitar 64,3 juta ton/tahun (Anonim, 2010). Gabah kering mengandung beras (70%), sekam (22%), dan rambut (8%). Hal ini berarti bahwa sebanyak 14,15 juta ton sekam padi dapat dihasilkan setiap tahun untuk dimanfaatkan panasnya, atau 2,8–3,5 juta ton abu sekam padi terbuang; karena dalam sekam padi terkandung abu berkisar antara 20–25%.

2.2 Teknologi Sol-Gel

Salah satu reaksi kimia yang banyak digunakan untuk memproduksi material silika adalah melalui sol-gel. Proses ini dapat digambarkan sebagai pembentukan suatu jaringan oksida melalui

Page 10: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

10

reaksi polikondensasi yang progresif dari molekul prekursor (bahan baku) dalam medium cair, atau merupakan proses untuk membentuk material melalui suatu sol, pembentukan gel (gelation) dari sol dan diakhiri pelepasan pelarut. Proses sol-gel dapat dibagi menjadi beberapa tahap yang meliputi pembentukan larutan, pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan dan pemadatan (densification) (Brinker dan Scherer, 1990). Sol-gel menjadi teknik yang murah dan sederhana karena berlangsung pada temperatur rendah.

Silika sintetik dapat diproduksi dalam beberapa bentuk seperti gelas, kristal gel, aerogel, silika pirogenik (fumed silika), dan silika koloidal (aerosil), keramik atau film atau coating tipis (Matijevic, 1986). Berbagai aplikasi produk silika sintetik antara lain untuk bidang optik, elektronik energi, sensor fisika dan kimia, biosensor, pengontrol pelepasan obat, pemisahan kimia dan penyerap air. Silika dapat dibentuk menjadi fiber optik untuk telekomunikasi. Dalam bidang kelistrikan silika dapat melindungi silikon, penyimpan muatan, pemutus arus dan sebagai saluran pengontrol yang membatasi aliran arus. Dalam bentuk terhidrat, silika digunakan dalam pasta gigi sebagai abrasi keras untuk menghilangkan plak gigi.

Silika kuarsa memberikan kelarutan maksimum dalam air pada temperatur 340 oC. Sifat ini digunakan untuk menumbuhkan kristal tunggal dalam proses hidrotermal di mana kuarsa alami dilarutkan dalam air sangat panas dalam tempat bertekanan yang lebih dingin pada ujungnya. Kristal 0,5-1 kg dapat ditumbuhkan selama 1-2 bulan (Holleman dan Wiberg, 2001). Kristal ini merupakan sumber kuarsa sangat murni untuk digunakan dalam bidang elektronik.

Silikon dioksida bereaksi dengan oksida logam basa seperti natrium oksida, kalium oksida, timah hitam oksida, seng oksida atau campuran oksida membentuk silikat dan gelas karena sebagian ikatan Si-O-Si dalam silika rusak. Sebagai contoh reaksi antara natrium oksida dan SiO2 dapat memproduksi natrium ortosilikat, natrium silikat dan gelas yang sifatnya bergantung pada proporsi reaksi (Greenwood dan Earnshaw, 1984). Contoh gelas yang memiliki nilai komersial antara lain gelas soda api, gelas borosilikat, dan gelas timah hitam. Dalam hal ini, silika berfungsi sebagai pembentuk kerangka.

Dalam teknologi membran, silika telah dapat dibuat membran

Page 11: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

11

yang selektif terhadap gas hidrogen (Tsapatsis, 2008). Metode pembuatan membran ini terdiri atas sintesis lapisan silikat, pembuatan partikel menyerupai plat tipis dari lapisan silikat, dan deposisi partikel yang diikuti kalsinasi. Produk yang diperoleh dapat digunakan untuk memproduksi hidrogen murah dari gas sintetik pengolahan batubara, dan secara simultan dapat memproduksi aliran karbon dioksida pekat untuk dijerap dan disimpan. Di samping itu, silika dikembangkan ke dalam stuktur monolitik, yaitu satu spesies silika dengan banyak saluran pori yang menyerupai struktur spon (sponge structure). Silika monolitik yang dimodifikasi dengan C18 telah dibuat melalui polimerisasi atau kondensasi monomer / bahan baku di dalam pipa kolom yang digunakan untuk fasa diam dalam sistem HPLC (High performance liquid chromatography) untuk pemisahan flavanoid dalamekstrak teh hijau.

Tatangan ke depan penelitian adalah pada pengembangan nanomaterial silika, yaitu material yang memiliki dimensi 1-100 nm dan sifat berbeda dengan material dalam keadaan meruahnya melalui pendekatan nanoteknologi. Dalam hal ini kimia berperan dalam sintesis dan memberi kontribusi signifikan terhadap kemajuan terkini, terutama dalam mengontrol sifat-sifat unik nanomaterial. Riset nanomaterial dewasa ini difokuskan pada desain struktur, beberapa struktur nanomaterial, yang dirancang melalui pendekatan rekayasa kristal (crystal engineering). Dengan rekayasa kristal berbagai jenis material seperti berpori dan berlapis dengan dimensi nano telah berhasil disintesis, diidentifikasi dan telah diterapkan dalam industri, bidang kedokteran, farmasi, pertanian dan sebagainya (Wijaya, 2010).

2.3 Silika gel

Contoh lain dari silika sintetik adalah silika gel. Silika jenis ini sering kita temukan dalam bentuk butiran yang dibungkus dan ditaruh dalam kaleng atau boks tempat makanan atau peralatan elektronik. Butiran itu bermanfaat untuk menyerap uap air agar dalam wadah tetap kering. Silika gel juga dihasilkan melalui proses sol-gel dengan prekursor (bahan baku) silikon alkoksida atau larutan silikat (water glass). Berbeda dengan silika, silika gel berstruktur amorf yang terdiri

Page 12: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

12

atas globula-globula SiO4 tetrahedral yang tersusun secara tidak teratur dan beragregasi membentuk kerangka tiga dimensi yang lebih besar (1-25 μm) dan terdapat ikatan O-H di bagian terminal kerangka sehingga memiliki rumus kimia SiO2.xH2O (Oscik, 1982). Gugus silanol (≡Si-OH) inilah yang memberikan sifat polar pada silika gel dan merupakan sisi aktif dari silika gel.

Luas permukaan spesifik dan volume pori silika gel dipengaruhi oleh pH saat pembentukan gel berlangsung. Silika gel mempunyai luas permukaan sebesar 300-800 m2/g, volume pori sebesar 0,46 mL/g dan diameter pori sebesar 22 Å. Silika gel yang dibuat dari ASP memiliki luas permukaan sekitar 258,06 m2/g.

Hal yang membedakan antara prekursor natrium silikat dan silikon alkoksida pada pembentukan silika gel melalui proses sol-gel adalah (1) Pelarut yang digunakan dalam natrium silikat (water glass) adalah selalu air, sedangkan untuk silikon alkoksida biasanya digunakan air dan alkohol (pelarut organik). (2) Gugus reaktif dari sistem larutan natrium silikat adalah silanol (Si-OH), sedangkan pada silikon alkoksida dalam reaksi hidrolisis diperlukan konversi dari gugus Si-OR menjadi Si-OH. Sebagai konsekuensinya, transisi sol-gel dimulai pada sistem larutan silikat melalui perubahan pH dengan penambahan air pada sistem silikon alkoksida tersebut. (3) Sistem silikon alkoksida lebih kompleks jika dibandingkan sistem larutan silikat karena lebih banyak parameter yang berpengaruh pada reaksi sol-gel.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa serbuk silika gel dapat dimanfaatkan sebagai penyerap uap air di udara sehingga memperpan-jang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik. Perkembangan saat ini, silika gel merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas, antara lain di bidang elektronik, mekanik, medis, dan seni. Silika gel yang memiliki gugus silanol dan gugus siloksan tidak hanya mengadsorpsi uap air tetapi juga dapat mengadsorpsi ion logam seperti Na+, Mg2+, Ca2+, dan Fe3+.

Teknologi pengembangan saat ini diarahkan pada modifikasi proses sol-gel melalui variasi kondisi pH larutan, komposisi media, keberadaan templat, penambahan ion logam untuk mengontrol porositas, jumlah gugus silanol (keasaman), dan struktur guna serta

Page 13: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

13

penambahan senyawa aktif mendapatkan produk yang pemanfaatan-nya maksimal.

3. Modifikasi permukaan silika gel

Modifikasi permukaan silika gel melalui berbagai cara, sebagai mana telah disebutkan di atas, dapat memperluas aplikasi produk silika yang dihasilkan.. Pada umumnya, proses modifikasi berhu-bungan dengan keseluruhan proses yang bertujuan untuk mengubah komposisi kimia dan sifat permukaan. Modifikasi akan mempengaruhi secara signifikan sifat permukaan dan pemanfaatannya. Modifikasi lebih banyak dilakukan pada permukaan silika gel dibandingkan pada permukaan organik karena silika gel mempunyai banyak kelebihan yakni: (a) dapat diikatkan dengan berbagai macam organosilan, sehingga dapat diimobilisasikan dengan berbagai jenis gugus fungsional (b) gugus fungsional yang diimobilisasikan lebih mudah bereaksi, (c) tidak reaktif terhadap pelarut organik dan (d) tahan panas.

Secara umum, modifikasi permukaan silika gel dapat dibedakan menjadi 2 jenis menurut senyawa yang digunakan yaitu: fungsio-nalisasi organik dimana agen pemodifikasi berupa gugus organik dan fungsionalisasi anorganik yang mana gugus pemodifikasi dapat berupa senyawa organometalik atau oksida logam (Jal dkk., 2004). Agen pemodifikasi dapat berinteraksi dengan silika gel melalui interaksi fisik dan kimia.

3.1 Modifikasi secara fisik

Pengikatan secara fisik senyawa yang memiliki gugus fungsional pada silika gel dapat terjadi melalui impregnasi. Pada teknik ini antara molekul pemodifikasi dan permukaan silika gel hanya melibatkan interaksi fisika (Filho dkk., 1995). Keuntungan modifikasi secara fisik terletak pada kemudahan preparasi, namun jika molekul pemodifikasi yang digunakan larut dalam pelarut air, sedangkan penggunaan (misal proses adsorpsi) dilakukan dalam medium air, maka impregnasi bukanlah cara yang cocok, sehingga fungsionalisasi melalui ikatan kimia adalah cara yang tepat.

Page 14: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

14

3.2 Modifikasi secara kimia

Modifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu melalui pengikatan senyawa pemodifikasi (grafting), proses sol-gel dan enkapsulasi.

3.2.1 Teknik grafting

Teknik konvensional untuk memodifikasi permukaan silika secara kimia dilakukan dengan mengembangkan reaksi antara gugus silanol dengan reagen silan yang berfungsi sebagai prekursor untuk imobilisasi molekul pemodifikasi (umumnya senyawa organik). Gugus fungsional yang diimobilisasikan melalui reaksi dalam pelarut air antara lain sulfonat dan merkaptobenzimidazol (Nuryono dkk., 2008). Dalam proses itu, senyawa aktif yang memiliki gugus amin diikatkan pada permukaan silika gel yang telah mengandung penghubung epoksi dari senyawa γ-glisidoksipropiltrimetoksisilan (GPS). Adsorben yang diperoleh telah meningkatkan kapasitas adsorpsi Cd(II), Ni(II), dan Mg(II). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa imobilisasi melalui reaksi heterogen meningkatkan kestabilan gugus aktif tetapi reaksi berlangsung lambat dan hanya sedikit senyawa yang terimobilisasi

Pengikatan senyawa penghubung 3-merkapto-propiltrimetoksi-silan (mps) pada silika gel kemudian diikuti dengan etilenimin (etn) dapat menghasilkan padatan terimobilisasi yang stabil dan mampu mengekstraksi Cu2+ pada medium air. Eter-mahkota 15crown5 dan 18crown6 telah dimodifikasi pada permukaan silika gel untuk pengisi kolom kromatografi ion pada pemisahan beberapa logam alkali dan alkali tanah (Nuryono, 2001).

Untuk pemisahan senyawa organik berdasarkan kepolaran, silika gel dapat dimodifikasikan dengan gugus alkil rantai panjang (misalnya Si-C18). Salah satu manfaat material ini adalah untuk pengisi kolom HPLC (High performance liquid chromatography) dan telah diguna-kan untuk analisis zearalenon (salah satu jenis mikotoksin) dalam sampel pangan berbasis jagung di Indonesia (Nuryono dkk., 2005).

Dari penelitian-penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa modifikasi silika gel dengan menggunakan senyawa penghubung diikuti dengan pengikatan suatu senyawa organik akan

Page 15: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

15

menghasilkan material yang stabil terhadap panas, stabil terhadap pelarut organik, dan dapat mengikat berbagai ion logam. Meskipun demikian, masalah yang dihadapi saat ini adalah bagaimana meningkatkan jumlah gugus aktif yang dapat terimobilisasi pada permukaan silika dan mendapatkan teknik modifikasi yang lebih sederhana.

3.2.2 Modifikasi secara kimia melalui proses sol-gel

Proses sol-gel telah banyak dikembangkan untuk memodifikasi silika gel menghasilkan hibrida, yaitu kombinasi oksida anorganik (terutama silika) dengan alkoksisilan. Modifikasi silika gel dengan ethilendiamin dari prekursor TEOS melalui proses sol-gel dapat digunakan sebagai adsorben untuk adsorpsi ion logam Cu(II), Hg(II) dan Co(II). Modifikasi silika hasil dari pengolahan ASP dengan gugus sulfonat, yang memiliki sifat penukar kation, dilaporkan mampu meningkatkan kemampuan adsorpsi ion Ca(II), Pb(II) dan Ag(I) (Nuryono dkk., 2009).

Dari beberapa teknik modifikasi silika gel yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa modifikasi melalui proses sol-gel lebih sederhana dan cepat karena reaksi pengikatan berlangsung bersa-maan dengan proses pembentukan padatan, sehingga jumlah gugus aktif yang terimobilisasi menjadi lebih banyak. Teknologi sol-gel merupakan salah satu solusi atas permasalahan yang disebutkan di atas. Tantangan ke depan dalam proses sol-gel adalah bagaimana meningkatkan kinerja produk, misalnya melalui penambahan surfak-tan/tempate atau pencetakan (imprinting) molekular atau ionik, agar diperoleh produk yang sesuai dengan kegunaan dan yang dikehendaki.

3.3 Enkapsulasi

Kemampuan untuk menghasilkan silika gel pada temperatur ruang dan lingkungan berair membuka kemungkinan bagi proses sol-gel untuk digunakan dalam enkapsulasi biomolekul. Dalam proses ini biomolekul terkurung dalam kerangka silika sehingga menjadi lebih stabil dan mobilitas terbatas. Dunn dkk. (1996) mengembangkan modifikasi proses sol-gel melalui dua tahap yang sesuai untuk kondisi

Page 16: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

16

enkapsulasi biomolekul dalam matriks silika gel. Tahap pertama adalah menghidrolisis TMOS pada kondisi asam untuk menghidrolisis gugus alkoksida. Biomolekul dilarutkan dalam larutan buffer tertentu pada pH 7 dan ditambahkan dalam larutan hasil hidrolisis tersebut. Kondensasi akan terjadi dengan cepat dan jaringan silika akan terbentuk di sekitar biomolekul yang terjebak di dalam pori-pori gel. Semua proses ini terjadi pada temperatur ruang dalam beberapa menit dan sebagian besar protein tidak terdenaturasi.

Padatan pengemban dengan reseptor biologi yang terimobilisasi di dalamnya telah diaplikasikan pada berbagai bidang kromatografi, reaktor enzim, dan biosensor. Salah satu aspek yang menantang adalah imobilisasi dan integrasi biomolekul pada matriks pengemban dengan tetap mempertahankan fungsi biomolekul. Berbagai teknik imobilisasi telah dilakukan antara lain, adsorpsi fisik, pengikatan kovalen, penjebakan (entrapment) dan enkapsulasi pada matriks polimer dan matriks anorganik. Tujuannya adalah untuk menghasilkan teknik imobilisasi dengan produk yang banyak, reprodusibel dan kuat.

Dari hasil penelitian yang laporkan oleh Gill dan Ballesteros (2000) disimpulkan bahwa beberapa sifat atau fitur unik yang dimiliki oleh produk dari bioenkapsulasi sol-gel adalah memiliki ketahanan mekanik dan termal serta porositas yang tinggi. Porositas produk dapat dikontrol dengan membuat perbandingan dan pemilihan prekursor, modifikasi dan kondisi polimerisasi. Biomolekul yang terkurung dalam sol-gel secara permanen, tidak mudah terdenaturasi dan dapat disimpan lebih lama.

Berikut ini beberapa contoh senyawa biomolekul yang telah berhasil dienkapsulasi dalam silika gel. Gill dan Ballesteros (2000) melaporkan bahwa antibodi katalitik, DNA, RNA, antigen, bakteri, jamur, tanaman, sel hewan dan protozoa telah dienkapsulasikan dalam silika. Enkapsulasi tersebut memungkinkan untuk diaplikasikan sebagai sensor optik dan elektrokimia, alat diagnosa, dan katalis.

Escherichia Coli telah dienkapsulasi pada silika gel dengan menggunakan dua jenis prekursor yaitu TMOS dan natrium silikat. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan prekursor natrium silikat lebih baik dibandingkan alkoksida karena dengan prekursor natrium silikat tidak terbentuk hasil samping berupa alkohol yang

Page 17: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

17

dapat mendenaturasi protein dalam matriks silika. Limbah ASP yang merupakan sumber silika memiliki prospek yang menjanjikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuat prekursor. Setelah didestruksi dengan natrium hidroksida dan dilarutkan dalam air ASP dapat menghasilkan larutan dengan komposisi utama natrium silikat

Enkapsulasi enzim HRP-GOx (horseradish peroxidase-glucose oxidase) pada silika gel dengan prekursor larutan natrium silikat dari ASP mengakibatkan aktivitas enzim turun sampai 51% tetapi stabilitas terhadap perubahan pH dan temperatur semakin tinggi. Hasil penggunaan ulang menunjukkan bahwa enzim terenkapsulasi yang disintesis dapat digunakan untuk analisis kadar gula dalam serum secara berulang dan masih dapat digunakan selama 23 hari (Nuryono dkk., 2008). Enkapsulasi enzim glukosa oksidase (GOx) dapat untuk analisis klinis dalam mendiagnosis diabetes, bioteknologi dan industri makanan. Penggunaan enzim dehidrogenase laktat sebagai katalis tidak hanya dalam tubuh saja, tetapi juga dapat diaplikasikan untuk deteksi biosensor. Penentuan L-laktat terus berkembang khususnya dalam bidang kimia klinis, perusahaan susu, industri anggur, biteknologi, atau obat-obatan. Secara umum darah yang mengandung laktat dapat mengindikasikan adanya beberapa penyakit, seperti shock, penyakit jantung dan hati, diabetes dan pernafasan yang tidak normal.

Enkapsulasi antibodi dalam silika gel mampu meningkatkan stabilitas antibodi dan digunakan secara berulang kali. Sebagai contoh antibodi aflatoksin B1 (AFB1). Antibodi ini diperoleh dari isolasi dalam serum kelinci yang telah diimunisasi AFB1 sebelumnya. AFB1 adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur seperti Aspergillus Flavus yang tumbuh dalam berbagai komoditas pertanian (misalnya kacang tanah dan jagung). Silika gel yang terenkapsulasi antibodi AFB1 dapat mengadsorpsi secara selektif sehingga dapat digunakan untuk pengisi kolom pada prekonsentrasi atau pemisahan pada tahap preparasi sebelum analisis AFB1 dalam berbagai produk pangan/pakan..

Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa teknologi bio-material berbasis silika semakin berkembang secara luas baik dari sisi teknologi pembuatan maupun aplikasinya. Dengan pengembangan jenis prekursor dalam proses sol-gel, nanoteknologi, dan metode

Page 18: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

18

enkapsulasi, maka dalam waktu dekat mendatang akan terjadi revolusi bioimobilisasi.

Penutup

Dari uraian singkat di atas ke depan masih banyak peluang untuk mengembangkan desain material berbasis silika agar didapatkan bahan baru yang memiliki nilai ekonomi dan teknologi lebih tinggi dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal yang ada. Tahapan proses desain material mulai dari pengolahan bahan dasar kaya silika menjadi prekursor, proses sol-gel untuk mendapatkan silika gel atau melalui nanoteknologi, tahap modifikasi dan / atau enkapsulasi masih merupakan topik penelitian yang terbuka luas dan menjadi tantangan bagi para peneliti, di mana konsep kimia memiliki peranan penting untuk mendesain produk material baru yang lebih berdaya guna seperti di bidang bioteknologi, mikroelektronika, dan nanoteknologi. Pengembangan teknologi material ini penting bagi Indonesia dalam rangka mengangkat sumber daya alam lokal ke tingkat internasional.

Page 19: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

19

Daftar Pustaka Anonim, 2008, SSttuuddeenntt MMaannuuaall:: AAssbbeessttooss AAnndd OOtthheerr FFiibbrreess,, Gully

Howard Technical Ltd and BP International Limited Anonim, 2010, Sinar Indonesia Baru, 3 Maret 2010 Blatt, H. and Robert J. Tracy, 1996, Petrology, Freeman Brinker, C.J., and Scherer, W.J., 1990, Sol-Gel Science : The Physics

and Chemistry of Sol-Gel Processing, Academic Press, San Diego

Doll and Peto (1985): Asbestos; Effects on health of exposure to asbestos. Health and Safety Commission 1985

Dunn, B., Miller, J.M, Dave, B.C., Valentine, J.S., and Zink, J.I., 1996, Strategies of Encapsulating Biomolecules in Sol-Gel Matrices, Acta mater., 46, pp. 737-741

Filho, N.L.D., Gushikem, Y., and Polito, W.L., 1995, 2-Merkaptoben-zotiazole Clays as Matriks for Sorption and Preconcentration of Some Heavy Metal from Aqueous Solution, Anal. Chim, Acta, 306,.

Gill, I., and Ballesteros, A., 2000, Bioencapsulation Within Synthetic Polymers (Part1); Sol-gel Encapsulated Biologicals, Tibtech, 18.

Greenwood, N. N.; and Earnshaw, A. (1984), Chemistry of the Elements, Oxford: Pergamon, pp. 393–99

Holleman, A. F.and Wiberg, E. (2001), Inorganic Chemistry, San Diego: Academic Press.

Jal, P.K., Patel, S., and Mirsha, B.K, 2004, Chemical Modification of Silika by Immobilization of Functional Groups for Extractive Concentration of Metal Ions, Talanta, 62, 1005-1028

Lee, P.N (2000) Relation between exposure to asbestos and smoking jointly and the risk of lung cancer: Occupational Environmental Medicine 2001; pg58 November 2000

Matijevic, Egon. (1986). "Monodispersed colloids: art and science". Langmuir 2: 12.

Mazumder, B., 2000, Silikon and Its Compounds, Science Publishers, Inc., New Hamphire, USA

Narsito, Nuryono, dan Suyanta, 2004, Kinetika Adsorpsi Zn(II) dan Cd(II) pada Silika Gel Termodifikasi Hasil Pengolahan Abu

Page 20: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

20

Sekam Padi, Laporan Penelitian Dasar, Lembaga Penelitian UGM.

Nuryono, 2001, Sintesis Silika Termodifikasi Eter-Mahkota 15C5 dan 18C6 sebagai Fasa Diam pada Kromatografi Ion, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kimia IX, Kimia Anorganik dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta, 21 Mei.

Nuryono, Noviandi, C.T., Boehm, J., and Razzazi-Fazeli E., 2005, A Limited Survey of Zearalenone in Indonesian Maize-based Food and Feed by ELISA and High Performance Liquid Chromatography, Food Control, 16, 65-71

Nuryono, Narsito, and Endang Astuti, Encapsulation of Horseradish Peroxidase-Glucose Oxidase (Hrp-Gox) in Silika Aquagel Synthesized from Rice Hull Ash for Enzymatic Reaction of Glucose, Indo. J. Chem., 2008, 8 (2), 169 - 176

Nuryono, F. Nuzula, dan Narsito, 2008, Adsorpsi Cd(II), Ni(II) dan Mg(II) pada Silica Gel yang Terimobilisasi dengan 2-Merkaptobenzimidazol, Alchemy, 7(1), 1-8

Nuryono, and Narsito, 2009, Adsorption of calcium(II), lead(II) and silver(I) on sulfonato-silica hybrid prepared from rice hull ash, Presented orally at the International Conference on Solution Chemistry (ICSC), 21 -25 August 2009 in Innsbruck, Austria

Oscik, J., 1982, Adsorption, Ellis Horwood Limited, England Priyosulistyo, HRC., Sudarmoko, Bambang Supriyadi, Bambang

Suhendro, dan P. Sumardi, 1999, Pemanfaatan Limbah Abu Sekam Padi Untuk Peningkatan Mutu Beton, Laporan Penelitian Hibah Bersaing VI/2, Lembaga Penelitian UGM.

Tsapatsis, M., (Principle Investigator), 2008, A New Concept for the Fabricationof Hydrogen Selective Silica Membranes, Project Facts, U.S Department of Energy Office and Fossil Energy, National Energy Technology Laboratory

White., H.M., 2005, Geochemistry, John-Hopkins Univesity Press Wijaya, K., 2010, Nanomaterial Berlapis dan Berpori: Sintesis,

Karakterisasi dan Peranannya Sebagai Material Multi Fungsi, Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM, 10 Februari 2010

Page 21: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Rer.nat. Nuryono m.s

21