Sistem Reproduksi
PEMERIKSAAN FISIK THORAX DASAR
A. TEMA
Pemeriksaan Fisik Umum Paru dan JantungB. TUJUAN
PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan pemeriksaan fisik paru dan jantung dasar dengan
benar. 2. Tujuan instruksional khusus
a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik paru dan jantung
secara umum dengan benar.
b. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi paru dan jantung secara
umum dengan benar.
c. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi paru dan jantung
secara umum dengan benar
d. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi paru dan jantung secara
umum dengan benar.
e. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi paru dan jantung
secara umum dengan benar.
C. ALAT DAN BAHAN1. Bed Periksa2. Meja dan kursi periksa3.
StetoskopD. SKENARIO
Sesak NafasBu Vivi 47 tahun, datang ke UGD RS Abdul Moeloek
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas tersebut dirasakan sejak
pagi hari dan tidak bertambah berat saat beraktivitas. Nafas
berbunyi ngik dan reda sejenak saat menggunakan obat inhaler. 5
hari sebelumnya bu Vivi menderita batuk pilek yang tidak diobati
dengan tuntas karena hanya membeli obat diwarung. Sejak kecil bu
Vivi sering menderita penyakit yang sama namun frekuensi
kekambuhannya semakin jarang seiring bertambahnya usia.
E. DASAR TEORI1. JANTUNGLetak topografi jantung adalah 2/3
bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan
diagfragma. Sisi kanan dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi
kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya oleh atrium
kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang
jantung. Di bagian atas terdapat vena kava superior, aorta
asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri dan kanan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan
berupa garis-garis imaginer dan titik-titik tertentu.
a. Garis-garis patokan adalah sebagai berikut :1. Garis mid
sternal, yaitu garis vertikal yang ditarik mulai dari pertengahan
supra sternal sampai processus xypoideus.
2. Garis sternal adalah garis vertikal yang melalui titik-titik
batas antara sternum dengan tulang rawan iga dari atas ke bawah dan
didapatkan kiri dan kanan.
3. Garis midclavicular vertikal didapat kiri dan kanan.
Mula-mula diraba keseluruhan tulang clavikula. Kemudian ditentukan
titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati
papila mammae.
4. Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis
midclavikula yang ditarik dari titik tengah antara garis
midclavikula dengan garis sternal.
5. Garis aksila anterior adalah garis vertikal yang ditarik
melalui tepi lipatan ketiak anterior ke arah caudal.
6. Garis aksila posterior adalah garis vertikal yang ditarik
melalui tepi ketiak posterior ke arah caudal.
7. Garis mid aksila adalah garis vertikal di tengah antara garis
aksila anterior dan garis aksila posterior (puncak aksila).
Gambar. Garis-garis imaginer patokan pemeriksaan jantungb. Titik
Patokan :
1. Angulus Ludovici adalah perbatasan antara manubrium sterni
dan corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan
perlengketan antara tulang iga II dengan sternum. Titik ini dipakai
juga sebagai patokan dalam mengukur vena jugularis eksterna.
2. Area apeks : terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial
dari garis midclavikula kiri. Titik ini merupakan titik lokasi
untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup
mitral paling optimal terdengar di titik tersebut.
3. Area trikuspid : terletak di sela iga IV-V sternal kiiri dan
sela iga IV-V sternal kanan. Titik ini merupakan titik lokasi untuk
auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal paling
optimal terdengar di titik tersebut.
4. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan
titik auskultasi optimal untuk mendengarkan bunyi jantung katup
pulmonal.
5. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan
merupakan titik auskultasi optimal untuk bunyi jantung aorta.
2. PARUSuara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir
dalam saluran napas yang menimbulkan pusaran & benturan aliran
udara pada saat menumbuk percabangan bronkus. Pusaran dan benturan
aliran udara tersebut akan menghasilkan getaran suara yang akan
dihantarkan melalui lumen bronkus & dd bronkus. Alveoli
merupakan selective transmitter yang akan menahan getaran sampai
frekuensi 100-150 cycle/detik.Pada alveoli sakit, kemampuan
selective transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan
menyebabkan frekuensi suara napas meningkat.Suara napas dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Suara napas dasar :
a. Vesikuler
b. Bronkovesikuler c. Bronkiald. Trakeal2. Suara napas
tambahana. Ronki basah (halus, sedang, kasar)
b. Ronki kering
c. wheezing
Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal, biasanya
ditemukan pada paru bagian bawah. Bunyi vesikuler merupakan nada
rendah, dan terdengar sepanjang fase inspirasi. Pada fase
ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah, lebih pendek, dan
dengan nada lebih rendah daripada fase inspirasi. Suara Napas
Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang terdengar pada
daerah paru dekat bronkus. Sifat suaranya diantara suara napas
vesikuler & Bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara
ini terdengar jelas seluruhnya dengan nada sedang.
Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal yang terdengar
diatas manubrium. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase
inspirasi dengan nada tinggi. Saat ekspirasi nada terdengar lebih
tinggi, bunyi ini terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras,
dan lebih lama. Suara Napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di
daerah Trakea. Suara ini terdengar sangat keras, nada tinggi,
dengan kualitas distinct harsh hollow. Komponen inspirasi &
ekspirasi sama, ada jeda diantaranya.
Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis
karena suara ini tidak terdengar pada paru yang sehat. Pada
penyakit paru, dapat menyebabkan kelainan: perubahan pada bentuk
dan ukuran toraks, distensibilitas/pergerakan pernapasan dan sifat
penghantaran getaran
Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas
dan timbre. Nada ditentukan oleh frekuensi dan panjang/lebarnya
penampang tabung. Frekuensi yang rendah akan menghasilkan nada
rendah dan frekuensi tinggi akan menghasilkan nada tinggi. Panjang
dan lebar penampang tabung mempengaruhi kualitas suara yang
dihasilkan. Semakin pendek dan kecil penampang, maka nada yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara dipengaruhi energi
dan frekuensi suara. Intensitas suara akan berubah bila melalui
medium yang berbeda, misalnya, perubahan medium suara dari lumen
bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah sifat/kualitas suara.
Timbre suara tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan
overtone. Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara
bernapas, berbicara dan berbisik.
Pada pemeriksaan Thorax diterapkan urutan sebagai berikut :
1. Inspeksi yaitu memperhatikan
2. Palpasi yaitu meraba
3. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk dinding dada
4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan
paru dengan menggunakan stetoskop.
Stetoskop mempunyai dua jenis sisi pendengar, yaitu :
Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi,
seperti bunyi jantung I dan II
Bel untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya
bunyi jantung III.
F. PROSEDUR1. Profesionalisme a) Membina sambung rasa, senyum,
salam, sapa
b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan
c) Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya
(baju). Mintalah pasien untuk ditemani anggota keluarganya kalau
khawatir / merasa tidak nyaman
Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk
menampilkan daerah dada saat pemeriksaan. Untuk pasien perempuan
pakaian diposisikan untuk menutupi daerah payudara. (informed
consent) Pemeriksaan dilakukan pada posisi sebelah kanan pasien/
tempat tidur.d) Cuci Tangan WHO 2. General Assesment
Inspeksi/perhatikanlah :
Ekspresi wajah pasien ( tampak sesak/ tidak, nafas cuping
hidung, tampak capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak,
sianosis dan edema. Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa
saat istirahat 14-20 kali permenit. Bentuk & ukuran toraks
(simetris/ tidak, normochest, barrel chest dan pigeon chest/ pectus
carinatum, pectus excavatum) Pergerakan pernapasan (simetris, salah
satu bagian tertinggal/ tidak) Adanya kontraksi otot-otot
pernafasan tambahan.3. Dada Posterior
Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks, tangan
menyilang di depan dada menyentuh bahu kiri dan kanan serta
pemeriksa memposisikan diri di belakang pasien.
Inspeksi : perhatikanlah dinding dada posterior bentuk dan
apakah ada kelainan, deformitas, asimetris, tanda penting seperti
adanya massa ataupun tanda peradangan. Palpasi :
Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
Palpasi ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada
posterior
Nilai adanya kelainan; tumor, massa, daerah peradangan
Nilai simetrisitas dan ekspansi dada dengan cara letakkan kedua
tangan pada dada posterior dengan kedua ibu jari bertemu di
vertebrae thoracal VII, kemudian mintalah pasien inspirasi maksimal
diikuti dengan ekspirasi maksimal. perhatikan perbedaan jarak antar
kedua ibu jari pemeriksa.
Gambar. Palpasi untuk menilai ekspansi dinding dada Menilai
fremitus taktil, dengan menempelkan telapak tangan dan jari-jari
tangan pada dinding dada kemudian pasien disuruh untuk mengucapkan
kata-kata seperti tujuh tujuh atau Sembilan puluh Sembilan dengan
nada sedang. Bandinkan getaran yang timbul antara hemithorak kiri
dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa
secara bergantian.
Gambar. Palpasi menilai fremutis taktil (kiri). Lokasi
pemeriksaan fremitus taktil (kanan) Perkusi
Perkusilah dinding dada posterior kiri dan kanan Cara perkusi
baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai (jangan
melakukan perkusi pada daerah scapula), yaitu dengan cara:
Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter),
tekan dengan lembut pada sendi interphalang distal permukaan yang
akan diperkusi. Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari
tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5
tidak menyentuh dada.
Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari
tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.
Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan,
ketuk jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah tangan
kanan. ketukan dilakukan dengan cepat untuk menghindari pengurangan
vibrasi. Cukup 2 kali ketukan
\
Gambar. Cara Perkusi ThoraksHasil perkusi sebagai berikut:
Auskultasi
Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang
suara yang dapat mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan
stetoskop dengan kulit/rambut/pakaian, kontraksi otot. Perlu banyak
latihan agar kemampuan auskultasi menjadi handal. Ambil dan
Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar
dengan arah kanal auditoris eksternal
Lakukan auskultasi dengan meminta pasien inspirasi dan
ekspirasi.
Gambar. Lokasi auskultasi dada posterior.
Pemeriksa membandingkan auskultasi kiri dan kanan dari atas ke
bawah.4. Dada Anterior
Inspeksi
Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada
di depan pasien
Amati ada tidaknya kelainan bentuk dada, gerakan pernafasan,
pulsasi di area apeks jantung. Palpasi
Posisikan penderita berbaring telentang 30 derajat dengan
mengelevasi ujung tempat tidur (Mintalah pasien berbaring supine
dengan kedua tangan sedikit abduksi, pastikan baju menutupi daerah
payudara kanan untuk pemeriksaan dinding dada kiri dan sebaliknya
secara bergantian untuk pasien wanita).
Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada seperti
sebelumnya
Letakkan jari 2 dan 3 pada leher meraba pulsasi/ denyut arteri
karotis untuk melihat ejeksi ventrikel kiri Gunakan ujung permukaan
bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung (Teraba sebagai
pulsasi/ ictus cordis yang berukuran kira-kira setengah mata uang
logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri).
Gambar. Cara Palpasi apeks Jantung Perkusi
Lakukan perkusi dinding dada depan kiri dan kanan Lakukan
perkusi daerah jantung. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas
jantung, pinggang jantung dan countur jantung.
Batas Jantung Kanan. Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik
tengah garis midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan
sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik
tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara normal yang didapat
adalah bunyi sonor yang berasal dari paru. Perkusi diteruskan
sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan. Bunyi
redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak
hati ini ditutupi oleh diagfragma dan masih ada jaringan paru di
atas jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara
masa padat dan sedikit udara dari paru. Setelah didapat titik batas
sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial. Pada titik yang baru
ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan
dengan arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan
perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke
redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah
pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini selanjutnya
dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak, yang merupakan batas
absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.
Batas Jantung Kiri Mula-mula ditentukan garis aksila anterior
kiri. Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis
aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari
kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke
timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela
iga VIII kiri. Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial
dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul
perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif
jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis
midclavicular kiri. Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi
perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut
jantung kiri. Batas Jantung Atas Tentukan garis sternal kiri lebih
dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar iga
ke arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
Normal adalah sela iga II kiri.
Gambar. Perkusi Jantung
Auskultasi
Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada, gunakan
diafragma
Auskultasi dinding dada depan dengan meminta pasien inspirasi
dan ekspirasi setiap pemeriksaan pada 4 lokasi suara napas
dasar.
Gambar. Lokasi auskultasi paru dada anterior.
Auskultasi jantung boleh mulai dari apeks atau basal. Gunakan
sisi diafragma untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II (sisi bel
untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah, misalnya bunyi
jantung III). Ada beberapa posisi untuk auskultasi jantung,
yaitu:
1. Telentang
2. Dekubitus lateral kiri
3. Duduk tegak lurus
4. Duduk membungkuk ke depan
. Gambar. Posisi auskultasi jantung
Lokasi titik pemeriksaan auskultasi jantung adalah :
Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
mitral
Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk
mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal
dari katup pulmonal.
Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari
katup aorta.
Tentukan bunyi jantung, fase, irama dan frekuensinya. Bunyi
jantung normal terdiri atas bunyi jantung I dan bunyi jantung II.
Untuk menentukan yang mana bunyi jantung I adalah dengan cara
1. Raba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis,
dimana bunyi jantung I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri
tersebut atau dengan denyut iktus kordis.
2. Fase antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II disebut fase
sistolik, sedangkan fase antara bunyi jantung II dan bunyi jantung
I disebut fase diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada fase
diastolic.
3. Irama Jantung, normalnya adalah reguler, dengan denyut
jantung berkisar antara 60-100 menit.
Gambar. Daerah auskultasi jantungG. DAFTAR PUSTAKA1. Guyton and
Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,
2. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi
16,McGraw Hill, Part 14,2067 2231
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam.
Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI. Jakarta
4. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran, edisi 6, EGC, Jakarta. 5. Swartz: Textbook of Physical
Diagnosis. History and Examination. 5e www.studentconsult.com
didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S16.
Szilagy, PG. 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw
Hill , Chapter 5: 155-208
CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK THORAX DASAR
NoAspek NilaiFeedback
012
INTERPERSONAL
1Membina sambung rasa
Senyum, Salam, Sapa memperkenalkan diri
2Jelaskan tujuan pemeriksaan
3Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju).
Mintalah pasien untuk ditemani anggota keluarganya kalau khawatir /
merasa tidak nyaman
4Cuci tangan WHO
CONTENT
5General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Dada Posterior
6Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan
memposisikan diri di belakang pasien
7Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil)
8Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
9Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau adanya
kelainan)
10Lakukan palpasi ekspansi dinding dada
11Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi
12Perkusi dinding dada belakang, dengan cara perkusi:
Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari
fleksimeter) , tekan dengan lembut pada sendi interphalang distal
permukaan yang akan diperkusi.
13 Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan,
karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak
menyentuh dada.
14 Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan
jari tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.
15 Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan
tangan, ketuk jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah
tangan kanan. ketukan dilakukan dengan cepat untuk menghindari
pengurangan fibrasi
16Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian diafragma, lakukan
auskultasi.
17Minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap titik
pemeriksaan
Pemeriksaan Dada Anterior
18Pindahlah ke posisi berhadapan dengan pasien
19Lakukan inspeksi dada depan
20Mintalah pasien berbaring telentang elevasi 30 derajat
21Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
22Lakukan penilaian ekspansi dada seperti sebelumnya
23Minta pasien inspirasi dan ekspirasi
24Raba apeks jantung dengan menggunakan ujung permukaan bawah
ujung jari, tentukan ukuran dan lokasinya.
25Lakukan perkusi dinding dada depan
26Lakukan perkusi daerah jantung
Tentukan batas jantung kanan
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis
midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar
dengan iga.
27 Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari
cranial ke arah caudal. (Suara normal yang didapat adalah bunyi
sonor yang berasal dari paru).
28 Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada
sela iga VI kanan.
29 Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari
kearah cranial.
30 Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan
dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap
iga.
31 Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan
dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap
iga.
32 Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari
perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif
kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan.
33 Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai
mendapat suara pekak, yang merupakan batas absolut jantung kanan,
biasanya pada garis midsternal.
34Tentukan batas jantung kiri
Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari
tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan
arah jari sejajar dengan iga.
35 Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi
dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung,
biasanya pada sela iga VIII kiri.
36 Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi
jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara
dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung paru.
Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri
37 Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara
dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri.
38Tentukan batas jantung atas
Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu.
39 Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar iga ke
arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
Normal adalah sela iga II kiri.
40Lakukan auskultasi dinding dada depan sesuai 4 lokasi suara
napas dasar:
Suara napas trakeal
41Suara napas bronkial
42Suara napas bronkovesikuler
43Suara napas vesikuler
44Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik
pemeriksaan
45Dengarkanlah suara nafas di setiap titik pemeriksaan
46Gunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II
(Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi
rendah, misalnya bunyi jantung III).
Lokasi titik pemeriksaan auskultasi
47Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
mitral
48Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk
mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
49Sela iga II linea parasternal kiri untuk mendengarkan bunyi
jantung yang berasal dari katup pulmonal.
50Sela iga II linea parasternal kanan untuk mendengarkan bunyi
yang berasal dari katup aorta.
PROFESIONALISME
51Melakukan dengan penuh percaya diri
52Melakukan dengan kesalahan minimal
53Cuci tangan WHO
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% =
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN DASAR
A. TEMAPemeriksaan fisik regio abdomen : inspeksi, auskultasi,
perkusi, palpasi
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen secara umum
meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi
2. Tujuan Instruksional Khusus:
a. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan dan melihat langsung
keadaan regio abdomen yang tampak dari luar
b. Mahasiswa mampu melakukan auskultasi dengan alat stetoskop
pada regio abdomen dengan benar
c. Mahasiswa mampu melakukan perkusi pada regio abomen dengan
benar
d. Mahasiswa mampu melakukan palpasi regular pada regio abdomen
dengan benar
e. Mahasiswa mampu melakukan palpasi mendalam pada regio abdomen
dengan benar
C. ALAT DAN BAHAN
1. Tempat tidur
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop
D. SKENARIO
PERUT KEMBUNG
Perempuan usia 23 tahun dibawa kepada anda dengan keluhan nyeri
ulu hati disertai perut kembung, mual, disertai sulit buang air
besar. Keluhan disertai pusing dan demam sejak 4 hari yang lalu.
Pasien tidak mau makan dan hanya mau minum saja sedikit-sedikit.
Anda menduga pasien ini terserang penyakit tifoid.
E. DASAR TEORI
Pemeriksaan abdomen pertama kali dilakukan dengan membagi
abdomen menjadi 9 bagian, yaitu hipokondrium dekstra, epigastrium,
hipokondrium sinistra, lumbal dekstra, umbilikalis, lumbal
sinistra, iliaka dekstra, hipogastium, iliaka sinistra.
Gambar. regio abdomen
Letak organ visera abdomen
1. Regio hipokondrium dekstra : Hepar lobus dekstra
2. Regio epigastrium : hepar lobus sinistra, gaster pars
pilorus, duodenum pars superior, vesika felea, colon
transversum,
3. Regio hipokondrium sinistra : gaster pars kardia, fundus dan
korpus, lien
4. Regio lumbal dekstra : ren dekstra,colon ascendens
5. Regio umbilikalis : duodenum pars inferior, jejunum
6. Regio lumbal sinistra : ren sinistra, colon descendens
7. Regio iliaka dekstra : colon ascendens, caecum, apendiks
8. Regio hipogastrika / suprapubik : ileum, colon sigmoid,
vesika urinaria
9. Region iliaka sinistra : ileum, colon descendens
Untuk kepentingan medis dan praktis pemeriksaan abdomen dapat
dibagi menjadi 4 regio. Region tersebut adalah kanan atas, kiri
atas, kanan bawah dan kiri bawah.
Gambar. 4 regio abdomen
Pasien dalam keadaan berbaring telentang. Kedua tangan sebaiknya
hangat, menggunakan diafragma stetoskop yang hangat, pencahayaan
yang baik dan mengetahui pemaparan dinding abdomen. Pemeriksaan
dilakukan dari sisi kanan pasien. Mulailah melakukan pemeriksaan
abdomen dengan cara inspeksi, diikuti oleh auskultasi, perkusi dan
terakhir palpasi.Petunjuk permukaan yang vital meliputi tepi cota,
processus xiphoideus, dan crista iliaca. Titik tertinggi crista
iliaca terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke 4, 2-8 cm sebelah
kaudal ujung costa ke 12. Yang juga merupakan kunci adalah (a)
Spina iliaca anterior superior (SIAS), (b) crista pubica menetapkan
inferior tepi tulang abdomen dan tuberculum pubica menetapkan
inferior tepi tulang pelvis. Ligamentum inguinal membagi abdomen
dari pangkal paha. Titik kunci anatomi visceral adalah: Tepi atas
hepar terletak dibawah costa 7-11 pada kuadran kanan atas, menikung
ke garis tengah, dan berlanjut ke titik dekat puting kiri. Tepi
bawah hepar yang tajam mengikuti tepi costa kiri dan berakhir pada
pilorus gastrica.
Kandung empedu terletak tepi lateral rectus abdominis di bawah
tepi costa.
Pankreas terletak profunda dalam retroperitoneum di belakang
gaster dalam kuadran kiri atas. Bahkan kalau pankreas membesar,
pankreas tidak dapat dipalpasi.
Gaster terletak profunda pada kuadran kiri atas
Limpa terletak di bawah rongga costa kiri yang paralel terhadap
costa ke 9-11. Limpa tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa. Limpa
dapat dipalpasi jika membesar sampai ukuran tiga kali.
Bifurkasio aorta pada tingkat umbilcus. Bifurkasio aorta
terletak hampir anterior terhadap vertebra dan sedikit kiri
vertebra
Polus bawah setiap ginjal terletak tepat di atas bidang
transumbilikus.
Kandung kemih, kalau sangat penuh, mungkin proyeksi dari
belakang simfisis pubis dan menjadi dapat dipalpasi melalui dinding
abdomen.
InspeksiUntuk mencari gangguan abdomen yang regional atau
menyeluruh dengan memperhatikan kontur, pergerakan dan kulit.
Menilai umbilikus untuk protuberansia. Kulit abdomen diperiksa
untuk mengetahui ada tidaknya jaringan parut karena pembedahan.
Pada pasien yang kurus, dapat dilihat epigastrik atau periumbilikal
yang ditransmisikan pulsasi aorta. Observasi untuk mengetahui ada
tidaknya pergerakan peristaltik dan peningkatan peristaltik yang
sedikit redup (karena inspirasi) yang normal, serta tingginya
dinding abdomen. Kontur yang ekstrem adalah distensi yang menonjol
dan abdomen yang skafoid atau abdomen yang cekung. Umbilikus
menonjol memberi kesan tekanan intra-abdominal yang meningkat,
misalnya akibat asites.AuskultasiUntuk menentukan adanya bunyi yang
normal dan abnormal akibat motilitas intensitas, aliran vaskular,
dan pergerakan respirasi peritoneal. Bising usus biasanya dengan
mudah dinilai sebagai bunyi mendeguk yang intermiten. Terdapat
rentang normalitas yang luas dalam bising usus yang
berlebih-lebihan. Kalau tidak ada bising usus yang terdengar selama
1 menit penuh memberi kesimpulan adanya ileus.Perkusi Dilakukan
untuk menentukan posisi dan ukuran visera yang padat dan visera
yang berongga dan menilai massa. Dalam melakukan skrining, perkusi
terutama digunakan untuk memperlihatkan garis bentuk hepar dan
resonan, visera berongga yang mengandung gas yang mengisi
abdomen.
PalpasiPalpasi ringan bertujuan menilai struktur dan nyeri tekan
yang dekat pada permukaan.
Teknik :
Sebuah jari tangan ditekan ke dalam depresi umbilikal biasanya
akan menemui resistensi fasial, yang menunjukkan fasia yang
mendasari utuh. Palpasi ringan tidak menyenangkan karena mudah
geli. Palpasi yang dalam dengan tekanan yang kuat dan konstan
ditoleransi lebih baik. Massa subkutan yang tidak berbahaya seperti
lipoma ditemukan melalui palpasi ringan. Rasa geli dapat merupakan
psikologis asalnya walaupun involunter; nyeri tekan jauh lebih
sering karena organik. Tepi hepar yang dapat dipalpasi lebih dari 2
cm di bawah tepi costa kanan, tanpa adanya hiperinflasi paru,
memberi kesan hepatomegali.
Palpasi regular (lebih dalam) bertujuan menemukan informasi
mengenai ukuran organ serta adanya dan karakter kelainan, yang
termasuk massa. Temuan yang tidak berbahaya melalui palpasi abdomen
yang regular banyak dijumpai. Konsistensi abdomen yang normal
adalah lunak; usus yang mobil memberikan jalan untuk melakukan
pendorongan yang dalam. Pasien mungkin mengalami perasaan yang
tidak nyaman pada palpasi epigastrium dan kuadran kiri bawah yang
dalam, tetapi biasanya terdapat nyeri yang tidak tajam dan
terlokalisir yang diperoleh melalui manuver ini.
Hepar yang normal sering tidak dapat dipalpasi. Tepi hepar yang
normal tidak akan lebih luas dari 2 cm di bawah tepi kosta kanan.
Kalau dapat dipalpasi, tepi hepar adalah nyata, licin, lunak sampai
agak keras, dan nyeri tekan yang minimal. Limpa yang normal adalah
tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa. Ginjal yang normal jarang
dapat diraba. Polus bawah ginjal yang normal dapat memberikan ujung
yang keras dan bundar pada palpasi dalam pada panggul, terutama
kalau ginjal adalah ptotik.F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan
diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan
membebaskan daerah yang akan diperiksa dari pakaian
d. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur
pasiene. Cuci tangan WHO2. Inspeksi
a. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk
abdomennya
b. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan,
umbilikus menonjol/tidak, luka atau ciri-ciri lain
c. Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
3. Auskultasi
a. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas
letak intestinum & colon
b. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara
peristaltik, kemudian catat frekuensi bising usus4. Perkusi
a. Lakukan prosedur perkusi yang benar (ingat pemeriksaan dasar
thorax)b. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani, pekak
hepar5. Palpasi
a. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
b. Beritahu pasien bahwa mungkin palpasi ringan tidak
menyenangkan karena mudah gelic. Mula-mula lakukan palpasi ringan
tanpa tekanan dengan jari tangan pada masing-masing kuadran
d. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman
abdomen. Kalau pasien merasa tegang selama palpasi ringan, suruh
pasien untuk sedikit memfleksikan panggul dari lututnya; hal ini
mempermudah relaksasi muskulatur abdomen.
e. Mulailah dengan sentuhan yang hampir cukup kuat untuk
menanggulangi sensitivitas kulit. Gunakan permukaan telapak tangan
dengan jari-jari tangan yang berdekatan dari salah satu atau kedua
tangan, mulailah dari kuadran ke kuadran. Tekan ke bawah 1-4
cm.
f. Lakukan penilaian terhadap nyeri tekan, massa superficial,
dan hipestesia dan atau disestesia. Perhatikan wajah pasien selama
palpasi; banyak orang yang tidak mengatakan nyeri memperlihatkan
rasa tidak nyaman melalui perubahan wajah. Palpasi nyeri sering
menstimulasi buka mata yang lebar yang mengekspresikan penahanan
terhadap nyeri.
g. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan
atau adanya massa
Gambar. Palpasi ringan dan palpasi reguler abdomen
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi
16,McGraw Hill, Part 14
2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9. EGC.
Jakarta
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam.
Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI. Jakarta
4. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran
edisi 6. EGC. Jakarta.
5. Swartz, E. Textbook of Physical Diagnosis. History and
Examination. 5e www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S16.
Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination,
McGraw Hill , Chapter 5.
7. Widjaja, H, 2009. Anatomi abdomen. EGC. Jakarta.CEKLIST
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN DASAR
NoAspek NilaiFeedback
012
INTERPERSONAL
1Membina sambung rasa
Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri.
2Menjelaskan tujuan pemeriksaan.
3Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan
daerah yang akan diperiksa dari pakaian.
4Cuci tangan WHO
CONTENT
5Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur
pasien
Inspeksi
6Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk
abdomennya
7Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan,
luka atau ciri-ciri lain
8Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
Auskultasi
9Mempersiapkan stetoskop dengan membuka salah satu corongnya
sesuai tempat auskultasi
10Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas
letak intestinum & colon
11Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara
peristaltik
Perkusi
12Menekan interphalanx jari ke 3 tangan kiri ke permukaan badan
yang diperiksa tanpa ada bagian tangan lain menekan permukaan
tersebut
13Mengetuk dengan jari tengah tangan kanan
14Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah tangan
kiri
15Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada pergelangan tangan
16Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani
Palpasi
17Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
18Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari
tangan pada masing-masing kuadran
19Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman
abdomen
20Menggunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari tangan
yang berdekatan dari salah satu atau kedua tangan
21Mulailah dari kuadran ke kuadran sambil menekan ke bawah 1-4
cm
22Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau
adanya massa
PROFESIONALISME
23Melakukan dengan penuh percaya diri, minimal error
24Cuci tangan WHO
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% =
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
A. TEMA
Pemeriksaan saraf kranial
B. TUJUAN PEMBELAJARAN1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf
kranial serta mampu menjelaskan fungsi masing-masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf
kranilNoJenis KompetensiLevel Kompetensi
1assessment of sense of smell1234
2inspection of width of palpebral cleft1234
3inspection of pupils (size and shape) 1234
4pupillary reaction to light1234
5pupillary reaction of close objects1234
6assessment of extra-ocular movements1234
7assessment of diplopia1234
8assessment of nystagmus1234
9corneal reflex1234
10assessment of visual fields1234
11test visual acuity 1234
12fundoscopy assessment of pupil 1233
13assessment of facial symmetry 1234
14assessment of strength of temporal and masseter
muscles1234
15assessment of facial sensation 1234
16assessment of facial movements1234
17assessment of taste1234
18assessment of hearing (lateralization, air and bone
conduction)1234
19assessment of swallowing1234
20inspection of palate1234
21test gag reflex1234
22assessment of sternokleidomastoid and trapezius
muscles1234
23tongue, inspection at rest 1234
24tongue, inspection and assessment of motor system (e.g.
sticking out)1234
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2006)C. ALAT DAN
BAHAN
1. Meja dan kursi tempat pemeriksaan
2. Kapas3. Snellen chart4. Garpu tala 512 Hz5. Pin/jarum6. Palu
reflek7. Pipet8. Pen light9. Cairan gula, garam, cuka, dan
kina/kopi10. Kopi, teh, dan tembakau11. OfthalmoskopD.
SKENARIOSeorang laki-laki usia 47 tahun, datang diantar ke UGD oleh
keluarganya dengan keluhan lemas seluruh badan yg dirasa mendadak
setelah beraktivitas seharian. Kelemahan anggota tubuh dirasa mulai
dari anggota gerak bagian bawah menjalar keatas. Riwayat penyakit
darah tinggi disangkal. Lakukan pemeriksaan fungsi saraf cranial
pada pasien (simulasi)
E. DASAR TEORI
Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat
terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf
perifer terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual
yang lebih tinggi (termasuk tingkat kesadaran), saraf-saraf
kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi
serebelum.
Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam
blok ini adalah penilaian 12 fungsi saraf kranial
Penilaian Fungsi Saraf Kranial (Saraf Otak)
Saraf kranial merupakan saraf khusus yang keluar dari tengkorak
(cranium), dan terdiri dari 12 pasang. Beberapa saraf kranial
memiliki fungsi sensoris dan motoris umum, sementara yang lain
memiliki fungsi khusus seperti untuk penciuman, penglihatan maupun
pendengaran. Lokasi dan fungsi dari saraf-saraf kranial tersebut
dapat dilihat pada gambar 1 dan tabel 1 di bawah ini:
Gambar Bagian inferior dari otak dan saraf kranial
Tabel 1. Saraf-saraf kranial dan fungsinyaNONAMAFUNGSI
IOlfaktoriusPenciuman
IIOptikusPenglihatan
IIIOkulomotoriusKonstriksi pupil, membuka mata, pergerakan
sebagian besar otot ekstraokuler
IVTrokhlearisPergerakan bola mata ke atas dan ke bawah
VTrigeminusMotorik: Pergerakan otot temporal dan masseter, dan
pergerakan rahang ke lateral
Sensoris: Sensasi wajah, (1) N. Ophtalmikus, (2) N. Maksilaris,
(3) N. Mandibularis
VIAbdusensDeviasi lateral mata
VIIFasialisMotorik: pergerakan wajah (ekspresi, menutup mata,
menutup mulut)
Sensoris: Sensasi rasa asin, manis, asam, pahit)
VIIIAkustikus (vestibulokoklearis)Mendengar (bagian koklea),
keseimbangan (bagian vestibularis)
IXGlossofaringeusMotorik: Faring
Sensoris: bagian posterior dari membran timfani dan kanalis
auditorius, faring, dan posterior dari lidah, termasuk sensasi
rasa.
XVagusMotorik: palatum, faring dan laring
Sensoris: faring, laring
XIAssesoriusMotorik: Sternocleidomastoid dan bagian atas dari
trapezius
XIIHipoglossusMotorik: lidah
Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau
ada dugaan kuat bahwa pasien menderita gangguan sistem saraf. Untuk
mengetahui gangguan pada suatu saraf kranial (sesuai urutan), dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
Tabel 2. Saraf-saraf kranial dan pemeriksaannyaSARAF
KRANIALPEMERIKSAAN
IPenciuman
II Ketajaman penglihatan (kartu Snellen)
Lapangan pandang
Fundus okuli
III, IV, VI Reaksi pupil (langsung dan tidak langsung)
Pergerakan otot ekstraokuler
V Sensasi wajah di 3 daerah sensoris
Menggigit dan menggerakkan rahang ke sisi berlawanan, palpasi
otot masseter dan temporal Reflek Sentakan Rahang Refleks
kornea
VII Pergerakan wajah (mengerutkan dahi, tersenyum,
memperlihatkan gigi, mengangkat alis) Sensoris lidah 2/3
anterior
VIII Tes Weber dan Rinne
IXSensoris lidah 1/3 posterior
XPemeriksaan reflek muntah (gag refleks) dan arkus faring
V, VII, X, XIISuara dan ucapan
XIOtot sternokleidomastoid
Otot Trapezius
XIIGerakan lidah
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan
diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan
lurus kedepan.d. Cuci Tangan WHO2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
3. Pemeriksaan Saraf KranialA. Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta untuk bernafas dengan satu lubang hidung
ditutup (alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak
ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau,
teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup,
lalu minta pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.
B. Nervus II. Optikus
I. Kaji Tajam Penglihatan
Gambar. Pemeriksaan Tajam Penglihatan(sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen
chart. (Jika pasien memakai kacamata sebagai alat bantu
pengelihatan, maka pasien dapat memakai kacamatanya)2. Periksa
dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan
penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan
tangannya)
3. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf
terkecil yang masih bisa dibaca.
4. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk
pecahan (misal : 20/20). Dimana pembilang adalah jarak pemeriksaan
yang dipakai dalam pemeriksaan, dan penyebut adalah angka besaran
huruf yang tertera pada baris huruf Snellen chart.
5. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen
chart, maka lakukan prosedur berikut:
1. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen
chart, maka pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua
atau lebih jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa.
Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari
pemeriksa.Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara
terpisah) dapat dilakukan dengan baik hingga jarak 60 meter.2. Jika
pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa, periksa apakah pasien
dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat
secara baik hingga jarak 300 meter.3. Jika pasien tidak dapat
melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa apakah
pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya :
persepsi cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya.II.
Lapang Pandang (Konfrontasi)
Gambar. Pemeriksaan Lapang Pandang(sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan
tangan ( 30 50 cm )
2. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan
kirinya.
3. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien
yang ditutup.4. Minta pasien untuk menatap tepat pada mata
pemeriksa (fiksasi).
5. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang
digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
6. Gerakkan objek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari
perifer ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal,
temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior
nasal.
7. Bandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.8. Ulangi langkah
tersebut pada pemeriksaan mata kiri.
III. Funduskopi Gambar. Pemeriksaan Funduskopi(sumber:
http://www.osceskills.com)
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk
menilai keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus
optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang temaran dan pasien
diberikan midriatikum sebelumnya.1. Pemeriksa memegang oftalmoskop
dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri pasien (untuk
memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop pada tangan
kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur
lensa.
2. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata
pasien. Lalu perlahan bergerak maju. mendekati pasien dengan
oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal pasien hingga gambaran
fundus terlihat.
3. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur
besarnya dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga
detail fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).
4. Amati gambaran fundus yang terlihat. retinal cup fovea
Disc a. retinal macula
Gambar. Fundus Normal
Gambar. Fundus Retinopati DiabetikumC. Nervus III.
Okulomotorius, Nervus IV. Troklearis, Nervus VI. Abdusen
I. Gerakan Okular Duksi (Monocular)
Gambar. Pemeriksaan N.III, N.IV, N.VI(sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan
menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi
sesuai enam lapang cardinal.
3. Ulangi prosedur untuk mata kiri.
II. Gerakan Okular Versi (Binocular)
1. Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi
sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada
garis tengah.
3. Ulangi prosedur untuk mata kiriIII. Reflek Pupil
Gambar. Pemeriksaan Reflek Pupil (sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta
pasien untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi2. Sinari mata
kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah
samping atau bawah.
3. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
4. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
5. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada
mata kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan
respon dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon
pupil langsung.
6. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.D. Nervus V.
Trigeminus
I. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
Gambar. Pemeriksaan Sensoris Wajah(sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada
sentuhan daerah wajah.
2. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk
memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang
sama pada posisi yang sama pada dahi sisi yang lain.
3. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
4. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua
sisi wajah.
5. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri, pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan pin tajam yang dilakukan dengan
tekanan ringan pada daerah wajah.
II.Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot
temporalis pasien.
2. Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan
kontraksi otot temporalis pada tangan.
3. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.
III. Pergerakan Rahang ke Lateral
1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang
bawah pasien.
2. Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke kanan
dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus equivalen.
3. Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien,
dan minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke
kiri sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan
otot pterigoideus equivalen.
IV.Reflek Sentakan Rahang
Gambar. Pemeriksaan Reflek Sentakan Rahang
(Sumber: http://www.scepticemia.com)1. Pemeriksa duduk
berhadapan dengan pasien.
2. Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
3. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior
rahang bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari
pemeriksa.
4. Reflek normal akan memberikan sedikit gerakan rahang bawah ke
arah atas. Respon abnormal akan memberikan sentakan yang
berlebih.
V.Reflek Kornea
Gambar. Pemeriksaan Reflek Kornea(sumber:
http://www.osceskills.com)
Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan
ringan pada kornea1. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk
meruncing.
2. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing
kapas ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan
pada kornea.
3. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada
kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola
mata.
E. Nervus VII. FasialisI. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Bawah
Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Bawah(sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan
gigi-geliginya.
2. Pada respon yang normal sudut bibir simetris. Pada keadaan
abnormal respon mulut deviasi ke arah yang sehat.
II. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Atas Gambar. Pemeriksaan
Motorik Otot Fasial Atas(sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.
2. Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
3. Pada respon yang normal, kedua mata pasien tidak akan terbuka
walaupun pemeriksa berusaha membuka kedua kelopak mata dengan
tenaga.
4. Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
5. Pada respon normal, akan tampak kerut pada kedua sisi dahi
simetris. Pada respon abnormal tak tampak adanya kerut dahi pada
sisi yang sakit.III. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah1. Test
dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis (gula), asin
(garam), pahit (kina/kopi), asam (cuka). Semua subtansi disediakan
dalam bentuk cairan.2. Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.3.
Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan menggunakan
pipet.
4. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang
dirasakan pasien.F. Nervus VIII. Akustikus
Gambar. Pemeriksaan Rinne dan Webber(sumber:
http://www.osceskills.com)I.Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara
hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu
menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid kanan pasien
(belakang meatus akustikus eksternus).
3. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala
kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan
pasien.
4. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
5. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat
mendengarnya
II.Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan
hantaran tulang antara kedua telinga pasien.1. Pemeriksa
menggunakan garpu tala 512 Hz.2. Pemeriksa membunyikan garpu tala
secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada dahi
tepat di garis tengah.
3. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih,
ataukah sama keras.
4. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga
maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua
pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar berarti
tidak ada lateralisasi.G. Nervus IX. Glossopharingeal
Gambar. Pemeriksaan N.IX(sumber: http://www.osceskills.com)
I. Reflek Muntah
1. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
2. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan
spatel lidah.
3. Periksa respon muntahII. Test pengecap 1/3 posterior
lidah
Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis
hanya posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.H. Nervus X.
Vagus
I. Perubahan Bicara
1. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.2.
Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau
disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis
pita suara (laring), suara menjadi kasar dan volume suara
berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan artikulasi
karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi
soft palatum.II. Kontraksi Soft Palatum
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata Aaaaa.2.
Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi
sekaligus memeriksa posisi uvula.
3. Pada respon normal soft palatum (arkus palatum) kedua sisi
terangkat simetris dan uvula tetap pada posisi tengah.
4. Respon abnormal akan didapatkan bila salah satu sisi soft
palatum tidak terangkat, dan uvula akan tertarik ke sisi yang
berlawanan (sisi yang sehat).III. Menelan
1. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.2.
Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah
pasien tersedak.
I. Nervus XI. Accessory
I. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
Gambar. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus(sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
2. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan
tahanan tangan pemeriksaII. Pemeriksaan Otot Trapezius
Gambar. Pemeriksaan Otot Trapezius(sumber:
http://www.osceskills.com)
1. Pemeriksa berhadapan dengan pasien.2. Pemeriksa meletakkan
kedua tangan pada bahu pasien.
3. Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan
tangan pasien.4. Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua
otot trapezius pasien.
J. Nervus. XII. Hypoglossal
Pemeriksaan Motoris Lidah
Gambar. Pemeriksaan N.XII(sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada
pada dasar mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau
atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.4. Periksa adakah
deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi pada sisi
yang terkena (sisi yang sakit).
4. Item Profesionalisme1. Percaya diri, minimal error.2.
Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.3. Memperhatikan
aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.4. Cuci
tangan WHOG. DAFTAR PUSTAKA1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi
Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta. 2.
Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination,
McGraw Hill , Chapter 5: 155-208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/
CHECK LIST LATIHAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIALNoAspek
NilaiFeedback
012
INTERPERSONAL
1Membina sambung rasa
Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri
2Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak
4Cuci tangan WHO
CONTENT
Inspeksi
5General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
N. I. Olfaktorius
6Pasien diminta untuk bernafas dengan satu lubang hidung ditutup
(alternatif: dengan menggunakan tangan pasien).
7Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak
ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau,
teh, atau kopi.
8Setiap lubang hidung dites bergantian.
9Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup,
lalu meminta pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.
N. II. Optikus
A. Kaji Tajam Penglihatan
10Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen
chart (Jika pasien memakai kacamata sebagai alat bantu
pengelihatan, maka pasien dapat memakai kacamatanya).
11Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri
ditutup dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk
menutup mata dengan tangannya).
12Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf
terkecil yang masih bisa dibaca.
13Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan
(misal : 20/20).
14Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen
chart, maka lakukan prosedur berikut:
15Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen
chart, maka pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua
atau lebih jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa.
Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari pemeriksa.
16Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa, periksa
apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan
arah gerakan/lambaian.
17Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan
pen-light untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat
respon pasien terhadap cahaya : persepsi cahaya, persepsi arah
cahaya, persepsi tanpa cahaya.
B. Lapang Pandang (Konfrontasi)
18Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan
tangan ( 30 50 cm ).
19Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan
kirinya.
20Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien
yang ditutup
21Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa
(fiksasi).
22Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang
digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
23Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari
perifer ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal,
temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior
nasal.
24Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.
C. Funduskopi
25Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk
memeriksa mata kiri pasien dan tangan kiri dengan, pemeriksa
memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
26Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata
pasien. Lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien dengan
oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal pasien hingga gambaran
fundus terlihat.
27Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur
besarnya dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga
detail fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).
28Amati gambaran fundus yang terlihat
N.III. Okulomotorius, N.IV. Troklearis, N.VI. Abdusen
A. Gerakan Okular Duksi (Monocular)
29Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan
menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.
30Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi
sesuai enam lapang cardinal.
31Ulangi Prosedur untuk mata kiri.
B. Gerakan Okular Versi (Binocular)
32Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.
33Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi
sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada
garis tengah.
34Ulangi Prosedur untuk mata kiri
D. Reflek Pupil
35Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta
pasien untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi.
36Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light
dari arah samping atau bawah.
37Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
38Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
39Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata
kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon
dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil
langsung.
40Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
N. V. Trigeminus
A. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
41Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada
sentuhan daerah wajah.
42Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk
memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang
sama pada posisi yang sama pada dahi sisi yang lain.
43Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
44Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua
sisi wajah.
45Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri, pemeriksaan
uji nyeri dilakukan dengan menggunakan pin tajam yang dilakukan
dengan tekanan ringan pada daerah wajah.
B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
46Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot
temporalis pasien.
47Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan
kontraksi otot temporalis pada tangan.
48Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.
C. Pergerakan Rahang ke Lateral
49Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang
bawah pasien.
50Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke kanan dan
ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus equivalen.
51Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien,
dan minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke
kiri sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan
otot pterigoideus equivalen.
D. Reflek Sentakan Rahang
52Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
53Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
54Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior
rahang bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari
pemeriksa.
55Periksa respon pasien.
E. Reflek Kornea
56Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
57Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing
kapas ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan
pada kornea.
58Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada
kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola
mata.
N.VII. Fasialis
A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah
59Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan
gigi-geliginya.
B. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Atas
60Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.
61Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
62Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
C. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah
63Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis
(gula), asin (garam), pahit (kina), asam (cuka). Semua subtansi
disediakan dalam bentuk cairan.
64Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
65Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan
menggunakan pipet.
66Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang
dirasakan pasien.
N.VIII. Akustikus
A. Tes Rinne
67Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
68Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan
tangkainya tegak lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang
meatus akustikus eksternus).
69Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala
kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan
pasien.
70Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
B. Tes Weber
71Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz
72Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya
kita letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis tengah.
73Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih,
ataukah sama keras.
N. IX. Glossopharingeal
A. Reflek Muntah (Gag Reflex)
74Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
75Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan
spatel lidah.
76Periksa respon muntah
B. Tes Pengecap 1/3 Posterior Lidah
77Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis
hanya posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.
N. X. Vagus
A. Perubahan Bicara
78Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu
kalimat.
79Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau
disartria.
B. Kontraksi Soft Palatum
80Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata Aaaaa
81Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi
sekaligus memeriksa posisi uvula.
C. Menelan
82Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
83Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau
adakah pasien tersedak.
N. XI. Accessory
A. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
84Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
85Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan
tahanan tangan pemeriksa.
B. Pemeriksaan Otot Trapezius
86Pemeriksa berhadapan dengan pasien
87Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.
88Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan
tangan pasien.
89Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius
pasien.
N. XII. Hypoglossal
90Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada
dasar mulut.
91Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi atau
atropi.
92Pasien diminta untuk menjulurkan lidah
93Periksa adakah deviasi lidah
PROFESIONALISME
95Melakukan dengan penuh percaya diri, serta minimal error
96Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
97Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada
pasien
98Cuci tangan WHO
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% =
neovaskular
hemoragik
v. retina
1 2 4 3 5/6 7
Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 52