Top Banner
0 BUKU PANDUAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA Disusun oleh : Dr. Yustina Sri Hartini, Apt. Dr. Erna Tri Wulandari, Apt. LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2016
23

PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

Dec 09, 2016

Download

Documents

truonghanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

0

BUKU PANDUAN

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA

Disusun oleh :

Dr. Yustina Sri Hartini, Apt.

Dr. Erna Tri Wulandari, Apt.

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2016

Page 2: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

1

DAFTAR ISI

Sampul

Daftar Isi

Kata Pengantar

Tata Tertib dan Penilaian

Jadwal Praktikum

1

2

3

5

Acara I. Asistensi

Acara II. Pembuatan Simplisia

Acara III. Pembuatan Serbuk Simplisia

Acara IV. Presentasi dan Diskusi

Acara V. Karakterisasi Simplisia dan Pembuatan Ekstrak

6

7

10

11

Acara VI. Identifikasi Kandungan Kimia Simplisia

Acara VII. Fraksinasi Ekstrak dan Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak dan

Fraksi

Acara VIII. Uji Antioksidan Ekstrak dan Fraksi

Page 3: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

2

Kata Pengantar

Praktikum Farmakognosi Fitokimia merupakan bagian dari kegiatan matakuliah

Farmakognosi Fitokimia yang menyelenggarakan praktik penelitian fitokimia. Kegiatan

praktikum dimulai dari melakukan sortasi terhadap tanaman segar, ekstraksi, fraksinasi, uji kualitas

dan kandungan kimiawi serta uji aktivitas famakologisnya. Dengan menempuh praktikum ini

diharapkan mahasiswa peserta kuliah Farmakognosi Fitokimia mampu:

1. menyiapkan simplisia/bahan baku obat ataupun bahan penelitian berupa tanaman,

2. melakukan karekterisasi simplisia,

3. melakukan penyarian (ekstraksi) dari simplisia, dan pemisahan (fraksinasi) kandungan

kimia dalam ekstrak tanaman,

4. melakukan uji aktivitas farmakologi dari dengan bahan uji berupa ekstrak dan fraksi

tersebut.

Bahan yang dipilih dalam praktikum ini berupa rimpang/rhizoma dari tanaman kunyit

(Curcuma domestica Val.), karena ketersediaan bahan tersebut berlimpah, mudah tumbuh di

Indonesia, banyak digunakan sebagai bahan obat tradisonal baik oleh masyarakat secara mandiri

maupun oleh industri obat tradisional. Kurkumin yang merupakan senyawa identitas dari tanaman

tersebut memiliki banyak aktivitas farmakologis, pada praktikum ini dipilih uji aktivitas antioksidan

sebagai model bagi pembuktian aktivitas farmakologis tanaman dengan metode ilmiah.

Panduan ini disusun oleh tim yang terdiri dari dosen dan asisten dosen pendamping praktikum

Farmakognosi Fitokimia, untuk itu ucapan trima kasih kepada : Dr. Erna Tri Wulandari, Apt.,

Anisetus Ratnasari Jebarus, S.Farm., Rafaella Daramika Dwi Esti, Ardini Angelina Papulung,

Rianti Putri Kinanti, Eugenia Clarisa Giastini Kerans, Violeta Jesmile, Agatha Herny Sekar Natalia,

Yohanes Bintang Pambudi, Deriven Tawang, Edwin Tesalonika, dan Asti Aprilia; atas kerjasama dan

kerja kerasnya sehingga panduan praktikum ini terwujud. Semoga panduan ini dapat bermanfaat

untuk kelancaran praktikum. Panduan praktikum Farmakognosi Fitokimia ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu saran demi perbaikan naskah ini sangat kami harapkan.

Yogyakarta, Agustus 2016

Koordinator praktikum,

Dr. Yustina Sri Hartini, Apt.

Page 4: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

3

TATA TERTIB DAN PENILAIAN

A. Tata Tertib

1. Sebelum melakukan praktikum, praktikan harus sudah mempersiapkan diri untuk memahami

materi yang akan dipraktikumkan dan membuat skema kerja pada buku kerja (log book).

2. Praktikan harus sudah hadir paling lambat lima menit sebelum praktikum dimulai dan

langsung bon perlengkapan yang diperlukan. Apabila datang terlambat lebih dari 15 menit

tidak diperkenankan mengikuti praktikum pada hari itu dan tidak bisa pindah ke kelompok

lainnya.

3. Tidak diadakan praktikum susulan ataupun perorangan. Bagi yang tidak dapat mengikuti

suatu acara karena alasan harus ada surat keterangan (sakit dari dokter atau tugas dari

fakultas ) dan menggantikannya dengan mengikuti praktikum kelompok lain untuk acara

yang sama setelah mendapatkan ijin dari koordinator praktikum.

4. Sebelum dan sesudah praktikum, praktikan harus membersihkan meja dan membereskan

peralatan praktikum kemudiaan mengembalikan peralatan praktium kepada Laboran .

5. Praktikan yang merusakkan atau menghilangkan inventaris harus menggantinya dengan jenis

sama, nilai praktikum tidak akan keluar apabila belum diberesi.

6. Hasil praktikum ditulis dalam log book dan dimintakan pengesahan dosen atau asisten dosen

setelah praktikum selesai.

7. Selama praktikum berlangsung, tidak diperkenankan melakukan perbuatan yang dapat

mengganggu kelancaran jalannya praktikum dan tidak diperkenankan meninggalkan

laboratorium tanpa seijin dosen atau asisten jaga praktikum.

8. Praktikan diwajibkan membawa perlengkapan praktikum yang tidak disediakan oleh

labotarium, misalnya: lap, kertas tissue, gunting kecil, dan alat tulis.

9. Laporan awal berupa laporan hasil praktik acara 2 dan 3 disusun dengan format tertentu,

dipresentasikan bersama dengan rencana kerja acara 5 sampai 8.

10. Laporan akhir berupa Laporan dari kegiatan praktikum acara 5, 6, 7, dan 8 disusun dengan

format tertentu, merupakan sebagai salah satu bahan ujian akhir semester/responsi.

Demikian tata tertib ini dibuat untuk ditaati bersama demi kelancaran jalannya praktikum.

B. Penilaian

1. Nilai Praktikum Farmakognosi Fitokimia merupakan 35% dari total nilai Matakuliah

Farmakognosi Fitokimia, setelah nilai praktikum digabung dengan nilai kuliah kemudian

dikonversi ke nilai huruf.

Page 5: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

4

2. Komponen penilaian praktikum adalah sebagai berikut :

Komponen Proporsi

(%)

Rentang nilai 0-100

Pre test (acara 2, 3, 5, 6, 7, 8) 5 Jumlah nilai tiap acara dibagi

6 Aktivitas praktik (acara 2, 3, 5, 6, 7, 8) 5

Diskusi (acara 2, 3, 5, 6, 7, 8) 5

Laporan awal & diskusi (acara 4) 5 Nilai laporan awal & diskusi

Laporan akhir (laporan acara 5,6,7,8) 5 Nilai laporan akhir

Ujian Akhir Semester/Responsi (acara 5-8) 10 Nilai presentasi dan tanya

jawab

Yogyakarta, Agustus 2016

Koordinator Praktikum

Page 6: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

5

Jadwal Praktikum Farmakognosi Fitokimia Semester Gasal TA 2016/2017 (22 Agustus – 2 Desember 2016)

mgg ke

KELAS (1 kelas = 2 golongan = 6 kelompok) D A C B

Dosen: Yustina, Erna, Sari Asisten dosen: Rafaella, Rianti, Ardini, Eugenia, Violeta, Agatha, Deriven, Bintang, Edwin, Asti

HARI PRAKTIK SENIN RABU KAMIS JU'MAT WAKTU: Total 330 menit/5,5 jam

(6 jp=300 menit/5jam+ istirahat 30 menit) 08:00-13:30

10:00-15:30

11:00-16:30

11:00-16:30 Materi Gol Kelengkapan:

1

Acara 1: Asistensi Tata tertib, penilaian, materi praktik, format log book & laporan, dan pustaka acuan

1 22 Agt

09:45-11:45

24 Agt 10:00-12:30

25 Agt 11:00-13:30

26 Agt 11:00-13:30

Tempat: ruang diskusi Lab. Farmakognosi Fitokimia 2

22 Agt 11:45-13:45

24 Agt 13:00-15:30

25 Agt 14:00-16:30

26 Agt 14:00-16:30

2

Acara 2: Pembuatan simpisia: sortasi basah, pencucian, perajangan, dan pengeringan

1 29 Agt 08:00 -10:30

31 Agt 10:00-12:30

1 Sep 11:00-13:30

2 Sep 11:00-13:30

Log book: per orang Isi: skema kerja (sebelum praktik) & hasil kerja (setelah praktik) acara praktik minggu ybs

2 29 Agt

11:00 – 13:30

31 Agt 13:00-15:30

1 Sep 14:00-16:30

2 Sep 14:00-16:30

3

Acara 3: Pembuatan serbuk : sortasi kering, penyerbukan, pengayakan, dan penimbangan

1 5 Sep

08:00 -10:30

7 Sep 10:00-12:30

8 Sep 11:00-13:30

9 Sep 11:00-13:30

Log book

2 5 Sep

11:00 – 13:30

7 Sep 13:00-15:30

8 Sep 14:00-16:30

9 Sep 14:00-16:30

4

Acara 4: Laporan awal & Diskusi

Hasil pembuatan simplisia

Rencana kerja praktik acara 5 sampai 8

1 libur

(ganti hari) 14 Sep

10:00-12:30

15 Sep 11:00-13:30

16 Sep 11:00-13:30

Menyerahkan 2 eks. laporan acara 2 & 3 (per 2 kelompok). Log book, tayangan presentasi

2 libur

(ganti hari) 14 Sep

13:00-15:30

15 Sep 14:00-16:30

16 Sep 14:00-16:30

5 Acara 5:

Karakterisasi simplisia

Pembuatan ekstrak

1 19 Sep 08:00-10:30

21 Sep 10:00-15:30

22 Sep 11:00-16:30

23 Sep 11:00-16:30

Log book

6 2 26 Sep 11:00-13:30

28 Sep 10:00-15:30

29 Sep 11:00-16:30

30 Sep 11:00-16:30

7 Acara 6: Identifikasi kandungan kimia simplisia

1 3 Okt

11:00-16:30 5 Okt

10:00-15:30 6 Okt

11:00-16:30 7 Okt

11:00-16:30 Log book

8 2 24 Okt

11:00-16:30 26 Okt

10:00-15:30 27 Okt

11:00-16:30 28 Okt

11:00-16:30

9 Acara 7:

Fraksinasi ekstrak

Identifikasi kandungan kimia ekstrak dan fraksi

1 31 Okt 11:00-16:30

2 Nov 10:00-15:30

3 Nov 11:00-16:30

4 Nov 11:00-16:30

Log book

10 2 7 Nov 11:00-16:30

9 Nov 10:00-15:30

10 Nov 11:00-16:30

11 Nov 11:00-16:30

11 Acara 8: Uji aktivitas ekstrak dan fraksi-fraksi

1 14 Nov 11:00-16:30

16 Nov 10:00-15:30

17 Nov 11:00-16:30

18 Nov 11:00-16:30

Log book

12 2 21 Nov

11:00-16:30 23 Nov

10:00-15:30 24 Nov

11:00-16:30 25 Nov

11:00-16:30

13

Acara 9: Laporan akhir & UAS/responsi

1 21 Nov

08:00-13:30

23 Nov 10:00-15:30

24 Nov 11:00-16:30

25 Nov 11:00-16:30

Menyerahkan 2 eks. laporan acara 5-8 (per 2 kelompok) seminggu sebelum UAS Log book, tayangan presentasi

14 2 28 Nov

08:00-13:30

29 Nov 10:00-15:30

1 Des 11:00-16:30

2 Des 11:00-16:30

Page 7: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

6

ACARA I

ASISTENSI

1. Setiap praktikan wajib mengikuti asistensi dan mengikuti tata tertib yang ada.

2. Setiap praktikan wajib memiliki buku panduan praktikum.

3. Perkenalan, pengelompokan, koordinasi, dll

4. Penjelasan tata tertib, penilaian, format log book, laporan awal, dan laporan akhir:

a. Log book

Satu mahasiswa peserta praktikum mempunyai 1 log book

Bentuk : buku tulis ukuran A4, sampul hard cover, warna sampul log book

tertentu yakni untuk Klas D warna merah, klas A hijau, klas C biru, dan klas B

ungu.

Pada sampul ditulis identitas mahasiswa yakni nama, NIM, dan golongan

praktikum.

Sebelum praktikum: log book berisi : Judul Acara, Tujuan, Alat dan Bahan, dan

Skema Kerja

Setelah praktikum : log book berisi Hasil Praktik

b. Laporan awal

Laporan praktikum acara 2 dan 3

Dua kelompok praktikum ( 1 meja) menyusun 1 laporan awal

Bentuk : ditulis pada kertas HVS A4 dan dijilid, sampul mika bening

Halaman pertama berisi : judul praktik yakni : “Pembuatan Simplisia..dst” dan

nama (NIM) penyusun

Halaman berikutnya berisi : Judul, Tujuan, Tinjauan pustaka, Alat dan bahan,

Cara Kerja, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Daftar pustaka, dan Lampiran

c. Laporan akhir

Laporan praktikum acara 5, 6, 7, dan 8

Dua kelompok praktikum ( 1 meja) menyusun 1 laporan awal

Bentuk : ditulis pada kertas HVS A4 dan dijilid, sampul mika bening

Halaman pertama berisi : judul praktik yakni : “Skrining Fitokimia dan Uji

Aktivitas..dst” dan nama (NIM) penyusun

Halaman berikutnya berisi : Judul, Tujuan, Tinjauan pustaka, Alat dan bahan,

Cara Kerja, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Daftar pustaka, dan Lampiran

Diserahkan ke laoratorium seminggu setelah praktikum acara 8

5. Pustaka acuan praktikum

Page 8: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

7

ACARA II

PEMBUATAN SIMPLISIA

A. Tujuan

Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu melakukan pembuatan simplisia.

B. Tinjauan Pustaka

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan

dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih

dari 60oC (BPOM, 2014).

Jenis-jenis simplisia:

1. Simplisia nabati: simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau

eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar

dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya

dan belum berupa senyawa kimia murni

2. Simplisia hewani

3. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia yang aman dan berkhasiat adalah simplisia yang tidak mengandung bahaya

kimia, mikrobiologis, dan bahaya fisik, serta mengandung zat aktif yang berkhasiat. Ciri

simplisia yang baik adalah dalam kondisi kering (kadar air < 10%), untuk simplisia daun,

bila diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan, simplisia bunga bila diremas

bergemerisik dan berubah menjadi serpihan atau mudah dipatahkan, dan simplisia buah

dan rimpang (irisan) bila diremas mudah dipatahkan. Ciri lain simplisia yang baik adalah

tidak berjamur, dan berbau khas menyerupai bahan segarnya (Herawati, Nuraida, dan

Sumarto, 2012).

Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang menentukan mutu

simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa kandungan, kontminasi dan

stabilitas bahan. Namun demikian simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa

kandungan dapat di perkecil, diatur atau dikonstankan (Depkes RI, 2000).

Dalam hal simplisia sebagai bahan baku dan produk siap konsumsi langsung dapat

dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar umum:

1. Simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu umum

suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari

kontaminasi kimia dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan

transportasi).

Page 9: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

8

2. Simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan

memenuhi 3 paradigma produk kefarmasian, yaitu Quality–Safety-Efficacy (mutu-

aman-manfaat).

3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap

respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis

dan kadar ) senyawa kandungan. (Depkes RI, 2000).

Standarisasi suatu simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan

dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk seperti yang ditetapkan sebelumnya.

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan

yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika

Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb.)

masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang

berlaku. (Depkes RI, 2000).

Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut:

1. Pengumpulan bahan baku: kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa

faktor, seperti : umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian

tumbuhan, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh.

2. Sortasi basah: Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan

asing lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.

3. Pencucian: dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang

melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih.

4. Perajangan

5. Pengeringan: mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat

disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan

menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan

simplisia.

6. Sortasi kering: tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian

tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan

tertinggal pada simplisia kering.

7. Pengepakan

8. Penyimpanan dan pemeriksaan mutu (Depkes, 1985).

Rimpang kunyit adalah rimpang Curcuma domestica Val., suku Zingiberaceae,

mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 3,02% v/b dan kurkuminoid tidak kurang

Page 10: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

9

dari 6,60% dihitung kurkumin. Simplisia dari rimpang kunyit memiliki kepingan ringan,

rapuhm warna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga

kecokelatan; bau khas, rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa

tebal; bentuk hamper bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang; lebar 0,5-3

cm, panjang 2-6 cm, tebal 1-5 mm; umumnya melengkung tidak beraturan, kadang-

kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Batas korteks dan silinder pusat

kadang-kadang jelas. Bekas patahan agak rata, berdebu, warna kuning jingga sampai

cokelat kemerahan (MenKes, 2009).

C. Cara Kerja

1. Pengumpulan rimpang kunyit yang akan dijadikan sebagai bahan baku simplisia

2. Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran dari rimpang

3. Rimpang kunyit dicuci bersih dengan air mengalir

4. Rimpang kunyit yang telah bersih dirajang ± 1mm

5. Setelah dirajang, rimpang dikeringkan menggunakan wadah

D. Pustaka acuan :

1. BPOM, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Bpom:

Jakarta.

2. Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-16.

3. Depkes RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Depkes: Jakarta.

4. Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012, Cara Produksi Simplisia Yang Baik, Seafast

Center, Bogor, 10-11.

5. MenKes, 2009, Keputusan Menteri Kesehatan RI No 261 tentang Farmakope Herbal

edisi pertama, Jakarta.

Catatan: - Setiap praktikan menyiapkan bahan simplisia dan alat yang akan digunakan.

- Simplisia yang telah dirajang dimasukkan ke dalam lemari pengeringan/ruang

pengeringan.

- Harus melakukan pengecekan terhadap simplisia selama proses pengeringan.

- Saat pembuatan simplisia, sebagian simplisia disimpan untuk uji bahan organik

asing.

- Pustaka lain yang disarankan : World Health Organization, 2003, WHO guidelines

on good agricultural and collection practices (GACP) for medicinal plants,

Geneva.

Page 11: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

10

ACARA III

PEMBUATAN SERBUK SIMPLISIA

A. Tujuan

Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu melakukan pembuatan serbuk dari

simplisia.

B. Tinjauan Pustaka

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan

dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih

dari 60ᵒC (BPOM, 2014). Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen

dengan deraiat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau

campurannya (DepKes RI, 1994). Serbuk Simplisia adalah sediaan Obat Tradisional

berupa butiran homogen dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari simplisia atau

campuran dengan Ekstrak yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas (BPOM,

2014).

Serbuk dari simplisia memiliki beberapa persyaratan yaitu:

1. Kadar air. Tidak lebih dari 10 %.

2. Angka lempeng total. Tidak lebih dari 10

3. Angka kapang dan khamir. Tidak lebih dari 10

4. Mikroba patogen. Negatif.

5. Aflatoksin. Tidak lebih dari 30 bpj.

Untuk penggunaan bahan tambahan seperti pengawet, serbuk dengan bahan baku

simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet. Wadah dan penyimpanan untuk

serbuk simplisia ialah dalam wadah tertutup baik; disimpan pada suhu kamar,

ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari (DepKes RI, 1994).

C. Cara Kerja

1. Simplisia yang telah dibuat dipastikan kering, dipastikan dengan hasil rajangan mudah

diremah dan mudah patah.

2. Simplisia yang telah kering lalu didisortasi kering untuk menghilangkan kotoran yang

masih ada.

3. Simplisia ditimbang kemudian dibuat menjadi serbuk menggunakan alat penyerbukan

hingga halus.

3. Serbuk yang telah halus diayak kemudian ditimbang dan dimasukkan dalam wadah,

diberi label.

Page 12: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

11

D. Pustaka acuan :

1. BPOM, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, BPOM:

Jakarta, hal 3,11.

2. DepKes RI, 1994, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:661/Menkes/Sk/Vii/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional, DepKes:

Jakarta.

Catatan : - Memastikan apakah simplisia yang telah dikeringkan sudah kering.

- Sisihkan sebagian simplisia untuk uji bahan organik asing.

- Pustaka lain yang disarankan : World Health Organization, 2003, WHO guidelines

on good agricultural and collection practices (GACP) for medicinal plants,

Geneva.

ACARA IV

PRESENTASI DAN DISKUSI

A. Tujuan

Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu merencanakan cara dan atau urutan

kerja penelitian bidang fitokimia.

B. Ketentuan:

1. Bahan diskusi mengacu pada pustaka terkait tema: simplisia, skrining fitokimia,

ekstraksi, fraksinasi, isolasi senyawa dari tanaman, serta uji aktivitas antioksidan dari

bahan tanaman.

2. Menyerahkan laporan awal.

Laporan awal dikumpulkan ke asisten dosen sebanyak 2 eksemplar menjelang acara

diskusi.

3. Presentasi hasil pembuatan simplisia.

Log book dibawa ke ruang diskusi pada saat presentasi

4. Presentasi rencana kerja (tujuan, alat & bahan, cara kerja) yang akan dilakukan pada

acara 5 sampai 8.

Catatan : - viewer siap di ruang diskusi, mahasiswa menyiapkan laptop untuk menayangkan

presentasinya.

- Presentasi per 2 kelompok (1 meja) bergantian, mahasiswa lain sebagai peserta

diskusi

Page 13: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

12

ACARA V

KARAKTERISASI SIMPLISIA

A. Tujuan

Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu melakukan karakterisasi simplisia dan

pembuatan ekstrak tanaman.

B. Tinjauan Pustaka

…….

C. Pustaka acuan :

1.

2.

3. dst

Catatan : -

Page 14: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

13

ACARA VI

IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA

A. Tujuan

Setelah melakukan praktikum para mahasiswa diharapkan mampu melakukan

indentifikasi kandungan kimia ekstrak tanaman berupa identifikasi kandungan :

1. Senyawa golongan flavonoida

2. Senyawa golongan antrakinon

3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)

4. Senyawa golongan alkaloida

5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik

6. Senyawa Minyak atsiri

B. Tinjauan Pustaka

…….

C. Pustaka acuan :

1.

2.

3. dst

Catatan : -

Page 15: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

14

ACARA VII

FRAKSINASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA

A. Tujuan

Setelah melakukan praktikum para mahasiswa diharapkan mampu melakukan:

1. melakukan pemisahan/fraksinasi ekstrak tanaman untuk mendapat senyawa aktif

2. melakukan monitoring kandungan kimia ekstrak dan fraksi-fraksi dari ekstrak dengan

metode kromatografi lapis tipis (KLT)

B. Tinjauan Pustaka

Fraksinasi merupakan proses untuk memisahkan komponen campuran dari ekstrak

menjadi berbagai kelompok dengan karakteristik fisikokimia yang sama. Pengelompokan

dapat berdasarkan kelarutan, ukuran, muatan suatu senyawa dan beberapa fitur lainnya. .

Metode fraksinasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain presipitasi, ekstraksi

pelarut, dialisis, elektroforesis dan menggunakan prosedur kromatografi (Houghton and

Raman, 1998). Fraksinasi umumnya dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi

seperti Vacuum Liquid Chromatography (VLC), Column Chormatography (CC), dan Size-

Exclusion Chromatography (SEC) (Sarker, et. al., 2006).

Vacuum liquid chromatography (VLC) merupakan metode pemisahan kromatografi

yang menggunakan vakum untuk mempercepat kecepatan alir dari fase gerak. Kromatografi

vakum cair memiliki beberapa keunggulan, seperti peralatan yang sederhana, waktu

pemisahan yang cepat, resolusi yang lebih baik dan kapasitas pemisahan besar. VLC

menggunakan kolom berukuran pendek, kolom kromatografi dikemas dengan dry adsorbent.

(Xu, et al, 2012).

Fase diam yang digunakan dalam VLC pada umumnya menggunakan teknik dry

packing. Dry packing merupakan metode yang efektif untuk mengemas fase diam dalam

sistem kromatografi dan umumnya digunakan untuk fase diam berupa silica gel. Fase gerak

yang dianjurkan adalah kombinasi pelarut dengan polaritas yang berbeda untuk mendapatkan

hasil fraksinasi yang lebih baik terutama untuk ekstrak bahan alam (Sarker, et. al., 2006).

Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan dalam analisis ekstrak suatu

bahan alam dan juga memainkan bagian penting dalam fraksinasi, isolasi

dan deteksi senyawa aktif hadir dalam ekstrak tanaman mentah. Dibandingkan dengan

metode kromatografi lainnya, KLT merupakan metode sederhana dan murah untuk

mendeteksi adanya senyawa aktif dalam suatu tanaman tanaman, sampel dan peralatan yang

dibutuhkan juga sedikit dan tidak membutuhkan waktu analisis yang lama. Secara umum,

Page 16: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

15

sampel jarang memerlukan persiapan atau derivatisasi sebelum TLC dan bisa langsung

ditotolkan atau hanya memerlukan pengenceran sebelum TLC. Hanya nanoliters untuk

mikroliter volume standar dan larutan yang harus ditotolkan pada plat KLT kemudian

dielusikan (Wagner dan Bladt, 1996).

Dalam mengidenfikasi adanya suatu senyawa kimia yang terdapat dalam suatu

ekstrak hanya valid bila memenuhi kriteria berikut ini :

1. Senyawa aktif dan senyawa yang berperan sebagai pembanding menunjukkan

nilai Rf yang sama di setiap sistem KLT yang dilakukan.

2. Beberapa metode deteksi yang digunakan dan senyawa yang diuji dan senyawa

pembanding memiliki reaksi yang sama pada semua metode deteksi yang

dilakukan.

3. Sekurang-kurangnya 5 metode fase gerak digunakan untuk menentukan rentang

nilai Rf.

Reagen semprot dapat digunakan untuk senyawa yang dapat memberikan reaksi berupa

perubahan warna dan dapat digunakan setelah senyawa ditotolkan pada plat KLT.

Penggunaan marker yang ditotolkan bersama dalam plate KLT perlu untuk dilakukan

untuk mengidentifikasi senyawa, dengan nilai Rf sekitar 0,5, ditotolkan disamping sampel,

dan menunjukan nilai Rf pada semua senyawa relatif pada marker. Setelah di running, bila

nilai Rf senyawa yang diuji sama dengan marker maka disebut 1. Bila lebih tinggi diatasnya

disebut >1 bila kurang dibawahnya disebut <1. Nilai Rf relatif lebih reliabel dibandingkan

nilai Rf absolut dalam membandingkan hasil KLT senyawa (Houghton and Rahman, 1998)

C. Cara Kerja

1. Fraksinasi Ekstrak

Sintered Glass Buchner dan Erlenmeyer serta vakum yang digunkaan untuk

fraksinasi dipasang,. Kertas saring dimasukkan ke dalam kolom sesuai diameter

kolom. Sebanyak ± 5 cm Sillica Gel GF 254 dimasukkan ke dalam kolom sedikit

demi sedikit sambil di vakum sebagai fase diam. Kemudian Sillica Gel GF 254

disiapkan lagi kemudian dicampurkan dengan ekstrak kering menggunakan mortir

dan stamper sambil diaduk perlahan hingga didapatkan campuran homogen dan

kering (free flowing). Serbuk ektrak free flowing dipindahkan sedikit demi sedikit ke

dalam sintered glass Buchner diatas fase diam dengan permukaan atas diusahakan rata

sambil divakum. Dua lembar kertas saring sebesar diameter kolom dimasukkan diatas

serbuk ekstrak free flowing. Pelarut dituangkan secara perlahan pada permukaan

Page 17: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

16

kertas saring melalui dinding. Proses fraksinasi berlangsung hingga tidak ada lagi

larutan yang menetes ke erlenmeyer. Hasil dari fraksinasi dituangkan ke dalam cawan

porselen dan diberi label sesuai urutan fraksi.

2. Monitoring Fraksi dan Ekstrak dengan KLT

Monitoring KLT untuk mengetahui kandungan senyawa dalam fraksi

digunakan standar pembanding senyawa yang bersangkutan kemudian dibandingkan

nilai Rf nya. Fraksi dan ekstrak yang telah diperoleh dimonitoring dengan KLT

menggunakan sistem yang sama. Setelah dilakukan monitoring dengan KLT fraksi

dikeringkan lalu dilakukan penimbangan tiap-tiap fraksi.

D. Pustaka acuan :

1. Houghton P.J., Raman A., 1998, Laboratory Handbook for the Fractionation of

Natural Extracts, 1st ed., Chapman and hall, pp 54-55,120.

2. Sarker, S.D., et al, 2006, Methods in Biotechnology : Natural Products Isolation,

2nd ed, Humana Press : New Jersey, pp 7-8, 32.

3. Xu, R., Yang, Y., Weimin, Z., 2012, Introduction to Natural Product Chemistry,

CRC Press, Taylor and Francis Group, USA, p 15.

4. Wagner H., Sabine, B., 1996, Plant Drug Analysis, Thin Layer Chromatography

Atlas, 2nd ed, Springer, New York, pp. 4, 126, 196.

Catatan : -

Page 18: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

17

ACARA VIII

UJI AKTIVITAS EKSTRAK DAN FRAKSI

A. Tujuan

Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan mampu melakukan uji aktivitas

antioksidan dengan bahan uji berupa ekstrak dan fraksi bahan alam, dan menentukan nilai

IC50 ekstrak dan fraksi bahan alam.

B. Tinjauan Pustaka

Senyawa aktif yang terkandung dalam bahan alam dapat diperoleh dengan cara

isolasi yang meliputi tahapan ekstraksi dan fraksinasi. Dengan proses fraksinasi, senyawa-

senyawa yang ada dalam ekstrak dipisahkan dalam kelompok-kelompok yang kemudian

disebut sebagai fraksi. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak maupun fraksi tersebut

dapat diuji aktivitasnya dengan menggunakan metode tertentu. Salah satu fungsi senyawa

aktif yang banyak ditemukan dan diisolasi dari bahan alam adalah antioksidan atau

penangkal radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralisasi atau

mencegah kerusakan oksidatif pada molekul target. Antioksidan dapat menetralkan

radikal bebas dengan mendonorkan elektronnya. Vitamin A, C, dan E merupakan

antioksidan eksogen yang terdapat pada tumbuhan sayur dan buah (Sen, et. al., 2010).

Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak

berpasangan pada orbital terluarnya, bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Radikal bebas

mencapai kestabilannya melalui reaksi dengan atom atau molekul di sekitarnya untuk

memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan menimbulkan reaksi berantai yang

mampu merusak struktur sel, bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit

seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit dengeratif lainnya (Hamid,

et al., 2010).

Kemampuan senyawa antioksidan dalam bahan alam untuk menangkal radikal bebas

dapat diketahui dengan melakukan uji aktivitas antioksidan baik secara kualitatif maupun

kuantitatif. Salah satu uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif adalah dengan melakukan

uji penangkapan radikal bebas (radical scavenging test). Pada metode ini dilakukan

pengukuran penangkapan radikal bebas sintetik dalampelarut organik polar seperti

metanol atau etanol dalam suhu kamar. Sumber radikal bebas yang digunakan dapat

berupa senyawa DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil) atau ABTS (2,2-azinobis (3-ethyl

benzotiazolin-asamsulfonat)). Prinsip uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

adalah penghilangan warna untuk mengukur kapasitas antioksidan pada panjang

Page 19: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

18

gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer UV–Visibel. Radikal DPPH dengan

nitrogen organik terpusat adalah radikal bebas stabil dengan warna ungu gelap yang ketika

direduksi menjadi bentuk non radikal oleh antioksidan dan berubah menjadi warna kuning

(Yu, 2008).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam.

Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen

pada DPPH yang akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Gurav, et. al.,

2007).

Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diketahui dengan adanya penurunan absorbansi

DPPH yang terjadi akibat penambahan senyawa tersebut. Parameter yang digunakan untuk

pengukuran aktivitas antioksidan pada metode DPPH adalah IC50, yaitu bilangan yang

menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas suatu radikal sebesar

50%. Berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

aktivitas antioksidan suatu senyawa, maka semakin rendah nilai IC50 yang dihasilkan

(Molyneux, 2004).

C. Cara Kerja :

1. Pembuatan larutan DPPH

Sebanyak 10 mg DPPH ditimbang dan dilarutkan dengan metanol pa ke dalam labu takar

100,0 mL kemudian ditambahkan hingga batas tanda lalu dikocok sampai homogen hingga

didapatkan larutan DPPH 100 µg/mL. Larutan DPPH ini disimpan dalam wadah yang telah

dilapisi aluminium foil agar terlindung dari cahaya. Larutan ini dibuat baru setiap kali akan

digunakan.

Page 20: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

19

2. Pembuatan larutan stok kurkumin 1000µg/mL

Sebanyak 10 mg kurkumin ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut p. a dalam labu takar

10,0 mL. Ditambahkan pelarut p a hingga tanda batas, kemudian dikocok sampai

homogen.

3. Pembuatan larutan standar kurkumin (seri)

Larutan stok konsentrasi 1000µg/mL dipipet sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 mL, kemudian

dimasukkan masing–masing ke dalam labu takar 10 mL. Ditambahkan pelarut hingga tanda

batas, kemudian dikocok sampai homogen. Diperoleh larutan seri kurkumin dengan kadar

20; 40; 60; 80; 100 µg/mL.

4. Pembuatan larutan uji

Masing-masing ekstrak dan fraksi ditimbang sebanyak 20 mg, ditambahkan pelarut yang

sesuai (DMSO) hingga 10,0 mL. Dari larutan tersebut kemudian diambil 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,5

; 0.7 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL.

5. Optimasi metode

a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum (λ maks.) larutan DPPH

Larutan DPPH dengan kadar 100 µg/mL yang telah dibuat sebelumnya diukur

serapannya pada panjang gelombang 200–800 nm, kemudian ditentukan panjang

gelombang maksimumnya, dengan melihat panjang gelombang dimana terjadinya

serapan maksimum.

b. Penentuan reaction time

Sebanyak 5,0 mL larutan DPPH 100µg/mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup

dan telah dilapisi alumunium foil, kemudian ditambahkan larutan stok kurkumin

1000µg/mL sebanyak 5,0 mL. Campuran tersebut dikocok sampai homogen. Campuran

tersebut diukur serapannya setiap 5 menit, selama 45 menit.

6. Validasi metode DPPH

a. Akurasi

Akurasi metode dilakukan dengan mengukur %recovery (perolehan kembali) dari

sampel. % recovery dapat diperoleh dengan melakukan adisi larutan standar pada

sampel ekstrak. Sebanyak 5 mL ekstrak dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL,

kemudian ditambahkan 5 mL larutan seri dengan konsentrasi 20; 60; dan 80 µg/mL.

Larutan diukur absorbansinya pada λ maksimum dengan spektrofotometer UV-Visibel.

Page 21: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

20

b. Presisi

Presisi metode dilakukan dengan menghitung nilai CV. Nilai CV diperoleh dengan cara

mengukur absorbansi larutan adisi masing-masing konsentrasi sebanyak tiga kali. Hasil

tersebut kemudian dihitung standar deviasinya (SD) dan dibagi dengan rata-rata.

c. Linearitas dan Rentang

Linearitas dan rentang metode dapat ditentukan dengan melihat persamaan regresi yang

diperoleh dari kurva baku hasil pengurkuran serapan larutan seri kurkumin. Nilai r

yang diperoleh dari persamaan regresi tersebut menunjukkan linearitas metode.

7. Pengukuran absorbansi larutan uji

Sebanyak 5,0 mL larutan DPPH 100µg/mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup

dan telah dilapisi aluminium foil, kemudian ditambahkan larutan seri larutan sampel

ekstrak dan fraksi masing–masing sebanyak 5,0 mL. Campuran tersebut dikocok sampai

homogen, didiamkan selama reaction time. Campuran tersebut diukur serapannya dengan

spektrofotometer UV-Visibel pada maksimum.

8. Analisis hasil

a. Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH (%S) dihitung dengan rumus :

% aktivitas antioksidan (% S) =

Buat hubungan regresi linier antara konsentrasi larutan sampel ekstrak dan fraski dengan

nilai % S, yang kemudian digunakan untuk menentukan IC50.

b. Akurasi suatu metode dapat dilihat dari % recovery (perolehan kembali) sampel yang

digunakan. % recovery dapat dihitung dengan rumus :

% recovery =

Xn = Konsentrasi larutan n setelah adisi

Xo = Konsentrasi tanpa adisi

X’ = Konsentrasi (jumlah) adisi

c. Presisi suatu metode dapat dilihat dari nilai CV. Nilai CV diperoleh dengan membagi

nilai Standar Deviasi (SD) dengan rata-rata.

SD = standar deviasi

x = kadar sampel

= kadar sampel rata-rata

n = jumlah sampel

Page 22: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

21

d. Linearitas suatu metode dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai r yang

baik adalah mendekati 1, hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi akan

selalu diiringi peningkatan absorbansi.

D. Pustaka acuan :

1. Gurav, S., Deshkar, N., Gulkari, V., Duragkar, N., Patil, A., Road, A., and Road, H.,

2007. Pharmacologyonline 2: 245-253 (2007), 253, 245–253.

2. Hamid, A.A., Aiyelaagbe, O.O., Usman, L.A., Ameen, O.M., and Lawal, A., 2010.

Antioxidants : Its medicinal and pharmacological applications. African Journal of Pure

and Applied Chemostry, 4 (8), 142–151.

3. Molyneux, P., 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl

(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of Science and

Technology, 26 (December 2003), 211–219.

4. Sen, S., Chakraborty, R., Sridhar, C., Reddy, Y. S. R., and De, B., 2010, Free Radicals,

Antioxidants, Disease and Phytomedicines: Current Status and Future Prospect.

International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 3 (1), 91-93.

5. Yu, L., 2008. Wheat Antioxidant. Vol.45, John Wiley & Sons, New York, USA, 174.

Catatan : -

Page 23: PETUNJUK PRAAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA I

22

ACARA IX

UJIAN AKHIR SEMESTER / RESPONSI

A. Tujuan

Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu melakukan penelitian, menyusun

laporan, dan mempresentasikan hasil penelitian bidang fitokimia.

B. Ketentuan:

1. Menyerahkan laporan akhir.

Laporan akhir dikumpulkan ke laboratorium sebanyak 2 eksemplar seminggu setelah

pelaksanaan praktikum acara 8.

2. Presentasi hasil praktikum acara 5, 6, 7, dan 8; pembahasan; dan kesimpulannya

3. Log book dibawa ke ruang ujian

4. Pustaka yang diacu dibawa (dapat berupa hard atau soft copy).

Catatan : - viewer siap di ruang diskusi, mahasiswa menyiapkan laptop untuk menayangkan

presentasinya.

- Presentasi per 2 kelompok (1 meja) bergantian, sesuai jadwal yang telah

ditentukan