Top Banner

of 16

Pertanian Sebagai Sektor Basis Perekonomian Di Kabupaten Ponorogo

Jul 19, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Pertanian Sebagai Sektor Basis di Kabupaten PonorogoOleh Muaddib Ulil Azma (209821419838)

Abstrak Teori sektor basis merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (ekspor). Sutau daerah dikatakan mempunyai sektor basis apabila hasil produksi baik itu berupa barang atau jasa selain sanggup untuk memenuhi kebutuhan penduduk regional, juga telah mengalami surplus hasil produksi. Apabila suatu daerah tadi tidak melakukan ekspor, maka akan terjadi kelebihan produksi yang menyebabkan keseimbangan pasar regional tergangggu. Untuk membuktikan bahwa suatu daerah mempunyai sektor basis, digunakan rumus LQ (Location Quention). Rumus ini merupakan pembagian antara produksi regional, disatu sektor, dibagi dengan total produksi regional, dengan hasil produksi, dibagi jumlah total produksi secara nasional (daerah lebih luas), disektor yang sama pula. Apabila hasil perhitungan tadi menghasilkan LQ>1 maka sektor usaha dikatakan menjadi sektor basis disuatu daerah, dan harus melakukan ekspor, jika LQ1). Angka 1,72 berarti hasil produksi sektor pertanian Kabupaten Ponorogo 1,72 kali lebih besar daripada hasil produksi pertanian di Provinsi Jawa Timur. Sehingga sektor pertanian Kabupaten Ponorogo mampu menjadi pemasok hasil produksi bagi daerah lain, di Jawa Timur, yang mengalami defisit hasil produksi pertanian. Keywords : Sektor basis, pertanian, ekonomi, produksi. Gambaran Umum Ponorogo adalah sebuah Kabupaten di wilayah Jawa Timur yang terletak antara 111 17 - 11152 Bujur Timur dan 7 49 - 820 Lintang Selatan dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter diatas permukaan laut. Ponorogo termasuk ke dalam iklim tropis dan mempunyai curah hujan tertinggi pada bulan Januari-April yaitu sebesar 227-370 mm/det, dan tingkat curah hujan terkecil terjadi pada bulan Oktober-Desember yaitu 51-70 mm/det. Suhu rata-rata di kota

Muaddib Ulil A.

Page 1

Ponorogo berkisar antara 28-34 C. Luas Ponorogo adalah 1.371,78 km dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : sebelah utara Kabupaten Madiun, Magetan dan Nganjuk sebelah Timur Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek, sebelah Selatan Kabupaten Pacitan sebelah Barat Kabupaten Pacitan dan Wonogiri (Jawa Tengah). Dilihat dari kondisi fisiografisnya, Kabupaten Ponorogo dibagi menjadi 2 area menurut ketinggiannya. Yaitu, area dataran tinggi meliputi daerah Kecamatan Pulung, Ngebel, Ngaryun, Sooko, dan Pudak, sedangkan sisanya yaitu kecamatan Ponorogo, Sukorejo, Babadan, Jambon, Badegan, Balong, Slahung, Jenangan, Siman, Mlarak, Jetis, dan Sawoo. Kabupaten Ponorogo sendiri dilewati oleh 14 sungai dengan panjang antara 4 km dan 58 km. Sungai-sungai ini kebanyakan dimanfaatkan untuk irigasi untuk lahan pertanian yang menghasilkan padi maupun holtikultura. Dengan adanya sungai-sungai ini warga Ponorogo tidak perlu menunggu hujan untuk melakukan aktifitas pertanian. Namun tetap saja aktifitas pertanian terutama padi dilakukan pada musim penghujan. Dengan curah hujan yang cukup, suhu yang memadai, dan didukung dengan irigasi yang baik, sangat mendukung bagi sektor pertanian untuk menjadi sektor basis penguat ekonomi di Kabupaten Ponorogo.

Sektor Basis dan Non Basis Teori sektor basis dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Suatu daerah dikatakan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut bisa mengalahkan daerah lain dalam industri yang sama sehingga daerah tadi bisa melakukan ekspor. Sektor unggulan ini akan semakin diperkuat dengan penggunaan sumberdaya lokal sendiri meliputi tenaga kerja dan bahan baku, sehingga diharapkan dapat membuka peluang kerja baru. Ekspor sendiri berarti semua kegiatan baik penghasil maupun penyedia jasa yang menghasilkan uang dari luar karena kegiatan basis. Lapangan kerja dan

Muaddib Ulil A.

Page 2

pendapatan dalam sektor basis adalah fungsi dari sektor basis yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada permintaan lokal dan kekuatan intern). Semua kegiatan lain yang bukan merupakan kegiatan basis termasuk kedalam kegiatan service atau pelayanan dan masuk kedalam sektor non basis. Sedangkan sektor non basis itu sendiri adalah sektor yang tidak mempunyai surplus hasil produksi dan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, sehinggaa pendapatan masyarakat sangat berpengaruh. Sektor ini tidak bisa berkembang melebihi perkembangan ekonomi wilayah, sehingga satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan peningkatan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Kegiatan basis mempunyai peranan penggerak utama (prime mover role) dalam perekonomian regional dimana setiap perubahan mempunyai efek yang banyak terhadap sektor perekonomian regional lain. Semakin meningkatnya kegiatan basis di suatu daerah, akan meningkatkan pula pendapatan kas pada daerah yang bersangkutan, dan menambah permintaan akan barang dan jasa didalamnya. Secara tidak langsung, kegiatan perekonomian basis akan meningkatkan kegiatan bukan basis. Teori basis mempunyai beberapa kekurangan yaitu dari segi teknis seperti unit pengukuran, metode identifikasi serta diabaikannya peranan impor. Kelemahan dari segi unit pengukuran ini adalah penggunaan kesempatan kerja (employment) sebagai indikator. Employment kurang valid untuk dijadikan indikator karena ketidak sinambungan/ diskontinyu, sehingga kurang peka terhadap perubahan kegiatan basis. Nilai dari pendapatan regional akan langsung mengalami kenaikan seiring dengan perluasan usaha yang dilakukan. Akan tetapi, kenaikan jumlah tenaga baru, yang digunakan untuk indikator sektor basis, baru akan terasa dalam waktu yang lama. Setiap usaha yang menambah pekerja tidak akan mengalami kenaikan nilai yang cepat karena terkendala oleh faktor-fakrot lain, seperti distribusi dan kemampuan pasar menerima barang atau jasa. Masalah lain adalah adanya time lag antara respon dari sektor basis terhadap permintaan dari luar daerah dan respon dari sektor non basis terhadap

Muaddib Ulil A.

Page 3

perubahan sektor basis. Namun masalah ini dapat diatasi dengan penggunaan data time series selama tiga sampai lima tahun terakhir. Dari segi metode, masalah yang sering dihadapi adalah perbedaan hasil identifikasi, jika menggunakan metode yang berbeda. Kesulitan pemilihan unit wilayah atau lokasi karena perlu diperhatikannya berbagai fakor yang mempengaruhi seperti tujuan analisis, faktor-faktor administratif dan regional serta ketersediaan data. Pengabaian peranan impor dalam teori ini merupakan salah satu kekurangan dari teori ini. Ini dikarenakan peningkatan kegiatan basis hanya akan menghasilkan mutiplier effect yang sangat kecil pada kegiatan non basis, jika pendapatan yang diperoleh dibelanjakan keluar daerah dalam bentuk impor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi

Location Quotient Location quotient merupakan salah metode secara tidak langsung untuk membuktikan bahwa suatu kegiatan perekonomian menjadi sektor basis di daerah regional. Metode secara tidak langsung yang lain adalah: (1) Pendekatan asumsi, (2) Metode kombinasi, dan (3) metode kebutuhan minimum. Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan sektor basis yaitu metode pengukuran secara langsung. Metode ini dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung di lapangan. Kebanyakan peneliti jarang menggunakan metode ini karena menyita banyak waktu dan biaya yang tidak sedikit. Location quotient adalah membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah untuk sektor tertentu pada wilayah yang dibandingkan dengan sektor dan nilai tambah yang sama secara nasional. Asumsi yang digunakan adalah kebutuhan penduduk suatu daerah akan barang dan jasa sama dengan kebutuhan penduduk nasional. Kebutuhan suatu penduduk pada awalnya dipenuhi oleh hasil produksi penduduk itu sendiri, sedangkan jika ada kekurangannya akan melakukan impor. Sebaliknya, jika kebutuhan penduduk sudah terpenuhi dan bahkan terjadi surplus, maka akan dilakukan ekspor. Seperti halnya metode-metode lain, metode analisis LQ juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode analisis LQ adalah :mudah penggunaannya karena sederhana dan cepat mendapat hasil. Sehingga dapat

Muaddib Ulil A.

Page 4

diketahui dengan cepat struktur ekonomi dan industri substitusi impor potensial atau produk-produk yang bisadikembangkan untuk ekspor dan menunjukkan industri-industri potensial (sektoral) untuk dianalisis lebih lanjut. Sedangkan kelemahannya antaralain merupakan indikator kasar yang deskriptif, merupakan kesimpulan sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah. Ini mengingat bahwa hasil produksi dan produktivitas tenaga kerja di setiap daerah adalah berbeda, juga adanya perbedaan sumber daya yang bisa dikembangkan di setiap daerah dan pengklasifikasian dari sektor ekonomi yang mungkin berbeda pada suatu daerah. Bisa saja suatu daerah mempunyai satu sektor yang lapangan kerjanya rendah tapi memiliki total produksi yang lebih tinggi. Yang perlu diperhatikan juga dari metode ini adalah perhitungan ganda (double counting) jika suatu daerah banyak pekerja dari daerah lain. Menurut Tarigan (2004) dalam jurnal yang dikeluarkan IPB, rumus LQ dapat dijabarkan sebagai berikut :

Dimana : vi = pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor lain disuatu wilayah. VI = total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah tersebut vt = pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor lain diwilayah perbandingan yang lebih luas VT = total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah perbandingan yang lebih luas. Hasil dari perhitungan LQ ini akan menghasilkan tiga macam klasifikasi, yaitu: 1. LQ > 1. Hasil perhitungan ini berarti sektor usaha di suatu darah mempunyai keunggulan komparatif. Hasil produksi sektor ini tidak hanya bisa mencukupi kebutuhan regional saja melainkan dapat melakukan ekspor ke daerah lain.

Muaddib Ulil A.

Page 5

2. LQ = 1. Hasil perhitungan ini berarti sektor usaha di suatu daerah tidak mempunyai keunggulan komparatif dan hanya menjadi sektor non basis. Ini berarti sektor usaha ini tidak bisa mengeskpor hasil produksinya. 3. LQ < 1. Jika hasil perhitungan sektor usaha < 1 ini berarti sektor ini bukan hanya menjadi sektor non basis, melainkan harus melakukan impor dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan regionalnya.

Pertanian Ponorogo Sebagai Sektor Basis Sektor pertanian di Kabupaten Ponorogo sangat memungkinkan untuk jadi sektor basis, ini dikarenakan iklim Kabupaten Ponorogo yang cocok dan lahan pertanian di Kabupaten Ponorogo masih sangat luas. Lihat tabel berikut :No 1 2 3 4 5 6 7 8

Jenis Pekerjaan PNS SWASTA TNI PENSIUNAN PETANI BURUH TANI PEDAGANG LAIN-LAIN

Jumlah (jiwa) 15.580 20.481 1.274 4.974 227.755 144.222 31.585 144.741

Dari data diatas dapat dilihat bahwa masyarakat di Kabupaten Ponorogo banyak yang bekerja menjadi petani dan buruh tani. Untuk membuktikan bahwa pertanian menjadi sektor basis digunakan analisis LQ seperti yang telah diterangkan diatas. Sebelum melakukan analisis, perlu diketahui dulu PDRB (product domestic regional bruto) di Kabupaten Ponorogo. Berikut adalah datanya : No Sektor Pertanian 1 Pertambangan 2 Industri 3 2006 (%) 28,77 2,78 9,42 2007 (%) 28,71 2,76 9,67 2008 (%) 28,59 2,64 9,74

Muaddib Ulil A.

Page 6

Listrik, PDAM 4 Kontruksi 5 Perdagangan 6 Komunikasi 7 Persewaan, jasa perusahaan 8 9 Jasa-jasa

1,57 9,05 24,81 5,74 5,21 12,56

1,64 9,25 24,62 5,67 5,17 12,51

1,52 9,14 24,38 5,79 5,23 12,97

Dengan PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Jawa Timur 16,56 dan PDRB sektor pertanian di Kabupaten Ponorogo diatas dimasukkan kedalam rumus :

Didapatkan hasil sektor pertanian di Kabupaten Ponorogo 1,72. Hasil perhitungan ini masuk dalam klasifikasi yang pertama yaitu LQ > 1. Hal ini berarti sektor pertanian di Kabupaten Ponorogo bisa menjadi sektor pertanian basis bagi wilayah Jawa Timur dan melakukan ekspor ke daerah lain yang kekurangan hasil produksi dalam sektor pertanian. Hasil LQ=1,72 ini juga berarti bahwa proporsi pencipataan nilai tambah sektor pertanian di Kabupaten Ponorogo lebih besar 1,72 kali lebih besar daripada proporsi penciptaan nilai tambah sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. Dengan diketahuinya pertanian sebagai sektor basis, maka bisa dihasilkan masukan-masukan agar sektor pertanian ini tetap menjadi sektor basis Ponorogo. Dari segi kondisi wilayah, sektor pertanian Kab. Ponorogo memang sangat berpotensi menjadi sektor basis. Kab. Ponorogo mempunyai lahan pertanian sawah, baik lahan kering maupun basah, yang sangat luas, dan mempunyai tempat untuk tambak ikan yang sangat berpotensi. Dari segi perkebunan-pun, Kab. Ponorogo juga berpotensi dalam hal perkebunan sayur mayur maupun holtikultura. Dengan ditambahnya fasilitas-fasilitas pendukung pertanian , akan semakin meningkatkan hasil produksi maupun pemasaran. Hal utama yang harus segera dilakukan oleh pemerintah daerah Kab. Ponorogo adalah menganalis lebih lanjut mengenai sektor-sektor pertanian mana yang menjadi sektor unggulan Kab. Ponorogo. Dengan dikethuinya sektor petanian yang lebih menonjol di Kab. Ponorogo, maka pengembangan usaha bisa lebih masksimal dan terarah. Selain itu, sektor yang kurang maju bisa mendapatkan perlakuan yang bisa memacu untuk menjadi sektor yang lebih berkembang. Berikut adalah sektor-sektor pertanian yang sudah cukup

Muaddib Ulil A.

Page 7

berkembang maupun belum berkembang :

Sektor Pertanian yang Sudah Berkembang a. Pertanian Tanaman Pangan

Pertanian tanaman pangan terdiri dari pertanian lahan basah (sawah irigasi) dan pertanian lahan kering. Produktivitas dari tanaman padi sawah yang merupakan tanaman lahan basah, mengalami kenaikan dan penurunan produktivitas. Pada tahun 2005 dan 2006 terjadi penurunan produktivitas yang disebabkan karena pengurangan areal lahan basah pada beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo. Pengurangan lahan ini disebabkan karena pada tahun 2005 dan 2006 terjadi pembangunan perumahan dan fasilitas kesehatan di beberapa kecamatan. Tanaman pangan yang dihasilkan oleh pertanian lahan kering, mengalami penurunan dan peningkatan produktivitas yang tidak terlalu signifikan, akan tetapi jika kita melihat luasan lahan yang digunakan maka terjadi penurunan wilayah panen, akan tetapi produktivitas tanaman tetap stabil. Hal ini disebabkan karena petani memanfaatkan lahan pertanian yang ada dengan berbagai cara antara lain intensifikasi, diversifikasi dan mekanisasi. Intensifikasi yang dilakukan antara lain dengan cara penanman sistem tumpang sari. Dalam satu areal lahan ditanami lebih dari 1 tanaman. Sedangkan, untuk diversifikasi dan mekanisasi pertanian yang dilakukan antara lain penggunan alat-alat pertanian yang lebih modern dan juga pemilihan bibit tanaman yang produktivitasnya tinggi. Menurut RTRW Kab. Ponorogo, pengembangan lahan pertanian irigiasi di kab. Ponorogo adalah pada kecamatan Sukorejo, Sampung, Kauman, Badegan, Balong, Jetis, Slahung, Bungkal, Sambit, Sawoo, Mlarak, Siman, Jenangan, Babadan, dan Ponorogo. Sedang untuk pengembangan wilayah sawah non irigasi/ perkebunan adalah pada kecamatan Sukorejo, Sampung, Kauman, Badegan, Slahung, Sambit, Sawoo, Ngebel, Pulung, dan sooko. b. Perkebunan

Muaddib Ulil A.

Page 8

Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kawasan di Jawa Timur yang memiliki lahan perkebunan yang potensial. Dengan berbagai tanaman perkebunan yang bisa dikembangkan di Kabupaten Ponorogo. Selain itu di Kabupaten Ponorogo juga dikembangkan tanaman holtikultura, sayuran dan buah-buahan. Produktivitas tanaman holtikultura mengalami peningkatan pada beberapa komoditi. Tanaman ini dikembangkan pada daerah tertentu yang memiliki kondisi iklim dan geografis yang mendukung. Daerah yang potensial yaitu kecamatan Ngrayun, Pulung, Ngebel, Jenangan, dan Pudak.

c.

Perikanan

Di Kabupaten Ponorogo terdapat dua jenis perikanan yang dikembangkan: 1. Perikanan Darat

Kegiatan perikanan darat dalam hal ini berupa perikanan kolam yang dikembangkan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo. Ikan-ikan yang dibudidayakan antara lain ikan mujair, lele, gabus ataupun ikan-ikan lainnya yang cocok dikembangkan di daerah masing-masing. Selain digunakan sebagai suplai makanan penduduk sekitar, arena kolam pemancingan seringkali digunakan sebagai arena lomba memancing. Hal ini mendorong banyak penduduk menambah ataupuan membuka kolam perikanan yang baru.Dapat dilihat perikanan darat dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan luasan lahan dan produksi ikan. Upaya yang dilakukan lebih pada penambahan luasan lahan dan pemeliharaan yang lebih baik sekaligus peningkatan mutu dari hasil produksi.

2.

Perikanan Sungai

Sungai-sungai di Kabupaten Ponorogo selain digunakan sebagai sarana irigasi juga memiliki aset perikanan sungai yang cukup besar, hal ini ditunjang dengan keberadaan beberapa sungai besar yang melintasi Kabupaten Ponorogo. Pengembangan perikanan sungai lebih dikembangkan pada daerah-daerah yang yang dilewati oleh aliran sungai, seperti contohnya sungai Keyang di Jetis, sungai Gendol di Babadan dll. Sektor Pertanian yang Kurang Berkembang

Muaddib Ulil A.

Page 9

a. Peternakan Peternakan yang dikembangkan di Kabupaten Ponorogo menjadi 2: 1. Peternakan Besar

Peternakan yang termasuk dalam kualifikasi ini adalah peternakan sapi, kuda, kerbau. Potensi peternakan ini bisa dilihat dari kuantifikasi jumlah ternak, jumlah daging yang dihasilkan dan jumlah ekspor yang dicapai komoditi ini. Kecuali pada sapi perah yang produktivitasnya berbanding lurus dengan kenaikan jumlah ternak, pada sapi dan kerbau jumlah ternak dan produktivitas berbanding terbalik. Dengan jumlah ternak yang terus mengalami penurunan produktivitas dari daging terus meningkat. hal ini dikarenakan semakin berkembangnya pengetahuan peternak terhadap cara-cara pemeliharaan dan perawatan dari ternak mereka.

2.

Peternakan Kecil

Peternakan yang termasuk dalam klasifikasi peternakan ternak kecil adalah kambing, domba, kelinci. Jenis ternak ini sangat potensial untuk dikembangkan hampir di setiap daerah di Kabupaten Ponorogo. Untuk produktivitas dari daging yang dihasilkan peternakan kecil terus mengalami peningkatan walaupun ternak yang dikembangkan mengalami penurunan. Kenaikan produksi daging ini disebakan karena pengalihan ternak kambing dari kambing jawa menuju kambing peranakan ettawa yang lebih baik kualitas dan harga jualnya.

3.

Peternakan Unggas

Peternakan yang termasuk dalam kelompok ini adalah ternak ayam buras, ayam ras, ayam petelur, entok, dan itik. Peternakan unggas ini dikembangkan dalam skala kecil ataupun skala besar, dalam arti ada sebagian penduduk yang membuka usaha peternakan unggas untuk suplai industri. Produktivitas dari peternakan unggas mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada tahun 2008. Hal ini disebabkan karena sub sektor peternakan mulai dikembangkan secara luas oleh masyarakat, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar yang semakin hari semakin meningkat.

Muaddib Ulil A.

Page 10

b. Kehutanan Luas hutan produksi di Kabupaten Ponorogo seluas 29.966,5 ha atau 21,845% dari luasan total Kabupaten yang tersebar diwilyah utara-timur dan selatan. Ada tiga jenis hutan produksi yang dapat dikembangkan diwilayah Kabupaten Ponorogo, yaitu hutan produksi terbatas, hutan produksi konversi dan hutan produksi tetap. Kawasan hutan produksi terbatas ditujukan untuk memanfaatkan hasil hutan secara terbatas yang eksploitasinya dilakukan dengan cara tebang pilih. Pada kawasan hutan produksi tetap dilakukan dengan memanfaatkan hasil hutan yang eksploitasinya dilakukan dengan cara tebang pilih ataupun tebang habis. sedangkan pada kawasan hutan produksi konservasi dilakukan dengan cara memanfaatkan potensi hutan yang pemanfaatannya digunakan untuk kegiatan lain.

LAMPIRAN DATA

1. a. 1.

Kontribusi Sektor Pertanian Pangan Produktivitas dari sub sektor ini. Tanaman Padi sawah Padi ladang Jagung Ubi kayu Ubi jalar 2004 2005 2006 3.236.980 25.500 1.426.530 2007 3.956.500 21.500 1.500.900 4.508.630 8.280 28.040 2008 3.895.520 47.260 1.389.940 4.456.950 4.210 24.010

3.451.117 3.284.957 40.295 33.567

1.494.223 1.655.847

5.568.739 5.5103.555 4.456.630 12.729 17.011 45.434 6.150 35.730

Kacang tanah 42.960

Muaddib Ulil A.

Page 11

Kacang hijau Kedelai

65.570 229.489

32.771 211.528

20.140 251.780

13.430 298.290

8.400 286.220

Catatan: Produktivitas dalam Kuintal 2. Tabel Penggunaan Lahan. Tanaman Padi Sawah Padi ladang Jagung Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Kacang hijau Kedelai 2004 60.784 910 29.318 27.862 105 2.431 5.477 18.875 2005 58.449 893 31.979 29.257 150 2.553 2.651 17.610 2006 56.201 869 28.266 25.563 54 2.095 1.628 17.636 2007 62.896 684 29.551 25.468 73 1.617 1.086 19.144 2008 62.050 1503 27.784 23.820 37 1.385 678 18.080

b. Perkebunan 1. Tabel Produktivitas Tanaman Perkebunan 2004 29.600 2005 34.050 1.607 78,7 192,17 1.665 2006 161.546 1.606 63 191,32 1.647 2007 160.633 1.621 219,60 213,04 3.303 2008 235.714 1.621 314 227,01 1.696

Tanaman Kelapa (kopra)

Cengkeh(kering) 1.608 Kopi arabica Kopi robusta Jambu mete 50 185,26 1.666

Muaddib Ulil A.

Page 12

Serat kapuk Tembakau V Tembakau Jawa Janggelan Tebu Vanili Lada Kakao Cabe jamu

2.931 3.137 3.265 1.110 60.378 34,56 22,02 204,5 -

2.930 810 836 1.110 100.686 34,20 22 223,7 -

2.856 2.352 320 1.110 109.486 33 43,80 223,3 -

2.776 192 40 1.080 132.805 40,80 16,50 404,1 15

2.751 624,80 1.031 2.587 142.114 62 24,90 3.155,1 15

Catatan: Dalam Kuintal

c.

Perikanan

1.

Tabel Produksi dan Luasan Lahan Perikanan. Tahun 2008 2007 2006 2005 2004 Luasan lahan(ha) 31,88 26,84 26,84 30,10 30,90 Produksi (ton) 1007,46 908,61 1007,15 722,15 692,97

d. Peternakan

1.

Produktivitas dari Peternakan Besar (Daging dan Susu) Hewan 2004 2005 2006 2007 2008

Muaddib Ulil A.

Page 13

Sapi Kerbau Sapi perah

614.400 1.800 50.470

615.402 1.775 51.210

615.402 1.775 51.210

646.172 1.864 53.771

736.616 9.137 636.744

2.

Produktivitas Daging Peternakan Kecil Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Kambing 991.245 994.810 994.810 1.044.551 1.642.584 Domba 52.330 53.675 53.675 56.359 80.896

3.

Produktivitas Daging dan Telur Telur Tahun Ayam kampung 2004 2005 2006 2007 544.300 539.959 539.959 566.957 Ayam Ras 118.767 120.490 120.490 126.515 71.555 74.910 71.910 78.656 Itik Ayam Daging Ayam Itik

Kampung Ras 526.420 445.702 445.702 482.560 226.700 231.361 231.361 242.929 98.116 99.490 99.490 104.465

Muaddib Ulil A.

Page 14

2008

1.375.666 573.455

563.367 482.560

884.603

783.347

e. 1.

Kehutanan Produktivitas dari Sub Sektor Kehutanan Tanaman Kayu Jati Kayu non Jati Bahan terpentin Bahan Gondorukem Daun Kayu Putih Getah Pinus Produktivitas 5.722.149 m3 17.238.060 m3 897.931 ton 5.318.283 ton 230.198 ton 4.439.280 ton Nilai produksi 14.305.372.500 25.857.090.000 9.041.267.239 48.438.921.564 45.809.402 7.546.776.000

Muaddib Ulil A.

Page 15

Daftar Pustaka Dani M Pratama. Teori Christaller. http://danitama.blogspot.com/2008/12/teori-kerungan-christaller.html. Diakses tanggal 27 April 2011. http://www.ponorogo.go.id/pdrb/327-produk-domestik-regional-brutopdrb-tahun-2008-kabupaten-ponorogo.html. Diakses tanggal 23 April 2011 Pakde Sofa. Teori Lokasi. http://massofa.wordpress.com/2008/03/08/teorilokasi/. Diakses tanggal 27 April 2011. Pemerintah Kabupaten Ponorogo.2007. Rencana Revisi RTRW Kabupaten Ponorogo. BAPPEKAB Ponorogo Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2008 Kabupaten Ponorogo.

Muaddib Ulil A.

Page 16