Top Banner
1 | Page PERNIKAHAN TIDAK RESMI DI KALANGAN MAHASISWA (Cases Study of Muhammadiyah Malang University) Brought By: Mazizaacrizal a.k.a Dewa ng’Asmoro Mudhun Bumi Visit me at : www.mazizaacrizal.blogspot.com : www.facebook.com/mazizaacrizal E-mail : [email protected]
32

pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

Jul 26, 2015

Download

Documents

Deni Hermawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

1 | P a g e

PERNIKAHAN TIDAK RESMI DI

KALANGAN MAHASISWA

(Cases Study of Muhammadiyah Malang University)

Brought By: Mazizaacrizal

a.k.a

Dewa ng’Asmoro Mudhun Bumi

Visit me at : www.mazizaacrizal.blogspot.com

: www.facebook.com/mazizaacrizal

E-mail : [email protected]

Page 2: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

2 | P a g e

ABSTRAK

The objective of this research is to know the factors of

unofficial marital among students, why they took that decision and

how much information that they underabout it. The object of this

research was the students of University of Muhammadiyah

Malang, who decided to get married unofficially. To collecting the

data, researcher use field research method. The instrument of this

study is observation and interview.

Finally, the data was analyzed using qualitative descriptive

method, to find out the answer the research problem.

The research revealed on its results that there are many

reasons why students did the unofficial marital such as they would

like to avoid pre-sexual activities before marital and it is the main

problem in Islam marital. Actually, the students understood about

the formal marital, but most of them did not understand yet about

the right and the obligation between husband and wife.

Key Words:

Illegal marriage, students, knowledge

Pendahuluan

Fase kehidupan manusia mengalami perkembangan, mulai fase pertumbuhan

anak-anak, dewasa masa tua kemudian fase kematian, dalam fase dewasa terjadilah

hubungan sosial yang luas baik antar sesama jenis maupun lain jenis dimana satu

dengan yang lainnya saling terjadi ketertarikan, ketertarikan tersebut dapat berakibat

yang lebih jauh dalam dua pilihan, yaitu pergaulan bebas atau mengarah ke jenjang

perkawinan. Apabila pergaulan bebas yang dipilih maka akan berdampak pada diri

orang tersebut, selain bertentangan dengan norma sosial, norma hukum juga

bertentangan norma agama, apalagi bila hal ini terjadi dikalangan mahasiswa akan

berdampak sangat besar dalam dunia pendidikan, sebab bagi mahasiswa sebagai

komunitas terpelajar adalah masa-masa yang paling rawan dan identik dengan seks,

Page 3: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

3 | P a g e

sehingga harus mampu mengatur dalam kehidupan sosial mereka. Namun apabila

pintu perkawinan yang dipilih, maka harus dilakukan juga dengan cara yang sesuai

dengan hukum yang berlaku dan perkawinan merupakan alternatif yang lebih baik.

Hal ini tercantum dalam firman Allah surat ar-Rum : 21 sebagai berikut:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung

dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, mewajibkan semua warga

negaranya untuk tunduk pada aturan-aturan hukum yang ada, demikian pula dalam

masalah perkawinan, telah di atur dalam Undang-undang Perkawinan misalnya

dalam UU. No. 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam Inpres No. 1 Tahun 1991

serta aturan-aturan yang lain. Di dalamnya diatur bahwa setiap perkawinan harus

dicatat, namun dalam masyarakat masih terdapat pemahaman yang bertentangan

dengan undang-undang tersebut, yaitu masih ditemukannya praktek perkawinan yang

tidak diikuti dengan suatu pencatatan atau yang lebih dikenal dengan perkawinan

sirri (perkawinan di bawah tangan).

Dalam pandangan hukum, sah atau tidaknya suatu ikatan perkawinan dapat

dibuktikan dengan ada tidaknya suatu akte perkawinan, apabila tidak dapat

dibuktikan dengan akte perkawinan maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah,

demikian pula apabila seseorang melakukan perkawinan di bawah tangan atau yang

lebih dikenal dengan perkawinan sirri, model perkawinan seperti inipun

dikelompokkan sebagai perkawinan yang tidak sah.

“Kawin Sirri bukan masalah baru, sebab dalam kitab al-Muwattha’, karya

Imam Malik, salah satu kitab tertua yang dimiliki umat Islam selain al-Qur’ân dan

al-Hadits ternyata telah mencatat, bahwa istilah nikah sirri itu berasal dari ucapan

Page 4: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

4 | P a g e

Umar Ibnu al-Khattab ra, ketika diberitahu bahwa telah terjadi pernikahan yang tidak

dihadiri oleh saksi kecuali hanya seorang lelaki dan seorang perempuan maka ia

berkata: Ini nikah sirri, aku tidak membolehkannya, dan sekiranya aku datang pasti

aku rajam”1.

Perkawinan sirri itu terjadi karena sebagian masyarakat masih ada yang

memahami ketentuan perkawinan lebih menekankan perspektif fiqih sentris,

sehingga tidak perlu melibatkan petugas Pegawai Pencatat Nikah (PPN) sebagai

petugas resmi yang diserahi tugas itu, belum lagi apabila ada oknum yang

memanfaatkan peluang ini untuk mencari keuntungan pribadi, tanpa

mempertimbangkan sisi dan nilai keadilan yang merupakan misi utama sebuah

perkawinan, seperti poligami liar tanpa izin istri pertama, atau tanpa izin Pengadilan

Agama. Kenyataan semacam ini, menjadi hambatan besar suksesnya pelaksanaan

Undang-undang perkawinan tersebut.2

Secara formal, sahnya perkawinan diatur dalam pasal 2 UU.No. 1 Tahun 1974

pasal 2 ayat 1 & 2 sebagai berikut:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.”

“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.”

Bunyi pasal inilah yang menimbulkan penafsiran secara dikotomis, yaitu

dengan dipisahkannya ayat yang mengatur sahnya suatu perkawinan menurut agama

dan fungsi pencatatan perkawinan itu sendiri yang bersifat administratif. Disatu sisi

suatu perkawinan sudah dianggap sah apabila dilakukan menurut aturan–aturan yang

terdapat dalam ajaran/keyakinan seseorang, misalnya kalau seseorang beragama

Islam, maka selama perkawinan tersebut telah memenuhi dua hal yaitu rukun dan

syaratnya maka perkawinan itu tersebut sah, miskipun perkawinan tersebut tidak

diikuti dengan pencatatan. Perbedaan antara syarat dan rukun perkawinan ialah,

bahwa rukun perkawinan sebagaian dari hakikat perkawinan, dan tidak dapat terjadi

suatu perkawinan kalau tidak ada rukun-rukun tersebut. Sedangkan syarat ialah suatu

1 Sujari Dahlan , Fenomena Nikah Sirri (Pustaka Progresif, Surabaya, 1996)2 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997)

Page 5: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

5 | P a g e

yang mesti ada dalam perkawinan, tetapi tiada termasuk salah satu bahagian daripada

hakikat perkawinan itu.3

Adapun rukun dan syarat tersebut adalah:

1. Rukun Perkawinan

a. Adanya kedua mempelai laki –laki dan perempuan

b. Adanya wali

c. Adanya dua orang Saksi laki-laki

d. Adanya Ijab dan qabul

2. Syarat Perkawinan

a. Antara laki-laki dan perempuan tersebut tidak mempunyai hubungan nasab

b. Kedua mempelai telah Dewasa

c. Salah satu pihak tidak terikat dengan perkawinan yang lain

d. Wali Perkawinan, harus seorang laki-laki4

Padahal pencatatan suatu perkawianan merupakan suatu perlindungan hukum

terhadap perkawinan tersebut, hal ini ditegaskan dalam pasal 5 Kompilasi Hukum

Islam sebagai berikut:

- Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan

harus dicatat

- Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat

Nikah sebagaimana diatur dalam undang-undang no. 22 tahun 1946 jo. Undang-

undang No. 342 tahun 1954

Secara teknis pencatatan perkawinan tersebut dijelaskan dalam pasal 6 sebagai

berikut :

- Untuk memenuhi ketentuan pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan

dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

- Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak

mempunyai kekuatan Hukum5

Penegasan pasal di atas, menunjukkan bahwa ikatan perkawinan memerlukan

legalitas, agar tujuan perkawinan tersebut dapat dicapai yaitu untuk menciptakan

3 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam (Hidakarya Agung, Jakarta, 1977.4 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam (Bagian Penerbitan Fakultas Hukum UII,

Yogyakarta, 1989).5 DPR.RI, Kompilasi Hukum Islam (DEPAG RI Dirjend Binbagais, Jakarta, 2001).

Page 6: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

6 | P a g e

keluarga sakinah, bahagia dan kekal. Tujuan perkawian tersebut secara rinci adalah

sebagai berikut:

a. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat

kemanusian

b. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih

c. Memperoleh keturunan yang sah6

Praktek perkawinan sirri ini masih berkembang di masyarakat, sehingga

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perkawinan di bawah tangan

(perkawian sirri), khususnya dalam komunitas “ Agent of Social Change” yaitu

dikalangan mahasiswa.

Pengertian Perkawinan

Perkawinan pada awalnya tidak terlembaga seperti saat ini, kemudian

dilembagakan dengan aturan-aturan adat, dimana antara komunitas masyarakat satu

dengan yang lainnya tidak mempunyai kesamaan, misalnya dalam hal pemilihan

jodoh, calon suami menggunakan kekuatan fisik sebagai dasar untuk menentukan

pasangannya, sedangkan pada masyarakat yang lainnya menggunakan hartanya

sebagai dasar pijakannya. Bahkan dalam masyarakat jawa sebagian masih

menggunakan paramater tertentu untuk menentukan pasangannya itu, misalnya

keturunan siapa, bagaimana kondisi/derajat keluarganya dan seberapa besar

kekayaan orang tua atau yang bersangkutan (bibit, bobot dan bebet), ketiga pijakan

di atas nampaknya masih sangat sulit untuk dihapuskan, mengingat masyarakat jawa

masih dominan kultur feodalismenya. Sedangkan dalam ajaran Islam, untuk

menentukan calon pasangannya menggunakan kriteria yang berbeda dengan

masyarakat adat di atas, namun perbedaan tersebut kalau dikaji lebih mendalam akan

ditemukan beberapa kesamaan antara keduanya. Kriteria apa saja yang digunakan

dalam ajaran Islam, antara lain seperti dikemukakan Rasulullah saw dalam salah satu

hadis, sebagai berikut:

حد ثنا مسدد حد ثنا يحيى عن عبيد الله قال حد ثنى

سعيد بن ابى سعيد عن ابيه عن ابي هريرة رضي الله

6 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal UU. No. 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Bind -Hillco, Jakarta, 1986.

Page 7: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

7 | P a g e

عنه عن النبى ص.م. قال تنكح المر اة الربع لما لها

ولحسبها وجما لها ولد ينها فا ظفر بذات الذين تربت

يداك"Perempuan itu dikawini karena empat perkara; karena kekayaannya,

kecantikannya, keturunannya dan karena agamanya. Pilihlah yang kuat agamanya,

niscaya engkau akan memperoleh berkah (keberuntungan)." (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadis di atas nampak sekali bahwa agama merupakan persyaratan

yang mendasar dalam sebuah perkawinan. Agama adalah kumpulan dari seluruh

kebaikan serta sendi bagi kebaikan istri dan keluarga. Wanita yang selalu berpegang

teguh pada agamanya akan mampu memberikan cinta, kasih sayang dan kelembutan

kepada anggota.

Dari segi bahasa, perkawinan berasal dari kata kawin yang merupakan

terjemahan dari bahassa Arab "nikah". Disamping kata nikah, dalam bahasa Arab

lazim juga dipergunakan kata ziwaj untuk maksud yang sama. Kata nikah

mengandung dua pengertian, yaitu dalam arti yang sebenarnya kata nikah itu berarti

berkumpul, sedang dalam arti kiasan berarti aqad atau mengadakan perjanjian

perkawinan. Dalam penggunanan sehari-hari kata nikah lebih banyak dipakai dalam

pengertian terakhir, yaitu dalam arti kiasan.

Kata Nikah ditinjau dari segi bahasa berarti mengikat tali perkawinan, dapat

juga berarti bersetubuh dengan istri. Abu Ali al-Qaly berkata, “ Dalam kata-kata

orang Arab hanya sedikit sekali perbedaan dalam kata “nikah” yang berarti akad

(mengikat tali perkawinan) atau bersetubuh dengan istri”.

Sedangkan dari segi istilah ada beberapa pandangan untuk mendifinisikan

sebuah perkawinan sebagai berikut:

1. Menurut Hukum Islam.

Perkawinan adalah suatu akad atau perikatan untuk mnghalalkan hubungan

kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan

hidup keluarga, yang diliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang dengan cara

yang diridloi Allah.

2. Menurut Prof.DR.Wirjono Prodjodikoro,SH.

Page 8: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

8 | P a g e

Perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan

yang memenuhi syarat-syarat tertentu..

3. Menurut Prof. R. Subekti,SH.

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan untuk waktu yang lama.

4. Menurut Drs. Abdul Azis

Perkawinan adalah Suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-

laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban

bagi keduanya7

5. Menurut Drs. Abd. Rahman Ghazaly, MA.

Perkawinan adalah mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan

ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan

pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan termasuk

pelaksanaan agama, maka didalamnya terkandung adanya tujuan/maksud

mengharapkan keridhaan Allah SWT

6. Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga ) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

7. Dalam Kompilasi Hukum Islam

Perkawinan adalah pernikahan atau akad yang sangat kuat atau mitsaqan galidzan

untuk menaati perintah Allah dan melakukannya adalah merupakan ibadah.

Adapun tujuan perkawinan tersebut adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah

tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah, sehingga untuk mewujudkan tujuan

yang begitu mulia maka harus didasari dengan pijakan hukum yang kokoh tidak

dapat dibubarkan kecuali dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Prinsip- prinsip Perkawinan

Dalam perkawinan terdapat prinsip dasar yang sangat penting dalam ikatan

perkawinan, untuk mengetahui prinsip-prinsip, tidak terlepas dari definisi

perkawinan itu sendiri.

7 Abdul Azis, Rumah tangga Bahagia Sejahtera (Wicaksono,Semarang, 1990), hal. 16

Page 9: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

9 | P a g e

Prinsip-prinsip perkawinan itu antara lain;

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, hal ini

menjadi tanggung jawab kedua pasangan suami istri untuk mencapainya.

Kebahagiaan tidak hanya tercukupinya kebutuhan jasmani namun juga

kebutuhan rohani.

2. Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan

harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan

perkawinan ini, berfungsi untuk mendapatkan kepastian hukum dari adanya

ikatan perkawinan tersebut.

3. Pada prinsipnya perkawinan itu menganut azas monogami, hanya apabila

dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang

bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih dari seorang.

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 maupun kompilasi hukum Islam

merumuskan ketentuan seseorang dapat beristri labih dari satu apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

d. Adanya jaminan bahwa suami mampu memenuhi keperluan hidup istri-

istri dan anak-anaknya.

e. Adanya persetujuan dari istri atau istri-istrinya apabila mempunyai istri

lebih dari seorang

4. Calon suami istri harus telah masak jiwa raganya, hal ini bertujuan agar kedua

pasangan itu mampu mewujudkan kehidupan rumah tangga yang kekal, tanpa

berfikir untuk melakukan perceraian. Di Indonesia kematangan jiwa seseorang

diukur berdasarkan usia dari masing-masing calon pasangan tersebut, bagi

seorang wanita minimal telah berusia 16 tahun sedangkan bagi seorang laki-

laki minimal telah berusia 19 tahun. Sedangkan bagi calon pasangan yang

belum mencapai usia tersebut maka dapat mengajukan dispensasi perkawinan

ke Pengadilan Agama.

Page 10: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

10 | P a g e

5. Dalam melaksanakan perkawinan, kedua pasangan tersebut mempunyai hak

dan kedudukan yang sama, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam

pergaulan bermasyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam

keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.

Kelima prinsip di atas kalau dikaji secara mendalam, mununjukkan bahwa

perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Sehingga perkawinan bukanlah semata-mata bertujuan untuk melampiaskan nafsu

belaka tetapi suatu institusi yang sangat sakral dan memiliki tujuan yang sangat

mulia. Pernikahan itu pula untuk mengokohkan, memperkuat dan menyebarkan

dakwah dan bukan untuk bersenang-senang, menyesuaikan diri dengan situasi dan

kondisi ataupun hanya sekedar hobi memperbanyak istri, karena lewat pintu

perkawinan inilah akan dapat dijaga dalam 5 hal, yaitu terjaga agamanya, jiwanya,

terjaga akalnya, terjaga keturunannya dan terjaga harta bendanya.

Rukun dan Syarat Sahnya Perkawinan

Dalam pelaksanaan perkawinan ada beberapa rukun dan syarat yang harus

dipenuhi. Rukun dari perkawinan tersebut antara lain:

a. Adanya mempelai laki-laki dan perempuan.

Dalam undang-undang disyaratkan bagi mempelai laki-laki minimal berusia 19

dan bagi seorang perempuan minimal berusia 16 tahun.

b. Adanya wali mempelai perempuan.

Wali mempunyai kedudukan yang penting dalam peristiwa perkawinan, sebab

wali dapat menentukan sah atau tidaknya perkawinan tersebut.

c. Adanya dua orang saksi laki-laki

d. Adanya ijab dan qabul.

Sejak diucapkannya ijab qabul maka kedua insan tersebut telah sah menjadi

suami istri, sehingga diantara keduanya menimbulkan akibat hukum, hak dan

kewajiban, artinya kedua pasangan tersebut halal melakukan hubungan suami istri

dan hubungan keduanya menimbulkan hak dan kewajiban, yaitu istri berhak

mendapatkan nafkah dari suami, atau suami berkewajiban memberi nafkah kepada

istrinya tersebut, nafaqah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam

bentuk materi, karena kata nafaqah itu sendiri berkonotasi materi. Sedangkan

Page 11: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

11 | P a g e

kewajiban dalam bentuk nonmateri, seperti memuaskan hajat seksual istri tidak

termasuk dalam artian nafaqah, miskipun dilakukan suami terhadap istrinya. Kata

yang selama ini secara tidak tepat untuk maksud ini adalah nafkah batin sedangkan

dalam bentuk materi disebut nafkah lahir. Dalam bahasa yang tepat nafkah itu tidak

ada lahir atau batin. Yang ada adalah nafkah yang maksudnya adalah hal-hal yang

bersifat lahiriah atau materi.8

Hak dan kewajiban tersebut juga telah diatur dalam UU. No. 1 Tahun 1974

Pasal 30 s/d 34 serta dalam Kompilasi hukum Islam pasal 77 s/d 84.

Legislasi Perkawinan

Selain keempat rukun di atas, agar peristiwa perkawinan tersebut memiliki

kekuatan hukum yang tetap, maka Undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974

mensyaratkan untuk mencatatkan perkawinan tersebut pada pejabat yang berwenang

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan yang tidak dicatat oleh petugas yang berwenang dikategorikan

sebagai perkawinan sirri. Istilah perkawinan sirri ini mengalami pergeseran makna,

semula yang disebut dengan perkawinan sirri adalah perkawinan yang dilakukan

sesuai dengan syari'at Islam tetapi tidak diikuti dengan perayaan perkawinan

(walimatul ursy) atau tanpa mengundang sanak famili. Mengadakan walimah

perkawinan hukumnya sunah mu’akad, adapun mendatanginya adalah wajib kecuali

bila ada udzur. Walimah artinya adalah berkumpul, karena pada waktu itu berkumpul

suami istri.

Alasan pernikahan sirri biasanya untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan

dalam hubungan pria wanita yang sudah saling mencinta, sementara mereka belum

siap berumah tangga, atau karena masing-masing masih mempunyai tugas dan

kesibukan yang belum terselesaikan. Bahkan sementara kalangan berpendapat, nikah

sirri merupakan bentuk alternatif pemecahan yang paling baik dalam mengatasi

pergaulan muda-mudi yang menjurus pada hal-hal yang dilarang agama.9

Sejak diberlakukannya undang-undang (hukum positif), istilah kawin sirri ini

berubah maknanya, yaitu suatu perkawinan yang tidak dicatat oleh Pejabat yang

berwenang, walaupun perkawinan tersebut dirayakan dengan sangat meriah.

8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Prenada Media, Jakarta, 2006) hal. 1659 Zuhdi A Muhdlor, , Memahami Hukum Perkawinan (Al-Bayan, Bandung,1994), hal. 22

Page 12: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

12 | P a g e

Pencatatan perkawinan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

pasal 2 ayat 1-3.

Pemahaman Perkawinan Sirri dikalangan Mahasiswa

Dalam upaya untuk melegalkan hubungan suami istri, maka perlu dilakukan

tindakan yang bersifat legal pula, pengertian legal disini haruslah memenuhi

ketentuan yang ada dalam undang-undang, namun dikalangan mahasiswa masih

ditemukan pemahaman bahwa legal disini adalah semata-mata memenuhi syarat-

syarat dan rukun dalam agama saja, hal ini dapat dipahami karena di dalam pasal 2

ayat 1 dan 2 Undang-undang perkawinan menyebutkan bahwa perkawian dianggap

sah apabila memuhi ketentuan dalam agama, sedangkan pencatan di KUA dianggap

sebagai ketentuan yang bersifat administrasi semata, pemahaman tersebut menjadi

sebab munculnya praktek perkawinan di bawah tangan atau yang dikenal dengan

perkawinan siri. Dengan melakukan perkawinan siri ini mahasiswa merasa aman

dalam melakukan aktifitasnya sebagai layaknya suami istri, sehingga kehidupan

mereka begitu bebas dalam pergaulannya. Selain untuk menghilangkan sekat-sekat

ketentuan dalam syariat Islam, perkawinan sirri ini dilakukan untuk kepastian

hubungan mereka dan juga efisiensi dalam berbagai hal, misalnya dalam membayar

sewa kos, konsumsi dan biaya hidup lainnya selama mereka sedang menempuh studi.

Perkawinan sirri adalah sebagai pilihan alternatif untuk menghindari perbuatan

perzinahan, bahkan sebagai cara untuk keamanan diri dalam berhubungan dengan

lain jenis dan untuk menghindari penolakan dari masyarakat, sebab dilingkungan

masyarakat, persoalan norma agama. norma hukum dan norma sosial masih begitu

diperhatikan.

Praktek perkawinan sirri dikalangan mahasiswa

Dalam melakukan perkawinan sirri ini ada beberapa cara yang dilakukan oleh

mahasiswa, antara lain :

1. Perkawinan dengan persetujuan kedua orangtua

Dalam perkawian sirri seperti ini kedua orangtua mengetahui dan menyetujui

perkawian tersebut, tetapi kedua orangtua memberikan syarat selama mereka

studi harus menyelesaikan studi mereka terlebih dahulu, sehingga selama studi

Page 13: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

13 | P a g e

mereka belum selesai maka belum boleh melakukan hubungan suami istri atau

menunda dahulu keinginan mereka untuk memiliki anak.

2. Perkawinan dengan sepengetahuan saudara

Artinya bahwa dalam melakukan perkawinan hanya disaksikan oleh saudaranya

saja, yaitu kakak mereka, karena mereka belum berani menyampaikannya kepada

orangtua.

3. Perkawinan tanpa sepengetahuan kedua orangtua

Cara seperti ini dilakukan karena ada beberapa faktor yang menjadi alasannya:

a. Orangtua tidak menyetujui hubungan tersebut, ketidaksetujuan orangtua

disebabkan oleh beberapa faktor pula antara lain;

1. Orangtua mengharapkan studi yang sedang mereka tempuh dapat

diselesaikan terlebih dahulu tanpa diganggu dengan adanya perkawinan,

sebab dengan mereka nikah akan sangat menggangu studi mereka,

apalagi dengan kelahiran anaknya .

2. Menganggap tidak sebanding dengan pilihan anaknya, bisa karena faktor

sosial maupun faktor ekonominya.

3. Orangtua telah memiliki pilihan calon suami bagi putrinya apabnila

putrinya nanti telah selesai dari studinya.

4. Adanya perbedaan keyakinan agama, hal ini memang hal yang sangat

prinsip dalam menempuh ikatan perkawinan.

b. Mereka belum berani menyampaikan secara langsung kepada orangtua,

karena status mereka, baik secara fisk maupun finansial masih sangat

tergantung kepada orangtua, sehingga kalau sampai orangtua mengetahui,

mereka khawatir studi mereka akan berakhir.

c. Mereka mencari jalan yang aman, artinya dengan nikah sirri pandangan

masyarakat terhadap hubungan mereka berubah sehingga menjadi lebih

aman.

d. Untuk menyelamatkan dan memastikan hubungan mereka, terutama hal ini

terjadi pada diri wanita takut kehilangan pasangan hidupnya.

Praktik nikah sirri yang dilakukan mahasiswa ada 2 kategori yang dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Page 14: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

14 | P a g e

1. Nikah sirri, dengan memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan oleh

syari’at, yaitu adanya kedua calon mempelai, adanya wali nikah dari mempelai

perempuan, adanya 2 orang saksi dan adanya ijab qabul namun tidak

ditindaklanjuti dengan pencatatan di KUA.

2. Nikah sirri, dengan memenuhi rukun dan syarat perkawinan tetapi ada salah satu

rukun perkawinan yang dilakukan penyimpangan, yaitu dengan menggunakan

wali nikah selain orang tua kandung, yaitu tokoh agama yang bertindak selaku

wali untuk menikahkan kedua pasangan tersebut.

Adapun dalam masalah pemberian nafkah, lebih banyak mengandalkan dari

kedua orangtua, hal ini dapat dipahami karena status mereka masih mahasiswa yang

belum memiliki pekerjaan tetap, hal ini juga disebabkan pemahaman mereka tentang

pemberian nafkah belum menjadi kewajiban suami, padahal dalam pandangan

hukum Islam seseorang yang telah melakukan perkawinan wajib memberi nafkah

kepada istri

Padahal apabila suatu perkawinan telah dilakukan maka akan timbul hak dan

kewajiban sebagai seorang suami dan istri, paling tidak ada beberapa fungsi suami

antara lain sebagai pemimpin dan pembimbing istri, pendidik dan pembina, pemberi

nafkah keluarga, pelindung dan pendamping istri.

Hal-hal tersebut di atas seharusnya dipahami oleh masing-masing pasangan

yang melakukan perkawian sirri, sehingga tidak terjadi pentelantaran terhadap istri

maupun anak-anak mereka kelak, jadi harus dihilangkan pemahaman tentang nikah

sirri yang salah yaitu “hubungan suami-istri tanpa batas, sedang nafkah mencari

sendiri-sendiri”

Dengan meluruskan pemahaman ini sebetulnya akan mengurangi nikah sirri itu

sendiri, karena pada prinsipnya akibat yang ditimbulkan antara nikah resmi dangan

nikah sirri adalah sama, yaitu sama-sama menimbulkan hak dan kewajiban diantara

kedua pasangan tersebut, hanya yang membedakan adalah adanya penundaan

pencatatan perkawinannya. Penundaan ini dapat dipahami karena mereka secara

mental belum siap untuk disebut sebagai suami istri.

Kalau dilihat dari sudut maslahah mursalah, sebenarnya perkawinan sirri ini

akan lebih banyak merugikan kaum perempuan, kerugian-kerugian tersebut dapat

diinventarisasi sebagai berikut:

Page 15: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

15 | P a g e

1. Bila suami tidak memberi nafkah , maka istri tidak dapat mengajukan gugatan ke

Pengadilan

2. Bila suami akan menikah lagi, maka istri tadak dapat melakukan pencegahan

perkawinan

3. Bila terjadi ketidak cocokan, maka tidak dapat dilakukan perceraian di

Pengadilan, karena pengadilan hanya akan menerima sengketa perkawinan

apabila perkawinan tersebut dilakukan secara legal yang dibuktikan dengan

adanya Akta Nikah.

4. Bila suami istri akan mengurus akta kelahiran anak yang dilahirkan, maka akan

mengalami kesulitan.

Undang-undang tersebut baik yang telah diatur dalam undang-undang

perkawinan nomer 1 tahun 1974 maupun dalam Kompilasi hukum Islam yang di

dalamnya ditegaskan bahwa (1). Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaaanya itu. (2). Tiap–tiap perkawinan

dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ayat di atas perlu diberi catatan disini, seharusnya dalam pasal 2

ayat 1 dan 2 tidak perlu dipisah, agar tidak terjadi penafsiran yang multitafsir, yaitu

antara sahnya perkawian dengan administrasi perkawinan.

Praktik perkawinan sirri dikalangan mahasiswa lebih banyak termotivasi oleh

tindakan untuk menghindari perzinahan, sehingga pesoalan yang muncul di

kemudian hari tidak menjadi pertimbangan utama, persoalan yang muncul pasca

perkawinan dianggap sebagai suatu persoalan yang mudah untuk diatasi, yang

penting mengesahkan perkawinan lebih dahulu secara hukum agama, padahal

persoalan yang muncul pasca perkawinan sangatlah komplek dan bahkan lebih rumit

untuk diselesaikan. Ibaratnya solusi nikah siri adalah pilihan keluar dari masalah

untuk menuju masalah yang lebih besar “ bukan menyelesaikan masalah tanpa

masalah “, yang seharusnya dengan adanya perkawinan akan berdampak pada

ketenangan jiwa seseorang. Salah satu cara untuk mencapai ketenangan jiwa tersebut

adalah menghindari dari perbuatan zina.

Page 16: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

16 | P a g e

Adapaun alasan bahwa dengan melakukan perkawinan sirri dikarenakan tidak

memiliki biaya, menurut peneliti tidaklah tepat, sebab di dalam pelaksanaan

perkawinan apabila seseorang tidak cukup biaya dalam perkawinan tersebut, maka

dapat mengajukan dispensasi dalam biaya perkawinan bahkan dapat dibebaskan dari

biaya perkawinan tersebut.

Namun apabila alasan tidak mampu memberikan nafkah kepada istri, inipun

bukan alasan yang mendasar, dalam undang-undang diamanatkan bila perkawinan

telah dilakukan maka suami wajib memberi nafkah, namun bila kebutuhan rumah

tangga tersebut tidak dapat tercukupi, maka istri dapat turut serta dalam pemenuhan

kebutuhan rumah tangga tersebut sebagai shodaqah kepada keluarga, maka langkah

untuk menikah secara legal adalah pilihan yang paling rasional dan sangat tepat.

Dengan nikah secara legal maka kehidupan rumah tangga tersebut terlindungi oleh

Undang-undang ,sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2004 pasal 5.

Dalam perkawinan paling tidak ada tiga faktor yang akan muncul:

1. Faktor Sosial, yaitu dengan perkawinan pada intinya akan menyatukan dua latar

belakang sosial yang berbeda dan juga pada intinya perkawinan adalah

menyatukan dua keluarga besar tersebut, bukan hanya menyatukan dua insan

saja.

2. Faktor Agama, dilihat dari sudut agama dengan perkawinan akan memunculkan

perubahan status hukum terhadap kedua pasangan tersebut, yang semula

hubungan keduanya diharamkan oleh agama, maka dengan perkawinan menjadi

sah dan halal.

3. Faktor hukum, dengan adanya ikatan perkawinan maka akan berakibat hukum

kepada kedua orang pasangan tersebut, antara lain:

a. Suami isteri tersebut saling mewarisi, apabila salah satu meninggal dunia.

b. Suami isteri secara hukum terlindungi dengan perkawinan tersebut.

c. Suami isteri tersebut, akan timbul hak dan kewajiban yang telah di atur baik

dalam agama maupun dalam Undang-undang yang berlaku.

d. Apabila tidak ada kecocokan dalam rumah tangga, maka dapat menempuh

pintu perceraian yang di atur oleh hukum. Dalam istilah teknis syari’at, cerai

artinya berpisah dimana suami menghendaki atas dasar hak.

Page 17: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

17 | P a g e

Solusi dalam perkawinan di bawah tangan

Praktik perkawinan di bawah tangan sangat sulit untuk dilakukan pencegahan,

mengingat praktik perkawinan ini masih menyisakan penafsiran terhadap sahnya

perkawinan antara hukum agama dengan hukum positif, selama pemahaman ini tidak

disatukan maka akan selalu muncul praktik perkawinan sirri tersebut, baik

perkawinan yang barsifat monogami maupun perkawinan sirri yang mengarah pada

tindakan poligami. Untuk meminimalisir dampak perkawinan sirri perlu dilakukan

beberapa tindakan, antara lain:

1. Tindakan yang bersifat preventif, yaitu dengan meninjau kembali hukum yang

mengatur perkawinan yang telah diatur sejak 1974 tersebut, yang masih

memisahkkan pasal 2 ayat 1 dan 2, sehingga menimbulkan interpretasi yang

berbeda-beda di masyarakat, padahal tujuan hukum adalah menciptakan

masyarakat yang tertib yang bersumber dari penafsiran hukum yang satu.

2. Tindakan yang berupa sangsi hukum, yaitu apabila terjadi penyimpangan dalam

hukum perkawinan harus ada sangsi hukum yang lebih tegas dan lebih berat..

3. Bagi pelaku nikah sirri diupayakan agar segera ditindaklanjuti dengan pencatatan

perkawinan tersebut, hal ini perlu dilakukan sosialisasi pentingnya tindakan

pencatatan tersebut, serta akibat hukumnya apabila perkawinan tersebut tidak

memiliki bukti secara legal formal

4. Harus ada kepastian hukum, bahwa perkawinan sirri dilarang dalam sistem hukum

di Indonesia dengan alasan apapun.

5. Perlu diberikan contoh-contoh yang berdampak kurang baik terhadap perkawinan

sirri tersebut, misalnya adanya tindakan pentelantaran terhadap anak, maupun

terhadap istri. Dampak–dampak tersebut dapat diinventarisir sebagai berikut:

a. Terhadap istri, dengan adanya perkawinan sirri, seorang tidak dapat

melakukan tindakan upaya hukum bila suami menikah lagi atau suami

melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami atau suami melakukan

tindakan kekerasan terhadap istri, baik kekerasan secara fisik, kekerasaan

psikis , kekerasan seksual maupun penelantaran dalam rumah tangga dan hal

ini sangatlah besar peluangnya terjadi, karena suami mengetahui bahwa

Page 18: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

18 | P a g e

perkawinan yang dilakukan tidak memiliki landasan hukum yang kuat dalam

pandangan negara.

b. Terhadap Anak.

1. Seorang anak akan kesulitan untuk mengurus akta kelahiran serta hal-hal

yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang membutuhkan identitas

seorang anak. Padahal di negara Indonesia, perlindungan terhadap anak

telah di atur dan telah dikuatkan dengan dikeluarkannya Undang-undang

perlindungan anak nomor 23 tahun 2002, salah satu pasalnya, yaitu pasal 3

menyatakan bahwa “ Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin

terpenuhinnya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,

berakhlak mulia dan sejahtera.

2. Sedangkan status anak dari perkawinan sirri tersebut, menurut hukum

negara sebagai anak tidak sah, sehingga berakibat hukumnya mempunyai

hubungan perdata dengan ibu dan keluarganya saja, hal ini diatur dalam

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 42 dan 43. Pasal-pasal inilah

yang perlu disosialisasikan dan ditekankan kepada seluruh lapisan

masyarakat, sebab kalau hanya dilarang saja sedangkan dampak yang

ditimbulkan tidak disosialisasikan, maka akan terus terjadi perkawinan

sirri tersebut di tengah-tengah masyarakat.

c. Terhadap Lingkungan Sosial.

Lingkungan sosial adalah tempat lahirnya generasi yang akan meneruskan

eksistensi suatu bangsa, sehingga di lingkungan sosial perlu dilakukan

penegakan hukum.

d. Terhadap harta benda, dengan adanya perkawinan yang belum diakui secara

hukum, maka apabila terjadi perceraian akan berdampak pada harta yang

diperoleh selama perkawinan tersebut, suami dengan mudahnya menguasai

harta tersebut. Dan juga bila terjadi kematian salah satu pihak, maka akan

berdampak pula terhadap posisi harta waris yang ditinggalkan.

Page 19: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

19 | P a g e

Sesuatu yang menjadi hajat hidup, dibutuhkan, dan menjadi kepentingan,

berguna mendatangkan kebaikan bagi seseorang, itulah yang dimaksud dengan

kemaslahatan. Keluarga tentunya mempunyai kemaslahatan yang demikian. Baik si

suami, si istri, maupun anak-anaknya masing-masing mempunyai kemaslahatan

sendiri-sendiri, maupun bersama. Disamping itu, mereka sebagai manusia tentunya

juga mempunyai kemaslahatan diri dan tidak pula terlepas dari kemaslahatan

bersama atau dari masyarakatnya.

Adapun dampak perkawinan tidak hanya terhadap pasangan tersebut tetapi

juga terhadap masyarakat di sekitarnya. Apalagi setelah dalam perkawinan tersebut

lahir seorang anak, jangan sampai anak tersebut tidak merasakan kasih sayang kedua

orangtuanya atau anak tersebut sampai digugurkan (aborsi). Islam membolehkan

pencegahan kehamilan karena darurat bukan berarti Islam membolehkan juga aborsi,

yaitu suatu pengrusakan kandungan yang benar-benar sudah bersisi janin atau bakal

janin, itu adalah sebuah kejahatan terselubung yang sadis.

Penutup dan Kesimpulan

Nikah sirri miskipun persoalan klasik, namun tetap menarik untuk dikaji,

khususnya dikalangan mahasiswa, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada beberapa faktor yang mendorong mahasiswa untuk melakukan praktek

perkawinan sirri antara lain :

a. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap norma agama yaitu takut

terjebak pada masalah perzinahan, dimana dalam pergaulan dikalangan

mahasiswa sangat longgar sekali, mahasiswa dikelompokkan sebagai

masyarakat yang terpelajar dan mampu mengatur dirinya sendiri, karena

sebagaian besar adalah mahasiswa yang jauh dari pengawasan orangtua

secara langsung

b. Untuk efisiensi, alasan ini berkaitan dengan masalah finansial yang terkait

dengan kebutuhan hidup sehari-hari

2. Adapun pemahaman mahasiswa terhadap perkawinan sirri (di bawah tangan )

sebagian besar sangat baik dan mahasiswa mengetahui akibat hukum yang

ditimbulkan oleh perkawinan sirri tersebut, antara lain dapat diketahui dari :

Page 20: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

20 | P a g e

a. Sebagian besar Mahasiswa mengetahui adanya aturan secara formal yang

mengatur masalah perkawinan

b. Dikalangan mahasiswa belum mengetahui akibat hukum dari perkawinan

sirri tersebut, sehingga keputusan untuk nikah sirri adalah solusi sesaat, yaitu

mengatasi masalah tetapi masuk kemasalah baru yang lebih besar

c. Dikalangan mahasiswa masih terdapat pemahaman bahwa dengan

perkawinan sirri belum menimbulkan hak dan kewajiban sebagai suami istri

Page 21: pernikahan tidak resmi dikalangan mahasiswa-

21 | P a g e

Daftar Pustaka

Azis, Abdul, Rumah tangga Bahagia Sejahtera (Wicaksono, Semarang, 1990)

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam (Bagian Penerbitan Fakultas

Hukum UII, Yogyakarta, 1989).

Bukhari, Kutubus Tis’ah Bab Nikah No. 4700.

Dahlan, Sujari, Fenomena Nikah Sirri (Pustaka Progresif, Surabaya,1996).

DPR.RI, Undang-undang Perkawinan (Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1986).

DPR.RI, Undang-undang RI. Nomr 23 Tahun 2004 (Citra Umbara, Bandung, 2004).

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1971.

DPR.RI, Kompilasi Hukum Islam (DEPAG RI Dirjend Binbagais, Jakarta, 2001).

Maliki, Muhammad Alwi, Etika Islam tentang Keluarga (Mutiara Ilmu, Surabaya,

1995).

Muhdlor, Zuhdi.A, Memahami Hukum Perkawinan (Al-Bayan, Bandung,1994).

Ramulyo, M. Idris, Tinjauan Beberapa Pasal UU. No. 1 Tahun 1974 Dari Segi

Hukum Perkawinan Islam (Bind -Hillco, Jakarta, 1986).

Ridwan, Kafrawi, Ensiklopedi Islam (PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994)

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1997).

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Prenada Media, Jakarta,

2006).

Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan Dalam Islam (Hidakarya Agung, Jakarta,

1977).