Top Banner
Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Akuntansi Perbankan yang diampu oleh Dr. H. Nugraha, SE, M.Si, Akt dan Dian Herdian. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA Disusun oleh : Dea Sudawati (1002049) Melly Lydea (1006570) Nurhani (1006386) Rizky Fauzi (1001323) JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
93

Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Oct 21, 2014

Download

Education

 
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia i | P a g e

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Akuntansi

Perbankan yang diampu oleh Dr. H. Nugraha, SE, M.Si, Akt dan Dian

Herdian.

PERKEMBANGAN SISTEM

PEMBAYARAN DI INDONESIA

Disusun oleh :

Dea Sudawati (1002049)

Melly Lydea (1006570)

Nurhani (1006386)

Rizky Fauzi (1001323)

JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

Page 2: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia ii | P a g e

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur serta mengucapkan Alhamdulillah berkat

Rahmat Allah SWT, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun

untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Akuntansi Perbankan.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi,

namun dengan semangat dan kerja keras akhirnya kami dapat menyelesaikan

makalah ini.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak

Dr. H. Nugraha, SE, M.Si, Akt dan Dian Hardiana, S.Pd selaku dosen mata kuliah

Akuntansi Perbankan, atas bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan makalah

ini dan tidak lupa pula kepadateman-teman yang telah memberi dukungan dan

semangat dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang membangun untuk

pembuatan laporan yang lebih baik nantinya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih.

Bandung,29 Mei 2013

Penyusun

Page 3: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia iii | P a g e

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 6

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 6

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

1.3. Tujuan ......................................................................................................... 7

1.4. Metode......................................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN TEORI .................................. Error! Bookmark not defined.

2.1. Sistem Pembayaran ..................................................................................... 5

2.1.1. Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ........................... 14

2.1.2. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran .................. 18

2.2. Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran .......... 20

2.2.1. Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang diselenggarakan

oleh Bank Indonesia....................................................................................... 20

2.2.2. Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang diselenggarakan

oleh Pihak di Luar Bank Indonesia ................................................................ 31

2.2.3. Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia .................... 38

2.3. Kebijakan Sistem Pembayaran .................................................................. 44

2.3.1. Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan

Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II .......................... 44

2.3.2. Kebijakan SKNBI ................................................................................ 49

Page 4: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia iv | P a g e

2.3.3. Pengembangan Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) ............................................................................. 53

2.3.4. Implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Nasional dalam rangka

Persiapan MEA .............................................................................................. 54

2.3.5. Tahapan Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem

Pembayaran Ritel ........................................................................................... 56

2.3.6. Upaya Mewujudkan Interoperabilitas melalui Kegiatan Fasilitasi

Interkoneksi Industri Uang Elektronik .......................................................... 58

2.3.7. Implementasi Standar Nasional Kartu ATM dan ATM/Debet ............ 61

2.3.8. Implementasi Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan

Setelmen ASEAN .......................................................................................... 62

2.4. Pengawasan Sistem Pembayaran .............................................................. 64

2.4.1. Pengawasan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh BI ....... 66

2.4.2. Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Pihak di Luar BI ..... 72

2.5. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan ........ 79

2.5.1. Arah Kebijakan dan Pengembangan BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II 79

2.5.2. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Kliring Nasional BI ...... 81

2.5.3. Arah Kebijakan dan Pengembangan NPG ke Depan .......................... 83

2.5.4. Arah Kebijakan dan Pengembangan Uang Elektronik........................ 84

2.5.5. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen

ASEAN Dalam Rangka MEA 2015 .............................................................. 85

2.5.6. Penyusunan Konsep RUU Sistem Pembayaran dan Penyelesaian Akhir

(SPPA) ........................................................................................................... 90

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 100

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 100

3.2. Saran ........................................................................................................ 101

Page 5: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia v | P a g e

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 102

Page 6: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 6 | P a g e

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembayaran menjadi komponen penting dalam setiap kegiatan transaksi

perdagangan barang dan jasa. Suatu perekonomian tidak akan terdapat perdagangan

apabila tidak terdapat pembayaran. Dengan perkembangan teknologi serta makin

besarnya nilai transaksi serta risiko, sistem pembayaran yang aman dan lancar

menjadi semakin penting. Sistem pembayaran selain diperlukan untuk memfasilitasi

perpindahan dana secara efisien, aman dan cepat, juga sangat diperlukan dalam dunia

pasar modal yang menuntut ketepatan, keamanan dalam penyelesaian setiap

transaksinya.

Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran

baru yang turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Sejalan dengan

perkembangan zaman teknologi yang pesat, pola dan sistem pembayaran dalam

transaksi ekonomi terus mengalami perubahan. Begitupun pada bank yang

memberikan inovasi-inovasi baru pada masyarakat untuk memudahkan masyarakat

dalam bertransaksi. Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran menggeser

peranan uang tunai (currency) sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran

non tunai yang yang lebih efisien dan ekonomis. Pembayaran non tunai umumnya

dilakukan tidak dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran melainkan

dengan cara transfer antar bank ataupun transfer intra bank melalui jaringan internal

bank sendiri. Selain itu pembayaran non tunai juga dapat dilakukan dengan

menggunakan fasilitas yang di berikan oleh bank sebagai alat pembayaran, misalnya

dengan menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit. Ketika mekanisme

pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dalam

hal perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka inovasi-inovasi teknologi

pembayaran semakin bermunculan dengan sangat pesat. Memberikan jawaban dengan

berbagai fasilitas kemudahan dan semakin tiada batas.

Perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan tingkat persaingan bank

yang semakin tinggi mendorong sektor perbankan atau non bank untuk semakin

Page 7: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 7 | P a g e

inovatif dalam menyediakan berbagai alternatif jasa pembayaran non tunai berupa

sistem transfer dan alat pembayaran menggunakan kartu elektronis (electronic card

payment) yang aman, cepat dan efisien, serta bersifat global (Santomero dan Seater,

1996). Pembayaran elektronis tersebut, pada awal perkembangannya masih selalu

terkait langsung dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya.

Dalam perkembangannya, beberapa negara telah menemukan dan menggunakan

produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic Money (e-money),

yang karakteristiknya berbeda dengan pembayaran elektronis yang telah disebutkan

sebelumnya. Pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan e-money tidak selalu

memerlukan proses otorisasi dan keterkaitan secara langsung (on-line) dengan

rekening nasabah di bank. Hal ini dapat terjadi karena e-money merupakan produk

stored value dimana sejumlah nilai dana tertentu (monetary value) telah terekam

(tersimpan) dalam alat pembayaran yang digunakan tersebut.

Kehadiran alat-alat pembayaran non tunai tersebut di atas, semata-mata tidak

hanya disebabkan oleh inovasi sektor perbankan namun juga didorong oleh kebutuhan

masyarakat akan adanya alat pembayaran yang praktis yang dapat memberikan

kemudahan dalam melakukan transaksi. Kemudahan transaksi tersebut dapat

mendorong penurunan biaya transaksi dan pada gilirannya dapat menstimulus

pertumbuhan ekonomi (Dias, 2000).

Berdasarkan pada kondisi tersebut, kami tertarik untuk membahas mengenai

“Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia”, apakah setiap perkembangan

sistem pembayaran tersebut selalu berada pada koridor ketentuan yang berlaku atau

tidak.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penyusun merumuskan

masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimanakah sistem pembayaran di Indonesia.

2. Bagaimana perkembangan penyelenggaraan dan kinerja sistem pembayaran.

3. Bagaimana kebijakan untuk sistem pembayaran.

4. Bagaimana pengawasan sistem pembayaran.

5. Bagaimana arah dan pengembangan sistem pembayaran ke depan.

1.3. Tujuan

Page 8: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 8 | P a g e

Maksud penyusunan makalah ini adalah untuk memperoleh gambaran dan

pemahaman yang lebih mendalam mengenai perkembangan sistem pembayaran di

Indonesia.

Adapun tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penyusunan makalah ini

diantaranya :

1. Untuk mengetahui sistem pembayaran di Indonesia.

2. Untuk mengetahui perkembangan penyelenggaraan dan kinerja sistem

pembayaran.

3. Untuk mengetahui kebijakan untuk sistem pembayaran.

4. Untuk mengetahui pengawasan sistem pembayaran.

5. Untuk mengetahui arah dan pengembangan sistem pembayaran ke depan.

1.4. Metode

Metode penulisan yang kami lakukan pada proses penyusunan makalah ini

adalah sebagai berikut :

1. Studi Pustaka, yaitu menelaah buku-buku atau artikel yang didalamnya memuat

tentang semua hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

2. Web Research, yaitu pencarian data melalui media maya yakni, internet dengan

maksud agar didapat referensi lebih banyak mengenai perkembangan sistem

pembayaran di Indonesia.

Page 9: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 9 | P a g e

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Sistem Pembayaran

Perekonomian Indonesia pada 2012 menunjukkan pertumbuhan yang relatif

tinggi dengan laju inflasi yang tetap terkendali pada tingkat yang rendah sebesar

4,30%. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,23% menjadikan Indonesia sebagai salah

satu negara yang masih mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di tengah

perlambatan ekonomi global.

Terjaganya pertumbuhan ekonomi pada 2012 ditopang oleh kinerja permintaan

domestik. Di satu sisi, kuatnya permintaan domestik mampu menjaga pertumbuhan

ekonomi di tengah melambatnya kinerja ekspor akibat melemahnya perekonomian

global dan penurunan harga komoditas. Namun, di sisi lain, kuatnya permintaan

domestik juga berimplikasi pada kuatnya pertumbuhan impor. Dari sisi penawaran,

sektor yang berorientasi ekspor tumbuh rendah, tetapi kondisi sebaliknya berlangsung

pada sektor-sektor yang berorientasi domestik.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap terjaga tersebut, tidak terlepas dari

peran strategis sistem pembayaran dalam mendukung aktivitas perekonomian. Peran

strategis sistem pembayaran dalam aktivitas perekonomian terutama untuk menjamin

terlaksananya berbagai transaksi pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat dan

dunia usaha. Perkembangan inovasi dalam sistem pembayaran merupakan

konsekuensi logis dari semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan keberadaan

instrumen dan mekanisme pembayaran yang praktis, efisien, aman, dan nyaman untuk

mendukung aktivitas ekonomi yang dilakukan.

Selain itu sistem pembayaran juga berperan penting dalam mendukung

terciptanya stabilitas sistem keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Dengan

peran strategis tersebut, Bank Indonesia dituntut untuk terus memastikan bahwa

perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada dalam koridor ketentuan yang

berlaku dan kebijakan yang ditetapkan. Hal ini tentu saja demi menjamin kelancaran

dan keamanan jalannya kegiatan sistem pembayaran.

Berbagai kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ditempuh Bank

Indonesia dengan tetap terfokus pada empat aspek utama, yaitu peningkatan

Page 10: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 10 | P a g e

keamanan, efisiensi, perluasan akses dalam sistem pembayaran dengan tetap

memperhatikan perlindungan konsumen.

Peningkatan keamanan dalam sistem pembayaran bertujuan untuk menjaga

kepercayaan masyarakat akan berbagai alternatif instrumen pembayaran yang dapat

digunakan masyarakat dalam kegiatan ekonomi yang dilakukannya. Sementara itu

peningkatan efisiensi melalui upaya interkoneksi sistem pembayaran menjadi sangat

penting agar industri sistem pembayaran dapat melakukan sharing investasi

pengembangan infrastruktur untuk menciptakan efisiensi secara nasional baik bagi

industri sistem pembayaran maupun bagi masyarakat pengguna karena tidak harus

memiliki banyak instrument pembayaran dalam melakukan berbagai transaksi

pembayaran.

Dari sisi perluasan akses dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa

mendorong industri sistem pembayaran untuk memperluas cakupan layanan sistem

pembayaran sehingga dapat lebih luas dan merata ke seluruh wilayah Indonesia, tidak

hanya di kota-kota besar. Selain itu, perluasan akses dalam sistem pembayaran dapat

mendorong terwujudnya program keuangan inklusif bagi lapisan masyarakat yang

belum terjangkau oleh layanan perbankan.

Selanjutnya, perlindungan konsumen merupakan faktor yang tidak kalah penting

dalam penetapan kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran untuk

menempatkan posisi konsumen pengguna jasa sistem pembayaran setara dengan

penyelenggara sistem pembayaran. Hal ini menjadi penting agar masyarakat sebagai

konsumen pengguna jasa sistem pembayaran dapat semakin terlindungi dan tidak lagi

berada pada posisi lemah yang diakibatkan dari kekurangpahaman masyarakat atas

manfaat dan risiko dari suatu instrumen dan/atau mekanisme pembayaran yang

digunakan.

Keempat faktor utama dalam penetapan kebijakan dan pengembangan sistem

pembayaran menjadi sangat relevan untuk terus diupayakan mengingat perkembangan

transaksi keuangan yang melalui sistem pembayaran yang semakin tinggi setiap

tahunnya (Tabel 1.1).

Page 11: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 11 | P a g e

Peningkatan nilai dan volume transaksi sistem pembayaran pada triwulan 1-2012

dapat dipengaruhi oleh kinerja sistem pembayaran yang aman dan lancar.

Transaksi sistem pembayaran pada triwulan 1-2012 mengalami peningkatan

baik dari sisi nilai maupun volume, dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Nilai transaksi meningkat sebesar Rp 17.210 triliun (112,3% yoy)

didominasi transaksi pengelolaan moneter Bank Indonesia, terutama penempatan

likuiditas bank dan instrument deposit facility. Sedangkan volume transaksi

meningkat sebanyak 90 juta transaksi (15,2%, yoy), terjadi pada seluruh sistem

pembayaran (Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settelment (BI-RTGS), kliring,

kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan kartu ATM/Debet, maupun uang

elektronik).

Dibandingkan triwulan sebelumnya, transaksi sistem pembayaran mengalami

penurunan. Penurunan tersebut lebih disebabkan oleh siklus musiman, yakni

pembayaran berbagai transaksi keuangan baik oleh individu maupun korporasi,

cenderung dilakukan pada akhir tahun dibandingkan pada awal tahun.

Peningkatan nilai dan volume transaksi sistem pembayaran, didukung oleh

kinerja sistem pembayaran yang baik. Ketersediaan layanan Sistem Bank Indonesia-

Real Time Gross Settelment (BI-RTGS), Bank Indonesia-Scripless Securities System

(BI-SSSS), serta Sistem Kliring Bnk Indonesia (SKNBI) pada triwulan laporan

mencapai 99,97%. Dengan pencapaian tersebut, setelmen transaksi dana bernilai besar

Page 12: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 12 | P a g e

maupun ritel, serta setelmen surat berharga melalui Bank Indonesia dapat

dilaksanakan secara aman dan lancar, dan relatif tanpa gangguan berarti. Sistem

pembayaran dengan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan uang

elektronik yang diselenggarakan di luar Bank Indonesia juga terselenggara dengan

baik selama triwulan laporan.

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia

Page 13: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 13 | P a g e

Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan dana

dari satu pihak ke pihak lain yang melibatkan berbagai komponen seperti instrument

pembayaran (tunai dan non tunai), bank, lembaga kliring dan setelmen, infrastruktur

dan sistem hukum. Tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran mencakup

sistem pembayaran tunai dan non-tunai sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah dengan undang-Undang-Undang No.3 tahun 2004.

Di bidang pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga

yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut,

menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Dalam hal ini, kebijakan Bank

Indonesia diarahkan untuk memenuhi ketersediaan uang kartal dalam jumlah yang

cukup dan pecahan yang sesuai, menjaga kualitas yang layak edar, melakukan

tindakan untuk menanggulangi meluasnya peredaran uang palsu dan meningkatkan

pelayanan perkasan.

Di bidang sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berwenang mengatur

sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan valuta asing (valas).

Penyelenggaraan kliring tersebut dapat dilakukan secara langsung oleh Bank

Indonesia atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selain

penyelenggaraan kliring, penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dalam

mata uang Rupiah dan valas diselenggarakan juga oleh Bank Indonesia atau pihak lain

dengan persetujuan Bank Indonesia.

Di sisi sistem pembayaran non tunai, sebagaimana international common

practice sistem pembayaran di Indonesia diklasifikasikan menjadi sistem pembayaran

yang bersifat Systemically Important Payment System (SIPS), System Wide Important

Payment System (SWIPS) dan sistem pembayaran yang bukan sebagai SIPS dan

SWIPS. SIPS adalah sistem yang memproses transaksi-transaksi pembayaran yang

bernilai besar dan apabila terjadi kegagalan dalam sistem pembayaran ini dapat

menyebabkan terjadinya systemic risk yang dapat menimbulkan gangguan terhadap

stabilitas sistem keuangan, contohnya adalah sistem Bank Indonesia Real Time Gross

Settlement (BIRTGS).

Sementara itu SWIPS adalah sistem pembayaran yang digunakan oleh

masyarakat luas, yang apabila terganggu, misalnya karena seringnya terjadi system

breakdown atau adanya fraud akan mengakibatkan ketidaknyamanan masyarakat dan

pada gilirannya dapat menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat atas sistem dan

Page 14: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 14 | P a g e

alat-alat pembayaran yang diproses melalui sistem tersebut. Di Indonesia yang

termasuk dalam kategori SWIPS adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI) dan penyelenggaraan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK).

Sementara, sistem pembayaran yang bukan sebagai SIPS dan SWIPS contohnya

adalah money remittance.

Bagaimana sistem pembayaran mengalami evolusi ?

Tahapan evolusi sistem pembayaran dimulai dari sistem perekonomian yang

paling sederhana, yakni yang dikenal dengan istilah barter, dimana seseorang yang

membutuhkan barang tertentu dapat memperolehnya dengan cara menukarnya dengan

barang yang berbeda. Pada masa tersebut belum ada satuan nilai sebagai alat

pengukur barang/jasa, sehingga orang mengukur suatu barang dengan barang lainnya.

Sistem barter tersebut kemudian digantikan dengan sistem „commodity

currency‟ yaitu sistem pertukaran dengan menggunakan barang tertentu yang telah

diterima secara umum sebagai media pertukaran (medium of exchange) maupun

sebagai suatu standard nilai yang digunakan dalam pertukaran barang. Sebagai

contoh, selama periode awal pemukiman Amerika, penduduknya menggunakan

tembakau, beras, kayu, dan lain sebagainya sebagai medium of exchange.

Sistem barter dan “commodity curreny‟ ini sangat tidak efisien, antara lain

karena :

Page 15: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 15 | P a g e

Sulit mencari orang yang memiliki barang yang dibutuhkan, dan berkeinginan

untuk menukarkan sebagian barangnya dengan barang yang ditawarkan,

Setiap orang mempunyai ide yang berbeda terhadap nilai barang yang akan

dipertukarkan, dibandingkan dengan barang lainnya

Nilai suatu barang yang dipertukarkan belum tentu mencerminkan nilai

sebenarnya, serta belum tentu sesuai nilainya dengan barang yang diperoleh

sebagai imbalan atas barang yang dipertukarkan.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia, sistem tersebut menjadi tidak

efisien lagi, sehingga muncullah uang sebagai alat ukur dan alat tukar yang dapat

digunakan dalam perdagangan.

Bentuk uang itu sendiri secara fisik juga mengalami evolusi dari bentuk yang

paling sederhana ke bentuk yang lebih maju sejalan dengan perkembangan teknologi.

Uang dalam bentuk kerang dan batu-batuan berganti dengan lempengan logam dan

logam mulia, untuk kemudian berubah lagi menjadi bentuk yang dianggap paling

efisien yaitu uang kertas dan uang logam.

Penggunaan uang tunai (kertas dan logam) telah memberikan kepraktisan dalam

melakukan suatu transaksi pembayaran. Namun sejalan dengan perkembangan

perekonomian dan teknologi, penggunaan uang tunai ini kemudian hanya dirasa

cukup praktis untuk pembayaran-pembayaran yang bernilai relatif kecil. Namun tidak

demikian halnya untuk transaksi-transaksi yang nilainya cukup besar, karena

diperlukan kuantitas fisik uang yang banyak, serta faktor keamanan karena orang akan

merasa tidak aman bila membawa sejumlah uang tunai dalam jumlah besar.

Berbagai kendala dalam penggunaan uang tunai (kertas dan logam) mendorong

munculnya inovasi-inovasi baru dalam penciptaan alat pembayaran yang bersifat

nontunai. Alat pembayaran non-tunai yang saat ini kita kenal ada yang berbentuk

paperbased (Cek/Bilyet Giro), card-based (Kartu Kredit, Kartu Debet) dan electronic

based. Bahkan ejak tahun 2007 mulai dikenalkan uang elektronik yang ditujukan

untuk jenis pembayaran mikro sebagai pengganti uang. Saat ini penggunaan uang

elektronik tersebut banyak dijumpai di berbagai supermarket, pom bensin,

pembayaran toll, transportasi dankedepan dimunkinkan untuk berkembang lebih

lanjut. Perkembangan teknologi juga telah memungkinkan perpindahan (transfer)

dana secara elektronis yang cepat antar kota bahkan antar negara.

Peranan Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran

Page 16: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 16 | P a g e

Dalam UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, disebutkan bahwa salah

satu tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah menyelenggarakan, mengatur

dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Yaitu dengan jalan memperluas,

memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan

kliring antar bank.

Untuk itu Bank Indonesia memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan,

mengatur, melaksanakan, dan memberi persetujuan, perijinan dan pengawasan atas

penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. Jadi salah satu peran Bank Indonesia dalam

sistem pembayaran adalah sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator

pengembangan sistem pembayaran.

Sebagai operator, bank sentral di sejumlah negara berperan aktif sebagai

penyelenggara/peserta sistem pembayaran, khususnya dalam operasi sistem

pembayaran bernilai besar. Bank Indonesia sendiri menjadi penyelenggara sistem

pembayaran bernilai besar (Sistem BI-RTGS) dan sistem pembayaran retail (SKNBI).

Selain itu Bank Indonesia juga menjadi penata usaha rekening seluruh peserta (Bank

dan Pemerintah). Sementara itu dalam perannya sebagai regulator, Bank Indonesia

melakukan kegiatan oversight, fasilitator/katalisator dan development coordinator. Di

bidang oversight, Bank Indonesia senantiasa memastikan proses sistem pembayaran

berlangsung secara tepat waktu. Selin itu juga terlibat dalam penetapan prinsip-prinsip

yang mengatur mekanisme operasional suatu sistem pembayaran, meliputi a.l.

membership criteria, guarantees or arrangements – by laws serta menyiapkan

guidelines bagi bank-bank dalam risk management –nya.

Sebagai fasilitator atau katalisator, Bank Indonesia concern terhadap upaya

penciptaan industri sistem pembayaran untuk lebih efisien . Oleh karena itu saat ini

sedang industri tersebut sedang didorong agar dapat saling interoperability antar

penyelenggara serta mendorong terbentuknya self regulating organization.

Fungsi lainnya yaitu sebagai development coordinator yang menetapkan arah

pengembangan sistem pembayaran secara nasional, blue print, dan mengatur struktur

dan operasi sistem pembayaran secara keseluruhan untuk menjamin keamanan dan

kehandalannya.

Terakhir adalah fungsi Bank Sentral sebagai user (pengguna). Bank Indonesia

sebagai pinata usaha rekening Pemerintah secara otomatis menjadi peserta sistem

pembayaran untuk menjalankan instruksi transfer dana dari Pemerintah.

Page 17: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 17 | P a g e

Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi sistem pembayaran

nasional dan memperkuat sistem pengawasan (oversight) sistem pengawasan dengan

mewujudkan perlindungan konsumen sistem pembayaran di Indonesia. Namun

penyempurnaan dan pengembangan sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank

Indonesia harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna sistem pembayaran serta

diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran. Dalam

kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki

tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang

efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain

berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang

menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk

melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang

dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

2.1.1. Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran

Dengan mengedepankan empat aspek utama, yaitu peningkatan keamanan,

efisiensi, perluasan akses, dan perlindungan konsumen, kebijakan dan pengembangan

sistem pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia selama 2012 dilakukan melalui

persiapan implementasi Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, pengembangan

NPG, interkoneksi dalam penyelenggaraan uang elektronik, persiapan implementasi

standar nasional kartu ATM dan ATM/Debet berbasis chip, perluasan akses BPR

dalam sistem pembayaran, serta penyempurnaan ketentuan untuk lebih meningkatkan

penerapan aspek perlindungan konsumen pengguna jasa sistem pembayaran.

Kebijakan penguatan infrastruktur untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi

dalam penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan Bank Indonesia dengan

melakukan persiapan implementasi Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II.

Pengembangan ini dilakukan untuk mengimbangi tren peningkatan jumlah transaksi

BI-RTGS dan BI-SSSS dari waktu ke waktu yang sejalan dengan perkembangan

ekonomi. Selain itu, pengembangan ini juga dilakukan sebagai persiapan untuk

mengantisipasi konektivitas Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan infrastruktur

sistem keuangan lainnya baik domestic maupun internasional. Selain itu, dengan

pengembangan ini diharapkan akan tercapai peningkatan kemampuan mitigasi risiko

dalam penyelenggaraan sistem pembayaran sehingga dapat berjalan secara aman dan

Page 18: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 18 | P a g e

efisien. Efisiensi dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II

nantinya, tidak hanya dari sisi penggunaan likuiditas tetapi juga dari sisi infrastuktur

sistem yang digunakan.

Selain itu, kebijakan untuk peningkatan keamanan juga dilakukan melalui

persiapan implementasi standar nasional kartu ATM/Debet menggunakan teknologi

chip dan Personal Identification Number (PIN) paling kurang 6 (enam) digit.

Penggunaan standar nasional kartu ATM dan ATM/Debet dengan menggunakan

teknologi chip ditargetkan dapat diterapkan secara menyeluruh pada akhir 2015.

Teknologi chip dinilai mampu mengurangi kejahatan (fraud) yang dilakukan melalui

infrastruktur sistem kartu ATM dan ATM/Debet, yang antara lain dilakukan dengan

metode skimming. Kebijakan ini tentunya juga ditujukan untuk memberikan

perlindungan kepada masyarakat pengguna kartu ATM dan ATM/Debet.

Dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran ritel, Bank Indonesia terus mendorong interkoneksi infrastruktur sistem

pembayaran ritel melalui pengembangan NPG. Terwujudnya NPG akan membantu

pemantauan risiko penyelenggaraan sistem pembayaran dan akan membentuk

database sistem pembayaran ritel secara nasional yang dapat mendukung

pengambilan keputusan bagi otoritas yang berwenang. Kebijakan interkoneksi

infrastruktur sistem pembayaran tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat

dalam melakukan kegiatan pembayaran dan transfer dana. Dengan interkoneksi sistem

pembayaran, masyarakat tidak harus memiliki banyak APMK dan uang elektronik,

karena hanya dengan satu kartu atau satu uang elektronik, masyarakat dapat

melakukan kegiatan pembayaran dan transfer dana melalui berbagai alternatif

infrastruktur sistem pembayaran yang ada. Dari sisi industry sistem pembayaran,

interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran akan meningkatkan efisiensi nasional

terkait biaya investasi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Pada tahap awal

pengembangan NPG, Bank Indonesia memfasilitasi interkoneksi ATM dua bank,

yaitu Bank Mandiri dan BCA. Dengan terkoneksinya infrastruktur ATM kedua bank

tersebut, maka semakin memperluas jaringan layanan sistem pembayaran. Kondisi ini

mempermudah masyarakat untuk melakukan transaksi secara lebih cepat dan efisien.

Pada gilirannya sinergi kedua bank tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya

saing industri sistem pembayaran secara nasional dalam menghadapi era persaingan

global.

Page 19: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 19 | P a g e

Upaya lain yang dilakukan Bank Indonesia untuk peningkatan efisiensi dalam

penyelenggaraan sistem pembayaran ritel adalah melalui kebijakan pengembangan

interkoneksi dalam penyelenggaraan uang elektronik. Selama periode laporan, Bank

Indonesia telah berkoordinasi dengan Kementerian Negara Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan (UKP4). Dari koordinasi tersebut disepakati agar pengembangan

interkoneksi dalam penyelenggaraan uang elektronik menjadi program nasional. Salah

satu sektor yang akan memperoleh manfaat dari interkoneksi tersebut adalah sektor

transportasi yang secara massal digunakan oleh masyarakat.

Selanjutnya untuk meningkatkan perluasan akses dalam sistem pembayaran,

Bank Indonesia turut aktif dalam pengembangan sistem transfer kredit elektronik

(STKE). Akses BPR dalam sistem pembayaran semakin luas karena BPR di wilayah

Jawa Timur, baik untuk kepentingan BPR sendiri maupun nasabahnya, telah dapat

memanfaatkan layanan sistem pembayaran yang cepat dan aman dengan biaya relatif

murah melalui STKE. STKE dikembangkan oleh Bank Jatim sebagai bank pengayom

BPR (APEX BPR) di wilayah Jawa Timur bekerjasama dengan Bank Indonesia.

STKE merupakan suatu sistem yang digunakan dalam penyelenggaraan transfer dana

antar anggota APEX BPR dan/atau dengan bank umum melalui Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Selanjutnya, upaya Bank Indonesia terkait aspek perlindungan konsumen

dilakukan antara lain melalui penyempurnaan ketentuan yang lebih memperhatikan

aspek perlindungan konsumen, yaitu penyempurnaan ketentuan APMK yang

dilakukan Bank Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan atas PBI

No.11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

Menggunakan Kartu (PBI APMK) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)

No.14/17/DASP tanggal 7 Juni 2012 perihal Perubahan SEBI No.11/10/DASP perihal

Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Pokok-pokok materi perubahan yang dimuat

dalam PBI dan SEBI tersebut antara lain meliputi pengaturan batas maksimum suku

bunga kartu kredit, pengaturan persyaratan dalam pemberian fasilitas kartu kredit

(batas minimum usia, batas minimum pendapatan, batas maksimum plafon kredit, dan

jumlah maksimum penerbit yang dapat memberikan fasilitas kartu kredit), penerapan

prinsip kehati-hatian dan transparansi (penyeragaman pola perhitungan bunga kartu

Page 20: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 20 | P a g e

kredit serta pengenaan biaya dan denda, pengaturan kerjasama dengan pihak lain,

khususnya yang terkait dengan penagihan utang kartu kredit).

Terkait kebijakan pembatasan kepemilikan kartu kredit, Bank Indonesia juga

telah menerbitkan SEBI No.14/27/DASP tanggal 25 September 2012 perihal

Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit. Surat Edaran Bank Indonesia ini

diterbitkan sebagai aturan pelaksana Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012

yang pada intinya mewajibkan Penerbit Kartu Kredit melakukan penyesuaian

kepemilikan Kartu Kredit khususnya bagi mereka yang berpendapatan antara Rp3 juta

– Rp10 juta tiap bulan. Sementara itu, terkait pembatasan suku bunga kartu kredit,

Bank Indonesia menerbitkan SEBI No.14/34/DASP tanggal 27 November 2012

perihal Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. Berdasarkan ketentuan tersebut,

batas maksimum suku bunga kartu kredit ditetapkan sebesar 2,95% per bulan.

Selain ketentuan terkait APMK, pada periode laporan Bank Indonesia juga telah

menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.14/3/PBI/2012 tanggal 29 Maret 2012

tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank. Ketentuan ini merupakan tindak

lanjut dari amanat dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan mengatur mengenai penerapan

program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan

PPT).

2.1.2. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran

Melanjutkan kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran 2012, ke depan

Bank Indonesia senantiasa mendorong industri untuk melakukan penataan dan

penguatan infrastruktur sistem pembayaran dalam upaya meningkatkan keamanan dan

efisiensi dalam sistem pembayaran. Hal tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan

tetap melanjutkan tahapan pengembangan NPG, SKNBI, dan uang elektronik.

Pengembangan NPG ke depan akan dilakukan melalui tiga tahapan besar. Tahap

pertama, adalah pengembangan instrumen pembayaran yang paling dominan

digunakan oleh masyarakat Indonesia yaitu kartu ATM dan ATM/Debet dengan

menginterkoneksikan jaringan penyelenggara kartu ATM dan ATM/Debet di

Indonesia. Tahapan kedua adalah pengembangan instrument pembayaran pada kartu

kredit dan uang elektronik melalui pemrosesan kartu kredit secara domestik untuk

transaksi yang dilakukan di Indonesia tanpa harus diteruskan kepada Prinsipal luar

Page 21: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 21 | P a g e

negeri seperti yang berlaku saat ini. Sementara itu, untuk perluasan cakupan transaksi

menggunakan uang elektronik akan didukung melalui interkoneksi diantara penerbit

uang elektronik. Selanjutnya tahap terakhir adalah pengembangan layanan Mobile

Financial Services (MFS) dan e-commerce. Modul layanan ini akan mendukung

konvergensi layanan transaksi berbasis mobile serta e-commerce di masa datang.

Pengembangan SKNBI akan mencakup penyelesaian transaksi atas transfer

kredit dan debet baik yang bersifat individual maupun rutin (bulk payment).

Selanjutnya, arah kebijakan dan pengembangan uang elektronik ke depan

difokuskan pada upaya untuk meningkatkan penggunaan uang elektronik di

masyarakat serta memperluas jangkauan dan penetrasi infrastruktur uang elektronik

melalui dua tahapan waktu yaitu jangka pendek dan menengah dengan kegiatan

edukasi dan sosialisasi, fasilitasi industri serta perluasan pasar. Sedangkan untuk

jangka panjang melalui standardisasi uang elektronik.

Dari sisi penguatan aspek hukum dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia

akan menginisiasi penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Sistem

Pembayaran dan Penyelesaian Akhir (SPPA). Alasan utama mengapa perlunya UU

SPPA ini adalah karena laju perkembangan sistem pembayaran yang sangat pesat.

Pesatnya perkembangan sistem pembayaran dapat menjadi sumber informasi (kondisi

likuiditas dan infrastruktur sistem keuangan) yang menjadi subyek pemantauan secara

microprudential guna memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi

potential shock. Hasil dari riset dan pemantauan selanjutnya akan menjadi

rekomendasi bagi otoritas terkait dalam pengambilan langkah-langkah yang tepat

untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.

Selanjutnya informasi secara komprehensif mengenai perkembangan sistem

pembayaran, kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran yang ditempuh selama

2012, serta arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan akan

diulas secara mendalam pada bab-bab selanjutnya.

2.2. Perkembangan Penyelenggaraan Dan Kinerja Sistem Pembayaran

2.2.1. Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan

oleh Bank Indonesia

Selama periode laporan perkembangan transaksi keuangan melalui sistem

pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, baik Sistem BI-RTGS

Page 22: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 22 | P a g e

maupun SKNBI mengalami peningkatan nilai dan volume transaksi dibandingkan

dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.1).

Aktivitas transfer keuangan elektronik yang diproses oleh Bank Indonesia

melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI mencapai nilai Rp101,57 ribu triliun atau

meningkat sebesar 47,43% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai

nilai Rp68,89 ribu triliun. Sementara itu dari sisi volume transaksi, mencapai 123,59

juta transaksi atau meningkat sebesar 7,15% dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yang mencapai 115,34 juta transaksi.

Perkembangan Transaksi melalui Sistem BI-RTGS

Aktivitas transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS pada tahun 2012

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.2).

Nilai transaksi yang penyelesaiannya dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada 2012

mencapai Rp99,40 ribu triliun atau naik sebesar 48,53% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yang mencapai Rp66,92 ribu triliun dengan volume tercatat sebanyak

17,50 juta transaksi atau naik sebesar8,24% dibandingkan dengan 2011. Dengan

demikian,rata-rata harian transaksi yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada

2012 mencapai nilai Rp404,05 triliun dengan volume sebesar 71,13 ribu transaksi.

Dengan nilai yang tinggi ini, Sistem BI-RTGS dikategorikan sebagai Systemically

Important Payment System (SIPS), yaitu sistem yang memproses transaksi bernilai

besar dengan potensi risiko sistemik1.

1 Risiko sistemik adalah risiko yang disebabkan oleh satu peserta tidak dapat memenuhi kewajibannya

yang berdampak pada terjadinya ketidakmampuan seluruh peserta dalam sistem untuk memenuhi

kewajibannya .

Page 23: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 23 | P a g e

Transaksi transfer elektronik yang diproses melalui Sistem BI-RTGS meliputi

transaksi masyarakat, pasar uang antar bank (PUAB), valuta asing, pasar modal,

pengelolaan moneter, dan transaksi yang dilakukan untuk kepentingan pemerintah.

Peningkatan nilai transaksi melalui BI-RTGS terutama disebabkan oleh

meningkatnya transaksi pengelolaan moneter yang memiliki pangsa 60,86% dari total

nilai transaksi BI-RTGS (Grafik 2.3). Nilai transaksi pengelolaan moneter pada 2012

mengalami peningkatan sebesar 96,53% (Tabel 2.1) dibandingkan dengan tahun 2011.

Peningkatan nilai tersebut mengindikasikan meningkatnya kegiatan pengelolaan

moneter yang dilakukan Bank Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas moneter dan

sistem keuangan.

Sementara itu, peningkatan volume transaksi melalui BIRTGS disebabkan oleh

meningkatnya transaksi pasar modal yang memiliki pangsa 0,40% dari total volume

transaksi

Page 24: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 24 | P a g e

BI-RTGS (Grafik 2.4). Volume transaksi pasar modal pada 2012 mengalami

peningkatan sebesar 13,94% (Tabel 2.1). Peningkatan volume transaksi pasar modal

tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini transfer dana melalui Sistem BI-RTGS

masih menjadi pilihan selain transfer melalui SKNBI dan APMK. Dari perspektif

efisiensi sistem pembayaran, Sistem BI-RTGS mendukung percepatan penyelesaian

transaksi dan efisiensi dari sisi waktu.

Page 25: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 25 | P a g e

Aktivitas Penatausahaan Surat Berharga melalui Bank Indonesia

Scrpless Securities Settlement System (BI-SSSS)

Sehubungan dengan kegiatan penatausahaan surat berharga pada BI-SSSS, pada

periode laporan, telah ditatausahakan transaksi surat berharga dengan nilai mencapai

Rp32,50 ribu triliun atau meningkat sebesar 81,99% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yang mencapai Rp17,86 ribu triliun. Sementara itu di sisi volume

transaksi mencapai 137,16 ribu atau meningkat sebesar 12,27% dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 122,17 ribu (Grafik 2.5). Dengan demikian rata-rata

harian transaksi surat berharga melalui BI-SSSS pada periode laporan mencapai nilai

Rp132,12 triliun dengan volume sebesar 558 transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan, peserta BI-SSSS terdiri dari 137 bank , 14

non bank dan 16 sub registry.

Page 26: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 26 | P a g e

Perkembangan Transaksi melalui SKNBI

Aktivitas transaksi melalui SKNBI pada 2012 menunjukkan peningkatan

dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.6). Nilai transaksi melalui SKNBI

pada 2012 mencapai Rp2.170,19 triliun atau naik sebesar 10,13% dengan volume

transaksi tercatat sebanyak 106,10 juta transaksi atau naik sebesar 6,98%

dibandingkan dengan 2011. Dengan demikian rata-rata harian transaksi yang

dilakukan melalui SKNBI pada 2012 mencapai nilai Rp8,82 triliun dengan volume

sebesar 431,29 ribu transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan, jumlah peserta SKNBI sebanyak 140

peserta bank dan 1 peserta Bank Indonesia.

Page 27: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 27 | P a g e

Pengelolaan Daftar Hitam Nasional (DHN)

Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap instrumen

pembayaran Cek dan/atau Bilyet Giro (BG), Bank Indonesia perlu menjaga

kredibilitas Cek dan/ atau BG tersebut sangat penting bagi kelancaran sistem

pembayaran.

Dalam praktek, pembayaran menggunakan Cek dan/ atau BG masih memiliki

permasalahan risiko gagal bayar karena saldo tidak cukup atau rekening giro telah

ditutup yang dikenal dengan istilah Cek dan/atau BG kosong. Dalam rangka

pencegahan penarikan Cek dan/atau BG kosong tersebut, bank secara self assessment

melakukan penetapan identitas penarik Cek/BG kosong dalam DHN berdasarkan

kriteria yang diatur dalam PBI No. 8/29/PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang

Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan SE BI No.

9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau

Bilyet Giro Kosong.

Persentase perbandingan jumlah warkat Cek dan/atau BG kosong terhadap total

warkat penyerahan bank pada periode laporan mengalami kenaikan dari 1,15% pada

2011 menjadi 1,26% pada 2012. Demikian pula persentase perbandingan jumlah

nominal penarikan Cek dan/atau BG kosong mengalami kenaikan dari 1,07% pada

2011 menjadi 1,23% pada 2012.

Selama dua tahun terakhir, penarikan BG kosong baik sisi volume maupun nilai

lebih besar dibanding penarikan Cek kosong. Pada periode laporan, dari sisi volume,

porsi penarikan BG kosong sebesar 76%, sedangkan dari sisi nilai sebesar 67%.

Page 28: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 28 | P a g e

Sementara itu, porsi penarikan Cek kosong dari sisi volume sebesar 24% dan dari sisi

nilai sebesar 33%.

Kinerja Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Untuk mengetahui kinerja Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI, Bank

Indonesia menggunakan ukuran ketersediaan Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI

bagi pesertanya. Ukuran ketersediaan sistem tersebut menunjukkan tingkat keandalan

Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI yang diselenggarakan Bank Indonesia. Pada

periode laporan, tingkat ketersediaan sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI

mencapai tingkat yang sesuai dengan service level yang telah ditetapkan.

Untuk mendukung kinerja penyelenggaraan sistem pembayaran Bank Indonesia,

maka salah satu upaya Bank Indonesia adalah dengan melakukan migrasi jaringan

dari yang semula berbasis System Network Architecture (SNA) menjadi berbasis

Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP).

Latar belakang migrasi tersebut dengan pertimbangan :

- Jaringan SNA merupakan teknologi lama yang sudah jarang digunakan.

- Ketersediaan perangkat pendukung sudah terbatas sehingga jika terjadi

kerusakan pada perangkat pendukung, maka sulit untuk mencari perangkat

pengganti karena sudah tidak tersedia di pasaran.

- Kapasitas jaringan yang terbatas karena tidak dapat di-upgrade.

Upaya Menjaga Keamanan dan Keandalan Penyelenggaraan Sistem

BI-RTGS dan SKNBI melalui Business Continuity Plan, Kegiatan User

Group dan Forum Kepesertaan, dan Member Certification

1) Business Continuity Plan

Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara sistem BI-RTGS, BI-

SSSS dan SKNBI, Bank Indonesia senantiasa berupaya menjamin

Page 29: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 29 | P a g e

kelancaran sistem secara keseluruhan yang andal baik dalam kondisi

normal maupun dalam kondisi darurat.

Selama periode laporan, untuk menjamin keandalan sistem back-up

telah dilakukan uji coba environment sebanyak tiga kali. Selain itu,

dilakukan juga operasional secara live sebanyak satu kali dengan

menggunakan infrastruktur teknologi informasi di lokasi Disaster

Recovery Centre (DRC) Bank Indonesia.

Sementara itu, untuk memastikan kesiapan infrastruktur back-up

siap digunakan, setiap bulan dilakukan juga pengecekan infrastruktur

Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI di lokasi DRC dan Backup Front

Office.

Untuk memberikan alternatif sarana back-up kepada Peserta sistem

BI-RTGS dan BI-SSSS, Bank Indonesia menyediakan fasilitas guest bank.

Selama tahun 2012 terdapat 32 Peserta yang menggunakan fasilitas guest

bank tersebut dengan rincian tiga peserta karena gangguan pada internal

sistem sisanya sebanyak 29 peserta karena gangguan koneksi jaringan

sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.

Selanjutnya, guna meningkatkan kompetensi peserta dalam

pemanfaatan fasilitas guest bank, Bank Indonesia secara rutin

memberikan pelatihan guest bank. Selama periode laporan, telah

dilakukan pelatihan kepada 13 peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.

2) Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan

Kegiatan user group dan forum kepesertaan, dilakukan untuk

menjembatani komunikasi antara penyelenggara dan seluruh peserta

terutama dalam rangka diseminasi informasi terkini dan penyelesaian

permasalahan penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI.

Selama 2012, kegiatan user group peserta sistem BIRTGS, BI-

SSSS, dan SKNBI dilakukan di Jakarta dalam dua tahap. Tahap pertama

pada Juni 2012, dilaksanakan dalam rangka sharing informasi mengenai

pelaksanaan member certification yang dihadiri oleh petugas audit internal

peserta sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI. Tahap kedua pada

Oktober 2012, dilaksanakan dalam rangka diseminasi informasi mengenai

Page 30: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 30 | P a g e

rencana pengembangan SKNBI dan implementasi sistem BI-RTGS dan

BI-SSSS generasi 2.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan Bank Indonesia

sebagai central registry kepada sub registry, telah dilaksanakan

pertemuan sub registry pada Oktober 2012, dimana dalam forum

pertemuan tersebut dilakukan diseminasi informasi terkini terkait dengan

penyelenggaraan BI-SSSS.

Sementara itu, dalam rangka evaluasi penyelenggaraan kliring lokal

dan diseminasi perubahan kebijakan pemberian bantuan keuangan kepada

Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) Selain BI, pada Juli 2012 telah

dilaksanakan pertemuan tahunan dengan seluruh penyelenggara kliring

lokal yang diselenggarakan di Jakarta.

3) Member Certification (MC)

Member certification dilakukan dengan tujuan mengevaluasi

kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan penyelenggara,

perjanjian pengunaan sistem antara penyelenggara dan peserta, dan/atau

kesepakatan antar Peserta dalam bye laws, serta mengidentifikasi risiko

peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan SKNBI. Dalam

pelaksanaannya, kegiatan member certification dilakukan dengan metode

asesmen atas laporan yang disampaikan oleh peserta dan on site visit.

Berdasarkan pelaksanaan member certification yang dilakukan

selama 2012, secara umum operasional BIRTGS dan SKNBI peserta

sudah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Namun demikian, masih

terdapat beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian dan harus

ditingkatkan seperti penyediaan infrastruktur back-up system, dan

prosedur contingency plan.

2.2.2. Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan

oleh Pihak di Luar Bank Indonesia

Saat ini penyelenggaraan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak

di luar Bank Indonesia meliputi penyelenggaraan APMK (kartu kredit, kartu ATM

dan kartu ATM/Debet), uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang atau

Page 31: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 31 | P a g e

transfer dana. Selama 2012, terjadi peningkatan transaksi keuangan melalui sistem

pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia, baik itu melalui

kartu kredit, kartu ATM dan kartu ATM/Debet, uang elektronik maupun KUPU.

Selain itu, dari sisi infrastruktur pembayaran ritel mengalami perkembangan dari

tahun ke tahun

Aktivitas Pembayaran Menggunakan Kartu Kredit

Jumlah kartu kredit yang beredar pada akhir 2012 mencapai 14,82 juta kartu

atau meningkat sebesar 0,21% dari periode sebelumnya yang mencapai 14,79 juta

kartu. Meningkatnya jumlah kartu tersebut turut pula mendorong peningkatan

penggunaannya (Grafik 2.10).

Selama 2012 nilai transaksi menggunakan kartu kredit mencapai Rp201,84

triliun, meningkat sebesar 5,84% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

mencapai Rp182,60 triliun. Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai 221,58

juta transaksi, meningkat sebesar 10,54% dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang mencapai 209,35 juta transaksi. Dengan demikian rata-rata harian transaksi

menggunakan kartu kredit pada periode laporan mencapai nilai Rp551,48 miliar

dengan volume sebesar 605,41 ribu transaksi.

Sampai dengan periode laporan, jumlah penerbit dan prinsipal kartu kredit di

Indonesia masing-masing berjumlah 20 penerbit dan 5 prinsipal.

Page 32: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 32 | P a g e

Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan Kartu

ATM/Debet

Pada akhir periode laporan, total kartu ATM dan ATM Debet yang beredar

mencapai 77,75 juta kartu. Jumlah tersebut meningkat sebesar 21,15% dibandingkan

dengan akhir periode laporan sebelumnya yang mencapai 63,39 juta kartu. Dari

jumlah tersebut sebanyak 73,22 juta kartu (94,17%) merupakan kartu ATM/Debet,

yang selain berfungsi untuk melakukan transaksi di terminal ATM, juga dapat

berfungsi sebagai kartu debet untuk digunakan dalam transaksi belanja di pedagang

(merchant).

Page 33: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 33 | P a g e

Dengan peningkatan jumlah kartu ATM dan ATM/Debetberedar tersebut,

mendorong peningkatan aktivitast ransaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/Debet

(Grafik 2.12). Pada periode laporan, nilai transaksi menggunakan kartu ATM dan

ATM/Debet mencapai Rp3,07 ribu triliun atau meningkat sebesar 23,74%

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp2,48 ribu triliun.

Sementara itu, volume transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/Debet

mencapai 2,82 miliar transaksi atau meningkat sebesar 24,83% dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang mencapai 2,26 miliar transaksi.

Dengan demikian rata-rata harian transaksi menggunakan kartu ATM dan

ATM/Debet pada periode laporan mencapai nilai Rp8,37 triliun dengan volume

sebesar 7,72 juta transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan terdapat 102 bank yang bertindak sebagai

penerbit kartu ATM dan ATM/Debet yang terdiri atas 59 bank umum, 8 bank syariah,

Page 34: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 34 | P a g e

26 Bank Pembangunan Daerah dan 9 Bank Perkreditan Rakyat. Selain itu juga

terdapat enam lembaga selain bank sebagai prinsipal.

Aktivitas Uang Elekronik

Sampai akhir periode laporan, terdapat 13 penerbit uang elektronik yang telah

memperoleh izin dari Bank Indonesia baik yang berbasis chip maupun media berbasis

server. Adapun jumlah uang elektronik yang beredar baik yang berbasis chip maupun

berbasis server mencapai sekitar 21,87 juta, meningkat sebesar 52,94% dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang mencapai 14,30 juta.

Komposisi penggunaan uang elektronik yang berbasis chip dan server based

mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Jika pada awal hadirnya uang

elektronik, penggunaan uang elektronik berbasis chip based menempati pangsa

terbesar yaitu 72%, maka sampai dengan akhir 2012 penggunaan uang elektronik

berbasis server based menempati pangsa terbesar yaitu 57%.

Aktivitas transaksi menggunakan uang elektronik pada 2012 menunjukkan

peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 2.14). Nilai transaksi

menggunakan uang elektronik pada 2012 mencapai Rp1,97 triliun atau naik sebesar

101,02% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp981,30 miliar.

Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai 100,62 juta transaksi atau naik

sebesar 145,06% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 41,06 juta

transaksi. Dengan demikian rata-rata harian transaksi yang dilakukan dengan

menggunakan uang elektronik pada 2012 mencapai nilai Rp5,39 miliar dengan

volume sebesar 274,93 ribu transaksi.

Page 35: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 35 | P a g e

Pada periode laporan, penggunaan uang elektronik mengalami pertumbuhan

dibandingkan periode sebelumnya baik dari sisi jumlah instrumen yang diterbitkan

maupun volume dan nilai transaksi. Jumlah instrumen uang elektronik mengalami

pertumbuhan 53%, sementara volume dan nominal transaksi tumbuh masingmasing

sebesar 153% dan 116%.

Perkembangan Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengirim Uang (KUPU)

atau Transfer Dana Selain Bank

Mekanisme pengiriman uang melalui penyelenggara Kegiatan Usaha

Pengiriman Uang (KUPU) selain bank telah berjalan sejak lama terutama untuk

mengakomodasikan kegiatan pengiriman uang oleh tenaga kerja Indonesia di luar

Page 36: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 36 | P a g e

negeri. Pada umumnya pengguna jasa penyelenggara KUPU ini adalah tenaga kerja

yang bergerak di sector informal yang kurang mengenal perbankan.

Sampai dengan akhir periode laporan, terdapat 119 penyelenggara KUPU yang

telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, 76 merupakan

penyelenggara badan usaha berbadan hukum, 15 badan usaha tidak berbadan hukum

(Commanditaire Vennootschap dan Usaha Dagang) dan 16 perorangan. Pelaporan

transaksi pengiriman uang oleh penyelenggara KUPU selain bank pada periode

laporan dari sisi nilai mencapai Rp18,43 triliun dengan volume sebesar 3,61 juta

transaksi.

Aktivitas terbesar transaksi pengiriman uang dari sisi nilai transaksi pada

periode laporan, adalah pengiriman uang dari luar negeri dengan porsi nilai 53,07%

dan volume 84,97%. Pengiriman uang domestik (antar wilayah di Indonesia) dengan

porsi nilai 36,99% dan volume 13,13%. Sedangkan sisanya pengiriman uang dari

Indonesia ke luar negeri dengan porsi nilai 9,94% dan volume 1,90%.

Page 37: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 37 | P a g e

2.2.3. Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia

Seiring dengan semakin strategisnya peran sistem pembayaran dalam

perekonomian di Indonesia, maka penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia

juga semakin beragam. Adapun penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia

adalah sebagaimana dalam Tabel Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia

(Tabel 2.3).

Sistem Tipe Transaksi Penyelenggaraan Peserta

Bank Indonesia –

Real Time Gross

Settlement

System (BI-

RTGS)

- Transfer kredit

- Transaksi

menggunakan central

bank money

- Lebih diutamakan

untuk transaksi nilai

besar dan bersifat

penting seperti

transaksi pengolaan

moneter, transaksi

Pemerintah, Transaksi

Pasar Uang antar bank,

transaksi setelmen

hasil kliring antar bank

dan kliring pasar

modal

- Setelmen untuk

transaksi surat

berharga (SBI dan

SUN) yang

setelmennya dilakukan

pada sistem Bank

Indonesia Scripless

securities settlement

System (BI-SSSS)

- Mekanisme Gross

Settlement dan bersifat

no money no game

- Bank Indonesia - 189 bank

termasuk unit

usaha syariah,

Bank

Indonesia dan

Lembaga

Selain Bank

(LSB)

Sistem Kliring

Nasional Bnak

Indonesia

- Transfer Kredit untuk

transaksi ritel dengan

nilai di bawah Rp.100

- Bank Indonesia - 141 bank

termasuk unit

usaha syariah

Page 38: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 38 | P a g e

(SKNBI) juta

- Kliring warkat debet

(cek, bilyet, giro, nota

debet lainnya)

- Mekanisme net

settlement

- Untuk kliring debet

berlaku mekanisme no

money no game

dan Bank

Indonesia

Bank Indonesia

Scripless

Securities

Settlement

System (BI-

BSSS)

- Berfungsi sebagai

sarana setelmen dan

pencatatan

kepemilikan surat

berharga secara

elektronis

- Setelmen surat

berharga yang

dilakukan melalui BI-

SSSS silakukan secara

DvP

- Bank Indonesia - 158 Bank

umum

termasuk unit

usaha syariah,

Bank

Indonesia dan

Lembaga

Selain Bank

(LSB)

- 16 Sub

registry yang

terdiri atas

bank yang

serupa dengan

lembaga

custodian

Central

Depository and

Book Entry

Settlement

System (C-BEST)

- Setelmen dana untuk

penyelesaian sisi dana

dari transaksi sekuritas

yang diperdagangkan

di pasar modal

- Setelmen dana

dilakukan melalui 4

bank setelmen yang

menjadi tempat

rekening anggota bursa

- PT. Kustodin

Sentral Efek

Indonesia

(KSEI)

- Seluruh

anggota Bursa

Efek Indonesia

Meknisme

setelmen

USD/IDR

Payment Versus

Payment (PvP)

- Penyelesaian

(setelmen) dari

transaksi-transaksi jual

beli Dolar Amerika

Serikat (USD)

- Bank indonesia

untuk sisi IDR

dan Hong Kong

Monetary

Authority untuk

- 39 Bank

umum

termasuk unit

usaha syariah

Page 39: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 39 | P a g e

terhadap Rupiah (IDR)

antar bank di Indonesia

- Dilakukan melalui

BIRTGS untuk sisi

IDR dan melalui USD

CHATS untuk USD

USD

Jaringan Prinsipal

Kartu ATM

(Nasional)

- Transfer dana

elektronik

menggunakan kartu

ATM

- PT. Artajasa

Pembayaran

Elektronis

(ATM Bersama)

- PT. Rintis

Sejahtera

(PRIMA)

- PT. Alto

Network

(ALTO)

- 76 bank

anggota

- 52 bank

anggota

- 21 bank

anggota

Internal ATM

Bank (Propietary

ATM)

Transfer dana elektronik

dengan menggunakan

kartu ATM untuk

pemindahbukuan antar

rekening di bank yang

sama

Beberapa bank

yang

menyediakan

fasilitas tersebut

Jaringan Prinsipal

Kartu ATM

(internasional)

- Transfer dana

elektronik

menggunakan kartu

ATM

- Mastercard

International

(Cirrus)

- Visa

International

(Plus)

- 13 bank

termasuk

konvensional

dan Unit

Usaha Syariah

(UUS)

- 14 bank

termasuk

konvensional

dan Unit

Usaha Syariah

- 2 bank

anggota

Page 40: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 40 | P a g e

- UnionPay

Indonesia

Jaringan Prinsipal

Kartu Debet

(Nasional)

- Transfer dana secara

elektronik melalui

point of sales (jaringan

yang terpasang pada

merchant)

- PT Rintis

Sejahtera

(Debet Prima)

- PT. Artajasa

Pembayaran

Elektronis

(debet ATM

Bersama)

- PT. Alto

Network

(ALTO Debet)

- 15 bank

anggota

- 11 bank

anggota

- 2 bank

anggota

Internal Debit

Bank (Propietary

Debit)

Transfer dana elektronik

dengan menggunakan

kartu debet untuk

pemindahbukuan antar

rekening di bank yang

sama

Beberapa bank

yang

menyediakan

fasilitas tersebut

Jaringan Prinsipal

Kartu Kredit

- Pembayaran secara

elektronik

menggunakan kartu

kredit

- Visa

International

- Mastercard

international

- JCB

- Amerian

Express

- Unionpay

Indonesia

- 20 bank

anggota

- 18 Bank

umum dan 1

lembaga selain

bank

- 2 bank

anggota

- 1 bank

- 2 bank

Uang Elektronik - Pembayaran secara

elektronik dimana nilai

uang tersimpan pada

instrumen/device yang

- Bank dan

lembaga non

bank

- 6 Bank Umum

- 6 Perusahaan

telekomunikas

i

Page 41: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 41 | P a g e

digunakan - 1 Perusahaan

Kegiatan Usaha

Pengiriman Uang

Non bank

- Pengiriman uang ke

luar wilayah RI, ke

dalam wilayah RI, dan

dalam wilayah RI

- Perusahaan

Telekomunikasi

- Kantor Pos

- Pegadaian

- Perusahaan Jasa

Titipan yang

menyelenggarak

an jasa

pengiriman

uang

- Badahn Usaha

- Perorangan

Money Transfer

Operator

(Penyediaan

sistem

pemrosesan

transfer dana)

- Menyediakan

sistem/jaringan dalam

kegiatan transfer dana

baik ke luar wilayah

Republik Indonesia, ke

dalam wilayah

Republik Indonesia,

maupun dalam wilayah

Republik indonesia

- Western Union

- MoneyGram

- Filecash BCA

sebagai MTO

- Beberapa

bank, PT. Pos

Indonesia, dan

badan usaha-

badan usaha

bukan bank

yang menjadi

agen Western

Union

- Beberapa bank

dan badan

usaha-badan

usaha bukan

bank yang

menjadi agen

MoneyGram

- Terhubung

dengan 44

Intitusi di luar

negeri dan

sebagai

enchasment

point di 905

Cabang BCA

Page 42: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 42 | P a g e

domestic

2.3. Kebijakan Sistem Pembayaran

2.3.1.Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan

Page 43: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 43 | P a g e

Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II

Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi berdampak pada

perkembangan infrastruktur pasar keuangan (financial market infrastructures-FMIs)8

di Indonesia. FMIs yang saat ini ada di Indonesia antara lain adalah Sistem BI-RTGS

dan BI-SSSS yang masing-masing telah dioperasikan sejak tahun 2000 dan 2004.

Dalam rangka meningkatkan performa layanan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS,

yang selama ini telah memainkan peranan penting dalam sistem keuangan dan

perekonomian Indonesia, sejak tahun 2008 Bank Indonesia mulai melakukan

pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Hal-hal yang

melatarbelakangi pengembangan tersebut adalah:

Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dari kedua FMIs

tersebut tidak lagi mendapat dukungan pemeliharaan terkait isu obsoleteness;

Prospek pertumbuhan transaksi di pasar keuangan Indonesia dan transaksi

ekonomi lainnya di masa depan sangat signifikan, sehingga menuntut

operasionalisasi infrastruktur TIK dengan kapasitas pemrosesan yang dapat

terus ditingkatkan;

Tren penggunaan infrastruktur TIK yang dapat mendukung penyelenggaraan

FMIs dengan tingkat ketersediaan layanan yang tinggi dan fitur pengamanan

yang andal, telah menjadi standar internasional untuk infrastruktur TIK dari

FMIs;

Tren penyelenggaraan FMIs di banyak negara lainnya yang telah

menggunakan standar internasional dengan tujuan untuk menyelenggarakan

FMIs domestik yang semakin efisien dan aman. Di samping itu juga

dimaksudkan untuk mendukung efektifitas pelaksanaan kebijakan

makroekonomi seperti kebijakan moneter, pemeliharaan Stabilitas Sistem

Keuangan (SSK) dan pendalaman pasar keuangan; serta memfasilitasi

integrasi dengan pasar keuangan di negara lainnya, baik integrasi pada level

regional seperti MEA maupun global.

Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II akan mencakup aplikasi Sistem BI-

RTGS Generasi II, BI-SSSS Generasi II, Bank Indonesia Electronic Trading Platform

(BI-ETP), dan BI-Informasi dengan penjelasan sebagai berikut:

Sistem BI-RTGS merupakan SIPS dalam sistem pembayaran antarbank di

Indonesia, dan salah satu FMIs utama di Indonesia yang memproses

Page 44: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 44 | P a g e

penyelesaian sisi pembayaran dari transaksi di pasar keuangan di Indonesia

yang bernilai besar dan memproses transaksi pembayaran antarbank bersifat

segera.

Selanjutnya melalui pengembangan Sistem BI-RTGS Generasi II, FMIs untuk

setelmen dana tersebut yang saat ini mekanisme setelmennya dilakukan secara gross

settlement (penyelesaian transaksi pembayaran dilakukan satu per satu transaksi)

selanjutnya akan dilakukan secara hybrid settlement. Mekanisme hybrid settlements

pada intinya merupakan gabungan mekanisme setelmen berbasis gross untuk transaksi

berprioritas tinggi dan mekanisme secara offsetting untuk transaksi pembayaran

antarbank yang bersifat less time critical. Melalui mekanisme tersebut, peserta Sistem

BI-RTGS dapat menghemat penggunaan likuiditas untuk keperluan setelmen,

meskipun setelmen transaksi pembayaran yang di-offsetting-kan tersebut tetap

dilakukan secara gross basis.

Selain itu, Sistem BI-RTGS Generasi II dilengkapi dengan fasilitas gridlock

detection and resolution yang lebih andal, yang dapat mendeteksi dan mencegah

risiko sistemik, yang dapat terjadi karena adanya transaksi pembayaran yang belum

dapat di-settle yang disebabkan saldo rekening giro peserta tidak mencukupi.

Kegagalan setelmen pada Sistem BI-RTGS tersebut berpotensi menimbulkan

kegagalan setelmen secara berantai (domino effect). Selanjutnya, untuk

mengakomodasi mekanisme setelmen secara Delivery-versus-Payment (DvP), yaitu

model DvP model 210 dan DvP model 311 dari transaksi Surat Berharga Negara

(SBN) dan instrumen keuangan lainnya yang ditatausahakan di BI-SSSS, pada Sistem

BI-RTGS Generasi II akan terdapat mekanisme multilateral net settlement.

Dengan fitur baru tersebut, Sistem BI-RTGS Generasi II akan dapat

mengefisienkan penggunaan likuiditas untuk setelmen dan memiliki pilihan perangkat

mitigasi risiko sistemik yang semakin lengkap, serta memiliki ketahanan (resilience)

yang semakin tinggi terhadap liquidity shock12.

BI-SSSS Generasi II adalah FMI yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia

untuk sarana setelmen dan penatausahaan SBN, instrumen operasi moneter Bank

Indonesia serta instrumen keuangan lainnya. Fitur bisnis baru yang dikembangkan

dalam BI-SSSS Generasi II antara lain:

a. fasilitas gridlock detection & resolution guna meningkatkan kapabilitas BI-

SSSS dalam memitigasi risiko sistemik;

Page 45: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 45 | P a g e

b. mekanisme multilateral net settlement untuk mengakomodasi setelmen dari

transaksi surat berharga secara DvP model 3;

c. modul collateral management13 untuk memitigasi risiko kredit dan risiko pasar

surat berharga yang digunakan sebagai collateral dalam transaksi antara dua

pihak. Modul collateral management dapat digunakan oleh:

penyelenggara BI-SSSS, untuk transaksi antara bank peserta Sistem BI-RTGS

dan BI-SSSS dengan Bank Indonesia, untuk keperluan fasilitas

pendananaan intrahari dari Bank Indonesia kepada bank peserta Sistem

BI-RTGS dan Bi-SSSS, atau transaksi Repo perbankan dengan Bank

Indonesia, untuk keperluan operasi moneter kontraksi Bank Indonesia;

dan

bank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, untuk transaksi pinjam

meminjam dana antarbank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS ,

transaksi Repo antarbank, dan pinjam meminjam surat berharga antarbank

(Securities Lending and Borrowing/SLB);

d. Penatausahaan rekening surat-surat berharga baik dalam rupiah maupun valuta

asing, sampai level investor individual.

Message format yang akan digunakan baik untuk instruksi setelmen transaksi

pembayaran Sistem BI-RTGS Generasi II maupun instruksi setelmen surat berharga

BI-SSSS Generasi II berbasis Society for Worldwide Interbank Financial

Telecommunication (SWIFT). Identifikasi kepesertaan14 pada Sistem BI-RTGS/BI-

SSSS Generasi II akan menggunakan SWIFT BIC (Bank Identifier Code), dan

identifikasi jenis instrumen keuangan yang ditatausahakan pada BI-SSSS Generasi II

mengacu pada Classification of Financial Instruments (CFI), serta struktur

identifikasi/kode surat berharga/instrumen keuangan16 pada BI-SSSS Generasi II

mengacu pada International Securities Identification Numbering (ISIN). Penggunaan

message format dengan standar internasional tersebut akan mendukung:

a. Peningkatan efisiensi pengoperasian infrastruktur interface ke core

banking peserta Sistem BI-RTGS/BISSSS17,

b. Kesiapan interoperabilitas Sistem BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II

dalam melakukan integrasi FMIs Indonesia dengan FMIs di negara lain;

dan

c. Kebijakan pengembangan pasar keuangan Indonesia.

Page 46: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 46 | P a g e

d. BI-ETP adalah sarana lelang dan perdagangan SBN, instrumen operasi

moneter BanK Indonesia dan instrumen keuangan lainnya. Melalui

kebijakan pengurangan transaksi over the counter (OTC), Bank Indonesia

mengharapkan terciptanya transparansi informasi di pasar uang dan

berkurangnya segmentasi di antara pelaku pasar uang, yang selanjutnya

dapat meningkatkan aktivitas transaksi di pasar uang dalam rangka

mendukung pendalaman pasar keuangan.

BI-Informasi merupakan aplikasi sistem informasi yang menyediakan

data/informasi real time, yang bersumber dari penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan

BI-SSSS Generasi II serta BI-ETP. BI-Informasi dapat digunakan untuk mendukung

dalam pengambilan keputusan serta pengawasan penyelenggaraan sistem

pembayaran, pasar SBN, likuiditas perbankan, perbankan dan SSK oleh otoritas

terkait.

Terkait pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II, dalam

periode laporan telah dilakukan kegiatan penyusunan dan pembahasan dokumen

design and functional specifications Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II.

Penyusunan dokumen tersebut dilakukan dengan melibatkan pihak eksternal, yaitu

peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS serta otoritas terkait lainnya, seperti OJK dan

DJPU dalam rangka mendapatkan informasi mengenai kebutuhan bisnis dan arah

kebijakan OJK dan DJPU yang perlu diakomodir dalam Sistem BI-RTGS dan BI-

SSSS Generasi II. Selain itu, juga dilakukan penyusunan konsep ketentuan Sistem BI-

RTGS dan BI-SSSS Generasi II.

Menindaklanjuti pengembangan pada 2011 yang berfokus pada penyusunan

design and functional specification dengan melibatkan pihak eksternal, maka pada

tahun 2012 kegiatan utama berfokus pada pengembangan aplikasi dan penyiapan

infrastruktur serta pelaksanaan uji coba terhadap Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Generasi II.

Dalam proses pengembangan aplikasi, pihak pengembang melakukan proses

pengembangan aplikasi yang disesuaikan dengan user requirements dari Bank

Indonesia. Aplikasi yang dikembangkan meliputi aplikasi Sistem BI-RTGS (RTS/X),

aplikasi BI-SSSS (DEPO/X), aplikasi Bank Indonesia Electronic Trading Platform

(TRADE/X) serta aplikasi Bank Indonesia Historical And Real Time Information

System (BI HARTIS). Terkait kegiatan penyiapan infrastruktur, tahapan ini dilakukan

Page 47: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 47 | P a g e

baik di sisi Bank Indonesia sebagai pihak yang akan mengoperasikan keempat

aplikasi di atas (operator) maupun di sisi peserta sebagai pengguna sistem tersebut.

Setelah tahap pengembangan aplikasi selesai, dilakukan serangkaian kegiatan uji coba

baik yang dilakukan oleh internal Bank Indonesia maupun uji coba yang melibatkan

working group yang beranggotakan bank dan non bank peserta Sistem BI-RTGS dan

BI-SSSS. Pada saat yang bersamaan, telah dilakukan kegiatan sosialisasi kepada

seluruh peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS untuk memaparkan progres

pengembangan dan menyampaikan persiapan yang harus dilakukan oleh seluruh

peserta. Terkait penyiapan ketentuan, Bank Indonesia mengacupada international

standard dan best practice dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, antara lain

Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs).

2.3.2.Kebijakan SKNBI

Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit SKNBI

Untuk meningkatkan layanan transfer dana antarbank melalui SKNBI yang

lebih cepat, sejak 7 Januari 2011 Bank Indonesia telah menerapkan empat siklus

setelmen transfer dana melalui kliring kredit setiap dua jam sekali, yaitu pada pukul

10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB dan 16.00 WIB. Dengan diterapkannya

mekanisme multiple settlement pada kliring kredit, perbankan peserta SKNBI dapat

lebih cepat memperoleh hasil kliring kredit dan pada akhirnya nasabah pun dapat

menerima dana efektif lebih cepat.

Penerapan Mekanisme Kliring Debet Secara Online dan Penambahan Layanan

Kliring

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mendukung kelancaran pelaksanaan

operasional di wilayah kliring Surabaya dan Medan, masing-masing pada 10 Juni dan

8 Juli 2011 KBI telah mengimplementasikan perubahan mekanisme pengiriman

transaksi kliring debet, yang sebelumnya offline menjadi online. Mengingat

perputaran volume warkat yang relatif tinggi di kedua wilayah kliring tersebut,

dengan perubahan mekanisme pengiriman transaksi kliring debet menjadi secara

online diharapkan dapat mempersingkat waktu pengiriman dan meminimalisir human

error. Penerapan mekanisme pengiriman transaksi kliring debet secara online juga

akan dilakukan di wilayah kliring lain yang memiliki volume warkat yang relatif

banyak.

Page 48: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 48 | P a g e

Penyempurnaan Tata Cara Penyelenggaraan Operasional Kliring Debet

Dalam rangka meningkatkan pelayanan, kelancaran dan efisiensi

penyelenggaran SKNBI, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan tata cara

penyelenggaraan operasional kliring debet. Adapun penyempurnaan tata cara tersebut

meliputi:

1) Waktu pelaksanaan kliring penyerahan di wilayah Kliring Lokal Jakarta yang

selama ini dilakukan satu kali yaitu pukul 13.30 WIB sd 15.30 WIB, menjadi

dua kali yaitu pukul 08.30 WIB s.d. 11.00 WIB bersamaan dengan waktu

kliring pengembalian dan pukul 12.00 WIB s.d. 15.30 WIB.

2) Penyederhanaan jumlah dan bentuk laporan otomasi dan dokumen kliring

yang disampaikan kepada bank peserta kliring.

Penyempurnaan tata cara tersebut dilakukan untuk mempercepat proses

distribusi warkat kliring debet baik dari sisi Bank Indonesia dan mempercepat proses

pembukuan hasil kliring di internal bank peserta.

Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Hasil evaluasi SKNBI pada 2011 menunjukkan perlunya dilakukan

penyempurnaan terhadap SKNBI baik dari aspek bisnis maupun teknis. Dalam jangka

pendek, beberapa penyempurnaan yang telah dilakukan pada 2012 antara lain: 1)

Efisiensi proses warkat debet, 2) Peningkatan bantuan kepada Penyelenggara Kliring

Lokal (PKL) selain Bank Indonesia untuk mengoptimalkan peran PKL selain BI, 3)

Implementasi kliring online pada beberapa wilayah kliring yang sebelumnya

dilakukan secara offline, dan 4) Pembukaan akses SKNBI kepada Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) melalui bank pengayom (Apex Bank). Dalamjangka panjang, perlu

dilakukan pengembangan terhadap SKNBI secara menyeluruh agar dapat

mengakomodir perkembangan serta kebutuhan masyarakat akan layanan transfer dana

yang lebih efisien.

Saat ini, layanan SKNBI masih terbatas pada transaksi yang bersifat

konvensional yaitu transaksi Cek dan Bilyet Giro (BG) serta transfer individual.

SKNBI belum dapat mengakomodir transaksi pembayaran yang bersifat rutin (billing

payment) dan transaksi pembayaran yang bersifat jamak (bulk payment). Layanan

SKNBI juga masih terbatas pada bank umum sebagai penyelenggara transfer dana

(PTD), sementara PTD selain bank sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

Transfer Dana belum memiliki akses terhadap SKNBI. Untuk kliring debet, masih

Page 49: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 49 | P a g e

terjadi ketidakefisienan penyediaan likuiditas oleh bank peserta kliring. Hal itu karena

perhitungan mekanisme Failure to Settle (FtS) melalui penyediaan prefund dilakukan

secara gross sehingga penyediaan dana menjadi lebih besar dari yang dibutuhkan

(setelah dilakukan netting).

Di sisi teknis, SKNBI yang telah beroperasi sejak 2005 semakin mendekati

batas kapasitasnya dalam memproses transaksi yang terus meningkat dari tahun ke

tahun. Pada 2013, sebagian infrastruktur SKNBI sudah mencapai umur teknis dan

berada pada periode end of support dari prinsipal. Sementara itu, aplikasi SKNBI

yang bersifat satu kesatuan (tidak modular) menyebabkan penyempurnaan pada satu

fitur akan berpengaruh pada fitur lain sehingga tidak fleksibel. Untuk kliring debet,

penyelenggaraan yang masih tersebar di banyak wilayah (desentralisasi)

menyebabkan biaya pemeliharaan menjadi tidak efisien.

Untuk mengatasi kendala dan menyempurnakan kelemahan pada SKNBI, pada

2012 Bank Indonesia mulai melakukan pengembangan SKNBI. Sebagai tahap awal,

Bank Indonesia menyusun konsep pengembangan SKNBI yang mengacu pada hasil

evaluasi SKNBI. Bank Indonesia juga melakukan survei kepada bank-bank peserta

SKNBI untuk menjaring kebutuhan dan masukan terkait rencana pengembangan

SKNBI. Konsep pengembangan SKNBI juga dibahas bersama Asosiasi Sistem

Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai perwakilan industri. Berdasarkan hasil survei

dan pembahasan dengan industri, dapat disimpulkan bahwa secara umum industri

mendukung langkah Bank Indonesia untuk mengembangkan SKNBI.

Berdasarkan hasil evaluasi SKNBI saat ini dan masukan dari industri, pada

2012 Bank Indonesia telah menyusun desain pengembangan SKNBI. Pokok-pokok

perbedaan antara SKNBI saat ini dengan SKNBI ke depan dapat dilihat pada matriks

berikut:

SKNBI Saat ini Rencana Pengembangan

Layanan Transfer debet dan kredit

indvidual

-Transfer debet dan kredit

individul

-Transfer debet dan kredit

bulk (termasuk billing

payment)

- Electronic Debit (e-

Debit)

Peserta Bank Umum Selain bank umum

kepesertaan juga dibuka

untuk BPR dan

penyelenggara transfer

Page 50: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 50 | P a g e

dana selain bank

Penyelenggaraan Transfer kredit sudah

sentralisasi, sedangkan

transfer debet masih

desentralisasi

Sentralisasi layanan

transfer debet dan kredit

Sebagai tahap awal pengembangan SKNBI, fokus utama kegiatan selama 2012

adalah penyusunan dan pembahasan grand design SKNBI. Penyusunan grand design,

mengikutsertakan peserta SKNBI, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI)

sebagai perwakilan industri, dan otoritas terkait lainnya seperti Direktorat Jenderal

Pengelolaan Utang (DJPU) dalam rangka mendapatkan informasi mengenai

kebutuhan bisnis dan arah kebijakan DJPU yang perlu diakomodir dalam SKNBI ke

depan. Pengembangan SKNBI akan dimulai 2013, dengan mengacu pada grand

design sebagaimana Bagan Grand Design Pengembangan SKNBI.

2.3.3.Pengembangan Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) Bank

Perkreditan Rakyat (BPR)

Pengembangan STKE BPR merupakan upaya Bank Indonesia dan PT. Bank

Jatim untuk memperluas layanan sistem pembayaran melalui BPR sehingga dapat

lebih menjangkau masyarakat, khususnya masyarakat yang belum dapat dilayani oleh

bank umum. Sementara itu, jaringan BPR yang tersebar luas di berbagai daerah

hingga ke pelosok pedesaan saat ini masih sangat terbatas dalam memberikan layanan

sistem pembayaran.

Kondisi tersebut menyebabkan banyak masyarakat yang belum terjangkau oleh

layanan sistem pembayaran dalam memenuhi kebutuhan untuk bertransaksi. Selain

itu, masih terdapat mekanisme kegiatan transfer dana yang kurang efisien oleh BPR

dimana BPR harus membuka rekening giro di beberapa bank umum dan membuat

virtual account untuk nasabahnya.

Untuk mengakomodir kebutuhan transaksi pembayaran nasabah BPR sekaligus

memperluas akses masyarakat terhadap layanan sistem pembayaran, pada 2012 Bank

Indonesia mengembangkan STKE BPR. Pengembangan STKE BPR dilakukan

dengan konsep two tier system dimana transfer antar BPR tidak dilakukan secara

langsung (one tier system), namun dilakukan melalui bank umum. Sebagai tahap

awal, Bank Indonesia mengembangkan pilot project STKE BPR bersama PT. Bank

Jatim selaku bank umum yang akan menyelenggarakan STKE BPR di wilayah Jawa

Timur. Pengembangan pilot project STKE BPR wilayah Jawa Timur telah berhasil

Page 51: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 51 | P a g e

diimplementasikan dan diresmikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution

pada 29 November 2012 di Surabaya (lihat Boks 3.1: Implementasi STKE BPR

Wilayah Jawa Timur). Pengembangan STKE BPR untuk wilayah lain akan dilakukan

secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan BPR maupun bank pengayom

di wilayah tersebut.

2.3.4.Implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Nasional dalam rangka

Persiapan MEA

Berdasarkan hasil pemetaan terhadap kondisi sistem pembayaran dan setelmen

di Indonesia saat ini, tren sistem pembayaran, analisis isu-isu strategis dari sisi

kebijakan, kerangka hukum, kelembagaan, instrumen, dan infrastruktur/mekanisme,

telah disusun arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran nasional yang

tertuang dalam blueprint sistem pembayaran nasional 2011.

Implementasi dari blueprint tersebut dijabarkan ke dalam program kerja Bank

Indonesia yang terbagi dalam program jangka pendek (2012-2013), jangka menengah

(2014-2015) dan jangka panjang (2016-2017). Walaupun terbagi ke dalam beberapa

milestone namun seluruh program kerja yang akan dilaksanakan tetap mengarah pada

terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman, efisien, andal, dan mengutamakan

perlindungan kepada nasabah, serta meningkatkan national competitive advantage.

Secara umum, fokus program kerja jangka pendek 2012 adalah meningkatkan

keamanan, keandalan dan efisiensi infrastruktur penyelenggaraan sistem pembayaran,

memperkuat legal framework penyelenggaraan sistem pembayaran, mempersiapkan

pemenuhan terhadap International Standard and Best Practices, memperkuat

pengawasan sistem pembayaran dan memperluas penggunaan instrumen pembayaran

non-tunai (less cash society).

Terkait dengan fokus pertama, yaitu meningkatkan keamanan, keandalan dan

efisiensi infrastruktur penyelenggaraan sistem pembayaran, program kerja yang

dilaksanakan selama 2012 meliputi pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Generasi II, pengembangan NPG, pengembangan SKNBI, pengembangan sistem

pembayaran dalam rangka meningkatkan akses terhadap penggunaan jasa sistem

pembayaran (financial inclusion), penguatan business continuity management (BCM),

penyempurnaan sistem informasi sistem pembayaran, serta peningkatan peran Bank

Indonesia dalam forum internasional.

Fokus selanjutnya, yaitu peningkatan keamanan penyelenggaraan sistem

pembayaran, dijabarkan ke dalam program kerja implementasi penggunaan chip pada

Page 52: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 52 | P a g e

kartu ATM dan ATM/Debet, serta penyempurnaan framework pengawasan sistem

pembayaran.

Adapun penjabaran dari fokus perluasan penggunaan instrumen pembayaran

non-tunai adalah program kerja untuk melakukan edukasi preferensi masyarakat

untuk penggunaan sistem pembayaran non-tunai dan melakukan fasilitasi perluasan

jenis dan jangkauan sistem pembayaran non-tunai.

Selain program kerja jangka pendek di atas, Bank Indonesia juga sudah

melakukan inisiatif untuk menjawab isu strategis yang muncul dalam sistem

pembayaran nasional, seperti yang terkait dengan kerangka hukum dalam

penyelenggaraan sistem pembayaran dan setelmen melalui penyusunan ketentuan

terkait perlindungan nasabah pengguna jasa sistem pembayaran dan penyusunan

undang-undang sistem pembayaran. Selain itu Bank Indonesia juga mendorong

peningkatan peran pelaku sistem pembayaran domestik dalam sistem pembayaran

ritel dalam rangka menjawab isu terkait kelembagaan.

Bagan implementasi Blueprint dalam rangka MEA

Page 53: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 53 | P a g e

2.3.5.Tahapan Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem

Pembayaran Ritel

Interkoneksi sistem pembayaran ritel menjadi cita-cita bersama Bank Indonesia

dan para pengguna layanan jasa sistem pembayaran di Indonesia. Inisiatif untuk

mewujudkan interkoneksi diperkenalkan melalui NPG. Bank Indonesia dan pelaku

industri sistem pembayaran nasional telah memiliki kesepahaman bahwa terdapat

kebutuhan masyarakat untuk menggunakan jasa sistem pembayaran ritel secara lebih

efisien.

Untuk mewujudkan efisiensi tersebut, perlu diupayakan untuk mengembangkan

suatu sistem yang dapat menghubungkan antar penyelenggara sistem pembayaran.

Sementara itu, kondisi saat ini penyelenggara jasa sistem pembayaran ritel masih

mengembangkan sistem masing-masing dan belum saling terhubung satu sama lain.

Dalam rangka mewujudkan interkoneksi secara nasional diawali dengan upaya

mendorong dua bank yang selama ini mendominasi transaksi pembayaran ritel yaitu

Bank Mandiri dan BCA. Sejak pertengahan Januari 2012, nasabah pemegang kartu

ATM Bank Mandiri dapat menggunakan kartunya di ATM BCA atau sebaliknya

untuk fitur informasi saldo, tarik tunai dan transfer. Kerja sama ini sangat mendukung

upaya perluasan akses layanan ATM di kedua bank tersebut. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya tren peningkatan transaksi antar kedua bank tersebut melalui ATM

yaitu meningkat sebesar 174,27% dari awal mulai diimplementasikannya sampai

dengan Desember 2012.

Manfaat interkoneksi dua bank tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh

positif kepada industri penyelenggara jasa sistem pembayaran ritel, khususnya dalam

membangun kesadaran dan kebutuhan adanya interkoneksi layanan. Hal tersebut

dapat mendorong terwujudnya NPG yang tidak hanya mengkoneksikan

penyelenggaraan ATM, namun dapat mengkoneksikan penyelenggaraan sistem

pembayaran lainnya seperti kartu kredit, kartu debet, dan uang elektronik.

Manfaat lain yang diperoleh dari interkoneksi adalah optimalisasi pemanfaatan

infrastruktur yang disediakan industri perbankan. Dengan saling interkoneksi, bank

tidak perlu lagi menyediakan infrastruktur berupa mesin ATM dan EDC di suatu

tempat yang sama. Selain itu, penyelenggara sistem pembayaran dapat menempatkan

infrastruktur secara lebih merata sehingga dapat meningkatkan penggunaan instrumen

pembayaran nontunai oleh masyarakat dapat lebih luas.

Page 54: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 54 | P a g e

Dalam kaitan ini, Bank Indonesia mengharapkan peran industri untuk

mendistribusikan infrastruktur yang dimiliki sampai ke lokasi yang terpencil. Melalui

NPG diharapkan arus informasi transfer dana dapat lebih terpantau, sehingga Bank

Indonesia akan mudah mengontrol pergerakan dana baik domestik maupun

antarnegara. Selain itu, NPG juga dapat digunakan untuk memantau kondisi likuiditas

industri sistem pembayaran, sehingga melalui NPG tersebut bank sentral dapat

melakukan pendeteksian dini dalam rangka mendukung stabilitas industri sistem

pembayaran nasional.

Selama periode laporan, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan untuk

mendukung pengembangan NPG yaitu menyusun kajian aspek hukum mengenai

lembaga yang berwenang menyelenggarakan NPG. Dari hasil kajian, diperoleh

kesimpulan bahwa secara ketentuan Bank Indonesia dapat bertindak sebagai

penyelenggara NPG karena kegiatan NPG merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari kegiatan kliring dan penyelesaian akhir. Di samping itu, telah dilakukan kajian

kebijakan NPG yang antara lain meliputi aspek keanggotaan, cakupan

penyelenggaraan, mekanisme kliring dan setelmen. Selanjutnya guna memperoleh

masukan dari industri terkait dengan pengembangan NPG, Bank Indonesia melakukan

diskusi dengan industri yang diwakili oleh ASPI serta beberapa bank terkait.

2.3.6.Upaya Mewujudkan Interoperabilitas melalui Kegiatan Fasilitasi

Interkoneksi Industri Uang Elektronik

Salah satu karakteristik penggunaan uang elektronik adalah digunakan untuk

transaksi dengan nilai kecil dan bersifat massive. Sektor transportasi merupakan

sektor yang sesuai dengan karakteristik tersebut, sehingga sebagai tahap awal upaya

mewujudkan interoperabilitas2 uang elektronik difokuskan pada sektor transportasi.

Hal ini karena potensi pembayaran sektor transportasi seperti di TransJakarta,

Kereta Api, Taxi, Perparkiran dan Bahan Bakar Minyak (BBM) mencapai Rp23,4

triliun/tahun. Selain itu, kemudahan dan kenyamanan penggunaan uang elektronik di

sektor ini, diharapkan dapat membiasakan masyarakat untuk menggunakan uang

elektronik di sektor lain. Namun demikian, kondisi saat ini, penggunaan uang

elektronik di Indonesia khusus untuk sektor transportasi masih terbatas dan belum

optimal. Hal ini disebabkan masyarakat belum dapat merasakan kenyamanan dalam

menggunakan uang elektronik. Saat ini diperlukan uang elektronik dari berbagai

penerbit untuk melakukan berbagai transaksi khususnya di sektor transportasi,

misalnya ketika akan bertransaksi membayar tol dan membayar parkir, diperlukan

Page 55: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 55 | P a g e

uang elektronik yang berbeda. Selain itu, kondisi ini menyebabkan inefisiensi dalam

penyelenggaraan uang elektronik.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Bank Indonesia memfasilitasi interkoneksi

industri uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan

uang elektronik dengan tahap awal di sektor transportasi. Sebagai tahap awal

mewujudkan interoperabilitas tersebut, pada periode laporan Bank Indonesia telah

memfasilitasi penggunaan uang elektronik di kereta api khususnya kereta komuter

Jabodetabek. Hal tersebut sejalan dengan program Unit Kerja Presiden bidang

Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang salah satunya yaitu

mengatasi kemacetan di Jakarta.

Sesuai hasil koordinasi dengan UKP4, salah satu langkah kolaboratif dalam

jangka pendek (temporary solution) atas penggunaan uang elektronik di sektor

transportasi publik adalah dengan menggunakan uang elektronik di kereta listrik

(KRL), jalan tol dan TransJakarta. Fasilitasi yang telah dilakukan oleh Bank

Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Fasilitasi Interkoneksi pada PT. KAI Grup

Tindak lanjut pelaksanaan kesepakatan dengan Kementerian BUMN

dan Bank Himbara, Bank Indonesia melakukan pembahasan dengan PT.

KAI Grup termasuk anak perusahaannya yaitu PT. Kereta Api Commuter

Jabodetabek (KCJ) dan PT. Railink Indonesia. Pada prinsipnya PT. KAI

Grup sepakat untuk menerapkan e-ticketing di lingkungan PT. KAI

melalui interkoneksi uang elektronik dari beberapa penerbit agar dapat

meningkatkan layanan kepada penumpang yang terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

Terkait pengembangan e-ticketing, PT. KCJ dan bank telah

melakukan uji coba untuk mengintegrasikan jaringan dan sistem dari

penerbit. Selanjutnya, PT. KJC juga melakukan penataan sarana dan

prasarana di lingkungan stasiun dan melakukan edukasi kepada seluruh

penumpang terkait rencana implementasi e-ticketing. Tahap awal PT. KJC

akan menempatkan 250 reader di 35 stasiun yang telah memiliki sarana

dan prasarana yang memadai untuk implementasi e-ticketing. Selain itu,

dalam rangka mempersiapkan pembayaran tiket menggunakan uang

elektronik pada kereta api bandara dari Kuala Namo menuju Medan, PT.

Page 56: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 56 | P a g e

Railink telah menyiapkan infrastruktur e-payment agar dapat

dimanfaatkan oleh bank-bank penerbit uang elektronik.

2) Fasilitasi Interkoneksi Uang Elektronik pada TransJakarta

Berkaca dari keberhasilan implementasi interkoneksi uang

elektronik di TransJogja dan Prameks, Pemerintah provinsi (Pemprov)

DKI Jakarta melakukan adopsi mekanisme interkoneksi uang elektronik

(e-ticketing) pada TransJakarta di Jakarta. Pada akhir 2012 Pemprov DKI

Jakarta menetapkan lima bank untuk mengimplementasikan e-ticketing

TransJakarta yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA dan DKI.

Dalam interkoneksi tersebut, Bank berperan dalam penyiapan

infrastruktur e-ticketing TransJakarta, dan secara bersama-sama

melakukan edukasi e-ticketing kepada masyarakat. Adapun kegiatan

sampai dengan akhir 2012 adalah melakukan review pengembangan dan

optimalisasi sistem, serta penyiapan sarana dan prasarana persiapan

peresmian implementasi e-ticketing di Koridor 1 TransJakarta (Blok M –

Kota) pada pertengahan Januari 2013.

3) Fasilitasi Interkoneksi Uang Elektronik berbasis server

Dalam rangka lebih meningkatkan penggunaan uang elektronik

berbasis server, selama periode laporan, pada tahap awal telah dilakukan

pertemuan antara Bank Indonesia dengan tiga penerbit uang elektronik

berbasis server yaitu Indosat, Telkomsel dan XL. Dari hasil pertemuan,

ketiga penerbit uang elektronik berbasis server tersebut sepakat untuk

turut mendukung program Bank Indonesia guna mewujudkan interkoneksi

di industri ini. Sesuai target interkoneksi akan dapat diselesaikan pada

pertengahan tahun 2013.

Selain kegiatan fasilitasi, untuk mewujudkan interkoneksi, Bank

Indonesia juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Negara

BUMN, tiga Bank BUMN, dan beberapa perusahaan BUMN. Untuk

mewujudkan interkoneksi uang elektronik di sektor transportasi

dibutuhkan dukungan dan sinergi penyedia jasa transportasi BUMN di

Indonesia mengingat potensinya yang sangat besar. Dari hasil koordinasi

Page 57: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 57 | P a g e

dengan Kementerian Negara BUMN diperoleh komitmen untuk

membentuk prinsipal uang elektronik dan menghilangkan perjanjian

kerjasama yang eksklusif di sektor transportasi sehingga diharapkan dapat

meningkatkan penggunaan uang elektronik.

2.3.7.Implementasi Standar Nasional Kartu ATM dan ATM/Debet

Untuk meningkatkan keamanan pada penyelenggaraan kartu ATM dan

ATM/Debet, Bank Indonesia menginisiasi penyusunan standar kartu ATM dan

ATM/Debet berbasis chip mengingat teknologi chip merupakan teknologi paling

aman saat ini. Dalam rangka mendukung implementasi standar dimaksud, Bank

Indonesia menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/22/DASP tanggal 18

Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal

Identification Number (PIN) pada Kartu ATM dan ATM/Debet yang diterbitkan di

Indonesia. Hal tersebut memberikan konsekuensi pada dimulainya tahapan

implementasi pada 2012. Sejumlah tahapan persiapan implementasi terus dilakukan

selama 2012, yaitu pembentukan Certification Body (CB) dan pelaksanaan proses

sertifikasi vendor kartu dan mesin, yaitu:

Pembentukan dan operasionalisasi Certification Body (CB) Pada Juli 2012, CB

telah terbentuk dengan nama PT. Citra Bakti Indonesia (CBI) dan dimiliki oleh

Forum Prinsipal. Fungsi dari CB adalah melakukan sertifikasi terhadap produk

kartu dan mesin dari berbagai vendor untuk memastikan kesesuaian dengan

spesifikasi yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan sertifikasi, akan dilakukan

functional dan security test.

Pendistribusian Spesifikasi Teknis National Standard for Indonesia Chip Card

Specification (NSICCS) Proses pendistribusian spesifikasi teknis NSICCS

berlangsung sejak akhir 2011. Hampir seluruh penerbit telah memperoleh

spesifikasi teknis terutama penerbit yang telah menjadi anggota prinsipal.

2.3.8.Implementasi Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan

Setelmen ASEAN

Dalam rangka pengembangan sistem pembayaran dan setelmen di ASEAN,

ASEAN Working Committee on Payment and Settlement Systems (WC PSS) telah

menyusun rekomendasi yang terbagi dalam milestone dan tahapan sebagai berikut:

Rekomendasi jangka pendek (2012-2013), memuat mengenai

standardisasi.

Page 58: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 58 | P a g e

Rekomendasi jangka menengah (2014-2015), memuat mengenai

pengembangan infrastruktur dan prasarana sistem pembayaran dan setelmen.

Rekomendasi jangka panjang (setelah 2015), memuat mengenai

pengkajian kemungkinan pengembangan linkages antara berbagai sistem

pembayaran di kawasan ASEAN.

Sesuai milestone rekomendasi di atas, fokus tahun 2012 adalah pada

penerapan standar dalam sistem pembayaran dan setelmen, baik sistem pembayaran

nilai ritel maupun nilai besar. Dalam jangka pendek, salah satu bentuk proses menuju

standardisasi di sisi sistem pembayaran nilai besar adalah pada penggunaan message

format berbasis SWIFT pada sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II mengingat

message format berbasis SWIFT merupakan best practice yang digunakan oleh

institusi keuangan di berbagai negara. Dengan penggunaan message format berstandar

internasional tersebut diharapkan akan mempermudah interkoneksi infrastruktur baik

di perbankan nasional maupun dengan sistem pembayaran dan setelmen di negara

lain.

Penggunaan message format berbasis SWIFT dalam BI-RTGS dan BI-SSSS

generasi II di atas sejalan dengan rekomendasi WC-PSS yang lain, yaitu yang terkait

dengan adanya penyelenggaraan straight through processing (STP) untuk setelmen

surat berharga, baik di tingkat domestik maupun lintas batas negara. Dari sisi sistem

pembayaran ritel, upaya yang telah dilakukan dalam rangka menuju standardisasi

adalah dengan penerapan standar untuk kartu ATM dan ATM/ Debet, yang meliputi

standar penggunaan Chip dan standar digit PIN. Tujuan standardisasi tersebut, di

samping untuk perlindungan nasabah dari risiko fraud adalah juga untuk memudahkan

dalam mewujudkan interoperability yang lebih luas di masa yang akan datang, baik di

level domestik maupun internasional serta efisiensi dan memudahkan dalam

pengembangan fungsi-fungsi lainnya di masa yang akan datang.

Selain rekomendasi terkait standardisasi di atas, rekomendasi jangka pendek

lainnya adalah terkait dengan kebijakan untuk mendorong penggunaan jasa remitansi

formal serta peningkatan transparansi biaya remitansi untuk meningkatkan

perlindungan kepada konsumen. Upaya yang telah dilakukan terkait rekomendasi

untuk mendorong penggunaan jasa remitansi formal, antara lain dengan mendorong

penyedia jasa remitansi non formal untuk menjadi berizin (formal), mendorong

penyedia jasa keuangan non bank formal untuk dapat menjangkau daerah pedesaan

Page 59: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 59 | P a g e

dan masyarakat yang belum menggunakan jasa perbankan, serta melalui edukasi dan

sosialisasi kepada pengguna jasa remitansi (TKI) untuk menggunakan jasa remitansi

formal. Sementara upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan transparansi biaya

remitansi adalah dengan ketentuan yang mewajibkan pihak penyelenggara jasa

remitansi untuk transparan dalam hal biaya.

2.4. Pengawasan Sistem Pembayaran

Sebagai.mana diamanatkan UU Bank Indonesia dan UU Transfer Dana, Bank

Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran berwenang untuk melakukan

pengawasan, pemantauan, atau pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem

pembayaran, selain kewenangan di bidang pengaturan dan perizinan serta

penyelenggaraan sistem pembayaran. Berdasarkan Peraturan Dewan Gubernur (PDG)

No. 7/31/PDG/2005 tanggal 30 Desember 2005 Tentang Pengawasan Sistem

Pembayaran, yang dimaksud dengan pengawasan sistem pembayaran adalah

pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap penyelenggaraan sistem

pembayaran, yang pada prinsipnya dimaksudkan untuk menjaga efisiensi, kecepatan,

keamanan dan kehandalan fungsi sistem pembayaran, yang dilakukan secara

independen, profesional dan obyektif. Adapun tabel perbedaan pengawasan sistem

pembayaran dan pengawasan perbankan sebagai berikut :

Agar tujuan pengawasan sistem pembayaran dapat lebih efektif dan efisien

maka cakupan pengawasan meliputi:

1. Sistem pembayaran yang apabila terjadi gangguan pada sistem tersebut dan

sistem tersebut tidak disertai dengan perlindungan yang memadai dapat

menimbulkan gangguan secara sistemik yang berdampak kepada system

keuangan secara luas (Systemically Important Payment Systems - SIPS), seperti

sistem BI-RTGS.

2. Sistem pembayaran yang tidak termasuk kategori SIPS, namun digunakan oleh

masyarakat luas dan apabila terganggu dapat mengurangi kepercayaan dan

kenyamanan masyarakat pengguna sistem pembayaran (System Wide Important

Payment Systems - SWIPS) seperti sistem kliring cek/bilyet giro, sistem

penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).

3. Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga, baik yang diselenggarakan oleh

Bank Indonesia maupun pihak lain. Sistem Penyelesaian transaksi surat surat

berharga merupakan sistem yang sangat berpengaruh pada stabilitas system

Page 60: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 60 | P a g e

keuangan karena transaksinya melibatkan banyak pihak dan nilai transaksi

secara total signifikan.

Ruang lingkup pengawasan Sistem Pembayaran menitikberatkan pada aspek

keamanan, dan efisiensi di dalam penyelenggaraannya serta memastikan dipatuhinya

ketentuan Bank Indonesia seperti ketentuan perlindungan konsumen, manajemen

risiko serta Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan

PPT). Seluruh penyelenggara system pembayaran yang berizin dari Bank Indonesia,

menjadi obyek pengawasan Bank Indonesia.

PDG Pengawasan menjelaskan bahwa pelaksanaan pengawasan system

pembayaran dilakukan oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) c.q.

Bagian PwSP. Pengawasan dapat dilakukan oleh Bagian PwSP secara sendiri,

dilakukan secara bersama-sama dengan satuan kerja terkait lainnya atau dilakukan

secara berkoordinasi dengan satuan kerja terkait lainnya. Bagian Pengawasan Sistem

Pembayaran (PwSP) dibentuk berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia

No.4/18/INTERN tanggal 30 Mei 2002 sebagaimana telah diubah dengan Surat

Edaran No.4/27/INTERN tanggal 18 Juli 2002 dan Surat Edaran No.6/59/INTERN

tanggal 2 November 2004 serta berada di bawah Direktorat Akunting dan Sistem

Pembayaran. Pemeriksaan secara bersama-sama maksudnya adalah tim pemeriksa

system pembayaran melakukan pemeriksaan bersama dengan tim pemeriksa satuan

kerja terkait, misalnya Satuan Kerja Pemeriksaan Bank terkait. Sedangkan

pemeriksaan dengan berkoordinasi dilakukan dengan terlebih dahulu memberitahukan

rencana pemeriksaan kepada satuan kerja terkait, misalnya dengan Kantor Bank

Indonesia. Pengawasan sistem pembayaran difokuskan pada sistem dan bukan pada

individu pelaku sistem pembayaran. Metode pengawasan sistem pembayaran yang

digunakan dapat dibedakan atas:

1. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan Tidak Langsung merupakan pengawasan terhadap penyelenggaraan

system pembayaran yang dilakukan dalam bentuk penelitian, analisis dan

evaluasi atas informasi yang diperoleh Bank Indonesia dari laporan

penyelenggara dan peserta sistem pembayaran atau sumber lainnya. Fokus

pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pengawasan tidak langsung.

2. Pengawasan Langsung

Page 61: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 61 | P a g e

Apabila diperlukan, antara lain untuk memastikan kebenaran informasi yang

diterima Bank Indonesia dari laporan yang disampaikan penyelenggara/peserta

sistem pembayaran, Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung

terhadap penyelenggara dan peserta system pembayaran. Pengawasan langsung

merupakan pengawasan yang dilakukan dalam bentuk pemeriksaan diikuti

dengan tindakan perbaikan.

Untuk kemudahan melakukan pemeriksaan maka diperlukan suatu pedoman

pemeriksaan. Sesuai dengan pengelompokan bidang kerja di Bagian PwSP,

pemeriksaan yang dilakukan dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu Sistem

BI-RTGS, Sistem Kliring Nasional dan APMK.

2.4.1.Pengawasan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank

Indonesia

Bank Indonesia (BI) melakukan pengawasan terhadap sistem pembayaran

dengan maksud untuk menjaga kemanan dan kelancaran sistem pembayaran.

Pengawasan terhadap sistem pembayaran dilakukan baik terhadap sistem yang

diselenggarakan oleh BI. BI juga mengawasi pengawasan terhadap sistem yang

diselenggarakan oleh pihak lain, seperti penyelenggara alat pembayaran dengan

menggunakan kartu (APMK) yang meliputi kartu kredit, kartu ATM dan kartu debet,

uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang.

Pengawasan dilakukan dengan cara monitoring, antara lain berdasarkan laporan

yang disampaikan oleh penyelenggara kepada Bank Indonesia. Selain itu, pengawasan

juga dilakukan dengan assessement. Ini dilakukan untuk menilai kondisi

penyelenggaraan sistem pembayaran oleh penyelenggara terutama aspek kelancaran

dan keamanan sistem. Pengawasan dilakukan dengan upaya-upaya untuk mendorong

perubahan atau inducing change.

Berdasarkan hasil pengawasan selama periode laporan, dari sisi operasional,

terjaganya ketersediaan Sistem BIRTGS, BI-SSSS, dan PVP selama tahun 2012 tidak

terlepas dari keandalan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS serta Business Continuity Plan

(BCP) untuk menyediakan infrastruktur back up system yang dapat menggantikan

setiap saat bila terjadi gangguan pada sistem utama. Terkait dengan kesinambungan

dan kesiapan back up system tersebut, dari hasil pengawasan selama periode laporan

telah dilakukan uji coba secara berkala terhadap back up system, serta pengkinian

sistem jaringan komunikasi data yang semula System Network Architecture (SNA)

menjadi Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCPIP). Beralihnya sistem

Page 62: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 62 | P a g e

jaringan komunikasi data tersebut sejalan dengan tren pertumbuhan jumlah transaksi

yang sangat tinggi, sehingga diperlukan teknologi yang mampu menampung kapasitas

yang lebih besar, mengingat teknologi SNA hanya mempunyai kapasitas 64kb dan

saat ini sudah tidak supported dan obsolete.

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan PvP

Selama periode laporan, keandalan Sistem BI-RTGS terjaga dengan baik terlihat

dari ketersediaan atau tingkat availability Sistem BI-RTGS yang memenuhi service

level yang telah ditetapkan. Hal serupa juga dialami oleh sistem PvP yang merupakan

sarana untuk bertransaksi USD/IDR melalui PvP Link. Selama periode laporan,

sistem PvP berjalan dengan aman dan lancar yang ditandai dengan tingkat

ketersediaan sistem yang memenuhi service level yang telah ditetapkan.

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Selama periode laporan sistem BI-RTGS, sistem BI-SSSS secara operasional

berjalan dengan baik. keandalan Sistem BI-SSSS terjaga dengan baik terlihat dari

ketersediaan atau tingkat availability Sistem BI-SSSS yang memenuhi service level

yang telah ditetapkan. Selama 2012, pengelolaan likuiditas oleh peserta pada sistem

BI-RTGS juga berjalan dengan baik dan lancar ditandai dengan:

a. Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) hanya terjadi satu kali

pada Juni 2012.

Page 63: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 63 | P a g e

Keterangan : Throughput guideline adalah suatu target dimana Peserta

diharapkan telah menyelesaikan persentase tertentu dari total pembayaran

selama 1 hari dengan mengacu pada graduated payment schedule < 10.30

WIB ; 10.30 s/d 14.30 WIB ; 14.30 s/d 16.30 diharapkan 30% : 30% :

40%.

b. Terpenuhinya target throughput guideline penyelesaian transaksi masih

berada dalam pola jangka waktu acuan yang ditetapkan, dan rata-rata

mayoritas transaksi diselesaikan pada awal hari. Kelompok bank campuran

mempunyai pola yang sedikit berbeda, namun hal ini tidak sampai

mengganggu kelancaran sistem pembayaran secara keseluruhan.

Sedangkan untuk kelompok non bank, kurang mengikuti graduated

payment schedule. Hal ini dikarenakan nature of business kelompok non

bank yang penyelesaian transaksinya mengandalkan incoming transaction.

Grafik berikut menunjukkan pola distribusi penyelesaian transaksi per

kelompok bank selama periode laporan.

c. Turn over ratio, merupakan perbandingan antara outgoing transaction

yang diselesaikan melalui saldo rekening bank yang disediakan pada awal

hari. selama periode laporan saldo rekening bank yang disediakan pada

awal hari, masih longgar. Turn over ratio per kelompok bank selama

periode laporan ditunjukkan pada grafik 4.2.

Page 64: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 64 | P a g e

d. Queue transaction atau transaksi yang mengalami antrian di sistem karena

bank tidak mempunyai kecukupan dana untuk melakukan setelmen pada

saat transaksi dikirimkan. selama periode laporan, rata-rata secara volume

maupun nominal transaksi per bulan sangat kecil (tidak lebih dari 0,05%

dari total transaksi). Seluruh transaksi tersebut dapat diselesaikan pada

akhir hari sehingga tidak terjadi risiko setelmen. Proporsi Queue

transaction selama periode laporan di tunjukkan pada grafik 4.3 dan 4.4

sebagai berikut :

Page 65: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 65 | P a g e

Pengawasan Terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Salah satu mekanisme dalam sistem pembayaran adalah kliring, yaitu pertukaran

warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring baik atas nama peserta

maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu

tertentu.

Secara umum, operasional penyelenggaraan SKNBI selama 2012 berjalan baik

dan lancar yang ditunjukkan dengan tidak adanya system down. Meski secara harian

terdapat beberapa kasus perpanjangan waktu yang diakibatkan permasalahan teknis,

namun hal tersebut tidak mengganggu penyelenggaraan SKNBI secara keseluruhan.

Total perpanjangan waktu operasional SKNBI sepanjang tahun 2012 adalah 1,04%

dari total waktu operasional normal. Sama halnya dengan Sistem BI-RTGS, untuk

menjaga kelancaran operasional SKNBI, Bank Indonesia juga memiliki prosedur

contingency yang didukung dengan infrastruktur back up yang andal.

Likuiditas peserta SKNBI sepanjang 2012 secara umum juga dapat terjaga

dilihat dari beberapa indikator antara lain, pemenuhan kewajiban penyediaan prefund,

penggunaan prefund, top up prefund dan transaksi yang tidak dapat diperhitungkan.

Sepanjang 2012, tidak ada bank yang mengalami ketidakmampuan memenuhi

penyediaan prefund di awal hari sebagai syarat untuk dapat mengikuti kliring harian.

Total prefund kliring debet dan kliring kredit yang disediakan peserta dari Januari

sampai dengan Desember 2012 mencapai Rp4.434 triliun dengan total nilai transaksi

sampai dengan Desember 2012 sebesar Rp2.170 triliun. Dengan demikian rata-rata

penggunaan prefund sepanjang tahun 2012 adalah 48,71% dengan penggunaan

terendah 44% yang terjadi pada Februari 2012 dan tertinggi 52,54% yang terjadi pada

November 2012. Hal ini menunjukkan bahwa prefund yang tersedia masih jauh lebih

besar dari kewajiban yang harus dipenuhi peserta. Namun demikian, secara individu,

masih terdapat transaksi dari beberapa peserta yang tidak diperhitungkan karena

peserta tidak melakukan top up prefund. Meskipun secara umum tidak mengganggu

proses kliring secara keseluruhan, namun hal tersebut juga menjadi perhatian dalam

aspek perlindungan kepada para pemegang Cek/Bilyet Giro karena mengakibatkan

tertundanya pembayaran melalui proses kliring.

2.4.2. Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Pihak di Luar Bank

Indonesia

Page 66: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 66 | P a g e

Pengawasan terhadap Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu

(APMK)

1) Kartu Kredit

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penerbit kartu kredit

sepanjang periode 2012, jumlah kasus fraud terkait penggunaan kartu

kredit mencapai 11.263 kasus atau 0,006% dari total transaksi kartu kredit

sepanjang 2012. Sementara nominal kerugian akibat fraud yang

dilaporkan (aktual maupun potensial) mencapai Rp 34,18 miliar atau

0,017 % dari total nominal transaksi kartu kredit yang terjadi selama

2012. Jumlah kasus dan nominal fraud ini mengalami peningkatan

disbanding periode tahun sebelumnya masing-masing sebesar 43,76% dan

2,45%. Adapun gambaran perkembangan jumlah kasus fraud dan nominal

kerugian kartu kredit (aktual maupun potensial) sejak 2009 sampai dengan

2012 sebagaimana grafik berikut:

Page 67: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 67 | P a g e

Pada tahun-tahun sebelumnya jumlah kasus dan nominal fraud kartu

kredit mengalami penurunan yang cukup signifikan terutama sejak

diwajibkannya penggunaan chip untuk kartu kredit per 1 Januari 2010.

Namun pada tahun 2012, terutama mulai paruh semester II-2012 hingga

akhir tahun, terdapat peningkatan kasus fraud terutama yang

menggunakan modus card not present (CNP). Pada tahun 2012, fraud

yang dilaporkan dengan modus CNP menduduki peringkat pertama baik

dari jumlah kasus yang mencapai 5.637 kasus maupun nominal kerugian

(aktual dan potensial) yang mencapai Rp11,34 miliar. Sebelum Bank

Indonesia mewajibkan penggunaan chip untuk kartu kredit, modus kartu

palsu selalu menduduki peringkat pertama dalam kejahatan kartu kredit.

Seiring dengan penurunan kasus pemalsuan kartu sejak

diimplementasikannya chip, terjadi shifting kepada modus lain yang lebih

konvensional yaitu CNP, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. CNP

pada dasarnya merupakan penyalahgunaan kartu kredit oleh pihak yang

tidak berwenang untuk bertransaksi melalui internet (e-commerce).

Dalam kaitan dengan pencegahan fraud CNP, Bank Indonesia telah

menghimbau kepada para penerbit untuk menerapkan aturan one time

password untuk setiap transaksi yang dilakukan secara on line. Sementara

itu dalam pengaturan transaksi kartu kredit telah diwajibkan agar penerbit

memberikan alert kepada pemegang kartu untuk transaksi-transaksi yang

Page 68: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 68 | P a g e

bersifat menyimpang dari kebiasaan dan kewajiban menggunakan PIN

sebagai pengganti tandatangan mulai 1 Januari 2015.

Selain itu, selama periode 2012, Bank Indonesia juga telah

melakukan pemeriksaan terhadap empat penerbit dan dua acquirer kartu

kredit. Dalam pemeriksaan tersebut juga ditekankan pentingnya mematuhi

ketentuan di bidang perlindungan kepada para pemegang kartu, seperti

etika penagihan, kualitas pemberian kartu kredit serta cara pengenaan

bunga dan denda. Sejauh ini, dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan

pelanggaran ketentuan yang serius. Atas hasil pemeriksaan tersebut,

sejumlah penerbit dan acquirer telah berkomitmen untuk melakukan

sejumlah perbaikan dengan tenggat waktu tertentu yang telah disepakati.

2) Kartu ATM dan ATM/Debet

ATM dalam bahasa inggris dikenal dengan Automatic teller

machine, atau dalam bahasa Indonsia dikenal dengan Anjungan Tunai

Mandiri. ATM merupakan alat elektronik yang diberikan oleh bank yang

kepada pemilik rekening dan dapat digunakan untuk bertransaksi secara

elektronis seperti mengecek saldo, mentransfer uang dan juga mengambil

uang dari mesin ATM tanpa perlu dilayani seorang teller. Setiap

pemegang kartu diberikan PIN (personal identification number), atau

nomor pribadi yang bersifat rahasia untuk keamanan dalam penggunaan

ATM. Adapun yang membedakan kartu ATM dan kartu debet adalah cara

penggunaanya. Jika digunakan untuk bertransksi di mesin ATM, maka

kartu tersebut dikenal sebagai kartu ATM, tapi jika digunakan untuk

bertransaksi pembayaran dan pembelanjaan non-tunai dengan

menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture), maka kartu tersebut

dikenal sebagai Kartu Debit.

Berdasarkan hasil pengawasan selama periode laporan, fraud terkait

penggunaan kartu ATM dan kartu ATM/ Debet yang dilaporkan oleh

penerbit mengalami penurunan baik dari jumlah kasus yang terjadi

maupun nilai kerugian (aktual dan potensial). Selama periode laporan

jumlah kasus dan nilai kerugian akibat fraud yang dilaporkan adalah

11.468 kasus dan Rp1,4 miliar. Bila dibandingkan dengan periode

sebelumnya nilai kerugian akibat fraud mengalami penurunan sebesar

Page 69: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 69 | P a g e

Rp961 juta sedangkan dari sisi jumlah kasus mengalami penurunan

sebanyak 4.321 kasus.

Bila dilihat lebih mendalam, jumlah kasus yang dilaporkan paling

sering terjadi adalah kartu ATM dan kartu ATM/Debet hilang atau dicuri

yang mencapai 10.498 kasus. Sedangkan nilai kerugian terbesar selama

periode laporan berasal dari fraud kartu palsu yaitu sebesar Rp1,1 miliar.

Untuk menekan angka fraud pada penyelenggaraan kartu ATM dan kartu

ATM/Debet ini khususnya yang dilakukan melalui modus pemalsuan

kartu, Bank Indonesia telah mewajibkan penerbit kartu ATM dan

ATM/Debet untuk mengimplementasikan teknologi chip dan penggunaan

PIN minimal 6 (enam) digit untuk kartu ATM/Debet yang diterbitkan di

Indonesia. Batas waktu implementasi chip dan PIN 6 (enam) digit ini

adalah 31 Desember 2015. Dengan kata lain, pada 1 Januari 2016, seluruh

kartu ATM dan kartu ATM/Debet sudah harus menggunakan teknologi

chip dan PIN minimal 6 (enam) digit, demikian pula seluruh perangkat

yang digunakan untuk memproses transaksi kartu ATM dan kartu

ATM/Debet tersebut harus dapat memproses chip (chip enable).

Saat ini Bank Indonesia terus memonitor perkembangan

implementasi chip oleh seluruh penyelenggara kartu ATM dan kartu

ATM/Debet melalui laporan triwulanan yang disampaikan oleh

penyelenggara untuk memastikan tahapan yang telah dicapai dan kendala

yang dihadapi dalam proses implementasi. Sejauh ini masih terdapat

beberapa kendala teknis, namun diharapkan dapat diselesaikan dengan

baik oleh industri, sehingga batas waktu yang telah ditetapkan dapat

dipenuhi oleh seluruh penerbit. Selain itu, selama periode 2012, Bank

Indonesia juga telah melakukan pemeriksaan terhadap dua penerbit kartu

ATM dan kartu ATM/Debet. Sejauh ini, dari hasil pemeriksaan tidak

ditemukan pelanggaran yang serius. Atas hasil pemeriksaan tersebut,

penerbit telah berkomitmen untuk melakukan perbaikan dengan tenggat

waktu tertentu yang telah disepakati.

Pengawasan terhadap Uang Elektronik

Uang Elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi

unsur-unsur sebagai berikut :

Page 70: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 70 | P a g e

Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh

pemegang kepada penerbit.

ilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server

atau chip.

Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan

merupakan penerbit uang elektonik tersebut,dan

Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh

penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan uang elektronik, dilakukan secara tidak

langsung melalui monitoring data dan informasi serta pengawasan secara langsung

melalui pemeriksaan (on site visit). Selama periode laporan, Bank Indonesia tidak

menerima adanya laporan terkait fraud di dalam penyelenggaraan uang elektronik.

Sementara itu, pengawasan secara langsung telah dilakukan kepada dua penerbit uang

elektronik (bank dan penyelenggara selain bank) melalui on site visit untuk

memastikan kepatuhan penyelenggara uang elektronik terhadap ketentuan yang

berlaku. Dari hasil pemeriksaan tersebut, tidak ditemukan pelanggaran yang serius

oleh penerbit, namun demikian terdapat beberapa temuan yang harus diperbaiki antara

lain terkait perlindungan konsumen (khususnya aspek transparansi terkait biaya) dan

juga aspek pengelolaan risiko. Atas hasil pemeriksaan tersebut, penerbit telah

berkomitmen untuk melakukan perbaikan.

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang

(KUPU) atau Transfer Dana Selain Bank

Selama periode laporan, telah dilakukan pengawasan secara tidak langsung

kepada seluruh penyelenggara KUPU di wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia, dan

tiga diantaranya telah dilakukan pula pengawasan secara langsung. Pengawasan

secara langsung kepada penyelenggara KUPU melalui on site visit, selain dilakukan

untuk memastikan kepatuhan penyelenggara KUPU terhadap ketentuan yang berlaku,

juga ditujukan untuk memastikan pemenuhan komitmen atas hasil audit PPATK.

Selanjutnya berdasarkan hasil pengawasan, pada periode laporan telah dilakukan

pencabutan izin terhadap satu penyelenggara KUPU karena tidak mematuhi ketentuan

Bank Indonesia dan pengenaan sanksi administrative berupa penyampaian surat

teguran tertulis kepada dua penyelenggara KUPU karena tidak menyampaikan

Page 71: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 71 | P a g e

laporan berkala kepada Bank Indonesia. Di samping itu pada periode laporan terdapat

satu penyelenggara KUPU yang dicabut izin penyelenggaraannya berdasarkan

permintaan sendiri.

Terkait dengan tugas Bank Indonesia sebagai Lembaga Pengatur dan Pengawas

terkait kepatuhan penyelenggara KUPU dalam menerapkan program APU dan PPT

sebagaimana amanat UU Nomor 8 tahun 2010 selama periode tahun 2012,

kewenangan tersebut masih berada di PPATK dengan masa transisi dari PPATK

kepada Bank Indonesia selama dua tahun (2011-2013). PPATK telah melakukan audit

kepatuhan terhadap 28 penyelenggara KUPU (21 penyelenggara di wilayah KPBI dan

tujuh penyelenggara di wilayah KPwBI) dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

kepatuhan penyelenggara KUPU dalam menerapkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan

kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan UU TPPU. Terhadap hal tersebut,

Bank Indonesia telah memberikan surat pembinaan kepada penyelenggara untuk

melakukan tindak lanjut hasil audit PPATK. Selanjutnya, sehubungan dengan

pemberlakuan UU Nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana pada 23 Maret 2011,

selama periode laporan Bank Indonesia telah melakukan pembinaan kepada

penyelenggara KUPU yang belum berbadan hukum Indonesia, dengan mengirimkan

surat pembinaan sebanyak dua kali dalam rangka mengingatkan yang bersangkutan

untuk segera meningkatkan status usahanya menjadi badan hukum Indonesia. Dalam

hal penyelenggara KUPU tersebut sampai dengan 23 Maret 2013, masih belum

meningkatkan status badan usahanya menjadi badan hukum Indonesia sebagaimana

dimaksud oleh UU TD maka izin KUPU yang telah diberikan oleh BI akan

dinyatakan tidak berlaku.

2.5. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan

2.5.1. Arah Kebijakan dan Pengembangan BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II

Kebijakan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) pada Penyelenggaraan

Sistem BI-RTGS Generasi II

Page 72: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 72 | P a g e

Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI), termasuk berdasarkan prinsip Syariah

(FLIS), merupakan fasilitas dari BI sebagai penyelenggara Sistem BI-RTGS guna

mendukung kelancaran penyelesaian (smoothness of settlement) dari seluruh transaksi

pembayaran melalui sistem pembayaran antar-bank (bersifat systemically important)

atau infrastruktur pasar keuangan yang diselenggarakan oleh BI tersebut.

Di dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS saat ini dan sebagaimana diatur

dalam PBI No.10/29/PBI/2008, PBI No.11/ 30 /PBI/2009, SEBI No12/29/DASP, dan

SEBI No. 12/4/DASP, FLI/FLIS diberikan kepada Bank Peserta BIRTGS dengan

mekanisme repurchase agreement (Repo) atas surat berharga yang yang dimiliki oleh

Bank Peserta BI-RTGS yang membutuhkan/mengajukan FLI/FLIS, dan FLI/FLIS

tersebut harus dikembalikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan FLI/FLIS.

Merujuk kepada ketentuan yang berlaku, dalam hal Bank Peserta BI-RTGS

tidak dapat mengembalikan/menyelesaikan nilai FLI/FLIS sampai dengan batas waktu

yang ditetapkan, maka terhadap nilai FLI/FLIS yang tidak dapat dikembalikan

tersebut akan diberlakukan (dikonversi) sebagai transaksi Repo dengan BI dengan

jangka waktu satu hari (i.e. transaksi Repo overnight (O/N) dengan BI atau transaksi

Lending Facility).

Berdasarkan laporan Bank Dunia (Payment Systems Worldwide: A Snapshot

2010, Outcomes of the Global Payment Systems Survey 2008) mengenai

penyelenggaraan Large-Value Payment Systems (LVPS) RTGS Systems):

Dari 88 negara yang menyelenggarakan LVPS, 75 LVPS menyediakan

FLI dengan mekanisme Repo;

75 LVPS yang menyediakan FLI Repo, mengenakan penggunaan FLI

dengan Repo interest rate;

Untuk FLI yang tidak dapat dikembalikan pada akhir hari (end-of day),

dari 75 LVPS yang menyediakan FLI

Repo:

17 LVPS mengkonversi menjadi Repo O/N at market rates;

55 LVPS mengkonversi menjadi Repo O/N at penalty rates (termasuk

Australia, HongKong, Jepang, Malaysia, Filipina, Thailand, dan

Singapura); dan

3 LVPS mengkonversi menjadi Repo O/N at market and penalty rates.

Kebijakan terkait mekanisme FLI pada Sistem BIRTGS Generasi II

Page 73: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 73 | P a g e

Telah diputuskan (berdasarkan hasil rapat Steering Committee 26 Februari

2013) bahwa FLI pada Generasi II akan mengadopsi the standard DEPO/X

functionality (guna menghindari Change Request serta untuk mengimplementasikan

mekanisme yang lebih sesuai dengan common practices dari ILF di dalam

penyelenggaraan LVPS pada umumnya), yang meliputi:

FLI akan langsung mengkredit di RTS/X pada rekening Bank Peserta BI-

RTGS yang mengajukan FLI;

FLI dapat di-redeem berdasarkan instruksi manual dari Bank Peserta BI-

RTGS yang mengajukan FLI atau secara otomatis sesuai dengan parameter

yang ditetapkan sebelumnya;

Interest rate atas penggunaan FLI dihitung dengan menggunakan ILF

interest rate calculation yang sudah ada di DEPO/X, berdasarkan cash

value dari setiap initial granted ILF;

FLI yang tidak bisa dikembalikan sampai dengan EOD, DEPO/X akan

mengkonversi menjadi O/N Repo.

Sehubungan dengan implementasi mekanisme di atas, maka perlu penyesuaian

ketentuan/ pengaturan mekanisme FLI pada Sistem BI RTGS Generasi II.

Selanjutnya, mengingat transaksi yang ada saat ini adalah transaksi Lending

Facility (transaksi penyediaan dana dari BI kepada Bank), sehingga konversi dari FLI

menjadi O/N Repo (i.e. transaksi Repo dengan BI dengan jangka waktu satu hari)

dimaksud dapat diterima pula sebagai transaksi Lending Facility (yang merupakan

salah satu bentuk Operasi Moneter BI). Di samping itu, salah satu persyaratan FLI

adalah surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia berupa SBI

dan/atau SBN, di mana surat berharga yang dapat ditransaksikan melalui Lending

Facility adalah SBI dan SBN. Oleh sebab itu, dengan mengkonversi instrumen

moneter SBI dan SBN tersebut (yang digunakan sebelumnya untuk FLI) ke domain

kegiatan pengendalian moneter, hal tersebut tentunya akan lebih mendukung

efektivitas kegiatan Operasi Moneter BI. Mekanisme „mengkonversikan‟ menjadi

Lending Facility dari Standing Facilities (Operasi Moneter „Koridor Suku Bunga‟

tersebut) juga diaplikasikan pada banyak LVPS.

Selain itu, diperkirakan kebutuhan akan FLI menjadi berkurang dan akan benar-

benar menjadi last resort di dalam penyelenggaraan LVPS IDR di Indonesia karena

Page 74: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 74 | P a g e

BI-RTGS Generasi II akan menerapkan mekanisme mekanisme liquidity saving yang

dapat menekan liquidity need.

2.5.2. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia Tahapan Implementasi Grand Design SKNBI

Pengembangan SKNBI akan dimulai pada 2013 mencakup penyelesaian

transaksi atas transfer kredit dan debet baik yang bersifat individual maupun rutin

(bulk payment) meliputi :

Selain itu, dalam SKNBI yang akan dikembangkan juga modul informasi yang

dapat diakses oleh peserta dan penyelenggara untuk mendapatkan informasi/data

terkait penyelenggaraan SKNBI baik yang bersifat real time maupun hitoris. Adapun

tahapan implementasi SKNBI adalah sebagai berikut :

Page 75: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 75 | P a g e

2.5.3. Arah Kebijakan dan Pengembangan NPG ke Depan

Pengembangan NPG ke depan akan dilakukan ke dalam tiga tahapan besar.

Tahap pertama, adalah pengembangan instrumen pembayaran yang paling dominan

digunakan oleh masyarakat Indonesia yaitu kartu ATM dan ATM/Debet dengan

menginterkoneksikan jaringan penyelenggara kartu ATM dan ATM/Debet di

Indonesia.

Tahapan kedua adalah pengembangan instrument pembayaran pada kartu kredit

dan uang elektronik melalui pemrosesan kartu kredit secara domestik untuk transaksi

yang dilakukan di Indonesia tanpa harus diteruskan kepada prinsipal luar negeri

seperti yang berlaku saat ini. Sementara itu, untuk perluasan cakupan transaksi

menggunakan uang elektronik akan didukung melalui interkoneksi diantara penerbit

uang elektronik.

Tahapan terakhir adalah pengembangan layanan Mobile Financial Services

(MFS) dan e-commerce. Modul layanan ini akan mendukung konvergensi layanan

transaksi berbasis mobile serta e-commerce di masa datang.

Dengan tahapan pengembangan NPG tersebut diharapkan penggunaan

instrumen non-tunai dapat lebih ditingkatkan dalam rangka mendukung Less Cash

Society (LCS).

Page 76: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 76 | P a g e

2.5.4. Arah Kebijakan dan Pengembangan Uang Elektronik

Arah kebijakan dan pengembangan uang elektronik ke depan difokuskan pada

upaya untuk meningkatkan penggunaan uang elektronik di masyarakat serta

memperluas jangkauan dan penetrasi infrastruktur uang elektronik melalui dua

tahapan waktu yaitu jangka pendek dan menengah dengan kegiatan edukasi dan

sosialisasi, fasilitasi industri serta perluasan pasar. Sedangkan untuk jangka panjang

melalui standardisasi uang elektronik.

Kegiatan edukasi akan difokuskan pada upaya untuk memperkenalkan uang

elektronik kepada masyarakat dan memberikan pengalaman bertransaksi

menggunakan uang elektronik.

Fasilitasi industri dan perluasan pasar dilakukan dengan mendorong

penyelenggara uang elektronik untuk saling bekerjasama dan mengkoneksikan

jaringannya dengan penerbit lainnya, agar pemegang uang elektronik dari satu

penerbit dapat menggunakan uang elektroniknya tersebut pada jaringan yang dimiliki

penerbit lain. Dengan mempertimbangkan besarnya potensi sector transportasi, maka

arah kebijakan pengembangan uang elektronik ke depan akan tetap diarahkan pada

sector tersebut. Sementara untuk jangka menengah dan panjang perluasan pasar akan

dilakukan kepada sektor-sektor lain seperti misalnya industri ritel.

Tahapan jangka panjang pengembangan uang elektronik adalah mendorong

tersedianya standar uang elektronik yang dapat digunakan oleh seluruh penerbit uang

elektronik di Indonesia yang penyusunannya dilakukan oleh pelaku industri uang

elektronik. Standar tersebut dapat disusun dari pengembangan standar kartu ATM/

Debet berbasis chip ataupun pengembangan standar yang baru.

2.5.5. Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen

ASEAN Dalam Rangka MEA 2015

Sistem pembayaran dan penyelesaian akhir merupakan tulang punggung dari

sebuah perekonomian modern. Sebuah sistem pembayaran dan penyelesaian akhir

yang efisien, aman, dan andal akan memberikan keunggulan kompetitif bagi suatu

negara untuk berkompetisi di pasar global. Disamping itu, peningkatan aktivitas

perekonomian antara negara-negara anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

memerlukan sistem pembayaran dan penyelesaian akhir (setelmen) yang efisien untuk

mendukung transaksi bisnis mereka. Bahkan dalam periode integrasi ekonomi

regional, sistem pembayaran dan penyelesaian akhir memiliki peran yang strategis

Page 77: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 77 | P a g e

mengingat mereka merupakan infrastruktur keuangan yang memfasilitasi arus barang,

jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal.

Menjelang MEA 2015, arah pengembangan sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir nasional perlu dipersiapkan dengan terencana dan terukur. Selain

itu, negara anggota MEA juga dituntut untuk menyusun arah pengembangan dan

harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen agar dapat mengakomodasi transaksi

lintas batas negara (cross-border) dan integrasi keuangan regional. Adapun fokus

pengembangan dan harmonisasi dimaksud adalah: cross-border trade settlement,

cross-border money remittance, cross-border retail payments, cross-border capital

market settlement dan standardization.

Cross-Border Trade Settlement

Keterbukaan ekonomi di lingkup ASEAN akan berdampak signifikan bagi

persaingan dunia usaha, termasuksektor usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM). Di satu sisi, implementasi MEA akan memberikan potensi

pengembangan UMKM yang lebih besar mengingat semakin terbukanya akses

UMKM terhadap sumbersumberkeuangan yang tidak hanya terbatas pada

pembiayaan dalam negeri, tetapi juga pasar keuangan internasional. Meskipun

demikian, di sisi lain UMKM di negara ASEAN menghadapi tantangan yang

cukup berat karena semakin ketatnya persaingan antar negara. Oleh sebab itu,

agar mereka dapat bertahan dari persaingan yang ketat, diperlukan dukungan

sistem pembayaran dan setelmen yang aman, andal, dan efisien. Cross-Border

Trade Settlement ditujukan untuk mendukung pelaksanaan pembayaran dan

setelmen dalam mendukung aliran barang dalam aktivitas perdagangan di antara

negara ASEAN. Salah satu kendala cross-border trade settlement adalah

efisiensi. Tidak adanya direct conversion rate antar mata uang di kawasan

mengakibatkan setelmen pembayaran dalam mata uang lokal harus dikonversi

melalui USD, sehingga menimbulkan biaya tambahan bagi pelaku transaksi.

Berdasarkan hasil survei terhadap seluruh bank sentral di ASEAN, mekanisme

korespondensi yang saat ini digunakan pada cross-border trade settlement

cukup memadai dan penggunaan standar internasional dalam dokumen transaksi

perdagangan telah banyak dilakukan. Namun demikian, peluang peningkatan

efisiensi setelmen perdagangan dapat dilakukan antara lain dengan mengurangi

spread dan charges oleh bank melalui transparansi biaya.

Page 78: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 78 | P a g e

Terkait dengan cross-border trade settlement, negara anggota ASEAN

telah menyepakati hal-hal sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip yang terkait dengan keterbukaan dan transparansi produk

bank terdiri atas:

Disclosure harus menyorot informasi yang penting bagi pelanggan;

Disclosure harus jelas dan konsisten;

Perangkat komunikasi harus dibentuk sehingga memudahkan

pelanggan untuk mengakses informasi;

Prinsip-prinsip tersebut sebagai pedoman best practices untuk memastikan

pelanggan memiliki akses ke informasi penting dengan cara yang mudah

sebelum mereka melakukan transaksi dengan lembaga keuangan.

2. Bank menghadapi tantangan dalam mengungkapkan isu-isu sebagai

berikut:

Biaya total yang harus dibayar oleh pengirim; sebaiknya

diinformasikan dalam bentuk persentase dari total biaya, dan bukannya

angka secara absolut;

Biaya yang dibebankan kepada penerima manfaat (beneficiaries) dan

waktu maksimum untuk dana diterima oleh beneficiaries;

Nilai valuta sebelum pembayaran dilakukan mengingat adanya

volatilitas intraday yang signifikan.

3. Definisi dari Usaha Kecil dan Menengah (Small and Medium Entreprises).

Setiap anggota MEA memiliki definisi yang berbeda untuk Small and

Medium Enterprises (SME), yang sesuai dengan kondisi ekonominya,

sehingga sulit untuk membuat definisi SME yang seragam di ASEAN.

Oleh sebab itu task force cross border trade settlement perlu menyusun

prinsip umum mengenai SME dan setiap negara dapat menggunakannya

sebagai pedoman.

Cross-Border Money Remittances

Cross-Border Money Remittances bertujuan untuk mendukung aliran

tenaga kerja yang bebas terutama untuk memfasilitasi aliran dana ke negara asal

dari hasil kerja para tenaga kerja ASEAN. Mengingat dalam proses pengiriman

dimaksud mata uang yang diterima oleh penerima adalah mata uang negara

Page 79: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 79 | P a g e

penerima, makamproses pengiriman (remittance) uang tidak dimasukan dalam

integrasi keuangan (financial integration).

Task force cross-border money remittances telah menyusun pedoman

dasar untuk pengembangan money remittances yang terdiri atas 3 (tiga) bagian:

a. Program administrasi pra-keberangkatan terdiri dari: ketentuan akreditasi

lembaga/kelompok penyedia jasa, biaya program, dan program pelatihan

untuk kelompok yang melakukan program orientasi, dan lainlain;

b. Isi dari program orientasi pra-keberangkatan terdiri dari: profil negara,

hukum dasar negara tuan rumah, isu mengenai negara tuan rumah,

pendidikan dasar mengenai kesehatan, keuangan pribadi, saluran remitansi

yang formal, keanggotaan dan manfaat ikut serta dalam organisasi buruh

migran, serta kedutaan di tempat negara tujuan;

c. Mekanisme umpan balik, yang terdiri atas: pasca evaluasi dan forum

online untuk para pekerja migran.

Cross-Border Retail Payment System

Cross-Border Retail Payment System bertujuan untuk mendukung

pelaksanaan pembayaran dan setelmen dalam mendukung aliran barang, jasa,

tenaga kerja terdidik, dan investasi yang bebas serta aliran modal yang lebih

bebas. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh task force cross-border

retail payment system diketahui bahwa tujuan dari pengembangan sistem

pembayaran ritel di setiap negara pada dasarnya sama yaitu: (i) mendorong

terciptanya sistem pembayaran ritel yang aman, efisien, andal, dan cepat, (ii)

mendorong penggunaan instrumen pembayaran non-tunai, (iii) mendorong

terciptanya kebijakan internasional yang bersifat resiprokal untuk area sistem

pembayaran tertentu, (iv) mendorong industri untuk menggunakan standar

internasional, (v) mendorong penggunaan sarana pembayaran formal yang aman

dan andal, dan (vi) memfasilitasi pihak non bank untuk ikut serta dalam

penyediaan jasa sistem pembayaran yang efisien dan aman.

Selanjutnya, terkait dengan pengembangan jaringan sistem pembayaran

regional, task force cross-border retail payment system telah berkoordinasi

dengan Asian Payment Network (APN) untuk menyusun format standard dan

proses bisnis untuk transfer kredit, yang terdiri atas 3(tiga) tahap: value

proposition development, market research and value proposition validation, dan

Page 80: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 80 | P a g e

mengembangkan blueprint. Berdasarkan value proposition development yang

disusun oleh APN, terdapat beberapa hal yang membutuhkan dukungan bank

sentral:

a. APN meminta bank sentral untuk melaksanakan joint event untuk

memperkenalkan APN logo kepada publik untuk meningkatkan awareness

dari industry perbankan;

b. Adanya harmonisasi peraturan diantara negara-negara ASEAN sehingga

memungkinkan atau mendukung pengembangan koneksi dan pengaturan

APN.

Cross-Border Capital Market Settlement

Cross-Border Capital Market Settlement bertujuan untuk pelaksanaan

pembayaran dan setelmen dalam mendukung transaksi pasa modal di antara

negara ASEAN. mendukung pelaksanaan pembayaran dan setelmen dalam

mendukung aliran barang, jasa, tenaga kerja terdidik, dan investasi yang bebas

serta aliran modal yang lebih bebas. Mengingat praktek setelmen pasar modal

sangat variatif sehingga menghambat proses setelmen antarnegara, maka

terdapat beberapa hal yang dapat mendukung pengembangan cross-border

capital market settlement di ASEAN antara lain: ketentuan perundang-undangan

yang mendukung pengembangan pasar; kebijakan yang transparan dan dapat

diprediksi; kesesuaian praktik dengan standar internasional; dan pengembangan

infrastruktur yang sesuai dengan standar internasional. Terkait dengan

pengembangan infrastruktur, task force cross-border capital market settlement

telah bekerja sama dengan ASEAN Exchange Groupings (AEG) untuk

mengembangkan 3 (tiga) model CCP/CSD Linkages. Namun demikian, masih

terdapat perbedaan perspektif dari setiap negara terkait dengan risiko yang

ditimbulkan oleh CCP/CSD.

Cross-Border Standardization

Cross-Border Standardization bertujuan untuk harmonisasi dalam

pengembangan sistem pembayaran ASEAN agar lebih mudah melakukan

interkoneksi. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh task force

standardization diketahui antara lain: (i) bank sentral memegang peran penting

dalam pengembangan standar sistem pembayaran, terutama pada instrumen cek,

(ii) bank sentral memegang peranan penting dalam usaha harmonisasi standar di

Page 81: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 81 | P a g e

bidang sistem pembayaran, (iii) keterlibatan negara ASEAN dalam komite

standar internasional masih relatif terbatas, (iv) beberapa negara ASEAN

menunjukkan keinginan untuk melakukan technical assistance dalam

standardisasi di bidang sistem pembayaran, dan (v) standar yang paling umum

diterapkan di ASEAN adalah SWIFT, IBAN, BIC dan EMV. Disamping itu,

terkait dengan survei mengenai credit transfer, yang tujuan utamanya adalah

melakukan penilaian atas praktek-praktek pasar dan kemungkinan modalitas

dalam menyediakan layanan transfer kredit oleh bank-bank di ASEAN,

ditemukan bahwa bank-bank di ASEAN cukup memahami manfaat

pengembangan skema cross-border credit transfer di ASEAN.

2.5.6. Penyusunan Konsep RUU Sistem Pembayaran dan Penyelesaian

Akhir (SPPA)

Pengertian Sistem Pembayaran

Sasaran dari fungsi mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

oleh bank sentral adalah terciptanya sistem pembayaran yang aman dan efisien.

Pengertian Sistem Pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat

aturan, lembaga, dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan

pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu

kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, Sistem Pembayaran yang aman dan efisien

sangat mendukung keberhasilan suatu negara dalam menjaga dan meningkatkan

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dan stabilitas moneter. Hal tersebut

dikarenakan terjadinya gangguan pada Sistem Pembayaran dapat menyebabkan

kegagalan kewajiban pembayaran dan mempengaruhi kepercayaan masyarakat

terhadap likuiditas perekonomian, SSK, dan perbankan.

Sistem pembayaran merupakan salah satu komponen utama dalam

mendukung aktifitas perekonomian di suatu negara dan oleh karena itu sistem

pembayaran harus senantiasa dijaga agar dapat berjalan secara aman dan efisien.

Keamanan dalam kegiatan sistem pembayaran dapat dilihat dari berbagai

indikator antara lain sebagai berikut:

1. Tersedianya lembaga, mekanisme, alat pembayaran, dan infrastruktur

dalam kegiatan sistem pembayaran yang andal dan aman dari segala

bentuk fraud;

Page 82: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 82 | P a g e

2. Tersedianya aturan hukum yang memberikan pengaturan yang jelas dan

fair untuk seluruh pihak dalam penyelenggaraan sistem pembayaran;

3. Tersedianya sistem yang andal dalam pemrosesan transaksi sistem

pembayaran yang antara lain dibuktikan dengan tingkat availability sistem

yang maksimal, serta kepastian penyelesaian transaksi.

4. Tersedianya back-up system yang menjamin kelangsungan kegiatan sistem

pembayaran yang aman.

Sedangkan sistem pembayaran yang efisien ditunjukkan melalui berbagai

indikator antara lain:

1. Tersedianya infrastruktur sistem pembayaran yang menjangkau seluruh

wilayah Indonesia dan dapat dimanfaatkan secara bersama oleh penyedia

sistem;

2. Tersedianya layanan sistem pembayaran yang cepat, mudah diakses dan

murah untuk seluruh lapisan masyarakat;

3. Mekanisme penyelesaian pembayaran yang praktis dan cepat.

Pada prinsipnya, kelima komponen utama dalam sistem pembayaran yaitu

aturan, lembaga, mekanisme, alat pembayaran, dan infrastruktur yang

merupakan satu kesatuan utuh dalam sistem harus selalu dikembangkan dalam

menjawab tantangan perkembangan teknologi yang mendasari perkembangan

sistem pembayaran dan kebutuhan masyarakat terhadap sistem pembayaran

yang semakin aman dan efisien.

Pengertian sistem pembayaran dapat saja berbeda antara negara satu

dengan negara lainnya sesuai dengan pengaturan hukum dari negara tersebut,

namun demikian secara best practices komponen sistem pembayaran meliputi 5

(lima) aspek tersebut meskipun dalam perumusannya dapat saja disebutkan

hanya dalam beberapa aspek besarnya saja.

Peran Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran di Indonesia

sangat menentukan keberhasilan peranan sistem pembayaran dalam mendukung

aktifitas perekonomian suatu negara dan sekaligus sebagai bagian penting dalam

pelaksanaan transmisi kebijakan moneter. Selaku otoritas sistem pembayaran,

Bank Indonesia akan melakukan pengaturan sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir di dalam suatu Undang-Undang tersendiri. Saat ini

pengaturan tersebut masih tersebar di berbagai aturan yang mengatur mengenai

Page 83: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 83 | P a g e

kegiatan sistem pembayaran dan penyelesaian akhir yang berpotensi terjadinya

berbagai inkonsistensi pengaturan sistem pembayaran dan penyelesaian akhir

yang dapat menimbulkan permasalahan.

Sesuai ketentuan Bank Indonesia, komponen kerangka hukum dalam

sistem pembayaran dan penyelesaian akhir menjelaskan dasar hukum dalam

menjamin adanya aspek legalitas dalam pelaksanaan sistem pembayaran, yang

dituangkan dalam undang-undang dan peraturan terkait lainnya, termasuk aturan

untuk dan antar berbagai pihak seperti antar bank, antara bank dengan nasabah,

dan antara bank dengan bank sentral. Melalui kerangka hukum ini Bank

Indonesia menuangkan kebijakan di bidang sistem pembayaran dan

penyelesaian akhir.

Pengaturan Sistem Pembayaran

Keberadaan UU SPPA diperlukan agar terdapat kepastian dan kejelasan

dalam kegiatan sistem pembayaran dan penyelesaian akhir. Hal tersebut menjadi

dasar hukum bagi otoritas dalam bekerjasama dengan otoritas lain baik dalam

maupun luar negeri memerlukan dukungan dalam bentuk pengaturan UU yang

dapat memberikan arah yang jelas dalam memajukan kegiatan sistem

Page 84: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 84 | P a g e

pembayaran dan penyelesaian akhir antar negara sehingga sistem pembayaran

dan penyelesaian akhir dalam negeri mampu bersaing dengan sistem

pembayaran negara lain. Selaras dengan tujuan dari sistem pembayaran yaitu

memiliki dasar hukum yang kuat dan komprehensif mengenai sistem

pembayaran dan penyelesaian akhir di Indonesia, penyusunan RUU SPPA akan

memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada nasabah dalam kegiatan

sistem pembayaran. Dalam rangka pengaturan terdapat beberapa peraturan

perundang-undangan yang memiliki keterkaitan erat dengan sistem pembayaran,

sehingga dalam perumusan RUU SPPA harmonisasi ketentuan menjadi sangat

penting agar tidak terjadi pengaturan yang saling bertentangan atau tumpang

tindih di kemudian hari.

Alasan utama diperlukannya UU SPPA ini adalah karena laju

perkembangan sistem pembayaran yang sangat pesat. Pesatnya perkembangan

sistem pembayaran dapat menjadi sumber informasi terkait kondisi likuiditas

dan infrastruktur sistem keuangan yang menjadi subyek pemantauan secara

microprudential guna memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi

potential shock. Hasil dari riset dan pemantauan selanjutnya akan menjadi

rekomendasi bagi otoritas terkait dalam pengambilan langkah-langkah yang

tepat untuk meredam gangguan pada sektor keuangan.

Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi latar belakang perlunya

penyusunan RUU SPPA yaitu:

Landasan sosiologis antara lain:

1. Perkembangan teknologi Sistem Pembayaran;

2. penyesuaian aturan dan hukum dari otoritas untuk mengimbangi

perkembangan teknologi Sistem Pembayaran;

3. Beberapa kegiatan sistem pembayaran dan penyelesaian akhir belum

disertai aturan hukum yang mengaturnya;

4. Kepastian perlindungan pengguna jasa dan memastikan Penyelenggara

memenuhi kewajiban terhadap pengguna jasa.

Adapun landasan secara yuridis meliputi:

1. Belum ada dasar hukum pengaturan sistem pembayaran dan penyelesaian

akhir yang komprehensif;

Page 85: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 85 | P a g e

2. Adanya ketidakjelasan dalam pengaturan, pengembangan dan koordinasi

antar otoritas terkait; dan

3. Beberapa pengaturan terkait sistem pembayaran dan penyelesaian akhir

masih dilakukan secara parsial.

Materi RUU SPPA

Ruang lingkup berlakunya UU SPPA akan mencakup penyelenggaraan

kegiatan pemindahan dana, kegiatan alat pembayaran non-tunai dan seluruh

sarana pemrosesnya, kegiatan kliring dan penyelesaian akhir sistem pembayaran

yang dilakukan di wilayah RI, dan kegiatan sistem pembayaran lain yang

ditetapkan Bank Indonesia. RUU SPPA ini tidak dimaksudkan untuk mengatur

penyelenggaraan kegiatan transfer dana, kliring, dan penyelesaian akhir yang

diselenggarakan oleh Bank Indonesia, kegiatan penyediaan sistem yang hanya

digunakan untuk menfasilitasi instruksi pembayaran, dan kegiatan penyediaan

sistem yang hanya digunakan untuk kepentingan pembayaran internal (in house

payment).

Prinsip-Prinsip Dalam Sistem Pembayaran

Di dalam sistem pembayaran dikenal beberapa prinsip umum, yaitu:

Finality of Payment/Finality of Settlement yaitu dana yang sudah diterima

tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan.

Pengecualian Prinsip Zero Hour Rules 6 yaitu pengaturan bahwa transaksi

sistem pembayaran atau transfer dana tetap harus dilaksanakan atau

diselesaikan sekalipun dalam kondisi kepailitan.

Delivery Versus Payment (DVP) yaitu pengaturan bahwa dalam hal

transaksi menggunakan prinsip DVP maka pihak yang telah menerima

pembayaran wajib untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak yang telah

melakukan pembayaran.

Masih sejalan dengan tujuan dan prinsip umum dalam penyelenggaraan

kegiatan sistem pembayaran, untuk mewujudkan sistem pembayaran yang aman

dan efisien serta memastikan diterapkannya aspek perlindungan kepada

pengguna jasa. Dalam konsep RUU SPPA telah ditetapkan 5 (lima) komponen

sistem pembayaran yang meliputi:

Page 86: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 86 | P a g e

a. Aturan, merupakan kebijakan tertulis dalam bentuk aturan dan kebijakan

tidak tertulis;

b. Lembaga, merupakan cerminan kelembagaan dari seluruh penyelenggara

jasa sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun

pihak selain Bank Indonesia. Pengertian pihak selain Bank Indonesia dapat

berupa bank, lembaga selain bank, maupun asosiasi sistem pembayaran;

c. Mekanisme, merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam

penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti kegiatan dalam suatu

sistem transfer, kliring dan penyelesaian akhir;

d. Alat Pembayaran, merupakan setiap instrument yang digunakan untuk

memindahkan dana. Dalam hal ini alat pembayaran yang dimaksud adalah

alat pembayaran non-tunai baik yang paper based seperti Cek dan Bilyet

Giro maupun instrumen pembayaran elektronik seperti APMK dan uang

elektronik; dan

e. Infrastruktur, merupakan setiap sarana dan prasarana yang digunakan

untuk memproses pemindahan dana seperti EDC, mesin ATM, internet,

mobile phone dan delivery channel lainnya. Dalam pengertian infrastruktur

ini termasuk pula berbagai sistem dalam rangka pemindahan dana seperti

BI-RTGS dan SKNBI.

Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan lainnya yang digunakan untuk membentuk sistem dalam

rangka pemindahan dana yang aman dan efisien sebagai upaya dalam

mendukung stabilitas sistem keuangan dan stabilitas moneter.

Pengembangan sistem pembayaran merupakan rangkaian tugas dan/atau

kegiatan dalam rangka memelihara dan meningkatkan keamanan dan efisiensi

sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang aman dan efisien mutlak

diperlukan dalam mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan secara

keseluruhan.

Kegiatan pengembangan sistem pembayaran meliputi:

o Kegiatan Penelitian dan Pengembangan;

o Kegiatan Pengaturan;

o Kegiatan Pemberian Perizinan;

o Kegiatan Penyelenggaraan;

Page 87: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 87 | P a g e

o Kegiatan Pengawasan; dan

o Kegiatan Katalisasi dan Fasilitasi.

Prinsip kesetaraan akses dalam sistem pembayaran merupakan dasar dari

pengaturan penyelenggaraan kegiatan jasa sistem pembayaran dan penyelesaian

akhir. Setiap pihak yang akan menyelenggarakan kegiatan jasa sistem

pembayaran harus dipastikan telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh

otoritas yang berwenang. Terkait dengan hal ini, otoritas mewajibkan

penyelenggara tersebut harus untuk menyelesaikan transaksi yang dilakukannya,

memitigasi risiko yang mungkin timbul, menggunakan sistem yang aman, dan

menerapkan aspek perlindungan kepada pengguna jasa.

Sebagai muara dari seluruh transaksi pembayaran, dalam UU SPPA akan

diatur mengenai mekanisme penyelesaian atas transaksi pembayaran, baik yang

dilakukan secara netting maupun individual.

UU SPPA ini juga akan memperkuat pengaturan mengenai finality of

payments. Dalam konsep finality of payments diatur bahwa sistem transfer

bersifat tidak dapat dibatalkan dan final.

Perlindungan Pengguna Jasa Sistem Pembayaran

Fungsi perlindungan pengguna jasa sistem pembayaran bertujuan untuk

memberdayakan seluruh pengguna jasa sistem pembayaran antara lain melalui

pengaturan yang komprehensif dalam bentuk peraturan Bank Indonesia,

penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, peningkatan

transparansi informasi produk sistem pembayaran, edukasi kepada pengguna

jasa sistem pembayaran, dan membentuk satuan kerja di Bank Indonesia yang

melaksanakan fungsi mediasi. Dengan dibangunnya fungsi perlindungan

pengguna jasa sistem pembayaran yang lebih komprehensif diharapkan dapat

mempercepat terciptanya less cash society dan pada akhirnya dapat

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembayaran di

Indonesia.

Hal-hal lain yang akan diatur dalam UU SPPA antara lain pembentukan

National Payment System Council (NPSC) dan Self Regulatory Organization

(SRO).

Hal lain yang perlu dimuat dasar hukum pengaturannya dalam UU SPPA

adalah pengenaan biaya terkait dengan fungsi pengawasan oleh otoritas. Dalam

Page 88: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 88 | P a g e

Key Element for a National Payment System Act yang digunakan sebagai

pedoman dalam pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran secara

international best practice dijelaskan bahwa otoritas berwenang untuk

mengenakan biaya dalam rangka pengawasan dan pengaturan serta dalam

rangka penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan penyelesaian akhir

terkait dengan penyediaan layanan operasional dan infrastruktur.

Ketentuan Pidana

Pengaturan ketentuan pidana dalam RUU SPPA dimaksudkan antara lain

untuk menjaga agar penyelenggara sistem pembayaran tetap mengutamakan

prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan menutup celah

terjadinya kejahatan dalam kegiatan sistem pembayaran.

Dengan pengaturan yang komprehensif yang meliputi berbagai aspek

kegiatan sistem pembayaran dan penyelesaian akhir, maka undang-undang ini

diharapkan memenuhi kebutuhan hukum dan kebutuhan masyarakat, serta lebih

memberikan jaminan kepastian hukum, khususnya kepada industri sistem

pembayaran dan penyelesaian akhir.

Page 89: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 89 | P a g e

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap terjaga, tidak terlepas dari peran

strategis sistem pembayaran dalam mendukung aktivitas perekonomian. Peran

strategis sistem pembayaran dalam aktivitas perekonomian terutama untuk menjamin

terlaksananya berbagai transaksi pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat dan

dunia usaha. Perkembangan inovasi dalam sistem pembayaran merupakan

konsekuensi logis dari semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan keberadaan

instrumen dan mekanisme pembayaran yang praktis, efisien, aman, dan nyaman untuk

mendukung aktivitas ekonomi yang dilakukan.

Berbagai kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ditempuh Bank

Indonesia dengan tetap terfokus pada empat aspek utama, yaitu peningkatan

keamanan, efisiensi, perluasan akses dalam sistem pembayaran dengan tetap

memperhatikan perlindungan konsumen.

Peningkatan keamanan dalam sistem pembayaran bertujuan untuk menjaga

kepercayaan masyarakat akan berbagai alternatif instrumen pembayaran yang dapat

digunakan masyarakat dalam kegiatan ekonomi saat ini.

Kebijakan peningkatan keamanan dan efisiensi antara lain ditempuh melalui

persiapan implementasi Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, pengembangan

interkoneksi system pembayaran ritel melalui pengembangan NPG dan interkoneksi

penyelenggaraan uang elektronik, serta implementasi standar nasional kartu

ATM/Debet berbasis chipse cara bertahap. Dalam rangka perluasan akses system

pembayaran, Bank Indonesia bekerjasama dengan Bank Jatim mengimplementasikan

Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) antar BPR. Selanjutnya, Bank Indonesia

senantiasa memperkuat aspek hukum dalam penyelenggaraan system pembayaran di

Indonesia dalam rangka menjamin perlindungan konsumen pengguna jasa system

pembayaran, melaluipenyusunan dan penyempurnaan ketentuan Bank Indonesia yang

mengatur mengenai system pembayaran.

Dari sisi perluasan akses dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa

mendorong industri sistem pembayaran untuk memperluas cakupan layanan sistem

pembayaran sehingga dapat lebih luas dan merata ke seluruh wilayah Indonesia, tidak

Page 90: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 90 | P a g e

hanya di kota-kota besar. Selain itu, perluasan akses dalam sistem pembayaran dapat

mendorong terwujudnya program keuangan inklusif bagi lapisan masyarakat yang

belum terjangkau oleh layanan perbankan.

Selanjutnya, perlindungan konsumen merupakan faktor yang tidak kalah penting

dalam penetapan kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran untuk

menempatkan posisi konsumen pengguna jasa sistem pembayaran setara dengan

penyelenggara sistem pembayaran. Hal ini menjadi penting agar masyarakat sebagai

konsumen pengguna jasa sistem pembayaran dapat semakin terlindungi dan tidak lagi

berada pada posisi lemah yang diakibatkan dari kekurangpahaman masyarakat atas

manfaat dan risiko dari suatu instrumen dan/atau mekanisme pembayaran yang

digunakan.

Saat ini system pembayaran di Indonesia diselenggarakan oleh Bank Indonesia

dan pihak di luar Bank Indonesia atau industri system pembayaran. Sistem BI-RTGS,

BI-SSSS, dan SKNBI merupakan system pembayaran yang diselenggarakan oleh

Bank Indonesia, sementara APMK, uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman

uang (KUPU) atau transfer dana diselenggarakan oleh industri system pembayaran,

baik berupa bank maupun lembaga selain bank.

Perkembangan transaksi keuangan yang melalui system pembayaran selama

2012 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui

system pembayaran selama tahun 2012 mencapai Rp104,84 ribu triliun atau

meningkat 46,52% dari nilai transaksi dari tahun 2011 yang tercatat sebesar Rp71,55

ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar

24,42% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun

2012 mencapai 3,27 miliar transaksi.

Bank Indonesia sebagai otoritas system pembayaran berwenang untuk

melakukan pengawasan, selain melakukan pengaturan dan perizinan dalam

penyelenggaraan system pembayaran. Obyek pengawasan sistem pembayaran

meliputi sistem yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment System

(SIPS) dan non-SIPS. Sistem yang dikategorikan sebagai SIPS adalah Sistem BI-

RTGS dan BI-SSSS. Adapun sistem pembayaran yang non-SIPS meliputi SKNBI,

APMK, uang elektronik, dan KUPU atau transfer dana. Ruang lingkup sistem

pembayaran menitik beratkan pada aspek keamanan, keandalan, efisiensi, dan

perlindungan konsumen.

Page 91: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 91 | P a g e

Hal tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan tetap melanjutkan tahapan

pengembangan NPG, SKNBI, dan uang elektronik, serta penguatan aspek hukum

melalui penyusunan RUU Sistem Pembayaran dan Penyelesaian Akhir (SPPA).

Pengembangan NPG ke depan akan dilakukan melalui tiga tahapan besar.

Tahap pertama, adalah pengembangan instrumen pembayaran yang paling dominan

digunakan oleh masyarakat Indonesia yaitu kartu ATM dan kartu ATM/Debet dengan

menginterkoneksikan jaringan penyelenggara kartu ATM dan ATM/Debet di

Indonesia. Tahapan kedua adalah pengembangan instrumen pembayaran pada kartu

kredit dan uang elektronik melalui pemrosesan kartu kredit secara domestik untuk

transaksi yang dilakukan di Indonesia tanpa harus diteruskan kepada Prinsipal luar

negeri seperti yang berlaku saat ini. Sementara itu, untuk perluasan cakupan transaksi

menggunakan uang elektronik akan didukung melalui interkoneksi diantara penerbit

uang elektronik.

Selanjutnya tahap terakhir adalah pengembangan layanan Mobile Financial

Services (MFS) dan e-commerce. Modul layanan ini akan mendukung konvergensi

layanan transaksi berbasis mobile serta e-commerce di masadatang. Sementara itu,

pengembangan SKNBI akanmencakup penyelesaian transaksi atas transfer kredit dan

debet baik yang bersifat individual maupun rutin (bulk payment). Selanjutnya, arah

kebijakan dan pengembangan uang elektronik ke depan difokuskan pada upaya untuk

meningkatkan penggunaan uang elektronik di masyarakat serta memperluas

jangkauan dan penetrasi infrastruktur uang elektronik melalui dua tahapan waktu

yaitu jangka pendek dan menengah. Untuk jangka pendek dilakukan melalui kegiatan

edukasi dan sosialisasi, fasilitasi industri serta perluasan pasar, sedangkan untuk

jangka panjang melalui standardisasi uang elektronik. Penguatan aspek hukum

dilakukan melalui penyusunan RUU SPPA mengingat lajunya perkembangan sistem

pembayaran yang sangat pesat sebagai dampak dari adanya perkembangan teknologi

informasi yang sangat maju yang mendorong munculnya berbagai inovasi produk dan

layanan sistem pembayaran.

3.2. Saran

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana

diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk

menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan

Page 92: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 92 | P a g e

kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu

didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN,

maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time

critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai

tukar.

BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai

otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan

SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memberikan persetujuan dan perizinan

serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang

bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang

perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS).

Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai

penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu.

Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan

mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut,

menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.

Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari

komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di

Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak

yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga

berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem

pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh

atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk

lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti

menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola

(governance) SPN.

Page 93: Perkembangan sistem pembayaran di indonesia

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia 93 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. (2011). Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2010.

[online]. Tersedia: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/71144447-A466-45A0-B756-

D9C0A627B710/22745/LSPPU2010_Final_Publish_Web.pdf [30 Mei 2013]

Bank Indonesia. (2011). Pengawasan Sistem Pembayaran. [online]. Tersedia:

http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Edukasi+Sistem+Pembayaran/eduksi

sp4.htm [30 Mei 2013]

Bank Indonesia. (2012). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK

INDONESIA. [online]. Tersedia: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/F6106662-3DA3-

4C00-9A83-1D7EC76395BC/26022/InteraktifTriwulanI2012.pdf [2 Juni 2013]

Bank Indonesia. (2013). Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012.

[online]. Tersedia: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/89AC02FD-7238-478D-A22F-

BB536B0162BF/28940/zLSPPU2012R3.pdf [29 Mei 2013]

Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan

Sistem Pembayaran. (). Pengantar Sistem Pembayaran. [online]. Tersedia:

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/7EB2A3F4-60E4-4A7A-AFBA-

4740E431A282/25313/Uraian_PengantarSistemPembayaran.pdf [1 Juni 2013]

Dewi, Vera Intanie. (2006). Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia. [online].

Tersedia: http://journal.unpar.ac.id/index.php/bina/article/download/412/369 [1 Juni

2013]

Pramono, B., Yanuarti, T., Purusitawati, P.D, Emmy, Y.T. (2006). Dampak

Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter. [online].

Tersedia: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/94A371AA-8C64-4506-BF23-

3F0E10D3BE0C/7859/LCSPerekonomian.pdf [1 Juni 2013]

Qurrota ‟ayun, Marwah. (2012). Perkembangan Sistem Pembayaran dan Pengedaran

Uang Indonesia (tulisan 2). [online]. Tersedia:

http://marwahqurrotaayyun.blogspot.com/2012/04/perkembangan-sistem-

pembayaran-dan.html [30 Mei 2013]