BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan
alat untuk berinteraksi yaitu bahasa.Hal ini didukung dengan
pengertian bahasa dalam KamusBesar Bahasa Indonesia, bahasa adalah
system lambing bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk
berinteraksi; percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan
santun. Adanya bahasa membuat kita menjadi mahluk yang
bermasyarakat (atau mahluk sosial).Kemasyarakatan kita tercipta
dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa; Lindgren
(1972) menyebut bahasa itu sebagai perekat masyarakat.
Broom&Selznik(1973) menyebutnya sebagai factor penentu dalam
penciptaan masyarakat manusia. Penguasaan bahasa manusia berbeda
dengan hewan, hal ini dilandasi oleh dua aspek yaitu aspek biologis
dan aspekneurologis.Dalam aspek biologis diketahui bahwa
pertumbuhan bahasa manusia mengikuti jadwal perkembangan genetiknya
sehingga munculnya suatu unsur bahasa tidak dapatdipaksakan.
Sedangkan aspek neurologis, yaitu kaitan antara otak dengan bahasa.
Menurut Chaer mengemukakan bahwa dalam sistem saraf manusia, otak
merupakan pusat saraf, pengendali pikiran, dan mekanisme organ
tubuh manusia, termasuk mekanisme yang mengatur pemrosesan bahasa.
Oleh karena itu, perkembangan bahasa manusia berkaitan erat dengan
perkembangan otak. Untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan
bahasa yang dipengeruhi oleh aspek neurologis, dalam makalah ini
akan dibahas mengenai struktur dan organisasi otak manusia yang
membuat manusia berbeda dengan hewan karena bisa berbahasa.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Peningkatan Kemampuan Otak :
Membaca dengan Kedua Belah Otak2. Pemberbahasaan Hewan
1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah yaitu : 1. Agar
Mahasiswa dapat mengetahui Peningkatan Kemampuan Otak : Membaca
dengan Kedua Belah Otak2. Pemberbahasaan Hewan
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Peningkatan Kemampuan Otak : Membaca dengan Kedua Belah
OtakTeori lateralisasi dan lokalisasi berpendapat bahwa
wilayah-wilayah tertentu dalam otak memiliki fuggsi-fungsi
tertentu, seperti ideasi bahasa flierada pada hernisfer kiri dan
kemampuan berbicara alia pada daerah Broca sedangkan kemampuan
memahami berada pada daerah Wemicke. Kesimpulan yang diajukan telah
dibuktikan berdasarkan hasil penelitian terhadap pasien-pasien yang
mengalami kerusakan otak; juga dari hasil penelitian terhadap
sejumlah orang yang tidak mengalami kerusakan otak. Namun, hasil
penelitian lebih jauh menunjukkan bahwa teori lokalisasi itu mulai
goyah kedudukannya karena kerusakan pada satu daerah fungsi otak
tertentu dapat digantikan oleh daerah lain. Dalam subbab 5,
misalnya, telah dikemukakan bahwa kaum wanita dapat menggunakan
kedua hemisfemya dalam berbagai kegiatan verbal. Ini berarti bahwa
teori lokalisasi itu tidak seratus persen benar. Lalu, dalam
psikologi banyak orang beranggapan bahwa kecerdasan adalah
kemampuan bawaan (Padji, 1995); artinya, kecerdasan itu telah
terpatri dalam otak sejak kanak-kanak itu lahir.
Namun, hasil dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa otak
anak bisa dilatih agar kemampuannya bisa dikembangkan secara
maksimal. Harlan Media Indonesia 6 Januari 2000, menurunkan satu
artikel berjudul Membaca dengan Kedua Belah Otak. Dalam artikel itu
dikatakan dalam era globalisasi dewasa ini agar tidak ketinggalan
informasi yang sudah mengglobal orang harus membaca. Namun,
pekerjaan membaca ini menjadi sukar bagi orang yang tidak bisa
membaca di tempat yang bising, atau bagi orang yang tidak punya
banyak waktu karena kesibukan dengan pekerjaannya. Meskipun
demikian bagi orang yang mempunyai tingkat kecepatan baca yang
ringgi tentu tidak jadi masalah. Masalahnya, apakah kecepatan
membaca itu bisa dilatih. Penelitian yang dilakukan di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa tingkat kecepatan baca ini bisa
dilatih.Orang dewasa rata-rata dapat membaca 250 kata per menit.
Namun, setelah 36 jam daya ingat yang tersisa dari yang dibaca itu
tinggal 10%. Jadi, orang yang membaca selama satu jam hanya
menguasai bahan yang dibacanya selama enam menit. Ken Shear,
pengelola kursus membaca Mind Works di Inggris, mengatakan bahwa
sedikitnya penguasaan tersebut karena kebanyakan orang hanya
menggunakan hemisfer kirinya. Wilayah hemisfer kiri biasanya
membaca dengan pola analisis, harfiah, dan linear. Sedangkan
hemisfer kanan mampu melakukan pemahaman secara simbolik dan
spasial, serta mudah menangkap makna intuitif dan metafor. Maka
jika kedua hemisfer ini bisa difungsikan secara bersamaan, kiranya
membaca sekaligus memahami teks dapat dilakukan dengan kecepatan
luar biasa.
Mungkinkah dapat dilakukan pekerjaan membaca dengan kedua belah
otak? Diane Alexander, seorang ahli saraf di Amerika Serikat,
seperti diberitakan The Straits Times (Media Indonesia, 6 Januari
2000) adalah yang pertama kali memperkenalkan metode ini. Selama
tahun 1980-an dia telah melakukan penelitian pada sejumlah anak
yang mengalami gegar otak di wilayah Califomia, AS. Dia menemukan
anak-anak yangmengalami luka pada otak kirinya mengalami kesulitan
bicara. Maka dia mencoba melakukan uji coba untuk mengganti fungsi
verbal otak sebelah kanan.
Hasilnya, anak-anak tersebut dapat berbicara kembali. Beberapa
anak malah dapat membaca dengan kecepatan luar biasa dengan
menggunakan otak sebelah kanan. Sesudah melakukan penelitian
benahun-tahun, akhimya Diane Alexander dapat membuat sebuah metode
pengajaran untuk melatih kemampuan membaca ini. Seorang rekannya,
Ken Shear, membuka kursus pengajaran yang serupa di Inggris.
Menurut Diane Alexander, lambannya kecepatan membaca dan
minirrmya daya ingat seseorang terhadap yang dibacanya adalah
karena tidak rerfokusnya mata pada apa yang dibacanya. Seringkali
ketika menghadapi sebuah halaman buku, mama lari ke deretan kata di
seluruh halaman dan bukan pada satu deret kalimat yang dibaca.
Begitu juga adanya kata asing, kata sukar, atau kalimar yang
menarik menjadi penyebab tidak terfokusnya mata pada
kalimat-kalimat yang harus dibaca. Sedangkan membaca secara zigzag
atau melafalkan kata di dalam hali pada saat yang bersamaan juga
menjadi faktor penyebab memperlambat waktu baca. Oleh karena itu,
menurut Diane Alexander, langkah pertama yang harus dilakukan untuk
mengubah kebiasaan itu adalah membaca dengan runtut dari samping
kiri ke samping kanan halaman, dengan bamuan jari tangan yang
digunakan untuk mengilguti baris demi baris kalimat tersebut. Mata
harus dibiasakan untuk mengilcuti rute ini secara tertib. Metode
ini boleh dikatakansepenuhnya bergantung pada koordinasi mata,
jari, dan otak.
Dengan metode ini, menurut Ken Shear, siswa yang mengikuti
kursus di lempatnya dapat meningkatkan kecepatan bacanya menjadi
450 kata per menit dengan penguasaan materi antara 90 - 1O()%.
Dalam hal ini tentu saja perlu disadari untuk membuat otak berada
dalam kondisi rileks orang tidak boleh membaca secara
terus-menerus. Dia harus melakukan aktivitas lain untuk melemaskan
otak saraf. Istirahat yang cukup perlu dilakukan, Namun, waktu
istirahat ini dapat cligunakan untuk mengingat apa-apa yang telah
dibaca. Otak harus dilatih untuk mengingat informasi apa yang dapat
diinterpretasikannya dalam hitungan detik, Bahasa, simbol, dan wama
merupakan hal yang dapat diingat dengan baik oleh otak kanan,
Sedangkan analisis logika, dan runtunan peristiwa adalah hal yang
dapa! diingat dengan baik oleh otak kiri. Jika latihan dilakukan
secara rutin dan kedua belahan otak difungsikan secara optimal,
makakecepatan baca menjadi 600 kata per menit dengan tingkat
pemahaman antara 90 - 100% adalah sesuaru yang mudah.
Berdasarkan penelitian yang dikerjakan oleh Diane Alexander, Ken
Shear, dan kawan-kawannya dapat ditarik kesimpulan bahwa teori
lokalisasi yang menyatakan Liap wilayah otak memiliki fungsi-fungsi
tertentu temyata tidak seratus persen benar sebab temyata hemisfer
kanan pun dapat dilatih untuk tugas-tugas kebahasaan.
2.2 Pemberbahasaan HewanPada subbab 1 disebutkan bahwa perbedaan
otak manusia dan otak makhluk lain, seperti kera dan simpanse,
bukan hanya terletak pada besar dan beratnya otak itu, melainkan
juga pada fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang
sifatnya bisa disgbut manusiawi, sedangkan pada otak hewan tidak
ada. Karena ketidakadaan fungsi-fungsi yang disebut manusiawi
inilah maka hewan-hewan tersebut tidak dapat berbicara atau
berbahasa. Namun, dalam kehidupan sehari-hari kita bisa melihat
banyak hewan seperti kuda, anjing, gajah, dan sebagainya yang bisa
melakukan perintah-perintah dari pawang atau pemiliknya yang
diberikan dalam bentuk uja.ra.n. Jadi, tampaknya hewan-hewan itu
"mengerti" bahasa manusia itu karena mereka bisa melakukan
perintah-perintah yang diberikan.
Di samping itu, kita ketahui juga ada beberapa jenis burung,
seperti beo, nuri, dan kakak tua, yang bisa diajar "ngomong". Nah,
bagaimanakah persoalannya; benarkah hewan itu bisa diajar atau
dilatih berbahasa?Mengerti bahasa dan dapat berbahasa adalah dua
hal yang berbeda. Hewan-hewan yang dilatih, seperti dalam sirkus,
memang mengerti bahasa karena dia dapat melakukan perbuatan yang
diperintahkan kepadanya. Namun, kemengeniannya itu sebenamya
bukanlah karena dia mengerti bahasa, melainkan sebagai hasil dari
respons-respons yang dikondisikan (conditioned responses).
Kemudian, kalau burung beo dan burung nuri dapat ngomong bukanlah
karena burung-burung iru dapat berbahasa, melainkan karena alat
artikulasinya memungkinkan dia dapat menirukan ujaran manusia yang
didengar atau dilatihkan. Kalau kita mengacu pada teori generatif
transformasi Chomsky yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa
adalah kemampuan untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru yang belum
pemah didengar atau diucapkan orang, maka bisa disimpulkan bahwa
hewan-hewan itu tidak dapat berbahasa. Burung beo dan nuri itu
hanya bisa mengucapkan kalimat yang pemah didengamya, tetapi tidak
dapat membuat kalimat-kalimat baru.
Meskipun demikian banyak pakar yang telah mencoba rnengajarkan
bahasa manusia pada hewan primata (hewan yang secara organis dekat
dengan manusia). yakni simpanse, Di antara pakar itu adalah sebagai
berikit.
a. Keith L Hayes dan Catherine HayesKeith dan Catherine adalah
sepasang suami istri yang memelihara seekor simpanse betina yang
diberi nama Viki (Fromkin dan Rodman, 1974, Clark et al, 1981).
Keith dan Catherine membesarkan Viki di dalam rumah seperti orang
membesarkan seorang anak (bayi) Sena memberikan stimulasi
sebagaimana yang diberikan kepada manusia. Kedua pasangan suami
istri itu berharap Viki dapat menirukan kata-kata manusia yang
didengamya dan dapat menggunakannya dengan benar dalam keluarga
tempat dia dibesarkan. Kedua psikolog ini mengajar V`1ki untuk
mengucapkan empat buah kata, yaitu mama, papa, up, dan cup. Agar
Vtki dapat menirukan kata-kata itu para pelatihnya harus
menggerakkan bibir sedemikian rupa untuk memherikan contoh
pengucapan yang benar. Pada akhimya Viki memang dapat mempelajari
posisi bibir dan mulut dengan dibantu kedua tangannya untuk
menghasilkan kata-kata yang diminta oleh kedua orang tua angkatnya,
Namun, meskipun Viki dapat mengucapkan kata-kata itu, belum berarti
dia dapat memahami makna kata-kata itu, Hasil eksperimen itu
ternyata kurang menggembirakan. Setelah enam tahun berlangsung Wki
memang dapat mengucapkan kata-kata itu. Akan tetapi temyata Viki
hanya mau menirukan kata-kata itu setelah pelatih mengucapkannya,
dan hanya kalau dia diberi hadiah berupa makanan atau minuman
setelah itu. Iadi, hasil eksperimen dari pasangan suami istri Hayes
ini hanya menghasilkan Viki yang mau mengucapkan kata-kata yang
diminta kalau diberi balasan makanan dan minuman.
b. R. Allen Gardner dan Beatrice 71 GardnerSama halnya dengan
Hayes, Allen Gardner dan Beatrice Gardner adalah sepasang suami
istri yang mencoba mengajarkan bahasa pada simpanse betina bemama
Washoe. Berdasarkan pengamatan terhadap Viki yang tidak dapat
mengucapkan kata-kata, Allen dan Beatrice Gardner mendapatkan
gagasan untuk tidak mengajar Washoe dengan bunyi suara, melainkan
dengan bahasa isyarat Amerika (American sign language) yang
digunakan oleh para tunarungu di Amerika : dengan alasan simpanse
lebih peka terhadap isyarat visual daripada isyarat verbal, Dengan
bahasa isyarat itu konsep-konsep atau kata-kata bahasa Lnggris
diwujudkan dengan isyarat yang dibuat dengan tangan. Kebanyakan
lambang bahasa isyarat itu bersifat arbitrer, tetapi semua lambang
dapat dipadukan menurut prinsip gramatika dan sintaksis bahasa
Inggris.
Dengan dibantu sejumlah asisten, Allen dan Beatrice Gardner
mendidik Washoe secara bergantian sehingga tidak pemah terlepas
dari perhatian manusia. Para asisten tidak diperkenalkan memakai
bahasa lisan. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
isyarat dengan harapan Washoe juga memperoleh kemampuan berbahasa
isyarat itu. Di samping itu mereka juga memotivasi Washoe untuk
mempelajari bahasa isyarat itu dengan cara menunjukkan posisi
tangan secara berulang-ulang, dengan cara memperbaiki posisi tangan
Washoe pada waktu membuat isyarat. Mereka juga memperkenalkan
Washoe dengan berbagai macam objek dan mainan untuk mengembangkan
kosakata yang dimilikinya, sehingga dapat mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dengan tangan.
Hasilnya? Setelah dua tahun belajar Washoe telah dapat
menggunakan 34 buah kata secara benar dalam situasi ya-ng tepat,
misalnya ia membuat isyarat "anjing" ketika dia melihat gambar
anjing atau ketika menderngar suara anjing (tanpa melihat
anjingnya). Setelah tiga setengah tahun Washoe dapat mengungkapkan
132 buah kata. Selain itu, Washoe juga dilaporkan telah dapat
menemukan paduan isyarat dan menggunakannya dengan cara yang benar.
Misalnya membuat isyarat "buka makanan minuman untuk membuka
kulkas, dan dengar makan" ketika mendengar bunyiijam yang
menandakan waktu makan. Malah dilaporkan juga Washoe telah memahami
kaidah gramatikal secara sederhana, misalnya dia membuat isyarat
saya beri" ketika dia ingin memberi sesuatu, dan membuat isyarat
beri saya" ketika ia ingin diberi sesuatu, Namun, paduan kata-kata
itu tampaknya banyak dipengaruhi oleh isyarat-isyarat yang
disampaikan oleh parapengasuhnya dalam tiruan baik sebagian maupun
seluruhnya.
Dibandingkan dengan anak manusia, kepandaian Washoe memang belum
apa-apa. Pada usia lima tahun anak manusia telah menguasai
beratus-ratus kata serta telah dapat membuat kalimat yang lebih
kompleks.
Namun demikian, Washoe tercatat dalam sejarah sebagai simpanse
yang dapat berkomunikasi dengan kata-kata dalam bahasa (isyarat;
bukan lisan) manusia.
c. David Premack dan Ann PremackDavid dan Ann adalah sepasang
suami istri yang juga mencoba mengajarkan bahasa manusia pada
beberapa simpanse, salah seekor di antaranya bemama Sarah, seekor
simpanse betina. Sarah diajar untuk menguasai bahasa buatan yang
disusun dari lempengan-lempengan plastik. Bentuk maupun warna
lempengan itu tidak berhubungan dengan maknanya. Misalnya, untuk
ape! lempengan ilu berbentuk segitiga berwarna biru dan konsep sama
berbentuk lempengan bergerigi berwama oranye.
Proses pembelajaran berlangsung sebagai berikut. Sarah dan
pengajamya duduk di bangku secara terpisah. Sarah ditempatkan dalam
kandang dan pengajamya duduk di ujung bangku itu. Untuk mengajarkan
nama makanan, misalnya, pengajar akan menukar makanan itu dengan
lempengan plastik yang sesuai. Umpamanya, dalam mengajarkan konsep
ape! Pengajar meletakkan sepotong apel di atas meja dalam jarak
yang tidak dapat dijangkau Sarah. Kemudian pengajar meletakkarn
lempengan plastik segitiga biru dalam jangkauan Sarah; dan pengajar
tidak akan memberikan apel apabila Sarah tidak meletakkan segitiga
biru itu pada sebuah "papanbahasa yang ada di depannya. Cara lain,
Sarah disuruh memilih segitigabiru dari sekumpulan lempengan lain
yang mengandung arti jenis makanan- makanan lain. Jika dia memilih
lambang sclain lempengan biru itu, maka dia diberi makanan yang
dilambangkan dengan lempengan yang djambilnya itu. Tampaknya Sarah
tidak mendapat kesulitan dalam belajar menggunakan lempengan biru
untuk memperoleh beberapa potong apel yang diinginkannya.Setelah
menguasai sebuah kata (dalam bentuk Iempengan plastik), tahap
berikutnya Sarah diajar mengumtkan dua kata, mi,9a1nya beri apel.
Bila Sarah dapat membuat uruta.n seperti itu dia akan diberi apel,
tetapi bila salah misalnya menjadi apel beri, dia tidak akan diberi
ap.f:l. Tahap selanjutnya Sarah diajarkan menyusun urutan tiga buah
kata, misalnya, Mary (nama salah seorang pengasuh) beri apel. Jika
dapat, diteruskan dengan menyusun empat buah kata, misalnya, Mary
beri apel Sarah; atau juga Sarah beri apel ussie (nama simpanse
lain).Selain itu, Sarah juga diajar membaca urutan lempengan
plastik. Setiap urutan merupakan perintah untuk melakukan sesuatu
terhadap objek-objek yang ditempatkan di depannya. Kepada Sarah
ditunjukkan sebuah piring apel, mangkuk, buah pir, dan lain-lain.
Perintahnya, misalnya Sarah masukkan apel piring. Jika Sarah dapat
melaksanakan perintah itu, maka dia akan diberi makanan; tetapi
kalau salah, misalnya, Sarah memasukkan apel ke dalam mangkuk, alau
memasukkan buah pir ke dalam piring, maka Sarah tidak diberi
makanan. Dalam hal ini tampaknya Sarah dapat melakukan perintah itu
dengan lancar.
Pada tahap berikutnya, Sarah diberi perintah yang lebih rumit,
misalnya sarah apel mangkuk buah pir piring masukkan. Di sini kata
masukkan mengacu kepada dua tindakan; masukkan apel ke dalam
mangkuk dan memasukkan buah pir ke dalam piring. Menurut Premack
kemampuan Sarah melakukan tugas-tugas itu merupakan bukti-bukti
bahwa Sarah memahami hubungan hierarki antara memasukkan dengan
ape! mangkuk dan buah pir piring.
Berikut adalah contoh lempengan plastik yang digunakan dalam
mengajar sarah (diangkat dari Fromkin dan Rodman, 1974)
.
Kalau kita ikuti perkembangan upaya mengajarkan bahasa manusia
kepada simpar1se, rnulai dari Winthrop dan Luella Killog dengan
simpansenya bemama Gua (Fromkin dan Rodman, 1974), Hayes dan Hayes
dengan simpansenya bemama Viki, Gardner dan Gardner dengan
simpansenya bemanra Washoe, Premack dan Premack dengan simpansenya
bernama Sarah, dilanjutkan oleh Delane Rumbaugh dengan simpansenya
bemamwa Lana (Cahyono, 1990), dan terakhir Herbert S. Terrace
dengan simpansenya Nim Chimsky (Cahyono, 1990), maka tampak bahwa
simpanse, binatang primata yang katanya tingkat kognisinya hanya
satu jenjang di bawah manusia, tetap tidak dapat menguasai bahasa
manusia kalau bahasa itu kita sepakati sebagai alat komunikasi
verbal berupa sistem bunyi yang arbitrer.
Viki, simpanse yang dilatih oleh pasangan suami istri Hayes,
memang bisa mengucapkan beberapa kata tertentu, tetapi dia hanya
bias mengucapkan apabila terlebih dahulu diucapkan oleh pelatihnya
dan apabila diberi hadiah. Bila tidak, dia tidak akan mengucapkan
kata-kata itu. Begitu juga yang dilakukan Washoe, Sarah, Lana, dan
Nim Chimsky, tanpa upah mereka tidak mau melakukan apa-apa. Lagi
pula, yang diajarkan kepada Washoe, Sarah, Lana, dan Nim Chimsky
bukanlah bahasa manusia yang sebenamya, melainkan hanya satu sistem
isyarat lain.
Tentang mengajarkan bahasa manusia pada simpanse ini memang
telah menimbulkan pendapat yang kontroversial. Namun, kiranya
perbedaan kodrat otak mereka dengan otak manusia, seperti
dikemukakan pada permulaan bab ini, yang menyebabkan mereka tidak
mungkin menguasai bahasa manusia.
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan Dari uraian diatas dapat kita tarik sebuah
kesimpulan bahwa bahwa teori lokalisasi yang menyatakan Liap
wilayah otak memiliki fungsi-fungsi tertentu temyata tidak seratus
persen benar sebab temyata hemisfer kanan pun dapat dilatih untuk
tugas-tugas kebahasaan.Perbedaan otak manusia dengan otak makhluk
lain(binatang) dapat kita lihat pada struktur dan fungsinya, pada
manusia ada bagian-bagian yang berkaitan dengan ujaran. Sebaliknya
, pada otak makhluk lain banyak bagian yang berhubungan dengan
insting, sedangkan otak manusia tidak banyak.
13