Page 1
i
PERJUANGAN PERS PASCA
PROKLAMASI KEMERDEKAAN DI YOGYAKARTA:
Studi Kasus SKH Kedaulatan Rakyat (1945-1950)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Ilmu Sejarah
Oleh :
INNEKE TRIANTYASARI LADY HAMZAH
NIM : 034314013
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
Page 4
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu berharap aku dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan cepat.
Papa Alm. Andi Hamzah Mappatabe
Mama Godeliva Maria S. Hartini
Kedua kakakku:
Andu Wendy Zailani Hamzah
Erdwin Jeffrie Marliandi Hamzah
Kakak iparku: Layung Paramesti Martha
Puang terbaikku Alm. PS. Akbar
Sahabat kecilku: Indrawati Puspa Ningrum
Serta keluarga besarku di Yogyakarta, Semarang, Makassar,
Jakarta dan Belanda. Terima kasih atas segala doa dan dukungan
yang diberikan selama ini.
Almamaterku Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma
MOTTO
Menjadi yang pertama, adalah harapan setiap insan... Akan tetapi menjadi yang terakhir bukanlah suatu keburukan.
Proses maju mundur akan ada dalam setiap perjalanan kehidupan Sehingga teruslah berusaha untuk mewujudkan semua keinginan.
Setiap usaha keras akan membuahkan hasil yang memuaskan...
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Akhirnya proses panjang yang telah menyita waktu selama beberapa tahun
ini selesai. Meskipun harus menghabiskan waktu yang tidak sebentar, rasa puas
dan bahagia tetap menyelimuti. Rasa bersalah terhadap kedua orang tua pun
perlahan sirna, tergantikan dengan senyum cerah.
Dengan selesainya tulisan ini, sudah sepantasnya penulis mengucapakan
puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kehidupan dan kekuatan
kepada penulis untuk tegar menghadapi segala kesulitan selama berlangsungnya
proses ini. Dan tetap yakin kepadaNYA bahwa perjalanan sesulit apapun akan
berakhir bila ada usaha untuk keluar dari kesusahan yang membelenggu.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum., selaku dekan beserta staf kerja
yang sudah memberikan kesempatan serta ijin untuk menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Sejarah yang telah memberikan nasehat serta dorongan kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
3. Romo Dr. G. Budi Subanar, SJ selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia dengan penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran,
masukan, pikiran serta meluangkan waktu untuk membimbing dan
mengoreksi skripsi ini hingga selesai.
4. Bapak Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M. Hum., selaku dosen
pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu untuk senantiasa
Page 8
viii
membantu dan memberi masukan bagi penulis, sejak awal penulis kuliah
hingga di saat mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsi.
5. Dosen-dosenku: Bapak Drs. Purwanto, M.A., Bapak (Alm.) Drs. G.
Moedjanto M. A., Bapak (Alm.) Prof. Dr. P.J. Suwarno, S.H., Bapak Drs.
Ign. Sandiwan Suharso, Romo Dr. FX. Baskara T. Wardaya SJ, Ibu Dra.
Lucia Juningsih, M. Hum., Bapak Dr. Budiawan, Bapak Dr. St. Sunardi,
Bapak Dr. Anton Haryono, M.Hum., dan Bapak Drs. Manu Joyoatmojo.
Serta dosen-dosen lain yang telah memberikan ilmu bagi penulis selama
penulis menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.
6. Mas Filicianus Tri Haryadi di sekretariat Fakultas Sastra yang selalu
melayani keperluan administrasi mahasiswa Ilmu Sejarah dan Pak
Wahluyo atas kenyamanan yang diberikan selama Wisma A menjadi
tempat berkumpul bagi mahasiswa yang ingin bersantai sejenak.
7. Segenap staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
8. Teman-teman di Ilmu Sejarah: kakak kelas angkatan 1999, 2000, 2001,
dan 2002, Yustina, Edi, Krishna, Ajeng, Yossida, Nana, Yasser, Markus,
Ekarama, Yuhan, Roger, Elang, Halim, Mamik, Aloi Sempal, Darwin,
Anggoro, Mariati, Reny, Deddy, Ruperno, Sundari, Yoga dePOOH,
Anggie, Domi Dombrett, semoga waktu akan mempertemukan kita lagi.
9. Hafda Zuraida dan Irena, senang bisa dekat dengan kalian, semoga
kedekatan kita selama hampir tujuh tahun ini terus berlanjut.
10. Hananto, Daniel, Eka Yuli, Agus Sumindar, teman-teman yang telah
menyediakan waktunya untuk mengantarku dan menemaniku mencari
Page 9
ix
bahan penelitian, serta membantu mengedit tulisanku. Tanpa kalian, proses
ini akan terasa sangat berat.
11. Gerardus Ferdinand, meski akhir dari proses ini kita sudah tidak bersama,
kehadiranmu dalam hidupku cukup membantu segala kegiatan yang
kulakukan selama studi (15 Oktober 2004-21 Agustus 2007) maupun
setelahnya. Semoga kita sama-sama mendapatkan yang terbaik.
12. Papa, maaf baru selesai setelah dua tahun kepergian Papa. Mama dan
kedua kakakku beserta kakak iparku, maaf telah mengecewakan dan
merepotkan kalian selama ini.
13. Keluarga besarku (Andi Mappatabe) di Jakarta dan Makassar, keluarga
besarku (F.W. Djojosoedarmo) di Yogyakarta dan Semarang, yang tak
henti-hentinya mendorongku untuk menyelesaikan skripsi ini. Teruntuk
Puang alm. PS. Akbar sekeluarga, terima kasih atas perhatian yang Puang
sekeluarga berikan selama penulis melakukan penelitian di Jakarta, dan
maaf atas kerepotan ditimbulkan. Serta untuk Bude Asih dan Oom Cor di
Belanda yang selalu mengajak jalan-jalan saat berlibur ke Indonesia tahun
lalu, sehingga kepenatan sedikit sirna.
14. Keluarga Oom dan Tante Sukendra Martha, mas Alun Paradipta, terima
kasih atas bantuan dan semangat yang diberikan.
15. Teman-teman kecilku: Ningrum, Nober, Sony Moy, Imas, Adi Syarif,
Wahyu, Rini Simamora, Putu Dian. Kapan konferensi lagi? Kangen.
16. Teman GARDEP angkt. 30 dan keluarga besar PT. Aseli Dagadu Djokdja,
yang sudah memberiku kesempatan bergabung dan menjadi bagian dari
Page 11
xi
ABSTRAK
Inneke Triantyasari Lady Hamzah
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Judul dari skripsi ini yaitu, “Perjuangan Pers Pasca Proklamasi
Kemerdekaan di Yogyakarta, Studi Kasus: Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan
Rakyat (1945-1950)”. Skripsi ini menyoroti tiga permasalahan: (1) Perkembangan
pers di Yogyakarta pada tahun 1942-1950. (2) Lahir dan berkembangnya
Kedaulatan Rakyat pada tahun 1945-1950. (3) Peran dan kontribusi Kedaulatan
Rakyat selama pemerintahan RI di Yogyakarta pada tahun 1946-1950.
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang peranan pers
selama pemerintahan RI di Yogyakarta. Gambaran tentang pers ini, dimunculkan
dengan memuat artikel-artikel surat kabar Kedaulatan Rakyat sebagai sumber
primer yang paling banyak digunakan, serta surat kabar lain yang terkait dengan
pokok bahasan yang dihadirkan pada penulisan ini.
Data yang dipergunakan pada penulisan ini adalah data primer dan
sekunder. Diperoleh dari surat kabar yang telah dimicrofilmkan, dokumen (yang
telah dibukukan dan yang belum dibukukan), buku dan sumber tertulis dari
internet. Sumber lisan diperoleh melalui wawancara dengan seorang pegawai
Kedaulatan Rakyat. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis.
Berdasarkan penulisan ini, diketahui bahwa surat kabar memiliki andil
dalam mempertahankan kemerdekaan RI, bersama dengan strategi diplomasi dan
perjuangan bersenjata. Surat kabar menjadi media yang efektif mengabarkan ke
masyarakat tentang keadaan Indonesia pada masa pendudukan asing. Sebagai
surat kabar daerah sekaligus surat kabar nasional, Kedaulatan Rakyat
menunjukkan kiprahnya dalam dunia jurnalistik dengan mengirimkan
wartawannya meliput jalannya Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Konferensi
ini kemudian yang mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda.
Kata kunci : Perjuangan Pers, Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, Sejarah Pers.
Page 12
xii
ABSTRACT
Inneke Triantyasari Lady Hamzah
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
The title of this thesis is “The Press Struggle After The Declaration of
Independence in Yogyakarta, Case Study of The Kedaulatan Rakyat Daily
Newspaper (1945-1950)”. This thesis is focused on three problems: (1) The press
development in Yogyakarta in the year of 1942-1950. (2) The birth and
development of Kedaulatan Rakyat in the year of 1945-1950. (3) The role and
contribution of Kedaulatan Rakyat during the governance of The Republic of
Indonesia in Yogyakarta in the year of 1946-1950.
The goal of this thesis is to give an illustration of the press’ role during the
governance of The Republic of Indonesia in Yogyakarta. This illustration of the
press is shown by inserting the articles in the Kedaulatan Rakyat daily newspaper
as the primary source which is mostly used, and the other newspapers which is
connected with the main idea of this thesis.
The data used in this thesis is primary and secondary source. Taken from
microfilmed newspapers, document (which has been booked and has not been
booked), books and written source from the internet. The oral source is taken from
an interview with a staff of Kedaulatan Rakyat. The research method used is
descriptic-analytic.
From this thesis, is known that newspaper has the role in keeping the
independence of The Republic of Indonesia, along with the diplomatic strategy
and the armed struggle. The newspaper became an effective media to inform
about the situation in Indonesia within the foreign settlement to the Indonesian
people. As a local newspaper and also a national newspaper, Kedaulatan Rakyat
shown its role in the journalism world by sending its reporters to report The
Round-Table Conference in Den Haag. This conference ended the conclict
between Indonesia and Holland.
Keywords: Press struggle, Kedaulatan Rakyat Newspaper, Press History.
Page 13
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.. ..................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ............................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................................... v
LEMBAR PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................................... xi
ABSTRACT ................................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Batasan Masalah .............................................................................................. 6
C. Rumusan Masalah ............................................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8
E. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 9
F. Kajian Pustaka .................................................................................................. 10
G. Landasan Teori ................................................................................................ 16
H. Metode Penelitian ........................................................................................... 22
I. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 23
BAB II. PERKEMBANGAN PERS DI YOGYAKARTA TAHUN 1942-1945 ........... 25
A. Indonesia Masa Pendudukan Jepang ............................................................... 25
B. Yogyakarta sebagai Pusat Pemerintahan ......................................................... 32
1. Agresi Militer Belanda Pertama ........................................................... 34
2. Agresi Militer Belanda Kedua .............................................................. 38
C. Lahirnya Surat Kabar di Yogyakarta Tahun 1942-1945 .................................. 40
1. Faktor Internal ...................................................................................... 44
2. Faktor Eksternal .................................................................................... 45
Page 14
xiv
BAB III. LAHIR DAN BERKEMBANGNYA SKH KEDAULATAN RAKYAT
TAHUN 1945-1950 ........................................................................................ 50
A. Cikal Bakal dari Sebuah Surat Kabar Berbahasa Jawa .................................... 51
B. Regenerasi sebagai Surat Kabar Propaganda Jepang ....................................... 55
C. Sebagai Surat Kabar yang ber Kedaulatan Rakyat ........................................... 60
D. Perkembangan Kedaulatan Rakyat Tahun 1945-1950 dan Aturan yang
Diterapkan Pemerintah ..................................................................................... 64
BAB IV. PERANAN DAN KONTRIBUSI KEDAULATAN RAKYAT SELAMA
PEMERINTAHAN RI DI YOGYAKARTA ................................................... 68
A. Kedaulatan Rakyat dalam Menjalankan Fungsi Pers ...................................... 68
B. Kedaulatan Rakyat sebagai Pewarta Usaha Diplomasi .................................... 74
1. Perundingan Linggajati ......................................................................... 75
2. Pertemuan Kaliurang ............................................................................ 77
3. Perundingan Renville ........................................................................... 81
4. Perundingan Roem-Royen .................................................................... 85
5. Konferensi Meja Bundar dan Penyerahan Kedaulatan ......................... 88
C. Kedaulatan Rakyat sebagai Pers Daerah dan Nasional ................................... 92
BAB V. PENUTUP ........................................................................................................ 97
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 101
LAMPIRAN ................................................................................................................... 108
Page 15
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pers merupakan media untuk menyampaikan aspirasi dan atau informasi atas
suatu peristiwa berdasarkan fakta yang akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan
baik secara moral dan legal. Setiap penduduk berhak untuk mendapatkan informasi
aktual sesuai dengan kebutuhannya dan juga setiap orang memiliki hak yang sama
untuk menyalurkan aspirasinya melalui pers. Namun dengan demikian kebebasan
dalam menyampaikan informasi yang dimilikinya harus mengikuti perundang-
undangan yang berlaku, karena negara berkewajiban mengatur dan melindungi
batasan-batasan hak dan kewajiban setiap warganya.
Sarana pers sebagai media informasi mencakup media cetak dan elektronik,
baik yang berupa tulisan, gambar, maupun suara. Bukan hanya surat kabar yang
dikatakan sebagai bagian dari pers tetapi tabloid dan majalah termasuk di dalamnya.
Selain media informasi yang beredar di masyarakat umum, media informasi yang
beredar di dalam kampus atau institusi pendidikan pun tergolong sebagai pers.
Perbedaan lingkungan peredaran media tersebut, mempengaruhi corak
pemberitaannya.
Di Indonesia, surat kabar sudah dikenal jauh sebelum proklamasi
kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi, surat kabar yang ada
Page 16
2
pada saat itu masih menggunakan bahasa daerah (seperti Jawa, Sunda,) dan bahasa
asing (seperti Tionghoa dan Belanda). Sedangkan surat kabar berbahasa Indonesia
jarang ditemui.
Surat kabar berbahasa Indonesia yang dimiliki oleh golongan pribumi pertama
kali muncul pada tahun 1907 dengan nama Medan Prijaji.1 Pada awalnya, Medan
Prijaji diterbitkan secara mingguan di Bandung, kemudian pada tahun 1910
diterbitkan secara harian di Jakarta. Medan Prijaji dikatakan sebagai pelopor pers
Indonesia karena merupakan surat kabar Indonesia pertama yang berbahasa Indonesia
sekaligus sebagai surat kabar nasional. Pernyataan itu didasarkan pada kepemilikan
surat kabar oleh orang Indonesia, bukan keturunan Tionghoa maupun Belanda.
Pasca Medan Prijaji pada tahun 1942, beberapa surat kabar berbahasa
Indonesia mulai bermunculan dan berada di bawah kontrol Jepang. Pada pertengahan
tahun 1945 (setelah kepergian Jepang dari Indonesia) surat kabar itu baru dapat
melepaskan diri dari kontrol Jepang.
Pasca proklamasi kemerdekaan yang bersamaan dengan kembalinya Belanda
ke Indonesia, pers berperan sebagai media informasi bagi perjuangan pada masa itu.
1 Surat kabar ini terbit sampai tahun 1912. Baca: Abdurrachman
Surjomihardjo, dkk., Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia,
(Jakarta: Kompas, 2002), hlm. 77; Sudarjo Tjokrosisworo, Kenangan Sekilas
Sedjarah Perdjuangan Pers Suratkabar Sebangsa, (Djakarta: P.T. Indonesia Raya
Press, 1958), hlm. 143.
Page 17
3
Contohnya pada perjuangan secara diplomasi,2 pers berperan dalam
menginformasikan hasil-hasil perundingan antara pemerintah Republik Indonesia
(RI) dengan pihak Belanda. Selain itu, pers juga berperan menyebarkan informasi
tentang keberhasilan tentara Indonesia saat berperang melawan tentara Belanda dan
Sekutu.3
Dari penjelasan paragraf di atas, menunjukkan bahwa ada dua strategi yang
dipergunakan bangsa Indonesia dalam rangka mempertahankan kemerdekaannya,
yakni pertama, perjuangan di meja perundingan (diplomasi); dan kedua, perjuangan
di medan perang (perjuangan bersenjata).4 Keduanya menjadi strategi bagi bangsa
Indonesia, yang saling mengisi satu dengan lainnya.
2 Contoh informasi yang diberikan pers mengenai diplomasi: ―Hari ini
poekoel 5.30 sore naskah Linggadjati ditanda tangani di Djakarta. Empat boelan 10
hari naskah itoe mendjadi soeatoe rentjana perdjandjian jang hebat diperdebatkan di
Nederland maoepoen di Indonesia jang diikoeti poela dengan saksama oleh seloeroeh
doenia‖. Sumber: ―Ditanda tangani!‖, Kedaulatan Rakyat, 25 Maret 1947.; Yukie H.
Rushdie,dkk., (penyunting), Kedaulatan Rakyat dalam Tajuk Rencana: Setengah
Abad Meniti Buih, (Yogyakarta: Yayasan Kubus Pustakama, 1995), hlm. 19-20.
3 Contoh informasi mengenai perjuangan bersenjata: ―…..Dalam pada itoe
kita akan menjelesaikan segala sesoeatoe dengan djalan damai. Tetapi djika ternjata
bahwa oesaha itoe dilanggar dan diroesak dengan agressi, kita akan membalas dengan
kekerasan poela. Kita telah tjoekoep sabar. Kita haroes menoendjoekkan bahwa kita
tjoekoep koeat. Jang terpenting bagi kita boekannja menjelidiki apa arti agressi
Belanda itoe tetapi memberantas dan membendoengnja, djangan sampai meradjalela
dimana2‖. Amanat yang disampaikan oleh Panglima Besar Dj. Soedirman, dimuat
dalam artikel: ―Memboelatkan tekad menggempoer Agressi Belanda: Tentara-Lasjkar
dibawah pimpinan Panglima Besar‖, Kedaulatan Rakyat, 7 Januari 1947.
4 Baca: Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia, Sejarah
Diplomasi Republik Indonesia: Dari Masa Ke Masa Periode 1945-1950, (Jakarta:
Departemen Luar Negeri RI, 2004), hlm. 5 dan 111.
Page 18
4
Perjuangan dengan cara diplomasi, menjadi anjuran Soekarno.5 Dengan
langkah itu, pengorbanan akan harta dan nyawa tidak akan besar. Pada strategi
tersebut, Syahrir-Amir bertindak sebagai praktisinya. Strategi itu didasarkan atas
pandangan yang pesimistis dan pada perimbangan kekuatan dunia serta kekuatan-
kekuatan revolusi Indonesia. Kelemahan organisasi, militer, dan ideologi menguasai
pikiran mereka yang memilih jalan Diplomasi. Bagi mereka, diplomasi dalam artian
luas merupakan kunci bagi kelangsungan hidup Republik Indonesia. Pemikiran
tersebut menyebabkan munculnya rasa pengabdian terhadap segala sesuatu demi
tercapainya penyelesaian konflik antara Indonesia dengan Belanda, yang dijamin oleh
negara-negara besar.6
Strategi tersebut berbeda dengan jalan pikiran strategi perjuangan bersenjata.
Strategi ini, berpangkal pada optimisme atas kekuatan nasional revolusioner dengan
dukungan rakyat luas. Strategi perjuangan merupakan pertaruhan menghadapi
geografi (alam atau sosial), kekacauan ideologi dan organisasi peninggalan Jepang,
5 Disebutkan bahwa Presiden Soekarno tetap teguh memegang pernyataan
―selama ada soal, maka jalan damai mesti dan akan kita tempuh, sebab bangsa
Indonesia menyukai perdamaian‖. Sumber: A. H. Nasution, Sekitar Perang
Kemerdekaan Indonesia: Diplomasi atau Bertempur, jilid 2, (Bandung: Angkasa,
1977), hlm. 165-166.
Dalam salah satu artikel di surat kabar pun dinyatakan bahwa, ―Kita tjinta akan
damai, tapi lebih tjinta akan kemerdekaan‖. Kalimat tersebut, merupakan perkataan
Soekarno yang dimuat di media cetak. Sumber: ―Revoloesi wadjib kita selesaikan dan
akan kita selesaikan: Kalau ada djalan damai kita ambil, kalau tidak kita akan teroes
djoega‖, Kedaulatan Rakyat, 6 September 1946.
6 G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20: Dari Kebangkitan Nasional sampai
Linggajati, Jilid 1, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 157.
Page 19
5
kekurangan senjata dan kader yang terlatih. Dalam strategi ini, Tan Malaka dan
Sudirman bertindak sebagai praktisinya.7
Turut andilnya pers dalam mempertahankan kemerdekaan RI, menunjukkan
bahwa pers memiliki peran sebagai media informasi. Dengan pemberitaannya, pers
menginformasikan keadaan yang terjadi saat itu. Cara ini cukup membantu
perjuangan secara diplomasi maupun bersenjata, karena dengan memuat berita-berita
mengenai perjuangan yang sedang dilakukan bangsa Indonesia, diyakini dapat
mengobarkan semangat rakyat Indonesia untuk membebaskan diri dari pendudukan
asing.8 Salah satu surat kabar pada masa revolusi di Yogyakarta adalah Kedaulatan
Rakyat. Kedaulatan Rakyat berperan sebagai surat kabar daerah yang memberitakan
perjuangan-perjuangan rakyat Indonesia, khususnya di Yogyakarta.
Kedaulatan Rakyat merupakan media perjuangan surat kabar pertama yang
ada di Yogyakarta pasca proklamasi kemerdekaan 1945. Walaupun sebagai surat
7 Ibid.
8 Zulfikar Ghazali, Sejarah Lokal: Kumpulan Makalah Diskusi, (Jakarta:
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1995), hlm. 21. Pers, pada
masa kemerdekaan tidak hanya surat kabar akan tetapi ada juga media massa lain
yang ikut andil yaitu radio, yang dikategorikan sebagai media elektronik. Perannya
terlihat saat Bung Tomo melakukan pidato revolusioner di radio, dan pidato ini yang
kemudian menciptakan suasana emosional dan mengakibatkan terjadinya
pemberontakan di Surabaya, antara Inggris dan Indonesia pada tanggal 10 November
1945. Sumber: Colin Wild dan Peter Carey, Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi
Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1986), hlm. 167.
Page 20
6
kabar daerah, Kedaulatan Rakyat mampu menginformasikan segala peristiwa yang
ada di Indonesia bahkan dunia.9
B. Batasan Masalah
Kedaulatan Rakyat terbit pada tanggal 27 September 1945, setelah Jepang
meninggalkan Yogyakarta. Surat kabar itu merupakan surat kabar bahasa Indonesia
yang tergolong tua. Kemunculan surat kabar ini terjadi karena kekosongan informasi
setelah surat kabar bentukan Jepang disegel. Hal tersebut mendorong para pendiri
Kedaulatan Rakyat untuk membentuk surat kabar baru yang dapat memenuhi
kebutuhan Informasi masyarakat Yogyakarta.
Sejak Kedaulatan Rakyat terbit, berbagai peristiwa telah terjadi. Di antaranya
terkait dengan pemindahan Ibukota RI ke Yogyakarta pada tahun 1946. Peristiwa
lainnya yaitu, terjadinya Agresi Militer sebanyak dua kali, pada tahun 1947 dan 1948
serta perundingan RI-Belanda yang dilakukan sejak tahun 1946 hingga 1949.
Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan peristiwa krusial dalam sejarah perjalanan
bangsa Indonesia. Periode inilah yang ditetapkan dalam penulisan skripsi ini.
Ada beberapa hal yang menjadi fokus permasalahan pada penulisan skripsi
berjudul ―Perjuangan Pers Pasca Proklamasi Kemerdekaan (1945-1950) di
Yogyakarta, Studi Kasus: Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat‖, yaitu:
9 Informasi berita yang didapatkannya berasal dari Kantor Berita ―Antara‖
dan didapatkan secara berlangganan.
Page 21
7
1. Perkembangan pers di Yogyakarta tahun 1942-1950
Pokok bahasan ini mengemukakan situasi Indonesia di masa kedatangan
Jepang dan pasca kepergian Jepang. Masa Jepang menjadi gambaran
situasi terakhir Indonesia sebelum menjadi negara yang merdeka lewat
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Di masa itu lahir surat kabar
berbahasa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah. Setelah kepergian
Jepang, surat kabar tersebut menjadi salah satu surat kabar daerah yang
ada di Yogyakarta. Pokok bahasan ini akan dibatasi dari zaman Jepang
hingga periode pusat pemerintahan RI berada di Yogyakarta.
2. Lahir dan berkembangnya Kedaulatan Rakyat tahun 1945-1950
Pada pembahasan ini dikemukakan perkembangan Kedaulatan Rakyat
pada tahun 1945-1950. Untuk mengetahui awal mula lahirnya Kedaulatan
Rakyat, pembahasan di awali dengan cikal bakal Kedaulatan Rakyat yang
muncul pada tahun 1930. Surat kabar itu bernama Sedyo Tomo, yang di
masa pendudukan Jepang dijadikan sebagai alat propaganda, dengan
nama Sinar Matahari. Setelah Jepang meninggalkan Yogyakarta, surat
kabar eks Jepang tersebut digunakan sebagai surat kabar Republikein10
yang dijalankan sepenuhnya oleh orang-orang Indonesia dengan nama
Kedaulatan Rakyat.
10
Disebut sebagai surat kabar Republikein karena surat kabar ini memihak
pada RI.
Page 22
8
3. Peranan dan kontribusi Kedaulatan Rakyat selama pemerintahan RI di
Yogyakarta tahun 1946-1950
Pokok bahasan ini menunjukkan bagaimana pers berperan sebagai wadah
diplomasi yang berjasa dalam mewujudkan kedaulatan RI. Di bagian ini
pula, status Kedaulatan Rakyat sebagai surat kabar daerah, berubah
menjadi surat kabar nasional saat ibukota RI di Yogyakarta, akan turut
dikaji. Pembahasan dibatasi hingga saat perpindahan kembali pusat
pemerintahan RI ke Jakarta.
C. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan pers di Yogyakarta pada tahun 1942-1950?
2. Bagaimana lahir dan berkembangnya Kedaulatan Rakyat pada tahun
1945-1950?
3. Bagaimana peran dan kontribusi Kedaulatan Rakyat selama pemerintahan
RI di Yogyakarta pada tahun 1946-1950?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan lahirnya pers di Yogyakarta pada tahun 1942-1950.
Page 23
9
2. Mendeskripsikan Kedaulatan Rakyat, yang tumbuh dan berkembang
menjadi surat kabar tertua di Yogyakarta berdasarkan eksistensinya sejak
tahun 1945.
3. Mendeskripsikan peranan sekaligus kontribusi Kedaulatan Rakyat selama
perjuangan kemerdekaan RI di Yogyakarta. Serta menjelaskan pentingnya
pers sebagai media yang membantu diplomasi dan perjuangan bersenjata.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberi sumbangan penelitian sejarah dengan mengkaji peranan
Kedaulatan Rakyat dalam mendukung perjuangan diplomasi pada masa
pasca proklamasi (1945-1950). Dengan demikian, penulisan ini
diharapkan dapat menjadi informasi tambahan dari informasi yang telah
ada sebelumnya.
2. Memenuhi persyaratan pembuatan tugas akhir dalam menyelesaikan studi
sarjana pada program studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini merupakan praktek penerapan
langkah-langkah kerja ilmiah, yang dimulai dengan perumusan masalah,
mengumpulkan sumber, mengkritisi sumber yang didapat dan kemudian
menuliskannya secara sistematis.
Page 24
10
F. Kajian Pustaka
Demi mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini, akan dikemukakan
beberapa karya yang pernah ditulis sebelumnya. Karya-karya itu salah satunya dalam
bentuk skripsi. Skripsi-skripsi yang telah membahas tentang surat kabar Kedaulatan
Rakyat, yaitu: Skripsi Thoha Masrukh Abdillah (mahasiswa Fakultas Adab IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1982), berjudul ―Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta
Sebagai Pembakar Semangat Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia Pada Masa
Revolusi Fisik 1945-1950‖. Skripsi tersebut menjelaskan bagaimana Kedaulatan
Rakyat sebagai sebuah surat kabar di Yogyakarta, turut mengobarkan semangat
perjuangan pada masa revolusi fisik dan mengaitkannya dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam agama Islam. Pada salah satu bab, juga dijelaskan mengenai
struktur kepemimpinan dan perkembangan yang terjadi pada Kedaulatan Rakyat
selama 1945-1950.
Skripsi yang lain ditulis oleh Arufaida, (mahasiswi Fakultas Sastra UGM,
1988) berjudul ―Peranan Kedaulatan Rakyat Pada Masa Revolusi Fisik 1945-1950‖.
Skripsi tersebut menekankan peranan Kedaulatan Rakyat dalam kehidupan sosial
pada masa revolusi fisik 1945-1950. Sedangkan skripsi ini menggunakan Kedaulatan
Rakyat sebagai suatu studi kasus. Yang lebih diutamakan adalah peran pers bersama
dengan diplomasi dan perjuangan bersenjata dalam mempertahankan kemerdekaan RI
di Yogyakarta.
Page 25
11
Sumber-sumber pustaka lain yang pernah membahas tentang pers,
diantaranya:
1. Buku Almanak Pers Indonesia 1954-1955, yang diterbitkan oleh Jajasan
Lembaga Pers dan Pendapat Umum. Almanak tersebut membahas hal-hal
yang terkait dengan pers, seperti perkembangan surat kabar di Indonesia,
aturan-aturan pers, radio, periklanan, kantor berita, serta dilengkapi
dengan diagram tentang pertumbuhan surat kabar di Indonesia. Hal
penting yang didapatkan dalam almanak tersebut adalah penjelasan bahwa
sejarah pers Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah pergerakan
nasional, dan sejak permulaan abad ke-20, pers semakin jelas
kedudukannya sebagai alat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada awal kemunculan pers di Indonesia, persoalan yang menjadi fokus
pemberitaannya adalah mengenai soal politik sehingga persoalan lainnya
seperti ekonomi, kurang menjadi daya tarik pers saat itu.11
2. Buku karya Oka Kusumayudha, dkk., berjudul Amanat Sejarah: Dari
Pekik Merdeka Hingga Suara Hati Nurani Rakyat, Yogyakarta:
Kedaulatan Rakyat, 1996. Buku ini diterbitkan dalam rangka
memperingati 50 tahun Kedaulatan Rakyat. Penggunaan buku ini cukup
membantu untuk mencari tahu seluk beluk Kedaulatan Rakyat dan
mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi harian itu sehingga dapat eksis
11
Lembaga Pers dan Pendapat Umum, Almanak Pers Indonesia 1954-1955,
(Djakarta: Jajasan Lembaga Pers dan Pendapat Umum, 1955), hlm. 58-59.
Page 26
12
dalam dunia persuratkabaran. Pada buku ini, dijelaskan pertumbuhan
harian pra Kedaulatan Rakyat, yang diawali dengan harian Sedio Tomo
hingga Sinar Matahari. Pernyataan di dalam buku ini yang perlu
digarisbawahi mengenai penyebutan Kedaulatan Rakyat sebagai harian
tertua di Indonesia yang terhitung berdasarkan keberadaannya, yaitu 40
hari setelah proklamasi kemerdekaan sampai sekarang.12
Meskipun pada
dasarnya harian ini bukan merupakan surat kabar pertama di Indonesia.
Kekurangan yang didapatkan dalam buku Amanat Sejarah: Dari Pekik
Merdeka Hingga Suara Hati Nurani Rakyat, adalah pembahasannya yang
terlalu kronologi dan kurang analitis. Hal ini dapat dipahami karena
diterbitkannya buku ini untuk memperingati hari jadi Kedaulatan Rakyat.
3. Buku karya Abdurrachman Surjomihardjo, Hilman Adil, Atmakusumah,
A. B. Lapian, Leo Suryadinata, dan P. Swantoro, berjudul Beberapa Segi
Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. Secara umum, isi buku ini
kurang lebih hampir sama dengan buku pers lainnya. Perbedaannya
terdapat pada dominasi isi, yang sebagian besar dari pembahasannya lebih
menyoroti persoalan aturan-aturan pers. Aturan itu kemudian digunakan
untuk melihat kembali persoalan yang dialami oleh harian Indonesia
Raya yang akhirnya dibreidel terkait pelanggaran yang dilakukannya—
berdasarkan aturan-aturan pers yang diberlakukan. Dalam perkembangan
12 Oka Kusumayudha, dkk., Amanat Sejarah: Dari Pekik Merdeka Hingga
Suara Hati Nurani Rakyat, (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 1996), hlm. 13.
Page 27
13
pers Indonesia selanjutnya, aturan-aturan ini merupakan sesuatu yang
menakutkan bagi pers Indonesia karena telah menyebabkan beberapa
surat kabar ditutup.
Kekurangan yang terdapat pada buku tersebut yaitu tidak terlalu jelas
dalam membahas aturan-aturan pers yang ada, seperti dalam menjelaskan
Persbreidel Ordonantie—masa pemberlakuan aturan ini dimulai pada
tahun 1931-1954 tetapi gambaran mengenai surat kabar yang menjadi
korban aturan ini tidak disinggungnya.
4. Buku karangan Sudarjo Tjokrosisworo, berjudul Kenangan Sekilas
Sedjarah Perjuangan Pers Sebangsa, diterbitkan tahun 1959. Buku ini
berisi hal-hal yang terkait dengan Serikat Perusahaan Surat kabar (SPS):
sambutan-sambutan oleh sejumlah tokoh pers Indonesia mengenai latar
belakang pendirian SPS, dukungan terhadap SPS yang hadirnya
diharapkan membawa ―angin segar‖ bagi perkembangan pers Indonesia,
laporan-laporan sidang SPS, pers dan undang-undang yang berlaku sesuai
dengan zamannya, penjelasan mengenai surat kabar yang ada di Jawa dan
Sumatera.
Pada buku itu, ada sambutan singkat yang cukup menarik, ditulis oleh
Sismadi Sostrosiswojo. Sambutan itu sebagai berikut:
Umum telah mengetahui dan mengerti bahwa surat kabar itu adalah
sebuah alat yang tajam untuk mengejar juga sebuah alat yang
berbahaya untuk maksud-maksud yang jahat, yang dapat mengacaukan
ketertiban umum bagi bangsa dan negaranya. Sama juga halnya
Page 28
14
dengan bom atoom, yang sangat berfaedah sekali bagi manusia apabila
alat itu dipergunakan untuk maksud-maksud damai.13
Pernyataan Sismadi tersebut, secara tidak langsung ingin menunjukkan
kedudukan pers yang begitu penting pengaruhnya bagi suatu negara,
sehingga kekuatan lain perlu berhati-hati dengan kekuatan pers.
5. Sejarah Diplomasi Republik Indonesia: Dari Masa Ke Masa Periode
1945-1950, diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri RI di Jakarta, pada
tahun 2004. Buku tersebut membahas front diplomasi dan perang yang
menjadi bagian dari penulisan ini. Salah satu bagian dari buku tersebut
mengatakan bahwa pada hakekatnya aspek diplomasi dan aspek perang
adalah dua bentuk perjuangan yang sifatnya saling mengisi, satu tidak
dapat dicapai tanpa yang lain. Ada diplomasi tetapi tidak ada perjuangan
bersenjata, tidak ada artinya. Begitupun sebaliknya, perjuangan bersenjata
tanpa diplomasi tidak akan menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia
dalam arti seutuhnya.14
6. Buku Rosihan Anwar, berjudul Musim Berganti: Sekilas Sejarah
Indonesia 1925-1950, Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985. Buku tersebut
berisikan sejarah perjuangan bangsa Indonesia mencakup peristiwa tiga
zaman, yaitu pada zaman Hindia Belanda, Jepang dan pasca Proklamasi
(RI). Peristiwa yang ia tulis didasarkan pada perjalanannya, yang saat itu
13
Sudarjo Tjokrosisworo, Op.cit., hlm. 40.
14 Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia, Op.cit., hlm. 115.
Page 29
15
telah menjadi seorang wartawan. Sebagian besar peristiwa pada tahun
1945-1950, berlokasi di Yogyakarta (saat itu menjadi Ibukota RI
sementara).
Buku tersebut menunjukkan peranan wartawan pada masa perjuangan
kemerdekaan Indonesia, sangat besar, dan keberadaan pers, sangat
diperlukan oleh para pejuang perang Indonesia saat itu sebagai partner-
nya dalam mempertahankan kemerdekaan RI.
7. Otobiografi Rosihan Anwar, berjudul Menulis Dalam Air: Sebuah
Otobiografi. Buku tersebut berisikan riwayat hidup Rosihan Anwar,
terdiri dari tiga bagian: pertama berisikan ajaran dan pembentukan;
kedua, koran dan pengalaman; ketiga, nilai-nilai dan pengharapan. Pada
bagian kedua, dikatakan bahwa pers Indonesia, tidak memiliki kebebasan,
hidup dalam tekanan-tekanan yang dikemudian waktu mengakibatkan
surat kabar yang dinilai tidak patuh harus mengakhiri produktivitasnya
(dibreidel). Tekanan demi tekanan yang dialami, membuat pers yang
bebas dan bertanggung jawab, tidak dapat bertahan hidup. Idealisme
seperti itu terganti oleh pers yang tidak bebas dan tidak melaksanakan
tanggung jawabnya.15
Dengan adanya otobiografi ini, semakin
memperjelas peranan seorang Rosihan dalam dunia pers yang telah ia
15
Rosihan Anwar, Menulis Dalam Air: Sebuah Otobiografi, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1983), hlm. 256-257.
Page 30
16
geluti sejak berusia 22 tahun, ditambah dengan pengalamannya sebagai
seorang wartawan tiga zaman.
Meskipun telah banyak buku-buku yang membahas pers Indonesia, tetapi
tidak banyak yang memfokuskannya pada pers daerah sehingga informasi
mengenai pers daerah sangat kurang. Hal tersebut yang mendasari penulisan ini.
G. Landasan Teori
Skripsi ini akan membahas peranan pers. Pers dalam skripsi ini diartikan
sebagai surat kabar. Hal ini mengacu pada kamus Bahasa Indonesia,16
di mana pers
diartikan: 1) usaha percetakan dan penerbitan, 2) usaha pengumpulan dan penyiaran
berita, 3) penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio, 4) orang yang
bergerak dalam penyiaran berita, 5) medium penyiaran berita, seperti surat kabar,
majalah, radio, televisi dan film.
Peranan pers17
yang dimaksudkan adalah dalam hal mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Di samping adanya strategi perjuangan secara diplomasi dan
16
Sumber: Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 675.
17
Pers berasal dari bahasa latin (pressa) dan bahasa inggris (press), yang
diartikan sebagai mencetak, alat untuk mencetak layaknya mesin cetak (drukpres).
Mencetak, diartikan sebagai mencetak suatu tulisan atau gambar, baik mengenai hal-
hal yang telah terjadi maupun masih berupa perkiraan dan kemudian dilekatkan pada
kertas setelah melalui proses drukken–penghimpitan yang keras. Hasil dari proses
tersebut, yang kemudian dikenal dengan sebutan Koran—berasal dari bahasa
Belanda—(surat kabar), majalah atau tabloid, dan disebar-luaskan kepada khalayak
(bersifat informatif). Sumber: Anonimous, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar, Jilid 9,
(Jakarta: Ictiar Baru van Hoeve, 2005), hlm. 172; Jilid 4, hlm. 127; Jilid 7, hlm. 1-2.
Page 31
17
perjuangan bersenjata, pers juga dikatakan berjasa dalam mewujudkan kedaulatan
Indonesia. Seperti pendapat yang dikemukakan Harold Crouch, yang menyatakan
bahwa: ―Tanpa diplomasi, para pejuang tidak akan dapat menang, akan tetapi tanpa
perjuangan, diplomat-diplomat tidak akan mempunyai suara yang meyakinkan.‖18
Kepopuleran dua strategi perjuangan tersebut (diplomasi dan perjuangan bersenjata)
dapat dikarenakan perannya yang dianggap pokok dibandingkan dengan pers.
Meskipun kedaulatan Indonesia terwujud berkat peran yang dijalani oleh
strategi diplomasi, adanya pers cukup penting dan turut andil dalam diplomasi yang
dilakukan oleh RI-Belanda. Andil pers terlihat pada saat menginformasikan kepada
masyarakat umum, tentang diplomasi dan perjuangan bersenjata yang sedang
dilancarkan bangsa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat mengetahui apa yang
sedang terjadi di Indonesia dan bagaimana mereka harus mensikapi keadaan ini.19
Konflik yang terjadi antara RI-Belanda, jika didasarkan pada pandangan
Andrew Arno, disebabkan oleh komunikasi. Komunikasi yang terjadi di dalam
konflik dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu konflik menjadi semakin intensif
atau konflik menjadi reda. Media massa berperan dalam menyelesaikan konflik,
sekaligus konflik ini menjadi berita bagi media massa. Dari media massa, masyarakat
18 Baca: Colin Wild dan Peter Carey, Op.cit, hlm. 150-151.
19 Pers bertindak sebagai penyambung lidah rakyat, untuk menyampaikan
segala hal yang terkait dengan keadaan Indonesia saat itu (1945-1950), keadaan yang
penuh konflik dengan bangsa asing. Sebagai penyambung lidah rakyat menunjukkan
bahwa interaksi pers dengan rakyat lebih dekat sehingga perjuangan pada masa
kemerdekaan RI tersebut dapat terwujud karena adanya hubungan dekat pers dan
rakyat. Oleh karena itu, pers sangat berperan dalam mengkoordinir massa untuk
melakukan perlawanan menghadapi bangsa asing.
Page 32
18
mendapatkan informasi mengenai konflik tersebut dan secara tidak langsung media
massa menjadi sasaran opini publik.20
Pendapat Arno tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut: komunikasi di
depan meja perundingan (diplomasi) tidak tercapai, Belanda kemudian melancarkan
perang. Perang tersebut berupa Agresi Militer Belanda I dan II (merupakan konflik
antara RI dan Belanda). Pers yang ada di Yogyakarta bertindak sebagai media
penyampai informasi dan konflik itu menjadi berita bagi surat kabar.
Sebagaimana yang telah disebutkan di depan, pers, merupakan bagian dari
media massa.21
Media massa digolongkan menjadi dua, yaitu media elektronik dan
media cetak. Media elektronik terdiri dari film, radio dan televisi. Sedangkan media
cetak—disebut Pers, terdiri dari surat kabar, majalah, tabloid, dsb.22
Meskipun bentuk
penyajian informasinya tidak sama tetapi berfungsi sebagai sarana atau alat
20 Ignatius Haryanto, Indonesia Raya Dibredel, (Yogyakarta: Lkis, 2006),
hlm. 242-243.
21 Rosihan Anwar, ―Peranan Media Massa Dalam Kebudayaan Nasional‖,
Kumpulan Karangan, (Jakarta: tp, 1992), hlm. 197; Ignatius Haryanto, Op.cit., hlm.
242.
22
Berdasarkan keputusan dewan pers tahun 1970, kategori pers tidaklah
semua media massa tetapi hanya media massa yang isi beritanya beraneka ragam—
dalam hal ini corak berita, misal politik, sosial, ekonomi, dsb—media massa yang
isinya hanya mengenai seks, seperti tabloid pria dewasa yang beredar saat ini,
bukanlah kategori pers. Sumber: Jakob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, (Jakarta:
LP3ES, 1987), hlm. 113.Dalam pengertian yang luas, pers adalah seluruh alat
komunikasi massa seperti radio, tv, surat kabar, majalah, dsb, tetapi dalam pengertian
sempit adalah surat kabar, majalah, tabloid, dsb—untuk dapat disebut sebagai pers, ia
harus memenuhi syarat-syarat publisitas (tersebar luas, terbuka), terbit secara
periodik, bersifat umum (universalitas) dan aktuil. Sumber: Amir Effendi Siregar,
Pers Mahasiswa Indonesia: Patah Tumbuh Hilang Berganti, (Jakarta: PT. Karya
Unipress, 1983), hlm. 35; Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan
Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 154-155.
Page 33
19
komunikasi untuk menyebarkan berita atau pesan kepada masyarakat secara luas.
Beragam informasi tentang bidang kehidupan manusia, dimuat di dalamnya, mulai
dari bidang sosial, ekonomi, politik, budaya, dsb.
Pers merupakan hasil dari kebudayaan23
yang lahir setelah terjadinya
komunikasi antar manusia. Komunikasi yang tidak selalu bisa mengandalkan
pertemuan secara langsung, mendorong manusia menggunakan media penghubung.
Media yang diciptakan adalah media massa, segala informasi yang dibutuhkan dimuat
di dalamnya dengan maksud untuk menciptakan komunikasi secara tidak langsung
antara media dan si penerima informasi itu (resipien). Pers adalah hasil dari
komunikasi antar manusia tersebut. Dan dalam perkembangan selanjutnya, media
elektronik muncul sebagai bagian dari hasil budaya manusia dalam konteks media
massa.
Berdasarkan definisi Charles Cooley,24
komunikasi adalah mekanisme yang
menyebabkan adanya hubungan antar manusia dan yang mengembangkan semua
lambang pikiran, bersama-sama dengan sarana untuk menyiarkannya dalam ruang
dan merekamnya dalam waktu. Ini mencakup wajah, sikap dan gerak-gerik, suara,
kata-kata tertulis, percetakan, telegrap, telepon, dan apa saja yang merupakan
penemuan mutakhir untuk menguasai ruang dan waktu. Komunikasi pun akan
23
Kebudayaan sering diartikan sebagai hasil cipta, karsa dan rasa manusia,
sedangkan budaya merupakan daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Lihat:
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1974), hlm. 80.
24
Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Bandung:
Alumni, 1986), hlm. 40.
Page 34
20
mengalami suatu proses yang dinamakan proses komunikasi. Proses komunikasi
adalah penyampaian pesan kepada umum. Proses itu terdiri dari unsur-unsur:
1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan.
2. Pesan, ide, informasi, opini, dsb.
3. Saluran (channel, media), yaitu alat yang dipergunakan oleh komunikator
untuk menyampaikan pesan.
4. Komunikan, yaitu orang yang menerima pesan.
5. Efek, yaitu pengaruh atau akibat dari kegiatan komunikasi yang dilakukan
komunikator kepada komunikan.
Sukses tidaknya suatu komunikasi tergantung dari efek kegiatan komunikasi itu.
Dari unsur-unsur proses komunikasi yang dipaparkan Cooley di atas, dapat
disimpulkan bahwa pers yang berkedudukan sebagai media atau saluran yang
dipergunakan untuk menyampaikan pesan, memiliki pengaruh. Dan pengaruh pers
tidak hanya berimbas pada informasi apa yang telah diberitakannya tetapi juga
kepada komunikan yang mengetahui informasi dari pers itu. Di sini lah, penilaian
terhadap pengaruh pers yang dapat mengukuhkan pers sebagai alat perjuangan yang
juga penting peranannya dalam perjuangan kemerdekaan RI tahun 1945-1950 selain
diplomasi dan perjuangan bersenjata.
Media massa berperan sebagai media penghubung dan media yang diciptakan
adalah pers, segala informasi yang dibutuhkan dimuat di dalamnya. Kebutuhan akan
pers ini, tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga bagi pemerintah. Adanya kebutuhan
untuk mendapatkan informasi, dapat menimbulkan suatu hubungan antara pers,
Page 35
21
masyarakat dan pemerintah—hubungan triangle,25
yaitu berupa hubungan yang
menguntungkan antara satu dengan yang lain. Menguntungkan karena yang satu
berperan sebagai pemberi informasi/pesan dan yang lain sebagai penerima
informasi/pesan. Dengan kata lain memiliki hubungan yang fungsional.26
Hubungan antara pers dan pemerintah, dapat mempengaruhi hubungan pers
dan masyarakat, serta hubungan masyarakat dengan pemerintah.27
Pandangan
tersebut, menyerupai pendapat Rosihan Anwar terhadap pers yang mengatakan
bahwa pers setaraf dan sama derajatnya dengan pemerintah, parlemen dan peradilan.
Pers merupakan sebuah lembaga politik yang mempunyai haknya sendiri dan terikat
erat dengan semua lembaga pemerintah. Pers mempengaruhi lembaga-lembaga
tersebut dan pada gilirannya pers dipengaruhi oleh mereka.28
Menurut Rosihan juga,
cita-cita pers terdahulu adalah menggerakkan para putra Indonesia menjadi wartawan
di zaman pergerakan nasional menuju Indonesia merdeka serta di masa
memperjuangkan dan menegakkan Republik terhadap serangan kaum kolonialis dan
imperialisme.29
25 Jakob Oetama, Op.cit., hlm. 53.
26
Ibid., hlm. 92.
27
Ibid., hlm. 58.
28 Rosihan Anwar, 1983, Op.cit., hlm. 266.
29 Ibid, hlm. 269.
Page 36
22
Pandangan Rosihan Anwar tersebut, akan menjadi dasar untuk menjelaskan
seberapa besar dan pentingnya pers pasca proklamasi dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, selain adanya strategi diplomasi dan perjuangan.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dan studi lapangan.
Studi pustaka dilakukan terhadap sumber primer dan sekunder, yang diharapkan
dapat membantu mempelajari fakta-fakta lain yang ada. Sumber-sumber primer yang
dimaksudkan adalah surat kabar yang berupa mikrofilm, meliputi: Kedaulatan Rakyat
(1945-1950), SKH Al-Djihad, SKH Boeroeh, SKH Nasional, dan SKH Sinar
Matahari. Dengan batasan tahun 1945-1950 atau dimulai pada tahun pertama koran
itu lahir. Di samping itu, adapula arsip (dokumen tertulis), notulen konferensi
pimpinan umum surat kabar seluruh Indonesia. Sedangkan sumber-sumber sekunder
berupa pustaka yang telah ada sebelumnya dan dilakukan dengan menyelidiki sumber
primer yang dimiliki.
Mengenai sumber pustaka, dilakukan pencarian di Kantor Arsip Nasional
Jakarta, Perpustakaan Nasional Jakarta, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Balai
Kajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional di Yogyakarta, serta perpustakaan lainnya
yang ada di Yogyakarta.
Penelitian ini menempuh langkah-langkah:
1. Pemilihan topik;
Page 37
23
2. Pengumpulan sumber (heuristik), mengumpulkan sumber-sumber data
baik yang bersifat primer maupun sekunder.;
3. Kritik sumber, yang bertujuan untuk mengetahui ke-otentik-an dan
kredibilitas sumber. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas data
yang diperoleh dari buku acuan dan wawancara dengan informan maupun
narasumber yang ada. Di samping itu, dapat membandingkan data yang
diperoleh untuk mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya;
4. Interpretasi data, dilakukan dengan cara menganalisis sumber. Dengan
melakukan langkah ini, dapat menghindari subyektifitas terhadap sumber
pustaka, informan ataupun narasumber;
5. Historiografi atau penulisan skripsi, merupakan metode terakhir dalam
penelitian. Pada tahap ini, disajikan data dalam bentuk pendeskripsian
obyek-obyek yang menjadi fokus dalam penulisan ini dan permasalahan
yang diajukan mulai dikaji di dalamnya.
I. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
Bab I, merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang penelitian serta
permasalahan-permasalahan yang mendorong diadakannya penelitian ini.
Page 38
24
Bab II, membahas perkembangan pers di Yogyakarta pada tahun 1942-1950.
Hal-hal yang akan dikemukakan antara lain: faktor-faktor yang melatarbelakangi
munculnya pers di Yogyakarta, serta strategi perjuangan secara diplomasi dan
bersenjata dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Bab III, membahas lahir dan berkembangnya Kedaulatan Rakyat pada tahun
1945-1950. Hal-hal yang dikemukakan antara lain: cikal bakal Kedaulatan Rakyat
hingga menjadi Kedaulatan Rakyat pada tanggal 27 September 1945, dilanjutkan
pembahasan mengenai perkembangan Kedaulatan Rakyat pada masa 1945-1950.
Bab IV, membahas peran dan kontribusi Kedaulatan Rakyat selama
pemerintahan RI di Yogyakarta pada tahun 1946-1950.
Bab V, merupakan penutup dari skripsi ini. Dan pada bab ini akan
dimunculkan suatu kesimpulan akhir dari kesimpulan sementara (hipotesis) yang
telah diajukan. Semua disusun berdasarkan bukti-bukti yang didapatkan setelah
melakukan penelitian baik secara pustaka maupun lapangan. Dengan adanya penutup
ini penulisan skripsi ini berakhir.
Page 39
25
BAB II
PERKEMBANGAN PERS DI YOGYAKARTA
TAHUN 1942-1950
Bab ini membahas perkembangan pers di Yogyakarta, tahun 1942-1950.
Pembahasan pertama mengenai kedatangan dan pendudukan Jepang di Indonesia.
Kedua, mengenai kehadiran surat kabar yang menjadi media penting dalam
mempertahankan kemerdekaan RI. Kehadiran pers dihubungkan dengan tiga
peristiwa besar yang terjadi di Yogyakarta. Peristiwa tersebut adalah perpindahan
Ibukota RI untuk sementara ke Yogyakarta serta Agresi Militer Belanda pertama dan
kedua. Pada bagian akhir bab ini, dipaparkan kesimpulan dari keseluruhan isi bab
dua.
A. Indonesia masa pendudukan Jepang
Ketika menyinggung sejarah awal terbentuknya Republik Indonesia, perlu
diketahui bagaimana nama Indonesia itu tercipta. Sebelum bernama Indonesia,
wilayah ini bernama Hindia Belanda. Alasan penyebutan nama tersebut dikarenakan
anggapan bangsa asing bahwa daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina
adalah Hindia (tidak termasuk dalam kawasan Asia). Asia hanya terdiri dari Arab,
Persia, India dan Cina. Indonesia dikatakan sebagai Kepulauan Hindia atau Hindia
Page 40
26
Timur, bahkan dikatakan sebagai Kepulauan Melayu.1 Penambahan kata Belanda,
berdasarkan negara yang menjajah negeri ini.
Pemberian nama Indonesia berawal dari George Samuel Windsor Earl (1850),
yang menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and
Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya, ia menegaskan bahwa tiba saatnya bagi
penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu, memiliki nama khas. Hal ini
dikarenakan, nama Hindia sering menimbulkan kerancuan dengan penyebutan India
yang lain. Lalu diajukanlah nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa
Yunani berarti pulau). Malayunesia (Kepulauan Melayu), dianggap merupakan nama
yang tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon
(Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Di samping itu, Indonesia menggunakan bahasa
Melayu sehingga cukup tepat menggunakan nama Malayunesia.2
Pendapat itu berbeda dengan pendapat James Richardson Logan yang menulis
artikel The Ethnology of the Indian Archipelago, ia menggunakan nama Indunesia—
yang sebelumnya telah diajukan oleh Earl—karena menurutnya Indian Archipelago
terlalu panjang dan membingungkan. Diambillah nama Indunesia dengan mengganti
vocal ―u‖ dengan ―o‖, yang dirasa pengucapannya jauh lebih baik. Untuk pertama
kalinya kata Indonesia muncul di dunia dalam tulisan Logan:
1 Tulisan: Irfan Anshory (Direktur Pendidikan Ganesha Operation), ―Asal
Usul Nama Indonesia‖, http://klipingartikel.blogspot.com/2007/12/tentang-
indonesia.html. Data diakses pada tanggal 15 November 2009.
2 Ibid.
Page 41
27
Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a
shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.3
Pada akhirnya, Logan disebut sebagai pencipta nama Indonesia.4 Penggunaan
nama ini, secara de jure baru dimulai pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Berikut penggunaan kata Indonesia yang terdapat dalam isi Sumpah Pemuda: Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah air Indonesia; Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; Kami Putra dan
Putri Indonesia menjujung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Secara de facto, penggunaan nama Indonesia telah digunakan tiga tahun
sebelum Sumpah Pemuda (tahun 1925). Nama itu dipakai oleh organisasi politik yang
dibentuk mahasiswa Indonesia yang ada di Belanda. Organisasi tersebut bernama
Perhimpunan Indonesia. Pembentukan organisasi ini, sebagai ujud usaha untuk
memberikan identitas nasionalis di luar negeri.5
3 Ibid, hlm. 254.
4 Logan kemudian secara konsisten menggunakan nama ―Indonesia‖ dalam
tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan
para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884, guru besar etnologi di
Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku
Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel, terdiri dari lima volume, yang
memuat hasil penelitiannya ketika ke Indonesia, pada tahun 1864-1880. Buku Bastian
inilah yang mempopulerkan istilah Indonesia di kalangan sarjana Belanda, sehingga
sempat timbul anggapan bahwa istilah Indonesia, ciptaan Bastian. Padahal Bastian
mengambil istilah itu dari tulisan Logan. Sumber: Ibid. 5 Baca: Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo Sampai
Proklamasi 1908-1945, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 60.
Page 42
28
Meskipun telah memiliki nama baru (Indonesia), pemakaian nama Indonesia
belum diijinkan oleh pemerintahan Belanda, dan setelah kekuasaan Belanda berakhir
kemudian digantikan oleh Jepang, tepatnya sejak 8 Maret 1942, penyebutan nama
Indonesia mulai bebas diterapkan.6
Kedatangan Jepang ke Indonesia tidak terlepas dari konteks perang dunia ke-2.
Dengan tujuan untuk menghadapi kekuatan sekutu, Jepang memperluas cakupan
wilayah kekuasaannya ke lingkup Asia. Indonesia menjadi salah satu negara
tujuannya. Alasan Jepang ke Indonesia, didasari oleh keinginan untuk menanamkan
pengaruh di Indonesia. Hal ini kemudian memunculkan anggapan bahwa Jepang
adalah saudara tua bangsa kita.7 Alasan lain yang mendasari kedatangan Jepang
adalah untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang dibutuhkan oleh industri yang
sedang berkembang di negerinya. Demi melancarkan keinginan tersebut, Jepang
membawa misi menyelamatkan Indonesia dari kolonialisasi Belanda.
Misi sebagai penolong yang digembar-gemborkan Jepang, membuat rakyat
Indonesia menerima Jepang dengan baik. Tanpa curiga bahwa itu merupakan salah
satu bentuk propaganda terselubung Jepang. Ramalan Jayabaya pun dimanfaatkan
6 Ibid; Sagimun, M.D., Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme
Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985), hlm. 25.
7 Sebelum dikatakan sebagai saudara tua, sekitar tahun 1930, para Antropolog
Jepang menyatakan bahwa Jepang dan Indonesia itu serumpun. Padahal itu semua
hanya bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan Jepang akan sumber-sumber alam
yang dimiliki Indonesia. Baca: G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20: Dari
Kebangkitan Nasional sampai Linggajati, Jilid 1, (Yogyakarta: Kanisius, 1988),
hlm. 66.
Page 43
29
Jepang sebelum memasuki wilayah Indonesia.8 Dengan begitu, kedatangannya tidak
akan disambut dengan perlawanan dari bangsa Indonesia.
Propaganda lain yang dilakukan Jepang adalah menciptakan gerakan Tiga A:
Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia. Namun karena
dianggap tidak membuahkan hasil, gerakan ini kemudian diganti dengan PUTERA
(Pusat Tenaga Rakyat). Pembentukan PUTERA, dengan tokoh empat serangkai,
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur, cukup
menguntungkan Indonesia. Karena adanya organisasi ini, mendorong para tokoh
empat serangkai untuk menyusun kekuatan menciptakan kemerdekaan.9
Di samping melakukan propaganda dengan membentuk organisasi, Jepang
juga menerbitkan surat kabar baru sebagai alat propagandanya ke masyarakat
Indonesia, melalui berita-berita yang terdapat dalam surat kabarnya. Surat kabar
tersebut menggantikan surat kabar masa penjajahan Belanda dan hadir dengan
menggunakan bahasa Indonesia.
Penjajahan Jepang yang berakhir tahun 1945 tidak hanya menimbulkan akibat
negatif, ada hal positif yang kita dapat selama kurang lebih 3 tahun pendudukannya,
salah satunya yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang mulai diterapkan. Hal tersebut
menunjukkan adanya kebebasan yang diberikan Jepang bagi daerah jajahannya.10
8 Sagimun, M.D., Loc.cit.
9 Setelah PUTERA, masih ada organisasi bentukan Jepang lainnya yang
diciptakan untuk membentuk pasukan perang Jepang melawan Sekutu.
10
Penggunaan bahasa Indonesia termasuk dalam kebebasan yang diberikan
Jepang, sedangkan pada masa penjajahan Belanda, penggunaan bahasa Indonesia
Page 44
30
Sedangkan hal negatif dari pendudukan Jepang, adalah kurang menghargai harkat
manusia dengan menciptakan Romusha.
Romusha menjadikan rakyat Indonesia sebagai pekerja Jepang untuk
membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan
raya dan jembatan. Tenaga tenaga kerja ini diambil dari penduduk Jawa yang cukup
padat. Kekalahan Jepang pada Perang Pasifik menyebabkan Romusha tersebut
digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung.
Pada setiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga dan Romusha tersebut
dilibatkan untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang dalam perang melawan
Sekutu yang masih terjadi hingga 15 Agustus 1945 (berakhir dengan menyerahnya
Jepang kepada Sekutu).
Para Romusha yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa tersebut, dipekerjakan
tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi juga di luar Pulau Jawa bahkan di luar Indonesia.
Janji akan dibayar dengan harga tinggi menjadi alasan orang Indonesia memilih
sebagai budak Jepang. Selain gaji yang tinggi, Jepang menjanjikan kemerdekaan
Indonesia. Bagi sebagian orang Indonesia, hal inilah yang terpenting saat itu, menjadi
dilarang, yang dianjurkan hanyalah bahasa Belanda dan Jawa. Selain penggunaan
bahasa Indonesia, Jepang juga mengijinkan dikibarkannya sang saka merah putih dan
dinyanyikannya lagu Indonesia Raya. Tetapi kedua kebebasan ini pada akhirnya
dipasung juga (tanggal 20 Maret 1942).
Page 45
31
bangsa yang terlepas dari penjajahan bangsa asing sehingga ada diantara mereka yang
dengan sukarela menjadi Romusha.11
Akhir dari masa penjajahan Jepang menjadi titik tolak lahirnya kemerdekaan
yang diinginkan rakyat Indonesia. Kemerdekaan itu dinyatakan dengan pembacaan
naskah proklamasi oleh Soekarno-Hatta, tanggal 17 Agustus 1945 di jalan
Pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta. Naskah itu, sekurang-kurangnya memuat dua
hal, yaitu pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus hendak menunjukkan
kepada dunia internasional bahwa bangsa Indonesia telah merdeka.
Perlu diketahui bahwa meskipun kemerdekaan Indonesia telah
diproklamirkan, bayang-bayang bangsa asing masih tetap ada di sekitarnya. Ini terkait
dengan kembalinya Belanda ke Indonesia. Belanda menganggap bahwa dengan
menyerahnya Jepang, berarti pengembalian daerah-daerah koloni yang sempat direbut
Jepang dari bangsa barat. Oleh karena itu, Belanda berhak memerintah koloni-
koloninya terdahulu. Pada bagian lain dari tulisan ini, akan ditunjukkan strategi yang
diupayakan Indonesia untuk melenyapkan dominasi asing.
11 Setelah tahun 1943, para Romusha mulai mengalami keadaan yang
memprihatinkan dengan bekerja tanpa diberi makanan yang cukup, tanpa perawatan
kesehatan serta tanpa istirahat. Mengetahui keadaan yang demikian, sudah tidak ada
lagi orang yang bersedia dengan sukarela menjadi Romusha, dan Jepang pun
memiliki berbagai cara untuk menambah pekerjanya dengan memaksa orang-orang
Indonesia dan mengancamnya jika tak menuruti kemauan Jepang. Baca: R.P. Suyono,
Seks dan Kekerasan Pada Zaman Kolonial: Penelusuran Kepustakaan Sejarah,
(Jakarta: Grasindo, 2005), hlm. 290-292.
Page 46
32
B. Yogyakarta sebagai Pusat Pemerintahan
―Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan peri keadilan.‖ Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
secara tidak langsung telah menunjukkan keinginan luhur bangsa Indonesia untuk
tidak dijajah dan bisa hidup merdeka tanpa ada kekuatan asing yang mencampuri.
Kembalinya Belanda ke Indonesia, mengakibatkan ibu kota RI berpindah dari
Jakarta ke Yogyakarta. Dasar pemilihan Yogyakarta sebagai ibu kota sementara RI,
bisa dilihat dari berbagai segi. Seperti halnya pendapat Ki Hadjar Dewantoro bahwa
Pemilihan Jogjakarta sebagai Ibu kota Republik sudah tepat sekali, dan ini dapat
dihubungkan dengan factor2 politis, strategis, ekonomis, psychologis dan kultureel,
djuga mystis.12
Yogyakarta dianggap memenuhi syarat untuk menjadi ibu kota Indonesia, setidaknya
untuk sementara waktu. Sedangkan Jakarta menurut Ki Hadjar, ―dipandang dari sudut
psychologis dan mystis, maka njatalah Djakarta itu kota tachtanja Jan Pieterszoon
Coen dan turunannja‖.13
Berbeda dengan pandangan Mr. Ali Sastroamidjojo yang berpidato di depan
corong RRI Yogyakarta, mengatakan bahwa alasan kepindahan itu dikarenakan ―kota
Jakarta yang pada masa ini makin lama makin tidak aman buat rakyat Indonesia
umumnya dan buat pemimpin negara khususnya. Hal ini terkait dengan percobaan
pembunuhan terhadap P.M Sjahrir dan Mr. Sjarifuddin. Akan tetapi, sebetulnya lebih
12
Sumber: ―So’al Ibu-Kota Negara Kesatuan‖, Nasional, 20 Juni 1950.
13 Ibid.
Page 47
33
pentinglah alasan kedua yaitu untuk memindahkan sementara kedudukan Pemerintah
Agung‖.14
Alasan lain mengapa Yogyakarta dijadikan sebagai ibu kota sementara
Republik Indonesia, terkait dengan dukungan Sultan Hamengku Buwono IX terhadap
berdirinya negara Republik Indonesia. Dukungan tersebut tertuang dalam pidato
Sultan tanggal 5 September 1945 yang inti pokoknya menyatakan bahwa Negeri
Yogyakarta Hadiningrat adalah sebagai bagian dari Republik Indonesia. Pernyataan
yang sama juga disampaikan oleh Sri Paku Alam VIII yang menyatakan bahwa
wilayah Pakualaman adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan negara Republik
Indonesia di bawah presiden Soekarno dan wakil presiden Moh. Hatta.
Adanya pernyataan pimpinan Yogyakarta itu, yang kemudian membuat
Yogyakarta dinyatakan sebagai wilayah pertama yang mengakui diri sebagai bagian
dari RI.15
Dan dikemudian hari, hal ini menjadi alasan logis bagi pernyataan yang
dikemukakan oleh Presiden Soekarno, bahwa ‖Djokjakarta menjadi termasjhur oleh
karena djiwa-kemerdekaannja. Hidupkanlah–terus djiwa–kemerdekaan itu!‖16
Pernyataan Sukarno tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat
14
Baca: Purnawan Tjondronegoro, Merdeka Tanahku Merdeka Negeriku,
(Jakarta: Yayasan Sinar Harapan, 1980), hlm. 42. 15
Baca: Badan Musyawarah MUSEA, Sejarah Perjuangan: Yogya Benteng
Proklamasi, (Jakarta: Badan Musyawarah MUSEA Daerah Istimewa Yogya
Perwakilan Jakarta, 1985), hlm. 20.
16 Pernyataan Soekarno ini, kemudian di muat dalam surat kabar Sinar
Matahari dan Kedaulatan Rakyat, yang merupakan media massa yang ada di
Yogyakarta.
Page 48
34
Yogyakarta terlibat aktif dalam perjuangan merebut dan mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia.
Konflik antara Indonesia-Belanda, melahirkan berbagai peristiwa besar di
antaranya Agresi Militer Belanda pertama dan kedua. Dari kedua peristiwa tersebut,
menunjukkan bahwa setiap pertempuran yang terjadi, selain merupakan strategi
militer Belanda, secara garis besar disebabkan oleh kurangnya komunikasi.
Komunikasi antar kedua belah pihak yang tidak melahirkan kesepakatan
menyebabkan pertempuran dipilih sebagai langkah penyelesaian.
Berikut, gambaran Agresi yang dilancarkan Belanda:
1. Agresi Militer Belanda Pertama
Secara kebahasaan, agresi diartikan sebagai penyerangan suatu negara kepada
negara lain. Pelaku penyerangan biasanya disebut sebagai agresor. Agresi dapat
terjadi akibat dari kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan.
Tindakannya pun dapat berupa penyerangan fisik maupun psikis.17
Agresi pertama ini merupakan bentuk kegagalan hubungan diplomasi yang
coba dijalankan melalui perundingan Linggajati tanggal 15 November 1946 dan
ditandatangani tanggal 25 Maret 1947. Pelaksanaan perundingan ini dimaksudkan
untuk mengakhiri persengketaan wilayah antara Indonesia dan Belanda. Pasal-pasal
17
Berdasarkan: Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 10.
Page 49
35
penting yang diajukan dalam perundingan tersebut antara lain:18
Pasal 1; Pemerintah
Belanda mengakui kenyataan kekuasaan de facto Pemerintah RI atas Jawa, Madura
dan Sumatra. Daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Sekutu atau Belanda secara
berangsur-angsur dan dengan kerja sama kedua pihak akan dimasukkan ke dalam
daerah RI. Pasal 2; Pemerintah Belanda dan Pemerintah RI akan bekerja sama untuk
membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi wilayah Hindia-Belanda
sebagai negara berdaulat, dengan mengingat cara-cara yang demokratis dan hak
menentukan nasib sendiri.19
Kedua hal yang diajukan di atas, merupakan wujud
eksistensi RI.
Perwujudan eksistensi RI itu, seperti halnya pernyataan Bronislaw
Malinowski, yang berpendapat bahwa manusia di mana-mana memiliki kebutuhan
bersama dan tugas dari kebudayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.20
Jika mengambil contoh dari perwujudan eksistensi itu, yang dapat kita tarik
kebenarannya adalah bangsa RI memiliki sebuah kebutuhan yaitu kebutuhan akan
hidup merdeka, bebas dari pendudukan bangsa asing di wilayahnya. Demi
kemerdekaan, pemerintah RI menggunakan strategi yang dirasa mampu memenuhi
kebutuhannya itu. Strategi tersebut meliputi diplomasi dan perjuangan bersenjata
yang dibantu dengan media massa (pers).
18
Baca: ―Naskah Resmi: Rentjana Persetoedjoean Nederland-Indonesia,‖
Boeroeh, 18 November 1946.
19 G. Moedjanto, Op.cit., hal. 181-182.
20 William A. Haviland, Alih bahasa: R. G. Sukadijo, Antropologi, jilid 1,
edisi keempat, (Jakarta: Airlangga, 1998), hlm. 344.
Page 50
36
Strategi secara diplomasi yang pertama (Perundingan Linggajati) gagal dan
sebab kegagalan itu adalah tidak adanya konsistensi pihak Belanda dalam
menjalankan isi perjanjian. Segala tuntutan terhadap RI dilancarkan akan tetapi sikap
timbal balik tidak diperlihatkan oleh Belanda sehingga mendorong terjadinya sikap
tarik ulur di antara mereka. Puncaknya pada 21 Juli 1947, Belanda melanggar
perjanjian yang telah dibuat dan perjanjian itu tidak mampu membebaskan bangsa
Indonesia dari kolonialisme.
Setiap tindakan yang dilakukan Belanda, pasti memiliki maksud atau tujuan
yang telah direncanakan jauh hari sebelum melakukan penyerangan. Dan tujuan yang
melatarbelakangi diadakan agresi I adalah keinginan Belanda untuk menghancurkan
RI. Guna mewujudkan tujuannya tersebut, Belanda membaginya ke dalam beberapa
fase, yaitu:21
i. Politik : pengepungan ibukota RI dan penghapusan RI dari peta
(menghilangkan de facto RI);
ii. Ekonomi : perebutan daerah-daerah penghasil bahan makanan, bahan
eksport dan pertambangan.
iii. Militer : penghancuran TNI.
Agresi Militer I yang dilancarkan Belanda menimbulkan reaksi keras seluruh
dunia yang dengan tegas menentang hal ini. Dewan Keamanan turut dilibatkan untuk
mengambil tindakan terhadap usaha yang akan mengancam perdamaian dunia.
21
Baca: G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20: Dari Perang Kemerdekaan
pertama sampai PELITA III, Jilid 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 15.
Page 51
37
Langkah yang ditempuh, melalui jalur diplomasi yang diadakan di atas sebuah kapal
Amerika, USS Renville. Perundingan tersebut kemudian dikenal dengan nama
perundingan Renville yang diselenggarakan pada 8 Desember 1947.
Alasan RI menerima persetujuan ini, dikarenakan: persediaan amunisi yang
menipis; adanya kepastian dari pihak Belanda, akan ada serangan baru yang lebih
hebat jika perundingan ini ditolak dan tidak ada jaminan dari DK-PBB untuk
menolong disaat situasi yang seperti itu. Perundingan tersebut melahirkan beberapa
pasal-pasal kesepakatan, yang terdiri atas:
10 pasal persetujuan gencatan senjata
12 pasal prinsip politik, dan
6 pasal prinsip-prinsip tambahan dari KTN.
Diplomasi yang dilakukan pra dan pasca agresi I oleh pemerintah RI-Belanda
menunjukkan bahwa persengketaan diharapkan dapat diselesaikan dengan jalan
damai agar tidak menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak. Namun
peperangan juga akan ditempuh bila diplomasi tidak dapat menyelesaikan
persengketaan. Dalam pidato radionya, Hatta menyampaikan bahwa:22
Diplomasi kita ujudnya menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kita ingin
damai, tetapi kita juga bersedia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan
yang telah kita peroleh …. untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya dengan
diplomasi, perlulah ada gerakan yang kuat dalam negeri yang menjadi sendi
tindakan diplomasi itu. Jadinya, tenaga perjuangan yang kuat perlu sekali untuk
menyokong usaha diplomasi yang dijalankan oleh pemerintah
22 Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia, Sejarah
Diplomasi Republik Indonesia: Dari Masa Ke Masa Periode 1945-1950, (Jakarta:
Departemen Luar Negeri RI, 2004),hlm. 115-116.
Page 52
38
Penyebarluasan pidato tersebut, menunjukkan peran media komunikasi dalam
membantu strategi perjuangan yang ada.
2. Agresi Militer Belanda Kedua
Serangan Belanda kedua pada tanggal 19 Desember 1948 merupakan wujud
ketidakpuasan terhadap hasil perundingan Renville. Yogyakarta yang saat itu menjadi
pusat pemerintahan sementara RI, dijadikan target pendudukan oleh Belanda. Dengan
menduduki Yogyakarta, Belanda yakin dapat mematahkan kekuasaan Soekarno serta
dapat menangkap Soekarno, Hatta dan tokoh-tokoh RI lainnya. Bila target
penangkapan itu tercapai, kekuatan RI akan musnah. Itulah penggambaran Belanda
terhadap kekuatan RI yang dipandang kecil.23
Pada kenyataannya, gambaran Belanda terhadap keadaan Yogyakarta pun
terwujud. Belanda berhasil menduduki Yogyakarta melalui lapangan udara Maguwo.
Kemudian bergerak menuju pusat kota (Gedung Agung), untuk mendatangi
Soekarno-Hatta serta para anggota kabinet. Para pemimpin pemerintahan itu pun
ditawan oleh Belanda dengan diasingkan ke Bangka. Penawanan tersebut dilakukan
karena Soekarno dan pengikutnya tidak mau menyingkir dari wilayah pendudukan
Belanda (berdasarkan Garis van Mook). Keadaan itu, menjadi alasan bagi Sjafruddin
Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
di Sumatera sesuai mandat Presiden Soekarno.
23
Purnawan Tjondronegoro, Op.cit., hlm. 78.
Page 53
39
Adanya penawanan terhadap kepala pemerintahan, mengakibatkan terjadinya
kekosongan kekuasaan RI di pusat pemerintahannya di Yogyakarta.24
Akan tetapi hal
ini tidak mematahkan semangat juang para pahlawan kemerdekaan. Perlawanan terus
dilakukan demi memperjuangkan kedaulatan RI, dengan menggunakan taktik perang
gerilya. Taktik seperti itu cukup dapat mengaburkan kekuatan RI yang sebenarnya
jauh lebih kecil daripada kekuatan Belanda. Selama enam bulan, Yogyakarta berada
dalam masa pendudukan Belanda dan situasi dalam kota pun tidak pernah sepi dari
suara tembakan antara pihak RI dan Belanda.
Agresi Belanda yang kedua ini, semakin menutup akses Indonesia dalam
berhubungan dengan dunia luar. Segala media yang dapat menyebarkan informasi
mengenai keadaan Indonesia ditutup. Informasi hanya didapat dari siaran radio yang
dilakukan secara diam-diam dan berpindah-pindah lokasi (radio gerilya), dari
kampung hingga masuk pegunungan. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri
dari musuh yang berniat menghentikan siaran propaganda RI. Siaran seperti ini
berlangsung hingga ada peringatan gencatan senjata.
24
Kekosongan kekuasaan RI di Yogyakarta, bukan berarti Yogyakarta
sepenuhnya jatuh ke tangan Belanda. Masih ada Sultan Hamengku Buwono IX (Raja
Kraton Yogyakarta), yang merupakan panutan bagi masyarakat Yogyakarta. Mereka
sangat menghormati, menuruti segala perintah Sultan serta memohon perlindungan
kepada Sultan disaat Yogyakarta berada dalam keadaan yang cukup genting. Oleh
karena itu, peran Sultan bagi masyarakat Yogyakarta sangat penting. Belanda pun
cukup menghormati keberadaan Kraton Ngayogyakarto dan Pakualaman, sehingga
tidak akan membuat kekacauan di dua tempat tersebut. Sumber: Purnawan
Tjondronegoro, Op.cit., hlm. 250.
Page 54
40
Penyerangan kedua yang dilakukan Belanda, berakhir berkat peran serta
Dewan Keamanan PBB yang mendesak untuk diadakan kesepakatan damai melalui
perundingan Roem Royen tanggal 14 April 1949. Dan perundingan tersebut menjadi
kesepakatan terakhir yang ditempuh sebelum diadakannya Konferensi Meja Bundar.
C. Lahirnya Surat Kabar di Yogyakarta Tahun 1942-1950
Dalam negara demokrasi, pers menjadi pilar keempat dari sistem demokrasi
selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau yang dikenal dengan sebutan the fourth
estate. Dengan pers sebagai pilar keempat dari sistem demokrasi, menunjukkan
bahwa kedudukan pers cukup penting sehingga pers berperan dalam jalannya suatu
pemerintahan. Setiap negara memiliki pers yang berperan dalam menginformasikan
kabar terbaru yang terjadi di sekitar kehidupan masyarakat. Seorang penulis asal
Amerika, Mark Twain pun mengatakan bahwa:
There are only two things, which can throw light upon things here on earth. Two
things, one is the sun in heaven, and the second one is the press on earth.
Hanya ada dua hal yang dapat membuat segala sesuatunya terang di muka bumi
ini. Pertama adalah matahari di langit dan yang kedua adalah pers di dunia.25
Pernyataan Mark Twain tersebut menunjukkan bahwa keberadaan pers begitu
penting. Terlebih bagi negara yang sedang berkembang, karena negara tersebut
memerlukan publikasi untuk menunjukkan kepada negara lain bahwa negara itu ada.
Hal ini pernah terjadi di Indonesia saat berada dalam suasana kemerdekaan.
25
Sumber: I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia,
(Jakarta: PT. Triyinco, 1977), hlm. 7.
Page 55
41
Keberadaan pers, membantu pemerintah dalam menunjukkan kepada dunia luar
bahwa telah muncul sebuah negara baru yang diwujudkan melalui Proklamasi
Kemerdekaan RI.
Bila membahas perkembangan pers Indonesia tahun 1942-1950,
mengingatkan kembali keadaan pers Indonesia pada masa pendudukan Jepang.
Keadaan pers yang ada tidak jauh berbeda dengan masa pendudukan Belanda, penuh
dengan aturan-aturan. Di masa pendudukan Jepang, para wartawan Indonesia juga
sulit menyuarakan pikirannya, dikarenakan oleh penindasan dan penekanan secara
langsung dari negara fasis itu. Semua surat kabar di Indonesia pun ditutup, hanya
surat kabar bentukan Jepang yang boleh terbit sebagai surat kabar propagandanya.
Berbagai pengawasan dilakukan terhadap surat kabar Jepang, dengan tujuan
agar tidak dimanfaatkan oleh orang Indonesia (yang menjadi pegawainya) sehingga
hal ini dapat menutup kemungkinan terjadinya penyerangan terhadap Jepang dari
dalam. Surat kabar Jepang itu tersebar di berbagai kota di Indonesia, di antaranya
Soeara Asia di Surabaya; Sinar Baroe di Semarang; Sinar Matahari di Yogyakarta;
Tjahaja di Bandung; dan Asia Raja di Jakarta.
Kepergian Jepang dari Indonesia, menjadi langkah awal kembalinya media
informasi pribumi. Surat kabar dan radio yang dulu sempat dikelola Jepang, mulai
diambil-alih oleh para pribumi. Corak pemberitaan media massa tersebut pun berbeda
dengan corak pemberitaan di masa Jepang. Surat kabar yang hadir pasca kepergian
Jepang tersebut merupakan surat kabar perjuangan. Dikatakan demikian karena
memiliki misi untuk mempertahankan kemerdekaan RI.
Page 56
42
Berdasarkan sumber yang didapatkan oleh penulis, dicantumkan bahwa surat
kabar Indonesia pertama pasca proklamasi kemerdekaan adalah Berita Indonesia
yang terbit di Jakarta, tanggal 6 September 1945. Padahal, menurut terbitan pertama
Berita Indonesia, tercantum edisi pertamanya adalah pada tanggal 29 September
1945. Oleh karena itu, Berita Indonesia tidak dapat dikatakan sebagai surat kabar
tertua pasca proklamasi kemerdekaan, melainkan disebut sebagai surat kabar yang
hadir di ibu kota negara.26
Surat kabar ini dapat dibaca oleh penduduk di wilayah
manapun. Berbeda dengan surat kabar daerah yang wilayah penyebarannya hanya
pada region yang sama. Dari segi pemberitaan, surat kabar ibu kota lebih banyak
memuat berita yang berskala nasional dan internasional.
Selain Berita Indonesia, ada surat kabar lain yang terbit di Indonesia,
diantaranya yaitu Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta. Surat kabar tersebut merupakan
surat kabar bekas Sinar Matahari yang sempat disegel oleh Jepang, kemudian
kembali beroperasi dengan nama yang baru serta mencirikan perjuangan bangsa
Indonesia. Kedaulatan Rakyat menjadi pers perjuangan masyarakat Yogyakarta
dalam mempertahankan kemerdekaan. Surat kabar ini dapat dikatakan sebagai
pelopor pers lokal yang ada di Yogyakarta pasca proklamasi 17 Agustus 1945.
26
Istilah surat kabar ibu kota ini, sama artinya dengan surat kabar nasional.
Page 57
43
Perkembangan pers Indonesia selanjutnya, berdasarkan letak atau
kedudukannya, digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Pers Lokal atau Daerah
Pers lokal atau daerah adalah surat kabar yang berkedudukan di daerah tempat
surat kabar itu terbit dan di daerah itu pula kantor pusat berlokasi. Mengenai isi
berita, biasanya didominasi oleh berita dari daerah tersebut. Surat kabar daerah
biasanya tidak dapat dibeli di daerah-daerah lain, kecuali berlangganan. Yang
tergolong sebagai pers daerah, salah satunya adalah Kedaulatan Rakyat.
2. Pers Regional
Surat kabar yang tergolong sebagai pers regional berkedudukan di kota
(biasanya ibukota propinsi) dan disebarkan ke daerah lain yang berada di luar wilayah
kota itu, akan tetapi tidak ke seluruh wilayah Indonesia. Contohnya surat kabar
Djawa Pos, yang tidak hanya disebarkan di Surabaya sebagai pusatnya tetapi juga di
sebagian wilayah Indonesia yang lain.
3. Pers Nasional
Surat kabar yang tergolong pers nasional ini, terbit di daerah tertentu dan
disebarkan ke sebagian besar wilayah Indonesia. Dalam hal ini, dapat diambil contoh
surat kabar Merdeka, yang terbit di Jakarta dan disebarkan ke seluruh wilayah
Indonesia.
Pada penjelasan yang dikemukakan sebelumnya mengenai kedudukan pers,
dapat diartikan bahwa surat kabar yang ada di suatu wilayah memiliki predikat yang
berbeda-beda tergantung dari daerah pendistribusian surat kabar. Meskipun
Page 58
44
menyandang predikat yang berbeda-beda, hadirnya pers dilatarbelakangi oleh rasa
ingin tahu masyarakat terhadap perkembangan yang terjadi di luar lingkungan tempat
ia berada. Hal tersebut tidak bisa didapatkan dengan sekedar bertanya kepada orang
lain. Tetapi baru bisa didapatkan dari media informasi yang akurat dan faktual
pemberitaannya.
Latar belakang kemunculan surat kabar, dapat disebabkan oleh dua faktor,
yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah unsur penyebab
yang berasal dari dalam surat kabar itu sendiri (seperti, unsur tokoh yang mendirikan)
dan faktor eksternal adalah unsur yang berasal dari luar (seperti, unsur masyarakat
yang mempengaruhi).
1. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi munculnya surat kabar adalah tokoh yang
mendirikannya. Hal ini terkait dengan visi misi yang dibentuk oleh tokoh itu yang
akan menentukan ke arah mana surat kabar akan berkembang. Unsur lain di luar
tokoh yang biasanya turut mempengaruhi adalah partai politik dan golongan
keagamaan. Seperti yang terjadi pada masa pergerakan, muncul surat kabar yang
mengusung nama partai tertentu dengan mengemban visi misi dari partai yang
bersangkutan.
Contoh surat kabar itu adalah Al-Djihad yang merupakan surat kabar bentukan
Masyumi.27
Dari segi pemberitaannya, surat kabar tersebut berbeda dengan surat
27
Sumber: ―Kata Pemboeka,‖ Al-Djihad, 10 Januari 1946.
Page 59
45
kabar non-partai. Corak pemberitaan surat kabar yang beraliran agama atau partai,
lebih cenderung didasari atau mengenai partai serta agama yang bersangkutan.
Perkembangan surat kabar itu pun tidak tersebar luas seperti surat kabar non partai
(diperuntukan untuk semua kalangan tanpa terkecuali). Begitupun dengan surat kabar
yang berhaluan Muhammadiyah.28
Sejak awal kemunculan surat kabar, surat kabar
yang berhaluan politik (Boeroeh, Nasional29
), keagamaan (Al-Djihad) ataupun yang
berhaluan netral30
(Kedaulatan Rakyat), telah ada. Di antara surat kabar dengan
bermacam-macam latar belakang tersebut, surat kabar yang berhaluan nasionalis
lebih berkembang karena tidak memihak pada partai atau golongan agama tertentu.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal pendorong kemunculan surat kabar salah satunya adalah
masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat merupakan faktor utama yang menjadi
penentu apakah suatu surat kabar dapat melebarkan usahanya di dunia jurnalistik.
Tanpa masyarakat, surat kabar tidak efektif dalam menyampaikan informasi. Karena
tidak ada yang menggunakannya, dan kehadirannya berarti tidak memiliki nilai
fungsional. Padahal kehadiran surat kabar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan informasi yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, surat kabar
28
Lihat: Zulfikar Ghazali, Sejarah Lokal: Kumpulan Makalah Diskusi,
(Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1995), hlm. 21. 29
Khusus harian Nasional, pada awalnya harian tersebut berhaluan nasionalis
atau netral. Akan tetapi harian ini kemudian berafiliasi dengan Partai Nasional
Indonesia (tergolong surat kabar politik).
30 Dalam penulisan ini, surat kabar berhaluan netral disama artikan dengan
haluan nasionalis, yaitu berpihak kepada rakyat.
Page 60
46
menginformasikan segala aspek kehidupan yang ada di masyarakat, mulai dari aspek
sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.
Surat kabar pada masa perjuangan, hadir tanpa menggunakan biaya yang
besar. Tujuan dari terbitnya surat kabar, semata-mata didorong oleh segi idiil yakni
mensukseskan perjuangan bangsa tanpa memperhitungkan segi keuntungan. Hidup
matinya surat kabar diseleksi oleh alam, artinya sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Kondisi negara pada saat itu, membutuhkan publikasi, guna menambah
semangat perjuangan melawan penjajah. Hal tersebut kemudian menjadi faktor utama
bagi pendirinya untuk menerbitkan surat kabar. Munculnya surat kabar pada masa
perjuangan, diibaratkan bak jamur di musim hujan yang tumbuh dimana-mana.
Berdasarkan periode sejarahnya, pers dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yaitu pers Belanda, pers Tionghoa dan pers Indonesia atau Nasional. Berikut
penjelasan mengenai macam-macam pers tersebut:
1. Pers Belanda
Bagi pers Indonesia, pers Belanda disebut juga pers kolonial. Hal itu
disebabkan oleh wilayah Indonesia yang merupakan daerah kolonial Belanda,
diusahakan oleh orang-orang Belanda dan membela kepentingan orang Belanda serta
mempergunakan bahasa Belanda.
Penyebaran pers ini terbatas pada kota-kota besar yang penting bagi
administrasi ataupun sebagai pusat perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda.
Page 61
47
Selain itu, ada pula pers Belanda yang mewakili orientasi politik tertentu yang
bertujuan untuk mempertahankan hubungan kolonial di Indonesia.31
Contoh pers Belanda yang ada di Indonesia, seperti Bataviasche Nouvelles
yang diterbitkan pada tahun 1744 pada masa Gubernur Jenderal Van Imhoff.
2. Pers Tionghoa
Pers Tionghoa dikenal juga dengan nama pers Melayu-Tionghoa. Penyebutan
kata Melayu disini dikarenakan keturunan Tionghoa yang berada di Jawa mayoritas
tidak dapat berbahasa Tionghoa sehingga bahasa yang digunakannya adalah bahasa
Melayu yang dipengaruhi oleh bahasa Hokkian, kemudian dikenal sebagai ―Bahasa
Melayu Tionghoa‖.
Pers ini merupakan usaha dan suara golongan usahawan Tionghoa, yang
beritanya tidak hanya berorientasi ke Tiongkok tetapi juga ke Indonesia. Iklan yang
dimiliki pers ini, sangat besar sehingga mati hidupnya pers ini lebih dipengaruhi oleh
iklan yang dipasang. Iklan pula, yang awalnya menjadi isi dari pers ini. Berita politik
baru mewarnainya setelah pecahnya Revolusi Tiongkok tahun 1911.32
Contoh pers Melayu-Tionghoa, Li Po yang terbit pada tahun 1901.
31
Abdurrachman Surjomihardjo, dkk., Beberapa Segi Perkembangan
Sejarah Pers di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2002), hlm. 6.
32 Ibid.
Page 62
48
3. Pers Indonesia
Pers ini dikenal juga sebagai pers nasional,33
pers pribumi atau bumiputra,
yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia dengan tujuan untuk memperjuangkan
hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan. Alasan yang mendasari hadirnya pers
di Indonesia adalah keyakinan akan perjuangan yang dianggap sangat tepat dan
berhasil jika melalui media massa. Hal ini dikarenakan, pemikiran para intelektual
yang dapat disumbangkan di dalam surat kabar. Kemudian dari tulisan tersebut, dapat
memacu semangat nasionalisme rakyat yang waktu itu masih semu.34
Adanya pengklasifikasian pers yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa
meskipun pers Indonesia tidak tergolong sebagai pers yang cukup besar (dari segi
modal) bila dibandingkan dengan pers Belanda dan Melayu-Tionghoa. Akan tetapi
bukan berarti pers Indonesia tidak mampu menjadi media perjuangan bangsa yang
tangguh. Justru kehadiran pers Indonesia yang ala kadarnya tersebut cukup membantu
strategi perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan asing.
Presiden Soekarno dalam komandonya di tahun 1949, pernah menghimbau
para wartawan agar mempertinggi mutu wartawan. Berikut petikan komando
Soekarno yang didasarkan pada keyakinannya akan peranan penting wartawan
33
Pers nasional adalah alat revolusi dan merupakan mass media yang bersifat
aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatoris dan mempunyai fungsi kemasyarakatan
pendorong dan pemupuk daya pikiran kritis dan progresif meliputi segala perwujudan
kehidupan masyarakat Indonesia. Pengertian pers nasional tersebut, berdasarkan
Undang-undang Pokok Pers No. 11/1966, pasal 2. Sumber: T. Atmadi (ed), Bunga
Rampai: Catatan Pertumbuhan dan Perkembangan Sistem Pers Indonesia,
(Jakarta: PT. Pantja Simpati, 1985), hlm. 101. 34
Ibid., hlm. 63.
Page 63
49
tersebut karena telah banyak memberi ―senjatanya‖ untuk menumpas kaum penjajah
saat itu.35
Pada waktu-waktu selanjutnya, perjuangan kita akan meningkat terus menjadi
perjuangan nasional yang merupakan ―mercusuarnya‖ dunia-dunia bebas, dengan
sendirinya karya dan fungsi wartawan sangat diperlukan untuk bersama-sama alat
revolusi lainnya berjuang dalam tingkat yang lebih luas dan modern, menumpas
segala bentuk imperialisme dan musuh-musuh revolusi. Oleh karena itu, perlu
kiranya segala senjata ―diasah‖, segala otak dipertajam, segala taktik dilihaikan
guna memperoleh kemenangan terakhir.
35
Komando Soekarno pada tanggal 27 Desember 1949, sehubungan dengan
akan kembalinya pemerintahan ke Jakarta. Sumber: Akhmad Notosoetardjo, Peranan
Wartawan Dalam Revolusi Indonesia, (Jakarta: Endang Pemuda-Api Islam,1966),
hlm. 25.
Page 64
50
BAB III
LAHIR DAN BERKEMBANGNYA
SKH KEDAULATAN RAKYAT TAHUN 1945-1950
Bab ini menjelaskan kemunculan SKH Kedaulatan Rakyat yang diawali
dengan kelahiran surat kabar berbahasa Jawa Sedya Tama.1 Sedya Tama, dikatakan
sebagai lanjutan dari harian Boedi Oetomo, yang hadir dalam tiga bahasa yaitu Jawa,
Melayu dan Belanda.2 Pandangan tersebut, perlu diteliti lebih lanjut agar didapatkan
gambaran yang memadai. Di masa pendudukan Jepang, surat kabar Sedya Tama
menjadi surat kabar Sinar Matahari yang merupakan media propaganda Jepang.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, surat kabar Sinar Matahari berubah menjadi
surat kabar Kedaulatan Rakyat.
Sejak kemunculan pers Indonesia, aturan bagi pers pun telah ada. Aturan itu
dibuat oleh pemerintah Kolonial Belanda, aturan tersebut adalah Persbreidel
Ordonnantie. Di masa perkembangan surat kabar Kedaulatan Rakyat, aturan itu
masih diberlakukan, akan tetapi keberadaannya sudah tidak sekuat pada masa pra
kemerdekaan RI tahun 1945. Terkait dengan aturan tersebut, maka akan dikaji
1 Sumber lain ada yang menyebutnya dengan nama Sedio Tomo dan Sedyo
Tomo.
2 Sumber pertama: Sudarjo Tjokrosisworo, Kenangan Sekilas Sedjarah
Perdjuangan Pers Suratkabar Sebangsa, (Djakarta: P.T. Indonesia Raya Press,
1958), hlm. 306.
Page 65
51
bagaimana perkembangan Kedaulatan Rakyat dengan adanya aturan-aturan yang
berlaku selama kurun 1945-1950.
A. Cikal Bakal dari sebuah surat kabar berbahasa Jawa
Kebutuhan akan informasi menjadi latar belakang munculnya surat kabar.
Sesuai kedudukannya sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi sosial
dengan sesamanya. Interaksi yang tidak terjadi secara langsung membutuhkan media
lain sebagai penghubung. Surat kabar muncul sebagai sarana pemenuhan kebutuhan
itu, karena di masa awal kemunculan media informasi, surat kabar menjadi media
informasi yang dapat dijangkau oleh semua kalangan. Di samping itu,
kemunculannya menjadi yang pertama dibandingkan media lainnya seperti radio dan
televisi.
Surat kabar Sedya Tama muncul pada tahun 1930. Saat itu, Indonesia dikuasai
oleh pemerintahan kolonial Belanda. Hadir di masa kolonial, tidak menyurutkan niat
sang pendiri untuk menunda diterbitkannya Sedya Tama. Justru situasi demikian
memotivasi mereka untuk menerbitkan media informasi bagi masyarakat. Jika
diibaratkan sebagai bayi, ini merupakan “bayi” Kedaulatan Rakyat yang diciptakan
oleh para pendirinya. Dengan menggunakan bahasa Jawa, surat kabar ini
menyampaikan informasi yang dimiliki ke khalayak.
Surat kabar ini disebut sebagai lanjutan harian Boedi Oetomo yang terbit pada
tahun 1920. Dari sumber yang ada, ada dua sumber yang menyatakan bahwa Sedya
Page 66
52
Tama merupakan lanjutan dari Boedi Oetomo.3 Dapat disimpulkan bahwa adanya
anggapan demikian karena Boedi Oetomo diterbitkan oleh badan penerbitan yang
sama dengan Sedya Tama, yaitu penerbit Mardi Mulyo. Boedi Oetomo merupakan
harian pertama yang diterbitkan oleh Mardi Mulyo.4
Keterlibatan organisasi Boedi Oetomo dalam hal penerbitan, menunjukkan
bahwa antara pers dan organisasi perjuangan memiliki kaitan yang erat. Surat kabar
yang diterbitkan, menjadi media untuk menyebarluaskan ide kebangsaan dan
semangat nasionalisme anti penjajahan. Akan tetapi, organisasi yang menerbitkan
surat kabar tidak hanya organisasi beraliran politik. Ada juga organisasi keagamaan,
seperti Masyumi, Muhammadiyah, Aisyah.5 Organisasi keagamaan, biasanya
menerbitkan surat kabar dengan tujuan sebagai media dakwah. Meskipun begitu,
tidak semua surat kabar kemunculannya didasari oleh campur tangan organisasi
tertentu. Surat kabar yang tanpa disokong atau dirintis organisasi tertentu pun ada.
Pendirian surat kabar di masa penjajahan Belanda, menjadikan surat kabar
tersebut berfungsi sebagai alat perjuangan. Perjuangan media massa diharapkan dapat
3 Sumber kedua yang menyebutkan hal yang sama adalah buku karangan I.
Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, (Jakarta: PT. Triyinco,
1977), hlm. 23-24. Pada buku yang diterbitkan oleh Kedaulatan Rakyat sendiri, tidak
pernah menyinggung hal ini.
4 Penerbitan yang didirikan oleh pengurus organisasi Boedi Oetomo, awalnya
berlokasi di Yogyakarta tetapi pada tahun 1993 mulai pindah ke Jakarta. Lihat:
http://www.mardimulyo.co.id/pr01.htm. Data diakses pada tanggal 11 Desember
2009. 5 Dua organisasi terakhir menerbitkan media massa yang berupa majalah dan
terbitnya tidak rutin.
Page 67
53
mempengaruhi pikiran pembacanya. Pikiran tersebut lambat laun menjadi pemicu
yang akan meledak saat keadaan mulai memanas. Pemicu ini diharapkan mampu
membangun pemikiran masyarakat yang lebih tanggap terhadap pihak luar serta
membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membiasakan diri untuk
membaca.
Situasi pada masa perjuangan mendorong surat kabar yang ada saat itu tidak
untuk mencari laba.6 Hal tersebut salah satunya tercermin dari nazar pendiri Sedya
Tama (R. Roedjito) bahwa jika tiras surat kabar Sedya Tama mencapai seribu
eksemplar, maka akan diadakan selamatan.7 Tetapi pada kenyataannya, tidak pernah
tercapai tiras seribu eksemplar hingga berakhir masa penerbitan surat kabar tersebut.
6 Kemunculan surat kabar di masa pendudukan bangsa asing dan pasca
kemerdekaan Indonesia, tidak didasari oleh ketersediaan modal yang cukup
melainkan niat pendirinya untuk membantu perjuangan saat itu. Tidak heran jika
surat kabar yang ada tidak berumur panjang, di samping kurang modal, juga terkena
undang-undang yang diberlakukan. Para pegawai pers di masa itu tidak menuntut
gaji, semua dilakukan tanpa pamrih dan dengan penuh semangat revolusioner. Biaya
yang ada, digunakan untuk memproduksi surat kabar, seperti untuk membeli kertas
dan tinta. Pada masa revolusi, persaingan antar surat kabar boleh dikata tidak ada.
Mereka menerbitkan surat kabar, semata-mata didorong oleh segi idiil yakni
mensukseskan perjuangan bangsa tanpa memperhitungkan segi keuntungan. Hidup
matinya surat kabar diseleksi oleh alam, artinya sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Sumber: Edward C. Smith, Pembreidelan Pers Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Grafiti Pers, 1986), hlm. 74; Soendoro, Surat Kabar, (Yogyakarta: U.P. Indonesia-
Tarate N.V., 1977), hal. 43; Zulfikar Ghazali, Sejarah Lokal: Kumpulan Makalah
Diskusi, (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1995),
hlm. 25.
7 Baca: Octo Lampito, dkk., Seteguh Hati Sekokoh Nurani, (Yogyakarta:
PT. BP. Kedaulatan Rakyat, 2005), hlm. 8.; Oka Kusumayudha, dkk., Amanat
Sejarah: Dari Pekik Merdeka Hingga Suara Hati Nurani Rakyat, (Yogyakarta:
Kedaulatan Rakyat, 1996), hlm. 8.
Page 68
54
Pers turut berperan dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Jauh sebelum
kepopuleran pers di Indonesia, Soekarno pernah mengatakan dalam pembukaan
harian Sipatahoenan, bahwa: “Tiada perjuangan kemerdekaan setjara modern yang
tidak perlu memakai penjuluhan, propaganda dan agitasi dengan pers”.8 Keyakinan
Soekarno akan peran tersebut, menunjukkan bahwa pers sangat membantu
perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan RI di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah 12 tahun Sedya Tama berkiprah dalam dunia persuratkabaran,
bertepatan dengan kedatangan Jepang ke Indonesia, surat kabar ini terpaksa
menghentikan kegiatan penerbitannya. Pada tahun 1942, Barisan Propaganda Jepang
melarang penerbitan yang menggunakan bahasa Jawa ataupun Belanda. Sedya Tama
menjadi salah satu harian yang turut dilarang jika tetap terbit dalam bahasa Jawa. Hal
ini disebabkan oleh pandangan Jepang, apabila harian tersebut berbahasa Jawa maka
pemberitaan yang bertujuan untuk memusuhi Jepang tidak dapat disensor. Sebaliknya
bila menggunakan bahasa Indonesia, sensor tetap dapat dilakukan. Di samping itu,
menjadi keharusan bagi Sedya Tama untuk membantu propaganda Jepang. Dan ini
bertentangan dengan idealisme sang pemimpin surat kabar. Pada akhirnya surat kabar
ini ditutup, diganti dengan surat kabar Jepang, seperti yang ada di Jakarta, Bandung,
Surabaya, Makassar dan kota-kota lain.
8 Anonimous, Garis Besar Perkembangan Pers Indonesia, (Jakarta: Serikat
Penerbit Surat Kabar, 1971), hlm. 89-90.
Page 69
55
B. Regenerasi sebagai surat kabar propaganda Jepang
Masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 turut menghadirkan surat
kabar baru di berbagai wilayah Indonesia. Surat kabar itu, antara lain Sinar Matahari
di Yogyakarta, Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di
Surabaya, Tjahaja di Bandung serta kota-kota lain di luar pulau Jawa.9 Surat kabar
semakin dipersulit kemunculannya, harus menggunakan izin sesuai dengan undang-
undang penguasa yang diberlakukan oleh Jepang selama masa pendudukan−Osamu
Seirei No. 16. Undang-undang itu berisi pasal pengawasan badan-badan
pengumuman dan penerangan.10
Sinar Matahari dan surat kabar bentukan Jepang lainnya ditujukan sebagai
media propaganda untuk memperoleh dukungan rakyat Indonesia dalam perang
melawan pasukan sekutu. Oleh karena itu, segala berita yang dimuat harus melewati
proses sensor dari kantor propaganda Jepang−Gunseikanbu. Jika ada pemberitaan
9 I. Taufik, Op.cit., hlm. 32; Suratmin, Laporan Penelitian JARAHNITRA:
Sejarah Persuratkabaran di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 1908-1956,
(Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Tradisional, 1996), hlm. 26-27.
10 Pasal 1 yang menyatakan bahwa semua jenis barang cetakan harus memiliki
ijin publikasi atau ijin terbit, dan sensor diberlakukan untuk memeriksa barang
cetakan sebelum digandakan. Sumber: Masyarakat Sejarawan Indonesia, Sejarah
Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi: Media Komunikasi Profesi Masyarakat
Sejarawan Indonesia, Jilid 7, (Jakarta: Gramedia, 1999), hlm. 30-31. Pada pasal
lainnya, yaitu dalam Pasal 3: “Terlarang menerbitkan barang tjetakan yang
berhoeboeng dengan pengoemoeman ataoe penerangan baik jang beroepa penerbitan
setiap hari, setiap minggoe, setiap boelan maoepoen penerbitan dengan tidak tertentoe
waktoenja, ketjuali oleh badan-badan jang soedah mendapat izin.” Undang-undang
tersebut juga melarang adanya surat kabar Belanda dan Cina. Sumber: Tribuana Said,
Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila, (Jakarta: CV. Haji Mas
Agung, 1988), hlm. 48.
Page 70
56
yang merugikan, akan berurusan dengan Kenpetai11
Semua surat kabar terbitan
Jepang, berada dibawah pengelolaan Jawa Shinbun Kai.
Salah satu pemberitaan yang diijinkan Jepang, adalah saat pidato Nisimura
Soomubutyoo−Kepala Departemen Urusan Umum− dalam rangka mengikuti
pertemuan persaudaraan bangsa. Di dalam pidatonya, ia mengatakan bahwa:
...keadaan peperangan sekarang jang akan menentukan djatuh atau bangunnja
bangsa2 Asia, sehingga tiap2 orang harus berdjuang dengan sungguh2 dengan
kejakinan pasti menang. Semangat perdjuangan seratus djuta rakjat Nippon jang
hendak mempertahankan Asia Timur Raja dan membangunkan Indonesia Merdeka,
hendaknja mendjadi tjambuk bagi rakyat Indonesia untuk kian memperhebat tenaga
perang guna mentjapai kemenangan achir. 12
Sinar Matahari, memiliki wilayah pembaca di daerah Mataram, Kedu, Solo,
dan Banyumas. Dari beberapa surat kabar Jepang yang ada di pulau Jawa, Sinar
Matahari disebut-sebut sebagai surat kabar yang memiliki pembaca paling sedikit.
Hal ini disebabkan oleh karena wilayahnya yang berada di daerah kesultanan, selain
itu masyarakat Yogyakarta juga membaca surat kabar Semarang dan Jakarta.13
Sehingga surat kabar lokal tidak menjadi satu-satunya surat kabar yang ada.
Hadir sebagai surat kabar propaganda bagi Jepang, bukan keinginan para
pegawai pers Indonesia. Keadaan memaksa mereka untuk menjadi “alat” bagi Jepang.
Dalam situasi seperti ini, tidak sepenuhnya mereka patuh kepada Jepang. Mereka juga
11
Polisi militer Jepang.
12 Sumber: “Roda Gerakan Hidup Baru: Semangat Perdjuangan rakjat Nippon,
Hendaknja mendjadi tjambuk bagi rakjat Indonesia,” Sinar Matahari, 24 Maret
2605.
13 Dja‟far Husin Assegaff, Bunga Rampai: Sejarah Media Massa, (Jakarta:
Mecon Press, 1978), hlm. 252.
Page 71
57
melakukan gerakan bawah tanah untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Gerakan beresiko ini dilakukan karena mereka tidak ingin semata-mata bekerja untuk
Jepang.
Surat kabar Sinar Matahari menempati kantor surat kabar Sedya Tama yang
telah ditutup oleh Jepang. Peralatannya juga menggunakan warisan dari harian Sedya
Tama ditambah dengan peralalatan baru Jepang. Pengambil-alihan surat kabar ini
terjadi selama tiga setengah tahun.14
Sebagian kalangan berpendapat bahwa Sinar
Matahari merupakan surat kabar pengganti dari Sedya Tama.15
Dalam waktu tiga setengah tahun, meski ada kesengsaraan yang ditimbulkan
oleh Jepang, namun ada juga hal positif yang dapat diambil dari masa
kependudukannya. Bagi pegawai surat kabar Indonesia, mereka dilatih dengan
menggunakan alat-alat modern yang dimiliki Jepang. Selain itu, seperti yang sempat
dibahas pada bab-bab sebelumnya, bahwa di masa pendudukan Jepang, bahasa
Indonesia rutin dipergunakan. Hal ini mempermudah orang Indonesia untuk
14
Hal sama juga terjadi pada kantor berita “Antara”, yang tetap menjalankan
tugasnya dalam menyiarkan berita. Hanya saja, gerak-geriknya mulai dibatasi.
Awalnya sebagai pemasok berita ke seluruh surat kabar yang ada di Indonesia, kini
sebagai alat propaganda Jepang. Dan harus tunduk pada aturan main. Kantor berita
ini pun berganti nama menjadi kantor berita “Domei”. “Domei” turut
menginformasikan perihal kemerdekaan Indonesia ke dunia internasional secara
sembunyi-sembunyi.
15 Tetapi sebuah sumber menyebutkan bahwa, surat kabar Sinar Matahari
bukanlah pengganti surat kabar Sedya Tama. Sedya Tama adalah kepunyaan seorang
Indonesia yang sudah tidak boleh diterbitkan lagi. Mataram lah yang merupakan
surat kabar pendahulu Sinar Matahari, dan Mataram adalah milik Belanda di
Yogyakarta. Lihat: Parada Harahap, Serba Sedikit tentang: Ilmu Pers, (Jakarta:
Akademi Wartawan, 1952), hlm. 34-35.
Page 72
58
mempelajari bahasanya sendiri. Di masa yang sama, pegawai surat kabar Indonesia
berlomba untuk berlangganan surat kabar. Motivasi ini muncul karena orang Jepang
menganggap bahwa orang yang tidak membaca surat kabar setiap hari adalah orang
bodoh.16
Akhir dari kejayaan Jepang di Indonesia, mulai tampak setelah tersiarnya
kabar kemerdekaan Indonesia. Sinar Matahari mulai memuat informasi kemerdekaan
itu.17
Yogyakarta, menjadi daerah yang pertama kali menyatakan kebahagiaan akan
kemerdekaan Indonesia.18
Berita mengenai pernyataan kegembiraan Sultan tersebut,
dimuat dalam Sinar Matahari tertanggal 20 Agustus 1945. Dengan munculnya
publikasi di media massa, masyarakat Indonesia tahu bahwa Indonesia telah merdeka,
meskipun masih ada keraguan yang disebabkan oleh karena masih berkuasanya
Jepang di Indonesia. Giliran Jepang untuk segera meninggalkan wilayah pendudukan.
Meskipun telah jelas akan adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia, namun
pemerintah Jepang masih tetap menyangkal adanya kemerdekaan tersebut. Sangkalan
tersebut diterbitkan dalam Berita Gunseikanbu yang dimuat dalam surat kabar pada
tanggal 18 bulan sembilan Sjoowa 2605. Isinya sebagai berikut:19
16
Dapat diasumsikan, bahwa pernyataan tersebut dimaksudkan untuk
menambah oplah surat kabar Jepang. Alhasil, mereka berhasil membuat oplah surat
kabarnya menjadi sekitar 20 hingga 30 eksemplar per hari. Baca: I. Taufik, Loc.cit;
Suratmin, Op.cit., hlm. 27.
17 Pada tanggal 19 Agustus 1945, berita mengenai kemerdekaan baru muncul.
18 Pernyataan itu dikirim oleh Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku
Alam VIII kepada presiden dan wakilnya melalui kawat.
19 Sudarjo Tjokrosisworo, Op.cit., hlm. 254.
Page 73
59
Pada masa sekarang, ada djoega jang menjangka, bahwa pemerintah di Djawa pada
waktoe sekarang didjalankan atas nama Repoeblik Indonesia, tetapi penjerahan
pemerintahan di Djawa dilakoekan oleh Balatentara Dai Nippon kepada jang
berwadjib, Negeri Serikat, maka oleh karenanja tidak moengkin terdjadi bahwa
pemerintahan di Djawa diserahkan kepada Indonesia.
Pemerintah RI pun tak mau kalah, sehingga memunculkan pengumuman
balasan, dengan menyatakan bahwa:20
...Pemerintah Dai Nippon tidak koeasa lagi mengakoei kemerdekaan Indonesia. Dan
sedjak Nippon menjerah, balatentaranja disini hanja berkoeasa sebagai polisi negara
sekoetoe. Kemerdekaan kita, jang kita proklamirkan pada 17 Agoestoes adalah
poetoesan soeatoe bangsa jang terhormat oentoek menentoekan nasibnja sendiri.
Dan pemerintah Repoeblik Indonesia, jang tersoesoen menoeroet poetoesan wakil²
rakjat seloeroeh Indonesia jang dioetoes ke Djakarta sebagai anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan, tidak ada hoeboengannja sedikitpoen dengan pemerintah
balatentara Dai Nippon. Ia bangoen dengan keboelatan hati Rakjat Indonesia. Segala
oesaha dan tindakan jang didjalankannja adalah pendjelmaan dari pada kemaoean
jang merasa merdeka dan sanggoep berdjoeang untuk mentjapai penetapan
kemerdekaannja itoe oleh doenia internasional.
Langkah pertama yang ditempuh setelah mengetahui adanya berita
kemerdekaan adalah penyegelan kantor Sinar Matahari. Tindakan tersebut dilakukan
oleh para pegawai pribumi. Samawi21
dan Soemantoro merupakan orang yang paling
bersemangat untuk menerbitkan surat kabar pengganti. Tanggal 26 September 1945,
layout koran pengganti harian Sinar Matahari mulai dikerjakan. Tetapi belum
ditemukan nama yang cocok untuk surat kabar baru itu. Kemudian oleh Mr.
Soedarisman Poerwokoesoemo, yang saat itu menjabat sebagai pengurus Komite
20
Ibid., hlm. 255.
21 Samawi, merupakan salah satu pendiri Kedaulatan Rakyat. Saat terjadi
penyegelan kantor Sinar Matahari oleh KNID Yogyakarta, Samawi termasuk dalam
Anggota Pleno KNID Yogyakarta. Ia juga merupakan pengajar di Taman Dewasa
(sekolah Taman Siswa), wartawan serta koresponden kantor berita “Domei”.
Page 74
60
Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta,22
diberi nama harian Kedaulatan
Rakyat yang dirasa pas dan selaras dengan aspirasi perjuangan kala itu.23
C. Sebagai surat kabar yang ber Kedaulatan Rakyat
Pers, merupakan senjata terpenting dari suatu negara. Sebagian orang pasti
setuju dengan pernyataan ini. Apalagi setelah melihat proses kemerdekaan Indonesia
yang dilalui tanpa pernah lepas dari pers. Melalui media massa, seluruh rakyat
Indonesia mengetahui adanya kemerdekaan yang telah dicapai bangsa ini.24
Setelah
pernyataan kemerdekaan lahir, surat kabar yang awalnya menjadi alat propaganda
Jepang mulai dipegang kembali oleh wartawan Indonesia tanpa ada pengaruh Jepang
lagi. Surat kabar-surat kabar itu kemudian berganti nama, termasuk Sinar Matahari.25
Lahirnya Kedaulatan Rakyat menjadi jawaban dari ketidakpastian keadaan
masyarakat saat itu. Masyarakat menjadi buta akan informasi, semenjak surat kabar
propaganda Jepang disegel oleh pribumi. Hadirnya surat kabar pengganti ini,
membantu masyarakat mendapatkan lagi informasi yang dibutuhkannya. Mereka pun
22
Pernah juga menjabat sebagai Walikota Yogyakarta pada tanggal 22 Juli
1947, sehari setelah agresi pertama Belanda dilancarkan. Sumber: Purnawan
Tjondronegoro, Merdeka Tanahku Merdeka Negeriku, (Jakarta: Yayasan Sinar
Harapan, 1980), hlm. 181.
23
Surat kabar yang muncul setelah proklamasi atau pada masa perjuangan,
nama yang digunakan sesuai dengan keadaan Indonesia kala itu. Ada harian Berita
Indonesia, Merdeka, Nasional, dsb. Lihat: Octo Lampito, dkk., Op.cit., hlm. 12.
24 Radio turut berperan, termasuk lembaga pers, kantor berita “Antara”.
25 Asia Raya menjadi harian Merdeka, Sinar Matahari menjadi harian
Kedaulatan Rakyat.
Page 75
61
turut memberikan dukungan atas munculnya surat kabar RI yang dikenal dengan
sebutan koran Republikein.
Maksud pemberian nama Kedaulatan Rakyat bagi surat kabar pengganti Sinar
Matahari, sesuai dengan keinginan rakyat yang telah lama dijajah dan nama ini
menjadi slogan bagi rakyat yang ingin melepaskan diri dari belenggu penjajah.26
Keadaan yang dialami selama masa penjajahan, dirasa sudah banyak merugikan.
Istilah “Kedaulatan Rakyat” ini, tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.27
Hal ini semakin menunjukkan bahwa, sangat tepat sekali penggunaan nama
“Kedaulatan Rakyat” bagi surat kabar baru tersebut.28
Pada tanggal 27 September 1945, surat kabar baru itu resmi terbit pada pagi
hari. Hal ini berbeda dengan surat kabar sebelumnya yang terbit sore hari dikarenakan
26
Lihat: Octo Lampito, dkk., Loc.cit.; Oka Kusumayudha, dkk., Op.cit., hlm.
13.
27 Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea keempat. Sumber: Anonimous,
UUD’ 45 dan Amandemennya, (Surakarta: Al-Hikmah, 2000), hlm.6-7.
28 Berdasarkan arti kedaulatan, kata dasar daulat, artinya kekuasaan,
pemerintahan. Kedaulatan artinya kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara.
Kedaulatan rakyat berarti kekuasaan tertinggi ada pada rakyat−demokrasi. Menurut:
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 188.
Page 76
62
larangan adanya cahaya lampu yang menyala di waktu malam.29
Kedaulatan Rakyat
dikatakan sebagai surat kabar pertama di Yogyakarta setelah RI benar-benar ada dan
diakui secara de facto oleh sebagian negara (masih ada negara-negara yang belum
mengakui keberadaan RI).
Kedaulatan Rakyat lahir dalam keadaan negara yang masih belum stabil,
sehingga kemunculannya pun serba kekurangan. Kekurangan yang dimaksud adalah
dari segi bahan, kertas yang digunakan adalah kertas merang. Kertas tersebut sangat
tipis dan mudah robek. Selain itu, dari segi sumber daya manusia (wartawan) pun
termasuk kurang, hal tersebut mempengaruhi pendistribusian surat kabar yang masih
belum meluas serta pasokan berita. Meskipun hadir sebagai surat kabar daerah,
Kedaulatan Rakyat cukup mapan dalam pemberitaan. Tidak hanya berita daerah yang
menjadi ulasannya akan tetapi berita nasional bahkan internasional pun ada
didalamnya.30
Sama halnya surat kabar yang lain, kemunculan Kedaulatan Rakyat membawa
visi misi pendirinya, sehingga visi misi ini yang menentukan ke arah mana surat
29
Larangan ini terkait dengan situasi perang yang terjadi pada saat itu, semua
dilakukan demi antisipasi keamanan. Surat kabar yang ada pada waktu itu, mulai
dikerjakan pada siang hari, dan sorenya diedarkan. Baca: tulisan Soebagijo I.N.,
1985, “Menyambut 40 tahun KR „Kedaulatan Rakyat‟ mengawal Republik
Indonesia,” Kedaulatan Rakyat, 27 September 1985.
30 Seperti yang terdapat dalam rubrik “Berita Ringkas” yang memuat tentang
laporan singkat keadaan dunia internasional. Lihat: Kedaulatan Rakyat, 13 Juni
1946. Tetapi tidak khusus hanya di rubrik ini saja yang memuat berita internasional di
kolom lain pun juga memuat berita tentang keadaan dunia internasional yang mana
beritanya didapat dari kantor berita “Antara”.; Lihat: Kursus Kader Katolik, Kritis:
Mengupas Surat Kabar, (Djakarta: Sekretariat Nasional K.M./C.L.C., 1970), hal. 77.
Page 77
63
kabar akan berjalan. Visi misi ini pun yang kemudian mempengaruhi corak
pemberitaan Kedaulatan Rakyat. Sebagai koran republikein, tujuan Kedaulatan
Rakyat adalah untuk menyuarakan perjuangan kemerdekaan sehingga dapat
membantu pemerintah dalam menginformasikan keadaan yang ada di Indonesia serta
dapat menunjukkan bahwa Indonesia itu ada.
Kedaulatan Rakyat merupakan surat kabar netral, tidak berpihak pada salah
satu golongan agama ataupun partai tertentu. Seperti yang dikatakan oleh salah satu
pemimpinnya Wonohito, dalam Tajuk Rencana Kedaulatan Rakyat, yang berjudul
“Baru 15 Tahun” (27 September 1960):31
Harian kita tidak terikat kepada suatu partai atau aliran politik. Maka kami bebas
menyatakan pendapat, tanpa khawatir dimintai pertanggunganjawab oleh siapa pun
juga, selain oleh hati nurani kami sendiri yang berpedoman kepada kesejahteraan
lahir batin bangsa dan negara.
Pasca kemerdekaan, Kedaulatan Rakyat hadir dengan pemberitaan yang tegas
tanpa tedeng aling-aling.32
Setiap kata yang disusun diusahakan dapat
membangkitkan semangat juang rakyat. Dengan kata lain, Kedaulatan Rakyat
31 Oka Kusumayudha, dkk., Op.cit., hlm. 50.; Octo Lampito, dkk., Op.cit.,
hlm. 49. 32
Dapat diambil contoh, karikatur yang terdapat pada Kedaulatan Rakyat
tanggal 12 Desember 1945, menggambarkan van Mook yang diseruduk banteng.
Penggambaran ini, bila dilihat dari “kacamata” Belanda, dirasa sangat meremehkan
kekuatannya. Menurut pandangan penulis, penggambaran ini untuk menunjukkan
bahwa van Mook tidak ada apa-apanya dan tidak perlu ditakutkan.
Page 78
64
mengapresiasikan tulisannya dengan misi Republik Yes... Belanda No... Motto yang
menjadi penggerak bagi Kedaulatan Rakyat untuk terus mendorong perjuangan RI.33
D. Perkembangan Kedaulatan Rakyat Tahun 1945-1950 dan Aturan yang
diterapkan Pemerintah
Berdasarkan pandangan Rosihan Anwar,34
pers merupakan sebuah lembaga
politik yang mempunyai hak sendiri dan terikat erat dengan semua lembaga
pemerintah. Keterikatan yang demikian menjadikan pers sebagai lembaga yang hidup
matinya mutlak ditentukan oleh pemerintah. Dan pers pun diharapkan bisa berjalan
seiring dengan pemerintah. Otomatis, segala yang menjadi kehendak pemerintah
harus dijalankan oleh pers, meskipun tidak sesuai dengan idealismenya. Melihat
keadaan yang seperti itu, tidak menunjukkan adanya perbedaan antara pers Indonesia
di masa pasca proklamasi dengan masa pendudukan Belanda dan Jepang, karena pada
masa-masa itu pers masih tetap mengalami penekanan oleh penguasa.
Guna membatasi ruang gerak pers, digunakan suatu aturan yang merupakan
warisan zaman kolonial. Aturan dengan sangsi yang bertujuan agar pers jera dan tidak
mengulangi kesalahan. Bagi pemerintah, aturan dapat menertibkan pers yang tidak
patuh pada penguasa. Pada dasarnya pemerintah Hindia Belanda menghadirkan
33
Yukie H. Rushdie,dkk., (penyunting), Kedaulatan Rakyat dalam Tajuk
Rencana: Setengah Abad Meniti Buih, (Yogyakarta: Yayasan Kubus Pustakama,
1995), hlm. 4.
34 Rosihan Anwar, Menulis Dalam Air: Sebuah Otobiografi, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1983), hlm. 266.
Page 79
65
aturan bagi pers Indonesia karena menganggap bahwa pers Indonesia sebagai hal
yang menakutkan. Suara pers yang dinilai tajam, mampu menjadi senjata untuk
menyebarkan ideologi kepada rakyat Indonesia sehingga perlu adanya sesuatu yang
dapat membatasi pengaruhnya.
Aturan yang diterapkan pun, selalu mengalami perubahan. Hal ini
dikarenakan sangsi yang diberlakukan dianggap tidak mampu menjegal
perkembangan pers “kiri.”35
Aturan-aturan itu berawal dari tahun 1856, lahir
peraturan pemerintah Reglement op de Drukwerken in Nederlandsch-Indie, aturan ini
lebih bersifat preventif.36
Kemudian diperbaharui pada tahun 1906, disesuaikan
dengan keadaan saat itu. Aturan baru, lebih bersifat pengawasan represif.37
Peraturan pada masa Hindia Belanda tersebut, hanya berlangsung selama masa
pendudukan Belanda di Indonesia. Berbeda dengan Persbreidel Ordonnantie yang
masih diberlakukan hingga pasca kemerdekaan Indonesia.38
35
Maksudnya pers yang tidak berpihak pada Belanda.
36 Seperti yang terdapat pada pernyataan di dalamnya: semua karya cetak
sebelum diterbitkan, satu eksemplar harus dikirimkan dulu kepada kepala
pemerintahan setempat, pejabat justisi dan Algemene Secretarie. Dan pengiriman
dilakukan oleh pencetak atau penerbit dengan ditandatangani. Konsekuensi yang
diterima bila terjadi pelanggaran adalah penyegelan atau penyitaan terhadap
penerbitan yang bersangkutan. Sumber: Abdurrachman Surjomihardjo, dkk.,
Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2002),
hlm. 171-172.
37
Pada aturan ini, penyerahan eksemplar baru dilakukan dalam waktu 1x24
jam setelah cetakan diedarkan. Namun tetap harus mencantumkan nama pencetak dan
penerbit. Konsekuensinya pun hanya denda antara f10-100.
38
Persbreidel Ordonnantie baru dihapuskan pemerintah RI pada tanggal 2
Agustus 1954, dengan diterbitkannya UU No. 23 tahun 1954, Lembaran Negara 54-
Page 80
66
Persbreidel Ordonnantie, merupakan aturan kolonial yang berlaku sejak
tahun 1931. Pembentukan aturan ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, yang diberi hak untuk melarang penerbitan yang dianggap dapat
mengganggu ketertiban umum menurut kacamata Hindia Belanda. Konsekuensi yang
diberikan, berupa larangan terbit tidak lebih dari tiga puluh hari. Meskipun begitu,
larangan ini dapat terus berlangsung jika tidak ada perubahan yang dilakukan oleh
terbitan yang bersangkutan.39
Aturan tersebut menunjukkan bahwa pers tidak bebas,
geraknya sangat dibatasi.
Rosihan Anwar dalam tulisannya, menyatakan bahwa:40
Negeri ini secara tradisi dan histori sesungguhnya kurang mengenal kemerdekaan
pers. Kalau ada kemerdekaan itu hanya diterapkan pada satu masa singkat saja yaitu
sesudah proklamasi kemerdekaan Republik tanggal 17 Agustus 1945, berlangsung
selama revolusi fisik bersenjata sampai penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada
Republik Indonesia Serikat, jadi dari 1945 hingga 1950.
Berdasarkan tulisan di atas, diketahui bahwa pasca kemerdekaan RI, tidak ada
tindakan yang menghalangi laju perkembangan pers. Hal tersebut menunjukkan
77. Alasan pencabutan karena dianggap bertentangan dengan pasal 19 jo 33 Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, yang berisi bahwa “setiap orang
berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat.” Sumber: Ibid., hlm.
176-177.
39 Memasuki masa penjajahan Jepang, Persbreidel Ordonnantie masih tetap
ada meskipun tidak diterapkan di masa itu karena Jepang menggunakan aturannya
sendiri−Osamu Seirei.
40 Artikel H. Rosihan Anwar, “Pers Indonesia dan Demokrasi: Antara Harapan
dan Realitas,” buku: Prospek Kajian Masalah-Masalah Nasional dan
Internasional: Demokratisasi Harapan dan Kenyataan, Nomor 3 Volume 2,
(Jakarta: tp, 1990), hlm. 257.
Page 81
67
bahwa selama lima tahun (1945-1950), tidak ada aturan yang membatasi pers di
Indonesia sehingga banyak bermunculan surat kabar.
Kebebasan yang dirasakan selama lima tahun tersebut, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku waktu itu. Seperti yang
tercantum dalam pasal 19: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunjai dan
mengeluarkan pendapat.41
Jika menangkap makna dari pasal tersebut, menunjukkan
bahwa pers memiliki kebebasan dalam menyampaikan aspirasinya, dan semua telah
ditetapkan dalam undang-undang. Oleh karena itu, jika terjadi pengekangan terhadap
pers, hal ini tidak sesuai dengan undang-undang yang telah diberlakukan.
41
Sumber:www.legalitas.org/incl-
php/buka.phpd=konstitusi+0&f=uuds1950.pdf. Data diakses pada tanggal 10 Juni
2010.
Page 82
68
BAB IV
PERANAN DAN KONTRIBUSI KEDAULATAN RAKYAT
SELAMA PEMERINTAHAN RI
DI YOGYAKARTA
Bab ini membahas peranan dan kontribusi yang diberikan Kedaulatan Rakyat
selama Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Indonesia. Peranan yang
dimaksudkan adalah peran pers sebagai wadah diplomasi yang berjasa dalam
mewujudkan kedaulatan bangsa Indonesia. Sebelum membahas mengenai perannya
sebagai wadah diplomasi, terlebih dahulu perlu diketahui apakah fungsi pers pada
umumnya dan bagaimana Kedaulatan Rakyat menjalankan fungsi pers tersebut.
Selain itu bab ini juga menguraikan perkembangan Kedaulatan Rakyat sejak menjadi
surat kabar daerah hingga menjadi surat kabar nasional. Apakah terjadi pergeseran
dalam menginformasikan suatu informasi, atau sama saja dengan masa sebelumnya?
A. Kedaulatan Rakyat dalam menjalankan fungsi pers
Pada dasarnya, pers berfungsi untuk memberikan penerangan kepada
masyarakat mengenai informasi yang ada di sekitarnya. Sebagai media informasi,
hal-hal yang diberitakan haruslah sesuai dengan kenyataan, bukan kabar bohong atau
sekedar mencari sensasi. Surat kabar adalah media informasi yang efektif dalam
menyebarkan pesan kepada masyarakat. Efektif di sini berarti, rakyat dapat
memahami apa yang disampaikan dan berkesinambungan. Pernyataan tersebut bukan
Page 83
69
berarti bahwa media lain tidak seefektif surat kabar. Akan tetapi keberdaan surat
kabar pada masa perjuangan kemerdekaan RI menjadi media informasi yang utama.
Selain fungsi yang telah disebutkan sebelumnya, masih ada fungsi pers yang
lain, yaitu:1
1. Fungsi mendidik (to educate). Sebagai sarana pendidikan massa, surat kabar
dan majalah memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa
secara implisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana, maupun berita.
2. Fungsi menghibur (to entertain). Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat
oleh surat kabar dan majalah untuk mengimbangi berita-berita berat (hard
news) dan artikel yang berbobot. Isi surat kabar dan majalah yang bersifat
hiburan bisa berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar,
teka-teki silang, pojok, karikatur, tidak jarang juga berita yang mengandung
minat insani (human interest), dan kadang-kadang tajuk rencana.
3. Fungsi mempengaruhi (to influence). Fungsi mempengaruhi menyebabkan
pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Sudah tentu
surat kabar yang ditakuti ini ialah surat kabar yang independent, yang bebas
1 Sumber: http://adiprakosa.blogspot.com/2008/01/sistem-pers-indonesia.
html. Data diakses pada tanggal 07 April 2009. Dari fungsi-fungsi yang dikemukakan
di atas, fungsi pers yang utama adalah sebagai penerang atau menyampaikan
informasi (media informasi). Sumber: Anonimous, Almanak Pers Antara 1976,
(Jakarta: LKBN Antara, 1976), hlm. 5.; Artikel H. Rosihan Anwar, “Pers Indonesia
dan Demokrasi: Antara Harapan dan Realitas,” Prospek Kajian Masalah-Masalah
Nasional dan Internasional: Demokratisasi Harapan dan Kenyataan, Nomor 3
Volume 2, (Jakarta: tp, 1990), hlm. 378.
Page 84
70
menyatakan pendapat, bebas melakukan social control. Fungsi mempengaruhi
pada surat kabar, secara implisit terdapat pada tajuk rencana, opini, dan berita.
Terkait dengan fungsi pers yang telah disebutkan tersebut, wartawan memiliki
tanggung jawab yang besar atas berita yang ia tulis. Bung Karno pernah mengatakan,
“pekerdjaan wartawan itu adalah gawat, karena apa sadja jang ditulis dalam surat-
kabar, dipertjaja oleh masjarakat. Oleh karena itu djanganlah wartawan mengeluarkan
dari tetesan penanja, berita2 jang tidak benar, karena tiap tetesan pena dipertjaja oleh
masjarakat”.2
Fungsi pers turut dibicarakan dalam Konferensi Pemimpin-Pemimpin Umum
dan Pemimpin-Pemimpin Redaksi dua puluh enam harian nasional Indonesia dan
kantor berita nasional “Antara” di Jogjakarta tanggal 7 Desember 1949, yang antara
lain menyatakan:
Bahwa surat2-kabar nasional Indonesia umumnja sampai sekarang, terutama
selama revolusi sedjak 17 Agustus 1945, baik jang ada di daerah Republik maupun
jang ada di daerah2 jang dikuasai Belanda, adalah alat2 penerangan dan pembentuk
pendapat umum berdasarkan perdjuangan nasional jang meliputi bagian jang besar
dari rakjat jang dapat membatja, dan berpengaruh padanja merupakan alat
penerangan dan pembentuk pendapat umum berdasarkan perjuangan nasional yang
meliputi bagian jang besar dari rakjat yang dapat membaca, dan berpengaruh
padanya,bahwa surat-surat kabar nasional Indonesia itu baik bagi pemeritah
Republik Indonesia, bagi pemerintah2 di Indonesia jang lainnja, maupun bagi
pemerintah2 dan orang2 luar negeri, terus-menerus dapat digunakan sebagai
tjermin yang menggambarkan apa jang hidup dalam pikiran dan perasaannja.3
2 (Yang diberi tanda kutip, ditulis sesuai aslinya) Bung Karno juga
mengatakan agar wartawan waspada akan kedudukannya dan waspada dalam
meletakkan goresan penanya. Sumber: Akhmad Notosoetardjo, Peranan Wartawan
Dalam Revolusi Indonesia, (Jakarta: Endang Pemuda-Api Islam,1966), hlm. 26. 3 Dua puluh enam harian nasional itu adalah Merdeka–Jakarta, Pedoman–
Jakarta, Sumber–Jakarta, Pemandangan–Jakarta, Warta Indonesia–Jakarta,
Nasional–Semarang, Tanah Air–Semarang, Indonesia–Bandung, Sipatahunan–
Page 85
71
Dari fungsi pers yang telah dikemukakan tersebut, menunjukkan peran pers
dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Pers secara tidak langsung
mendorong masyarakat untuk mencari tahu sesuatu yang tidak ia dapat sebelumnya
dari lingkungan tempat tinggal.
Selama kehadirannya di dunia persuratkabaran, Kedaulatan Rakyat menjadi
salah satu koran yang setia dengan RI dan turut menjalankan fungsinya sebagai surat
kabar seperti yang telah disebutkan di atas. Fungsi mempengaruhi atau to influence
dilakukan Kedaulatan Rakyat salah satunya dengan memuat pidato radio yang
disampaikan oleh Mr. Amir Syarifoeddin, tanggal 5 September 1946.
Selesaikanlah Revoloesi ini! Sebagai negara merdeka kita diantjam dari loear,
sebab imperialisme Belanda hendak mendjajah kembali tanah-air kita. Walaupoen
dikeloearkan kata-kata jang manis, tetap bangsa Indonesia tidak pertjaja bahwa
imperialisme Belanda telah berobah mendjadi pembawa keadilan dan
kemakmoeran bagi bangsa Indonesia. Telah berboelan-boelan kita
mempertahankan kemerdekaan kita. Telah berboelan-boelan pemoeda-pemoeda
kita bertempoer, menderita dan djatoeh sebagai pahlawan kemerdekaan, dihormati
oleh bangsanja. Telah berboelan-boelan rakjat di daerah pertempoeran mengalami
penderitaan, kesoekaran dan boekan sekali-doeakali djadi korban. Telah berboelan-
boelan pahlawan kita diseboet imperialis asing ,,extremist”, perampok, pendjahat.
Telah berboelan-boelan lawan kita mentjoba memetjah persatoean kita, mentjoba
mendjelekkan nama kita, menghina kita. Tapi telah berboelan-boelan kita
memperbesar tekad kita meneroeskan perdjoeangan kemerdekaan. Berboelan-
Bandung, Harian Umum–Surabaya, Berita–Surabaya, Trompet Masyarakat–
Surabaya, Pedoman–Makassar, Menara–Manado, Pertja Alam–Palembang, Rakyat–
Medan, Warta Berita–Jakarta, Fikiran Rakyat–Palembang, Soeara Kalimantan–
Banjarmasin, Kalimantan Berdjoeang–Banjarmasin, Buruh–Yogyakarta, Bergerak–
Pare-pare, Soeara Bogor–Bogor, Berita Indonesia–Jakarta, Kedaulatan Rakyat–
Yogyakarta, Nasional–Yogyakarta. Diadakannya konferensi ini, dengan tujuan agar
dapat membentuk Undang-Undang Pers sehingga dapat memberi perlindungan
kepada pers nasional. Sumber: Notulen Konferensi Pimpinan2 Umum Surat Kabar
Seluruh Indonesia, 7 Desember 1949, (Yogyakarta: Sarekat Perusahaan Surat Kabar
Indonesia, 1949), hlm. 2.
Page 86
72
boelan kita menjoesoen barisan persatoean kita, jang kadang2 diantjam oleh lawan.
Berboelan-boelan kita menjoesoen garis belakang kita. Dan hasilnja? Walaupoen
oesaha lawan hebat, walaupoen didalam kalangan kita sendiri ada jang tersesat
pikirannja, perdjoeangan kita berdjalan teroes. Sebab kita jakin bahwa sekali
revoloesi dimoelai, mesti kita selesaikan revoloesi ini. Revoloesi soedah moelai,
selesaikanlah revoloesi ini, demikian kata seorang pemimpin Asia Besar dan kita
poen jakin akan menjelesaikan revoloesi ini.4
Dengan dimuatnya pidato Amir Syarifoeddin, menunjukkan bahwa
Kedaulatan Rakyat telah menyebarluaskan ajakannya, dan ingin mempengaruhi
pembacanya agar terus berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa serta tidak
menyerah dengan keadaan yang semakin terjepit. Adapula penerangan yang
diberikan oleh Kedaulatan Rakyat, melalui beritanya, yaitu:
Pemerintah mengoendang saudara2 berkoempoel ditempat ini oentoek menanam
rasa persatoean sedalam-dalamnja antara kita sama kita, oentoek menjingkirkan
segala salah paham soepaja Poetjoek Pimpinan Pemerintah dapat mengambil sikap
jang sesoeai dengan kehendak rakjat. Saja telah mengoemoemkan bahwa seloeroeh
Indonesia dalam keadaan bahaja. Bahaja itoe dapat datang dari loear dan dari
dalam. Manakala bahaja itoe timboel dari dalam maka bahaja itoe telah
memoentjak... sebagai penoetoep, presiden menjampaikan 4 boeah amanat: 1.
Teroeskanlah perdjoeangan sdr2 mempertahankan kemerdekaan kita. Djangan ada
soeatoe tempat jang lemah. 2. Selamatkanlah Negara. 3. Bantoelah sepenoeh-
penoehnja Presiden jang memegang segala kekoeasaan Negara. 4. Tolonglah kami
menggagalkan segala oesaha dan moeslihat kolom ke V.5
4 “Revoloesi wadjib kita selesaikan dan akan kita selesaikan: Kalau ada djalan
damai kita ambil, kalau tidak kita akan teroes djoega”, Kedaulatan Rakyat, 6
September 1946.
5 “Teroeskanlah perdjoeangan mempertahankan negara”, Kedaulatan Rakyat,
5 Djoeli 1946. Kolom ke V yang dimaksud adalah artikel yang berjudul “Moeslihat
Moesoeh”, yang ditulis oleh Mr. Kelana. Dalam tulisannya, beliau mengatakan
bahwa, moeslihat yang dimaksudkan adalah moeslihat dalam hal politik, agama,
ekonomi, dsb. Seperti moeslihat dalam agama adalah dengan memanfaatkan ilmu
jiwa yang dimiliki oleh Van Mook cs., guna memikat umat islam dengan Al-Qur’an,
Kristen dengan Injil,dsb. Ekonomi, dengan memikat golongan lapar menggunakan
nasi dan uang. Setelah berhasil menjerat rakyat Indonesia tersebut, sedikit membuka
peluang Belanda untuk menguasai Indonesia kembali.
Page 87
73
Kedaulatan Rakyat menjadi surat kabar pertama di Yogyakarta setelah
proklamasi kemerdekaan RI. Surat kabar ini sejak awal kemunculannya, telah
memiliki visi misi sebagai surat kabar perjuangan. Sehingga informasi yang
disampaikannya seputar perjuangan yang sedang dilakukan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaannya. Kedaulatan Rakyat sebagai surat kabar yang
netral, tidak memiliki kubu tertentu untuk ia dukung. Akan tetapi informasi mengenai
pemerintah apalagi yang terkait dengan perjuangan, tetap menjadi salah satu fokus
pemberitaannya. Hal ini ditunjukkan dengan memuat amanat Panglima Besar
Jenderal Sudirman pada Kedaulatan Rakyat:
…meskipoen proklamasi jang telah kita siarkan keseloeroeh doenia mendapat
samboetan hangat, tetapi masih poela ada segolongan jg hendak mendjadjah kita
kembali. Oentoek melaksanakan keangkara moerkaan itu, dikeloearkan
propaganda2 palsoe oentoek mengaboei mata doenia Golongan oemat manoesia
jang mendatangkan kekoeatan sendjatanja itoe jalah golongan kapitalis-imperialis
Belanda jang maksoednja tak lain dan tak boekan hendak mendoedoeki dan
mendesak kekoeasaan pemerintah kita. Kita tetap akan mempertahankan
proklamasi kita itoe. Dalam pada itoe kita akan menjelesaikan segala sesoeatoe
dengan djalan damai. Tetapi djika ternjata bahwa oesaha itoe dilanggar dan
diroesak dengan agressi, kita akan membalas dengan kekerasan poela. Kita telah
tjoekoep sabar. Kita haroes menoendjoekkan bahwa kita tjoekoep koeat.
Jang terpenting bagi kita boekannja menjelidiki apa arti agressi Belanda itoe tetapi
memberantas dan membendoengnja, djangan sampai meradjalela dimana2.6
Amanat itu bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak bahwa
masih ada ruang perdamaian dalam menghadapi agresi Belanda akan tetapi
perdamaian dapat berubah jadi peperangan jika usaha perdamaian dilanggar Belanda.
Dan kepada rakyat diharapkan untuk mempertahankan proklamasi dan memberantas
6 Amanat yang disampaikan oleh Panglima Besar Dj. Soedirman, dimuat
dalam artikel: “Memboelatkan tekad menggempoer Agressi Belanda: Tentara-Lasjkar
dibawah pimpinan Panglima Besar”, Kedaulatan Rakyat, 7 Januari 1947.
Page 88
74
agresi yang dilakukan oleh pihak lawan. Pesan seperti itu terlihat begitu persuasif,
sehingga diyakini dengan membaca isi amanat tersebut, rakyat pun dapat terbujuk
untuk melakukan ajakan pemimpinnya.
Mr. Asaat yang menyatakan diri sebagai wakil rakyat, juga turut menyuarakan
maksud pidato yang sama dengan Jenderal Sudirman:
Tiap-tiap poetera Indonesia jang mempoenjai rasa kehormatan bangsa menentang
kehendak Belanda itoe jang hendak mendjadjah kita kembali. Pendek kata kita
membangoen sambil berdjoeang mempertahankan kedaulatan negara….
Saja melahirkan pengharapan soepaja Pemerintah dihari jang akan datang lebih giat
beroesaha kedjoeroesan rasionalisasi; dan kepada segenap rakjat soepaja memberi
bantoean sepenoeh2nja kepada Pemerintah, djika soenggoeh kita bersedia
berkorban oentoek kemerdekaan dan kebesaran noesa dan bangsa hendaklah kita
sedia mendahoeloekan kepentingan negara dari pada kepentingan diri, golongan
atau partai sendiri, soepaja pembangoenan negara kita dapat berlangsoeng dengan
tjepat dan pesat.7
B. Kedaulatan Rakyat sebagai pewarta usaha Diplomasi
Pada bab sebelumnya, disebutkan bahwa pers memiliki peran penting dalam
mempertahankan kemerdekaan RI, di samping adanya peranan diplomasi dan
perjuangan. Diplomasi dan perjuangan bersenjata pun tak bisa memungkiri
keberadaan pers, karena keduanya pun membutuhkan pers dalam membantu tugas
mereka untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Meskipun pada akhirnya
kemerdekaan RI dikatakan, dicapai oleh karena peran strategi diplomasi yang
dijalankan pemerintah RI dengan Belanda, akan tetapi tidak dapat dipungkiri
keberadaan pers yang turut andil dalam diplomasi itu.
7 “Ringkasan pidato Mr. Asaat: Sebagai wakil rakyat”, Kedaulatan Rakyat,
17 Agustus 1946.
Page 89
75
Berkali-kali, diplomasi antar Indonesia dan Belanda dilaksanakan tetapi
berkali-kali pula kegagalan ditemui. Diplomasi itu diawali dengan Perundingan
Linggajati hingga Konferensi Meja Bundar. Konferensi Meja Bundar menandakan
berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia.
1. Perundingan Linggajati
Perundingan ini pada awalnya diharapkan menjadi solusi tepat untuk
mengakhiri pertikaian antara RI dan Belanda. Namun kebuntuan justru mewarnai
akhir perundingan ini, meskipun telah sempat dilakukan penandatanganan
kesepakatan oleh kedua belah pihak−Belanda diwakili oleh Schermerhorn-Indonesia
diwakili Syahrir.
Kedaulatan Rakyat, sebagai surat kabar “tuan rumah”−saat ibukota RI di
Yogyakarta, menjalankan perannya sebagai penyampai informasi ke khalayak. Saat
penandatanganan naskah perundingan Linggajati, yang diadakan pada tanggal 25
Maret 1947 pukul 17:30 di Jakarta, Kedaulatan Rakyat menjadi salah satu surat kabar
yang menginformasikan mengenai hal ini.
Hari ini poekoel 5.30 sore naskah Linggadjati ditanda tangani di Djakarta. Empat
boelan 10 hari naskah itoe mendjadi soeatoe rentjana perdjandjian jang hebat
diperdebatkan di Nederland maoepoen di Indonesia jang diikoeti poela dengan
saksama oleh seloeroeh doenia.8
Berita mengenai penandatanganan ini hadir, pada siang hari (sesuai keadaan
saat itu, kegiatan percetakan dilarang untuk dilaksanakan pada malam hari). RRI
8 Sumber: “Ditanda tangani!”, Kedaulatan Rakyat, 25 Maret 1947.; Yukie
H. Rushdie,dkk., (penyunting), Kedaulatan Rakyat dalam Tajuk Rencana: Setengah
Abad Meniti Buih, (Yogyakarta: Yayasan Kubus Pustakama, 1995), hlm. 19-20.
Page 90
76
Jogjakarta9 pun tidak ketinggalan, untuk turut menyiarkan pelaksanaan
penandatanganan naskah, yang kemudian akan disiarkan ke seluruh dunia.10
Perlu diketahui bahwa meskipun naskah Linggajati telah ditandatangani,
pemerintah Belanda masih berkeinginan untuk kembali menguasai Indonesia. Hal ini
terlihat dengan pengiriman tentara Belanda terus-menerus ke Indonesia, melakukan
blokade ekonomi terhadap Indonesia, memperlebar isu-isu tentang Indonesia, serta
mendirikan negara-negara baru di Indonesia tanpa meminta persetujuan pemerintah
RI.11
Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Belanda tidak konsisten dengan apa
yang telah kedua belah pihak sepakati. Di sisi lain, jauh sebelum penandatanganan
naskah Linggajati, Presiden Soekarno pernah mengatakan:
Walaupoen bagaimana rintangan jg dihamboerkan dihadapan kita, kita akan hidoep,
kita pasti hidoep kita teroes hidup sebagai bangsa jang hidoep poela! Inilah
kepertjajaan kita. Bangsa jang telah bangkit dgn kepertjajaan didalam dadanja,-ia
tidak akan dapat ditidoerkan lagi, tidak akan dapat ditoendoekkan lagi. Soempah
telah membakar djiwa: sekali merdeka, tetap merdeka! Sekali kami
memproklamirkan, tetap kami pertahankan! Dan kamoe bangsa Indonesia sendiri.
Ingatlah senantiasa kepada kenjataan alam: the survival of the fittest: siapa koeat
hidoep akan hidoep. Siapa jg lemah, akan mati. Djagalah kekoeatan-bangsa dgn
senantiasa mendjaga persatoean. Bersama2 bekerdja, bersama2 berdjoeang agar
soepaja bangsa memenoehi toentoetan alam itoe, kearah kesatoean Indonesia jg
boelat. 12
9 Menyesuaikan penyebutannya dengan yang ada di sumber.
10 Sumber: “Naskah ditanda tangani hari ini: Lord Killearn tak akan hadir”,
Loc. cit.
11 Baca: Pramoedya Ananta Toer, dkk., Kronik Revolusi Indonesia, Jilid III
(1947), (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG], 2001), hlm. 189.
12 Sumber: “Tangan Perdamaian Kita Oeloerkan!”, Boeroeh, 3 Januari 1947.
Page 91
77
Perjanjian Linggajati dinyatakan berakhir setelah Belanda melakukan Agresi
pertama. Dalam tajuk rencananya, Kedaulatan Rakyat menulis:
Perang di tanah air kita rupanya sudah tidak dapat dielakkan. Pemerintah Belanda
tidak dapat diinsyafkan lagi dan telah melepaskan hawa nafsunya. Gerakan militer
secara besar-besaran telah dilakukan Belanda mulai tadi malam di seluruh Jawa.
Mungkin di Sumatera telah dilakukan mereka pula gerakan semacam itu. Belanda
melakukan serangannya pada bulan Puasa, semasa umat Islam melakukan
kewajiban suci. Radio Belanda tadi pagi menyiarkan bahwa gencatan senjata dan
semua perjanjian tidak berlaku lagi bagi Belanda. Pemerintah Belanda selanjutnya
akan bertindak sesuka hatinya. Dan tindakan suka hati itu telah dijalankan mereka,
dengan mempergunakan angkatan darat, udara dan laut.13
Dan langkah berikutnya yang ditempuh untuk mengakhiri pertikaian
Indonesia-Belanda, yaitu dengan dibentuknya Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of
Good Offices)−dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN), atas usul Dewan
Keamanan PBB. Komisi ini terdiri dari wakil tiga negara yang dipilih oleh kedua
negara bertikai. Ketiga negara tersebut adalah Australia (Richard Kirby); Belgia (Paul
Van Zeeland) dan Amerika Serikat (Frank Graham). Sejak bulan Oktober 1947, KTN
mulai bekerja di Indonesia.
2. Pertemuan Kaliurang
Langkah awal yang ditempuh KTN untuk menyelesaikan konflik RI-Belanda
yaitu dengan mengadakan pembicaraan bersama kedua pemerintah (RI-Belanda), dari
pembicaraan itu akhirnya disepakati untuk kembali ke meja perundingan. Tempat
perundingan yang dituntut keduanya pun tidak sama, Belanda mengajukan Jakarta
13
Baca: Yukie H. Rushdie, dkk., Op.cit., hal. 21.
Page 92
78
sebagai tempat perundingan dan Indonesia menolaknya. Mengenai pemilihan tempat
tersebut, dalam surat kabarnya, Kedaulatan Rakyat menyampaikan:14
…Belanda tidak suka kalau tempat itu di Jogja, sebaliknja pihak Republik tidak
suka kalau di Djakarta atau kota jang diduduki Belanda lainnja. Beberapa kota atau
negeri lainnja jg. disebut2: Singapura, India, Bangkok, Manila, Darwin Port dan
Hongkong.
Sementara itu Aneta mengabarkan, bahwa suggestie dikemukakan orang di
Djakarta supaja pertemuan itu dilakukan di sebuah kapal netral diperairan jg netral
di Utara. Pulau Seribu, djadi di Utara Djakarta. Beberapa kalangan di Jogja
berpendapat, bila suggestie ini diterima, berarti, bahwa kebebasan bergerak dan
mengadakan perhubungan kurang djuga, terutama kurang bagi wakil2 pers
Indonesia jang dengan demikian tidak bisa langsung berhubungan dengan pers dan
rakjat seperti kalau pertemuan diadakan didaratan sesuatu negeri asing.
Perdana Menteri Amir Syarifoeddin pun menyatakan hal yang sama:15
Ditegaskan sekali lagi, bahwa perundingan jang sebenarnja antara kedua pihak itu
djangan diadakan disuatu tempat jang dikuasai Belanda, tetapi diluar daerah
pertikaian Indonesia-Belanda. Procedure ini akan merupakan sjarat jang perlu sekali
jang memungkinkan tertjapainja penjelesaian jang baik.
Terkait dengan pemilihan tempat perundingan tersebut, pihak KTN kemudian
menemui pemerintah RI di Yogyakarta. Pertemuan itu terjadi di Kaliurang dan
merupakan perundingan pertama antara KTN dengan delegasi Indonesia. Berikut,
kabar yang ditulis oleh Kedaulatan Rakyat dalam rangka kedatangan KTN ke
Yogyakarta:
Setelah mengadakan pertemuan dengan presiden dan melangsungkan pertemuan
perkenalan dengan kabinet, kemarin sore djam 17.30 Komisi-3-Negara mengadakan
perundingan buat pertama kali dengan delegasi Indonesia. Segenap anggauta dan
14
Sumber: “Dimana Akan Berunding?: Didaratan Tidak, Dilautan Tidak?”,
Kedaulatan Rakyat, 4 November 1947. 15
Sumber: “Komisi-3-Negara Besok Di Jogja”, Kedaulatan Rakyat, 28
Oktober 1947.
Page 93
79
anggauta tjadangan jang berada di Jogjakarta menghadiri perundingan tersebut.
Pembitjaraan mengenai soal untuk menetapkan suatu tempat jang netral atau jang
disetudjui kedua belah pihak, dimana nanti akan dapat diadakan pembitjaraan2 jang
mengenai pokok soalnja antara wakil2 Pemerintah Negara Belanda dan Republik
Indonesia.16
Dari pertemuan itu, kemudian diputuskan tempat yang cocok untuk diadakan
perundingan Indonesia-Belanda setelah Perundingan Linggajati dinyatakan gagal.
Tempat itu di sebuah kapal milik Amerika.17
Keputusan ini disambut baik oleh kedua
negara yang bertikai itu. Selain menghasilkan keputusan mengenai tempat yang akan
dipergunakan, pertemuan ini juga menghasilkan notulen Kaliurang, yang didalamnya
memuat berbagai keterangan KTN.
Adanya notulen tersebut mengakhiri pertemuan Kaliurang antara RI dan KTN.
Mengenai keputusan yang dicapai dalam pertemuan Kaliurang tersebut, Kedaulatan
Rakyat dalam Tajuk Rencananya menuliskan:18
Sudah kita tuliskan kemarin, perundingan Kaliurang rupanja telah dapat
menghasilkan ,,pertemuan pendapat”, jang mungkin didjadikan dasar untuk
mentjapai persetudjuan kelak, asal kedua belah pihak tetap dapat memeliharakan
good-will dan suasana saling mengerti.
16
Sumber: “Kontak Pertama Kom.-3-Negara Dg. Delegasi Indonesia”,
Kedaulatan Rakyat, 30 Oktober 1947. 17
Sumber: “Pasti diatas Kapal, Perundingan Indonesia Belanda”, Kedaulatan
Rakyat, 8 November 1947. Berikut kutipan yang dimaksudkan “Kemarin malam
Komisi 3 Negara telah mengeluarkan komunike jang isinja antara lain menjatakan,
bahwa kedua belah pihak ialah Delegasi Indonesia dan Belanda telah menjetujui usul
Komisi, supaja perundingan Indonesia-Belanda jang akan datang dilangsungkan
diatas kapal jang netral jang diselenggarakan oleh Komisi tersebut. Komisi-3-Negara
telah minta bantuan Amerika untuk menjediakan kapal jang diperlukan itu”. Baca
juga buku: Pramoedya Ananta Toer, dkk., Loc.cit.; Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka: 1945-1950, (Jakarta: PT. Citra Lamtoro
Gung Persada, 1985), hlm. 155. 18
Sumber: “Kabut Kaliurang”, Kedaulatan Rakyat, 25 November 1947.
Page 94
80
…,,pertemuan pendapat” tertjapai sudah. Dua dasar disetudjui. Memang dasar jang
masih bersifat umum dan kabur sekali tetapi jang dengan good-will bisa dipakai
untuk dasar perundingan selandjutnja.
Panitia Perantara memadjukan ,,additional suggestions” kepada kedua belah pihak.
Tidak ada jang mau mengatakan apa ,,suggestie tambahan” itu. Tapi jang njata,
lekas habisnja perundingan sangat menjolok mata.
Suatu tanda, ,,additional suggestions” ada apa-apanja. Atau lebih djelas lagi, ada
apa-apa jang menjebabkan ,,additional suggestions” itu dimadjukan.
Dan tentu ada artinja pula salah seorang anggauta staf Amerika mengatakan: ,,If
you don’t agree, then you have to prepare to fight again!” (,,kalau tuan2 tidak
setudju, tuan2 harus bersiap-siap untuk bertempur lagi!”)
Tajuk rencana di atas, menunjukkan bahwa hasil yang dicapai dalam
pertemuan di Kaliurang, merupakan wujud tercapainya persetujuan terhadap usul
yang diajukan. Dengan begitu pertempuran setidaknya dapat sedikit diredam, karena
telah adanya kesepakatan. Kesepakatan itu setidaknya dapat melancarkan, jalan
menuju perundingan yang akan segera digelar di kapal Renville.
Pada tanggal 13 Januari 1948, kembali dilaksanakan pertemuan Kaliurang.
Pertemuan kali ini bertujuan untuk membicarakan usul enam pasal tambahan yang
dikemukakan oleh KTN. Pihak Belanda sendiri mau menerima usul tersebut, berbeda
dengan pihak RI yang keberatan menerima usul KTN itu. Alasan keberatannya
karena ada kekhawatiran kalau RI akan kehilangan kekuasaannya di masa peralihan.
Menanggapi kekhawatiran RI itu, Frank Graham menjamin RI dengan mengatakan
you are what you are (anda adalah anda−seperti keadaan yang ada sekarang).
Page 95
81
Maksudnya adalah kedudukan RI akan tetap ada seperti sekarang dan jaminan bahwa
RI akan mendapat perwakilan yang adil dalam NIS.19
Enam usul tambahan yang dikemukakan KTN, salah satunya adalah “dalam
waktu tidak kurang dari enam bulan tapi tidak lebih dari satu tahun sesudah
persetudjuan ini ditanda tangani, maka didaerah-daerah di Jawa, Sumatera dan
Madura akan diadakan pemungutan suara (plebisciet) untuk menentukan apakah
rakjat didaerah-daerah tersebut akan turut dalam Republik Indonesia atau masuk
bagian jang lain didalam lingkungan Negara Indonesia Serikat”.20
Usul ini pula yang
menjadi alasan bagi RI untuk menerima usul tambahan yang diajukan KTN.21
Dan
usul ini kemudian masuk kedalam enam pasal tambahan dalam perundingan Renville.
3. Perundingan Renville
Perundingan Renville, berada dibawah pengawasan KTN dan dilaksanakan di
atas kapal Amerika Renville22
yang sedang berlabuh di Tanjung Priok pada tanggal 8
19
Baca: G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20: Dari Perang Kemerdekaan
pertama sampai PELITA III, Jilid 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 21-22.
20 Sumber: Kementerian Penerangan Republik Indonesia, Lukisan Revolusi
Indonesia 1945-1950, (Jogjakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia,
1949), hlm. XL.
21 Baca: Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI,
edisi ke-4, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 143.
22 Kedaulatan Rakyat, mengabarkan bahwa: “Dari kalangan resmi didapat
keterangan, bahwa sangat boleh djadi minggu depan dimulai perundingan diatas
kapal dengan tidak memandang keadaan cease fire. Dalam kapal Amerika ,,Renville”
disediakan 70 tempat untuk perundingan Indonesia-Belanda, 30 untuk Panitiya
Perantara dan 20 untuk tiap2 delegasi Indonesia dan Belanda, demikian Aneta”.
Sumber: “Perundingan Dikapal Minggu Depan”, Kedaulatan Rakyat, 25 November
1947.
Page 96
82
Desember 1947.23
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifoeddin,
sedangkan Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo24
(orang Indonesia
yang berpihak pada Belanda). Dalam perundingan ini, KTN memberi saran-saran
dengan pokok-pokok sebagai berikut:
i. Segera dikeluarkan perintah penghentian tembak-menembak di sepanjang “Garis
van Mook”.
ii. Penghentian tembak-menembak segera diikuti dengan perjanjian perletakan
senjata dan pembentukan daerah-daerah kosong militer (demiliterized zones).25
23
“Hari ini pukul 10.15 dikapal ,,Renville” perundingan antara Indonesia dan
Belanda dibuka dengan resmi. Berturut2 berbitjara wakil Panitia Perantara Dewan
Keamanan dan wk2 Delegasi Indonesia dan Belanda jang menguraikan pendirian
masing2…. Mereka semua menjatakan penghargaannja pada nachoda kapal
,,Renville” dan anak buahnja jang sudah menjesuaikan persiapan2 dengan sifat
perundingan. Nachoda kapal tsb. mengadakan pidato sambutan atas nama pemerintah
Amerika sebagai tamu. Karena Paul van Zeeland tidak hadir, perundingan tersebut
dipimpin oleh konsol Djenderal Belgia van der Stichelen jang mengadakan pidato
penutup dengan menjatakan, bahwa semua pembitjaraan dari hadirin mengandung
good faith dan good will jang tepat dengan tudjuan perundingan. Besok pukul 10
diteruskan dengan persidangan kedua”. Sumber: “Stop Press”, Kedaulatan Rakyat, 8
Desember 1947. 24
“Kapal ,,Renville” kemarin tengah hari telah tiba di Tandjung Periok.
Delegasi Belanda sudah dibentuk dan telah diumumkan susunannja, diketuai oleh
Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Djadi dapatlah dikatakan bahwa perundingan dalam
satu dua hari ini akan dimulai…. Belanda menghadapi perundingan ini dengan
semangat ,,ogah-ogahan”. Semula Belanda mendesak supaja soal militer diselesaikan
lebih dahulu. Kita berpendapat bahwa politiklah jang lebih penting dan soal militer
disamping penjelesaian politik berdjalan terus. Pendapat Republik ini mendapat
persetudjuan dari Komisi Perantara. Mau tidak mau Belanda merasa terpaksa
menerima”. Sumber: “Menghadapi Perundingan”, Tajuk Rencana Kedaulatan
Rakyat, 2 Desember 1947.
25
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Loc.cit.
Page 97
83
Jika diperbandingkan antara perundingan Renville dengan Linggajati, hasil
perundingan Renville jauh lebih merugikan Indonesia dalam hal penguasaan wilayah
RI. Pada perundingan Linggajati, wilayah Sumatera, Jawa, dan Madura diakui
sebagai wilayah kekuasaan RI. Sedangkan pada perundingan Renville, wilayah
kekuasaan RI hanyalah yang berada di belakang “garis van Mook”, sehingga ketika
ada tentara RI yang menduduki wilayah di luar wilayah yang telah ditentukan maka
harus hijrah dari wilayah pendudukan itu. Belanda hanya mengakui wilayah
kekuasaan RI meliputi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra.
Pada awalnya keputusan yang diambil dalam perundingan ini ditolak oleh
delegasi Indonesia akan tetapi sikap KTN yang seolah tidak menjamin keadaan yang
jauh lebih baik jika ada penolakan tersebut, mendorong RI untuk menuruti keinginan
Belanda yaitu dengan menjalankan kemauan Belanda tersebut. Akhirnya,
perundingan ini ditanda tangani pada tanggal 17 Januari 1948.
Meskipun telah ada kesepakatan dalam perundingan Renville, bukan berarti
keadaan menjadi lebih baik. Karena Belanda tidak merasa puas dengan perundingan
yang telah disepakati bersama RI tersebut, sehingga menuntut untuk diadakan
perundingan kembali. Sebelum dilaksanakan perundingan berikutnya, Menteri Luar
Negeri Belanda D.U. Stikker dengan Perdana Menteri Moh. Hatta melakukan
pertemuan di Kaliurang. Dalam pertemuan ini, KTN tidak turut campur sebelum ada
keputusan akan dibukanya kembali perundingan dibawah pengawasan KTN (seperti
Perundingan Renville).
Page 98
84
Terkait dengan pertemuan antara Hatta dan Stikker tersebut, Kedaulatan
Rakyat dalam tajuknya menuliskan :26
Perhatian manusia di dunia Belanda dan di dunia Indonesia selama satu dua hari
belakangan ini banjak dipusatkan ke Kaliurang, tempat dingin di ibu kota Republik
Indonesia, untuk mengikuti perundingan jang dilangsungkan antara Hatta dan
Stikker. Perhatian tetap besar, walaupun perundingan dilakukan antara empat mata
dan tidak akan mungkin botjor, sebelum waktunja. Orang hanja tahu bahwa
pertemuan antara kedua pembesar dari dua negara jang bertikai itu akan berarti
sangat banjak, jang akan menentukan apakah perundingan antara kedua delegasi
dibawah pengawasan KTN dapat dibuka kembali atau akan tetap buntu.
Djika hasil pertemuan Hatta-Stikker ini memungkinkan berdjalannja perundingan
kembali, maka permusjawaratan itu akan dapat berdjalan lantjar dan mudah pula
menghasilkan persetudjuan. Sebaliknja, djika persesuaian antara kedua diplomat di
Kaliurang itu mengakibatkan perundingan tak dapat dibuka kembali, maka akan
turut bitjaranja mulut meriam, bukan mustahil pula.
Dari pertemuan antara Hatta dan Stikker, ternyata tidak menemukan
kesepakatan yang diharapkan. Dan lagi-lagi Belanda mengingkari perundingan,
dengan melancarkan agresi keduanya. Pada agresi yang kedua ini, Kedaulatan Rakyat
berhenti terbit dan pamit kepada masyarakat Yogyakarta khususnya, untuk turut
berjuang. Di samping itu, kantor Kedaulatan Rakyat diduduki oleh pasukan Sekutu
sehingga para pegawai Kedaulatan Rakyat tidak dapat menjalankan tugas seperti
biasa, dan memutuskan rehat untuk sementara waktu.
Pelanggaran yang dilakukan Belanda pada perundingan yang telah melibatkan
KTN ini, menimbulkan kemarahan dunia. Namun Dewan Keamanan (DK) PBB tidak
dapat berbuat apa-apa dikarenakan kurangnya dukungan negara-negara anggota PBB.
Langkah terakhir yang dilakukan DK PBB yakni dengan membuat resolusi pada
26
Sumber: “Masih Djauh!”, Kedaulatan Rakjat, 8 November 1948.
Page 99
85
tanggal 24 Desember 1948 yang berisi keputusan untuk diadakan perundingan RI-
Belanda berikutnya.27
4. Perundingan Roem-Royen
Roem-Royen disebut-sebut sebagai pembuka jalan menuju Konferensi Meja
Bundar (KMB) di Den Haag pada Agustus-November 1949. Perundingan Roem-
Royen sangat berbeda dengan Perundingan Linggajati dan Renville yang melahirkan
Agresi Militer Belanda I dan II.28
Untuk menengahi pertikaian antara Indonesia dan
Belanda, PBB membentuk komisi baru yang diberi nama UNCI (United Nation
Commision for Indonesia [Komisi PBB untuk Indonesia]).29
Berkat peranan UNCI,
Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan. Delegasi Indonesia diketuai Mr.
Moh. Roem, delegasi Belanda diketuai Dr. Van Royen. Salah satu keputusan
perundingan Roem-Royen yaitu akan diselenggarakan KMB.
27
Melihat resolusi yang dibuat oleh DK PBB, dapat pula dikaitkan dengan
pidato Mr. Assaat yang dimuat Kedaulatan Rakyat, beliau mengatakan: “Kita harus
memperdjoangkan kemerdekaan seluruh Indonesia. Dan tidak boleh melakukan
politik antithese terhadap perdjoangan bangsa kita di luar daerah kekuasaan Republik.
Dari itu kita harus menempuh djalan perundingan dengan Belanda. Begitulah politik
pemerintah”. Sumber: “Rep. desak perundingan formeel”, Kedaulatan Rakyat, 2
Desember 1948. Pidato Mr. Assaat tersebut menunjukkan bahwa perundingan
merupakan langkah yang utama untuk ditempuh, sama halnya dengan resolusi DK
PBB yang masih menaruh harapan pada perundingan RI-Belanda berikutnya.
28
Perundingan yang diadakan oleh Mr. Mohammad Roem dan Dr. H.J. van
Roijen, tanggal 7 Mei 1949. Perundingan ini merupakan titik awal penyelesaian
konflik Indonesia-Belanda, serta tahap menuju Konferensi Meja Bundar. Sumber:
Suhartono, WP., dkk., Yogyakarta Ibukota Republik Indonesia 1946-1949,
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 126-127. 29
Baca: G. Moedjanto, Op.cit., hlm. 47.
Page 100
86
Pada tanggal 17 April 1949, diadakanlah perundingan pendahuluan di Jakarta,
yang diketuai oleh Merle Cochran wakil Amerika Serikat di UNCI sedangkan
delegasi Indonesia, diperkuat dengan Drs. Mohammad Hatta dan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX. Meskipun kerap mengalami kebuntuan, namun perundingan
kali ini mampu “menelurkan” keputusan yang diharapkan dapat mengakhiri
pertikaian RI-Belanda. Keputusan yang dihasilkan tersebut meliputi:30
i. Mengeluarkan perintah kepada “pengikut RI yang bersenjata” untuk menghentikan
perang gerilya, sedangkan pemerintah dan pemimpin-pemimpin RI dipulihkan
kembali ke Yogyakarta.
ii. Kerja sama dalam pemulihan perdamaian dan pemeliharaan ketertiban dan
keamanan.
iii. Belanda akan menyokong RI untuk menjadi negara bagian dari RIS dengan
mempunyai sepertiga suara dalam Perwakilan Federal.
iv. Ikut serta dalam KMB di Den Haag, guna mempercepat penyerahan kedaulatan
tanpa syarat, nyata dan lengkap.
Ketidakpuasan yang dirasakan RI tidak menghalangi pelaksanaan kembalinya
para pemimpin RI ke Yogyakarta−dikenal dengan peristiwa Yogya Kembali (29 Juni
1949).31
Hal tersebut merupakan statement Delegasi Belanda, yang diucapkan oleh
Dr. Van Royen.32
30
Ibid., hlm. 53.
31 Pidato radio Seri Sultan. “Dimuka tjorong radio RRI Jogjakarta 6 ½ bulan
terpaksa tidak mengumandang diudara, Seri Sultan Hamengku Buwono IX
Page 101
87
Kedaulatan Rakyat, memberitakan mengenai kembalinya Yogyakarta di
bawah kekuasaan RI.
Setelah hari rebo 29 Djuni kemarin tentara Belanda meninggalkan ibu kota
Republik, hari ini, Kemis 30 Djuni tentara Belanda ditarik mundur dari Medari,
Beran. Dengan begitu selesailah pengosongan karesidenan Jogjakarta oleh tentara
Belanda, dan kembalilah daerah istimewa Jogjakarta dibawah kekuasaan Republik
Indonesia.
Menurut pendapat S.P. Sultan Hamengku Buwono pengembalian Jogja adalah
berkat keuletan rakjat seluruhnja melakukan perdjuanganja untuk mentjapai tjita2
keadilan dan kesempurnaan hidup.
Pengembalian Republik jang sekarang sudah djadi kenjataan itu oleh Seri Paduka
dinamakan tingkatan baru dalam perdjuangan rakjat Indonesia jang selandjutnja
harus melakukan pekerdjaan jang bertimbun2 bersama bangsa Indonesia diluar
Republik.
,,Dalam tingkat perdjuangan sekarang ini, ra’jat Indonesia jang bernaung dibawah
bendera Merah Putih harus benar2 bersatu dan tidak boleh terpetjah2 seperti jang
sudah2”, demikian Seri Paduka Sultan.
menjatakan penghargaannja akan keuletan perdjuangan rakjat mempertahakan
Republik Indonesia. Pidato beliau selandjutnja sbb:
”P.J.M Presiden telah mempertjajakan kepada saja untuk sementara waktu
menjelesaikan keberesan pekerdjaan negara dimasa peralihan ini. bersama2 itu djuga
saja utjapkan selamat kepada sdr2 sekalian atas peristiwa jang penting ini. Jogjakarta
dapat kembali, adalah berkah keuletan sdr2 sekalian baik jang bersendjata maupun
jang tidak dalam menghadapi segala kesulitan hidup sekian lamanja itu. Dan
penderitaan itu sdr2 sanggup alami, karena terdorong oleh tjita2 kita jg. sutji, tjita2
mentjapai keadilan dan kesempurnaan hidup, jang sudah barang tentu mendapat
lindungan Jang Maha Esa.
Negara kita mendjamin adanja hak demokrasi, dimana tiap warga negara masing2
mempunjai hak untuk mengeluarkan suara menentang apa jang tidak disetudjui. Tapi
semuanja itu haruslah disalurkan melalui djalan2 jang sjah, dengan tidak perlu
mempertaruhkan keamanan negara untuk kepentingan golongan sendiri2.
Oleh karena itu, sedjak kembalinja Jogjakarta ketangan Pemerintah Republik, tjara
bekerdja dan tjara berpikir harus dirobah”. Sumber: “Demokrasi sendi Republik:
Pengatjau akan dibrantas”, Kedaulatan Rakyat, 1 Djuli 1949. 32
Mohamad Roem, Suka Duka Berunding dengan Belanda, (Jakarta: Idayu
Press, 1977), hlm. 64-65.
Page 102
88
Kembalinya Pemerintah Pusat ke Yogyakarta dikatakan merupakan sebagian
daripada pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Januari 1949.33
Hal ini
berarti mengenai kembalinya Pemerintahan RI ke Yogyakarta, telah ditempatkan
dalam rencana penyelesaian umum dari resolusi tersebut. Ditambahkan lagi dalam
berita yang dimuat pada Kedaulatan Rakyat, bahwa soal ”kembali ke Yogya”, tidak
berdiri sendiri tetapi diikuti dengan soal cease-fire kedua pihak, penyerahan
kedaulatan Belanda untuk seluruh Indonesia (yang harus menjadi pembicaraan di
dalam KMB di Den Haag), disertai pula soal penarikan tentara Belanda dari seluruh
Indonesia.34
5. Konferensi Meja Bundar dan Penyerahan Kedaulatan
Konferensi Meja Bundar (KMB) menjadi langkah diplomasi terakhir yang
ditempuh oleh RI-Belanda sebelum pada akhirnya kedaulatan RI dikembalikan
Belanda.35
Pada tanggal 23 Agustus 1949, KMB dibuka resmi di “Ridderzaal” Den
Haag oleh PM Drees.36
Dihadiri oleh delegasi RI yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta
33
Sumber: “Dari Jogja ke penjelesaian umum oleh MR. Soedjarwo
Tjondronegoro”, Kedaulatan Rakyat, 9 Juli 1949. 34
Merupakan kutipan langsung dari surat kabar Kedaulatan Rakyat. Lihat:
Ibid. 35
Menurut dugaan Drs. Hatta KMB dapat selesai dalam tempo satu bulan,
paling lama 2 bulan. ,,saja jakin KMB dapat membawa penjelesaian umum jang
sesungguhnja dalam persengketaan antara Indonesia dan keradjaan Belanda!” kata
Hatta. Sumber: “Cease fire lantas KMB, Reshuffle kabinet segera selesai: Keterangan
P.M. Hatta”, Kedaulatan Rakyat, 30 Djuli 1949. 36
“Menurut P C J, KMB akan dibuka hari selasa tg. 23 Agustus ini oleh P.M.
Belanda, dr. Willem Drees. Lalu berturut2 berpidato ketua2 Delegasi. Kemudian akan
Page 103
89
dan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg [Badan Permusyawaratan Federal])
yang diketuai oleh Sultan Hamid II, delegasi Belanda yang diketuai oleh Mr. J.H van
Maarseveen, serta UNCI yang diketuai oleh Critchley dari Australia, dengan
wewenang membantu perundingan.37
Terkait dengan akan dilaksanakannya KMB, sebelum meninggalkan Jakarta,
Drs. Moh. Hatta selaku Perdana Menteri saat itu, memberikan amanat sebagai
berikut:38
Rakjat Rep. Indonesia!
Pada saat saja akan meninggalkan Indonesia untuk menghadliri dan memimpin
delegasi kita pada Konperensi Medja Bundar di Den Haag, inginlah saja
meninggalkan pesan sedikit kepada rakjat. KMB ini adalah satu tingkat
penghabisan untuk menjelesaikan soal persengketaan Indonesia-Belanda jang akan
diachiri dengan menjerahkan kedaulatan jang sepenuhnja dan tidak bersjarat kpd.
bangsa Indonesia. Konperensi ini menghendaki daripada delegasi Indonesia jg. saja
pimpin sepenuh2 minat dan sepenuh2 tenaga dan fikiran. Pekerdjaan kami akan
berhasil, apabila rakjat tetap menjokong kami dengan persatuan jg. bulat. Oleh
karena itu saja berharap sangat kepada rakjat sepeninggal kami, memberi sokongan
kepada pemerintah. Singkirkanlah segala perselisihan antara kita sama kita dan
berdirilah bulat dibelakang pemerintah. Saja berharap supaja saudara2
menumpahkan kepertjajaan kepada J.M. Seri Sultan jang memimpin kabinet selama
saja diluar negeri, seperti sdr.2 dahulu menumpahkan kepertjajaan kepada saja.
Sekian harapan dan amanat saja.
Hal-hal yang dibicarakan dalam KMB, salah satunya mengenai Irian.
Pembicaraan mengenai soal Irian ini cukup sulit karena kedua belah pihak saling
mempertahankan pendapatnya. Persoalan itu akhirnya diputuskan untuk ditunda
dibitjarakan peraturan tata tertib. Pembukaan ini disiarkan keseluruh dunia”. Sumber:
K.M.B, Kedaulatan Rakyat, 22 Agustus 1949. 37
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Op.cit., hlm. 236.
38 Sumber: “KMB tingkat penghabisan!, diharapkan rakjat menjokong”,
Kedaulatan Rakyat, 8 Agustus 1949.
Page 104
90
selama satu tahun. Penundaan ini atas kompromi yang diajukan oleh UNCI, selaku
pengawas perundingan.39
Konferensi ini ditutup pada tanggal 2 November 1949, dengan hasil utamanya
adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
(RIS) tanpa wilayah Irian, pada akhir Desember 1949.40
Penandatanganan pengakuan
kedaulatan di Den Haag, dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949, RIS diwakili
oleh Drs. Moh. Hatta, sedangkan Belanda diwakili oleh Ratu Juliana. Di Jakarta juga
dilakukan penandatanganan penyerahan kekuasaan, dengan perwakilan masing-
39
“Konperensi Medja Bundar: Soal Irian Ditunda 1 Tahun”, Kedaulatan
Rakyat, 2 Nopember 1949. 40
Kutipan sesuai aslinya: ,,Tjita-tjita tidaklah mungkin ditjapai dengan sekali
goes. Tetapi apa jang kita tjapai dengan KMB boleh dikatakan memuaskan dan hasil2
ini dapat kita pakai untuk memperdjuangkan tjita-tjita kita seluruhnja nanti. Boleh
dikatakan, bahwa 95% tjita2 bangsa Indonesia telah tertjapai; tinggal lagi satu soal,
jaitu Irian, jang akan kita perdjuangkan antara dua negara jang souverein, ja’ni RIS
dan Nederland” demikian Wk. Presiden merangkap Perdana Menteri Mohammad
Hatta kepada pers sesudah tiba kemarin di Jogja dari perundingan KMB selama 14
minggu.
,,Dengan selesainja KMB, saja berharap, bahwa pertikaian Indonesia-Belanda akan
berachir pula”, kata Mohammad Hatta. Pokoknja pengakuan atas kedaulatan
Indonesia sudah tertjapai. Dan dunia seluruhnja berharap, supaja terdiri kerdjasama
jang baik antara Indonesia dan Belanda.
,,Sebelum tahun ini berachir, kedaulatan akan diserahkan kepada pemerintah
sementara RIS dan kita akan menanggung djawab akan nasib kita sendiri”, demikian
Wk. Presiden Hatta. Hatta jakin, bhw persetudjuan2 KMB dapat diterima rakjat.
Sumber: “Hasil Konp.Medja Bundar: 95% Tjita2 Bangsa Tertjapai, Hatta Jakin
Goodwill Belanda”, Kedaulatan Rakyat, 15 November 1949.
Page 105
91
masing yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota, A.H.J
Lovink.41
Perundingan KMB berakhir, Republik Indonesia Serikat kembali berdiri
selama 8 bulan. Ibukota negara yang tadinya berada di Yogyakarta kembali ke
Jakarta, termasuk pemerintahan kembali dipegang oleh Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Moh. Hatta.42
Sebelum kembali ke Jakarta, Presiden menyampaikan kesan-kesannya
terhadap Yogyakarta, yaitu:
Dalam kata perpisahannja Presiden antara lain menjatakan kebahagiaannja telah
memilih kota Jogja sebagai pusat kedudukan Pemerintah, karena tidak lain dan
tidak bukan, sedjarah telah menundjukkan, bahwa Jogjakarta itu satu2nja pusat
pergerakan politik bangsa Indonesia dan terutama terkenal akan semangat rakjatnja
mulai djaman Mataram sampai kembalinja Pemerintah Republik jang tetap teguh
dan tak kundjung padam itu untuk mengusir kekuasaan Asing dinegerinja.43
Peran yang dijalankan Kedaulatan Rakyat sebagai pewarta bagi perjuangan
diplomasi ini, dapat terwujud berkat peran serta wartawannya yang turut dalam
41
Sumber: Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 251; “Peresmian
Penjerahan Kedaulatan di Amsterdam-Djakarta-Jogja, Perdjoangan Djalan Terus”,
Kedaulatan Rakyat, 28 Desember 1949. 42
Dalam harian Kedaulatan Rakyat, Presiden Soekarno berkata: “Perdjuangan
Republik Indonesia sbg. Pelopor tjita2 bangsa seluruhnja jg dikagumi dunia, kini
terwudjud. Saja menjatakan ere-saluut kepada Republik Indonesia dan pemimpin2nja
jang bertahan dalam mempertahankan negara kita. Kepada acting presiden Assaat
disampaikan terima kasihnja akan segala pekerdjaannja selama 7 bulan lebih”.
Sumber: “Eresaluut pada Republik Indonesia!: Jogja berachir sebagai ibu kota,
perdjuangan belum selesai”, Kedaulatan Rakyat, 2 Desember 1948.
43 Sumber: “Selamat Djalan”, Kedaulatan Rakyat, 28 Desember 1949;
adapula kesannya yang lain: “Djokdjakarta mendjadi termasjhur oleh karena djiwa-
kemerdekaannja. Hidupkanlah terus djiwa-kemerdekaan itu!”. Sumber: “Masjhur
Karena Semangat Kemerdekaan”, Kedaulatan Rakyat, 29 Desember 1949.
Page 106
92
KMB. Kedaulatan Rakyat menjadi salah satu surat kabar yang mengirimkan
wartawannya untuk meliput jalannya perundingan. Bukan hanya pada KMB tetapi
pada pertemuan Kaliurang, para wartawan Kedaulatan Rakyat secara langsung
meliput jalannya pertemuan yang dilakukan antara pihak RI dan Belanda.
C. Kedaulatan Rakyat sebagai pers daerah dan nasional
Mengulang dari yang pernah dijelaskan pada bab 2, berdasarkan
klasifikasinya, pers dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pers nasional, pers regional,
dan pers lokal atau daerah:
1. Pers nasional, yaitu pers (suratkabar) yang diterbitkan di daerah tertentu dan
disebarkan ke sebagian besar wilayah negara (dengan lingkup nasional);
2. Pers regional, yaitu pers (suratkabar) yang diterbitkan di kota/biasanya
ibukota propinsi dan disebarkan ke daerah lain yang berada di luar wilayah
kota itu tetapi tidak ke seluruh wilayah negara; dan
3. Pers lokal atau pers daerah, yaitu pers (suratkabar) yang terbit di daerah
tertentu (kantor pusatnya berada di daerah tersebut) dan mayoritas berita yang
dimuat adalah berita mengenai daerah tersebut. Biasanya suratkabar daerah
hanya dapat diperoleh di daerah-daerah lain dengan berlangganan.44
44 Sumber: Kirrilee Hughes, Laporan Studi Lapangan Wajah Pers Malang,
Universitas Muhammadiyah Malang kerjasama dengan Australian Consortium for In-
Page 107
93
Melihat pengklasifikasian tersebut, Kedaulatan Rakyat berkedudukan sebagai
pers lokal. Terbit di Yogyakarta, sebagai koran daerah yang berperan dalam
kehidupan masyarakat untuk menginformasikan segala peristiwa yang terjadi
terutama di sekitar wilayah Yogyakarta. Walaupun berkedudukan sebagai koran
daerah, Kedaulatan Rakyat selalu memuat berita dalam lingkup nasional dan
internasional. Penyebaran surat kabar ini pun tidak hanya di Yogyakarta akan tetapi
di luar Yogyakarta, seperti Purworejo, Solo, Sragen, Purwokerto, Cilacap dan daerah-
daerah di Jawa Tengah Selatan. Penyebaran ini dilakukan dengan menggunakan
kereta api serta sepeda.45
Selama kurun waktu 1946-1949, kedudukan Kedaulatan Rakyat pernah
berubah menjadi pers nasional yang berada di pusat pemerintahan atau ibukota
negara. Yogyakarta, menjadi ibukota pemerintahan sementara sejak kedatangan
kembali Belanda dan sekutunya ke Indonesia. Keadaan itu menyebabkan Jakarta
tidak layak menjadi pusat pemerintahan RI, selama kota tersebut masih diduduki
Belanda. Meskipun kedudukannya berubah menjadi pers nasional, tetapi baik
sebelum menjadi pers nasional ataupun sudah menjadi pers nasional, Kedaulatan
Rakyat tetap hadir dengan berita-berita yang didapatnya melalui kantor berita Antara
Country Indonesian Studies. http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/ field_topics/
kirrilee. doc. Data diakses pada tanggal 29 April 2007.
45
Arwan Tuti Artha, dkk., Wawancara dengan Seorang Direktur Utama PT
BP Kedaulatan Rakyat, (Yogyakarta: Pusat Penerbitan Dan Percetakan UPN
“Veteran” Yogyakarta, 1996), hal. 4.
Page 108
94
maupun dari wartawannya yang terjun ke lapangan mencari berita untuk
diinformasikan ke khalayak.
Memasuki tahun 1950, kedudukan Kedaulatan Rakyat sebagai pers nasional,
tergantikan. Hal ini dikarenakan kedudukan ibukota negara yang dikembalikan ke
Jakarta, dan status sebagai pers daerah/lokal kembali disandangnya hingga kini.
Meskipun begitu, cukup banyak yang telah dilakukan Kedaulatan Rakyat selama
menjadi pers nasional termasuk berjasa dalam segala strategi yang ditempuh
pemerintah untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Menteri Penerangan RI saat itu,
M. A. Pellaupessy berkata dalam sambutannya memperingati ulang tahun Kedaulatan
Rakyat yang kelima:
Bahwasanja pada achirnya perdjuangan rakjat Indonesia toch berhasil, bahwasanja
rakjat Indonesia didalam menghadapi pelbagai halangan dan rintangan itu tetap
mengetahui mana arah jang benar dan mana jang keliru, itu semua untuk sebagian
jg tidak ketjil disebabkan karena perdjuangan pers nasional kita. Dan didalam
menunaikan kewadjiban pers nasional itu, harian Kedaulatan Rakjat, telah
memberikan sumbangan jang sebesar-besarnja. Lebih2 karena harian itu terbit di
Jogjakarta, pusat perdjuangan bangsa Indonesia dalam masa itu, surat-kabar
tersebut djuga mempunjai tjorak tersendiri dengan melukiskan kepada chalajak
ramai apa jang hidup dalam kalangan pimpinan pusat pemerintahan jang dapat
dilihat dan dirasanja dari dekat.46
M. A. Pellaupessy juga menambahkan bahwa Kedaulatan Rakyat telah lima
tahun berhasil mengatasi kesulitan yang dialami dengan menunaikan kewajibannya
sebagai harian yang memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Dan kerja sama
antara pemerintah, khususnya Kementeriaan Penerangan dengan pers, disertai
46
Sumber: Artikel M. A. Pellaupessy (Menteri Penerangan RI) “Kedaulatan
Rakjat 5th”, Kedaulatan Rakyat, 28 September 1950.
Page 109
95
pengertian dan bantuan rakyat, di masa mendatang pers nasional akan mendapat
tempat yang sesuai dengan kemerdekaan dan kedaulatan negara kita.47
Kedaulatan Rakyat menurut Paku Alam:48
Djasa harian K.R. dalam masa perdjuangan kita ini sungguh tidak sedikit, kalau kita
mengingat bahwa surat kabar adalah salah satu alat pemberi petundjuk, penjedar
dan pimpinan kepada chalajak ramai. Sebaliknja surat kabar djuga jang dapat
mentjerminkan pendapat masjarakat terhadap pemerintah. Mengingat akan
pentingja surat kabar, maka didalam masa pembangunan kita ini, surat kabarpun
akan dapat berdjasa pula, dalam membimbing rakjat mentjapai kebahagiaan nusa
dan bangsa. Oleh sebab itu, maka kami berharap, mudah2an berkat kebidjaksanaan
para wartawan dan pengusahanja, harian K.R. akan tetap hidup subur sebagai
penjuluh dan penjedar masjarakat.
Kedaulatan Rakyat menurut Sartono:49
Surat kabar nasional adalah terompet nasional. Mentjerminkan kehendak-keinginan
dan usaha2 nasional. Salah satu alat menjalurkan pendapat dan menjampaikan
tuntutan2 nasional. Disampaikan untuk diketahui dan diperhatikan. Kepada
chalajak ramai, kepada fihak kekuasaan, dan kepada dunia internasional.
Perdjuangan Nasional kita berdasarkan demokrasi. Akan membentuk masjarakat
jang demokratis. Dan sesudah kemerdekaan tertjapai, maka kini sedang
menjelenggarakan masjarakat jang demokratis itu. Surat kabar nasional seharusnja
mendjadi alat demokrasi itu pula. Djika sesuatu surat kabar jang dinamakan
,,nasional” tetapi tidak dapat mendjadi alat demokrasi, maka akan hilanglah sifatnja
,,nasional”. Tugas sesuatu surat-kabar nasional tidak melulu menjiarkan berita2.
Berita2 asal berita sadja! Harus djuga dipilih2. Terutama jang berguna bagi
perdjuangan nasional dan perdjuangan demokrasi. Selandjutnya menjiarkan
beberapa pendapat dan buah fikiran, jang dapat melatih ketjerdasan membanding
bagi chalajak ramai. Untuk menjalurkan dan membimbing ,,pendapat-umum”
bertjorak nasional jang sehat.
Adanya pandangan mengenai Kedaulatan Rakyat dari tokoh-tokoh di atas,
menunjukkan bahwa Kedaulatan Rakyat memiliki kedudukan yang penting selama
47
Ibid.
48 Sumber: “Membimbing Rakjat”, Kedaulatan Rakyat, 27 September 1950.
49 Sumber: “Tetaplah mendjadi alat demokrasi”, Ibid.
Page 110
96
masa perjuangan, dan hal itu tidak lah terlepas dari visi misi yang mendasari koran
tersebut untuk terbit.
Page 111
97
BAB V
PENUTUP
Penelitian ini telah memperlihatkan perjuangan pers pasca proklamasi
kemerdekaan RI tahun 1945-1950 di Yogyakarta, yang selama ini kurang menjadi
sorotan publik. Bila pers tidak campur tangan dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, keberadaan strategi diplomasi dan perjuangan bersenjata
tidak dapat diketahui oleh masyarakat luas. Dalam hal ini, Kedaulatan Rakyat
menjadi contoh kasus untuk menjelaskan peran pers selama pemerintahan RI di
Yogyakarta. Hal tersebut dilakukan dengan menjawab pokok pertanyaan: bagaimana
perkembangan pers di Yogyakarta pada tahun 1942-1950, bagaimana lahir dan
berkembangnya Kedaulatan Rakyat pada tahun 1945-1950, serta bagaimana peran
dan kontribusi Kedaulatan Rakyat selama pemerintahan RI di Yogyakarta pada tahun
1946-1950.
Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini. Pertama, pada masa
penjajahan Jepang, surat kabar yang ada merupakan media propaganda bentukan
Jepang. Pada masa itu, menerbitkan surat kabar sangat sulit karena harus melewati
ijin pemerintah Jepang. Selain itu berita yang dimuat pun harus mendapat sensor dari
kantor propaganda Jepang (Gunseikanbu). Pembatasan yang diterapkan Jepang tidak
berlangsung lama (hanya sekitar tiga tahun).
Dengan adanya pendudukan Jepang di Indonesia, cukup memberikan
kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam berbagai hal, seperti kemajuan dalam
Page 112
98
menggunakan bahasa Indonesia dan penggunaan mesin cetak yang dipergunakan di
masa penjajahan Jepang. Hal tersebut menjadi bekal untuk menerbitkan surat kabar
sendiri di kemudian hari.
Setelah Jepang meninggalkan Yogyakarta, surat kabar eks Jepang yang ada di
Yogyakarta yaitu Sinar Matahari diambil alih oleh penduduk pribumi dan diterbitkan
menjadi salah satu surat kabar Republikein dengan nama Kedaulatan Rakyat. Di
samping Kedaulatan Rakyat, masih ada surat kabar harian lainnya yang terbit di
Yogyakarta pasca kepergian Jepang, contohnya Nasional, Al-djihad, dan Boeroeh.
Akan tetapi, surat kabar-surat kabar tersebut muncul atas visi misi yang dibawa oleh
salah satu partai bahkan golongan agama tertentu. Hal itu berbeda dengan Kedaulatan
Rakyat yang merupakan surat kabar yang kemunculannya tidak diprakarsai oleh salah
satu partai atau golongan agama tertentu. Dengan kata lain, Kedaulatan Rakyat dapat
dikatakan sebagai surat kabar netral.
Kedua, lahirnya Kedaulatan Rakyat merupakan wujud kepedulian dari
pendirinya, yaitu Samawi dan Soemantoro untuk mengisi kekosongan informasi
pasca disegelnya surat kabar Sinar Matahari oleh pribumi. Kedaulatan Rakyat terbit
pertama kali pada tanggal 27 September 1945, dalam bentuk surat kabar harian. Surat
kabar itu berawal dari surat kabar Sedya Tama yang terbit pada tahun 1930 dalam
bahasa Jawa. Kemudian ditutup pada masa penjajahan Jepang dengan alasan tidak
mau menuruti keinginan Jepang untuk menjadi surat kabar Propaganda. Sedya Tama
digantikan Sinar Matahari dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Page 113
99
Mengenai aturan pers, selama kemunculan Kedaulatan Rakyat aturan pers
telah ada, akan tetapi selama tahun 1945-1950 aturan tersebut tidak diberlakukan. Hal
tersebut terkait dengan keadaan Indonesia yang berada dalam pendudukan Belanda,
sehingga keberadaan pers saat itu cukup aman dari segala bentuk pembreidelan.
Tidak adanya aturan ini pun menjadi latar belakang munculnya berbagai surat kabar
Republikein yang ada di Indonesia pada kurun waktu 1945-1950.
Ketiga, Kedaulatan Rakyat berperan sebagai pemberi informasi selama
pemerintahan RI di Yogyakarta. Seperti yang terjadi saat dilaksanakannya diplomasi
antara RI dan Belanda di Kaliurang. Wartawan Kedaulatan Rakyat turut
menginformasikan secara langsung jalannya pertemuan tersebut tanpa harus
mendapatkan berita dari sumber kantor berita ”Antara” (yang merupakan sumber bagi
surat kabar daerah dalam mendapatkan informasi mengenai peristiwa yang ada di luar
wilayah jangkauannya). Saat berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag,
wartawan Kedaulatan Rakyat juga turut ambil bagian dalam meliput jalannya
konferensi.
Di samping berperan sebagai pemberi informasi, Kedaulatan Rakyat dapat
dikatakan berperan sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat. Bila tidak
ada Kedaulatan Rakyat, pemerintah belum tentu dapat secara cepat
menginformasikan kepada masyarakat perkembangan keadaan Indonesia. Meskipun
pada saat itu telah ada surat kabar lain selain Kedaulatan Rakyat.
Berdasarkan peranan Kedaulatan Rakyat yang telah disebutkan sebelumnya,
menunjukkan bahwa Kedaulatan Rakyat memiliki kedudukan yang penting sebagai
Page 114
100
kelompok pers yang berperan dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Mengingat
pada masa (1945-1950) untuk wilayah Yogyakarta masih jarang adanya surat kabar,
Kedaulatan Rakyat menjadi surat kabar pertama di Yogyakarta pasca proklamasi
kemerdekaan.
Meskipun pada awalnya berkedudukan sebagai surat kabar daerah,
Kedaulatan Rakyat tidak jauh berbeda dengan surat kabar nasional yang berada di
pusat pemerintahan RI sebelumnya yakni Jakarta. Selama Yogyakarta menjadi
ibukota sementara RI, banyak hal yang telah dilakukan Kedaulatan Rakyat dalam
usahanya membantu mempertahankan kemerdekaan RI, yaitu dengan setia
menginformasikan perkembangan keadaan yang terjadi dalam usaha mewujudkan
kedaulatan RI selama terjadinya usaha diplomasi yang dilakukan pemerintah RI dan
Belanda.
Setelah menguraikan fakta-fakta berdasarkan data yang didapat pada
penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pers turut andil pada perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI tahun 1945-1950, lewat berita-berita yang dimuat.
Tanpa adanya media yang menginformasikan perjuangan yang dilakukan kedua
strategi tersebut, belum tentu masyarakat dapat mengetahui perkembangan yang ada.
Page 115
101
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A.B. Lapian, dkk., Terminologi Sejarah 1945-1950 dan 1950-1959, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996.
Abdurrachman Surjomihardjo, dkk., Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers
di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2002.
Akhmad Notosoetardjo, Peranan Wartawan Dalam Revolusi Indonesia, Jakarta:
Endang Pemuda-Api Islam,1966.
Anonimus, Garis Besar Perkembangan Pers Indonesia, Jakarta: Serikat Penerbit
Surat Kabar, 1971.
________, Almanak Pers Antara 1976, Jakarta: LKBN Antara, 1976.
________, UUD’ 45 dan Amandemennya, Surakarta: Al-Hikmah, 2000.
________, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar, Jilid 4, Jakarta: Ictiar Baru van
Hoeve, 2005.
________, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar, Jilid 7, Jakarta: Ictiar Baru van
Hoeve, 2005.
________, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar, Jilid 9, Jakarta: Ictiar Baru van
Hoeve, 2005.
Arwan Tuti Artha, dkk., Wawancara Dengan Seorang Direktur Utama PT BP
Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta: Pusat Penerbitan Dan Percetakan UPN
“Veteran” Yogyakarta, 1996.
Assegaff, Dja’far Husin, Bunga Rampai: Sejarah Media Massa, Jakarta: Mecon
Press, 1978
Badan Musyawarah MUSEA, Sejarah Perjuangan: Yogya Benteng Proklamasi,
Jakarta: Badan Musyawarah MUSEA Daerah Istimewa Yogya Perwakilan
Jakarta, 1985.
Harahap, Parada, Serba Sedikit tentang: Ilmu Pers, Jakarta: Akademi Wartawan,
1952.
Haryanto, Ignatius, Indonesia Raya Dibredel, Yogyakarta: Lkis, 2006.
Haviland, William A., Alih bahasa: R. G. Sukadijo, Antropologi, jilid 1, edisi
keempat, Jakarta: Airlangga, 1998.
Page 116
102
I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, Jakarta: PT. Triyinco,
1977.
Jakob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1987.
Kementerian Penerangan Republik Indonesia, Lukisan Revolusi Indonesia 1945-
1950, Jogjakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia, 1949.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1974.
Kursus Kader Katolik, Kritis: Mengupas Surat Kabar, Djakarta: Sekretariat
Nasional K.M./C.L.C., 1970.
Lembaga Pers dan Pendapat Umum, Almanak Pers Indonesia 1954-1955,
Djakarta: Jajasan Lembaga Pers dan Pendapat Umum, 1955.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia VI, edisi ke-4, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Masyarakat Sejarawan Indonesia, Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi:
Media Komunikasi Profesi Masyarakat Sejarawan Indonesia, Jilid 7,
Jakarta: Gramedia, 1999.
Moedjanto, G., Indonesia Abad ke-20: Dari Kebangkitan Nasional sampai
Linggajati, Jilid 1, Yogyakarta: Kanisius, 1988.
____________, Indonesia Abad Ke-20: Dari Perang Kemerdekaan pertama
sampai PELITA III, Jilid 2, Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Mohamad Roem, Suka Duka Berunding dengan Belanda, Jakarta: Idayu Press,
1977.
Nasution, A.H., Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia: Diplomasi atau
Bertempur, jilid 2, Bandung: Angkasa, 1977.
Octo Lampito, dkk., Seteguh Hati Sekokoh Nurani, Yogyakarta: PT. BP.
Kedaulatan Rakyat, 2005.
Oka Kusumayudha, dkk., Amanat Sejarah: Dari Pekik Merdeka Hingga Suara
Hati Nurani Rakyat, Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 1996.
Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, Bandung: Alumni,
1986.
____________________, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2007.
Page 117
103
Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia, Sejarah Diplomasi
Republik Indonesia: Dari Masa Ke Masa Periode 1945-1950, Jakarta:
Departemen Luar Negeri RI, 2004.
Pramoedya Ananta Toer, dkk., Kronik Revolusi Indonesia, Jilid III (1947),
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG], 2001.
Purnawan Tjondronegoro, Merdeka Tanahku Merdeka Negeriku, Jakarta:
Yayasan Sinar Harapan, 1980.
R.P. Suyono, Seks dan Kekerasan Pada Zaman Kolonial: Penelusuran
Kepustakaan Sejarah, Jakarta: Grasindo, 2005.
Rosihan Anwar, Menulis Dalam Air: Sebuah Otobiografi, Jakarta: Sinar
Harapan, 1983.
_____________, Musim Berganti: Sekilas Sejarah Indonesia 1925-1950,
Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985.
Sagimun, M.D., Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang,
Jakarta: Inti Idayu Press, 1985.
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila, Garis-Garis Besar Haluan
Negara, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, tt.
________________________________, 30 Tahun Indonesia Merdeka: 1945-
1950, Jakarta: PT. Citra Lamtoro Gung Persada, 1985.
Siregar, Amir Effendi, Pers Mahasiswa Indonesia: Patah Tumbuh Hilang
Berganti, Jakarta: PT. Karya Unipress, 1983.
Smith, Edward C., Pembreidelan Pers Indonesia, Jakarta: Pustaka Grafiti Pers,
1986.
Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi, Jilid II, Jakarta: Panitiya Penerbit Di
bawah Bendera Revolusi, 1965.
Soendoro, Surat Kabar, Yogyakarta: U.P. Indonesia-Tarate N.V., 1977.
Soebagijo, I.N., Jagat Wartawan Indonesia, Jakarta: Gunung Agung, 1981.
Sudarjo Tjokrosisworo, Kenangan Sekilas Sedjarah Perdjuangan Pers
Suratkabar Sebangsa, Djakarta: P.T. Indonesia Raya Press, 1958.
Page 118
104
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi
1908-1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.
Suhartono, WP., dkk., Yogyakarta Ibukota Republik Indonesia 1946-1949,
Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Sumono Mustoffa, Kebebasan Pers Fungsional Sebagai Salah Satu Sarana
Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Jakarta: Yayasan Idayu, 1978.
Tribuana Said, Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila,
Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1988.
T. Atmadi (ed), Bunga Rampai: Catatan Pertumbuhan dan Perkembangan
Sistem Pers Indonesia, Jakarta: PT. Pantja Simpati, 1985.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Wild, Colin dan Peter Carey, Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah,
Jakarta: Gramedia, 1986.
Yukie H. Rushdie,dkk., (penyunting), Kedaulatan Rakyat dalam Tajuk Rencana:
Setengah Abad Meniti Buih, Yogyakarta: Yayasan Kubus Pustakama,
1995.
Zulfikar Ghazali, Sejarah Lokal: Kumpulan Makalah Diskusi, Jakarta: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1995.
B. Majalah
Rosihan Anwar, “Pers Indonesia dan Demokrasi: Antara Harapan dan Realitas”,
Prospek Kajian Masalah-Masalah Nasional dan Internasional:
Demokratisasi Harapan dan Kenyataan, Nomor 3 Volume 2, Jakarta: tp,
1990.
_____________, “Peranan Media Massa Dalam Kebudayaan Nasional”,
Kumpulan Karangan, Jakarta: Tp, 1992.
Page 119
105
C. Laporan Penelitian/Notulen
Anonimus, Notulen Konferensi Pimpinan2 Umum Surat Kabar Seluruh
Indonesia, 7 Desember 1949, Yogyakarta: Sarekat Perusahaan Surat
Kabar Indonesia, 1949.
________, Ichtisar Singkat Tentang Perundingan Renville, Dokumen dari Arsip
Nasional Jakarta, Nomor Dokumen 5403, Djokdja: 30 Djuli 1948.
Suratmin, Laporan Penelitian JARAHNITRA: Sejarah Persuratkabaran di
Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 1908-1956, Yogyakarta: Balai
Kajian Sejarah dan Tradisional, 1996.
D. Internet
Anonimus, http://www.mardimulyo.co.id/pr01.htm. Data diakses pada tanggal 11
Desember 2009.
________, www.legalitas.org/incl-php/buka.phpd=konstitusi+0&f=uuds1950.pdf.
Data diakses pada tanggal 10 Juni 2010.
Irfan Anshory (Direktur Pendidikan Ganesha Operation), Asal Usul Nama
Indonesia, http://klipingartikel.blogspot.com/2007/12/tentang-
indonesia.html. Data diakses pada tanggal 15 November 2009.
Kirrilee Hughes, Laporan Studi Lapangan Wajah Pers Malang, Universitas
Muhammadiyah Malang kerjasama dengan Australian Consortium for In-
Country Indonesian Studies. http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/
field_topics/ kirrilee. doc. Data diakses pada tanggal 29 April 2007.
E. Surat Kabar
Al-Djihad, 10 Januari 1946.
Boeroeh, 18 November 1946.
_______, 3 Januari 1947.
Kedaulatan Rakyat, 12 Desember 1945.
________________, 13 Juni 1946.
________________, 5 Djoeli 1946.
Page 120
106
________________, 17 Agustus 1946.
________________, 6 September 1946.
________________, 7 Januari 1947.
________________, 25 Maret 1947.
________________, 28 Oktober 1947.
________________, 30 Oktober 1947.
________________, 4 November 1947.
________________, 8 November 1947.
________________, 25 November 1947.
________________, 2 Desember 1947.
________________, 8 Desember 1947.
________________, 8 November 1948.
________________, 2 Desember 1948.
________________, 1 Djuli 1949.
________________, 9 Djuli 1949.
________________, 30 Djuli 1949.
________________, 8 Agustus 1949.
________________, 22 Agustus 1949.
________________, 2 Nopember 1949.
________________, 15 November 1949.
________________, 28 Desember 1949.
________________, 29 Desember 1949.
________________, 27 September 1950.
Page 121
107
________________, 28 September 1950.
________________, 27 September 1985.
Nasional, 20 Juni 1950.
Sinar Matahari, 24 Maret 2605.