Top Banner
RUDAL KETAN (PEREMPUAN DALAM KETAHANAN PANGAN) Diajukan Untuk Mengikuti Kompertisi PKMAI 2015 Oleh: Aisyah Mayliawati D0112003 Endraswari Eskamurti D0112029 Intan Sani Putri D0112043 UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
38

perempuan dan ketahanan pangan

Jan 15, 2016

Download

Documents

AisyahMay

peran perempuan dalam ikut serta menjaga ketahanan pangan nasional. bahwa perempuan justru memilki peran yang sangat besar khususnya dalam ketahanan pangan rumah tangga. perempuan memiliki peran untuk memproduksi, mengolah dan menyiapkan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: perempuan dan ketahanan pangan

ABSTRAK

Karya ilmiah ini melihat bagaimana peran perempuan selama ini dalam hal ketahanan pangan nasional dan sejauh mana pemerintah memberikan pelayanan public khususnya bagi perempuan yang notabene memiliki peranan penting dalam menjaga ketahanan pangan. Peran perempuan terletak pada hampir semua tahapan produksi pangan, termasuk pengolahan dan persiapan pangan Namun, dalam hal keterlibatan perempuan dalam kehidupan pangan nasional, perempuan masih belum menemukan reformasi. Padahal untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangga, perempuan mengalokasikan waktu yang dimilikinya dengan melakukan berbagai aktivitas untuk memperoleh penghasilan, baik berupa produk (natura) yang dapat dijadikan bahan pangan keluarga, atau dijual, maupun penghasilan berupa uang tunai yang dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan terutama bahan makanan yang diperlukan seluruh anggota keluarga. Untuk itu perlu adanya suatu inovasi kebijakan agar kehidupan perempuan dalam mempertahankan ketahanan pangan keluarga menjadi lebih meningkat. Inovasi kebijakan tersebut yaitu menghidupkan kembali penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan tentang cara meningkatkan kehidupan petani melalui perempuan tani, misalnya dengan memberikan cara atau solusi untuk mengolah tanaman yang dihasilkan dari petani menjadi sebuh produk yang bernilai tinggi. Membuat “Program Sarjana Kembali ke Desa”, yang terutama diperuntukkan bagi Sarjana Pertanian Program ini perlu dibuat karena saat ini sarjana cenderung memilih untuk bekerja di kota dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya didesa, bukan unruk menyesejahterakan deany. Dan mereformulasi Undang-Undang Ketahanan Pangan yang menyangkut hak dan kewajiban perempuanKarya tulis ini menggunakan metode penelitian kualitatif yag mengacu pada dokumen, jurnal serta artikel yang terkait dengan ketahanan pangan.

Kata kunci: peran perempuan, ketahanan pangan, inovasi kebijakan

RUDAL KETAN (PEREMPUAN DALAM KETAHANAN PANGAN)

Diajukan Untuk Mengikuti Kompertisi PKMAI 2015

Oleh:

Aisyah Mayliawati D0112003

Endraswari Eskamurti D0112029

Intan Sani Putri D0112043

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

Page 2: perempuan dan ketahanan pangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan YME, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan hasil penelitian ini

sesuai yang diharapkan. Dalam laporan hasil penelitian ini penulis membahas

“Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan” , untuk mengetahui bagaimana

peran perempuan dalam menjaga ketahanan pangan nasional dan inovasi

kebijakan apa yangseharusnya diberikan pemerintah dalam rangka meningkatkan

dan mengapresiasi peran perempuan dalam ketahanan pangan nasional.

Laporan hasil penelitian ini dibuat dalam rangka memenuhi lomba karya

tulis mahasiswa. Sekaligus untuk memperdalam pengetahuan terkait kebijakan

pemerintah dalam rangka menigkatkan peran perempuan dalam ketahanan

pangan ansional. Sebab ketahanan pangan dan perempuan merupakan dua aspek

yang tidak bisa dipisahkan dan ketahanan pangan merupakan salah satu hal

penting yang saat ini menjadi perhatian pemerintah.

Dalam proses penulisan karya ilmiah ini tentunya penulis mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih penulis sampaikan kepada

Dr. Rina herlina Haryanti, M.Si. selaku dosen pembimbing, ibu ismi selaku

Pembantu Dekan 1 FISIP UNS, dan semua pihak yang telah membantu dan tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari, dalam pembuatan laporan penelitian ini masih masih

banyak kekurangan baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Oleh karena

itu, penulis mengharap adanya kritik dan saran guna memperbaiki dalam

menyusun laporan hasil penelitian kedepannya. Dan semoga laporan hasil

penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih

Page 3: perempuan dan ketahanan pangan

DAFTAR ISILEMBAR PENGESAHAN....................................................................................ii

LEMBAR ORISINALITAS KARYA TULIS MAHASISWA PKMAI 2015........iii

ABSTRAK.............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR..............................................................................................v

BAB I......................................................................................................................2

PENDAHULUAN..................................................................................................2

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................6

1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................6

1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................6

BAB II.....................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................7

2. 1 Pelayanan Publik..........................................................................................7

2.2 Reformasi Pelayanan Publik.........................................................................2

2.3 Inovasi Pelayanan Publik..............................................................................3

2.4 Ketahanan Pangan.........................................................................................3

2.5 Peran perempuan dalam ketahanan pangan..................................................4

BAB III...................................................................................................................6

METODE PENELITIAN........................................................................................6

3.1 Jenis Penelitian..............................................................................................6

3.2 Sumber Data..................................................................................................6

3.3 Sasaran Penulisan..........................................................................................7

3.4 Tahapan Penulisan.........................................................................................7

BAB IV...................................................................................................................8

PEMBAHASAN.....................................................................................................8

4. 1 Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan................................................8

4.2 Urgensi Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan...................................9

4.3 Tindakan Pemerintah dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan...................10

4.4 Program Ketahanan Pangan Pemerintah Bisakah Dianggap Gagal?..........13

4.5 Inovasi.........................................................................................................15

BAB V...................................................................................................................16

Page 4: perempuan dan ketahanan pangan

PENUTUP.............................................................................................................16

5.1 Simpulan.....................................................................................................16

5.2 Saran............................................................................................................17

Daftar Pustaka.......................................................................................................18

Lampiran – lampiran.............................................................................................19

Page 5: perempuan dan ketahanan pangan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara penghasil beras, walaupun beberapa tahun

belakangan, negara ini memilih untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional

melalui jalur impor. Menurut UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang

dimaksud ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara

sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,

baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau

serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk

dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pendefinisian

ketahanan pangan (food security) berubah dalam tiap konteks, waktu, dan tempat.

Ketahanan pangan merupakan sebuah konsep kebijakan baru yang muncul pada

tahun 1974 saat konferensi pangan dunia (Prabowo, 2010). Ketahanan pangan

dapat terwujud apabila dua aspek dapat terpenuhi dengan baik. Aspek pertama

adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk.

Aspek kedua, yaitu setiap penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi

terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan

yang sehat dan produktif dari hari ke hari.

Berdasarkan data yang ada, ketersediaan pangan nasional untuk konsumsi

yang diukur dalam satuan energy dan protein, sebagaimana laporan BPS

menunjukkan pada tahun 2008 sebanyak 3.786,49 Kkal/kapita/hari dan naik

sebesar 0,072% dari tahun sebelumnya, sementara tahun 2009 mengalami

penurunan sebesar 5,54% dan meningkat lagi sebesar 0,02% pada tahun 2010.

Untuk konsumsi protein pada tahun 2008 sebanyak 106,62 g protein/kapita/hari

dan turun dari total konsumsi protein tahun sebelumnya sebesar 1,27% dan terus

turun sebesar 5,65% pada tahun 2009, tetapi mengalami peningkatan sebesar

1,39% tahun 2010. Meskipun tampak bahwa konsumsi kalori maupun protein

cenderung fluktuatif, tetapi berdasarkan standar kecukupan energi dan protein

yang direkomendasikan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun

2000 yang masing-masing sebanyak 2.500 Kkal/kapita/hari dan 55 g

protein/kapita/hari masih melebihi standar tersebut. Tampaknya ketersediaan

pangan saat ini telah melebihi standar kecukupan energi dan protein nasional,

1

Page 6: perempuan dan ketahanan pangan

tetapi angka kecukupan tersebut belum seideal pemenuhan kecukupan konsumsi

di tingkat rumah tangga atau individu. Hal ini terlihat pada tingkat konsumsi per

kapita per hari rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang hanya

sebanyak 1.839,69 Kkal atau hanya 72.00% dari standar kecukupan nasional.

Landasan ketahanan pangan masyarakat dan yang menjadi pilar bagi

ketahanan pangan nasional adalah ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan

pangan rumah tangga merupakan pintu awal untuk membentuk dan membangun

ketahanan pangan nasional. Bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang terus

bertumbuh, maka pertumbuhan pangan juga harus selalu selaras dengan

bertumbuhnya masyarakat. Kebutuhan pangan senantiasa meningkat seiring

dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun, tidak semua kebutuhan pangan

dapat terpenuhi secara maksimal, karena kapasitas produksi dan distribusi pangan

yang terbatas, akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim. Hal tersebut membuat

ketahanan pangan nasional menjadi tidak stabil. Untuk itulah pemerintah harus

melaksanakan kebijakan pangan yaitu meliputi pasokan, diversifikasi, keamanan,

kelembagaan, dan organisasi pangan. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan

pangan ini menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka mempertahankan

kedaulatan negara, melalui tidak tergantung pada impor pangan dari negara maju.

Ketergantungan suatu negara akan impor pangan (apalagi dari negara maju), akan

mengakibatkan pengambilan keputusan atas segala aspek kehidupan menjadi

tidak bebas atau tidak merdeka dan karenanya negara menjadi tidak berdaulat

secara penuh (Arifin dalam Purwaningsih, 2008). Masalah yang muncul terkait

ketahanan pangan, bila dilihat dari tataran rumah tangga, yaitu masih besarnya

proporsi kelompok masyarakat yang mempunyai daya beli rendah, ataupun tidak

mempunyai akses atas pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2006).

Menilik dari konsep ketahanan pangan menurut UU No 18 Tahun 2012

tentang pangan yang telah kami sampaikan dalam paragraf sebelumnya, terdapat

beberapa prinsip yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung terhadap

ketahanan pangan (food security), yang harus diperhatikan (Sumardjo, 2006) :

2

Page 7: perempuan dan ketahanan pangan

Rumah tangga sebagai unit perhatian terpenting pemenuhan kebutuhan

pangan nasional maupun komunitas dan individu

Kewajiban negara untuk menjamin hak atas pangan setiap warganya yang

terhimpun dalam satuan masyarakat terkecil untuk mendapatkan pangan bagi

keberlangsungan hidup

Ketersediaan pangan mencakup aspek ketercukupan jumlah pangan (food

sufficiency) dan terjamin mutunya (food quality)

Produksi pangan yang sangat menentukan jumlah pangan sebagai kegiatan

atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan,

mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan

Mutu pangan yang nilainya ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,

kaandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan

minuman

Keamanan pangan (food safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan

untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan

benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan membahayakan keadaan

manusia

Kemerataan pangan merupakan dmensi penting keadilan pangan bagi

masyarkat yang ukurannya sangat ditentukan oleh derajat kemampuan negara

dalam menjamin hak pangan warga negara melalui sistem distribusi produksi

pangan yang dikembangkannya. Prinsip kemerataan pangan mengamanatkan

sistem pangan nasional harus mampu menjamin hak pangan bagi setiap

rumah tangga tanpa terkecuali

Keterjangkauan pangan mempresentasikan kesamaan derajat keleluasaan

akses dan kontrol yang dimiliki oleh setiap rumah tangga dalam memenuhi

hak pangan mereka. Prinsip ini merupakan salah satu dimensi keadilan

pangan yang penting untuk diperhatikan.

Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk memperkuat

ketahanan pangan nasional yaitu melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan

diversifikasi. Pemerintah juga telah membangun sarana irigasi, jalan dan industri

3

Page 8: perempuan dan ketahanan pangan

pendukung (semen, pupuk, dan lain-lain). Selain itu pemerintah melakukan

pembenahan institusi ekonomi seperti konsolidasi kelompok tani. Pembangunan

ketahanan pangan yang dilakukan oleh pemerintah, diarahkan guna mewujudkan

kemandirian pangan, untuk menjamin ketersediaan pangan di tingkat nasional,

daerah hingga rumah tangga, serta menjamin konsumsi pangan yang cukup,

aman, bermutu, dan bergizi seimbang di tingkat rumah tangga sepanjang waktu;

melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan

peluang pasar, peningkatan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.

Suatu kebijakan tentu akan berhasil jika semua pihak berkolaborasi dan

saling bekerjasama dalam pelaksanaanya. Maka perlu adanya peran dari semua

pihak, termasuk perempuan. Dalam peningkatan ketahanan pangan, perempuan

memiliki peran yang strategis dalam keberhasilan pencapaian tujuan

kesejahteraan. Data dari Badan PBB, FAO (2009) menyebutkan bahwa wanita

memproduksi 60% – 80% pangan di sebagian besar negara-negara berkembang

dan bertanggungjawab pada sebagian produksi pangan dunia. Dari populasi

sebesar itu, ternyata angka penduduk perempuan mendominasi (sebanyak 51%).

Hal ini memberikan pemahaman bahwa perempuan memiliki peran dalam

berbagai bidang dalam hal ketahanan pangan. Dalam hal ini, perempuan dapat

dikatakan sebagai kunci pelestarian keragaman sumber pangan yang memiliki

ikatan yang kuat dengan keanekaragaman hayati.

Maka dari itu perlu adanya inovasi kebijakan dan pelayanan publik dalam hal

ketahanan pangan di Indonesia. Khususnya mengenai kebijakan yang

berhubungan dengan peran wanita dalam menjaga ketahanan pangan termasuk

pada tahapan pengolahan dan persiapan pangan.

1.2 Rumusan Masalah

Inovasi kebijakan apa yang seharusnya diberikan untuk meningkatkan peran

perempuan dalam ketahanan pangan?

4

Page 9: perempuan dan ketahanan pangan

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui peran perempuan dalam ketahanan pangan di Indonesia dan

inovasi kebijakan seperti apa yang seharusnya diberikan oleh pemerintah dalam

rangka meningkatkan peran perempuan dalam ketahanan pangan.

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai peran perempuan

dalam ketahanan pangan di Indonesia dan inovasi kebijakan seperti apa yang

seharusnya diberikan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan peran

perempuan dalam ketahanan pangan.

5

Page 10: perempuan dan ketahanan pangan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pelayanan Publik

Sinambela (2006: 5) pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan

yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau

mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan pelanggan.

Moenir (1995: 27) pelayanan adalah serangkain kegiatan, karena itu

merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan berlangasung secara rutin dan

berkesinambungan, meliputi seluruh organisasi.

Menurut KEMENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman

Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, definisi pelayanan publik adalah

segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan

publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 1 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau

pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Puspitasari (dalam Jati, 2011: 70) Pelayanan Publik diartikan upaya negara

untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat dalam kapasitasnya sebagai warga

negara.

Pelayanan publik memiliki asas pelayanan publik menurut pasal 4 UU No.

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu

a. Kepentingan umum

b. Kepastian hukum

6

Page 11: perempuan dan ketahanan pangan

c. Kesamaan hak

d. Keseimbangan hak dan kewajiban

e. Keprofesionalan

f. Partisipatif

g. Persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif

h. Keterbukaan

i. Akuntabilitas

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan

k. Ketepatan waktu

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan

2.2 Reformasi Pelayanan Publik

Sinambela et. al (2008: 13) pelayanan publik telah mengalami perubahan, sebab pemerintah

selaku pelaku utama mengalami pendifinisian ulang sesuai dengan konteksnya. Untuk

ringkasnya, dikemukakan tiga paradigma sesuai dengan besar kecilnya peranan pemerintah

dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan publik.

Pertama, paradigma negara kuat atau negara otonom dimana kekuatan sosial politik termasuk

kekuatan pasar, kecil pengaruhnya dalam kebijakan publik, bahkan pelaksanaannya.

Kedua, paradigma deregulasi setengah hati, dimana pemerintah memilih sektor tertentu untuk

dideregulasi yang pertimbangan utamanya bukan pencapaian efesiensi pelayanan publik, tetapi

keamanan bisnis antara pejabat negara dan pengusaha besar

Ketiga, paradigma reformasi pelayanan publik. Paradigma ini mengkaji ulang peran pemerintah

dan mendefinisikan kembali sesuai dengan konteksnya, yaitu perubahan ekonomi dan politik

global, penguatan civil society, good governance, peranan pasar dan masyarakat yang semakin

besar dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan publik.

2.3 Inovasi Pelayanan Publik

Dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik, maka perlu dilakukan

pembangunan dan pengembangan inovasi pelayanan publik. Berdasarkan Peraturan Menteri

7

Page 12: perempuan dan ketahanan pangan

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 31 Tahun

2014 menyebutkan bahwa inovasi pelayanan publik dilakukan secara kompetitif, adaptif,

pertukaran pengalaman, dan berkelanjutan.

2.4 Ketahanan Pangan

Menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan

perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan

agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara

berkelanjutan.

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap

orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik

secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno, 1998).

Ketahanan pangan para ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur

pokok yaitu ‘ ketersediaan pangan’ dan ‘ aksesibilitas masyarakat’ terhadap bahan pangan

tersebut. Salah satu dari unsur diatas tidak terpenuhi, maka suatu negara belum dapat dikatakan

mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup ditingkat nasional

dan regional tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata,

maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh (Arifin,2004:31).

Ada tiga pilar yang mendukung bangunan ketahanan pangan. Pertama, ialah ketersediaan

pangan sebanyak yang diperlukan oleh masyarakat yang mencakup kestabilan dan

kesinambungan penyediaan pangan baik yang berasal dari produksi, cadangan maupun impor

dan ekspor. Kedua, ialah distribusi yang mencakup aksesabilitas pangan antar wilayah dan antar

waktu serta stabilitas harga pangan strategis. Ketiga, ialah konsumsi yang mencakup jumlah

mutu gizi/nutrisi,keamanan dan keanekaragaman konsumsi pangan (Suparmo dan

Usman,2004:3-4).

8

Page 13: perempuan dan ketahanan pangan

2.5 Peran perempuan dalam ketahanan pangan

Disebutkan dalam Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26 No 2, Oktober 2008:191-207 yang

berjudul Women Status Dan Fisheries And Paddy Farmers’ Household Food Security In Muko-

Muko District Bengkulu Province bahwa peranan anggota rumah tangga, termasuk perempuan

dalam mempertahankan agan bagii rumah tangga tidak dapat terlepas dari attribute yang melekat

pada anggota rumah tangga seperti faktor umur, pendidikan, penglaman,perilaku dan faktor –

faktor ini juga akan terkait dengan jumlah tanggungan rumah tangga, luas lahan garapan, serta

orientasi produksi. Status perempuan baik dalam masyarakat maupun rumah tangga sangatlah

penting. Faktor – faktor ini secara teoritik akan menentukan ketahanan pangan bagi rumah

tangga

Wanita memiliki peran penting pada semua tahapan produksi pangan, termasuk pengolahan

dan persiapa pangan. Di banyak negara – negara miskin, dimana ekonominya bergantung pada

pertanian,kurang lebih 60 persen dari total orang miskin adalah wanita, dimana mereka

tergantung pada pertanian untuk hidup (Danida 2008)

Penelitian FAO dan Horenstein (1989) memberikan gambaran mengenai perubahan dan

peranan mutakhir perempuan dalam ketahanan pangan pada wilayah yang berbeda di dunia.

Dalam hal tidak terpenuhinya hak atas pangan yang layak, perempuan dan anak perempuan

adalah kelompok yang paling menderita. Data FAO menunjukkan bahwa di banyak negara, anak

perempuan yang meninggal jumlahnya dua kali lebih banyak jika dibandingkan dengan anak

laki-laki. Penyebab utamanya adalah kurang gizi dan penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat

dicegah. Begitu juga pada perempuan dewasa, jumlah yang menderita malnutrisi dua kali lebih

banyak jika dibandingkan dengan laki-laki (Esterlianawati, 2008). Pencapaian ketahanan pangan

menjadi semakin penting karena pangan bukan hanya merupakan basic need, tetapi juga

merupakan basic right bagi setiap umat manusia yang wajib dipenuhi (Hariyadi, 2009),

International Labor Organization (1999) seperti dikutip oleh Adioetomo et al. (2000)

menyebutkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah bagian dari perekonomian, merupakan

konsumen sekaligus pekerja, sebagai anggota rumah tangga dan anggota masyarakat. Nilai-nilai

tradisional Indonesia menempatkan laki-laki sebagai pekerja dan perempuan di rumah hingga

beberapa waktu terakhir, bahkan di perdesaan nilai-nilai ini masih dipegang. Kondisi ini juga

direfleksikan di dalam pasar tenaga kerja, yang masih menganggap perempuan Indonesia sebagai

pekerja kelas dua. Diskriminasi yang terjadi antara perempuan dan laki-laki menunjukkan

9

Page 14: perempuan dan ketahanan pangan

adanya ketidakadilan dalam masyarakat, dan pembangunan tanpa keadilan gender berakibat pada

hasil yang dicapai sampai kapan pun tidak akan pernah maksimal (Venny, 2004).

10

Page 15: perempuan dan ketahanan pangan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitan ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yang digunakan untuk memperoleh

gambaran yang tepat dan utuh tentang suatu gejala. Penelitian ini ditembuh dengan cara

memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada, dengan dukungan data-data, kata-kata dan

gambar. Sutopo (2002: 35) penelitian deskriptif kualitatif yaitu data yang dikumpulkan terutama

berupa kata-kata, kalimat atau gambar memiliki arti lebih dari sekedar angka-angka atau

frekuensi.

Pengertian dari metode deskriptif sendiri, menurut Nazir (2005: 54), yaitu suatu metode dalam

meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Sedang menurut Narbuko (2002: 44)

penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada

sekarang berdasarkan data-data, jadi penelitian deskriptif ini juga menyajikan data, menganalisa

data dan menginterprestasikan data.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, peneliti menggunakan penelitian deskriptif dengan

alasan,

1. Penempatan diri pada pemecahan masalah sekarang dan bersifat aktual

2. Penelitian ini menggunakan tahapan yang sistematis dengan cara mengumpulkan data,

mengklarifikasikan dan menganalisis, dan menginterpretasikan

3. Menjelaskan prosedur setiap langkah penyelidikan dengan teliti dan terperinci.

3.2 Sumber Data

Menurut Sutopo (2002: 49) sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti

karena ketepatan dan kekeyaan data atau kedalaman yang diperoleh. Sumber data yang kami

gunakan yaitu dokumen, yang terdiri dari dokumen terkait kebijakan tentang ketahanan pangan,

dan jurnal-jurnal serta penelitian terdahulu tentang ketahanan pangan dan peran gender didalam

ketahanan pangan nasional tersebut.

11

Page 16: perempuan dan ketahanan pangan

3.3 Sasaran Penulisan

Sasaran penulisan atau hal apa yang hendak kami tulis adalah perempuan, khususnya melihat

peran perempuan dalam ketahanan pangan dan inovasi kebijakan apa yang bisa diambil.

3.4 Tahapan Penulisan.

Kebijakan ketahanan pangan peran perempuan dalam ketahanan pangan perempuan

terabaikan dan kurang mendapat perhatian inovasi kebijakan pelayanan publik, kaitannya

dengan peran per\empuan dalam ketahanan pangan

12

Page 17: perempuan dan ketahanan pangan

BAB IV

PEMBAHASAN

4. 1 Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan

Gender dan ketahanan pangan saling berhubungan. Penelitian FAO dan Horenstein (1989)

memberikan gambaran mengenai perubahan dan peranan mutakhir perempuan dalam ketahanan

pangan pada wilayah yang berbeda di dunia. Dalam hal tidak terpenuhinya hak atas pangan yang

layak, perempuan dan anak perempuan adalah kelompok yang paling menderita. Akan tetapi

peran perempuan dalam implementasi kebijakan ternyata masih dipandang sebelah mata dan

belum diberikan apresiasi.

International Labor Organization (1999) seperti dikutip oleh Adioetomo et al. (2000)

menyebutkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah bagian dari perekonomian, merupakan

konsumen sekaligus pekerja, sebagai anggota rumah tangga dan anggota masyarakat. Nilai-nilai

tradisional Indonesia menempatkan laki-laki sebagai pekerja dan perempuan di rumah hingga

beberapa waktu terakhir, bahkan di perdesaan nilai-nilai ini masih dipegang. Kondisi ini juga

direfleksikan di dalam pasar tenaga kerja, yang masih menganggap perempuan Indonesia sebagai

pekerja kelas dua. Diskriminasi yang terjadi antara perempuan dan laki-laki menunjukkan

adanya ketidakadilan dalam masyarakat, dan pembangunan tanpa keadilan gender berakibat pada

hasil yang dicapai sampai kapan pun tidak akan pernah maksimal (Venny, 2004).

Untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangganya, perempuan mengalokasikan

waktu yang dimilikinya dengan melakukan berbagai aktivitas untuk memperoleh penghasilan,

baik berupa produk (natura) yang dapat dijadikan bahan pangan keluarga, atau dijual, maupun

penghasilan berupa uang tunai yang dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan

terutama bahan makanan yang diperlukan seluruh anggota keluarga. Upaya-upaya memperoleh

penghasilan tersebut dapat dilakukan dengan bekerja di dalam usaha taninya, bekerja di luar

usaha taninya, atau di luar sektor pertanian. Maka dari itu adanya kebijakan yang melindngi

peran perempuan dalam hal ketahanan pangan harusnya lebih diperhatikan lagi, mengingat

betapa tingginya peran mereka tapi banyak ketidakadilan yang justru mereka teriama.

13

Page 18: perempuan dan ketahanan pangan

4.2 Urgensi Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan

Pangan saat ini tidak hanya menjadi kebutuhan dasar, melainkan sudah menjadi hak dasar

sehingga keberadaannya mutlak diperlukan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan di

Indonesia, maka dibutuhkan kesetaraan gender bagi kaum laki-laki dan perempuan dalam

pencapaiannya. Namun kenyataan yang terjadi menunjukkan bahwa kaum perempuan cenderung

masih mengalami diskriminasi, padahal ia memiliki peran yang penting dalam upaya pencapaian

ketahanan pangan.

Ketahanan pangan nasional dapat dicapai dari satuan sosial yang paling kecil, yaitu

keluarga. Sebagai satuan sosial yang paling kecil, keluarga memiliki andil dalam upaya

pencapaian ketahanan pangan nasional. Perempuan memiliki peran yang sangat penting,

terutama dalam pencapaian ketahanan pangan keluarga. Pentingnya peran perempuan tersebut

disebabkan karena perempuan sebagai subjek dalam rumah tangga yang memegang pilar-pilar

ketahanan pangan dalam keluarga, diantaranya 1) Kemampuan untuk mengatur ekonomi

keluarga sehingga mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan. 2) Kreativitas kaum perempuan

dalam melakukan diversifikasi pangan. 3) Kreativitas untuk memanfaatkan lahan kosong sebagai

tempat menanam tanaman pangan. Peran-peran nyata perempuan dalam ketahanan pangan

keluarga merupakan kontribusi nyata dalam pencapaian ketahanan pangan nasional.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa perempuan memiliki peran yang penting dalam

ketahanan pangan karena perempuan sebagai subjek yang mampu melaksanakan peran dalam hal

memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan hasil pangan untuk meningkatkan ketahanan

pangan. Perempuan memiliki peran penting dalam menyediakan pangan bagi 237 juta jiwa

penduduk di Indonesia. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2006, jumlah petani

perempuan mencapai 55,2% sedangkan petani pria hanya 46%. Oleh karena itu ia berpendapat

peran petani perempuan sangat besar dalam menyukseskan ketahanan pangan salah satunya

dalam pengelolaan lumbung pangan. Tanpa adanya peran dari kaum perempuan secara

maksimal, maka pencapaian ketahanan pangan di Indonesia tidak akan mampu berjalan secara

maksimal.

Perempuan memiliki peran yang penting dalam mencapai pilar-pilar kedaulatan pangan,

yang terdiri dari 1) Produsen dan wirausaha pertanian, 2) Penjaga kedaulatan pangan yang

mencurahkan waktunya untuk mengelola pendapatan dan konsumsi rumah tangga, 3) Pengelola

penyediaan pangan saat kondisi ekonomi sulit. Pilar-pilar kedaulatan pangan tersebut saling

14

Page 19: perempuan dan ketahanan pangan

berhubungan satu dengan yang lain dan membutuhkan peran perempuan melalui pemberdayaan

dalam upaya mencapai peningkatan kedaulatan pangan, khususnya di Indonesia sebagai negara

yang memiliki sumber daya alam yang berpotensi besar dalam hal pangan.

4.3 Tindakan Pemerintah dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan

Yunastiti Purwaningsih dalam “Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan

Pemberdayaan Masyarakat”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 9, Nomor 1, 2008, halaman

1-27, menyatakan bahwa dalam pengambilang keputusan atau langkah untuk mewujudkan

ketahanan pangan, terlebih dahulu pemerintah membagi ketahanan pangan kedalam beberapa

keadaan atau situasi pangan, baru kemudian menetapkan langkah yang tepat untuk mengatasi

permasalahan disetiap situasi pangan.

Dalam Dokumen Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009, yang dikeluarkan Dewan

Ketahanan Pangan (2006: 59-71), menyebutkan terdapat 14 elemen penting dalam kebijakan

umum ketahanan pangan,

1. Menjamin Ketersediaan Pangan

a. Pengembangan Lahan Abadi 15 juta Ha Beriirigasi dan 15 juta Ha Lahan Kering

b. Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Lahan

c. Pelestarian Sumber daya Air dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

d. Peningkatan Efesiensi Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan

2. Menata Pertanahan dan Tata Ruang atau Wilayah

a. Pengembangan Reforma Agraria

b. Penyusunan Tata Ruang Daerah dan Wilayah

c. Perbaikan Administrasi Pertanahan dan Sertifikasi Lahan

d. Penerapan Sistem Perpajakan Progresif bagi Pelaku Konversi Lahan Pertanian Subur dan

Pembiaran Lahan Pertanian Terlantar

3. Pengembangan Cadangan Pangan

a. Pengembangan Cadangan Pangan Pemerintah

b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat

4. Mengembangkan Sistem Distribusi Pangan yang Efesien

a. Pembangunan dan Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Distribusi

b. Penghapusan Retribusi Produk Pertanian dan Perikanan

15

Page 20: perempuan dan ketahanan pangan

c. Pemberian Subsidi Transportasi bagi Daerah Sangat Rawan dan Daerah Terpencil

d. Pengawasan Sistem Persaingan Perdagangan yang Tidak Sehat

5. Menjaga Stabilitas Harga Pangan

a. Pemantauan Harga Pangan Pokok Secara Berkala

b. Pengelolaan Pasokan Pangan dan Cadangan Penyangga untuk Stabilitas Harga

6. Meningkatkan Aksesibilitas Rumah Tangga Terhadap Pangan

a. Pemberdayaan Masyarakat Miskin dan Rawan Pangan

b. Peningkatan Efektivitas Program Raskin

c. Penguatan Lembaga Pengelolaan Pangan di Pedesaan

7. Melaksanakan Diversifikasi Pangan

a. Peningkatan Diversifikasi Konsumsi Pangan dan Gizi Seimbang

b. Pengembangan Teknologi Pangan

c. Diversifikasi Usaha Tani dan Pengembangan Pangan Lokal

8. Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan

a. Pengembangan dan Penerapan Sistem Mutu pada Proses Produksi, Olahan dan

Perdagangan Pangan

b. Peningkatan Kesadaran Mutu dan Keamanan Pangan pada Konsumen

c. Pencegahan Dini dan Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Aturan Mutu dan

Keamanan Pangan

9. Mencegah dan Menangani Keadaan Rawan Pangan dan Gizi

a. Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan keadaan rawan pangan dan gizi

b. Peningkatan Keluarga Sadar Gizi

c. Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Peningkatan Gizi Keluarga

d. Pemanfaatan Cadangan Pangan Pemerintah untuk Penanggulangan Keadaan Rawan

Pangan dan Gizi

10. Memfasilitasi Penelitian dan Pengembangan

a. Alokasi Anggaran yang Memadai untuk Penelitian dan Pengembangan

b. Peningkatan Kerjasama Kemitraan Antar Lembaga Penelitiam

11. Meningkatkan Peran serta Masyarakat

a. Menerapkan sistem penghargaan tingkat nasional kepada mereka yang memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan dibidang pangan dan gizi

16

Page 21: perempuan dan ketahanan pangan

12. Melaksanakan Kerjasama Internasional

a. Penggalangan Kerjasama Internasional dalam Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

b. Perbaikan Kinerja Diplomasi Ekonomi, Politik, Sosial, dan Budaya untuk Meningkatkan

Ketahanan Pangan

13. Mengembangkan Sumberdaya Manusia

a. Perbaikan program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan di bidang pengan

b. Pemberian muatan pangan dan gizi pada pendidikan formal

c. Pemberian Jaminan Pendidikan Dasar dan Menengah Khususnya bagi Perempuan dan

Anak-anak di Pedesaan

14. Kebijakan Makro dan Perdagangan Kondusif

a. Kebijakan fiskal yang memberikan insentif bagi usaha pertanian

b. Alokasi APBN dan APBD yang mamadai untuk pengembangan sektor pertanian dan

pangan

c. Kebijakan perdagangan yang memberikan proteksi dan promosi bagi produk pertanian

strategis

Menurut Suryana dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik : “Ketahanan Pangan dalam

Perubahan Iklim Global” edisi 4, November 2011, yang diterbitkan oleh Kementerian

Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi

Publik, strategi pembangunan ketahanan pangan nasional yang dikenal dengan “triple track

strategy” yaitu

1. Pro-growth, mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan

ekspor

2. Pro-job, penciptaan lapangan kerja

3. Pro-poor, untuk menurunkan kemiskinan dan kesenjangan melalui revitalisasi sektor

pertanian dan pedesaan serta pembangunan usaha kecil menengah

Selain itu, Suryana mengungkapkan bahwa pemerintah mempunyai pendekatan “Pangan

beragam bergizi seimbang”. Pemerintah melakukan kampanye bahan pangan lokal, sehingga

masyarakat lebih banyak mengkonsumsikan karbohidrat dari pangan lokal seperti singkong,

jagung, ubi jalar, sukun, dan lain-lain.

Kebijakan yang sudah sering muncul terkait upaya menstabilkan ketersediaan pangan demi

menjaga ketahanan pangan nasionall (Suryana, 2005: 261) adalah

17

Page 22: perempuan dan ketahanan pangan

1. Kebijakan dan strategi diversifikasi pangan di Indonesia serta program aksi diversifikasi

pangan

2. Di bidang perberasan, terdapat kebijakan harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) dan

tarif impor

3. Kemandirian pangan

4. Kebijakan (pangan) transgenik

4.4 Program Ketahanan Pangan Pemerintah Bisakah Dianggap Gagal?

Program-program yang telah dilaksanakan selama ini, memang masih belum maksimal

dalam hal pelaksanaannya. Kenyataannya dilapangan selama ini, dapat dilhat bahwa pemerintah

belum mampu mewujudkan ketahanan pangan, mengingat pemerintah masih menempatkan

pilihan untuk mengimpor beras menjadi jalan terbaik. Meski data yang disajikan sebelumnya

terjadi peningkatan produksi beras setiap tahunnya, namun selisih antara produksi beras dengan

konsumsi beras tidak terlalu besar, hanya sekitar 2.166.817 ton saja, itu untuk tahun 2010.

Negara tidak mempunyai cukup cadangan beras minumum yang ditetapkan sebelumnya yaitu

sebesar 3,3 juta ton per tahunnya.

Kita sadar bahwa padi, petani, dan pemerintah memiliki hubungan yang kompleks.

Kebijakan maupun program yang akan dan telah dilaksanakan oleh pemerintah, pasti mengalami

kendala, dan berujung pada penambahan kuantitas impor beras, dan hal tersebut kembali

membuat kehidupan petani menjadi sulit. Dengan menjalankan impor, berarti harga beras dipasar

akan mengalami penurunan, belum lagi masalah hama yang membuat gagal panen. Selain itu

petani juga dihadapkan pada kenyataan, bahwa tanah-tanah subur mereka hilang dan digantikan

dengan real estate untuk kebutuhan pemenuhan investasi. Seperti yang telah dipaparkan oleh

Lembaga Ketahanan Nasional (2013: 15) secara singkat, terkait masalah dan peran pemerintah,

1. Permasalahan dari segi aspek paradigma mencakup: sistem agribisnis harus digeser menjadi

berbasis kepada petani dan pengusaha, sedangkan peran pemerintah hanya sebagai

fasilitator, pendekatan masih bersifat sektoral, dan peran pemerintah daerah masih kurang

2. Permasalahan dari aspek produksi mencakup: skala usaha petani masih kecil, alih fungsi

lahan pertanian ke non-pertanian masih tinggi, rusaknya infrastruktur pertanian di berbagai

daerah, melemahnya sistem penyuluhan pertanian, suplai air semakin berkurang, laju

pertumbuhan penduduk relatif tinggi, ketergantungan masyarakat terhadap beras masih

18

Page 23: perempuan dan ketahanan pangan

tinggi, produksi beras cenderung berfluktuasi, adopsi inovasi teknologi relatif rendah,

pemilikan lahan sangat kecil (rata-rata 0,25 ha per petani), kelembagaan petani masih lemah,

pascapanen tergantung alam, keadaan cuaca dan keadaan geografi setempat.

3. Permasalahan dari aspek distribusi mencakup: fluktuasi harga atau inflasi relatif tinggi,

pengelolaan distribusi yang belum merata di seluruh wilayah, permintaan dari luar daerah

sangat tinggi, cadangan pangan beras belum terdata dengan baik dan biaya koleksi dan

distribusi yang relatif tinggi.

4. Permasalahan dari aspek konsumsi mencakup: keamanan pangan, kerawanan pangan dan

gizi, diversifikasi pangan serta daya beli masyrakat yang belum memadai.

5. Permasalahan dari aspek koordinasi mencakup: masing-masing instansi hanya fokus pada

tugas pokok fungsinya masing-masing, lemahnya koordinasi antar instansi, dan lemahnya

leadership yang dapat mengkoordinasi berbagai instansi.

6. Permasalahan dari aspek keuangan yaitu terbatasnya akses petani terhadap sumber

permodalan serta belum adanya perlindungan keuangan terhadap petani.

4.5 Inovasi

1. Kembali menghidupkan penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan tentang cara

meningkatkan kehidupan petani melalui perempuan tani, misalnya dengan memberikan cara

atau solusi untuk mengolah tanaman yang dihasilkan dari petani menjadi sebuh produk yang

bernilai tinggi

2. Membuat “Program Sarjana Kembali ke Desa”, yang terutama diperuntukkan bagi Sarjana

Pertanian Program ini perlu dibuat karena saat ini sarjana cenderung memilih untuk bekerja

di kota dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya didesa, bukan unruk

menyesejahterakan deanya.

3. Reformulasi Undang-Undang Ketahanan Pangan yang menyangkut hak dan kewajiban

perempuan

19

Page 24: perempuan dan ketahanan pangan

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah kami kemukakan diatas, kebijakan ketahanan pangan

yang selama ini telah dikeluakan oleh pemrintah, memang telah ada beberapa yang menyentuh

kedalam permasalahan terkait ketahanan pangan nasional. Namun, dalam hal keterlibatan

perempuan dalam kehidupan pangan nasional, perempuan masih belum menemukan reformasi.

Padahal untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangga, perempuan mengalokasikan

waktu yang dimilikinya dengan melakukan berbagai aktivitas untuk memperoleh penghasilan,

baik berupa produk (natura) yang dapat dijadikan bahan pangan keluarga, atau dijual, maupun

penghasilan berupa uang tunai yang dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan

terutama bahan makanan yang diperlukan seluruh anggota keluarga. Upaya-upaya memperoleh

penghasilan tersebut dapat dilakukan dengan bekerja di dalam usaha taninya, bekerja di luar

usaha taninya, atau di luar sektor pertanian. Maka dari itu adanya kebijakan yang melindungi

peran perempuan dalam hal ketahanan pangan harusnya lebih diperhatikan lagi, mengingat

betapa tingginya peran mereka tapi banyak ketidakadilan yang justru mereka teriama.

Dari hal tersebut, kami mencoba untuk membuat inovasi agar kehidupan perempuan dalam

mempertahankan ketahanan pangan keluarga menjadi lebih meningkat

4. Kembali menghidupkan penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan tentang cara

meningkatkan kehidupan petani melalui perempuan tani, misalnya dengan memberikan cara

atau solusi untuk mengolah tanaman yang dihasilkan dari petani menjadi sebuh produk yang

bernilai tinggi

5. Membuat “Program Sarjana Kembali ke Desa”, yang terutama diperuntukkan bagi Sarjana

Pertanian Program ini perlu dibuat karena saat ini sarjana cenderung memilih untuk bekerja

di kota dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya didesa, bukan unruk

menyesejahterakan deanya.

6. Reformulasi Undang-Undang Ketahanan Pangan yang menyangkut hak dan kewajiban

perempuan

20

Page 25: perempuan dan ketahanan pangan

5.2 Saran

Untuk pemerintah:

Pemerintah seharusnya mereformulasi kebijakan yang menyangkut ketahananan pangan,

agar perempuan bisa lebih dihargai dan mendapat apresiasi

Membuat kebijakan yang berkelanjutan terkait dengan peran perempuan dalam ketahanan

pangan

Untuk mahasiswa:

Meningkatkan kesadaran untuk turit serta mensukseskan program pemerintah khususnya dalam

meningkatkan peran perempuan dalam ketahanan pangan nasional

Untuk perguruan tinggi:

Melaksanakan tridarma perguruan tinggi dengan sungguh- sungguh khususnya di sini dalam

mengabdikan diri untuk masyarakat, dan memaksimalkan fungsi nya dalam membantu program

pemeerintah meningkatkan peran perempuan dalam ketahanan pangan.

21

Page 26: perempuan dan ketahanan pangan

Daftar Pustaka

JURNAL

Jati, Wasisto Raharjo. 2011. “Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati: Studi Pelayanan Publik

SAMSAT Kota Yogyakarta”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 15, Nomor 1, Halaman

70

Purwaningsih, Yunastiti. 2008. “Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan

Pemberdayaan Masyarakat”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 9, Nomor 1, Juni 2008,

Halaman 1-27

Dewan Ketahanan Pangan. 2006. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-209. Jurnal Gizi

dan Pangan, Volume 1, Nomor 1, Juli 2006, Halaman 57-63

Prihatin, S. Djuni, Sunarru Samsi Hariadi & Mudiyono. 2012. “Ancaman Ketahanan Pangan

Rumah Tangga Petani”. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume II, Nomor 2, Juli 2012.

FAO. Undated. Gender Food Security. Women in Development Service, Roma: FAO

Venny A. 2004. Mempersoalkan Kemiskinan. Dalam www.freelist.org.

BUKU

Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik (Teori, Kebijakan, dan

Implementasi). Jakarta: Bumi Aksara

Moenir, H.A.S. 1995. Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta: Raja Grafindo

Soetrisno. 1998. Karakteristik Iklim di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

KEBIJAKAN

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

KEMENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2014

22