Top Banner
Perdarahan Intra Serebral A. Definisi Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage). B Epidemiologi Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko terkait dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah 1
32

Perdarahan Intra Serebral

Jan 17, 2016

Download

Documents

neuro
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perdarahan Intra Serebral

Perdarahan Intra Serebral

A. Definisi

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan

oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian

manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan

selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer

(lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti

thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).

B Epidemiologi

Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus

per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih sering

terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi

tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National

Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan

intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.

Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan

resiko. Peningkatan risiko terkait dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait

dengan kurangnya kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden

perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit

hitam. Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan

dengan insiden. Rendahnya observasi kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat

meningkatkan resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval 40 –

75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian 60 – 90 %.

C Anatomi

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai

sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang

sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang

dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi

mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah

total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari

1

Page 2: Perdarahan Intra Serebral

arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri),

yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior.

Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut

sebagai sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum anterior bertemu

dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak

adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca

atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area

visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang

merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan gangguan

otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta

gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena

adanya serangan stroke.

D Etiologi

Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan

yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah,

hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan

antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis,

amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :

1. Hipertensi

Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang memperlemah

dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan

aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik

dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di

sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.

2. Cerebral Amyloid Angiopathy

Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh

adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan

arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri

kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah

2

Page 3: Perdarahan Intra Serebral

subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding

arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di

samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya

perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.

3. Arteriovenous Malformation

4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang

hipervaskular.

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.

lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan

perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat

pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4

E. Patofisiologi

Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak dan

serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik

menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya

edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan

kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan

penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,

maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah

otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.

3

Page 4: Perdarahan Intra Serebral

F. Gejala Klinis

Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di

dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang.

Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan

penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung

dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus.

dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke

arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan

muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi

frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah

didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS,

sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid

sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat

onset PIS.

G. Pemeriksaan Fisik

Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi

berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti

hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang

diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif

dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang merupakan

tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma.

Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS.

Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi, sedang

pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan deviation

conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward

gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada

perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.

Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil

anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil

miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,

diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi

4

Page 5: Perdarahan Intra Serebral

transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat

reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.

Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di

mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di bagian

5

Page 6: Perdarahan Intra Serebral

tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik

timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam

stadium agonal.

H. Klasifikasi PIS

Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :

1. Putaminal Hemorrhage

Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh

perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan

kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi berdasarkan

kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif

pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak

dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya pada 14%

kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien menunjukkan berbagai

bentuk defisit motorik dan sekitar 65% mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick.

Perdarahan putaminal kecil menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori

kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan

hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan,

hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan. Progresi

menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi, pupil tak

berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan

respons Babinski bilateral.

Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah

gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,

penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi

penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.

Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit kepala

atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah

penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan

tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang

lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat

6

Page 7: Perdarahan Intra Serebral

mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin memburuk

dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral

dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaksid, stimulasi nyeri

menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat kesadaran stupor.

Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak

atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil

dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan yang

deserebrasi.

2. Thalamic Hemorrhage

Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal. Umumnya perdarahan

talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat dari perdarahan putaminal.

Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula internal

tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang

mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan

batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi

mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya

konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus

retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan

gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala

terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.

 

Gambar 3. Perdarahan Thalamus

3. Perdarahan Pons

7

Page 8: Perdarahan Intra Serebral

Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan

perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi

di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-

tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan

fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan

otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun

reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur

ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.

 

4. Perdarahan Serebelum

Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.

Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior

sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada

50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan

distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan

serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis

sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan

memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari

hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.

Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh Fisher.

Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan atau berdiri.

Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi

adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien dengan perdarahan

serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang;

hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam

seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya

bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau

berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi termasuk

ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %).

Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),

nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan

8

Page 9: Perdarahan Intra Serebral

bila ada biasanya disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau

bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer

mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan

dilema diagnostik atas pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan

tampil dengan oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 

Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena

disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal yang

lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial ipsilateral.

Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 % pasien.

5. Perdarahan Lober

Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis. Hipertensi

kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat datang. Perdarahan

oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang

jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior

telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif

baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan

muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri

kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh

ke garis tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak

seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan

lober dari stroke  jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.

6. Perdarahan intraserebral akibat trauma

Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral

pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan

atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak atau

kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter

sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Intracerebral

hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak

(hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak).

9

Page 10: Perdarahan Intra Serebral

I. Diagnosis

Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke non

hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar sehingga

diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat membedakan

manifestasi klinis antara perdarahan infark.

Pemeriksaan Penunjang

Kimia darah

Lumbal punksi

EEG

CT scan

Arteriografi

Pemeriksaan koagulasi harus dikerjakan pada pasien.

10

Page 11: Perdarahan Intra Serebral

2.15 . Komplikasi

o Stroke hemoragik

o Kehilangan fungsi otak permanen

o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

2.16. Penanganan PIS

Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage‟ harus

mendapat pengobatan untuk :

1. ”Normalisasi” tekanan darah

2. Pengurangan tekanan intrakranial

3. Pengontrolan terhadap edema serebral

4. Pencegahan kejang.

Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena

adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena

cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran darah

otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang

meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada

miokard, ginjal dan otak.

Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui hubungan

tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH, mereka

menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara bermakna

berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg tampak

berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah

sistolik ≤ 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan :9

1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors

2. Angiotensin Receptor Blockers

3. Calcium Channel Blockers

Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung terhadap pengendalian

TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi,

diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi

intrakranial yang disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi

11

Page 12: Perdarahan Intra Serebral

perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila

dilakukan segera setelah onset perdarahan.

Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien

memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari

hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat

serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan dengan

hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah

diberikan tindakan medis maksimal.

Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis

memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya perdarahan inisial

menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :

1. Perdarahan progresif fatal.

Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah

mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit umum terjadi

dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan

nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan

bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada

kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat,

memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial

dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi.

GCS biasanya kurang dari 6.

2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).

3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit

neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan hidup

(GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan berbahaya, namun

keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan

hematoma dilakukan secara bedah

PENGELOLAAN SECARA MEDIKAL

Penilaian dan Pengelolaan Inisial

12

Page 13: Perdarahan Intra Serebral

Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi, ukuran

serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang akan dilakukan,

penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.

Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus dilakukan

bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial dapat dilakukan

dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini untuk memastikan prognosis, juga untuk

membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan.

Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi.

Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder akibat iskemia.

Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien hipertensif maupun

nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang sinambung atas tekanan darah.

Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan tekanan

darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena

secara bersamaan akan menurunkan tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk

mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar

180 mmHg pada pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung

masing-masing pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan

untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah

210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal

hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip

nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.

Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa. Bila jalan

nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien koma atau

obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik yang akan

meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai. Bila diduga ada

peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg,

dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan

pada pasien dengan perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria

progresif, atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi

dipantau.

13

Page 14: Perdarahan Intra Serebral

Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung platelet,

elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,

dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.

Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala tanpa

kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan pemeriksaan

radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi atau ke bangsal,

tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta etiologi perdarahan.

Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan mengurangi efek massa,

sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal umum serta pencegahan

komplikasi.

Pencegahan atas Perdarahan Ulang 

Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai di

dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari AVM dan tumor

juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah seperti dijelaskan

di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko perdarahan ulang lebih tinggi.

Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat normotensif untuk mencegah vasospasme,

namun cukup rendah untuk menekan risiko perdarahan. Beberapa menganjurkan asam

aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik. Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.

Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang

berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan kelainan perdarahan lain

dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.

Mengurangi Efek Massa

Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien dengan

peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha nonbedah untuk

mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang

otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi peninggian TIK antara lain :9

1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki

drainase vena.

2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam

untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).

14

Page 15: Perdarahan Intra Serebral

3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan

koloid bila perlu.

4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan TIK

kurang dari 20 mmHg.

5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.

Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala, restriksi

cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki tekanan

perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi

serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial,

hingga tekanan darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai

sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70

mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.

Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK jarang

diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara rutin. Disukai

ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol

TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus akibat

hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan ventrikulostomi dibanding

hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan TIK membantu menilai

manfaat tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.

Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah dilaporkan

bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan bahwa deksametason

tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes).

Namun digunakan deksametason pada perdarahan parenkhimal karena tumor yang berdarah

dimana CT-scan memperlihatkan edema serebral yang berat.

Perawatan Umum

Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan

subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg melalui

mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik. Namun

penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.

Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan, kecuali

bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin, karena

15

Page 16: Perdarahan Intra Serebral

kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah pemberiannya,

dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV (50 mg/menit) diikuti

300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus dipantau selama pembebanan IV karena

infus yang terlalu cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah mendesak. Sebagai tambahan,

EKG harus dipantau karena fenitoin berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran

interval PR dan gelombang Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan

dosis disesuaikan hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 µg/ml) dan

pasien bebas kejang.

Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari, kadar

terapeutik darah 20-40 µg/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari, kadar terapeutik

4-12 µg/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah

sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus dicegah. Selain itu hipoksia dan

asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial untuk menambah cedera otak sekunder.

Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status cairan,

elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien dengan restriksi

cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi memadai adalah esensial.

PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI

Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah yang sulit.

Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :

1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.

2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma

kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality

of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.

Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah,

kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan

mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan

status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :8,9

1. Massa hematoma kira-kira 40 cc

2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

16

Page 17: Perdarahan Intra Serebral

3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8

atau kurang.

4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau

pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.

5. Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai

berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25

mmHg.

Tindakannya :

Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan

pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.

Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk basal

ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih sedikit.

Penggunaan manitol

Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis diuretik

yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang digunakan

dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan

menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan salah

satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien menurunkan

peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak, khususnya

pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan

intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan

menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.

Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.

Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial

dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan peningkatan

tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik (manitol), khususnya

pada keadaan patologis edema otak. Tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan tumor otak.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh

lebih dari kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.

17

Page 18: Perdarahan Intra Serebral

Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 – 1 gram/kgbb diberikan

bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari 10 – 15 menit. Manitol

dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 – 2 gram/kgbb sebagai larutan 15-

20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol diberikan untuk menghasilkan nilai serum

osmolalitas 310 – 320 mOsm/L. Osmolalitas serum sering kali dipertahankan antara 290 – 310

mOsm. Tekanan Intrakranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena

efek manitol dimulai setelah 0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum

juga dimonitor selama pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara

serius, pemberian manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan

dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley

catheter harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi

dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.

Obat Neuroprotektor :

1. Piracetam 1200 mg/kaplet

Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi

psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan dengan

akibat pasca trauma.

Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan, awal 6

kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6 minggu. Pemeliharaan : 1,2

g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai mencapai

efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau ½ kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari.

Pemberian obat : sesudah makan.

Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.

Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi, lelah,

gangguan GI, mengantuk.

Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.

Rencana edukasi :

Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus

diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan

melakukan pengecekan fungsi ginjal.

18

Page 19: Perdarahan Intra Serebral

Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan

pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.

2. Injeksi Citicoline

Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,

trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai

atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.

Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg 1-

2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral 1000

mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau

injeksi IV.

Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.

Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.

Mekanisme kerja :

Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama

sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan

kesadaran.

Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan

sistem motoris.

Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme

otak.

19

Page 20: Perdarahan Intra Serebral

DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4 th revised edition. New

York : Thieme. 2005.

2. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans

JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006 .p.

1890-1913.

3. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,

3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke

2007. Jakarta.

5. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors. Handbook of

Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.

6. Netter. Thalamus. In Netter,s Concise Neuroanatomy. Netter’s atlas of Neuroanatomy and

Neurophysiology. 2002, p.138-143

7. Noback, C.R. Damarest, R.J. Thalamus. In Anatomi Susunan Saraf Manusia, Edisi 2. EGC,

1991, p. 332 – 342

20

Page 21: Perdarahan Intra Serebral

8. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah Saraf

Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Suplemen

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.

9. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of

Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

10. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin

Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985. Laporan

Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 2000.

21