Perdarahan gastrointestinal akut adalah suatu masalah klinis yang umum dengan manifestasi yang beragam. Perdarahan yang dapat terjadi mulai dari yang sedikit hingga masif dan dapat berasal dari hampir seluruh bagian traktus gastrointestinal, termasuk pankreas, hepar dan sistem bilier. Walaupun tidak terjadi di kelompok usia tertentu, insidensi pertahun kurang lebih 170 kasus/100.000 orang dewasa yang meningkat secara perlahan seiring dengan usia, dan sedikit lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Perdarahan gastrointestinal juga merupakan penyebab rawat inap pada 1-2% total rawat inap yaitu 300.000 rawat inap per tahun di Amerika Serikat. Perdarahan gastrointestinal juga merupakan komplikasi yang umum pada pasien yang dirawat inap dengan penyakit lainnya, terutama pada pasien bedah. Walaupun beban ekonomi total dari perdarahan gastrointestinal belum dinilai secara resmi, perkiraan tahunan menunjukkan bahwa perdarahan divertikular sendiri membebani sistem pelayanan kesehatan hingga lebih dari 1,3 miliar dolar. Penatalaksanaan pasien-pasien ini seringnya dilakukan secara multidisipliner, melibatkan kegawatdaruratan, gastroenterologi, perawatan intensif, bedah dan radiologi intervensi. Pentingnya konsultasi bedah dini dalam perawatan pasien dengan perdarahan sangatlah penting. Selain membantu resusitasi pasien yang tidak stabil, ahli bedah endoskopik dapat langsung menegakkan diagnosis dan memulai terapi dalam beberapa situasi. Bahkan ketika ahli gastroenterologi yang melakukan hal ini, kolaborasi dini dengan ahli bedah dapat menentukan tujuan dan batas terapi nonoperatif awal. 5-10%
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Perdarahan gastrointestinal akut adalah suatu masalah klinis yang umum dengan manifestasi
yang beragam. Perdarahan yang dapat terjadi mulai dari yang sedikit hingga masif dan dapat
berasal dari hampir seluruh bagian traktus gastrointestinal, termasuk pankreas, hepar dan
sistem bilier. Walaupun tidak terjadi di kelompok usia tertentu, insidensi pertahun kurang
lebih 170 kasus/100.000 orang dewasa yang meningkat secara perlahan seiring dengan usia,
dan sedikit lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Perdarahan gastrointestinal juga
merupakan penyebab rawat inap pada 1-2% total rawat inap yaitu 300.000 rawat inap per
tahun di Amerika Serikat. Perdarahan gastrointestinal juga merupakan komplikasi yang
umum pada pasien yang dirawat inap dengan penyakit lainnya, terutama pada pasien bedah.
Walaupun beban ekonomi total dari perdarahan gastrointestinal belum dinilai secara resmi,
perkiraan tahunan menunjukkan bahwa perdarahan divertikular sendiri membebani sistem
pelayanan kesehatan hingga lebih dari 1,3 miliar dolar.
Penatalaksanaan pasien-pasien ini seringnya dilakukan secara multidisipliner, melibatkan
kegawatdaruratan, gastroenterologi, perawatan intensif, bedah dan radiologi intervensi.
Pentingnya konsultasi bedah dini dalam perawatan pasien dengan perdarahan sangatlah
penting. Selain membantu resusitasi pasien yang tidak stabil, ahli bedah endoskopik dapat
langsung menegakkan diagnosis dan memulai terapi dalam beberapa situasi. Bahkan ketika
ahli gastroenterologi yang melakukan hal ini, kolaborasi dini dengan ahli bedah dapat
menentukan tujuan dan batas terapi nonoperatif awal. 5-10% pasien yang dirawat karena
perdarahan memerlukan intervensi bedah. Konsultasi operasi segera dapat memberikan waktu
untuk persiapan dan evaluasi preoperasi, juga edukasi pasien dan keluarga jika intervensi
bedah darurat diperlukan.
Sebagian besar pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut dapat berhenti dengan
spontan. Hal ini memberikan waktu untuk perencanaan evaluasi. Walaupun demikian,
perdarahan masif terjadi secara persisten pada hampir 15% kasus yang memerlukan
resusitasi, evaluasi, dan perawatan darurat. Perkembangan penatalaksanaan pada pasien-
pasien ini, terutama yaitu terapi yang khusus dan endoskopi dini telah menurunkan durasi
perawatan secara signifikan. Akan tetapi, mortalitas tetap lebih dari 5% dan jauh lebih tinggi
dibandingkan pasien yang dirawat karena alasan lain. Adanya ketidakcocokan antara
kemajuan terapeutik dan hasil ini mungkin berkaitan dengan populasi yang semakin tua
disertai dengan peningkatan komorboditias. Sekarang ini pasien yang memerlukan intervensi
operatif lebih tua dan lebih sakit dibandingkan di masa dulu.
Perdarahan dapat berasal dari regio traktus gastrointestinal manapun dan biasanya
diklasifikasikan berdasarkan lokasinya relatif terhadap ligamentum Treitz. Perdarahan
gastrointestinal atas yaitu 80% dari kasus perdarahan kasus terjadi di proksimal dari
ligamentum Treitz. Ulkus peptikum dan perdarahan varises adalah penyebab tersering
perdarahan gastrointestinal. Sebagian besar perdarahan gastrointestinal bawah berasal dari
colon dengan divertikula dan angiodisplasia. Pada kurang dari 5 persen pasien, penyebab
perdarahan berasal dari usus halus. Perdarahan tersembunyi didefinisikan sebagai perdarahan
persisten atau berulang setelah hasil negatif pada pemeriksaan endoskopi. Perdarahan samar
tidak terlihat jelas pada pasien hingga timbul gejala yang berkaitan dengan anemia.
Penentuan lokasi perdarahan penting untuk mengarahkan intervensi diagnostik segera. Akan
tetapi, tindakan resusitasi yang sesuai lebih penting dari usaha lokalisasi sumber perdarahan.
Pendekatan terhadap pasien
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, beberapa prinsip dasar evaluasi dan
penatalaksanaan awal harus diikuti. Pendekatan yang logis dan terperinci terhadap
perdarahan gastrointestinal dijelaskan pada gambar (A). Pada saat pasien datang, penilaian
inisial cepat menentukan kedaruratan pasien. Resusitasi dimulai dengan stabilisasi status
hemodinamik pasien dan melakukan pengawasan terhadap kehilangan darah yang masih
berlangsung. Riwayat dan pemeriksaan yang lengkap seharusnya dapat memberikan petunjuk
penyebab dan sumber perdarahan dan menentukan adanya penyakit pneyerta atau
pengobatan. Investigasi spesifik harus dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Selanjutnya
terapi definitif dimulai, perdarahan diatasi dan perdarahan berulang dicegah.
Penilaian awal
Keadekuatan jalan napas dan pernapasan pasien merupakan prioritas pertama. Setelah hal ini
telah terjamin, status hemodinamik pasien menjadi perhatian utama dan menjadi dasar untuk
penatalaksanaan selanjutnya. Gejala klinis perdarahan gastrointestinal bervariasi yaitu dari
feses dengan darah samar positif pada pemeriksaan rektum hingga perdarahan yang masif.
Evaluasi awal fokus pada penilaian cepat seberapa besar kekurangan darah yang telah dialami
dan perdarahan yang masih berlangsung. Penilaian ulang status sirkulasi pasien secara
berkelanjutan untuk menentukan agresivitas intervensi dan evaluasi selanjutnya. Riwayat dari
perdarahan, seberapa banyak dan seberapa sering, setidaknya dapat memberikan petunjuk.
Gambar pendekatan secara umum terhadap pasien dengan perdarahan gastrointestinal
akut
Derajat beratnya perdarahan dapat ditentukan secara umum dari parameter klinis yang
sederhana. Obtundansi, agitasi, hipotensi( SBP<90 mmHg pada posisi tegak), disertai dengan
akral dingin, merupakan tanda dari syok perdarahan dan menunjukkan volume darah yang
hilang lebih dari 40%. Denyut jantung saat istirahat >100 x/menit, disertai penurunan tekanan
pulsasi menunjukkan volume darah yang hilang antara 20-40 %. Pada pasien tanpa syok,
perubahan postural dapat dipicu dengan meminta pasien untuk duduk dengan kaki teruntai
untuk 5 menit. Penurunan tekanan darah lebih dari 10mmHg atau peningkatan pulsasi lebih
dari 20x/menit menunjukkan volume darah yang hilang sekurangnya mencapai 20%. Pasien
dengan derajat perdarahan yang lebih ringan dapat didapatkan hasil yang normal.
Hematokrit bukan suatu parameter yang berguna untuk menilai derajat perdarahan pada
situasi akut karena perbandingan sel darah merah dan plasma yang hilang adalah sama.
Hematokrit tidak turun hingga plasma diredistribusi ke ruang intravaskular dan resusitasi
dengan cairan kristaloid. Pada beberapa pasien dengan kehilangan darah yang berat dapat
terjadi bradikardia sekunder dari reflek vagal terhadap jantung, sehingga ada tidaknya tanda
takikardia tidak selalu sesuai. Tanda-tanda hemodinamika ini lebih tidak dapat dipercaya
pada pasien tua dan pasien yang mengonsumsi beta blocker.
Stratifikasi resiko
Tidak semua pasien dengan perdarahan gastrointestinal perlu dirawat di rumah sakit atau
memerlukan evaluasi darurat. Sebagai contoh, pasien dengan perdarahan rectal dalam jumlah
sedikit yang telah berhenti dapat dievaluasi dengan rawat jalan. Tetapi pada banyak pasien,
keputusan ini tidak dapat diambil dengan mudah. Pasien lainnya memerlukan rawat inap dan
observasi tetapi dapat dievaluasi dengan endoskopi secara lebih selektif. Beberapa faktor-
faktor prognosis yang berhubungan dengan prognosis yang buruk termasuk perlu dilakukan
operasi darurat dan kematian terdapat pada tabel berikut (B). Faktor-faktor ini harus dinilai
pada penilaian awal dan resusitasi pasien dengan perdarahan gastrointestinal. Sebagai contoh,
pasien diatas 60 tahun memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan pasien usia
muda dan harus dievaluasi lebih hati-hati. Peningkatan morbiditas ini mungkin adalah
gambaran penyakit yang terjadi bersamaan. Efek merusak dari penyakit komorbid jantung,
ginjal, paru dan hepar harus diperhitungkan ketika mengevaluasi pasien dengan perdarahan
gastrointestinal. Sebagai contoh, suatu penelitian memperkirakan pada pasien perdarahan
dengan penyakit ginjal yang berat memiliki angka mortalitas meningkat hingga 30%, yang
mana meningkat hingga 65% jika terdapat gagal ginjal akut. Faktor lainnya termasuk
beratnya perdarahan awal, perdarahan yang persisten atau berulang dan onset perdarahan saat
dirawat di rumah sakit untuk penyakit lain juga berkontribusi terhadap peningkatan
morbiditas dan mortalitas.
Usaha yang cukup besar dalam mengembangkan suatu sistem untuk menilai resiko untuk
memfasilitasi triase pasien. Sistem penilaian ini telah digunakan untuk memprediksi resiko
perdarahan ulang dan mortalitas, mengevaluasi kebutuhan terhadap perawatan intensif
(Intensive Care Unit/ICU) dan menentukan kebutuhan terhadap endoskopi darurat. Beberapa
sistem penilaian tidak spesifik terhadap perdarahan gastrointestinal (eg. APACHE II scores)
tetapi dapat memberikan informasi umum tentang kondisi pasien dan resiko terhadap
prognosis yang buruk. Beberapa sistem penilaian untuk kondisi spesifik telah dikembangkan
seperti klasifikasi BLEED yang menggunakan 5 kriteria yaitu perdarahan yang sedang
terjadi, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg, waktu protrombin lebih 1.2 kali dari nilai
kontrol, perubahan status mental dan penyakit penyerta yang tidak stabil memerlukan
perawatan intensif. Jika terdapat salah satu dari kriteria, maka diprediksi peningkatan sebesar
3 kali lipat terhadap resiko perdarahan ulang, kebutuhan intervensi bedah, dan kematian.
Sistem lain selain itu juga memperhitungkan hasil endoskopi untuk meningkatkan keakuratan
prediksi. Sistem penilaian seperti ini hanya digunakan eksklusif pada studi penelitian, akan
tetapi, sampai sistem penilaian ini diperbolehkan untuk digunakan untuk penggunaan klinis,
sistem penilaian ini hanya digunakan dalam konteks penilaian klinis.
Resusitasi
Semakin berat perdarahan maka semakin agresif resusitasi yang diperlukan. Penyebab
tunggal morbiditas dan mortalitas pada pasien perdarahan adalah kegagalan organ multipel
yang berkaitan dengan resusitasi awal atau lanjutan yang inadekuat. Intubasi dan ventilasi
harus dimulai dini jika terdapat kecurigaan adanya gangguan pernapasan. Pada pasien dengan
instabilitas hemodinamik atau pada pasien yang sedang mengalami perdarahan, harus
digunakan 2 jalur intra vena, pada fossa antecubiti. Pasien yang tidak stabil harus mendapat 2
liter larutan kristaloid, biasanya digunakan ringer laktat yang memiliki komposisi elektrolit
terdekat dengan darah lengkap. Respon terhadap resusitasi cairan harus dicatat. Darah harus
segera diperiksa golongannya, hematokrit, jumlah platelet, profil faktor koagulasi, kimia
rutin, dan tes fungsi hepar. Kateter foley digunakan untuk menilai perfusi organ. Pada pasien
tua dan pasien dengan penyakit jantung, paru atau ginjal berat, penggunaan kateter vena
sentral atau arteri pulmonalis harus dipertimbangkan untuk monitoring lebih ketat. Kapasitas
transpor oksigen darah dapat ditingkatkan dengan supplementasi oksigen. Umumnya, pasien
memiliki prognosis lebih baik dengan perawatan intensif dini.
Keputusan untuk dilakukan transfusi darah tergantung dari respon terhadap pemberian cairan,
usia pasien, penyakit kardiopulmonal yang menyertai dan apakah perdarahan berlanjut. Efek
awal dari infus kristaloid dan parameter hemodinamik pasien harus menjadi kriteria utama.
Sebagai contoh, pasien muda yang sehat dengan perkiraan kehilangan darah 25% yang
merespon terhadap pemberian cairan dengan hemodinamik yang kembali normal mungkin
tidak memerlukan transfusi darah, sedangkan pasien yang lebih tua dengan riwayat jantung
dan jumlah kehilangan darah yang sama memerlukan transfusi. Walaupun hematokrit
memerlukan 12-24 jam untuk mengimbangi sepenuhnya, sehingga digunakan sebagai salah
satu indeks untuk kebutuhan pengganti darah. Secara umum, hematokrit harus dipertahankan
diatas 30% pada dewasa yang lebih tua dan diatas 20% pada dewasa yang lebih muda.
Kecenderungan lesi yang diduga terus mengalami perdarahan atau perdarahan ulang juga
harus diperhitungkan. Sebagai contoh, varises esofagus sangat mungkin untuk terus
mengalami perdarahan dan transfusi dilakukan lebih awal dibandingkan pada Mallory Weiss
tear yang memiliki resiko perdarahan ulang yang rendah. Secara umum, packed red blood
cells adalah bentuk transfusi yang dipilih meskipun whole blood yang dihangatkan dapat
digunakan dalam kondisi kehilangan darah masif. Defek pada koagulasi dan platelet harus
digantikan segera setelah diketahui dan pasien yang memerlukan 10 U darah harus menerima
plasma beku, platelet dan kalsium secara empiris.
Riwayat dan pemeriksaan fisik
Setelah derajat beratnya perdarahan dinilai dan resusitasi dimulai, selanjutnya harus
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis membantu peniliaian awal dari lokasi
dan penyebab perdarahan dan kondisi medis yang mungkin dapat mengubah
penatalaksanaan.
Sangat jelas bahwa karakteristik perdarahan memberikan informasi penting. Lamanya dari
onset, volume, dan frekuensi penting dalam menentukan kehilangan darah. Hematemesis,
melena dan hematochezia merupakan manifestasi yang umum perdarahan akut. Hematemesis
adalah muntah darah dan biasanya disebabkan perdarahan gastrointestinal atas meskipun
jarang, perdarahan dapat berasal dari hidung atau faring. Muntahan dapat berwarna merah
cerah atau tua seperti bubuk kopi. Melena yaitu feses berwarna gelap seperti tar dan berbau
busuk yang menunjukkan perdarahan berasal dari traktus gastrointestinal atas. Meskipun
warna melanotik biasanya timbul dari degradasi asam lambung yang mengkonversi
hemoglobin menjadi hematin, dan berasal dari aktivitas enzim pencernaan dan bakteri di
dalam usus halus, perdarahan dari usus halus bagian distal atau colon ascendens dapat
memberikan gambaran seperti ini, terutama jika isi lumen bergerak cukup lambat. Melena
harus dibedakan dengan feses kehijauan pada pasien yang mendapat suplemen besi. Salah
satu cara membedakannya yaitu dengan tes guaiac, yang mana memberikan hasil negatif pada
suplementasi besi. Hematochezia adalah darah merah segar berasal dari rectum yang dapat
atau tidak bercampur dengan feses. Meskipun hal ini biasanya menunjukkan sumber
perdarahan dari colon bagian distal, perdarahan gastrointestinal bagian atas dapat
menimbulkan hematochezia jika jumlah signifikan.
Riwayat medis dapat memberikan petunjuk untuk diagnosis. Perdarahan kronis dapat
menimbulkan gejala nongastrointestinal seperti syncope, angina, dan infark miokard.
Vomitus yang mendahului perdarahan mungkin menunjukkan penyakit Mallory-Weiss,
sedangkan penurunan berat badan menunjukkan keganasan. Data demografik dapat berguna,
pada pasien usia tua perdarahan disebabkan oleh angiodisplasia, divertikula, colitis iskemik
dan kanker, pada pasien muda perdarahan disebabkan oleh ulkus peptikum, varises dan
divertikula Meckel. Riwayat penyakit, perdarahan atau operasi gastrointestinal sebelumnya
dapat memfokuskan diferensial diagnosis. Nyeri epigastrium yang mendahului mengarah
pada ulkus peptikum, sedangkan riwayat operasi aorta mengarah pada kemungkinan fistula
aortaenterik. Riwayat penyakit hepar menunjukkan perdarahan mungkin dari perdarahan
varises. Obat-obatan yang digunakan juga dapat memberikan petunjuk. Riwayat konsumsi
salisilat, OAINS, dan/atau SSRI sering ditemukan terutama pada pasien usia tua. Obat-obatan
ini berhubungan dengan erosi mukosa gastrointestinal yang umumnya ditemukan di traktus
gastrointestinal bagian atas, tetapi kadang dapat ditemukan pada usus halus dan colon juga.
Perdarahan gastrointestinal pada pasien dengan terapi antikoagulan, warfarin atau heparin
berat molekul rendah biasanya berasal dari patologi gastrointestinal dan penyebabnya bukan
dari penggunaan antikoagulan saja.
Pemeriksaan fisik orofaring dan hidung dapat meniru gejala dengan sumber perdarahan yang
lebih distal dan harus selalu diperiksa. Pemeriksaan abdomen jarang memberikan nilai
diagnostik tetapi penting untuk menyingkirkan massa, splenomegali, adenopati. Nyeri
epigastrik dapat menunjukkan kemungkinan gastritis atau ulkus peptikum. Stigma penyakit
hepar termasuk ikterus, acites, eritema palmar dan caput medusae menunjukkan perdarahan
berasal dari varises, meskipun pada pasien dengan penyakit hepar umumnya perdarahan
berasal dari sumber lain. Pemeriksaan fisik kadang dapat memberi petunjuk terhadap
diagnosis yang lebih samar seperti telangektasis dari sindrom Osler-Weber-Rendu atau lesi
berpigmen mukosa oral dari sindrom Peutz-Jeghers. Pemeriksaan rektal dan anoskopi harus
dilakukan untuk menyingkirkan kanker rectal atau perdarahan dari hemorrhoid.
Lokalisasi
Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal selanjutnya tergantung dari
lokalisasi perdarahan. Algoritma untuk diagnosis perdarahan gastrointestinal akut terdapat
pada gambar (C).
Melena dapat berasal dari perdarahan di usus halus dan colon selain dari traktus
gastrointestinal atas. Hematochezia kadang disebabkan karena perdarahan gastrointestinal
atas yang cepat. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk membedakan
kemungkinan ini yaitu dengan insersi selang nasogastrik dan pemeriksaan hasil aspirasi.
Hematemesis biasanya merupakan tanda diagnostik perdarahan gastrointestinal atas, selang
nasogastrik dapat berguna untuk menilai kecepatan perdarahan yang berlangsung dan untuk
memulai mengeluarkan darah dari lambung agar dapat dilakukan endoskopi. Jika hasil
aspirasi positif, maka lokasi lesi dapat ditentukan. Adanya darah merah atau coffee ground
appearance menunjukkan perdarahan gastrointestinal atas. Uji darah samar jarang
diperlukan. Adanya empedu dalam aspirasi gaster menunjukkan duodenum telah disampel.
Walaupun aspirasi lambung tanpa ditemukan darah dan terdapat empedu secara umum
menyingkirkan perdarahan gastrointestinal atas, kadang hasil ini tidak sesuai. Pada suatu
penelitian menemukan bahwa hanya 6 dari 10 aspirasi nasogastrik berwarna kuning hijau
merupakan empedu dan juga hampir 20% pasien dengan aspirasi tanpa darah tetap terjadi
perdarahan di gastrointestinal atas. Pada pasien dengan melena atau bahkan hematochezia
dari lesi atas, aspirasi nasogastrik mungkin negatif pada kondisi perdarahan duodenum yang
signifikan dengan pilorus kompeten yang mencegah refluks duodenogastrik. Hal-hal ini
menunjukkan bahwa walaupun aspirasi nasogastrik dapat membantu, hampir semua pasien
dengan perdarahan signifikan harus tetap menjalani endoskopi.
Endoskopi memiliki keakuratan tinggi dalam mendeteksi lesi gastrointestinal atas dan jika
hasil negatif perhatian dapat ditujukan pada gastrointestinal bawah. Untuk memaksimalkan
efektivitas, endoskopi dini harus dilakukan dalam 24 jam, bahkan pada pasien yang stabil.
Endoskopi dini dengan terapi khusus telah dibuktikan dapat mengurangi biaya, kebutuhan
untuk transfusi dan mempersingkat lama dirawat. Definisi dan penetapan waktu endoskopi
dini telah banyak diteliti. Walaupun masih terdapat argumen pada pasien yang tidak stabil
dimana endoskopi darurat sering dibutuhkan tetapi pada pasien stabil, endoskopi dalam 6
atau 12 jam tidak lebih menguntungkan dari endoskopi dalam 24 jam.
Klinisi harus mengetahui bahwa esofagogastroduodenoskopi (EGD) dalam kondisi darurat
berhubungan dengan penurunan akurasi dibandingkan dengan prosedur elektif, seringnya
disebabkan karena buruknya visualisasi dan peningkatan signifikan dari insidensi komplikasi
termasuk aspirasi, depresi respirasi dan perforasi gastrointestinal. Menjaga jalan napas
merupakan hal yang kritis dan mungkin memerlukan intubasi endotrakeal. Resusitasi cairan
harus terus berjalan selama pemeriksaan dilakukan.
Evaluasi lanjutan tergantung dari hasil endoskopi dan jumlah perdarahan. Angiografi atau
operasi dapat diperlukan mendahului endoskopi pada kasus perdarahan masif. Untuk
perdarahan lambat atau intermiten dari traktus gastrointestinal bawah, colonoskopi
merupakan tindakan diagnosis awal yang digunakan. Ketika hasil pemeriksaan ini negatif,
tagged red blood cell scan dapat digunakan. Endoskopi kapsul telah diteliti untuk perdarahan
samar yang biasanya berasal dari usus halus. Prosedur diagnosis ini akan didiskusikan
selanjutnya dengan lebih terperinci.
Terapi
Berbagai macam pilihan terapeutik dapat digunakan bergantung pada sumber perdarahan. Hal
ini termasuk farmakologik, endoskopik, angiografik dan bedah. Farmakologik, endoskopik
dan terapi bedah umumnya spesifik pada lokasi perdarahan. Teknik angiografik lebih umum
dan termasuk angiografik selektif dengan injeksi vasokonstriktor biasanya vasopresin atau
dengan embolisasi. Zat embolik yaitu materi non permanen seperti spons gelatin dan
autologous clot atau alat permanen seperti coils. Hanya terdapat sedikit data yang
membandingkan efikasi teknik-teknik tersebut.
Untuk sebagian besar pasien, perdarahan berhenti dan pilihan terapi diberikan untuk
mencegah rekurensi. Resiko rekurensi perdarahan dan kebutuhan untuk intervensi
pencegahan bergantung pada karakteristik lesi, beratnya perdarahan awal, dan pasien-pasien
spesifik. Sebagai contoh, meskipun resiko rekurensi perdarahan divertikular relatif kecil,
reseksi colon elektif tetap diperlukan pada pasien dengan penyakit koroner yang telah
mengalami perdarahan banyak. Pada ±15% pasien mengalami perdarahan persisten, terapi
lebih darurat. Pada pasien dengan instabilitas hemodinamik, tujuan penatalaksanaan yang
tepat yaitu memulai terapi dalam 2 jam dari onset gejala. Semua ini bergantung pada protokol
yang digunakan spesifik masing-masing institusi/rumah sakit untuk penatalaksanaan
multidisipliner. Sangat penting untuk tersedianya ahli endoskopi yang terlatih dalam teknik
hemostasis dan staf penyokong tertentu. Ahli angiografi juga harus tersedia. Walaupun
berbagai modalitas terbaru telah ada untuk mengontrol perdarahan secara nonoperatif,
keterlibatan dini ahli bedah tetap diperlukan.
Penelitian-penelitian dahulu menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas bedah untuk
perdarahan gastrointestinal meningkat secara signifikan pada pasien yang telah kehilangan
darah lebih dari 6 U (2700ml). Peningkatan ini terlihat jelas terutama pada pasien usia tua dan
yang memiliki komorbid yang berat, sehingga intervensi pada pasien-pasien ini harus lebih
awal dari pasien muda yang sebaliknya kandidat operasi yang lebih baik. Terapi bedah harus
sangat dipertimbangkan pada kehilangan darah yang berat (6U) walaupun terapi suportif dan
khusus telah jauh berkembang terutama endoskopi.
Perdarahan gastrointestinal atas akut
Perdarahan gastrointestinal atas yaitu perdarahan yang terjadi pada traktus gastrointestinal
proksimal dari ligamentum Treitz, merupakan penyebab 80% dari perdarahan gastrointestinal
yang berat. Penyebab perdarahan gastrointestinal atas dikategorikan menjadi perdarahan yang
berhubungan dengan hipertensi portal atau sumber non varises. Sumber non varises
merupakan penyebab dari 80% kasus perdarahan ini dengan ulkus peptikum adalah yang
paling sering. 20% sisa pasien perdarahan yang sebagian besar memiliki sirosis hepar dan
hipertensi portal dapat mengarah pada timbulnya varises gastroesofageal, varises gaster, atau
gastropati hipertensi portal; dimana semua ini dapat mengakibatkan perdarahan
gastrointestinal atas. Walaupun pasien dengan sirosis memiliki resiko tinggi perdarahan
varises, perdarahan non varises merupakan penyebab sebagian besar perdarahan
gastrointestinal atas termasuk pasien sirosis. Akan tetapi, karena morbiditas dan mortalitas
perdarahan varises yang lebih tinggi, pasien dengan sirosis harus diasumsikan memiliki
perdarahan varises. Terapi yang sesuai harus dimulai sampai endoskopi darurat dapat
menunjukkan penyebab lain perdarahan.
Dasar untuk diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal atas
adalah endoskopi bagian atas. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa EGD dini
dalam waktu 24 jam menurunkan kebutuhan transfusi darah, kebutuhan untuk tindakan
bedah, dan mempersingkat durasi rawat inap. Identifikasi endoskopik terhadap sumber
perdarahan dapat mengestimasi resiko perdarahan terus-menerus atau yang akan terjadi dan
menfasilitasi rencana tindakan operasi. Secara umum, 20-35% pasien yang menjalani
endoskopi gastrointestinal atas memerlukan intervensi endoskopik terapeutik dan 5-10% pada
akhirnya memerlukan tindakan bedah.
Walaupun alat terbaik untuk melokalisasi sumber perdarahan, intervensi ini berkaitan dengan
peningkatan resiko dan visualisasi yang buruk dalam kondisi akut. Pada 1-2% pasien dengan
perdarahan gastrointestinal atas, sumber perdarahan tidak dapat diidentifikasi karena darah
yang berlebihan menganggu visualisasi permukaan mukosa. Bilas lambung yang agresif
dengan larutan garam fisiologis suhu kamar sebelum prosedur endoskopi dapat membantu.
Bukti menunjukkan dengan injeksi tunggal eritromisin IV yang menstimulasi pengosongan
gaster dapat meningkatkan visualisasi secara signifikan. Jika identifikasi sumber perdarahan
masih tidak memungkinkan, angiografi dapat digunakan pada pasien yang cukup stabil,
walaupun intervensi bedah harus dipertimbangkan jika kehilangan darah cukup besar atau
pasien tidak stabil secara hemodinamik. Tagged RBC scan jarang diperlukan pada perdarahan
gastrointestinal atas dan penggunaan kontras biasanya merupakan kontraindikasi karena