Top Banner
Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan Penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi Diri Sendiri Hendra Syafutra Sitakar, Gandjar Laksmana Bonaprapta Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas percobaan tindak pidana narkotika, yaitu percobaan tindak pidana menjual Narkotika Golongan I dan percobaan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan unsur percobaan pada tindak pidana menjual Narkotika Golongan I atas Pasal 114 ayat (1) dan penerapan unsur percobaan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri atas Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika. Pada dasarnya kedua percobaan itu sendiri sudah pasti memenuhi untuk salah satu unsur perbuatan di dalam Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Narkotika. Skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan dipadu dengan wawancara narasumber. Kesimpulan yang penulis dapatkan adalah untuk percobaan menjual narkotika Golongan I perbuatan tersebut harus memenuhi unsur percobaan tindak pidana, yaitu unsur niat, permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku. Sedangkan di dalam percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri, penulis menemukan tiga pandangan yang berbeda. Dari kedua percobaan tersebut, pada dasarnya masih dapat dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) atas dasar percobaan dikualifisir sebagaimana pendapat E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Utrecht serta Atang Ranoemmihardja. Kata kunci: percobaan; menjual; penyalahgunaan; dikualifisir. Attempt to Sell Narcotics Category I and Attempt to Abuse Narcotics Category I for Themselves Abstract This thesis discuss about attempt of narcotics offense, namely attempt to sell Narcotics Category I and attempt to abuse Narcotics Category I for themselves. This thesis aims to find out how to know the application of criminal attempt element to the criminal offense of sell Narcotics Category I of Article 114 paragraph (1) and the application criminal attempt element to the criminal offense of narcotics abuse for themselves of Article 127 paragraph (1) letter a Narcotics Act. Basicly, both of that criminal attempt had certainly meet for one element acts in Article 111 paragraph (1) or Article 112 paragraph (1) Narcotics Act. This thesis using literature research method and combined with sources interviews. The conclusion that writers get for attemp to sell narcotics must be meet with the element of criminal attempt, namely intention, beginning of completion and the unfinished completion not solely because of the will from the perpetrator. While for attempt to abuse Narcotics Category I for themselves, writers found three different views. Basicly, both of that criminal attempt can still be imposed by Article 111 paragraph (1) or Article 112 paragraph (1) on the basis of exacerbated attempt as the opinion of E.Y. Kanter and S.R. Sianturi, Utrecht and Atang Ranoemmihardja. Keywords: attempt; sell; abuse; exacerbated. Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014
19

Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan Penyalahgunaan

Narkotika Golongan I bagi Diri Sendiri

Hendra Syafutra Sitakar, Gandjar Laksmana Bonaprapta

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424,

Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Skripsi ini membahas percobaan tindak pidana narkotika, yaitu percobaan tindak pidana menjual Narkotika Golongan I dan percobaan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan unsur percobaan pada tindak pidana menjual Narkotika Golongan I atas Pasal 114 ayat (1) dan penerapan unsur percobaan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri atas Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika. Pada dasarnya kedua percobaan itu sendiri sudah pasti memenuhi untuk salah satu unsur perbuatan di dalam Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Narkotika. Skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan dipadu dengan wawancara narasumber. Kesimpulan yang penulis dapatkan adalah untuk percobaan menjual narkotika Golongan I perbuatan tersebut harus memenuhi unsur percobaan tindak pidana, yaitu unsur niat, permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku. Sedangkan di dalam percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri, penulis menemukan tiga pandangan yang berbeda. Dari kedua percobaan tersebut, pada dasarnya masih dapat dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) atas dasar percobaan dikualifisir sebagaimana pendapat E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Utrecht serta Atang Ranoemmihardja. Kata kunci: percobaan; menjual; penyalahgunaan; dikualifisir.

Attempt to Sell Narcotics Category I and Attempt to Abuse Narcotics Category I for Themselves

Abstract

This thesis discuss about attempt of narcotics offense, namely attempt to sell Narcotics Category I and attempt to abuse Narcotics Category I for themselves. This thesis aims to find out how to know the application of criminal attempt element to the criminal offense of sell Narcotics Category I of Article 114 paragraph (1) and the application criminal attempt element to the criminal offense of narcotics abuse for themselves of Article 127 paragraph (1) letter a Narcotics Act. Basicly, both of that criminal attempt had certainly meet for one element acts in Article 111 paragraph (1) or Article 112 paragraph (1) Narcotics Act. This thesis using literature research method and combined with sources interviews. The conclusion that writers get for attemp to sell narcotics must be meet with the element of criminal attempt, namely intention, beginning of completion and the unfinished completion not solely because of the will from the perpetrator. While for attempt to abuse Narcotics Category I for themselves, writers found three different views. Basicly, both of that criminal attempt can still be imposed by Article 111 paragraph (1) or Article 112 paragraph (1) on the basis of exacerbated attempt as the opinion of E.Y. Kanter and S.R. Sianturi, Utrecht and Atang Ranoemmihardja. Keywords: attempt; sell; abuse; exacerbated.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 2: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

I. Pendahuluan

Menurut kata sehari-hari yang diartikan sebagai percobaan adalah menuju ke suatu hal,

akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai

akan tetapi tidak selesai.1 Apabila perumusan tindak pidana atau delict itu dihubungkan

dengan percobaan tindak pidana (poging), maka tampak bahwa poging tidak mengandung

unsur seperti yang terkandung oleh delict. Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa poging

bukan merupakan suatu tindak pidana atau delict.2 Poging sendiri adalah perluasan dapat

dipidananya seseorang.3 Pengaturan percobaan melakukan tindak pidana pada dasarnya akan

merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut dengan KUHP),

yaitu Pasal 53 dan 54 KUHP. Unsur dari percobaan tindak pidana itu sendiri terdiri dari niat,

permulaan pelaksanaan, pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak

pelaku sendiri. Pidana yang diancamkan terhadap percobaan tindak pidana sesuai dengan

pengaturan yang terdapat di dalam KUHP adalah dikurangi sepertiga dari ancaman pidana

maksimum dan untuk kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur

hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Di dalam Undang-Undang Narkotika juga diatur mengenai percobaan melakukan

tindak pidana. Pengaturan ini terdapat di dalam Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Narkotika.

Terdapat pengaturan berbeda dari segi pidana yang diancamkan antara percobaan tindak

pidana narkotika dengan percobaan tindak pidana di dalam KUHP. Di dalam Undang-Undang

Narkotika diatur bahwa ancaman pidana untuk percobaan tindak pidana narkotika adalah

sama sesuai dengan ketentuan dalam pasal-pasal tersebut4.

Tindak pidana narkotika merupakan the most serious crime yang dipersamakan

efeknya dengan tindak pidana terorisme, korupsi dan pelanggaran HAM berat. Hal ini

terdapat di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 bertanggal 30

Oktober 2007.5 Salah satu tindak pidana yang diatur dalam Undang -Undang Narkotika

1 R. Soesilo (1), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap

Pasal demi Pasal , (Bogor: Politeia, 1991), hal. 69. 2 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Prof. Satochid Kartanegara S.H dan

Pendapat2 Para Ahli Hukum Terkemuka, Bagian Satu, (s.l: Balai Lektur Mahasiswa, s.t), hal. 364. 3 Loebby Loqman, Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana, (Jakarta: Universitas

Tarumanagara UPT Penerbitan Jakarta, 1996), hal. 5.

4 Indonesia, Undang-Undang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLN No. 5062, Ps. 132 ayat (1).

5 Komisi Yudisial Republik Indonesia, “Hak dalam Kemelut Hukum,” Jurnal Yudisial Vol. 6 No. 2 (Agustus 2013): 22.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 3: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

adalah tindak pidana mengenai perbuatan melawan hukum atau tanpa hak menanam,

memelihara, memiliki, menguasai, menyimpan , menyediakan Narkotika Golongan I dalam

bentuk tanaman (Pasal 111 ayat (1)) dan perbuatan melawan hukum atau tanpa hak memiliki,

menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman (Pasal 112ayat

(1)). Ancaman pidana yang terdapat di dalam Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) adalah

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Suatu permasalahan kemudian timbul, karena setiap tindak pidana atau percobaan

tindak pidana narkotika setidak-tidaknya pasti dilakukan dengan cara menyimpan, menguasai,

menyediakan atau bahkan memiliki narkotika secara melawan hukum atau tanpa hak.

Misalkan saja percobaan menjual Narkotika Golongan I (selanjutnya disebut percobaan

menjual Narkotika) sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (1) jo. 132 ayat (1). Setiap

percobaan menjual narkotika sudah pasti memenuhi salah satu unsur dari Pasal 111 ayat (1)

dan pasal 112 ayat (1). Walaupun sebenarnya di dalam percobaan menjual narkotika si pelaku

memenuhi salah satu unsur perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan

narkotika, bukan berarti si pelaku tepat dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1).

Ketika perbuatan pelaku telah memenuhi syarat niat, permulaan pelaksanaan dan tidak

selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku sendiri di

dalam percobaan menjual narkotika, maka sudah sepatutnya seorang pelaku dipidana atas

Pasal 114 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1). Ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal Pasal

114 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah). Terlihat jelas bahwa ancaman pidana yang ditujukan kepada pengedar

narkotika merupakan ancaman pidana yang relatif lebih berat apabila dibandingkan dengan

ancaman pidana yang terdapat di dalam Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1). Ketika

pelaku yang melakukan percobaan menjual narkotika hanya dipidana atas Pasal 111 ayat (1)

atau Pasal 112 ayat (1), maka hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian

hukum. ketidakadilan ini tercermin dari ancaman pidana yang relatif berbeda dari Pasal 111

ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) dengan ancaman pidana yang terdapat di dalam Pasal 114

ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1). Ketidakpastian hukum tercermin dari suatu perbuatan yang

seharusnya dipidana atas Pasal 114 ayat (1) jo. 132 ayat (1), tetapi dipidana atas pasal lain

yang tidak tepat untuk memidana pelaku yang melakukan percobaan menjual narkotika, yaitu

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 4: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1). Berkaitan dengan permasalahan tersebut,

pembahasan akan dikaitkan dengan analisis penerapan ajaran percobaan tindak pidana pada

Putusan Pengadilan Negeri Rantau Nomor 177/Pid.sus/2012/PN.Rtu, di mana terdakwa

dijatuhi pidana atas Pasal 114 ayat (1) jo. 132 ayat (1). Selain itu, penelitian ini juga

membandingkan Putusan Pengadilan Negeri Rantau tersebut yang memiliki kemiripan dari

posisi kasusnya dengan Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 157/Pid.B/2013/PN-KIS,

tetapi terdakwa dipidana atas Pasal 112 ayat (1). Pembahasan ini sekaligus membahas

bagaimana sebenarnya penerapan Pasal 111 ayat (1) atau 112 ayat (1) untuk percobaan

menjual narkotika.

Selanjutnya adalah mengenai percobaan penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi

diri sendiri (selanjutnya disebut percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri). Pasal

yang mengatur mengenai penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri adalah Pasal 127 ayat (1)

huruf a. Apa yang menjadi permasalahan dalam hal ini berawal dari tidak diaturnya percobaan

penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri di dalam Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang

Narkotika. Di dalam praktek, terdapat putusan pengadilan yang mengakui percobaan

penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara menjatuhkan Pasal

127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP. Penerapan pasal

tersebut tentu menimbulkan suatu permasalahan yang perlu untuk dibahas lebih lanjut. Karena

seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pengaturan ancaman sanksi untuk percobaan

tindak pidana di dalam KUHP dan Undang-Undang Narkotika berbeda dan pada dasarnya

setiap percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri sudah pasti memenuhi salah satu

unsur perbuatan yang diatur dalam Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang

Narkotika. Meskipun demikian, terhadap pelaku yang melakukan percobaan penyalahgunaan

Narkotika Golongan I bagi diri sendiri apabila dipidana atas Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112

ayat (1) pada dasarnya dapat menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan tersebut dapat terjadi

dalam dua keadaan. Pertama, apabila seorang pelaku dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal

112 ayat (1) atas perbuatan memiliki, menguasai atau menyimpan narkotika yang beratnya

kurang dari 1 gram (relatif kecil), maka pelaku akan mendapatkan ancaman pidana penjara

empat sampai dengan dua belas tahun ditambah denda. Pidana ini pada dasarnya relatif berat.

Kedua, ketika pelaku mencoba melakukan penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri

sendiri kemudian dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1), maka terancam

hukuman minimum empat tahun dan maksimum dua belas tahun penjara ditambah dengan

denda, sedangkan terhadap pelaku sendiri yang benar-benar sudah pernah memakai narkotika

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 5: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

mendapatkan ancaman hukuman yang lebih ringan, yaitu maksimum hanya empat tahun

penjara ditambah kemungkinan untuk direhabilitasi.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, pembahasan akan dikaitkan dengan analisis

penerapan ajaran percobaan tindak pidana pada Putusan Pengadilan Negeri Tegal Nomor

14/Pid.Sus/2011/PN.Tgl, di mana terdakwa dijatuhi pidana atas Pasal 127 ayat (1) huruf a jo.

Pasal 53 ayat (1) KUHP. Selain itu, skripsi ini juga membandingkan Putusan Pengadilan

Negeri Tegal tersebut yang memiliki kemiripan dari posisi kasusnya dengan Putusan

Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 574/Pid.B/2011/PN.BB, tetapi terdakwa dijatuhi

pidana atas Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Narkotika. Pembahasan ini sekaligus

membahas bagaimana sebenarnya penerapan Pasal 111 ayat (1) atau 112 ayat (1) untuk

percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri.

Adapun yang menjadi rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan unsur-unsur percobaan pada tindak pidana menjual

Narkotika Golongan I atas Pasal 114 ayat (1) dan penerapan unsur percobaan pada

tindak pidana penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri atas Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?

2. Bagaimanakah penerapan ajaran percobaan di dalam putusan pengadilan untuk

percobaan tindak pidana menjual Narkotika Golongan I dan percobaan

penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri?

Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk membahas lebih lanjut mengenai

pengaturan percobaan tindak pidana narkotika dan penerapan unsur-unsur percobaan tindak

pidana dari pasal-pasal yang terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat

beberapa pasal di dalam undang-undang ini yang juga memenuhi untuk perbuatan percobaan

tindak pidana yang diatur pada pasal lainnya.

II. Tinjauan Teoritis Menurut Jan Remmelink, percobaan melakukan kejahatan adalah suatu tindakan yang

diikhtiarkan untuk mewujudkan apa yang oleh undang-undang dikategorikan sebagai

kejahatan, namun tindakan tersebut tidak berhasil mewujudkan tujuan yang semula hendak

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 6: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

dicapai.6 Unsur dari percobaan tindak pidana terdiri dari niat, permulaan pelaksanaan dan

tidak selesainya pelaksanaan karena pengaruh dari luar diri pelaku. Niat atau maksud

memiliki arti bahwa orang itu haruslah mempunyai suatu maksud untuk melakukan suatu

kejahatan tertentu.7 Permulaan pelaksanaan menunjukkan bahwa maksud orang tersebut telah

ia wujudkan dalam suatu permulaan untuk melakukan kejahatan yang ia kehendaki. 8 Khusus

mengenai permulaan pelaksanaan ini dapat ditinjau dari dua teori, yaitu teori subjektif dan

teori objektif. Permulaan pelaksanaan menurut teori subjektif adalah permulaan pelaksanaan

dari niat jahat pelaku.9 Sedangkan permulaan pelaksanaan menurut teori objektif adalah

permulaan pelaksanaan dari kejatahatan. Dalam hal ini perlu diperhatikan permulaan

pelaksanaan untuk delik formil. Delik formil adalah delik yang dirumuskan sedemikian rupa

sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu

perbuatan tertentu.10Menurut Simons permulaan pelaksanaan untuk delik formil terdapat

ketika perbuatan pelaku sudah termasuk ke dalam sebagian dari perbuatan yang dirumuskan

(terlarang) oleh undang-undang.11 Menurut Barda Nawawi Arief, permulaan pelaksanaan

pada delik formil menurut teori objektif dititikberatkan kepada sifat berbahaya perbuatan itu

terhadap tata hukum. Delik dikatakan menjadi suatu rangkaian dari perbuatan-perbuatan yang

terlarang. Jadi ketika seseorang telah melakukan sebagian dari rangkaian tersebut, maka ia

telah dianggap membahayakan tata hukum.12 Unsur ketiga adalah pelaksanaan yang tidak

selesai hanya karena keadaan dari luar kehendak si pelaku. Maksudnya adalah tidak

selesainya pelaksanaan untuk melakukan kejahatan yang telah ia mulai itu haruslah

disebabkan oleh masalah-masalah yang berada di luar kemauannya sendiri.13

6Jan Remmelink, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal -Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia)[Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Strafrecht], diterjemahkan oleh Tristam Pascal Moeliono dkk, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal. 285.

7 P.A.F. Lamintang (1), Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

1997), hal. 537. 8 Ibid.,

9 Loqman, Op.Cit., hal. 18. 10 Adami Chazawi (1), Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 125-126. 11 E.Y. Kanter & S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hal. 320. 12 Barda Nawawi Arif, Sari Kuliah Hukum Pidana II, (Semarang: Universitas Diponegoro 1999), hal. 4.

13 Lamintang, Loc.Cit., hal. 537.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 7: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Perlu diperhatikan bahwa penerapan teori subjektif dan objektif di dalam percobaan

tindak pidana tidak boleh diterapkan secara kaku. Sesuai dengan pendapat Van Bemmelan

yang menyatakan bahwa ketika pelaku telah menciptakan sejumlah keadaan yang menurut

pengalaman manusia tanpa memerlukan banyak hal lain lagi dapat menimbulkan keadaan

yang lain, maka hal tersebut merupakan petunjuk sebagai suatu perbuatan pelaksanaan atas

percobaan kejahatan.14 Selain itu, menurut Wirjono, ketika niat pelaku sudah nyata ada dari

tindakannya untuk menyelesaikan kejahatan dan kejahatan itu sendiri akan diselesaikan

apabila tidak ada penghalang dari luar pelaku itu sendiri, maka hal tersebut sebenarnya

merupakan petunjuk bahwa perbuatan pelaku tersebut merupakan suatu tindakan

pelaksanaan.15 Dengan demikian penerapan teori percobaan subjektif atau objektif harus

diterapkan secara kasuistis untuk mencapai suatu keadilan yang memuaskan semua pihak.

Di dalam percobaan tindak pidana, terdapat jenis percobaan yang berasal dari doktrin

ahli pidana. Percobaan tersebut adalah percobaan dikualifisir. Terdapat dua pendapat yang

berbeda mengenai definsi dari percobaan ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa percobaan

yang dikualifisir adalah bilamana petindak membatalkan lanjutan tindakan yang diniatinya

secara sukarela untuk melakukan suatu tindak pidana (kejahatan) tertentu, tetapi telah

memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana lainnya.16 Pelaku dalam hal ini masih dapar

dipidana atas tindak pidana lain tersebut. Ahli pidana yang menyatakan demikian adalah E.Y.

Kanter dan S.R. Sianturi Utrecht serta Atang Ranoemmihardja. Sedangkan pendapat kedua

menyatakan bahwa percobaan yang dikualifisir merupakan percobaan yang perbuatan

pelaksanaannya merupakan tindak pidana selesai yang lain daripada yang dituju, tetapi pelaku

tidak tepat apabila dipidana atas tindak pidana selesai lain yang bukan dituju dari pelaku

tersebut. 17 Pendapat ini diutarakan oleh Adami Chazawi.

14 Ibid., hal. 570. 15 Kanter, Op.Cit., hal. 323.

16 Ibid.,

17 Adami Chazawi (2), Percobaan & Penyertaan, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta: RajaGrafindoPersada, 2011), hal. 63.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 8: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

III. Metode Penelitian Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif. Penelitian yuridis normatis bertujuan untuk

menelaah norma hukum tertulis. 18 Penelitian yuridis-normatif didasarkan atas studi

kepustakaan. Studi kepustakaan (library studies) dilakukan dalam rangka memperdalam

pengetahuan akan teori-teori yang melandasi permasalahan dari objek penelitian. Studi

kepustakaan di dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup bahan

hukum primer, sekunder dan tertier.19 Untuk melengkapi data sekunder tersebut, penulis juga

melakukan wawancara dengan narasumber. Narasumber tersebut adalah Pihak Badan

Narkotika Nasional Republik Indonesia, yaitu Bapak Eryan Noviandi selaku Kasi Konsultasi

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Ibu Sriana selaku Kasubdit Prekursor

Direktorat Psikotropika dan Prekursor, Deputi Bidang Pemberantasan BNN Republik

Indonesia. Pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yaitu

Bapak R. Dea Rhinofa selaku Kasi Advokasi BNNP DKI Jakarta, dr. Silvia Febrina Iraman

selaku Kasi Desiminasi Informasi Bidang Pencegahan BNNP DKI Jakarta Lukman Haryono

selaku Analis Intelijen Produk Narkotika, Seksi Intelijen, Bidang Pemberantasan BNNP DKI

Jakarta. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara melalui email dengan Prof. Dr.

Edward Omar Sharif Hiariej selaku akademisi.

IV. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan hasil penelitian dengan cara narasi di mana

peneliti menjelaskan secara mendetail hal-hal terkait dengan pengaturan kartel publik oleh

Pemerintah.

V. Pembahasan

1. Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan Penyalahgunaan Narkotika

Golongan I bagi Diri Sendiri

18 Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 9-10.

19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hal. 52.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 9: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Tindak pidana menjual narkotika diatur dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-

Undang Narkotika. Pasal 114 tersebut merupakan delik formil, yaitu delik yang

dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang

dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Suatu perbuatan baru dapat

dikatakan menjual apabila barang sudah diserahkan atau setidak-tidaknya kekuasaan

barang sudah tidak lagi pada penjual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti

dari perbuatan yang dilarang dari menjual narkotika adalah perpindahan penguasaan

atau penyerahan narkotika dari satu orang ke orang lain.20 Apabila dikaitkan dengan

karakter dari pasal 114 ayat (1) sebagai delik formil, maka perbuatan menjual

narkotika sudah terpenuhi sebagai delik selesai apabila perbuatan pelaku sudah

menyerahkan narkotika yang ada padanya kepada pembeli dari narkotika itu sendiri.

Perbuatan menjual narkotika pasti terdiri dari beberapa rangkaian tindakan. Perbuatan

tersebut bisa dilakukan mulai dari tindakan untuk mendapatkan narkotika yang

dilakukan dengan membeli narkotika, menerima atau memperoleh dari pihak lainnya.

Setelah itu, penguasaan atau kepemilikan narkotika ada pada pelaku tersebut.

Perbuatan tersebut kemudian dilanjutkan dengan menjual narkotika tersebut dalam

paket besar atau dilakukan dengan membagi-bagi narkotika menjadi beberapa paket

kecil narkotika. Perbuatan terakhir adalah penyerahan narkotika kepada calon pembeli.

Berbicara mengenai percobaan menjual narkotika, maka unsur niat yang

dimaksud dalam hal ini niat pelaku untuk menyerahkan narkotika yang ada pada

pelaku dan dari penyerahan tersebut pelaku akan mendapatkan sejumlah uang. Unsur

selanjutnya adalah permulaan pelaksanaan. Ditinjau dari teori subjektif, sejak pelaku

mewujudkan niat jahatnya dengan mencari atau mendapatkan narkotika, maka

perbuatan pelaku sudah dapat dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan atas

percobaan menjual narkotika.

Permulaan pelaksanaan atas percobaan tindak pidana ditinjau dari teori objektif

terdapat pada perbuatan pelaku yang telah membahayakan kepentingan hukum.

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Pasal 114 ayat (1) merupakan delik formil,

yaitu delik yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti

larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Menurut

Simons, permulaan pelaksanaan untuk delik formil terdapat ketika perbuatan pelaku

20 AR. Sujono dan Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 256.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 10: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

sudah termasuk ke dalam sebagian dari perbuatan yang dirumuskan (terlarang) oleh

undang-undang. 21 Selain itu, Barda Nawawi mengatakan bahwa permulaan

pelaksanaan pada delik formil sudah terjadi ketika seseorang telah melakukan

sebagian dari rangkaian perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan

perbuatannya tersebut dianggap membahayakan tata hukum.22 Di dalam hal ini penulis

mengaitkan pendapat ahli sebelumnya dengan inti dari perbuatan yang dilarang dari

tindak pidana menjual narkotika. Perbuatan tersebut adalah perpindahan atau

penyerahan penguasaan narkotika dari penjual ke si pembeli. Sehingga, permulaan

pelaksanaan dari tindak pidana menjual narkotika ditinjau dari teori objektif terdapat

pada perbuatan yang terjadi sebelum perbuatan menyerahkan narkotika yang

dilakukan pelaku kepada calon pembeli.

Unsur ketiga adalah tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata

disebabkan karena kehendak pelaku. Di dalam percobaan menjual narkotika, dapat

dikatakan bahwa syarat ketiga ini merupakan hal yang menyebabkan penjual tidak

berhasil menyerahkan narkotika yang ada padanya kepada calon pembeli. Mengenai

percobaan menjual narkotika diatur dalam Pasal 114 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1)

Undang-Undang Narkotika. Terhadap pelaku yang melakukan percobaan menjual

narkotika diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Suatu percobaan menjual narkotika pada

dasarnya masih dapat dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) atas dasar

percobaan dikualifisir sebagaimana pendapat dari E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi,

Utrecht serta Atang Ranoemmihardja.

Selanjutnya adalah percobaan tindak pidana penyalahgunaan narkotika bagi

diri sendiri. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri diatur dalam

Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika. Di dalam hal ini penulis

menemukan tiga pandangan yang berbeda berkaitan dengan pembahasan percobaan

penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri. Berikut adalah penjelasan masing-masing

pandangan:

21 Kanter, Loc.Cit., hal. 320. 22 Arief, Loc.Cit, hal. 4.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 11: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

A. Pandangan Pertama

Pandangan ini merupakan pendapat dari Pihak BNN Republik

Indonesia dan BNNP DKI Jakarta. Pendapat pertama ini menyatakan bahwa

penerapan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP merupakan

suatu hal yang tidak tepat. Ada dua solusi yang diberikan di dalam menyikapi

penerapan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP, yaitu:23

a. Terhadap tersangka dikenakan Pasal 111 atau Pasal 112 Undang-Undang

Narkotika dengan catatan tersangka belum mengonsumsi narkotika

tersebut dan tersangka bukanlah orang yang terkait jaringan pengedar

narkotika.

b. Terhadap tersangka dikenakan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Narkotika tetapi harus didukung dengan tes urin atau tes darah yang

menyatakan bahwa tersangka ini adalah orang yang memakai narkotika

(mengonsumsi narkotika untuk dirinya sendiri).

B. Pandangan Kedua

Pandangan kedua ini merupakan hasil studi pustaka yang penulis

lakukan atas Buku Karangan AR. Sujono dan Bony Daniel (Komentar dan

Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) serta

Putusan Tingkat Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1386 K/Pid.Sus/2011 atas

nama terdakwa Sidiq Yudhi Arianto. Pandangan ini berpendapat bahwa

terhadap pelaku (bukan pengedar narkotika) yang bermaksud untuk

mengonsumsi narkotika yang ada padanya tetapi sudah tertangkap pada saat

memiliki, menguasai atau menyimpan narkotika, maka langsung dipidana atas

Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Narkotika. Dengan demikian terhadap

pelaku yang belum sempat mengonsumsi narkotika bukanlah dikenakan Pasal

127 ayat (1) jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP atas dasar percobaan penyalahgunaan

narkotika bagi diri sendiri.

C. Pandangan Ketiga

Pendapat yang cukup berbeda diutarakan oleh Prof. Dr. Edward Omar

Sharif Hiariej. Beliau berpendapat, jika Undang-Undang Narkotika tidak

mencantumkan percobaan terkait Pasal 127 ayat (1) huruf a, hal tersebut 23 Wawancara dengan Eryan Noviandi selaku Kasi Konsultasi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, bertempat di Kantor Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, pada tanggal 28 Maret 2014 pukul 10.00 WIB.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 12: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

menunjukkan pembentuk undang-undang menghendaki ketentuan percobaan

dalam tindak pidana narkotika harus merujuk pada Pasal 53 KUHP.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan niat seorang penyalah guna

adalah niat untuk mengonsumsi narkotika. Permulaan pelaksanaan di dalam

pandangan ketiga ini dipersyaratkan menggunakan teori objektif. Apabila

perbuatan pelaku adalah percobaan penyalahgunaan ganja, permulaan

pelaksanaannya terdapat perbuatan pelaku sebelum menghisap ganja yang

sudah dilinting menjadi rokok atau dalam bentuk lainnya. Untuk shabu sendiri,

permulaan pelaksanaan terdapat pada perbuatan pelaku sebelum menghisap

asap dari shabu yang dibakar di atas aluminium foil. Setiap perbuatan yang

terjadi sebelum permulaan pelaksanaan itu sendiri dapat dikategorikan sebagai

perbuatan persiapan dan perbuatan yang terjadi tepat setelah permulaan

pelaksanaan itu sendiri merupakan perbuatan pelaksanaan dari bentuk

percobaan ini. Syarat ketiga adalah tidak selesainya pelaksanaan disebabkan

pengaruh dari luar diri pelaku. Syarat ketiga ini merupakan hal yang membuat

pelaku tidak berhasil atau tidak sampai mengonsumsi narkotika yang ada pada

diri pelaku. Suatu percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri pada

dasarnya masih dapat dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) atas

dasar percobaan dikualifisir sebagaimana pendapat dari E.Y. Kanter dan S.R.

Sianturi, Utrecht serta Atang Ranoemmihardja.pelaku yang melakukan

percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri akan dipidana atas Pasal

127 ayat (1) jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara

maksimum tiga tahun.

2. Analisis Putusan atas Kasus Percobaan Menjual Narkotika dan Percobaan

Penyalahgunaan Narkotika bagi Diri Sendiri

Apabila dikaitkan dengan kasus yang terdapat di dalam Putusan Nomor

177/Pid.sus/2012/PN.Rtu, maka yang menjadi niat pelaku adalah maksud untuk

menjual sebelas paket kecil shabu kepada Dina dan dari tiap paketnya yang laku

terjual, pelaku akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 800.000,00. Apa yang

menjadi tujuan terdakwa merupakan perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang

Narkotika, hal ini diatur dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Narkotika.

Unsur kedua adalah permulaan pelaksaan. Menurut teori subjektif, suatu

permulaan pelaksanaan pada percobaan tindak pidana adalah permulaan pelaksanaan

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 13: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

dari niat jahat pelaku.24 Sehingga ketika pelaku sudah mewujudkan niatannya melalui

suatu perbuatan, maka perbuatan tersebut sudah dapat dikatakan sebagai permulaan

pelaksanaan. Dari rangkaian perbuatan terdakwa pada kasus ini dapat dikatakan bahwa

permulaan pelaksanaan atas percobaan menjual shabu sudah ada sejak terdakwa

membeli shabu dari Satrianoor.

Pada dasarnya, suatu permulaan pelaksanaan dari teori objektif terdapat pada

perbuatan pelaku yang telah membahayakan kepentingan hukum. Menurut Barda

Nawawi, suatu permulaan pelaksanaan pada delik formil sudah terjadi ketika

seseorang telah melakukan sebagian dari rangkaian perbuatan tersebut dan

perbuatannya tersebut dianggap membahayakan tata hukum. 25 Dari penjelasan

sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa suatu permulaan pelaksanaan dari

percobaan menjual narkotika terdapat pada perbuatan yang terjadi sebelum penjual

menyerahkan narkotika kepada calon pembeli narkotika. Dari rangkaian tindakan yang

dilakukan terdakwa pada Putusan Nomor 177/Pid.sus/2012/PN.Rtu dapat disimpulkan

bahwa permulaan pelaksanaan atas percobaan menjual shabu yang dilakukan terdapat

pada perbuatan terdakwa menunggu calon pembeli di Salon Paramita.

Unsur ketiga adalah tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata

disebabkan karena kehendak pelaku. Syarat ketiga ini merupakan hal yang

mengakibatkan pelaku tidak berhasil untuk menyerahkan narkotika kepada calon

pembeli. Apabila dikaitkan dengan kasus yang terdapat di dalam Putusan Nomor

177/Pid.sus/2012/PN.Rtu, maka tidak selesainya pelaksanaan pelaku untuk menjual

narkotika disebabkan oleh tindakan polisi yang melakukan penggeledahan dan

penangkapan pelaku pada saat pelaku menunggu di Salon Paramita.

Perbuatan terdakwa dalam putusan ini merupakan suatu percobaan menjual

narkotika. Hal ini sejalan dengan pendapat Van Bemmelen dan Wirjono yang sudah

dipaparkan sebelumnya. Pada putusan ini terdakwa sudah berhasil menciptakan

sejumlah keadaan (dengan cara membagi shabu menjadi paket kecil, membawa

timbangan dan sampai dengan menunggu calon pembeli di Salon Paramita) untuk

menyelesaikan kejahatan dan kejahatan itu sendiri akan diselesaikan apabila tidak ada

penghalang dari luar pelaku. Dengan demikian, sudah tepat apabila terdakwa dipidana

24 Loqman, Loc.Cit., hal. 19. 25 Arief, Loc.Cit, hal. 4.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 14: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

dengan Pasal 114 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Narkotika atas

percobaan menjual narkotika.

Dengan kasus posisi yang memiliki kemiripan dari proses terjadinya, maka

sudah sepatutnya terdakwa dipidana atas Pasal 114 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1)

Undang-Undang Narkotika atas percobaan menjual narkotika, bukan dipidana dengan

Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) atas dasar perbuatan melawan hukum atau

tanpa hal memiliki, menguasai, menyimpan, menyediakan narkotika.Tetapi hal inilah

yang terjadi untuk Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 157/Pid.B/2013/PN-

KIS. Dengan diterapkannya Pasal 112 ayat (1) untuk percobaan menjual narkotika

sebagaimana sudah dijelaskan juga sebelumnya, maka hal tersebut dapat

mengakibatkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Ketidakadilan dalam hal ini

terlihat ketika untuk Putusan Nomor 177/Pid.sus/2012/PN.Rtu, terdakwa dikenakan

pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti

dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan. Sedangkan untuk Putusan Pengadilan

Negeri Kisaran Nomor 157/Pid.B/2013/PN-KIS, terdakwa dikenakan pidana penjara

selama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan dan denda Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus

juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan. Ketidakpastian hukum terlihat dari penerapan

pasal yang kurang tepat, karena terhadap terdakwa yang melakukan percobaan

menjual narkotika sudah sepaturnya dipidana atas Pasal Pasal 114 ayat (1) jo. Pasal

132 ayat (1) Undang-Undang Narkotika.

Putusan selanjutnya adalah Putusan Pengadilan Negeri Tegal. Pembahasan dari

Putusan Pengadilan Negeri Tegal Nomor 14/Pid.Sus/2011/PN.Tgl akan dikaitkan

dengan tiga pandangan atas percobaan penyalahgunaan narkotik bagi diri sendiri.

Berikut adalah penjelasannya:

a. Pandangan Pertama

Penerapan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika jo.

Pasal 53 ayat (1) KUHP untuk putusan ini tidaklah tepat. Pelaku pada putusan

ini bukanlah lagi sebagai orang yang mencoba menyalahgunakan narkotika

bagi dirinya sendiri, melainkan memang sudah menjadi penyalah guna

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Narkotika.

Hal ini didukung oleh tes laboratorium yang menyatakan bahwa urin terdakwa

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 15: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

positif mengandung metamfetamina yang terdaftar sebagai Narkotika

Golongan I di dalam Undang-Undang Narkotika.26

b. Pandangan kedua

Apabila dikaitkan dengan pandangan kedua ini, penerapan Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP pada

putusan ini merupakan hal yang tidak tepat. Dari pandangan kedua ini dapat

disimpulkan bahwa terhadap terdakwa seharusnya dikenakan Pasal 127 ayat

(1).

c. Pandangan Ketiga

Apabila ditinjau dari pandangan ini, maka penerapan Pasal Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP di

dalam Putusan Pengadilan Negeri Tegal Nomor 14/Pid.Sus/2011/PN.Tgl

merupakan suatu hal yang tidak tepat. Karena perbuatan terdakwa bukanlah

suatu percobaan tindak pidana, terlebih terdakwa ditangkap pada saat saat

hendak pulang ke rumah kos terdakwa setelah membeli narkotika dari Amar.

Adapun niat terdakwa di dalam kasus ini adalah untuk menggunakan atau

mengonsumsi bagi diri sendiri shabu yang dibeli dari Amar. Hal ini dilarang

oleh Undang-Undang Narkotika, yaitu pada Pasal 127 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Narkotika.

Permulaan pelaksanaan di dalam penerapan Pasal 127 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Narkotika jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP didasarkan atas

permulaan pelaksanaan dari teori objektif. 27 Untuk shabu sendiri, cara

pengonsumsiannya dapat dilakukan dengan membakar shabu di atas

aluminium foil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa permulaan

pelaksanaan diatas percobaan penyalahgunaan shabu terdapat pada perbuatan

pelaku sebelum menghisap asap dari shabu yang dibakar di atas aluminium foil.

Di dalam hal ini perbuatan terdakwa yang ditangkap pada saat akan pulang ke

rumah kos terdakwa belum dapat dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan

ditinjau dari teori objektif.

26 Hal ini diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial di angka ke-2 huruf c. 27 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej melalui email, pada tanggal 5 Mei 2014, pukul 10.00 WIB.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 16: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Meskipun demikian, bukanlah suatu hal yang tepat apabila terdakwa

pada kasus tersebut dipidana atas Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang

Narkotika terdakwa pada kasus ini seharusnya dipidana atas Pasal 127 ayat (1)

Undang-Undang Narkotika. Karena pelaku dalam putusan ini adalah seorang

penyalah guna narkotika bagi dirinya sendiri. Tetapi hal inilah yang terjadi

untuk Putusan Bandung Nomor 574/Pid.B/2011/PN.BB, di mana terdakwa

dipidana atas Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Narkotika. Penerapan Pasal

111 ayat (1) untuk seoragn penyalah guna narkotika bagi diri sendiri

menunjukkan belum terdapat pemahaman yang seragam dari penegak hukum

dalam mendefinisikan siapa yang dimaksud dengan penyalah guna itu sendiri.

VI. Kesimpulan

1. Penerapan unsur percobaan untuk tindak pidana menjual narkotika dapat terjadi

apabila niat pelaku adalah niat untuk menyerahkan narkotika kepada orang lain

dan dari penyerahan tersebut pelaku akan mendapatkan sejumlah uang. Unsur

permulaan pelaksanaan dapat dilihat dari teori subjektif dan teori objektif.

Berdasarkan teori subjektif, permulaan pelaksanan terdapat ketika pelaku telah

mewujudkan niat jahatnya melalui perbuatan untuk mendapatkan narkotika.

Sedangkan menurut teori objektif, permulaan pelaksanaan terdapat pada perbuatan

pelaku sebelum perbuatan menyerahkan narkotika kepada calon pembeli. Untuk

unsur terakhir harus dipastikan bahwa tujuan pelaku untuk menyerahkan narkotika

tidak tercapai disebabkan oleh pengaruh dari luar diri pelaku.

Dari hasil wawancara dan studi pustaka yang penulis lakukan, terdapat tiga

pandangan yang berkaitan dengan percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri

sendiri. Pandangan pertama menolak untuk menerapkan Pasal 127 ayat (1) huruf a

jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP atas dasar percobaan penyalahgunaan narkotika bagi

diri sendiri. Pandangan kedua berpendapat bahwa setiap penyalah guna bagi diri

sendiri (bukan pengedar narkotika) langsung dipidana atas Pasal 127 ayat (1),

meskipun pelaku ditangkap pada saat membeli, memiliki, menguasai atau

menyimpan narkotika. Menurut pandangan ketiga, penerapan unsur percobaan atas

Pasal 127 ayat (1) huruf a dapat terjadi. Unsur niat di dalam percobaan ini adalah

niat untuk mengonsumsi narkotika bagi diri pelaku sendiri. Menurut teori objektif,

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 17: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

permulaan pelaksanaan untuk penyalahgunaan ganja terdapat pada perbuatan

pelaku sebelum menghisap ganja yang sudah dilinting menjadi rokok. Untuk

shabu sendiri, permulaan pelaksanaan terdapat pada perbuatan pelaku sebelum

menghisap asap dari shabu yang dibakar di atas aluminium foil. Di dalam unsur

terakhir adalah pelaksanan yang tidak selesai bukan semata-mata disebabkan

karena kehendak pelaku, harus dipastikan bahwa tujuan pelaku untuk

mengonsumsi narkotika tidak tercapai disebabkan oleh pengaruh dari luar diri

pelaku. Mengenai percobaan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri dilakukan

dengan menerapkan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP.

Dari percobaan menjual narkotika dan percobaan penyalahgunaan narkotika bagi

diri sendiri, pada dasarnya masih dapat dikenakan Pasal 111 ayat (1) atau Pasal

112 ayat (1) atas dasar percobaan dikualifisir sebagaimana pendapat dari E.Y.

Kanter dan S.R. Sianturi, Utrecht serta Atang Ranoemmihardja.

2. Penerapan ajaran percobaan pada putusan pengadilan di dalam praktek belum

menunjukkan suatu pemahaman yang seragam. Dari putusan yang di bahas dalam

skripsi ini terdapat satu putusan yang sudah menerapkan ajaran percobaan dengan

tepat, tetapi untuk putusan lainnya terdapat putusan yang belum menerapkan

ajaran percobaan dengan tepat. Penerapan ajaran percobaan pada Putusan

Pengadilan Negeri Rantau Nomor 177/Pid.sus/2012/PN.Rtu sudah tepat dan sesuai

dengan ajaran percobaan tindak pidana. Adapun yang menjadi niat terdakwa

adalah maksud untuk menyerahkan narkotika kepada Dina. Apabila ditinjau dari

teori subjektif, maka perbuatan terdakwa membeli narkotika dari Satrianoor

merupakan permulaan pelaksanaan. Sedangkan apabila ditinjau dari teori objektif,

maka perbuatan terdakwa untuk menunggu calon pembeli di Salon Paramita

merupakan permulaan pelaksaan. Ketika terdakwa ditangkap oleh petugas

kepolisian, maka hal tersebut merupakan unsur tidak selesainya pelaksanaan bukan

semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku. Di dalam putusan ini terdakwa

sudah berhasil menciptakan sejumlah keadaan (dengan cara membagi shabu

menjadi paket kecil, membawa timbangan dan sampai dengan menunggu calon

pembeli di Salon Paramita) untuk menyelesaikan kejahatan dan kejahatan itu

sendiri akan diselesaikan apabila tidak ada penghalang dari luar pelaku. Dengan

demikian, sudah tepat apabila terdakwa dipidana dengan Pasal 114 ayat (1) jo.

Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Narkotika atas percobaan menjual narkotika.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 18: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Penerapan ajaran percobaan tindak pidana pada Putusan Pengadilan Negeri Tegal

Nomor 14/Pid.Sus/2011/PN.Tgl atas dasar percobaan penyalahgunaan Narkotika

Golongan I bagi diri sendiri merupakan hal yang tidak tepat dan tidak sesuai

dengan ajaran percobaan tindak pidana. Perbuatan terdakwa di dalam putusan

tersebut bukanlah suatu percobaan penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri

sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang

Narkotika jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP. Terdakwa sudah menjadi penyalah guna

narkotika. hal ini didukung dengan adanya fakta dari uji laboratorium yang

menyatakan urin terdakwa mengandung metamfetaminaTerhadap terdakwa sudah

sepantasnya dipidana atas Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika.

5.2 Saran

1. Seorang penyidik, jaksa dan hakim harus tepat dalam menerapkan pasal dari Undang-

Undang Narkotika dan menggali lebih dalam apa yang menjadi niat jahat sebenarnya

dari pelaku. Hal ini dikarenakan, terdapat pasal yang memiliki rumusan yang luas dan

pasal itu sendiri memenuhi untuk perbuatan lain yang yang diancam dengan pidana di

dalam Undang-Undang Narkotika.

2. Diperlukan suatu pemahaman yang seragam dari penyidik, jaksa dan hakim di dalam

menerapkan pasal di dalam Undang-Undang Narkotika. Pemahaman yang seragam

dalam hal ini berkaitan dengan penanganan pelaku tindak pidana narkotika yang sudah

menjadi penyalah guna narkotika bagi diri sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 127

Undang-Undang Narkotika.

VII. Daftar Referensi

Buku

Arif, Barda Nawawi. (1999). Sari Kuliah Hukum Pidana II. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Chazawi, Adami. (2011). Percobaan & Penyertaan, Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta:

RajaGrafindoPersada.

_______- (2011), Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas

Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014

Page 19: Percobaan Menjual Narkotika Golongan I dan Percobaan ...

Kanter, E.Y. & S.R. Sianturi. (2002). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan

Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika.

Kartanegara, Satochid. (s.t). Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Prof. Satochid Kartanegara

S.H dan Pendapat2 Para Ahli Hukum Terkemuka, Bagian Satu. s.l: Balai Lektur Mahasiswa.

Lamintang. P.A.F. (1997). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti,

Loqman, Loebby. (1996). Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana. Jakarta:

Universitas Tarumanagara UPT Penerbitan Jakarta

Mamudji, Sri et.al.,. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Remmelink, Jan. (2003). Hukum Pidana (Komentar atas Pasal -Pasal Terpenting dari Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana Indonesia)[Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Strafrecht],

diterjemahkan oleh Tristam Pascal Moeliono dkk. Jakarta: Gramedia.

Soekanto, Soerjono. (2010). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soesilo, R. (1991). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeia.

Sujono, AR. dan Bony Daniel. (2011). Komentar & Pembahasan Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Sinar Grafika.

Jurnal

Komisi Yudisial Republik Indonesia. (2013). “Hak dalam Kemelut Hukum,” Jurnal Yudisial,

6. 2.

Undang-Undang

Indonesia. Undang-Undang Narkotika. UU No. 35 Tahun 2009. LN No. 143 Tahun 2009.

TLN No. 5062.

Wawancara

Wawancara dengan Eryan Noviandi S.H selaku Kasi Konsultasi Badan Narkotika Nasional

Republik Indonesia dilakukan tanggal 28 Maret 2014, bertempat di Kantor Badan Narkotika

Nasional Republik Indonesia.

Wawancara dengan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej melalui email, pada tanggal 5 Mei

2014.

Percobaan menjual…, Hendra Syafutra Sitakar, FH UI, 2014