ABSTRAK Telah dilakukan percobaan berjudul “Termokimia” yang bertujuan untuk menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter. Termokimia merupakan kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia. Prinsip dari percobaan adalah Asas Black, dimana Asas Black merupakan hukum yang mempelajari tentang perubahan kalor dari sistem ke lingkungan maupun sebaliknya. Kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diserap (Q lepas = Q terima ). Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode kalorimetri, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kalor berdasarkan pengamatan perubahan suhu dalam sistem adiabatik, dengan menggunakan alat yang dinamakan kalorimeter. Dari hasil percobaan diperoleh kapasitas kalorimeter sebesar 208,2968 J/ K dan kalor netralisasi sebesar 832,2426 J.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan berjudul “Termokimia” yang bertujuan untuk
menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter. Termokimia
merupakan kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia.
Prinsip dari percobaan adalah Asas Black, dimana Asas Black merupakan hukum yang
mempelajari tentang perubahan kalor dari sistem ke lingkungan maupun sebaliknya.
Kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diserap (Q lepas = Qterima). Metode yang
digunakan dalam percobaan ini adalah metode kalorimetri, yaitu metode yang digunakan
untuk menentukan nilai kalor berdasarkan pengamatan perubahan suhu dalam sistem
adiabatik, dengan menggunakan alat yang dinamakan kalorimeter. Dari hasil percobaan
diperoleh kapasitas kalorimeter sebesar 208,2968 J/K dan kalor netralisasi sebesar
832,2426 J.
PERCOBAAN I
TERMOKIMIA
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Termokimia
Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia disebut
termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung
reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi kita dapat mengukur (secara langsung
dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperatur) energi yang dihasilkan oleh
reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai Joule. Berganti dengan kondisinya, apakah
dengan perubahan energi dalam atau perubahan entalpi. Sebaliknya jika tahu C atau
H suatu reaksi kita dapat meramalkan jumlah energi yang dihasilkannya sebagai
kalor.
(Atkins, 1994)
Kimia termo mempelajari perubahan panas yang mengikuti reaksi kimia dan
perubahan-perubahan fisika (pelarutan, peleburan dan sebagainya). Satuan tenaga
panas biasanya dinyatakan dengan kalori, joule atau kilo kalori.
1 Joule = 10-7 erg = 0,24 kal
1 kal = 4,184 joule
Untuk menentukan perubahan panas yang terjadi pada reaksi kimia, dipakai
kalorimeter. Besarnya panas reaksi kimia dapat dinyatakan pada :
Tekanan tetap
Volume tetap
(Sukardjo, 1989)
Sebagian besar reaksi kimia yang terjadi,disertai dengan penyerapan atau
perubahan energi. Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja. Ketika
sistem bekerja / melepaskan kalor, kemampuan untuk melakukan kerja berkurang
dengan kata lain energinya berkurang.
(Chang, 1995)
2.2 Kalor Reaksi / Panas Reaksi
Kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan energi produk dan reaktan pada
volume konstan (E) atau pada tekanan konstan (H), sebagai contoh adalah reaksi :
Reaktan (T) → Produk (T)
E = Eproduk – Ereaktan
Pada temperatur konstan dan volume konstan.
H = Hproduk – Hreaktan
Pada temperatur konstan dan tekanan konstan.
Satuan SI untuk E dan H adalah joule, yaitu satuan energi tetapi satuan umum
yang lain adalah kalori. Umumnya harga E atau H untuk tiap reaktan dan produk
dinyatakan sebagai Joule mol-1 atau kJ mol-1 pada temperatur konstan tertentu, biasanya
298 K.
Jika E atau H positif, reaksi dinyatakan “endotermis” dan jika E atau H
negatif, reaksi disebut “eksotermis”.
(Atkins, 1994)
Proses pelepasan energi sebagai kalor disebut eksoterm. Semua reaksi
pembakaran adalah eksoterm. Proses yang menyerap energi sebagai kalor disebut
endoterm, contohnya adalah penguapan air. Proses endoterm dalam sebuah wadah
adiabatik menghasilkan penurunan temperatur sistem, proses eksoterm menghasilkan
kenaikan temperatur. Proses endoterm yang berlangsung dalam wadah diatermik, pada
kondisi eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan aliran energi ke dalam sistem
sebagai kalor. Proses eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan pembebasan
energi sebagai kalor dalam lingkungan.
(Dogra, 1990)
2.3 Pengukuran Panas Reaksi
Proses reaksi diukur dengan bantuan kalorimetri. Harga E diperoleh apabila
reaksi dilakukan dalam kalorimeter bom, yaitu pada volume konstan dan H adalah
proses reaksi yang diukur dengan tekanan konstan dalam gelas piala atau labu yang
diisolasi, botol termos, labu dewar, dan lain-lain. Karena diperinci dengan baik, maka
panas yang dikeluarkan atau diabsorpsi hanyalan fungsi-fungsi keadaan, yaitu Qp =
H atau Qv = E adalah fungsi keadaan. Besaran-besaran ini dapat diukur oleh
persamaan :
Q = E atau H = (produk, kalorimeter) dT
Dimana C1 dapat berupa Cv untuk pengukuran E dan Cp untuk H. Dalam banyak
percobaan, C1 untuk kalorimetri dijaga tetap konstan.
(Dogra, 1990)
2.4 Penetapan Panas Reaksi
2.4.1 Panas Pembentukan
Merupakan panas reaksi pada pembentukan 1 mol suatu zat dari unsur-unsurnya.
Jika aktivitas pereaksinya 1, hal ini disebut panas pembentukan standar H.
(Sukardjo, 1989)
2.4.2 Panas Pembakaran
Merupakan panas yang timbul pada pembakaran 1 mol suatu zat. Biasanya panas
pembakaran ditentukan secara eksperimen pada V tetap dalam bomb-kalorimeter.
Sehingga dapat dicari H :
H = E + P . V
(Sukardjo, 1989)
2.4.3 Hukum Thermonetral
Pada pencampuran larutan encer dua buah garam dari asam dan basa kuat,
perubahan panasnya nol bila tidak terjadi reaksi antara keduanya.
Misal :
H = 0
H = 0
Disini ternyata bahwa pereaksi dan hasil reaksi sama, sehingga H = 0. Bila pada
pencampuran tersebut terjadi reaksi kimia, hukum di atas tidak berlaku lagi.
(Sukardjo, 1989)
2.4.4 Hukum Ketetapan Panas Netralisasi
Panas yang timbul pada penetralan asam kuat dan basa kuat, tetap untuk tiap-tiap
mol H2O yang terbentuk. Bila asam atau basanya lemah, panas netralisasi tidak lagi
tetap, sebab ada panas yang diperlukan untuk ionisasi.
(Sukardjo, 1989)
Panas reaksi yang mengakibatkan dan melibatkan netralisasi asam oleh basa
dikenal sebagai panas netralisasi. Panas netralisasi asam kuat dan basa kuat adalah
konstan, yaitu -55,90 kJmol-1. Tetapi panas netralisasi asam lemah dan basa lemah
kurang dari -55,90 kJmol-1, karena asam atau basa menjadi ion-ion kation dan anion,
sedangkan asam kuat dan basa kuat terdisosiasi sempurna dan reaksinya hanyalah :
H+ (dalam air) + OH-
(dalam air) = H2O
Sehingga :
H = H ionisasi + H netralisasi
(Dogra, 1990)
2.4.5 Panas Pelarutan
2.4.5.1 Panas Pelarutan Integral
Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut, panas
integral ini besarnya panas pelarutan tergantung jumlah mol zat pelarut dan zat
terlarut.
(Dogra, 1990)
2.4.5.2 Panas Pelarutan Diferensial
Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan
yang tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1
mol zat terlarut. Secara matematik, didefinisikan , yaitu perubahan panas
diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan dideferensial dapat
diperoleh dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsentrasi. Jadi panas
pelarutan deferensial tergantung pada konsentrasi larutan.
(Dogra, 1990)
2.4.6 Panas Pembentukan Ion
Pengertian ini diadakan untuk mengadakan perhitungan panas reaksi untuk
larutan-larutan elektrolit.
(Sukardjo, 1989)
2.4.7 Panas Hidrasi
Merupakan panas yang timbul atau diperlukan pada pembentukan hidrat-hidrat,
seperti :
H = -7960 kal
Besarnya panas hidrasi dapat dicari dari panas pelarutan integral.
(Sukardjo, 1989)
2.5 Perubahan Entalpi Standar
Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika / kimia biasanya
dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi standar. Dalam
banyak pembahasan kita akan memperhatikan perubahan entalpi standar H, yaitu
perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan akhirnya ada dalam keadaan
standar.
(Atkins, 1994)
2.5.1 Entalpi Perubahan Fisik
Perubahan entalpi standar yang menyertai perubahan keadaan fisik disebut
entalpi transisi standar dan diberi notasi Htas. Contohnya adalah entalpi penguapan.
(Atkins, 1994)
2.5.1.1 Entalpi Penguapan Standar (Huap)
Merupakan penguapan entalpi permol jika cairan murni pada tekanan 1 bar
menguap menjadi gas pada tekanan 1 bar, seperti dalam :
H2O(l) H2O(g) Huap (373 K) = 40,66 kJmol-1
Huap merupakan perubahan entalpi ketika reaktan dalam keadaan standar
berubah menjadi produk dalam keadaan standar.
(Atkins, 1994)
2.5.1.2 Entalpi Sublimasi Standar (Hsub)
Entalpi standar untuk proses dimana padatan menguap, tidak bergantung pada
jalan antara 2 keadaan yang berarti nilai H yang sama diperoleh bagaimana pun
perubahan yang dihasilkan.
Contohnya dapat membayangkan sublimasi zat A terjadi secara langsung.
A(s) A(g) Hsub (T)
Walaupun demikian hasil keseluruhan yang sama akan diperoleh jika padatan
dianggap meleleh pada temperatur T dan kemudian menguap pada temperatur
tersebut.
A(s) A(l) Hfus (T)
A(l) A(g) Huap (T)
Keseluruhan A(s) A(g) Hfus (T) + Huap (T)
(Atkins, 1994)
2.5.1.3 Entalpi Peleburan Standar (Hfus)
Dimana es pada tekanan 1 bar molekul menjadi cair pada tekanan 1 bar.
Contohnya Hfus seperti dalam :
H2O(s) H2O(l) Hfus (273) = + 6,01 kJmol-1
Karena keseluruhan hasilnya sama, perubahan entalpi keseluruhan juga sama
dalam kedua kasus tersebut dan seperti disimpulkan bahwa :
Hsub (T) = Hfus (T) + Huap (T)
Kesimpulan bahwa entalpi peleburan selalu positif, maka entalpi simulasi suatu zat
selalu lebih besar dari pada entalpi penguapannya.
(Atkins, 1994)
2.5.1.4 Entalpi Pelarutan Standar (Hsel)
Perubahan entalpi standar jika zat itu melarut dalam pelarut dengan jumlah
tertentu. Entalpi pembatas adalah perubahan entalpi standar jika zat melarut dalam
pelarut dengan sejumlah tak hingga, sehingga interaksi antara dua ion (atau molekul
terlarut) untuk zat bukan elektrolit dapat diabaikan.
(Atkins, 1994)
2.5.1.5 Entalpi Pengionan
Dua perubahan entalpi yang sangat penting adalah perubahan entalpi yang
menyertai pembentukan kation dan anion dari atom-atom dan molekul-molekul fase
gas.
Entalpi pengionan H adalah perubahan entalpi standar untuk penghilangan
satu elektron.
A. Entalpi Pengionan 1
Merupakan perubahan energi dalam untuk proses yang sama pada T = 0.
B. Entalpi Perolehan Elektron
Pengaruh entalpi standar yang menyertai pelekatan elektron pada suatu atom, ion
atau molekul dalam fase gas adalah entalpi peroleh elektron Hea.
E(g) + e-(g) E- Hea
(Atkins, 1994)
2.5.1.6 Entalpi Pembentukan dan Disosiasi Ikatan
Merupakan entalpi standar untuk proses dimana ikatan A-B dipatahkan.
A-B(g) A(g) + B(g) H = (A-B)
A dan B dapat berupa atom atau kelompok atom, seperti dalam :
CH3OH(g) CH3(g) + OH(g) H(CH3OH) = + 380 kJmol-1
A. Entalpi Ikatan Rata-rata (A-B)
Merupakan nilai entalpi disosiasi ikatan dari ikatan A-B yang dirata-ratakan dari
suatu senyawa serumpun.
B. Entalpi Pengatoman
Perubahan entalpi standar yang menyertai pemisahan semua atom dalam suatu
zat (dapat berupa unsur atau senyawa)
(Atkins, 1994)
2.5.2 Entalpi Perubahan Kimia
2.5.2.1 Entalpi Pembakaran Standar (Hc)
Merupakan entalpi reaksi standar untuk oksidasi zat organik menjadi CO2 dan
H2O bagi semua yang mengandung C, H, O dan D menjadi N2 bagi senyawa yang
mengandung N.
(Atkins, 1994)
2.5.2.2 Entalpi Hidrogenasi Standar
Entalpi reaksi standar untuk hidrogenasi senyawa organik tak penuh. Dua hal
yang sangat penting adalah hidrogenasi etana dan benzena.
(Atkins, 1994)
2.5.3 Entalpi Pembentukan
Entalpi pembentukan standar (Hf) adalah suatu zat dimana entalpi reaksi
standar untuk pembentukan zat itu dari unsur-unsurnya dalam keadaan referensinya.
Keadaan referensinya suatu unsur adalah keadaan yang paling stabil pada temperatur
tertentu atau tekanan 1 bar.
Entalpi pembentukan standar unsur-unsur dalam keadaan referensinya adalah nol
pada semua temperatur, karena entalpi tersebut adalah entalpi dari reaksi “nol”.
H 298 = Hf (produk) - Hf (reaktan)
(Atkins, 1994)
2.6 Variasi Entalpi dengan Temperatur
Entalpi suatu zat bertambah jika zat tersebut dipanaskan, oleh karena itu entalpi
reaksi berubah dengan perubahan temperatur. Karena entalpi setiap zat dalam suatu
reaksi bervariasi dengan cara yang khas.
(Atkins, 1994)
2.7 Kapasitas Kalor Zat
2.7.1 Kapasitas kalor pada volume tetap
Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada kondisinya, misalnya sistem itu
terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat melakukan kerja. Jenis apapun
kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT adalah dq V = Cv dT, dengan
Cv sebagai kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena du = dqv
dapat dituliskan dv = Cv dT pada volume tetap dan menyatakan Cv = dengan
volume tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap selama perubahan
variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial” terhadap variabel yang
berubah. Notasi d digantikan dengan dalam variabel yang dibuat tetap ditambahkan
subskrip.
Cv =
(Atkins, 1994)
2.7.2 Kapasitas kalor pada tekanan tetap
Kalor yang diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama
adalah dq D = Cp dT dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada tekanan tetap.
Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang diberikan sebagai
kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak khusus digunakan
untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara umum Cv berbeda
dengan Cp karena dqp = dH, maka :
Cp =
(Atkins, 1994)
2.8 Ketergantungan reaksi terhadap temperatur
Jika perubahan temperatur (T) sangat kecil, maka perubahan entalpi zat tersebut
adalah Cp dT, oleh karena itu untuk perubahan temperatur dari T1 ke T2 , entalpi zat
berubah H(T1) menjadi :
H(T2) = H(T1) +
dengan
Cp = –
dengan Cp(j) sebagai kapasitas kalor molar zat j.
(Dogra, 1990)
2.9 Ketergantungan perubahan entalpi reaksi pada suhu
Bila perubahan entalpi reaksi pada suhu diketahui, maka perubahan entalpi reaksi
pada suhu lain dapat dihitung bila kapasitas kalor pereaksi dan hasil diketahui untuk
daerah suhu, di antaranya :
Untuk reaksi kimia secara umum seperti yang diberikan pada persamaan :