The Urban Settlements NEWUrban Settlements of Muara Angke The Environmental and Social Issue
Th
e U
rb
an
S
ettlem
en
ts
NEWUrban
Settlements
of
Muara Angke
The Environmental
and Social Issue
J U D U L
Perancangan Perumahan
dan Permukiman dengan
Isu Lingkungan dan Sosial
Februe Arya Prabawa dan Shelvi
Wookie
Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan - Universitas Trisakti
A B S T R A K
Kata Kunci : Perancangan Permukiman,
Lingkungan, Sosial
Area-area permukiman di wilayah ibukota
negara dapat mencerminkan perencanaan
secara keseluruhan sebuah negara.
Tantangan sosial kebudayaan serta
masalah lingkungan menjadi faktor yang
mempengaruhi secara positif atau negatif
permukiman. Konsep perencanaan dan
desain perancangan permukiman dengan
mendekatkan kehidupan sosial antar
masyarakat dan lingkungan dapat menjadi
solusi pasif pembenahan citra ibukota yang
ramah, bersih, sopan santun, dan penuh
kasih.
K A T A P E N G A N T A R
Pergantian kepemimpinan Ibukota
Indonesia, Jakarta, berfokus terhadap
peningkatan citra kota yang aman, nyaman,
teratur, terkendali dan tertata. Kebijakan
tatakota DKI Jakarta pun berubah ataupun
diperbaharui demi tercapainya citra ibukota
yang diharapkan. Perbaikan permukiman-
permukiman yang tidak teratur ataupun
terkesan kumuh dilakukan dalam upaya
menyejahterakan warga.
Perencanaan kembali permukiman Muara
Angke Penjaringan baru mengikuti
parameter desain pinggir laut sebagai
lingkungan dan sosial budaya nelayan
sebagai penggunanya. Selain itu Muara
Angke Penjaringan baru dapat menjadi
area pariwisata internasional dalam
pelestarian lingkungan dan sosial budaya
nelayan tradisional wilayah Jakarta.
Hal yang harus dihindari adalah
modernisasi area nelayan tradisional
menjadi nelayan modern. Hal itu dapat
berdampak pada hilangnya kebudayaan
daerah dan hilangnya jatidiri lingkungan.
Mengutip dari perkataan Angga Wiyatama
di salah satu Pulau di Kepulauan Seribu,
‘Melihat matahari terbenam dan nelayan
yang menebar jala, itu adalah lukisan
Tuhan’, yang berarti hal yang baru atau
modern memiliki nilai indah yang tinggi
namun indahnya dapat dimiliki di setiap
tempat di seluruh dunia namun kelestarian
tradisi adalah indah yang tak ternilai
karena sejarah dibaliknya.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengetahui pola tata letak dan kriteria
desain untuk bentuk fisik permukiman
yang dapat membantu proses perancangan
agar mendapatkan perancangan desain
yang nyaman tanpa meninggalkan identitas
sosial budaya masyarakat setempat.
Kriteria utama berkaitan pada
pengembangan permukiman dan
lingkungan di Muara Angke Penjaringan
menuju kondisi ideal.
Metode penelitian ini dirancang untuk
memeriksa permukiman dan lingkungan
interaksi dengan teori literatur yang ada
untuk mengidentifikasi isu yang paling
penting dalam kasus permukiman di Muara
Angke Penjaringan. Isu positif atau negatif
dapat mempengaruhi keputusan desain.
Permasalahan yang diidentifikasi dalam
permukiman di Muara Angke Penjaringan
sebagai studi banding penulis dalam upaya
mendapatkan kriteria pola tata letak dan
desain lingkungan kampung nelayan di
perkotaan. Untuk mencapai hal tersebut,
penulis membutuhkan data-data pendukung
1. Kebijakan pemerintah pusat dalam
pengembangan kawasan-kawasan
khusus.
2. Kondisi lingkungan fisik
3. Studi banding dalam negeri atau luar
negeri berdasarkan sosial budaya dan
perbaikan lingkungan.
4. Data sosial budaya Muara Angke
Pada akhir penulisan ini, pembaca dapat
mengetahui berbagai permasalah yang
terjadi di Muara Angke Penjaringan,
berbagai pengertian, dan desain solutif
yang penulis ajukan sebagai penyelesaian
dalam permasalahan-permasalahan yang
terjadi di Muara Angke, Kelurahan Kapuk
Muara, Kecamatan Penjaringan,
Kotamadya Jakarta Utara.
Jakarta, 21 September 2013
Kelompok Penulis
Pengertian Tipologi Bangunan menurut
Anthony Vidler Tipologi bangunan adalah
sebuah studi/ penyelidikan tentang
penggabungan elemen-elemen yang
memungkinkan untuk mencapai/
mendapatkan klasifikasi organisme
arsitektur melalui tipe-tipe. Klasifikasi
mengindikasikan suatu perbuatan
meringkas/ mengikhtiarkan, yaitu
mengatur penanaman yang berbeda, yang
masing-masing dapat diidentifikasikan, dan
menyusun dalam kelas-kelas untuk
T I P O L O G I H U N I A N
mengidentifikasikan data umumnya dan
memungkinkan membuat perbandingan-
perbandingan pada kasus-kasus khusus.
Klasifikasi tidak memperhatikan suatu
tema pada suatu saat tertentu (rumah, kuil,
dsb.) melainkan berurusan dengan contoh-
contoh konkrit dari suatu tema tunggal
dalam suatu periode atau masa yang terikat
oleh kepermanenan dari karakteristik yang
tetap/ konstan.
Rumah bukan sekedar wujud fisik semata,
namun juga merupakan produk budaya
yang bentuk dan layoutnya biasanya
dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya,
ketertarikan, adanya pilihan-pilihan
(Rapoport., Qtd. in. Mazumdar, 1997) yang
mengilhami sebuah tempat tinggal dengan
arti simbolik (Rapoport; Lawrence; Low,
Qtd. in. Mazumdar dan Mazumdar, 1997).
Berikut ini adalah pengertian dan definisi
rumah :
a) Coirul Amin
Rumah adalah bangunan untuk tempat
tinggal atau bangunan pada umumnya
b) Alfrida L. Membala
Rumah adalah tempat berlindung dari
hujan. Rumah adalah tempat
berlindung dari terik matahari. Rumah
adalah tempat istirahat. Rumah adalah
tempat keluarga, berkumpul bersama,
bercerita, makan, dan berdoa bersama.
c) Lilly T. Erwin
Rumah adalah bangunan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal dan
berkumpul suatu keluarga. Rumah juga
merupakan tempat seluruh anggota
keluarga berdiam dan melakukan
aktivitas yang menadi rutinitas sehari-
hari.
d) Muhammad Khoirudin
Rumah adalah kebutuhan pokok
manusia.
e) Anonim
Rumah adalah suatu tempat untuk
beristirahat dan untuk memperbaiki
jiwa dan tubuh.
Berdasarkan bentuknya, rumah Betawi
dapat dikelompokan atas :
1. Rumah Gudang, denah persegi panjang,
dapur hanya tambahan, beratap pelana
memanjang dari depan ke belakang,
atap bagian dapur beratap tambahan
(atap meja), bagian tertinggi menempel
ke dinding ruang dalam dan miring ke
arah belakang.
2. Rumah Joglo, denah berbentuk bujur
sangkar, atap berbentuk limas dengan
sorondoy (lekukan)
3. Rumah Bapang / Kebaya, denah
persegi panjang, atap pelana yang di
lipat ke dari bagian sisi ke sisi.
Material bangunan atap menggunakan
genteng/atep (daun kirai yang di anyam),
konstruksi kuda-kuda dan gording
menggunakan kayu gowok (Syzygium
Polycephalum) atau kayu kecapi
(Sandoricum Koetjapie), balok tepi, utama
f) Mona Sintia, SP
Rumah merupakan jantung kehidupan
yang semestinya dapat menjadi sumber
kedamaian , sumber inspirasi, dan
sumber energi bagi pemiliknya.
g) Andie Wicaksono
Rumah merupakan tempat untuk
berteduh atau berlindung dari panas,
hujan, dan hawa dingin; tempat untuk
bersitirahat; serta tempat berkumpul
anggota keluarga. Itulah sebabnya
memperoleh sebuah rumah harus
direncanakan dengan baik.
h) Diana Tantiko
Rumah adalah tempat untuk pulang,
tempat seseorang (atau sebuah
keluarga) memperoleh ketenangan,
istirahat, dan perlindungan.
i) Martien de Vletter
Rumah merupakan investasi yang tidak
saja harus dikejar aspek murahnya
(ekonomi), tetapi juga investasi sosial,
lingkungan, dan budaya.
Rumah Adat adalah merupakan bangunan
rumah yang mencirikan atau khas
bangunan suatu daerah di Indonesia dan
melambangkan kebudayaan dan ciri khas
masyarakat setempat.
Rumah adat sering disebut dengan ”ruma
gorga” atau juga sering disebut dengan
”ruma bolon”, yaitu : rumah besar yang
memiliki penuh ukiran-ukiran dan makna-
makna simbolik. Pada posisi rumah,
terdapat kepercayaan akan : banua ginjang
(dunia atas), banua tonga (dunia
tengah/bumi), dan banua toru (dunia
bawah/dunia para makhluk halus).
Penggunaan kebudayaan Betawi sebagai
tindakan terhadap wilayak DKI Jakarta
dengan kebudayaan Betawi. Penggunaan
atap kebaya, yaitu buangan air ke depan
dan belakang. Pembagian tata ruang antara
lain halaman (tempat latihan pencak silat),
teras / paseban, ruang semi-private dan
private.
diatas dinding luar menggunakan kayu
nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk)
yang sudah tua, sedangkan kaso dan reng
menggunakan bambu tali (Giganto Chloa
Apus).
Bambu yang digunakan sebagai kaso
adalah bambu utuh dengan diameter ± 4cm, sedangkan yang digunakan untuk reng adalah bambu yang dibelah. Material dinding depan adalah kayu gowok atau nangka yang terkadang dicat dengan dominasi warna kuning dan hijau. Dinding rumah lainnya menggunakan bahan anyaman bambu (gedhek) dengan atau tanpa pasangan bata di bagian bawahnya. Daun pintu atau jendela biasanya terdiri dari rangka kayu dengan jalusi horisontal pada bagian atasnya atau pada keseluruhan daun pintu atau jendela. Bentuk daun pintu atau jendela adalah seperti gambar berikut.
Material Struktur untuk pondasi rumah
adalah batu kali dengan sistem pondasi
umpak yang diletakan di bawah setiap
kolom, sementara untuk landasan dinding
digunakan pasangan batu bata (rollag)
dengan kolom dari kayu nangka yang
sudah tua.
Material ragam hias betawi sangat spesifik.
Ragam hias ini dibuat untuk dinding batas
teras, untuk hiasan dinding, tapi terutama
digunakan untuk menutup lubang ventilasi
dinding depan.
M O D E L T I P O L O G I
T I P O L O G I R U S U N
Definisi Rumah Susun (Rusun) :
1. Rumah susun adalah bangunan
bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-
bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal
maupun vertkal dan merupakan satuan-
satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara
terpisah,terutama untuk tempat
hunian,yang di lengkapi dengan bagian
bersama,benda bersama dan tanah
bersama (UU RI No.16 th.1985
Tentang Rumah Susun).
2. Rumah susun adalah bangunan rumah
tinggal yang terdiri atas lebih dari satu,
dimana hunian yang satu berada di atas
hunian yang lainnya , sehingga
bangunan tersebut menampung
beberapa unit sekaligus (Laurens:1).
3. Menurut Departemen Pendidikan Dan
Kebudayan,Kamus Besar Bahasa
Indonesia Rumah susun adalah rumah
atau bangunan bertingkat terbagi atas
beberapa unit tempat tinggal (masing-
masing untuk satu keluarga)
Pengertian mengenai kategori rumah susun
berdasarkan ketinggian bangunan
(bangunan tinggi), pencapaian vertikal,
fungsi rusun, daya tampung penghuni, dan
sistem kepemilikan sewa. Berikut ini
penjelasan-penjelasan mengenai point-
point tersebut;
Berdasarkan tinggi bangunan :
1. Low rise : bangunan bertingkat dengan
ketinggian maksimal 5 lantai.
2. Medium rise : bangunan yang
bertingkat 5 – 6 lantai yang dapat
dilengkapi dengan elevator.
3. High rise : bangunan yang bertingkat
>6 lantai yang biasanya disebut
“Elevated Apartement”.
Berdasarkan pencapaian vertikal :
1. Elevated, yaitu rumah susun yang
pencapaiannya melalui elevator atau
lift dengan ketinggian >5lantai,
biasanya jenis medium rise dan high
rise
2. Walk-up, yaitu rumah susun yang
pencapaiannya melalui sarana tangga
dengan ketinggian <5lantai, biasanya
jenis low rise
K O N S E P A R S I T E K T U R A L
Konsep perancangan memperkuat di sisi
lingkungan serta sosial budaya masyarakat
dalam upaya meningkatkan tingkat sosial
tanpa meninggalkan kebudayaan serta
berperan memperbaiki lingkungan binaan
dalam upaya mencapai keharmonisan
berkehidupan.
M O D E L K O N S E P
T I P O L O G I P E R M U K I M A N
Jadi,
• Rumah adalah Sebuah hunian, bangunan atau struktur yang berfungsi sebagai habitat
manusia dan atau mahluk lainnya
• Perumahan adalah gabungan dari beberapa rumah-rumah.
• Permukiman adalah gabungan dari beberapa perumahan-perumahan yang
mengakomodasi kegiatan pemukim dalam berkehidupan sehari-hari melalui fasilitas
umum & sosial.
PERMUKIMAN (HUMAN SETTLEMENT) : adalah tempat (ruang) untuk hidup dan
berkehidupan bagi kelompok manusia. (Doxiadis, 1971).
Permukiman akan selalu berkaitan dengan perumahan. PERUMAHAN (HOUSING) :
adalah tempat (ruang) dengan fungsi dominan untuk tempat tinggal. Untuk pengertian
secara lanjut, Perumahan dapat diartikan dari beberapa elemen dari perumahan, yaitu :
• Shelter ; Perlindungan terhadap gangguan eksternal (alam, binatang), dsb.
• House ; Struktur bangunan untuk bertempat tinggal.
• Housing ; Perumahan, hal hal yang terkait dengan aktivitas bertempat tinggal
(membangun, menghuni).
• Human settlement ; Kumpulan (agregat) rumah dan kegiatan perumahan
(permukiman).
• Habitat ; lingkungan kehidupan (tidak sebatas manusia).
Menurut Doxiadis, Permukiman (Human Settlement) akan berjalan dengan baik jika
terkait dengan beberapa unsure, yaitu : Nature (alam), Man (manusia), Society (kehidupan
sosial), Shell (ruang), dan Networks (hubungan).
Rumah Rumah
Rumah
Perumahan
Rumah Rumah
Rumah
Perumahan
Rumah Rumah
Rumah
Perumahan
Rumah Rumah
Rumah
Perumahan
PERMUKIMAN
Fasilitas Umum &
Sosial
P R A N A T A P E R M U K I M A N
Dasar-dasar peraturan GBHN 1993,
menjelaskan beberapa persyaratan
perancangan rumah tinggal.
1. Tuntutan Kesesuain Peruntukan
Lahan. Untuk menjamin terciptanya
daya dukung lingkungan yang optimal,
pembangunan perumahan dan
permukiman harus sesuia dengan
daerah peruntukannya, pada lokaasi
yang memang di peruntukan bagi
hunian dan permukiman. Pembangunan
untuk perdagangan dan industry pun
harus di lakukan di lokasi yang
memang di peruntukan bagi industry
dan perdagangan tersebut.
2. Konsep Pembangunan yang
Berwawasan Lingkungan. Tindakan
antisipasi untuk pembangunan
perumahan yang berwawasan
lingkungan dapat di lakukan dengan
beberapa cara, antara lain :
Dengan mendukung objek ( lokasi
aktivitas ) dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan, misalnya:
3. Konsep Pola Hunian 1:3:6. Konsep
ini merupakan peraturan wajib dari
pemerintah bagi pihak pengembang
yang ajkan membangun proyek hunian
berskala kota dalam satu lokasi, yaitu
membangun fasilitas hunian dengan
dengan perbandingan satu rumah
mewah, tiga rumah menengah, dan
enam rumah sederhana( RS ) dan
sangat sederhana ( RSS ). Dengan
menerapkan konsep 1:3:6 maka
penghuni kawasan RS/ RSS akan
dapat menikmati fasilitas real estate,
• Penanganan air bersih
• Pengadaan sumur resapan
• Penanganan hal-hal yang
berhubungan dengan lingkungan
hidup yang dapat berdampa terhadap
lingkungan sekitar perumahan dan
permukiman.
seperti jalan lingkungan yang lebar
dan hijau, taman bermain ( play
ground ), fasilitas olah raga , area
parker mobil yang luas, tempat jalan
kaki, lapangan tenis dan lain-lain.
T E N T A N G M U A R A A N G K E
Muara Angke dikenal sebagai tempat
penjualan ikan laut segar dan rumah makan
makanan laut di Jakarta.
Memiliki sejarah sebagai kampung nelayan
yang di resmikan oleh Gub. Ali Sadikin
pada 7 Juli 1977 dengan pelelangan ikan
pertama.
Memiliki area hutan Bakau dan
Margasatwa seluas 25.02 hektar di wilayah
timur.
Pemukiman nelayan terdapat di bagian
barat dan selatan. Kebanyakan perahu-
perahu nelayan memang disandarkan di
sepanjang tepian Kali Angke di barat dan
selatan wilayah ini. Dok kapal nelayan dan
tambak uji coba terdapat di bagian utara.
Di samping itu, di kawasan ini juga
terdapat kompleks rumah susun untuk
nelayan, terminal bus dan angkutan kota,
serta SPBU (stasiun pengisian bahan bakar
umum).
Di areal seluas 65 hektare ini juga terdapat
pusat kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan
Tradisional (PHPT). Berbagai jenis ikan
asin, pindang dan asap dihasilkan di sini.
Selain tempat pengolahan dan penjemuran
ikan, di bagian ini juga terdapat beberapa
toko yang menjual ikan asin dalam partai
besar maupun eceran. Sebagian ikan asin
yang dihasilkan dikirim antar pulau atau
diekspor.
D A T A A N A L I S A T A P A K
Lokasi : Permukiman Muara Angke
Selatan
Luas Tapak : ± 364.941,7m² / 36.4 Ha
Penduduk : ± 24.599 Orang (2008) Prediksi : ± 29.648 Orang (2063) *Data Peningkatan Penduduk 15 tahun terakhir di Jakarta (BPS) adalah 0.34%/Tahun setelah modernisasi & KB.
Fasilitas Sekitar Tapak : Pasar, SMPN
261, SDN 03/01/03/06 Pluit, Puskesmas,
Klinik, Terminal Angke, , Masjid Nurul
Bahri, Rusun, Area Pengeringan Ikan,
Area Kapal, Pospol KPPP (Kelautan),
Pospol Muara Angke, Sukudinas
Kebakaran, Tambak Udang, Cagar Alam.
SWOT :
Strength, Wilayah strategis wisata dengan
berbagai fungsi dan di tepi laut.
Weakness, Kerusakan Lingkungan &
Sirkulasi
Opportunity, Kawasan Hutan Lindung,
Kampung Nelayan, dan Waterfront
Treat, Banjir ROB yang terjadi setiap
tahun
Legenda :
ABC (D/E/FG/H.I)
ABC : Peruntukan Fungsi
D : Bentuk Massa
E : KTB
FG : KDB
H.I : KLB
Ssk : Suka Sarana Kesehatan
Wkc : Wisma Kecil
Wsd : Wisma Sedang
Spd : Suka Sarana Pendidikan
Suk : ???
D : Deret
T : Tunggal
Wkc/Wsd (D/2/60/1.2)
Spd (T/4/40/1.6)
Suk (T/4/40/1.6)
Ssk (T/4/40/1.6)
Spd (T/4/40/1.6)
Suk (T/4/40/1.6)
Wkc (D/2/60/1.2)
Wkc (D/2/60/1.2)
Wkc (D/2/60/1.2)
A N A L I S A T A P A K
Robert Hershberger, Ph.D, FAIA
1. Human Aspect
Warga Muara Angke didominasi sebagai
Nelayan dan pengolah hasil tangkapan
laut.
Memiliki kebiasaan berkumpul bersama
setelah bepergian berminggu-minggu di
laut, melakukan perbaikan kapal dan
perlengkapan nelayan.
Didominasi oleh usia 30+ tahun, memiliki
rata-rata memiliki 2-3 anak. Membutuhkan
ruang cukup besar dan sesuai dengan
analisa pertumbuhan penduduk, untuk 50
tahun mendatang, dibutuhkan kira-kira
29.648 Orang, terdiri dari 15.430 laki-laki
(52%) dan wanita 14.218 (48%)
2. Environmental Aspect
Pencapaian ke area Muara Angke melalui
kendaraan umum, kendaraan pribadi,
kapal, ataupun kereta yang dilanjutkan
dengan kendaraan umum.
Kawasan memiliki potensi dengan adanya
kawasan hutan lindung bakau di selatan
dan barat tapak. Area kebisingan tertinggi
pada bagian utara, namun tidak terlalu
dominan karena memang kawasan tapak
diputari sungai dan laut.
Matahari menjadi potensi bagi area-area
aktifitas sosial seperti lapangan olahraga,
angin menghembus hampir dari seluruh
bagian karena ruang terbuka yang cukup
besar di sekeliling tapak kecuali utara.
Kondisi banjir rob (air laut yang menuju ke
daratan) sangat penting untuk disolusikan.
3. Cultural Aspect
Berhimpitan dengan area kampung
nelayan Muara Angke, memberikan tema
Nelayan akan sangat penting bagi citra
lokasi.
Nilai-nilai nelayan harus di dukung untuk
mempertahankan profesi nelayan setelah
terjadinya pembangunan perbaikan lokasi
permukiman di Muara Angke.
4. Temporal Aspect
Peningkatan ataupun pengurangan jumlah
penduduk akibat perbaikan wilayah. Hal
ini disebabkan oleh faktor kebiasaan yang
terubah 180⁰.
5. Technological Aspect
Nilai pembangunan dan kecepatan
pembangunan, serta ketahanan bahan
bangunan dari garam laut yang
mempercepat pengkaratan besi.
6. Economical Aspect
Perancangan yang menyesuaikan biaya,
kebiasaan, dan kemampuan dari warga
agar pembangunan tidak menjadi sia-sia
setelah terbentuknya wilayah Muara
Angke Baru.
7. Aesthetic Aspect
Pola bentuk permukiman yang mewakili
kampung nelayan, berkoridor-koridor
dengan dominasi tekstur kayu.
Warna mewakili Muara Angke dengan
kesederhanaan yang anggun.
8. Safety Aspect
Seluruh kawasan sudah tertata dan
berdekatan dengan pos keamanan. Namun
perlu diberikan pos keamanan lingkungan
untuk memastikan faktor keamanan.
Bangunan bermassa majemuk sehingga
diperlukan penataan massa bangunan yang
menggunakan prinsip-prinsip estetika
(Buku Matriks; Matriks 4)
O R G A N I Z A T I O N
( P O S I T I O N )
Macam-macam organisasi bentuk
berdasarkan D.K Ching
Organisasi Linear
Suatu urutan dalam satu garis
dari ruang-ruang yang
berulang
Organisasi Radial
Sebuah ruang terpusat yang
menjadi acuan organisasi
ruang linear. Berkembang
menurut arah jari-jari
Organisasi Terpusat
Sebuah ruang dominan
terpusat dengan
pengelompokan sejumlah
ruang sekunder
Organisasi Terpusat
Sebuah ruang dominan
terpusat dengan
pengelompokan sejumlah
ruang sekunder
Organisasi Grid
Organisasi ruang-ruang
dalam daerah struktural grid
atau struktur tiga dimensi
lain
C O N T E X T
Penataan block plan perlu
mempertimbangkan kondisi tapak yang
setiap tahunnya selalu terkena banjir.
Terdapat tiga skenario penanganan
banjir yakni;
1. Memindahkan warga dari daerah
rawan banjir (rencana relokasi),
namun kendalanya relokasi
mengeluarkan biaya yang cukup
besar, selain itu warga belum tentu
bersedia di relokasi
2. Memindahkan banjir dari warga,
Cara ini sangat mahal, dilakukan oleh
insinyur banjir, yaitu normalisasi
sungai, mengeruk endapan lumpur,
menyodet-nyodet sungai, dst.
3. Akrab bersama banjir, Cara ini
paling murah dan kehidupan sehari-
hari warga menjadi aman walau
banjir datang, yaitu dengan
membangun rumah-rumah
panggung setinggi di atas muka air
banjir
E X T E R I O R S P A C E
Ruang terbuka ditinjau dari kegiatanya,
menurut kegiatannya ruang terbuka terbagi
atas dua jenis ruang terbuka, yaitu ruang
terbuka aktif dan ruang terbuka
pasif(Hakim,2003:51):
• Ruang terbuka aktif, adalah ruang terbuka
yang mempunyai unsur-unsur kegiatan
didalamnya misalkan, bermain, olahraga,
jala-jalan. Ruang terbuka ini dapat berupa
plaza, lapangan olahraga, tempat bermain
anak dan remaja, penghijauan tepi sungai
sebagai tempat rekreasi.
• Ruang terbuka pasif, adalah ruang
terbuka yang didalamnya tidak
mengandung unsur-unsur kegiatan manusia
misalkan, penghijauan tepian jalur jalan,
penghijauan tepian rel kereta api,
penghijauan tepian bantaran sungai,
ataupun penghijauan daerah yang bersifat
alamiah. Ruang terbuka ini lebih berfungsi
sebagai keindahan visual dan fungsi
ekologis belaka.
Fungsi Ruang Terbuka Hijau :
1. Untuk menyerap air (hujan) dan air
permukaan.
2. Sebagai penyerap panas dan cahaya
(silau). Rumput misalnya, mampu
menyerap 80% panas dan hanya
memantulkan 20% sisanya saja kepada
lingkungan sehingga dapat
menurunkan suhu di perkotaan (Frick
& Mulyani, 2006 ; 44).
3. Selain itu juga RTH dapat menurunkan
polusi udara kota, setiap pohon
misalnya dapat menyerap CO2 dan
menyediakan 1,2 Kg O2/hari. Sehingga
menunjang kebutuhan ketersediaan
oksigen untuk bernapas bagi penduduk
kota dan mengurangi dampak akibat
karbondioksida yang merugikan
kesehatan.
Menurut UU no. 23 Tahun 1997 mengenai
pengelolaan lingkungan hidup, diperlukan
ruang terbuka sepanjang sungai/green belt
dengan jarak 25 m. Dari garis as-sungai
sebagai area resapan air.
O P E N S P A C E
E N T R Y I D E N T I F Y
- Menurut Edward T. White, salah satu
pembentuk kesan publik adalah peniadaan
pagar sebagai pembatas.
Di bawah ini adalah varian pembatas
perpetak dari jalan raya sebagai tanggapan
atas aspek-aspek pada konsep programatik
(fungsi, konteks, dan tema) sebagai
tanggapan atas tak adanya pagar :
Varian 1:
Dengan perbedaan ketinggian dari jalan
raya
jalan raya pedestal
area tapak
Varian 2:
Pemberian vegetasi pada batas persil dan
jalan raya
Varian 3:
Pemberian gerbang masuk (entrance) yang
kontras dengan lingkungan
pedestal
tapak
Vegetasi dan pedestal
yang membatasi tapak
dan jalan raya
P A T H
• Pedestrian menghubungkan bagian luar
persil dengan persil lain.
• Adanya jalur pedestrian dengan
penambahan elemen vegetasi sebagai
pembatas dan peneduh dan adanya street
furniture ( lampu, rambu, signage,
tempat sampah dll )
• penggunaan penutup atap sebagai
peneduh dari matahari dan hujan.
Penambahan vegetasi sebagai
pembatas dan peneduh
Dermaga kecil di beberapa tempat untuk
wisatawan.
Jembatan untuk menyeberangi sungai
tambahan di Muara Angke
Pegangan di
sepanjang area
menuju air untuk
keamanan.
Ruang umum di sepanjang pinggir
sungai/laut. Memiliki jarak >8m dari jarak
terpinggir air untuk memberikan ruang
bersantai (duduk-duduk), pedagang
kakilima, dan ruang sirkulasi.
Rumah Makan makanan laut di Muara
Angke ditata ulang dengan kenyamanan
dan keamanan. Serta menjadi tempat
pariwisata yang tidak kalah dengan
Jimbaran, Bali.