Top Banner
Perancangan dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Pedesaan menggunakan WLAN dengan WDS backbone link: Studi kasus di Subang Jawa Barat Sutrisno 232 06 052 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Gedung Labtek 8 Lantai 3, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 Telepon: 022-250098 Abstrak. Kesenjangan digital masyarakat pedesaaan dengan mesyarakat perkotaan sangat lebar. Diperlukan penetrasi teknologi informasi dan komunikasi bagi kemajuan masyarakat di pedesaan. Karakteristik pedesaan yang cenderung hidup berpencar (berdusun-dusun) dengan jarak yang relatif berjauhan dengan tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah memerlukan pemilihan penggunaan TIK yang sesuai dengan keadaan tersebut. Dalam penelitian ini, dipilih WLAN dengan teknologi WDS sebagai jaringan backbone untuk menghubungkan antar dusun. Untuk implementasi TIK pedesaan itu dilakukan uji ditingkat laboratorium guna mengetahui kehandalan sistem WLAN dengan WDS sebagai backbone. Dari hasil uji laboratorium dan studi perbandingan beberapa perangkat AP/Router yang ada dipasaran dipilih Linksys WRT54GL yang menggunakan standart IEEE 802.11g karena menggunakan spektrum frekuensi 2,4GHz yang gratis dan diupgrade dengan firmware DD-WRT untuk memperluas jangkauan dan menambah fitur yang mendukung WDS. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa implementasi TIK pedesaan dengan studi kasus Desa Cintamekar Kecamatan Segalaherang Kabupaten Subang dapat direalisasikan dengan mengunakan teknologi WLAN (IEEE 802.11g) dengan WDS sebagai backbone untuk menghubungkan antar dusun (cluster). Kata kunci: TIK Pedesaan, WLAN, WDS, DD-WRT 1. Penduluhuan Fakta-fakta tentang kesenjangan dijital (digital divide) di Indonesia Perkembanganpembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi di Indonesia masih belum memadai. Jumlah sambungan telepon tetap saat ini baru 8,7 juta atau dengan tingkat teledensitas kurang dari 4 persen. Sementara pemerintah menargetkan jumlah sambungan telepon per 100 penduduk sebe sar 13% pada tahun 2009. Hal itu berkebali kan dengan penetrasi telepon seluler yang telah mencapai 22,8%. Sampai saat ini terda pat sekitar 43 ribu desa atau 65% desa yang belum terjangkau oleh jaringan telepon. Presentase penetrasi internet baru mencapai 8,7% atau sekitar 20 juta pengguna, dan jumlah warnet baru mencapai angka 7.602 (AWARI, 2007) dengan 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah seluruh pengguna inter net di Indonesia masih didominasi oleh daerah Jakarta dan sekitarnya.Yang mempri- hatinkan lagi adalah penetrasi personal computer (PC) baru mencapai 6,5 juta unit saja, dengan penjualan PC tahun 2007 diperkirakan mencapai 1.257.531 unit (International Data Center, 2006). Hal itu diperparah dengan penggunaan PC dan internet lebih banyak di perkantoran dari pada di rumah (home user) dengan perban dingan 5:1. Investasi di sektor telekomuni kasi di Indonesia berkisar pada Rp 50 triliun/tahun dimana industri dan jasa dome stik hanya berkontribusi sebesar 2% (sumber dari situs resmi kantor Sekretariat negaraRI, http://www.setneg.go.id/index2.php
39

Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Jul 28, 2015

Download

Documents

vanandrea
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Perancangan dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Pedesaan menggunakan WLAN dengan WDS backbone link: Studi

kasus di Subang Jawa Barat

Sutrisno 232 06 052

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Institut Teknologi Bandung Gedung Labtek 8 Lantai 3, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

Telepon: 022-250098

Abstrak. Kesenjangan digital masyarakat pedesaaan dengan mesyarakat perkotaan sangat lebar. Diperlukan penetrasi teknologi informasi dan komunikasi bagi kemajuan masyarakat di pedesaan. Karakteristik pedesaan yang cenderung hidup berpencar (berdusun-dusun) dengan jarak yang relatif berjauhan dengan tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah memerlukan pemilihan penggunaan TIK yang sesuai dengan keadaan tersebut. Dalam penelitian ini, dipilih WLAN dengan teknologi WDS sebagai jaringan backbone untuk menghubungkan antar dusun. Untuk implementasi TIK pedesaan itu dilakukan uji ditingkat laboratorium guna mengetahui kehandalan sistem WLAN dengan WDS sebagai backbone. Dari hasil uji laboratorium dan studi perbandingan beberapa perangkat AP/Router yang ada dipasaran dipilih Linksys WRT54GL yang menggunakan standart IEEE 802.11g karena menggunakan spektrum frekuensi 2,4GHz yang gratis dan diupgrade dengan firmware DD-WRT untuk memperluas jangkauan dan menambah fitur yang mendukung WDS. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa implementasi TIK pedesaan dengan studi kasus Desa Cintamekar Kecamatan Segalaherang Kabupaten Subang dapat direalisasikan dengan mengunakan teknologi WLAN (IEEE 802.11g) dengan WDS sebagai backbone untuk menghubungkan antar dusun (cluster). Kata kunci: TIK Pedesaan, WLAN, WDS, DD-WRT 1. Penduluhuan Fakta-fakta tentang kesenjangan dijital (digital divide) di Indonesia Perkembanganpembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi di Indonesia masih belum memadai. Jumlah sambungan telepon tetap saat ini baru 8,7 juta atau dengan tingkat teledensitas kurang dari 4 persen. Sementara pemerintah menargetkan jumlah sambungan telepon per 100 penduduk sebe sar 13% pada tahun 2009. Hal itu berkebali kan dengan penetrasi telepon seluler yang telah mencapai 22,8%. Sampai saat ini terda pat sekitar 43 ribu desa atau 65% desa yang belum terjangkau oleh jaringan telepon. Presentase penetrasi internet baru mencapai 8,7% atau sekitar 20 juta pengguna, dan jumlah warnet baru mencapai angka 7.602

(AWARI, 2007) dengan 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah seluruh pengguna inter net di Indonesia masih didominasi oleh daerah Jakarta dan sekitarnya.Yang mempri-hatinkan lagi adalah penetrasi personal computer (PC) baru mencapai 6,5 juta unit saja, dengan penjualan PC tahun 2007 diperkirakan mencapai 1.257.531 unit (International Data Center, 2006). Hal itu diperparah dengan penggunaan PC dan internet lebih banyak di perkantoran dari pada di rumah (home user) dengan perban dingan 5:1. Investasi di sektor telekomuni kasi di Indonesia berkisar pada Rp 50 triliun/tahun dimana industri dan jasa dome stik hanya berkontribusi sebesar 2% (sumber dari situs resmi kantor Sekretariat negaraRI, http://www.setneg.go.id/index2.php

Page 2: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Berdasarkan fakta diatas, diperlukan pene-trasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mempersempit kesenjangan dijital masyarakat di pedesaan. Karakteristik pedesaan yang cenderung hidup berpencar (berdusun-dusun) dengan jarak yang relatif berjauhan dengan tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah memerlukan pemilihan TIK yang sesuai dan tepat guna dengan lingkungan pedesaan. Berdasarkan latar belakang di atas, perma-salahan dalam penelitian ini dapat diformu-lasikan sebagai berikut: 1) Bagaimana memilih teknologi yang tepat guna untuk TIK pedesaan (rural) yang pada umumnya memiliki karakteristik seperti berikut: Secara geografis terpencar-pencar

Menjadi beberapa dusun yang memiliki jarak yang beragam dan relatif berjau-han.

Skala ekonomi yang terbatas. Terbatasnya SDM yang mengetahui

teknologi TIK dan pendidikan yang relatif masih rendah.

2) Bagaimana mengimplementasikan jaringan TIK pedesaan yang memenuhi kriteria di atas dengan kualitas yang me-madai?. 1.1 Metodologi Penelitian Perancangan dan implementasi infrastruktur jaringan TIK pedesaan terdiri dari dua tahapan yaitu tahap perancangan dan pem-buatan prototipe, dan tahap implementasi dan uji coba. Alur dari setiap tahapan kegia-tan ditunjukan pada gambar I.1. Tahap 1:Perancangan dan Pembuatan Prototipe 1) Tahap inisiasi Tahap ini merupakan pengenalan umum pada topik yang dibahas. Studi pustaka dari berbagai literatur baik dari text book mau-pun internet dilakukan untuk me-nambah pengetahuan. Topik yang dipelajari antara lain: Jaringan Wireless, Topologi Jaringan WLAN, standart IEEE 802.11 a/b/g,, WLAN dengan menggunakan WDS Back-bone link, firmware DD-WRT.

2) Tahap formulasi masalah dan pengumpulan data Tahapan ini dilakukan untuk menformulasi-kan masalah yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Formulasi masalah dilakukan melalui pengenalan lapangan dari riset yang akan dilakukan meliputi survei lapangan, wawancaradan melihat kondisi eksisting dari teknologi dan sumber daya yang tersedia. Hal ini dilakukan supaya mengetahui per-soalan yang akan dihadapi selama melaku-kan riset dan membuat batasan dari lingkup peneli-tian. Pengumpulan data dikumpulkan berdasarkan studi literature yang telah dilakukan. Pada tahap ini dilakukan peng-umpulan data dan informasi yang ber-hubungan dengan permasalahan.

3) Tahap penentuan spesifikasi

Page 3: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Berdasarkan permasalahan dan informa-si yang diperoleh dari survei lapangan dan wawancara maka dapat ditentukan spesifi-kasi dari prototipe jaringan yang akan di-implementasikan. 4) Tahap perancangan jaringan Berdasarkan spesifikasi teknis yang telah ditentukan selanjutnya dapat dipilih soft-ware/hardware yang digunakan, termasuk upgrade firmware, dan merancang dan me-milih topologi jaringan. Metode peranca-ngan infra-struktur jaringan disesuaikan dengan kebutuhan implementasi di lapang-an. 5) Tahap implementasi dan pengujian pada skala Laboratorium Setelah infrastruktur jaringan diimplemen-tasi pada skala laboratorium, se-lanjutnya dilakukan pengujian. Penguji-an bertujuan untuk mengetahui apakah ada kesalahan pa-da penggunaan perangkat lunak maupun perangkat keras. Pada tahap ini juga dilaku-kan uji coba terhadap teknologi WDS. Sete-lah melalui tahap pengujian ini maka diha-silkan sebuah prototipe WDS wireless back-bone link yang selanjutnya akan diimple-mentasi di lokasi. Tahap 2: Implementasi dan Pengujian 1) Penentuan lokasi Sebelum membangun infrastruktur jaringan di lokasi, maka terlebih dahulu dilakukan penentuan lokasi dan mengumpulkan data-data lapangan seperti data topografi dan data lainnya yang dianggap penting untuk peran-cangan radio link. 2) Tahap instalasi prasarana infrastruktur Pada tahap ini dilakukan instalasi prasarana infrastruktur di lokasi seperti menara, sistem catu daya, sistem pentanahan, yang sudah ditentukan sebelumnya sesuai dengan ranca-ngan yang sudah dibuat di laboratorium. 3) Implementasi di lokasi Prototipe jaringan yang sudah dibuat pada tahapan sebelumnya diimple-mentasikan di lokasi dengan melakukan beberapa penye-

suaian disesuaikan de-ngan kondisi lapa-ngan. 4) Pengujian dan evaluasi Setelah prototipe WDS wireless back-bone link diimplementasikan di lokasi, selanjut-nya dilakukan pengujian. Pengujian bertuju-an untuk menyesuaikan prototipe terhadap prasarana infra-struktur yang sudah tersedia seperti menara, lingkungan, sistem catu daya, sistem pentanahan. Pada tahap ini juga dilakukan uji coba terhadap bebereapa aplikasi seperti layanan VoIP dan internet pada infrastruktur jaringan yang sudah dibangun. Setelah melalui tahap pengujian ini maka dihasilkan protipe yang merupakan implementasi pengem-bangan infrastruktur jaringan telekomu-nikasi rural siap pakai. Terakhir penulis membuat laporan penelitian sebagai tesis. 2. Spesifikasi Umum Pada umumnya pedesaan memiliki karakte-ristik secara geografis terpencar-pencar me-njadi beberapa dusun yang memiliki jarak yang beragam dan relatif berjauhan, skala ekonomi yang terbatas, terbatasnya SDM yang mengetahui teknologi TIK dan pen-didikan yang relatif masih rendah. Oleh karena itu pemilihan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjawab permasa-lahan pembangunan infrastruktur TIK di pe-desaan selayaknya harus dipertim-bangkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1) Lokasi geografis 2) Jauhnya lokasi dari sentral

penyambungan telepon 3) Persyaratan aplikasi untuk pengguna

akhir (end user) 4) Konektivitas untuk pengguna akhir 5) Antisipasi volume trafik 6) Biaya modal dan operasional (Capex dan

Opex) Disamping faktor-faktor yang harus diper-timbangkan dalam pembangunan infra-struktur TIK pedesaan di atas, perlu juga mengakomodir aspek-aspek umum yang da-pat membantu keberhasilan penerapannya, antara lain:

Page 4: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Aspek teknis Teknologi yang dipilih harus murah, mudah diperoleh, mudah diinstalasi dan dapat memberikan layanan kepada masyarakat se-tempat sebagai pengguna akhir. Aspek operasional Infrastruktur jaringan yang telah di imple-mentasikan di lapangan harus mudah diope-rasikan dan dirawat oleh seorang tenaga ta-matan SLTA atau sederajat. Aspek ekonomi Pengoperasian infrastruktur jaringan TIK ini harus tetap berkelanjutan (sustainable), biaya operasional dan perawatan infrastruk-tur jaringan harus murah dan dapat dikelola secara profesional, sehingga pendapatan ya-ng diperoleh dapat menutupi biaya opera-sional dan pemeliharaan jaringan tersebut. 2.1 Spesifikasi Perangkat keras dan

lunak. Spesifikasi perangkat yang di gunakan untuk implementasi infrastruktur jaringan TIK ha-rus memenuhi kriteria-kriteria sebagai beri-kut: Robustness Price and availability Power consumption Scalability Ease of use and Support for your system Spesifikasi perangkat lunak (firmware) yang digunakan juga harus memiliki kriteria-kri-teria ,diantaranya: Kompatibel dengan AP/router yang

akan digunakan Open source dan mudah diperoleh Mudah digunakan 3. Kajian Teknologi dan Studi Literatur Kajian tentang teknologi terestrial nirkabel meliputi kajian seperti berikut: Selular Wireless LocaL Loop (WLL) Multi access radio Cordless telephone Wireless Access protocol Wireless Fidelity (WiFi) IEEE 802.11 World wide interoperability for

microwave (Wimax) IEEE 802.16 Wireless Distribution System (WDS) Solusi TIK yang sudah ada di beberapa negara berkembang, diantaranya: Telepon Desa (Vilage Phone) di

bangladesh. TIK 2000 di Nepal. Sekolah Desa Nangi di Nepal 4. Perancangan Jaringan (Network

Planning) 4.1 Metodologi Perancangan Pada bab ini dibahas tentang perancangan jaringan wireless backbone yang menghu-bungkan setiap dusun (kluster) dengan me-nggunakan media gelombang radio. Sebuah sistem radio link untuk jaringan backbone memer-lukan perencanaan dan analisa yang hati-hati sebelum melaksanakan instalasi peralatan radio di lapangan. Lintasan profile radio (radio path) yang tidak dirancang seca-ra baik akan menghasilkan system outage secara periodik dalam durasi waktu tertentu yang pada gilirannya akan meng-akibatkan kegagalan sistem dari keselu-ruhan jaringan. Metodologi perancangan jaringan meli-batkan beberapa tahap pekerjaan yaitu: Survey Lapangan Perancangan jaringan pendahuluan Menentukan ketersediaan frekuen-

si lokal dan daya pancar yang diijinkan.

Membangun lintasan radio LOS 4.2 Survey Lapangan Survey lapangan dapat dilakukan dengan mengunjungi tempat (sites) dan melakukan observasi bahwa lintasan radio yang akan dibangun bebas dari rintangan (line of sight, LOS) Gangguan potensial terhadap interupsi lintasan radio di masa yang akan datang seperti pepohonan, perencanaan bangunan atau perumahan perlu juga dipertimbangkan. Dalam melakukan survey peralatan yang dibutuhkan biasanya binokuler, Global Posi-tioning Satellite (GPS), kamera dijital dan lain-lain.

Page 5: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Rute lintasan radio yang memenuhi kondisi LOS yang akan digunakan tergantung kepada panjang lintasan, lokasi tempat, ketersediaan informasi topografi. Sebuah perencanaan adalah proses iteratif, jika LOS tidak tercapai, maka informasi ini harus diproses lagi melalui perancangan jaringan dan perhitungan lintasan alternatif dan pemilihan tempat harus dilaksanakan ulang. Survei lapangan melibatkan tahap pekerjaan seperti berikut: Menentukan koordinat lokasi (site)

secara tepat dimana antena akan dipasang.

Menentukan ketinggian antena Mengidentifikasi lokasi titik dari kemungkinan pantulan gelombang radio Mengidentifikasi lokasi (site) dan

ketinggian antena terhadap rintangan lintasan dimasa yang akan datang

4.3 Perancangan Jaringan Pendahuluan Perancangan jaringan pendahuluan di-perlukan untuk membangun semua simpul-simpul (nodes) dalam suatu jaringan yang memerlukan link transmisi antara simpul-simpul tersebut. Peran-cangan jaringan pen-dahuluan ini akan menjadi sebuah dokumen rujukan utama pada saat implementasi mau-pun untuk pengembangan jaringan selanjut-nya dan harus menggambarkan topologi jaringan yang akan diimplementasikan. Tipi-kal ada tiga macam topologi jaringan radio link yang umum digunakan sebagai back-bone yaitu; jaringan point-to-point (p2p), point-to-multipoint (p2mp), dan mesh. Sete-lah diagram skematik jaringan dibuat, dia-gram ini akan membantu dalam meng-evaluasi perkembangan dan prediksi jari-ngan di masa yang akan datang. Diagram ini diperlukan juga untuk melihat konsuekuensi perkem-bangan baik dalam kapasitas maupun jumlah linknya. 4.4 Membangun Lintasan Radio Line Of

Sight (LOS) Profil Lintasan (Path Profile) Profile lintasan adalah representasi grafis dari lintasan radio (radio path) antara dua

ujung link hop. Untuk memperoleh unjuk kerja radio link yang baik dan benar, hal yang sangat mendasar sekali bahwa afilabi-litas LOS mutlak harus dipenuhi, artinya harus ada lintasan radio yang bebas hala-ngan antara dua ujung link hop. Sinyal elek-tromagnetik akan membaur (dispersion) sebagai mana gelombang menjalar dari sumbernya, dan oleh karena itu line of sight clearence harus dipertimbangkan terhadap dispersi ini dan harus diperhatikan apakah ada objek-objek yang dekat dengan lintasan sinyal langsungnya (direct wave). Hal ini untuk menjamin bahwa level sinyal yang diinginkan sampai ke antena penerima. Daerah medan elektromagnetik sepanjang lintasan radio yang langsung dan memben-tuk eliptik ini disebut sebagai daerah Fresnel (Fresnel Zone). Dalam membuat lintasan radio yang memenuhi LOS dapat dilakukan melalui path profile design dan melakukan survey lintasan secara aktual. Sebuah profile linta-san dibuat berdasarkan peta topografi, deng-an mengacu kepada kontur-kontur peta tersebut. Hasil pembacaan kontur-kontur ini kemudian diterjemahkan kedalam profile elavasi tanah antara dua tempat (sites) pada lintasan tersebut. Setelah Link analisis dan path profile dibuat, perlu melakukan survei lokasi (site survey) untuk menginspeksi link site dan memutuskan apakah memenuhi persyaratan instalasi sebagai berikut: Identifikasi lokasi menara dimana

Wireless AP/router dan antena akan diinstal (ini bisa saja berubah sesuai dengan hasil field path survey)

Tentukan panjang kabel LAN dan kabel daya listrik yang diperlukan untuk menghubungkan wireless AP-router perangkat lainnya dibawah.

Konfirmasi bahwa sumber daya (power source) ada dilokasi. Konfirmasi bahwa lokasi (site)

memiliki sistem pentanahan (groun-ding system) yang memenuhi syarat untuk mendukung instalasi lightning arrestor.

Kemukakan tentang isu-isu seperti

Page 6: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

akses ke lokasi (gedung) dan ijin yang diperlukan oleh masyarakat atau pe-merintahan setempat.

4.5 Pemilihan Node Lokasi yang telah ditentukan untuk implementasi infrastruktur jaringan TIK adalah di desa Cintamekar, Kecamatan Sa-galaherang, Kabupaten Subang. Berdasarkan hasil survei lapangan, infrastruktur jaringan yang akan diimplementasikan untuk semen-tara ini terdiri dari dua belas node dengan kordinat dari setiap node yang terlibat dalam infrastruktur jaringan yang diukur dengan menggunakan GPS seperti ditunjukan pada table IV-1. Tabel IV- 1 Koodinat dan elavasi node

Lintang Bujur Elavasi

Selatan (LT) Timur (BT)

1 N1 06.39.06,2 107.38.31,9 462

2 N2 06.39.08,5 107.38.32,4 455

3 N3 06.39.06,5 107.38.32 455

4 N4 06.39.06,3 107.38.31,7 455

5 N5 06.38.51,2 107.38.35,3 422

6 N6 06.38.49,9 107.38.37,0 444

7 N7 06.38.52,8 107.38.41,4 434

8 N8 06.38.45,8 107.38.36,1 435

9 N9 06.38.43,3 107.38.32,3 428

10 N10 06.38.34,7 107.38.41,2 438

11 N11 06.38.27,7 107.38.30,3 477

12 N12 06.38.35,9 107.38.28,7 504

No Node

4.6 Pemetaan Jaringan Kordinat node-node tersebut diatas kemu-dian di plot pada peta topografi dengan skala 1:25.000. Berdasarkan hasil pemetaan kor-dinat node pada peta topografi, dapat iden-tifikasi terdapat empat buah kluster (dusun) yang masing-masing kluster diwakili oleh satu buah node sebagai backbone node, yaitu; N1, N6, N10, dan N11 seperti yang ditunjukan pada gambar IV.1. Selanjutnya backbone node tersebut dihubungkan de-ngan radio link untuk membangun infra-struktur jaringan backbone dengan jarak lin-tasan antar backbone node seperti ditunju-kan pada tabel IV.2.

Tabel IV- 2 Backbone node dan jarak lintasan radio link

NO BACKBONE JARAK (Meter)

1 N1 – N11 911

2 N1 – N6 480

3 N6 – N10 540

4 N1 – N10 1106

N12

N11

N4

N2

N1

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N3AP/R

AP/R

AP/R

AP/R

Kantor.Kep.Desa

Central

SDN

Gambar IV- 1 Pemetaan node yang terlibat dalam jaringan Dari hasil pemetaan di atas dapat di-identifi-kasi tiga alternative topologi jaringan back-bone yang dapat diterapkan untuk infra-struktur jaringan TIK Subang yaitu: 1) Point to point (p2p) Backbone p2p adalah sebuah radio link yang melibatkan dua buah radio (satu yang terpa-sang pada setiap ujungnya). Backbone p2p umumnya menggunakan sebuah antenna pengarah (directional antenna) yang memili-ki gain yang sangat tinggi dengan sudut ber-kas radiasi (half angle beamwidth) yang relative kecil berkisar dari 100 sampai de-ngan 300, jadi dapat dianggap energi di--

Page 7: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

fokuskan pada satu daerah yang sem-pit.[12][13].

2) Point to multi-point (p2mp)

Topologi jaringan backbone p2mp melibat-kan sebuah antena yang terpa-sang dengan sebuah radio sebagai node sentral yang ber-komunikasi ke lebih dari satu radio yang tereletak pada lokasi geografis tertentu dan membentuk multi-hop link. Radio utama yang ter-dapat pada node sentral berkomu-nikasi dengan semua radio di ujung lainnya dengan cara berbagi waktu (time sharing). Antenna yang digunakan di node sentral biasanya tipe antena sektoral yang me-miliki sudut berkas radiasi tiptikal 60o - 120o [12][13]. 3) Mesh

N12

N11

N4

N2

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N3

BACKBONE

ACCESS

LEGEND

AP/RCluster 2

AP/R

AP/R

AP/R

Kantor.Kep.Desa

N1 Central

SDN

Cluster 4

Cluster 3

Cluster 1

BACKBONE NODE

Pada topologi mesh backbone, setiap node saling terinterkoneksi satu sama lainnya dimana satu node dapat terhubung ke lebih dari satu buah node. Berarti satu node dapat mempunyai lebih dari satu buah radio yang terhubung ke node lain melalui radio link untuk membangun jaringan mesh backbone yang menghubungkan antar backbone node tersebut. Topologi semacam ini tentunya memerlukan biaya yang besar dibandingkan topologi yang lain karena menggunakan

Page 8: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

sumber-sumber (resourc-es) yang lebih banyak. Tetapi topologi jaringan mesh dianggap memiliki kehan-dalan yang lebih baik diantara topologi lainnya, sebabnya, bilamana ada salah satu link radio yang mati atau putus, maka dapat dibackup oleh radio link yang lain. Untuk jarak antar node yang dekat dan masih dalam jangkauan radio WiFi, maka dapat saja menggunakan satu buah radio dan satu buah antenna yang memiliki pola radiasi ke semua arah (omnidirectional antenna) sehingga da-pat mengurangi jumlah kebutuhan pe-rangkat radio dan antena. Dalam kasus Subang, kebetulan jarak antar kluster re-latif jauh dan berada di luar jangkauan radio WiFi AP/router, oleh sebab itu, topologi jaringan mesh backbone dipan-dang kurang ekonomis dan praktis untuk diterapkan pada lingkungan rural di Subang [12][13]. 4.7 Pemilihan Topologi Jaringan Dalam menentukan topologi jaringan diatas yang kemudian akan diimplemen-tasikan pada infrastrutur jaringan TIK Subang didasarkan kepada tiga kriteria utama berikut: 1) Kompleksitas 2) Ekonomis 3) Kehandalan 4.7.1 Analisa Kompleksitas Analisa kompleksitas dilakukan dengan metode pembobotan kompleksitas jari-ngan yang berhubungan dengan peker-jaan instalasi perangkat radio AP/router, instalasi antenna, pekerjaan mekanik, listrik dan upgrading firmware dan konfigurasi AP/ router. Bobot yang diberikan untuk setiap jenis pekerjaan didasarkan kepada beberapa fak-tor antara lain; ruang lingkup pekerjaan, banyaknya pekerjaan, kesulitan dan kerumi-tan dalam implementasi. Tabel IV-3,4,5

memperlihatkan hasil analisa pembobotan kompleksitas untuk setiap topologi. Tabel IV- 3 Pembobotan kompleksitas topologi jaringan point to point

Bobot Jumlah Uraian satuan Jumlah Bobot

Instalasi Mekanik, ereksi 9.0 4.0 36.0menara dan listrik

Instalasi perangkat 7.0 4.0 28.0radio routerInstalasi Antena 8.0 6.0 48.0

Penggunaan firmware 6.0 4.0 24.0

Opers dan pemeliharaan 5.0 4.0 20.0 156.0Jumlah Bobot Tota

Tabel IV- 4 Pembobotan kompleksitas topologi jaringan point to multi point

Bobot Jumlah Uraian satuan Jumlah Bobot

Instalasi Mekanik, ereksi 9.0 4.0 36.0menara dan listrik

Instalasi perangkat 7.0 4.0 28.0radio routerInstalasi Antena 8.0 4.0 32.0

Penggunaan firmware 6.0 4.0 24.0

Opers dan pemeliharaan 5.0 4.0 20.0 140.0Jumlah Bobot Total

Tabel IV- 5 Pembobotan kompleksitas topologi jaringan mesh

Bobot Jumlah Uraian satuan Jumlah Bobot

Instalasi Mekanik, ereksi 9.0 4.0 36.0menara dan listrik

Instalasi perangkat 7.0 10.0 70.0radio routerInstalasi Antena 8.0 10.0 80.0

Penggunaan firmware 6.0 10.0 60.0

Opers dan pemeliharaan 5.0 4.0 20.0 266.0Jumlah Bobot Total

4.7.2 Analisa Ekonomis Analisa ekonomis didasarkan kepada perhitungan biaya riil pengadaan perangkat radio/router, antena, upah kerja, dan fabrikasi menara, dan perangkat tambahan lainnya yang ditabulasikan pada tabel IV-6, 7, dan 8. Tabel IV- 6 Analisa perhitungan biaya riil untuk topologi jaringan p2p.

Page 9: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Tabel IV- 7 Analisis perhitungan biaya riil untuk topologi jaringan p2mp. Kebutuhan Harga /Biaya Vol Harga/Biaya

Material/barang sartuan (Rp) Total (Rp)

Menara 15 meter 9,000,000 3 27,000,000

Menara 20 meter 12,000,000 1 12,000,000

Antena Directional 650,000 3 1,950,000

Antena Sectoral 1,150,000 1 1,150,000

Router Radio 570,000 4 2,280,000

Kabel RF 150,000 4 600,000

Box/Enclosure 250,000 4 1,000,000

Upah pemasangan 500,000 3 1,500,000

per hop

Total Biaya (Rp) 47,480,000 Tabel IV- 8 Analisis perhitungan biaya riil untuk topologi jaringan mesh. Kebutuhan Harga /Biaya Vol Harga/Biaya

Material/barang sartuan (Rp) Total (Rp)

Menara 15 meter 9,000,000 4 36,000,000

Antena Directional 650,000 10 6,500,000

Router Radio 570,000 10 5,700,000

Kabel RF 150,000 10 1,500,000

Box/Enclosure 250,000 10 2,500,000

Upah pemasangan 500,000 5 2,500,000

per hop

Total Biaya (Rp) 54,700,000

4.7.3 Analisa Kehandalan Ada dua kegagalan (failure) yang dapat menyebabkan suatu jaringan nirkabel me-ngalami putus (outage), yaitu; kegagalan pe-rangkat hardware, dan kegagalan lintasan radionya. Kegagalan perang-kat hardware dapat disebabkan kerusakan atau tidak ber-fungsinya satu atau beberapa perangkat da-lam jaringan ter-sebut, misalnya perangkat routernya atau bahkan kegagalan catu daya-nya. Sedangkan kegagalan radio link lebih disebabkan oleh gangguan propagasi. Tidak ada sistem nirkabel yang tidak dapat lepas

dari pengaruh gangguan pro-pagasi gelom-bang radio yang disebabkan oleh perubahan dari kondisi atmosfer. Kehandalan jaringan didefinisikan sebagai probabilitas sebuah jaringan atau elemen bahwa akan bekerja atau memi-liki perform-ansi yang memuaskan dalam periode waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi yang dispesifikasikan [19]. Dalam analisis ke-handalan untuk topologi jaringan backbone ini didasar-kan hanya kepada analisa kehandalan perangkat kerasnya yaitu router bukan perangkat lunaknya yang kedua-dua-nya dapat mengakibatkan jaringan mati (out-age). Ada tiga ukuran kehandalan yang umum digunakan yaitu failure rate (FR), Mean time to failure (MTTF), dan mean time between failure (MTBF [19]. Dalam menghitung kehandalan suatu pera-ngkat atau sistem, kita harus mengetahui failure rate dari setiap komponen yang digu-nakan pada perangkat tersebut. Data-data failure rate untuk berbagai komponen elek-tronik diberikan dalam tabel IV-9. Tabel IV- 9 Failure Rate tipikal untuk beberapa komponen elektronika (Courtesy Mullard Ltd)

Component Type Failure Rate (x 10-

6/h) Capacitors Paper

Polyester Ceramic Elecrolyte Tantalum

1 0.1 0.1 1.5 0.5

Resisors Carbon Composition Carbon film Metal film Oxide film Wire-wound Variable

0.05 0.2 0.03 0.02 0.1 3

Connections Soldered Crimped Wrapped Plud and sockets

0.01 0.02 0.001 0.5

Semiconductors Diodes 0.05

Kebutuhan Harga /Biaya Vol Harga/Biaya

Material/barang sartuan (Rp) Total (Rp)

Menara 15 meter 9,000,000 4 36,000,000

Antena Directional 650,000 6 3,900,000

Router Radio 570,000 4 2,280,000

Kabel RF 150,000 4 600,000

Box/Enclosure 250,000 4 1,000,000

Upah pemasangan 500,000 3 1,500,000

per hop

Total Biaya (Rp) 45,280,000

Page 10: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

(signal) Diodes (rectifier) Rectifier Transistor <1 watt Transistor >1 watt Digital IC Linear IC

0.1 0.5 0.08 0.8 0.2 0.3

Wound Component

Audio Inductor RF Coils Power Transformer

0.5 0.8 0.4

Switches per contacts 0.1 Lamps and Indicators

Filaments LED

5 0.1

Berikut dijelaskan bagaimana mengestimasi MTBF dari perangkat wireless router Link-sys WRT54GL yang digunakan pada infra-struktur jaringan TIK Subang ini. Pertama-tama, hitung failure rate total perangkat rou-ter berdasarkan pada failure rate setiap kom-ponen yang digunakan pada perangkat terse-but seperti ditunjukan pada tabel IV-10 diba-wah. Dari tabel IV-10 diperoleh failure rate total sistem (simbol λ) = 20,52 x 10-6/hours. MTBF (sistem) (simbol m) da-pat dihitung,

hoursm 7324852,20

101 6

.

Berdasarkan hubungan antara kehanda-lan (R) dan failure rate sistem (λ) diberi-kan

oleh persamaan teR , kehanda-lan

perangkat router dapat diperkirakan sebesar 48732// tmt eeR .

Untuk periode operasi, t = 500 jam, maka kehandalan,

%)97,98(9897,001.0 ataueR

Untuk periode operasi, t = 5000 jam,maka kehandalan,

%)24,90(9024,01.0 ataueR

Jadi semakin lama periode operasi, maka kehandalan router semakin turun.

Tabel IV-10 Perhitungan FR router Linksys Komponen FR rata2 Jml n (FR)

(x 10-6/h) (n) (x 10-6/h)Transistor 0.080 2 0.16

Resistor 0.03 90 2.7

Capacitor 0.1 60 6

Swicthes 0.1 2 0.2

Diodes 0.05 4 0.2

Broadcom Chipset 3.5 1 3.5

Digital IC 0.2 2 0.4

Linear IC 0.3 2 0.6

Electrolyte Capacitor 1.5 2 3

Torroid Coil 0.8 1 0.8

Indicator LED 0.1 8 0.8

Soldered Points 0.01 216 2.16

20.52Failure rate sistem 4.7.3.1 Perhitungan Probabilitas

Kehandalan 1) Kehandalan topologi jaringan point to

point (p2p) dan point to multipoint (p2mp)

Infrastruktur jaringan TIK Subang ini hanya melibatkan empat (4) buah AP/router sebagai elemen dalam jaringan tersebut. Pada topologi jaringan p2p dan p2mp dapat dianggap bahwa elemen-elemen (router) dalam jaringan terhubung secara seri. Apabila diasumsikan bahwa kehandalan setiap individu router untuk periode operasi t = 5000 jam itu dianggap sama,

%)24,90(9024,01.0 ataueR , maka kehandalan topologi jaringan p2p dan p2mp adalah produk dari kehandalan setiap individu router [19],

4321 ... routerrouterrouterrouters RRRRR

Jadi kehandalan topologi jaringan p2p dan p2mp untuk periode operasi 5000 jam adalah,

%)31,66(6631,0

9024,09024,09024,09024,0

atau

xxxRs

2) Kehandalan Topologi Jaringan Mesh Pada topologi jaringan mesh dapat dianggap bahwa elemen-elemen (router) dalam jaringan terhubung secara pararel. Didefinisikan bahwa ketidakhandalan

Page 11: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

(unreliability) Q atau probabilitas kega-galan diberikan oleh persamaan;

RQ 1 . Probabilitas kegagalan dari suatu sistem yang terdiri dari elemen x dan y dalam hubungan pararel adalah produk dari ketidak handalan elemen-elemen x dan y, yaitu;

yxxy QQQ .

Jadi kehandalan sistem Rxy dapat dinyatakan dalam persamaan,

xyxy QR 1

Cara lain dapat menyatakan bahwa

xx RQ 1 dan yy RQ 1

Dari persamaan yxxy QQR .1 , dapat

dituliskan dalam pernyataan lain sebagai berikut;

4321 ...1 routerrouterrouterrouterp QQQQR

Kehandalan per elemen router telah diperoleh dari perhitungan sebelumnya adalah

%)24,90(9024,01.0 ataueR untuk periode operasi 5000 jam. Asumsikan yx RR , maka

0976,09024,011 xyx RQQ

Jadi kehandalan jaringan topologi mesh untuk periode operasi 10.000 jam adalah;

%)99,99(9999,000009,01

)0976,0(.)0976,0(.)0976,0(.)0976,0(1

atau

Rp

4.8 Penentuan Topologi Penentuan topologi jaringan yang akan diimplementasikan didasarkan hasil analisa kompleksitas, ekonomis, dan kehandalan yang diperoleh seperti ditunjukan pada tabel IV-11. Tabel IV- 11Hasil analisa pemilihan topologi

Topo

logi

Komp

(bobot)

Ekonomis

(Rp)

Kehand

alan

p2p 158 45,280,000 66,31%

p2mp 140 47,480,000 66,31%

Mesh 266 54,700,000 99,0%

Total 564 147,460,000 231,62%

Untuk memudahkan dalam menginter-pretasikan tabel IV-11 secara kualitatif, maka angka-angka di dalam tabel tersebut perlu dinormalisir terhadap jumlah total bi-langannya untuk setiap kriteria. Besaran kuantitatif setelah dinormalisir selanjutnya disebut skor, sebuah bilangan yang tidak berdimensi seperti yang ditunjukan dalam tabel IV-12. Tabel IV- 12 Hasil normalisir pembobotan

SKOR

Topol

ogi

Kompleks

itas

Ekonomis/B

iaya

Kehand

alan

p2p 28 30 28

p2mp 24 32 28

Mesh 47 37 42

Tahap berikutnya ialah membuat keputusan topologi yang akan diimplementasikan. Da-lam membuat keputusan untuk memilih sa-lah satu topologi dari ketiga buah topologi yang sudah memiliki skor untuk setiap kriteria (Tabel IV-12), kemudian dirangking atau diurutkan berdasarkan kepentingan yang mengacu kepada spesifikasi seperti yang dijelaskan pada Bab.II, sebagai berikut; secara teknis harus murah, dan mudah di-peroleh, secara operasional mudah diope-rasikan atau tidak kompleks, dan secara eko-nomi berkelanjutan (sustaina-ble), skor yang diperoleh untuk setiap topologi berdasarkan ketiga kriteria kemudian dipetakan ke dalam urutan peringkat (rangking) yang mengacu kepada urutan kepentingan persyaratan dasar atau spesifikasi umum seperti yang dise-butkan di atas. Hasil rangking diperlihatkan pada tabel IV-13. Tabel IV- 13 Hasil peringkat

Topologi Peringkat (rangking)

Murah Kompl Handal

p2p I II II

p2mp II I II

mesh III III I

Page 12: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Berdasarkan hasil proses peringkatan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa hanya ada dua topologi yang memiliki peluang yang sama untuk dipilih, yaitu; p2p dan p2mp. p2p memperoleh peringkat I untuk kriteria mu-rah, II untuk kriteria tidak kompleks, dan III untuk kehandalan. Sebaliknya p2mp untuk kriteria murah yang merupakan spesifikasi yang paling penting hanya menduduki peringkat II. Jadi berdasar-kan kenyataan ini, p2p dipilih untuk diimplementasikan pada infrastruktur jaringan TIK di Subang. 4.9 Perancangan Radio Link antar

kluster Setelah menentukan topologi jaringan p2p yang akan diimplementasikan untuk infra-struktur jaringan TIK, selanjutnya melaku-kan perancangan radio link yang akan me-nghubungkan antar node cluster agar supaya terjadi konektivitas antara dua radio router tersebut. Sebuah radio memerlukan sinyal minimum tertentu yang dikumpulkan oleh antenna dan diberikan ke input konektor radio. Dalam menentukan apakah sebuah radio link fisibel, dinamakan suatu proses perhitungan link budget. Dan apakah sinyal akan dilalukan atau tidak antara dua radio router ini tergantung kepada kualitas radio yang digunakan, dan jarak yang di tempuh oleh perambatan gelombang elektromag-netik yang menyebabkan peredaman sinyal yang akan diterima pada radio lawan di penerima, yang disebut path loss dan me-menuhi kondisi lintasan radio yang bebas dari rintangan (obstruction), kondisi ini di-namakan memenuhi syarat kondisi Line of Sight (LOS) [17[[18][20]. 4.9.1 Perhitungan Link Budget Perhitungan link budget dapat dikarak-teristikan oleh beberapa faktor berikut ini

Daya pancar, biasanya dinya-takan dalam miliwatt atau dBm. Daya pancar berkisar antara 30 mW sampai dengan 200 mW dan pada umumnya tergantung kepada kapasitas transmisi-nya atau data rate. Daya pancar dari sebuah perangkat radio tertentu biasanya dispesifikasikan pada literatur yang

diberikan oleh pabrikannya, tetapi kada-ng-kadang sulit menemukannya.

Gain antena, merupakan kom-ponen pasive yang menghasilkan efek peng-uatan kepada gelombang elek-tromagnetik yang diradiasikan yang di-tentukan oleh bentuk fisik dan ukuran dari antena itu sendiri.

Level sinyal minimum yang diterima (minimum Received Signal Level,RSL), dapat diartikan sebagai sen-sitivitas dari penerima (receiver). RSL minimum biasanya dinyatakan dalam dBm negatif (- dBm) dan merupakan batas level daya terendah (threshold level) yang masih dapat dterima oleh sebuah radio penerima. RSL minimum biasanya juga tergantung ke-pada kecepatan data (data rate), dan aturan umumnya, radio dengan kecepatan data 1 Mbps memiliki sensivitas yang paling tinggi yaitu dikisaran -75 dBm sampai dengan -95 dBm. Seperti halnya level daya pancar, spesifikasi RSL minimum biasanya dibe-rikan oleh pabrik pembuat perangkat radio tersebut.

Rugi –rugi kabel (cable loss). Sebagian daya akan hilang di sepanjang kabel koaksial sebagai saluran transmisi, juga hilang pada konektor dan devais lain-nya yang berjalan dari radio ke antena. Rugi-rugi ini tergantung kepada tipe dan panjang kabel yang digunakan. Rugi-rugi daya untuk kabel koaksial yang pendek termasuk rugi daya di konektor sangat kecil berkisar 2 - 3 dB. Ketika menghitung path loss, kontribusi utama terhadap rugi-rugi parameter yang harus dipertimbangkan yaitu rugi ruang be-bas (free space loss, FSL), koefisien reda-man topografi (biasanya 10 sampai 20 dB), dan penyebaran (scatering). Daya sinyal akan diperlemah akibat penyebaran geome-tris gelombang depan (wavefront), umum-nya dikenal sebagai free space loss (FSL). Jarak lintasan antara dua radio menghasilkan kuat sinyal yang semakin kecil yang diakibatkan oleh FSL tadi. Jadi FSL ini tidak tergantung oleh lingkungan tetapi jarak lintasan. Dengan menggunakan satuan decibel untuk menyatakan rugi ruang hamapa ,FSL pada frekuensi sinyal, f (MHz)

Page 13: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

dan jarak, d (km) maka persamaan untuk menghitung FSL diberikan sebagai berikut, FSL = 32,4 + 20 Log f (MHz) + 20 Log d (km) dB Ketinggian antenna merupakan factor yang akan menentukan bahwa sebuah radio link memenuhi persyaratan kondisi LOS. Oleh karena itu ketinggian antena untuk sebuah radio link harus diopti-malkan berdasarkan data-data topografi yang diperoleh dari pemetaan jaringan pada peta topografi dan perancangan profil lintasan radio yang biasanya dila-kukan dengan menggunakan aplikasi perangkat lunak tertentu. Berikut ditun-jukan hasil perhitungan link budget dan simulasi perancangan profil lintasan ra-dio dengan menggunakan program apli-kasi WINPRO untuk memperoleh hasil perancangan radio link yang memenuhi syarat LOS. Hasil simulasi perancangan profil lintasan radio (path proffile de-sign) dan perhitungan link budget diperlihatkan pada gambar IV-5 dan tabel IV-14. 4.9.2 Perancangan Radio Link N1 – N11 Data teknis

Daya pancar radio router =+20 dBm Frekuensi kerja = 2,4 GHz Level threshold = -89 dBm Gain antenna Yagi = 18 dBi Rugi saluran transmisi = 2 dB Jarak lintsan N1 – N11 = 911m

Gambar IV- 5 Visualisasi hasil simulasi profil lintasan untuk radio link N1 – N11

Tabel IV- 14 Hasil perhitungan link budget antara N1 (central) - N11(SDN)

Ref.N

o

Description Design Condition Calculated

1 Site Name : N1

Altitude : 462 m

Latitude : 06.39.06,2 S

Longitude : 107.38.31,9 E

2 Site Name : N11

Altitude : 477 m

Latitude : 06.39.27,7 S

Longitude : 107.38.30,3 E

3 Path Lenght 911 meter

4 Radio Type AP Linksys WRT54G

5 Transmitting Power +20 dBm 20

6 Tx antenna.type High Gain Directional Element Yagi-Uda Antenna

7 Rx antenna type High Gain Directional Element

Yagi-Uda Antenna

8 Tx antenna gain 18 dBi Gain 18

9 Rx antenna gain 18 dBi Gain 18

10 Trans. Line Type LDF Coaxial Cable

11 Tx Trans. Line Loss 2 dB Loss -2

12 Rx Trans Line Loss 2 dB Loss -2

13 Connector LossTNC to N Type Adapter

0.25

14 Free Space Loss F=2.4 GHz, d = 911 meter -100

(FSL)FSL= 32,4+20Log f (MHz)+20Log d (Km)

15 Allowed Loss (aL) 10 ~ 20 dB -10

16 Receiving Power, Pr Pr=Pt+Gt+Gr-FSL-(Ltx+Lrx)-aL dBm -58

17 Power Level Threshold -89 dBm -89

18 Fade Margin Pr - Pth 31

Analisa Hasil Perhitungan link budget Dari hasil perhitungan link budget dan simulasi profil lintasan radio dengan asumsi kondisi atmosfer normal (K=1,33) dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Fade margin yang diperoleh 31 dB

(harga tipikal 20 dB), ini artinya bahwa fade margin hasil perancangan masih masuk dalam toleransi dan di-perkirakan masih cukup untuk mela-wan gejala fading yang terjadi selama terjadi partubasi propagasi gelombang radio.

Diperoleh hasil perancangan link radio yang memenuhi kondisi LOS , dengan syarat 60% zona 1 freznel free of obstruction dipenuhi dan tidak ada difraksi.

Ketinggian antena di backbone node N1 diperoleh sebesar 10 me-ter dan di N11 adalah 12 meter dengan kondisi LOS dengan per-kiraan faktor vegetasi 10 meter. Berdasarkan hasil survey lokasi yang dilakukan untuk kedua kalinya dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih detil

Page 14: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

mengenai lingkungan dan kondisi kontur dimana akan diba-ngun sebuah lintasan radio link, diperoleh kesimpulan bahwa se-panjang lintasan link N1 ke N11 terdapat sebuah obstruksi berupa pepohonan yang relative cukup tinggi (lebih dari 15 meter) yang tepat berada di lintasan radionya. Untuk memberikan kondisi LOS yang lebih baik dan aman dari yang dihasilkan oleh hasil simulasi (untuk waktu ke depan karena pepo-honan yang terus tumbuh di satu waktu mungkin akan menjadi obstruksi), adalah dengan menen-tukan ketinggian menara setinggi 20 meter yang didirikan di kompleks SDN dan 15 meter di node sentral N1.

4.9.3 Perancangan Radio Link N1 – N6 Data teknis Daya pancar radio router = + 20 dBm Frekuensi kerja = 2,4 GHz Level threshold = -89 dBm Gain antenna Yagi = 18 dB Rugi saluran transmisi = 2 dB Jarak lintsan N1 – N6 = 480 meter

Gambar IV- 6 Visualisasi hasil simulasi profil lintasan untuk radio link N1 – N6 Tabel IV- 15 Hasil perhitungan link budget antara N1 (central) – N6 Kantor Kep.Desa

Ref.N

o

Description Design Condition Calculated

Values (dB)

1 Site Name : N1

Altitude : 462 m

Latitude : 06.39.06,2 S

Longitude : 107.38.31,9 E

2 Site Name : N6

Altitude : 499 m

Latitude : 06.38.49.9 S

Longitude : 107.38.31.9 E

3 Path Lenght 480 meter

4 Radio Type AP Linksys WRT54G

5 Tx Power +20 dBm 20

6 Tx antenna type High Gain Directional Element

Yagi-Uda Antenna

7 Rx antenna type High Gain Directional Element

Yagi-Uda Antenna

8 Tx antenna gain 18 dBi Gain 18

9 Rx antenna gain 18 dBi Gain 18

10 Trans. Line Type LDF Coaxial Cable

11 Tx Trans. Line Loss 2 dB Loss -2

12 Rx Trans. Line 2 dB Loss -2

13 Connector LossTNC to N Type Adapter

0.25

14 Free Space Loss F=2.4 GHz, d = 480 meter -93.6

(FSL)FSL= 32,4+20Log f (MHz)+20Log d (Km)

15 Allowed Loss (aL) 10 ~ 20 dB -10

16 Receiving Power, Pr Pr=Pt+Gt+Gr-FSL-(Ltx+Lrx)-aL dBm -51.6

17 Power Level Threshold -89 dBm -89

4.9.4 Perancangan Radio Link N6 – N10 Data teknis Daya pancar radio router = + 20 dBm Frekuensi kerja = 2,4 GHz Level threshold = -89 dBm Gain antenna Yagi = 18 dB Rugi saluran transmisi = 2 dB Jarak lintsan N6 – N10 = 540 meter

Gambar IV- 7 Visualisasi hasil simulasi profil lintasan untuk radio link N6 – N10 Tabel IV- 16 Hasil perhitungan link budget antara N6 – N10

Page 15: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Ref.N

o

Description Design Condition Calculated

Values (dB)

1 Site Name : N6

Altitude : 444 m

Latitude : 06.38.49,9 S

Longitude : 107.38.37 E

2 Site Name : N10

Altitude : 438 m

Latitude : 06.38.34,7 S

Longitude : 107.38.41.7 E

3 Path Lenght 540 meter

4 Radio Type AP Linksys WRT54G

5 Tx Power +20 dBm 20

6 Tx antenna type High Gain Directional Element Yagi-Uda Antenna

7 Rx antenna type High Gain Directional Element

Yagi-Uda Antenna

8 Tx antenna gain 18 dBi Gain 18

9 Rx antenna gain 18 dBi Gain 18

10 Trans. Line Type LDF Coaxial Cable

11 Tx Trans. Line Loss 2 dB Loss -2

12 Rx Trans. Line 2 dB Loss -2

13 Connector LossTNC to N Type Adapter

0.25

14 Free Space Loss F=2.4 GHz, d = 540 meter -94.64

(FSL)FSL= 32,4+20Log f (MHz)+20Log d (Km)

15 Allowed Loss (aL) 10 ~ 20 dB -10

16 Rx Power, Pr Pr=Pt+Gt+Gr-FSL-(Ltx+Lrx)-aL dBm -52.64

17 Power Level Threshold -89 dBm -89

18 Fade Margin Pr - Pth 36.36

4.10 Jaringan Akses Pada dasarnya metode akses jaringan yang dapat diterapkan untuk infrastruktur jaringan TIK Subang ada dua macam yaitu, jaringan akses kabel (wired access) dan jaringan akses nirkabel (wireless access). Dalam studi kasus infrastruktur jaringan TIK di Subang, jaringan akses yang diusulkan untuk diimplementasikan ialah jaringan akses kabel karena penduduk sebagai pengguna akhir (end user) tinggal secara berkelompok dengan jarak yang saling berdekatan satu dengan lainnya. Berikut adalah analisa skenario akses layanan ke sumber (resources) melalui media saluran fisik (kabel LAN). Jaringan akses dapat dimodelkan memiliki 3 lapisan dengan melibatkan 3 komponen utama yaitu router, switch dan hub. Router berada pada lapisan inti, switch pada lapisan distribusi dan hub pada lapisan akses seperti ditunjukan pada gambar IV.8.

Gambar IV- 2 Diagram skematik jaringan akses TIK Subang 5. Implementasi dan Pengukuran 5.1 Pemilihan Perangkat Keras Sebelum implementasi jaringan, perlu mela-kukan pemilihan perangkat AP/router yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil survei harga pasar untuk produk wireless AP/router yang diper-lihatkan pada tabel V-1, pemilihan perang-kat wireless router/AP jatuh pada Linksys-WRT54GL. Alasan pemilihan produk terse-but karena harganya yang paling murah di-antara produk dari vendor yang lain untuk spesifikasi teknis yang relatif sama, tersedia banyak di pasar, dan mudah diperoleh. Se-dangkan pemilihan firmware yang kompa-tibel dengan Linksys WRT54GL dipilih firmware DD-WRT. Perangkat lunak ini adalah third party firmware bersifat open source dan dapat diperoleh di situs http://www.ddwrt.com secara gratis. Tabel V- 1 Perbandingan beberapa produk/vendor perangkat wireless AP/Router (Data ini diperoleh pada bulan Juli 2008 di www.bhinneka.com)

Tipe Produk/ Vendor

Spesifikasi Harga

3CRWEA

SYG73/3

COM

Outdoor 802.11g 54Mbps Wireless Building to Building Bridge. RJ-45, 10BASE-T/100BASE-TX; 802.11b/g. NetBeui, IPX, TCP/IP, Bridging Protocol, Spanning Tree Protocol, SNMP, RMON, DHCP

US$ 1,599.00

Page 16: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

F5D7632uk4A/BELKIN

Wireless DSL/Router, 54Mbps, 802.11g. Standards Protocol: IEEE 802.11b; IEEE 802.11g; IEEE 802.3 10Base-T Ethernet (LAN); IEEE 802.3 100Base-T Fast Ethernet (LAN).

Rp 790,000

WRT54GL/LINKSYS

Wireless-G Broadband Router with Linux. All-in-one Internet-sharing Router, 4-port Switch, and 54Mbps Wireless-G (802.11g) Access Point.

RP.570,000

SL 2511 BGPlus/SENAO

Wireless Outdoor AP/Router/Bridge, Point-to-Multi Point, IP Routing. 11, 5.5, 2 and 1 Mbps, Auto Fall-Back.

US$ 650.00

DWL-2700AP/E/D-LINK

Wireless Outdoor Access Point, 802.11g / 2.4Ghz - Complete accesories

US$ 387.00

5.2 Pemilihan Perangkat Lunak Berikut adalah penjelasan dari beberapa perangkat lunak pihak ketiga (third party firmware) yang tersedia yang mendukung AP/router Linksys WRT54G, GS, dan GL [26]. Sveasoft (www.sveasoft.com): Tersedia

dalam dua versi: Alchemy dan Talis-man. Alchemy adalah rilisan yang gratis untuk umum, tetapi versi terakhir dari WRT54G (v4.0 atau lebih), WRT54GS (v3.0 atau lebih), atau the WRT54GL (v1.0) tidak didukung oleh Sveasoft firmware.

DD-WRT (www.dd-wrt.com):

Diciptakan untuk merespons harga Sveasoft yang hanaya $20, versi terbaru DD-WRT berbasis pada Sveasoft's Alchemy. Versi sekarang (v23), bagai-manapun, sepenuhnya merupakan proyek baru yang menambah fitur-fitur yang lebih maju seperti WDS, penga-turan daya pancar. DD-WRT tersedia

dengan empat macam: Mini, Standard, VoIP (termasuk SIPatH, tool untuk layanan VoIP dari Broadcom-based router), and VPN (termasuk OpenVPN).

HyperWRT (Thibor, www.thibor.co.uk): Thibor 14, versi terakhir HyperWRT, hanya bekerja dengan WRT54GS (v1-v4) dan WRT-54GL. GUI tetap mempertahankan tam-pilan yang sama seperti tampilan firm-ware asli dari pabrik Linksysnya. HyperWRT tidak memiliki fitur sebanyak DD-WRT, tetapi konfigurasi instruksi pada website sangat sederhana.

OpenWRT (openwrt.org): Dibangun dari dasar tanpa menggunakan sumber Linksys, firmware ini betul-betul murni firmware yang berbasis command line (perintah-perintah tulisan) untuk yang gemar dengan Linux dan yang me-nginginkan GUI.

Tidak semua produk wireless router/AP dapat di upgrade dengan firmware DD-WRT, berikut ini adalah beberapa produk wireless AP/router yang dapat dikonfigurasi sebagai WDS dengan menggunakan firm-ware DD-WRT. 3Com OfficeConnect,3CRWE454G72, in Repeater Mode Belkin F5D7130 Wireless Range Extender/Access Point D-link DGL-4300 Linksys WRE54GL Wireless Range Expander Linksys WRT54G v5 Motorola WR850G v3 Netgear WG602 v3 Repeater Mode Dalam implementasi infrastruktur jaringan TIK Subang ini dipilih firmware DD-WRT alasan utama firmware ini memiliki fitur untuk aplikasi VoIP, daya pancar radio dapat diatur hingga 251 mW dari 28 mW (harga default), dan mudah penggunaannya. Sebelum implementasi infrastruktur jaringan dilaksanakan ada beberapa hal yang harus dikerjakan terlebih dahulu, yaitu:

Page 17: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Melakukan instalasi dan upgrading firmware pada AP/router yang digunakan, dalam hal ini perangkat wireless AP/router yang digunakan adalah Linksys WRT54GL. Melakukan pengesetan dan konfigurasi WDS pa-da Linksys WRT54GL tersebut. Berikut dijelaskan tentang prosedur upgradi-ng LinksysWRT54GL dengan firmware dd-wrt.v23_generic.bin. 5.3 Mengupgrade LinksysWRT 54GL Sebelum Linksys router dapat dikonfigurasi dalam WDS, router tersebut harus diupgrade dengan firmware DD-WRT terlebih dahulu. Suatu hal sangat penting selama berlangsung proses upgrading wireless router adalah tidak dibenarkan terjadi interupsi selama proses upgrading tersebut selama kurang lebih 5 menit. Firmware DD-WRT yang digunakan untuk mengupgrade router Linksys WRT54GL adalah dd-wrt v23 sp2 yang dapat diunduh dari http://www.ddwrt.com. Berikut adalah prosedur untuk mem-flash, menginstal atau melakukan upgrading pada Linksys WRT54GL router dengan perangkat lunak DD-WRT untuk menjadikan wireless router tersebut berisi perangkat lunak yang non-propriety. Ada beberapa proyek firm-ware pihak ketiga untuk WRT54G/-WRT54GL router tersebut, tetapi penulis disini memilih DD-WRT karena beberapa alasan sebagai berikut: DD-WRT merupakan proyek yang sudah mencapai tingkat kedewasaannya. Berbasis Linux yang gratis dan open

source yang mendukung mode client bridge sebagai metode untuk memperluas sebuah jaringan wireless secara geografis.

Terdokumensi dengan baik baik secara eksternal maupun internal Mendukung hubungan internet yang tetap dipertahankan stabil Mendukung komunikasi ssh/Telnet ke LAN secara remote WRT54GL adalah wireless router

berbasis Linux atau router tersebut berisi Linux di dalamnya.

Memiliki kelebihan untuk menaikan daya pancar dari 28 mW (nilai default) sampai dengan 251 mW.

Perangkat keras yang diperlukan :

Linksys WRT54GL wireless router

PC

Kabel Ethernet Perangkat Lunak yang diperlukan :

Internet Explorer

DD-WRT Versi 23 SP2 Mini

DD-WRT Versi SP2 Standard Cara yang paling mudah menginstal firmware DD-WRT pada Linksys WRT54GL wireless router adalah dengan menggunakan opsi upgrade dalam Linksys web interface. Agar proses updating firmware pada Linksys WRT54GL wireless router tersebut lancar dan berhasil dengan baik, firmware yang pertama kali diinstal adalah versi mini kemudian setelah itu menginstal versi standarnya. Instalasi DD-WRT Version 23 SP2 Mini Mengambil zipped file firmware tersebut pada halaman web dd-wrt (www.dd-wrt.com). 1) Matikan semua firewall, perangkat

lunak anti virus, hubungkan wireless ke PC.

2) Unzip DD-WRT Version 23 SP2 mini dan versi yang standar di dalam file kompresi.

3) Hubungkan PC ke router WRT54GL via kabel Ethernet (port yang dilabel 1-4, bukan port internet/WAN)

4) Pastikan IP pada komputer/notebook terpasang secara otomatis (DHCP) 5) Kemudian nyalakan radio Linksys

tersebut, pastikan Power LED menyala menandakan router telah aktif dan siap Upgrade. Selain itu juga lihat kondisi lampu untuk port LAN yang dipakai apakah nyala atau tidak sesuai dengan nomor port yang digunakan

6) Kemudian ganti IP komputer/notebook menjadi 192.168.1.x untuk menyamakan subnet mask IP pada radio, karena

Page 18: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

secara default radio memiliki IP 192.168.1.1

7) Buka Internet Explorer dan navigasi ke http//192.168.1.1 (default IP address router adalah 192.168.1.1 dan langkah ini akan membuka web interface Linksys). Pada langkah ini juga muncul login promt (ketikan, username: (blank), password: admin).

8) Pilih Administration → tab Factory Defaults 9) Pilih tombol radio Yes kemudian tekan tombol Save Setting. 10) Tekan tombol OK pada promt peringatan. 11) Layar yang sukses akan muncul yang

diikuti oleh login promt (username: (blank), password: admin)

12) Tekan tombol. . .Browse dan navigasi ke lokasi dimana file DD-WRT versi mini yang sudah diunzipped berada.

13) Pilih file dd-wrt.v23_mini_generic.bin dan tekan tombol Open, kemudian tombol Upgrade.

Gambar V- 1 Upgrading firmware DD-WRT

Apabila muncul di layar PC Upgrade is successful , tunggu beberapa saat, kemudian tekan tombol Continue.

Gambar V- 2 Tampilan keberhasilan proses upgrading

14) Login promt akan muncul kembali

(username:root, password: admin) tetapi proses login ini harus FAIL (gagal).

15) Verifikasi bahwa router sudah bekerja dengan melakukan ping (pada start menu → Run, ketik ping 192.168.1.1, kemudian tekan tombol Enter, dan harus sukses)

16) Jika router bekerja, tekan dan pegang (ditekan terus) tombol Reset yang berada di bagian belakan router dengan menggunakan pulpen selama lebih dari 30 detik.

17) Apabila Power LED pada router berhenti berkedip, kemudian buka Internet Explorer dan navigasi ke http//192.168.1.1, login promt akan muncul lagi (username: root, password: admin)

18) DD-WRT mini web interface harus muncul di layar monitor PC. Instalasi DD-WRT Version 23 SP2 Standard Ulangi langkah dari 1 sampai dengan 12 diatas. 1) Tekan tombol Browse dan navigasi

ke lokasi dimana versi standar DD-WRT yang sudah diunzipped itu berada.

2) Pilih file dd-wrt.v23_generic.bin kemudian tekan tombol Open

3) Tekan tombol Upgrade 4) Catatan: Tidak diperbolehkan sekali-

Page 19: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

kali interupsi atau menyentuh apapun pada komputer selama proses upgrading berlangsung, upgrade yang gagal dapat merusak router itu sendiri. ! ! !

5) Apabila muncul di layar PC Upgrade is successful , tunggu beberapa saat, kemudian tekan tombol Continue.

6) Ulang langkah 16 sampai dengan 19 seperti diatas 7) DD-WRT standar web interface harus muncul di layar monitor PC. 5.4 Mengkonfigurasi WDS pada Linksys

WRT45GL Skenario konfigurasi WDS adalah dua buah router WRT54GL salah satu di konfigurasi sebagai Host/gateway router dan satu lainnya sebagai client router dan kedua-duanya jalan di dd-wrt v23 sp2. sasarannya adalah menghubungkan ke host/gateway dari client router. Terminologi standar untuk setup dua buah router dalam konfigurasi WDS adalah sebagai berikut: 1) Client router adalah router yang tidak

mempunyai hubungan internet 2) Host router adalah router yang

mempunyai hubungan internet dan melakukan sharing dengan router yang lain.

Gambar V- 3 Diagram skematik WDS

Diasumsikan bahwa integrasi dengan DD-WRT pada Linksysy WRT54GL wireless router sudah berhasil dilakukan. Berikut di-jelaskan prosedur penyetingan dan konfi-gurasi WDS pada wireless router melalui DD-WRT web interface. DD-WRT standar web interface harus

sudah muncul di layar monitor PC. Reset kedua router ke setting factory

default sehingga setting-setting yang lain tidak akan saling konflik : Admi-nistration → Factory Default → select Yes → tekan tombol Save Setting.

Berikan pada kedua router IP address yang berbeda, yaitu 192.168.1.1 (host/imternet gateway) dan 192.168.1.2 (client router) pada subnet yang sama. Setup → Basic Setup.

Ubah Internet Connection Type ke Disable pada client router. Setup → Basic Setup → Internet Setup → Internet Connection Type → Disabel.

Set gateway IP address dari client router ke LAN IP address dari host router. Setup → Basic Setup → Network Setup → Router IP → Gateway.

Untuk client router, dibawah Setup → Basic Setup → Network Address Server Setting (DHCP) →disable DHCP server. Hanya memiliki gateway router untuk melakukan DHCP service. Jadi hanya ada satu DHCP server pada setiap subnet untuk keandalan operasi.

Gambar V- 4 Halaman Web DD-WRT setting DHCP Tidak diperbolehkan menggunakan

DHCP forwarder. Hal ini akan menimbulkan kebingungan pada jaringan. WDS adalah sebuah bridge (jembatan). Semua client yang terhubung dengan repeater dijembatani pada lapisan MACnya ke radio utama

Page 20: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

dan akan memperoleh alamat IP secara otomatis dari DHCP radio utama tersebut (host radio).

Opsi, matikan firewall pada client router: Security → Firewall → Firewall Protection → Disable.

Gambar V- 5 Halaman DD-WRT setting Firewall

Matikan sekuritas pada kedua router (langkah ini sebetulnya sudah dilakukan apabila sudah melakukan reset diatas). Hal yang terbaik adalah semua setting tanpa aktivasi sekuritas. Wireless → Wireless Security → Security Mode → Disable.

Masukan kedua router kedalam AP mode dan pada kanal frekuensi yang sama. Wireless → Basic Setting

Gambar V- 6 Halaman Web DD-WRT Basic setting

Dibawah Wireless → Basic Setting, set SSID. Untuk WPA WDS, SSID untuk

kedua router harus sama. Untuk WEP, SID diset berbeda. Hal ini untuk mem-permudah trouble shooting.

Jika nanti berencana untuk menggunakan WPA, maka pilih G-only dalam Wireless → Basic Setting.Tidak dibenarkan menggunakan B-only dengan WDS.

Buka konfigurasi WDS pada kedua router. Wireless → WDS Pada setiap router, dapat dilihat wireless

MAC addressnya pada bagian atas dari halaman Wireless → WDS. Taruhlah masing-masing MAC address router kedalam tabel router yang lainnya, dan pilih LAN untuk typenya. Perhatikan bahwa MAC address bisa saja berbeda dengan yang dicetak pada bagian bawah kotak router.

Gambar V- 7 Halaman Web DD-WRT WDS setting Tidak perlu meng-enable-kan Lazy

WDS atau WDS subnet pada kedua buah router tersebut.

Tes bahwa kita dapat mem-ping gateway dari client. Perhatikan bahwa proses tersebut dapat memakan waktu sampai WDS link dapat dibangun, gateway dan client perlu juga untuk direboot.

Enable-kan encryption sekarang, jika diinginkan (sangat anjurkan). Catatan: Jika menggunakan enkripsi, ingat semua

router harus dikonfigurasi enkripsi yang sama.Set enkripsi setelah WDS

Page 21: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

jalan/bekerja Pada halaman main Status dan Wireless

Status, kita dapat melihat kuat sinyal untuk setiap router yang lain di dalam WDS. Jika kuat sinyal dari router menunjukan 0 maka untuk beberapa alasan tidak terhubung (tidak ada koneksi karena salah MAC address atau, untuk WPA link, salah SSID)

Dibawah ini ada beberapa catatan untuk penggunaan wireless security Kelihatannya ketika WPA2 di

enablekan, WDS tidak bekerja baik dengan TKIP+AES : client router melaporkan tidak ada sinyal dari host router, sementara itu host router melaporkan sinyal valid dari client router.

WPA2 bekerja baik dengan TKIP+AES: Set kedua client dan host ke setting sekuritas yang sama, dengan password yang sama pula.

Dalam instalasi WDS di laboratorium ini, wireless security yang digunakan adalah WPA Pre-Shared Key dengan algoritma WPA TKIP+AES

Gambar V- 8 Halaman Web DD-WRT security setting 5.5 Implementasi dan Pengujian WDS

backbone Dalam mengimplementasikan jaringan kluster dengan WDS backbone yang kelak akan digelar di Subang, perlu melakukan percobaan dalam skala laboratorium terlebih dahulu sebelum penggelaran di lokasi yang sebenarnya. Hal ini sangat dianjurkan karena

banyaknya tahap-tahapan yang harus dilaluinya seperti meng-upgrade firmware yang digunakan, mensetting dan mengkonfigurasi router yang sudah di upgrade tersebut. Tahap-tahapan pekerjaan tersebut akan lebih aman dan tertib bila dilaksanakan di lingkungan laboratorium.

Jadi berdasarkan pemilihan software dan hardware yang telah dijelaskan sebelumnya, disepakati bahwa firmware yang digunakan adalah DD-WRT dan pilihan perangkat routernya jatuh pada Linksys 54GL. Salah satu kelebihan dari pada penggunaan firmware DD-WRT ini adalah memiliki fitur yang dapat menaikan level daya pancar radio router dari 28 mW (default) sampai dengan 251 mW sehingga cocok untuk pemakaian outdoor dengan jarak lintasan radio yang relatif jauh. Infrastruktur jaringan kluster dengan backbone yang akan diimplemetasikan di laboratorium seperti diilustrasikan pada gambar V.9 dibawah ini.

Gambar V- 9 Ilustrasi implementasi WDS backbone pada skala laboratorium 5.6 Pengukuran dan Pengujian Pengukuran dan pengujian pada skala laboratorium dilakukan di dalam (indoor) dan di luar gedung laboratorium (outdoor) dengan cara mencoba hubungan WDS backbone link antara radio host router dan radio client router yang telah dipasang di sekitar daerah cakupannya. Hal ini

Page 22: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

dilakukan untuk mengetahui apakah hasil perancangan yang dilakukan akan berjalan dengan baik atau tidak. Pengujian juga berguna untuk mengetahui apakah pemilihan perangkat keras, perangkat lunak (firmware DD-WRT) dan protokol repeating yang dipilih telah sesuai untuk di kemudian hari diimplementasikan di lapangan. Pengujian dilakukan dengan mencoba koneksi antar wireless router/AP melalui WDS link tersebut dengan cara melakukan ping dari client router ke host router, kemudian mengukur signal to noise ratio , level noise, level sinyal RF yang diterima, pada radio client router. Disamping itu menguji seberapa jauh jarak lintasan yang dapat ditempuh oleh perangkat LinksysWRT54GL wireless router/AP dengan teknologi WDS ini. 5.6.1 Kondisi Fisik Pengukuran Aspek pada fisik lingkungan yang dapat menimbulkan interferensi sinyal akibat dari link nirkabel yang lain, dan kondisi Line-of-Sight (LOS) link yang harus tersedia. Kondisi fisik ini mempengaruhi performansi radio link yang diakibatkan oleh redaman sistem total (FSL, loss kabel, gain antena) dan signal to interference ratio yang berujung pada turunnya kecepatan data. 5.6.2 Skenario Pengukuran Skenario pengukuran radio link ini menggunakan dua set antena jenis 18 dBi directional Yagi antenna. Skenario pengukuran diperlihatkan pada gambar V.10.

Gambar V- 10 Skenario pengukuran Dua buah wireless router Linksys WRT54GL ditempatkan di suatu daerah

cakupan yang memenuhi kondisi LOS

dengan jarak lintasan tertentu. Wireless Host router atau base station dipasang di sebuah menara self support

dengan ketinggian sekitar 20 meter dari permukaan tanah, sedangkan wireless client router dipasang pada sebuah tripod dengan ketinggian kurang lebih 6 meter yang dapat berpindah-pindah tempat (portable).

Wireless host router dihubungkan dengan wired internet melalui gateway ADSL modem, sedangkan Wireless client router dihubungkan dengan notebook PC.

Dalam pengukuran ini dilakukan pengujian performansi WDS backbone link untuk beberapa daerah cakupan dan lingkungan yang berbeda dengan jarak yang berbeda pula.

Setelah kedua buah wireless router tersebut diatas dapat saling bicara, beberapa parameter seperti signal to noise ratio , level sinyal dan level noise, dan , interference di ukur. 5.7 Bahan-bahan yang diperlukan

dalam Pengukuran Pada pengukuran dan pengujian ini memerlukan bahan-bahan baik hardware maupun software dan beberapa alat lainnya. 5.7.1 Perangkat Keras Pengukuran yang dilakukan pada percobaan ini adalah dengan menggunakan beberapa perangkat keras dan alat ukur lainnya seperti berikut: Dua Unit Linksys WRT54GL wireless router sebagai host dan client router

Gambar V- 11 AP/router Linksys WRT54GL

Page 23: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

5.7.2 Perangkat Lunak Pada proses pengukuran kinerja jaringan, pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak (tools) NetStumble 0.4.0: Software ini memiliki kemampuan seperti dibawah ini. Dapat mendeteksi sinyal jaringan yang sedang aktif sehingga dapat memantau

dan mengukur besarnya interferensi di lingkungan RF sekitar kita.

Dapat digunakan untuk menguji konfigurasi jaringan baik untuk keperluan site survey terhadap linkungan RF sekitar sebelum penggelaran (deployment) jaringan

Mengukur signal to noise ratio 5.8 Batasan Pengukuran Jarak antara antena client router dan base station (host router) ditentukan secara bertahap pada radius dari 350 m, 750 meter,1000 meter, sampai 1200 meter disesuaikan dengan lokasi dengan lingkungan yang cocok untuk pengukuran agar supaya dapat menerima sinyal yang kuat. Antena yang digunakan dalam pengukuran ini yaitu antena tipe directional Yagi-Uda dengan Gain 18 dBi dan bekerja pada band frekuensi 2,4 GHz untuk aplikasi Wi-Fi IEEE 802.11 yang dipasang pada kedua buah router tersebut. 5.8.1 Kalibrasi Dalam setup pengukuran ini terdapat dua sumber rugi-rugi RF (RF losses), yaitu: RF coaxial cable, yang diperkirakan memiliki rugi-rugi daya RF sekitar 2 dB pada frekeuensi 2,4 GHz. Karakteristik antenna, seperti return

loss, ditala secara optimal untuk band frekuensi kerja 2,4 GHz. Jadi pada frekuensi 2,4 GHz tersebut diperkirakan ada rugi-rugi daya sebesar 2 dB akibat kondisi matching yang tidak ideal (pattern loss dan return loss).

Jadi dalam pengukuran ini, level daya yang terukur akan diperhitungkan dengan rugi-rugi tambahan 2 dB pada bagian depan radio penerima (receiver).

5.9 Prosedur Pengukuran Berikut ini adalah prosedur yang digunakan untuk pengukuran dan pengujian Di sisi Host router Pasang directional Yagi antenna, dan

Linksys router pada menara self support pada ketinggian antena 20 meter di atas permukaan tanah.

Hubungkan salah satu port antena (sebelah kanan) router Linksys ke port konektor N-Type antena Yagi dengan kabel pigtail TNC-N Type connector.

Hubungkan kabel LAN atau kabel UTV dari modem ADSL ke port Internet yang tersedia pada router.

Hubungkan kabel DC output Adapter power supply ke input jack DC supply in pada router.

Di sisi Client router Cari lokasi yang dianggap memenuhi

kondisi line of sight pada jarak spasi kedua antena kurang dari 1 km.

Dirikan tripod menara dan pasang antena Yagi dan Linksys router pada tiang tripod tersebut. Hubungkan salah satu port antena

Linksys (sebelah kanan) ke port N-Type antena Yagi dengan kabel pigtail TNC-N Type connector.

Hubungkan port LAN Adapter pada note book PC dengan salah satu dari empat port LAN yang tersedia pada Linksys router dengan kabel UTV.

Arahkan antena client ke antena base station sehingga kedua antena pada satu garis pandang (line of sight).

Ukur level sinyal melalui kabel UTV yang terhubung ke LAN port client router dengan menggunakan perangkat lunak NetStumbler yang tersedia.

Apabila level yang terbaca berada pada tipikal kisaran -40 dBm sampai dengan -60 dBm, maka dianggap bahwa link radio ini sudah memenuhi syarat objektivitas link. Tetapi jika level kurang dari -80 dBm, ini berarti level sinyal yang diterima sudah tidak memenuhi syarat lagi atau mungkin ada rintangan sepanjang lintaan, maka perlu mempertimbangkan mencari lokasi lain.

Page 24: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

6. Hasil Pengujian dan Pengukuran Pengujian dan pengukuran WDS backbone link di lapangan dilaksanakan pada empat buah titik yang dianggap memenuhi LOS dengan jarak yang berbeda. Hanya tiga parameter yang diukur di lapangan yaitu pengukuran konektivitas (ping), level sinyal, level noise, signal-to-noise ratio. 6.1 Pengukuran dan Pengujian Koneksi

(ping) Pengukuran dan pengujian koneksi antara host router dan client router dilakukan hanya dengan menggunakan tool yang ada pada start menu Windows PC yaitu dengan menggunakan ping. Gambar V-16 mengilustrasikan hasil pengukuran dan pengujian koneksi antar router.

Gambar 16 Hasil pengukuran dan pengujian koneksi

Nilai throughput dapat diperoleh berdasarkan perhitungan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

m

rsh t

BBT

, Dimana:

Th = Througput Bs = Bytes sent Br = Bytes received tm = Measured time (round trip) Tabel V-2 Hasil pengukuran

Contoh perhitungan throuhgput dari data hasil pengukuran: Berdasarkan pengukuran ping (Gambar V-16) diambil 23 buah data hasil pengukuran, nilai throughput dihitung berdasarkan formula diatas dan diasumsikan bahwa bytes yang diterima saja (Br) yang dihitung dengan waktu setengah dari tm, maka, Br = (32 x 2) = 736 bytes = 736 x 8 bits = 5888 bits tm = (30/2) ms = 15 ms

Jadi Throughput,

kbpsx

Th 3921015

58883

6.2 Pengukuran Level Sinyal, Noise, dan

Signal to Noise Ratio Pengukuran Level sinyal, level noise, dan signal to noise ratio pada sisi host router maupun sisi client router dilakukan dengan menggunakan Sistem informasi (SysInfo) yang sudah tersedia pada halaman DD-WRT, seperti yang diilustrasikan pada gambar V-17 dibawah.

Gambar V-17 Sistem Informasi yang tersedia pada halaman Web DD-WRT

Hasil pengukuran untuk semua tempat pada waktu dan kondisi yang berbeda ditabulasikan seperti yang ditunjukan pada tabel V-2 dibawah ini.

No Lokasi dan Waktu Level Sinyal (dBm)

Level Noise (dBm)

Pengukuran Signal to Noise Ratio (S/N) dan Throuhput

Wireless packet error

1 Area Parkir Polban Waktu : Jam 10.00 pagi Jarak Lintasan : 375 m

-40 -98 Ke Host router IP Address:192.168.2.1Signal to Noise ratio:

Received (Rx): 1149 OK no error

Page 25: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

S/N = 58 dB Throughput:

kbps

x

xxTh 220

1015

832133

Transmitted (Tx): 4425 OK no error

2 Pasar Sarijadi Waktu : Jam 12.00 siang Jarak Lintasan : 730 m

-45 -98 Ke Host router IP Address:192.168.2.1 Signal to Noise ratio: S/N = 43 dBThroughput:

kbps

x

xxTh 148

105,17

832103

Received (Rx): 2114 OK no error Transmitted (Tx): 60860 34 error

3 Bank BRI Waktu : Jam 15.00 sore Jarak Lintasan : 1018 m

-82 -98 Ke Host router IP Address:192.168.2.1 Signal to Noise ratio: S/N = 16 dBThroughput:

kbps

x

xxTh 78

105,33

832103

Received (Rx): 49 OK no error Transmitted (Tx): 1057 13 error

4 Komplek Perum Polban Waktu : Jam 08.00 pagi Jarak Lintasan : 1020m

-48 -98 Ke Host router IP Address:192.168.2.1 Signal to Noise ratio: S/N = 50 dB Throughput:

kbps

x

xxTh 214

105,34

832293

Received (Rx): 7443 OK no error Transmitted (Tx): 52427 13 error

5

Komplek Perum Polban Waktu : Jam 12.00 siang Jarak Lintasan : 1020m

-49

-98

Ke Host router IP Address:192.168.2.1 Signal to Noise ratio: S/N = 49 dB

Throughput:

kbpsx

xxTh 680

109

832243

Received (Rx): 53644 OK no error Transmitted (Tx): 19726 96 error

6

Komplek Perum Polban Waktu : Jam 18.00 sore Jarak Lintasan : 1020m

-48

-98

Ke Host router IP Address:192.168.2.1 Signal to Noise ratio: S/N = 50 dB

Throughput:

kbpsx

xxTh 242

1016

832183

Received (Rx): 55942 OK no error Transmitted (Tx): 69981 47 error

Page 26: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

7

Lokasi Testbed Subang. Waktu : Jam 16.00 sore Jarak Lintasan : 250m

-55

-98

Ke Host router IP Address:192.168.2.1 Signal to Noise ratio: S/N = 43 dB

Throughput:

kbpsx

xxTh 597

1012

832283

Received (Rx): 35622 OK no error Transmitted (Tx): 52951 23 error

Berdasarkan data hasil pengukuran diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Untuk pengukuran no.1 sampai dengan no.3 dengan ketinggian antena di sisi client kurang lebih 4 meter.

Terdapat beberapa objek rintangan (obstacles) diantaranya rumah, bangunan gedung bertingkat dan pepohonan di sepanjang lintasan radio

yang menyebabkan fresnel zone terhalang sehingga kondisi LOS tidak dipenuhi..

Signal to noise ratio menjadi semakin turun sebagai mana jarak lintasan semakin jauh.

Dalam pengujian konektivitas/ping dari client router ke host router, pada saat pengukuran tm (waktu tempuh dalam pengiriman paket round trip) menjadi semakin lama untuk sejumlah paket yang dikirim untuk jarak lintasan yang semakin jauh.

Semakin kecil sinyal to noise ratio maka error pada pengiriman packet data semakin tinggi, dan throughput rata-rata semakin kecil

(2) Khusus untuk pengukuran no.4, antenna

client router dipasang pada sebuah menara Base Transceiver Station (BTS) yang berdiri diatas atap rumah dengan ketinggian kurang lebih 25 meter diatas permukaan tanah. Hasil pengukuran konektivitas secara umum pada waktu pagi, siang dan sore sangat baik kecuali pengukuran pada jam 19.00 malam, konektivitas kadang-kadang tidak

konsisten dan throughput semakin turun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pengguna lain yang akses ke jaringan (ke Host router).

(3) Pengukuran di lokasi testbed Subang

baru dilakukan untuk satu buah link hopsaja yaitu link yang menghubungkan Koperasi (central) di dusun 1 dan dusun 2. Hasil pengukuran cukup baik meskipun kink sedikit terhalang oleh pepohonan.

(4) Pengukuran dengan metode ping

dimaksudkan hanya untuk pengukuran konektivitas antar dua ujung perangkat router saja, pengukuran throughput dengan metode ping karena pada saat pengukuran ini, tool khusus untuk engukuran throughput ini tidak ada. Sebenarnya pengukuran throughput dengan metode ping tersebut tidak direkomendasi karena kurang mencerminkan bandwidth yang sebenarnya. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan tool yang memang dirancang untuk pengukuran throughput seperti NetIQ dan sebagainya.

7. Kesimpulan dan Saran

Pengembangan Tesis ini membahas mengenai perancangan dan implementasi infrastruktur TIK pedesaan dengan menggunakan teknologi WLAN dengan WDS backbone link: Studi kasus di Subang. Kesimpulan dari hasil perancangan dan implementasi infrastruktur jaringan TIK pedesaan tersebut adalah sebagai berikut:

Page 27: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Sebuah prototipe infrastruktur jaringan TIK pedesaan di Desa Cinta Mekar telah berhasil dirancang dan diimplementasikan di Desa Cinta Mekar, Kecamatan.Sagalaherang, Kabupaten. Subang meskipun belum secara menyeluruh melibatkan semua link yang ada pada infrastruktur jaringan TIK tersebut.

Secara umum hasil pengujian dan pengukuran skala laboratorium khususnya di lingkungan outdoor (di daerah Sarijadi) hasilnya kurang memuaskan karena pada umumnya tidak memenuhi kondisi LOS. Pada jarak lintasan hingga 750 meter dengan kondisi lintasan yang cukup terbuka pengukuran koneksi (ping) masih baik. Pengukuran pada jarak 1008 meter, hasil pengukuran konektivitas (ping) semakin buruk, konektivitas tidak konsisten dan kontinyu. Hal ini disebabkan kondisi lintasan radio yang terganggu oleh bangunan-bangunan tinggi dan pepoho nan, dan tinggi tiang antena client yang hanya 6 meter sehingga tidak memenuhi syarat LOS (60% fresnel zone of free obstruction) dan tidak memperoleh signal to noise ratio (S/N) yang baik dan throughput yang memuaskan. Jadi syarat kondisi LOS lintasan radio antara antena di sisi host router dan antena di sisi client router mutlak harus dipenuhi, oleh sebab, itu ketinggian antena di kedua sisi harus benar-benar menjamin kondisi LOS tersebut.

Pengukuran yang dilakukan di

Kompleks perumahan Polban dengan ketinggian antena di sisi client sekitar 25 meter dan di sisi host 20 meter, dengan kondisi link memenuhi syarat LOS memberikan jastifikasi bahwa sampai dengan jarak lintasan 1020 meter Linksys AP/router dapat berfungsi sebagai backbone dengan throughput yang dihasilkan masih baik. Signal to noise ratio hampir stabil di sepanjang waktu meskipun throughput

berfluktuasi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya pengguna yang mengakses ke jaringan.

Pengukuran yang dilakukan di lokasi testbed Subang memberikan hasil yang cukup baik meskipun kondisi LOS tidak 100% diperoleh. Hal ini dapat diperbaiki dengan menambah ketinggian antena pada sisi client.

Berdasarkan pengujian dan pengukuran ini memberikan bukti bahwa perangkat Access Point dengan daya yang kecil dan harga yang murah dapat digunakan sebagai wireless backbone untuk menghubungkan antar kluster pada infrastruktur jaringan telekomunikasi pedesaan.

7.1 Saran Pengembangan Saran untuk pengembangan lebih lanjut adalah sebagai berikut. Perlu dicoba menggunakan antena jenis

sectoral untuk point to multipoint. Perlu mencoba menggunakan penguat

RF tambahan sehingga dapat menaikan signal to noise ratio sehingga dapat me ningkatkan jangkauan dan throughput.

Perlu adanya pengujian lain dengan menggunakan perangkat (client router) yang lebih banyak sehingga dapat diketahui dengan pasti kapasitas mak simal yang dapat ditangani oleh jaringan sistem WDS wireless bridging/repeating protocol.

Perlunya dilakukan pengukuran pada area testbed yang sebenarnya, untuk melihat unjuk kerja jaringan yang telah di coba pada skala laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Vinoth Gunasekaran, Fotios C. Harmantzis 2006. Emerging wireless technologies for developing countries, School of Technology Management, Stevens Institute of Technology, Castle Point on Hudson, Hoboken, NJ 07030, USA

[2] Siriginidi Subba Rao (2005), Bridging digital divide: Efforts in India, Information Technology

Page 28: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

Department, Central Leather Research Institute, Adyar, Chennai 600020, India

[3] Smith, S (1993) (1993), Communications and Signal Processing : A practical example of how TDM/TDMA techniques are used for ruralcommunications, Proceedings of the 1993 IEEE South African Symposium on Volume , Issue , 6 Aug 1993 Page(s):177 – 182

[4] Martyn Mallick (2003). Mobile and Wireless Design Essentials, John Wiley & Sons

[5] (http://www.iitk.ac..in/MLasia) [7] Kai Dietze Ph.D., Ted Hicks, and

Greg Leon EDX Wireless,WiMAX System Performance Studies,LLC Eugene, Oregon USA

[8] Bruce E. Alexander (2004). 802.11 Wireless Network Site Surveying and Installation, Cisco Press

[9] Ian F. Akyildiz, Xudong Wang, Weilin Wang (2005), Wireless Mesh Networks: A Survey, Georgia Institute of Technology, paper for Computer Networks 47 (2005) 445–487.

[10] ___(1999), Wireless LAN Medium Access Control (MAC) and Physical Layer (PHY) Specifications, Adopted by the ISO/IEC and redesignated as ISO/IEC 8802-11:1999(E).

[11] Behrouz A.Forouzan (2004), Data Communication and Networking, Mac Graw Hill

[12] Bhaskar Ramamurti, Broadband. Wireless Technologi for Rural India. Broadband Wireless Technology for Rural India, Dept. of Electrical Engineering, Indian Institute of Technology, Madras Chennai 600 036 INDIA [email protected]

[13 Bhaskaran Rahman.Long Distance Wireless Mesh network Planning, Dept. of CSE,IIT Kanpur INDIA 208016

[14] Pravin Bhagwat, Bhaskaran Raman, and Dheeraj Sanghi.Turning 802.11 Inside-Out. In HotNets-II, Nov 2003.

[15] Alberto Escuduro (2006), Terrestrial Wireless Conectivity, Technical Review East Africa.

[16] Eric Brewer, Michael Demmer, Bowei Du, Kevin Fall, Melissa Ho, Matthew Kam, Sergiu Nedevschi, Joyojeet Pal,

Rabin Patra, and Sonesh Surana. The Case for Technology for Developing Regions. IEEE Computer, 38(6):25–38, June 2005.

[17] David Johnson, Karel Matthee, Dare Sokoya, Lawrence Mboweni, Ajay Makan, and Henk Kotze (2007).Building a Rural Wireless Mesh Network A do-it-yourself guide to planning and building a Freifunk based mesh network Version: 0.8,Wireless Africa, Meraka Institute, South Africa

[18] ____(2007),Wireless Networking in the Developing World: A Practical guide to planning and building low-cost telecommunication infrastructure, Hacker

[19] Gerd E. Keiser (1998), Local Area Network, McGraw-Hill International Edition.

[20] ____(2005), Designing and Building Rural Wi-Fi Networks:A Do-it-

Yourself Cookbook Adapted for APEC telecommunications and Information Working Group, Algonquin College of Applied Arts and Technology Ottawa, Ontario Canada

[21] Jim Geier.(2003), Understanding Wireless LAN Bridges

[22] Joseph Moran (2003), Linksys Wireless Ethernet Bridge.

[23] http://www.dd-wrtrt.com/wiki/index.php/

WDS_Linked_router_network [24] Technical brief: Configuring a

Wireless Distribution System (WDS)

Page 29: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

with the 3Com® OfficeConnect® Wireless 11a/b/g Access Point

[25] Murzain Fataruba, Ria Asih Aryani Soemitro 2006), Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya :Evaluasi Perbandingan Urutan Prioritas Usulan Proyek Pemeliharaan Jalan Provinsi Existing dengan Metoda Pembobotan di Sulawesi Selatan, Jurusan Teknik Sipil-Bidang Keahlian Manajemen Aset Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS

[26] (http//www.extremetech.com /article2:ExtremeTech Beta).

Page 30: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

1

Network Design for Rural ICT Infrastructure Case study in Subang West-Java

Sutrisno 232 06 052

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Institut Teknologi Bandung Gedung Labtek 8 Lantai 3, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

Telepon: 022-250098

Abstract In general, rural areas have such characteristic as follows; geographically isolated, rough contour, trees, hills, and people are living sparsely in clusters with relatively far distance. This circumstance make a little bit difficult to implement a wired infrastructure network. Wireless technology is a good choice to use where cable is not convenient to deploy. This paper describes network design for rural Information and Communication Technology (ICT) infrastructure as a case study in Subang West-Java. The purpose of this study is to design wireless network backbone link using wireless technology which is available locally, easy to operate, and cost effective for rural environment. Network topology selected is in accordance with several criteria such as complexity, economic, and reliability. As result, backbone network with point-to-point topology using Wireless Local Area Network (WLAN) IEEE 802.11 standard with Wireless Distribution System (WDS) technology for wireless bridging/repeating to connect between each clusters is implemented. Key words: Rural network, network topology, WDS

Page 31: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

2

1 Introduction The growth of telecommunication infrastructure development in Indonesia is still not sufficient. Now days, the number of fixed lines are still 8.7 million or with teledensity less than 4 percent. (source from the office of state secretary web site). There are still many people, especially, who live in rural areas do not yet enjoy this development. Efforts have been made to narrow this digital divide by the government of Indonesia. Universities and educational institutes are also doing research to find good technological solution to answer problems in rural environment. Most rural areas have characteristic such as geographically isolated location, trees, hills, and people tend to live sparsely in clusters. Wireless Local Area Network (LAN) technology like Wi-Fi IEEE 802.11 technology is necessary to deploy in such rural environment. IEEE 802.11 is a set of standards for wireless local area network (WLAN) computer communication, developed by the IEEE LAN/MAN Standards Committee (IEEE 802) in the 5 GHz and 2.4 GHz public spectrum bands. The 802.11 family includes over-the-air modulation techniques that use the same basic protocol. The most popular are those defined by the 802.11b and 802.11g protocols, and are amendments to the original standard. 802.11-1997 was the first wireless networking standard, but 802.11b was the first widely accepted one, followed by 802.11g and 802.11n. 802.11b and 802.11g use the 2.4 GHz ISM band. The rural ICT infrastructure network as case study using WLAN IEEE 802.11 standard has been implemented in Subang West Java. 2 General requirement in designing

rural network Most rural areas have such characteristics that are a little bit difficult for deployment of telecommunication infrastructure. Therefore,

design of rural Information and Communication technology (ICT) infrastructure network shall consider general requirements, as follows: 1) Geographical locations 2) Remote from telephone exchange 3) Requirement for end user application 4) Connectivity for end users 5) Anticipated traffic volume 6) Capital expense and operational expense

(Capex dan Opex) Beside factors mentioned above, it is necessary to consider the following aspects as well that will help the success of implementation in rural environment, namely; Technical aspect

Technology selected shall be cheap, easy for operation and maintenance, available in local market, fulfill end users’ requirement. Operational aspect

Network infrastructure implemented in the field shall be easy for operation and maintenance, so that Secondary High School graduates can operate and maintain the system. Economic aspect

The operation of rural ICT infrastructure network shall be sustainable, and professionally operated. Beside, the operational and maintenance expense shall be cheap so that the revenue can cover the operational and maintenance cost. 3 Network Design Network design is a step by step process consisting of node selection , node mapping, and topological design. Network design is required to show up all nodes involved in the network. The nodes will be connected by means of transmission link for data communication. This network design will be a reference document for implementation or future network development and define network topology that will be implemented.

Page 32: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

3

Typically, there are three topologies, namely point-to-point, point-to-multipoint, and mesh. When the schematic diagram for the network is drawn, it will be helpful to foresee the future development of the network in term of capacity and number of links. 3..1 Node Selection Rural ICT infrastructure network selected is located in Desa Cintamekar, kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Bandung, West-Java. Based on field survey, rural ICT infrastructure network is encompassing twelve nodes with their coordinates and elevation as listed in table 1 Table 1 Coordinate and elavation of site nodes

South East Elavation

1 N1 06.39.06,2 107.38.31,9 462

2 N2 06.39.08,5 107.38.32,4 455

3 N3 06.39.06,5 107.38.32 455

4 N4 06.39.06,3 107.38.31,7 455

5 N5 06.38.51,2 107.38.35,3 422

6 N6 06.38.49,9 107.38.37,0 444

7 N7 06.38.52,8 107.38.41,4 434

8 N8 06.38.45,8 107.38.36,1 435

9 N9 06.38.43,3 107.38.32,3 428

10 N10 06.38.34,7 107.38.41,2 438

11 N11 06.38.27,7 107.38.30,3 477

12 N12 06.38.35,9 107.38.28,7 504

No Node

3..2 Node Mapping The node coordinates are then mapped on topographic map with 1:25,000 scale. Based on the node mapping, one can identify that there are four clusters represented by nodes called backbone nodes (red colored nodes). The four clusters are connected by means of radio link as backbone from one backbone node of one cluster to another backbone node of another cluster. The backbone nodes connecting each clusters are designated as

N1, N6, N10, and N11 as illustrated in figure 1.

Figure 1. Node mapping 4 Topological Selection As was already shown in figure 1, we can identify there are three possible topologies which can be applied, they are point-to-point, point-to-multipoint, and mesh topologies as shown in figure 2, 3, 4 below.

Page 33: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

4

Figure 2. Point-to-point (p2p)

Figure 3. Point- to-multi-point (p2mp)

N12

N11

N4

N2

N1

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N3AP/R

AP/R

AP/R

AP/R

Kantor.Kep.Desa

Central

SDN

Figure 4.

In selecting network topology that will be used as backbone network for rural ICT infrastructure network in Subang will be evaluated accoding to the following critera.

1) Complexity 2) Economic 3) Reliability

4.1 Complexity analysis Complexity is analyzed using weighting method. The weight of the network complexity is related to its work characteristic, for instance, tower erection is much more complicated than installation of the antenna therefore tower erection work will be more weighted. All kinds of work, such as, antenna and router radio installation, electrical and mechanical work are weighted from 1 – 10 scale depending on its complexity. Since hardware and software used for all backbone networks are the same therefore the unit weight will be the same for every backbone networks even though one backbone network might be

Page 34: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

5

different from the other ones in terms of work volume. The weight of every work are then added together to have total weight of the backbone network. The followings are result of weighting complexity for all network topologies as shown in table 2,3, and 4. Table 2. Weighting complexity for point-to-point topological network Description Unit weight Total Weight total

Electrical and mechanical works 9.0 4.0 36.0

Router radio installation 7.0 4.0 28.0

Antenna installation 8.0 6.0 48.0

Firmware upgrading and configuring works 6.0 4.0 24.0

Operasional and maintenance 5.0 4.0 20.0Grant total 156.0

Table 3. Weighting complexity for point-to-multipoint topological network Description Unit weight Total Weight total

Electrical and mechanical works 9.0 4.0 36.0

Router radio installation 7.0 4.0 28.0

Antenna installation 8.0 4.0 32.0

Firmware upgrading and configuring work 6.0 4.0 24.0

Operational and maintenance 5.0 4.0 20.0

Table 4. Weighting complexity for mesh topological network Description Unit weight tal weight total

Electrical and mechanical works 9.00 4.00 36.00

Router radio installation 7.00 10.00 70.00

Antenna installation 8.00 10.00 80.00

Firmware uograding and configuring works 6.00 10.00 60.00

Oerational and maintenance 5.00 4.00 20.00Grant total 266.00

4.2 Economical analysis Economic analysis is based on real cost calculation in purchasing all required metrials such as, wireless routers, antennas, tower fabrication, labors etc as shown in table 5,6,and 7. Table 5. Cost analysis for point-to-point topological network.

Materials Unit Price Qty Total requirement (Rp) (Rp)

15 meters tower 9,000,000 4 36,000,000 Directional antenna 650,000 6 3,900,000 Router Radio 570,000 4 2,280,000 RF coaxial cable 150,000 4 600,000 Box/Enclosure 250,000 4 1,000,000 Installation cost 500,000 3 1,500,000

Total cost (Rp) 45,280,000

Table 6. Cost analysis for point-to-multipoint topological network Material Unit price Qty Total

requirement (Rp) (Rp)

Menara 15 meter 9,000,000 3 27,000,000

20 meters tower 12,000,000 1 12,000,000

Grid parabolic antenna 1,150,000 1 1,150,000

Directional antenna 650,000 3 1,950,000

Router Radio 570,000 4 2,280,000

RF coaxial cable 150,000 4 600,000

Box/Enclosure 250,000 4 1,000,000

Installation cost 500,000 3 1,500,000

Total cost (Rp) 47,480,000

Table 7. Cost analysisi for mesh topological network. Material Unit price Qty Total

requirement (Rp) (Rp)

Menara 15 meter 9,000,000 4 36,000,000

Antena Directional 650,000 10 6,500,000

Router Radio 570,000 10 5,700,000

Kabel RF 150,000 10 1,500,000

Box/Enclosure 250,000 10 2,500,000

Upah pemasangan 500,000 5 2,500,000

Total cost (Rp) 54,700,000

4.3 Reliability analysis ] A wireless network can fail to work , because of two possible reasons, ie, hardware failure or radio link outage. In this paper, Only hardware failure is considered. Hardware failure may be caused by equipment failures such as router radio that is wear out, power system shutdown etc. While link outage is primarilly caused by propagation partubation therefore radio link shall be designed carefully to prevent from this propagation impairment. Network reliability is defined as probability of network that can demonstrate its performance under specified working condition for certain periode of time. The

Page 35: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

6

reliability analysis for all types of topologies are based only on the reliability of the hardware not the software in which both of them may make the network failed. In general, there are three parameters of reliability, namely, failure rates (FR), Mean Time To Failure (MTTF), and Mean Time Between Failure (MTBF). To calculate the reliability of a system or equipment, one has to know failure rate of every components used in the equipment. Failure rate data of given components are listed in table 8. Table 8. Typical failure rate for general electronic component (Courtesy Mullard Ltd)

Component Type Failure Rate (x 10-6/h)

Capacitors Paper Polyester Ceramic Elecrolyte Tantalum

1 0.1 0.1 1.5 0.5

Resisors Carbon Composition Carbon film Metal film Oxide film Wire-wound Variable

0.05 0.2 0.03 0.02 0.1 3

Connections Soldered Crimped Wrapped Plud and sockets

0.01 0.02 0.001 0.5

Semiconductors Diodes (signal) Diodes (rectifier) Rectifier Transistor <1 watt Transistor >1 watt Digital IC Linear IC

0.05 0.1 0.5 0.08 0.8 0.2 0.3

Wound Component

Audio Inductor RF Coils Power Transformer

0.5 0.8 0.4

Switches per contacts 0.1 Lamps and Indicators

Filaments LED

5 0.1

The following will describe how to estimate the MTBF of a wireless router Linksys WRT54GL used for this rural ICT infrastructure in Subang. First step is to calculate total failure rate of all components used by the router as illustrated in table 9. Tabel 9. MTBF calculation for router Linksys WRT54GL

Komponen Failure rate (FR) Jumlah yang n (FR)

Rata-rata (x 10-6/h) digunakan (x 10-6/h)Transistor 0.080 2 0.16

Resistor 0.03 90 2.7

Capacitor 0.1 60 6

Swicthes 0.1 2 0.2

Diodes 0.05 4 0.2

Broadcom Chipset 3.5 1 3.5

Digital IC 0.2 2 0.4

Linear IC 0.3 2 0.6

Electrolyte Capacitor 1.5 2 3

Torroid Coil 0.8 1 0.8

Indicator LED 0.1 8 0.8

Soldered Points 0.01 216 2.16

20.52Failure rate sistem

From the above table, The total failure

rate of the system (λ symbol) = 20,52 x

10-6/hours.

MTBF (system) (symbol m) can be found as,

hoursm 7324852,20

101 6

.

According to relation ship between reliability (R) and system failure rate (λ) is

given by equation teR , reliability of the router can be estimated as

, 48732// tmt eeR For operational period, t = 500 hours, so reliability,

%)97,98(9897,001.0 ataueR For operational period, t = 5000 hours, so reliability,

%)24,90(9024,01.0 ataueR Therefore, the reliability is decreasing as the period of operation is longer. 4.3.1 The reliability of the network

topology calculation 1) Point-to-point (p2p) and point-to-

multipoint (p2mp) topology

Page 36: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

7

Rural ICT Infrastructure network in Subang only involves four Access Points/Routers (AP/R) in the network. P2p and p2mp topologies can be considered to have the same reliability because both topologies have very crucial points of failure. Crucial point of failure in p2p topology lies in the chain in which each router is linked one to another in sequence is disconnected. While in p2mp topology, crucial point lies in the central node where all routers are connected to it centrally is shutdown. Therefore routers in both topologies are considered to be connected in series. Assuming that the reliability of every AP/R is identical for operational period, t = 5000

hours, %)24,90(9024,01.0 ataueR ,

hence the reliability of p2p topology is a product of individual router,

4321 ... routerrouterrouterrouters RRRRR

%)31,66(6631,09024,09024,09024,09024,0 atauxxxRs

2) Mesh topology p2mp In mesh topology, all routers are connected in parallel. By definition, Unreliability (Q) in a network is given as;

RQ 1 . Probability of failure in a network consisting of element x, and element y in parallel is a product of unreliability of each elements.

yxxy QQQ .

So the system reliability, Rxy can be expressed as,

xyxy QR 1

In the other way, it can also be expressed that xx RQ 1 and yy RQ 1

From equation, yxxy QQR .1 , can be

written as follows;

4321 ...1 routerrouterrouterrouterp QQQQR

The reliability per router is already obtained

to be %)24,90(9024,01.0 ataueR for operational period, t = 5000 hours. Assume that yx RR , so

0976,09024,011 xyx RQQ

Hence the reliability of the mesh topology for period of time, t = 10.000 hours is as follows;

%)99,99(9999,000009,01)0976,0(.)0976,0(.)0976,0(.)0976,0(1 atauRp

4.4 Selecting network topology In deciding network topology that will be implemented shall be based from the result of analysis of complexity, economic, and reliability, as shown in table 10. Table 10. Analysis result in selecting topologies.

Topology

com

ple

xity

eco

nom

ic

rel

iab

ility

p2p

158

Rp.45,280,000 66,31%

p2mp

140

Rp.47,480,000 66,31%

Mesh

266

Rp.54,700,000 99,0%

Total 564 Rp.147,460,000 231,62%

To understand table 10 qualitatively, it is necessary to normalize the numbers with respect to their total weight for each criteria to become dimensionless number called scores as shown in table 11.

Page 37: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

8

Tabel 11. Normalized numbers

SCORES

Topology C

omp

lexi

ty

Eco

nom

ic

Rel

iab

ilit

y

p2p 28 30 28

p2mp 24 32 28

Mesh 47 37 42

Next step is to decide which one of these topologies is selected. In deciding to select one of those topologies having their own scores for each criteria (see table 11), topology has to be ranked according to the specified requirement as follows; Technically, must be cheap, and easy to gets, Operationally, easy to operate, Economically, must be sustainable, Based on the ranking result as shown in table 12, there are two topologies having the same chance to be selected, they are p2p, and p2mp. And finally, P2p topology is selected for the implementation because it has the best rank of all topologies for each criteria. Table 12 Ranking result

Topology

Rangking

Che

apne

ss

Com

ple

xity

Reliability

p2p I III II

p2mp II II II

mesh III I I

5 Network Implementation The implementation of rural ICT infrastructure network in Subang will then use point-to-point topology. Prior to implementation, it is necessary to decide wireless technology which meets the requirement. Wireless Access Point/Router (wireless AP/R) of Linksys WRT54GL with

IEEE 802.11g standard is selected for this implementation. The wireless AP/R device has to be upgraded with sort of firmware which is compatible to the AP/R it self and DD-WRT firmware is selected for the upgrading. The reason of using the DD-WRT firmware is because it has a feature which supports Wireless Distribution System (WDS) bridging/repeating technology for wireless backbone application. This firmware is an open source third party firmware and can be obtained free of charge at http://www.ddwrt.com. 5.1 Upgrading Linksys WRT54GL Before Linksys AP/R can be configured for WDS wireless backbone application, it has to be upgraded with DD-WRT firmware as already described above. It is very important to notice when upgrading process is taking a place, do not interrupt, or disturbed it. Otherwise you will break your AP/R. The upgrading process last for 5 minutes with dd-wrt v23 sp2. 5.2 Configuring Linksys WRT54GL for

WDS bridging/repeating apllication Configuration scenario of WDS wireless bridging/repeating for wireless backbone network as shown in figure 5. is to link two or more AP/R via wireless link running on dd-wrt v23 sp2 firmware. The objective is to extend the coverage of WLAN network. Standard terminology to set up two or more AP/R in WDS configuration is as follows; 1) Client AP/R is a router that is not connected to wired internet. 2) Host AP/R is a router that is connected to the wired internet and doing sharing with the other

ones..

Page 38: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

9

Figure 5. WDS Schematic Diagram

6 Test and Measurement Prior to implementation in the field, test and measurement has to be conducted in the outdoor laboratories to test the functionality of the WDS network as illustrated in figure 6. The purpose of this laboratory test is to make sure that the WDS bridging/repeating network running on dd-wrt v23 sp2 firmware is working properly. To do this test, firstly WDS network is set up in an open air area within its radio coverage, as shown in figure 6. And then, test connectivity is conducted between host AP/R and client AP/R by pinging them. Some measurement such as Signal to Noise ratio (SNR), Packet Error performance is also conducted.

Figure 1

Figure 6. Test and measurement set up

The test and measurement result is shown in table 13 below. Especially, The throughput test is based on the ping test and calculation using given formula, as follows;

m

rsh t

BBT

Th = Throughput

Bs = Bytes sent

Br = Bytes received

tm = Measured time (round trip)

It is strongly recommended to use software tool like NetIQ Charriot, Quick etc for measuring the network performance such as throughput to have better test result.

Table 13. Test and Measurement result of WDS backbone network.

No. LINK Level Sinyal (dBm)

Level Noise (dBm)

Signal Noise Ratio, SNR (dB)

1 Polban – Area Parkir Jarak = 375 m

-40 -98 SNR = 58 dB Throughput,

kbps

x

xxTh 220

1015

832133

Received (Rx): 1149 OK no error Transmitted (Tx): 4425 OK no error

2 Polban-Pasar Sarijadi Jarak = 750 m

-45 -98 SNR = 43 dB Throughput,

kbps

x

xxTh 148

105,17

832103

Received (Rx): 2114 OK no error Transmitted (Tx): 60860 34 error

3 Polban-Komplek Perum Polban-Setraduta. Jarak = 1020 m

-49 -98 SNR = 49 dB Throughput,

kbps

x

xxTh 680

109

832243

Received (Rx): 53644 OK no error Transmitted (Tx): 19726 96 error

Page 39: Perancangan Dan Implementasi Infrastruktur Jaringan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Tik) Pedesaan Menggunakan Wlan Dengan Wds Backbone Link

10

4 Koperasi (central) -Dusun 1 Jarak = 250 m

-55 -98 SNR = 43 dBThroughput,

kbps

x

xxTh 597

1012

832283

Received (Rx): 35622

OK no error

Transmitted (Tx): 52951 23 error

7 Conclusion This Paper has discussed about the network design for rural ICT infrastructure network in Subang West Java using WLAN IEEE 802.11g technology with WDS backbone link. A prototype of wireless backbone network design as case study in Subang is successfully realized. Untill this paper is written, test conducted in the field is still going on and has just involved one hop connecting two clusters (Dusun) from three hops planned for the entire infrastructure network in Subang. References [1] Vinoth Gunasekaran, Fotios C.

Harmantzis 2006. Emerging wireless technologies for developing countries, School of Technology Management, Stevens Institute of Technology, Castle Point on Hudson, Hoboken, NJ 07030, USA

[2] Siriginidi Subba Rao (2005), Bridging digital divide: Efforts in India, Information Technology Department, Central Leather Research Institute, Adyar, Chennai 600020, India

[3] Bruce E. Alexander (2004). 802.11 Wireless Network Site Surveying and Installation, Cisco Press

[4] David Johnson, Karel Matthee, Dare Sokoya, Lawrence Mboweni, Ajay Makan, and Henk Kotze (2007).Building a Rural Wireless Mesh Network A do-it-yourself guide to planning and building a Freifunk based mesh network Version: 0.8,Wireless Africa, Meraka Institute, South Africa

[5] ____(2007),Wireless Networking in the Developing World: A Practical guide to planning and building low-

cost telecommunication infrastructure, Hacker

[6] ____(2005), Designing and Building Rural Wi-Fi Networks:A Do-it-

Yourself Cookbook Adapted for APEC telecommunications and Information Working Group, Algonquin College of Applied Arts and Technology Ottawa, Ontario Canada

[7] Technical brief: Configuring a Wireless Distribution System (WDS)

with the 3Com® OfficeConnect® Wireless 11a/b/g Access Point

[8] Murzain Fataruba, Ria Asih Aryani Soemitro 2006), Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya :Evaluasi Perbandingan Urutan Prioritas Usulan Proyek Pemeliharaan Jalan Provinsi Existing dengan Metoda Pembobotan di Sulawesi Selatan, Jurusan Teknik Sipil-Bidang Keahlian Manajemen Aset Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS