Top Banner
UNIVERSITAS INDONESIA PERAN TEKNIK PENCAHAYAAN BUATAN DI RUANG DALAM GEREJA KATOLIK (STUDI KASUS: GEREJA KATOLIK SANTO THOMAS & GEREJA KATOLIK REGINA CAELI) SKRIPSI IGNATIUS YUDISTIRO S. 0404050289 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR DEPOK JULI 2009
70

Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

Jun 12, 2015

Download

Documents

Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik, dengan studi kasus Gereja Katolik Santo Thomas dan Gereja Katolik Regina Caeli. The Role of Artificial Lighting Technique in Catholic Church Interior with Cases Study: Saint Thomas Catholic Church and Regina Caeli Catholic Church.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN TEKNIK PENCAHAYAAN BUATAN DI RUANG

DALAM GEREJA KATOLIK

(STUDI KASUS: GEREJA KATOLIK SANTO THOMAS &

GEREJA KATOLIK REGINA CAELI)

SKRIPSI

IGNATIUS YUDISTIRO S.

0404050289

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

DEPOK

JULI 2009

Page 2: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN TEKNIK PENCAHAYAAN BUATAN DI RUANG

DALAM GEREJA KATOLIK

(STUDI KASUS: GEREJA KATOLIK SANTO THOMAS &

GEREJA KATOLIK REGINA CAELI)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Arsitektur

IGNATIUS YUDISTIRO S.

0404050289

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

DEPOK

JULI 2009

Page 3: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ignatius Yudistiro S.

NPM : 0404050289

Tanggal : 15 Juli 2009

Tanda Tangan,

( Ignatius Yudistiro S. )

Page 4: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Ignatius Yudistiro S.

NPM : 0404050289

Program Studi : Arsitektur

Judul Skripsi : Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam

Gereja Katolik (Studi Kasus: Gereja Katolik Santo

Thomas dan Gereja Katolik Regina Caeli)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. Siti Handjarinto, M.Sc ( )

Penguji : Ir. Sukisno, M.Si ( )

Penguji : Wied Wiwoho W., S.T., M.Sc ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 15 Juli 2009

Page 5: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

iv

KATA PENGANTAR

Saya bersyukur, terutama kepada Tuhan Yesus yang selalu memberikan

jalan terbaik dan menerangi hati dan pikiran saya supaya selalu terpacu untuk

menyelesaikan tugas ini. Skripsi yang saya beri judul “Peran dan Teknik

Pencahayaan Buatan Ruang Dalam Gereja Katolik (Studi Kasus: Gereja

Katolik Santo Thomas dan Gereja Katolik Regina Caeli)” ini terselesaikan

juga karena bantuan dari orangtua, saudara, teman, dan pihak-pihak lain.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar Sarjana Arsitektur Jurusan Arsitektur pada Fakultas

Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada

penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi

ini.Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Dosen Pembimbing saya, yaitu Ir. Siti Handjarinto atau lebih dikenal

dengan Bu Joko. Beliau selalu sabar mengarahkan dan memberikan

nasehat kepada saya.

2) Bapak dan Ibu saya, pendukung yang setia, baik dari segi moral dan

materi.

3) (alm.) Ibu kandung saya, Maria Magdalena Sarni, yang menjadi

inspirasi dalam hidupku, menjadi semangat untuk melakukan yang

terbaik dan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan usahanya hingga saya

bisa masuk UI.

4) Adi, adik saya. Kalo inget dia, pasti saya langsung semangat, supaya

menjadi seorang kakak yang bisa dijadikan panutan yang baik.

5) Pak Kuncoro, yang telah menjadi pembimbing akademik sejak awal

hingga semester yang lalu.

6) Ibu Elisa yang menjadi pembimbing akademik menggantikan Pak

Kuncoro pada semester ini.

7) Gugun, bisa dibilang teman yang paling enak diajak ngobrol.

Page 6: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

v

8) Laksi, Lisa, Robi, dan Cindy. Temen-temen saya yang masih menemani

saya hingga semester yang lalu.

9) Mas Hadi. Temen gereja, yang pertama kali mengenalkan Gereja

Regina Caeli, yang nggak lupa memberikan tips dan trik menyelesaikan

skripsi.

10) Mas Ono, Reza, Romo Natet yang memberikan dukungan spiritual dan

mental.

11) Sinta. Akhirnya saya bisa bales, “ini... skripsi gw udah selesai”.

12) Teman-teman gereja yang memberikan dorongan dan memberikan

penghiburan di saat saya merasa jenuh.

13) Esi, Anne, Dion. Temen dari ISTN yang sering menanyakan kabar ttg

skripsi yang saya jalani, “skripsinya gimana?”.

14) Mbak Fitri, sepupu saya yang senasib dengan saya, tapi “sory ya mbak,

gw duluan lulusnya”.

15) Romo Felix sebagai Pastor Paroki Regina Caeli, dan Pak Mulyadi

sebagai Dewan Paroki Regina Caeli. Terima kasih telah menerima saya

dengan ramah untuk melakukan survey di gereja ini.

16) Pak Santoso, pengurus teknikal Gereja Regina Caeli, yang memberikan

penjelasan tentang hal-hal teknis pada Gereja Regina Caeli.

17) Pak Bhinukti, Sekretaris Dewan Paroki Santo Thomas. Terima kasih

atas denah gereja yang Bapak kirimkan.

18) Pak Fernandes, Sekretariat Gereja Santo Thomas, yang memberikan

informasi tentang sejarah gereja ini.

Terima kasih yang sebanyak-banyaknya buat semuanya, semoga Tuhan Yang

Maha Esa membalas segala kebaikan semua yang telah membantu. Akhir kata,

penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

Amin.

Depok, 25 Juni 2009

Penulis

Page 7: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Ignatius Yudistiro S.

NPM : 0404050289

Program Studi : Arsitektur

Departemen : Arsitektur

Fakultas : Teknik

Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-

exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

(Studi Kasus: Gereja Katolik Santo Thomas dan Gereja Katolik Regina

Caeli)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan

atau memformat-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Depok, 10 Juli 2009

Yang menyatakan,

( Ignatius Yudistiro S. )

Page 8: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Ignatius Yudistiro S.

Program Studi : Arsitektur

Judul : Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja

Katolik (Studi Kasus : Gereja Katolik Santo Thomas dan

Gereja Katolik Regina Caeli)

Cahaya mempunyai peran lain selain fungsinya sebagai pencahayaan. Dalam

ajaran Agama Katolik, terang cahaya sering disimbolkan sebagai wujud Tuhan,

malaikat, dan orang-orang kudus. Penulis meneliti peran teknik pencahayaan

buatan di ruang dalam gereja Katolik. Dalam interior gereja Katolik, kita akan

menjumpai berbagai macam pencahayaan buatan, baik itu tradisional maupun

elektrikal. Penelitian ini menggunakan metode berdasarkan literatur,

pengamatan pada studi kasus, dan wawancara pada narasumber. Adapun studi

kasus yang penulis analisis adalah gereja Katolik Santo Thomas dan gereja

Katolik Regina Caeli. Lampu di ruang dalam gereja berfungsi sebagai

penerangan, tetapi juga mempunyai peran lain, yaitu sebagai Cahaya Liturgis,

Cahaya Simbol Gereja dan Supernatural, atau sebagai Cahaya Ambien dan

Dekoratif.

Kata kunci: Pencahayaan buatan, gereja Katolik

Page 9: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Ignatius Yudistiro S.

Study Program : Architecture

Title : The Role of Artificial Lighting Technique in Catholic Church

Interior (Cases Study : Saint Thomas Catholic Church and

Regina Caeli Catholic Church)

Light have another role beside as an illumination. In Catholic, light used to use

as a symbol of God, angels, and sacred people. I research the role of artificial

lighting techniques in Catholic church interior. In the interior, we will see a

kind of artificial lighting, such as a traditional lamps and electric lamps. This

research metode based on the literature, observation, and interview. I take the

case of Saint Thomas Catholic Church adn Regina Caeli Catholic Church. The

lamps in the church interior is not only as an illumination, but also as Liturgy

Lighting, Symbol of Supernatural Lighting, or an Ambient and Decorative

Lighting.

Key words: Artificial lighting, Catholic church

Page 10: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................ vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2

1.3 Perumusan dan Pembatasan Masalah ......................................................... 3

1.4 Metode Penelitian ....................................................................................... 3

1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................. 3

1.6 Skema Pemikiran ........................................................................................ 4

2. GEREJA KATOLIK DAN CAHAYA ........................................................ 5 2.1 Gereja Katolik ............................................................................................. 5

2.1.1 Agama Katolik .................................................................................... 5

2.1.2 Pengertian Gereja Katolik ................................................................... 8

2.1.3 Bagian-bagian Gereja Katolik ............................................................. 9

2.2 Cahaya ....................................................................................................... 10

2.2.1 Pengertian Cahaya ............................................................................. 10

2.1.1 Peran Cahaya dalam Arsitektur ......................................................... 11

2.3 Aspek Peran Pencahayaan di Ruang Dalam Gereja .................................. 12

2.3.1 Penerangan Ruangan ......................................................................... 12

2.3.2 Prosesi Kegiatan Liturgi .................................................................... 13

2.3.3 Simbol Gereja dan Supernatural ....................................................... 15

2.3.4 Pencahayaan Ambien dan Dekoratif ................................................. 16

3. TEKNIK PENCAHAYAAN ....................................................................... 19 3.1 Satuan Cahaya ........................................................................................... 19

3.2 Sifat-sifat Cahaya ...................................................................................... 20

3.3 Sumber Pencahayaan ................................................................................ 22

3.3.1 Pencahayaan Alami ........................................................................... 22

3.3.2 Pencahayaan Buatan Tradisional ...................................................... 23

3.3.1 Pencahayaan Buatan Elektrik ............................................................ 25

3.4 Teknik Pencahayaan Alami ...................................................................... 28

3.5 Teknik Pencahayaan Buatan ..................................................................... 32

3.5.1 Strategi Pencahayaan ......................................................................... 32

3.5.2 Teknik Pemasangan Lampu .............................................................. 33

3.5.3 Teknik Pencahayaan Interior ............................................................. 35

4. STUDI KASUS 1 ......................................................................................... 40 4.1 Profil Gereja .............................................................................................. 40

4.1.1 Sejarah Gereja ................................................................................... 40

4.1.2 Arsitektur Gereja ............................................................................... 41

Page 11: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

x

Universitas Indonesia

4.2 Analisis Pencahayaan Buatan ................................................................... 43

4.2.1 Altar Gereja ....................................................................................... 43

4.2.2 Tempat Umat dan Floyer ................................................................... 45

5. STUDI KASUS 2 ......................................................................................... 48 5.1 Profil Gereja .............................................................................................. 48

5.1.1 Sejarah Gereja ................................................................................... 48

5.1.2 Arsitektur Gereja ............................................................................... 49

5.2 Analisis Pencahayaan Buatan ................................................................... 50

5.2.1 Altar Gereja ....................................................................................... 50

5.2.2 Tempat Umat ..................................................................................... 52

5.2.2 Ruang Tabung dan Floyer ................................................................. 54

6. KESIMPULAN ............................................................................................ 56

7. DAFTAR REFERENSI .............................................................................. 58

Page 12: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

  

1  

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cahaya sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

bahkan sejak bumi pertama kali diciptakan dan manusia pertama kali terlahir

ke bumi. Tuhan menciptakan cahaya yang dapat membedakan permukaan bumi

dan langit. Keberadaan cahaya itu menyebabkan bumi terus berputar dan

terciptalah kehidupan di bumi, dan satu-satunya cahaya alami yang ada di

galaksi kita adalah Matahari. Cahaya matahari memang merupakan cahaya

yang paling baik untuk proses kehidupan di alam bumi ini, tumbuh-tumbuhan

dapat ber-fotosintesis, binatang dapat berburu dan bermain, dan manusia dapat

melakukan kegiatan apapun yang mereka sukai.

Manusia tidak dapat lepas dari cahaya, karena tanpa adanya cahaya

maka manusia tidak dapat melakukan banyak hal, tidak dapat melakukan

kegiatan dengan baik, tidak dapat melihat keindahan dan keburukan di sekitar

kita. Menyadari bahwa begitu besarnya peran cahaya bagi kehidupan manusia,

maka manusia menggunakan cahaya buatan untuk kegiatan pada malam hari.

Pada awalnya hanya berupa api unggun kemudian dengan perkembangan

kehidupan manusia, mereka mulai menciptakan cahaya buatan yang sumber

tenaganya berasal dari listrik.

Sejak manusia menciptakan cahaya buatan, manusia tidak hanya

bekerja pada siang hari, tetapi dapat dilakukan pada malam hari. Cahaya

buatan merupakan pengganti cahaya matahari pada waktu malam hari. Namun,

kekuatan dan besar cahaya yang dikeluarkan cahaya buatan berbeda jauh

dengan kuat cahaya matahari. Oleh karena itu, untuk menerangi sebuah ruang

agar manusia dapat berkegiatan normal, maka perlu ada beberapa cahaya

buatan yang terkontrol atau disebut dengan sistem pencahayaan.

Akan tetapi, ternyata tidak hanya itu saja fungsi cahaya. Cahaya

mempunyai peran lain dalam kehidupan beragama. Beberapa agama

mensimbolkan wujud Tuhan atau Orang Suci dengan nur (cahaya), seperti

Page 13: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

2  

  

Universitas Indonesia

Agama Islam menggambarkan wajah Nabi Muhammad SAW dengan cahaya,

kemudian terdapat lingkaran cahaya yang mengelilingi kepala pada Budha

dalam Agama Budha (Gbr 1.1). Dalam Agama Kristen, penampakan wujud

Tuhan disertai dengan cahaya, sama seperti Agama Budha, terdapat lingkaran

suci di kepala pada orang-orang suci.

Selain itu, Agama Kristen Katolik menggunakan lampu untuk menjadi

bagian dari proses ibadah di gereja. Oleh karena itu, pada gereja Katolik

terdapat berbagai lampu yang bervariasi, seperti lampu lilin, lampu dekorasi di

sekitar altar, lampu ambien, dan beberapa lampu dengan fixture tertentu. Pada

dasarnya, semua lampu tersebut berfungsi sebagai penerangan, namun

terkadang pihak gereja maupun pihak perancang interior memakai lampu untuk

tujuan tertentu, entah sebagai hal yang wajib diadakan demi berjalannya suatu

proses ibadah, untuk menciptakan suasana tertentu agar umat lebih kyusuk dan

tenang mengikuti ibadah, sebagai simbol tertentu, atau hanya sebagai cahaya

ambien atau dekorasi saja.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apa peran

pencahayaan yang ada di dalam gereja dan bagaimana penggunaan teknik

pencahayaan di ruang gereja Katolik untuk memenuhi peran pencahayaan

tersebut, dalam hal ini pada Gereja Katolik St. Thomas dan Gereja Katolik

Gbr 1.1 Cahaya pada Orang Kudus (sumber:http://petikanbuku.blogspot.com, www.budha.cz)

Page 14: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

3  

  

Universitas Indonesia

Regina Caeli. Di samping itu, semoga orang lain dapat mengetahui dan

menggunakan skripsi ini untuk kemajuan arsitektur khususnya arsitektur gereja

di bidang pencahayaan.

1.3 Perumusan dan Pembatasan Masalah

Pertanyaan skripsi ini adalah lampu-lampu pada ruang dalam gereja

Katolik mempunyai peran apa selama kegiatan agama berlangsung dan

bagaimana teknik pencahayaannya? Perumusan masalah dimulai dari

pencahayaan apa saja yang digunakan di ruang dalam gereja selama kegiatan

agama berlangsung, kemudian menganalisis teknik pencahayaan buatan yang

digunakan, lalu menganalisis peran lampu itu berdasarkan analisis teknik

pencahayaan buatan. Pembatasan masalah adalah lampu-lampu yang dibahasa

adalah lampu-lampu yang digunakan selama kegiatan agama berlangsung pada

gereja Katolik St. Thomas dan gereja Katolik Regina Caeli.

1.4 Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan adalah dengan pengumpulan

data-data, pengkajian teori-teori yang terkait, pengamatan pada studi kasus,

kemudian menganalisa teori-teori pada studi kasus. Data-data yang digunakan

bersumber dari buku, literatur, koran/majalah, internet, maupun hasil

wawancara pada narasumber. Studi kasus didapat dari pengamatan langsung

maupun data-data dari buku, literatur, majalah, maupun internet.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari beberapa bagian, antara lain:

Bab I Pendahuluan

Berisikan tentang latar belakang penulisan skripsi, tujuan penulisan,

perumusan masalah, metode dan sistematika penulisan. Selain itu juga

terdapat kerangka pemikiran, yaitu bagaimana pola pemikiran penulis

untuk mengerjakan skripsi ini.

Page 15: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

4  

  

Universitas Indonesia

Bab II Gereja Katolik dan Cahaya

Memberikan penjelasan mengenai definisi, Agama Katolik, Gereja

Katolik dan bagian-bagian dalam ruang gereja. Definisi cahaya, peran

cahaya dalam arsitektur, penerangan ruang dalam gereja, dan peran

pencahayaan dalam Gereja.

Bab III Teknik Pencahayaan

Memberikan penjelasan tentang satuan cahaya, sifat-sifat cahaya.

Menjelaskan tentang sumber pencahayaan sampai dengan teknik

pencahayaan, baik alami maupun buatan.

Bab IV Studi Kasus

Menganalisis fungsi pencahayaan dan teknik yang digunakan pada

Gereja Santo Thomas berdasarkan kajian teori beserta kesimpulannya.

Bab V Analisis Studi Kasus

Menganalisis fungsi pencahayaan dan teknik yang digunakan pada

Gereja Regina Caeli berdasarkan kajian teori beserta kesimpulannya.

Bab V Kesimpulan

Berisi kesimpulan yang didapat setelah menganalisis studi kasus.

Page 16: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

5  

  

Universitas Indonesia

Latar Belakang

Cahaya mempunyai peran selain sebagai pencahayaan terutama dalam ruang gereja

Katolik

Gereja Katolik dan Cahaya

Pengertian Agama Katolik, Gereja Katolik. Cahaya, peran cahaya dalam arsitektur, dan

peran pencahayaan dalam gereja Katolik

Tujuan Penulisan

Mengetahui bagaimana makna cahaya terwujud ke dalam pengalaman ruang di

dalam Gereja Katolik melalui teknik pencahayaan

Teknik pencahayaan

Sifat cahaya, Sumber Pencahayaan, teknik

pencahayaan alami, teknik pemasangan dan

pencahayaan buatan.

Pokok Permasalahan

Peran pencahayaan buatan pada kegiatan agama di

gereja dan teknik pencahayaan yang digunakan

Studi Kasus

Pengamatan pada Gereja Katolik St. Thomas dan

Gereja Katolik Regina Caeli

Analisis pada Studi Kasus

Kesimpulan

Peran Teknik Pencahayaan Buatan pada Gereja Katolik

Page 17: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

  

6  

Universitas Indonesia

BAB II

GEREJA KATOLIK DAN CAHAYA

2.1 Gereja Katolik

2.1.1 Agama Katolik

Agama Katolik, atau sering juga disebut Agama Katolik Roma, adalah

sebuah kepercayaan yang berdasarkan pada ajaran, hidup, sengsara, wafat, dan

kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih, yang bersifat katolik. Kata

Katolik berasal dari kata sifat bahasa Yunani, Katholikos, yang berarti utuh

atau universal. Roma sendiri adalah pusat Agama Katolik dengan Paus sebagai

pemimpinnya. Hal yang membedakan agama ini dengan agama lainnya adalah

Agama Katolik mempunyai struktur atau hirarki layaknya sebuah negara. Paus

merupakan pemimpin tertinggi Gereja Katolik di dunia, mewakili Yesus

Kristus sebagai pemimpin tertinggi yang tidak kelihatan. Di bawah Paus

terdapat Uskup, Imam dan Diakonia. Setiap negara mempunyai uskup, dan

uskup tersebut membawahi suatu wilayah tertentu yang disebut Keuskupan,

seperti Keuskupan Bogor dipimpin oleh Uskup Mgr. Cosmas Angkur OFM.

Kemudian, di bawah Keuskupan terdapat Paroki yang dipimpin seorang Pastor

Paroki. Untuk kepengurusan umat dan kegiatannya, maka daerah Paroki dibagi

menjadi beberapa wilayah seperti wilaya I, wilayah II, dan seterusnya, lalu

setiap wilayah juga dibagi menjadi beberapa lingkungan. Baik wilayah maupun

lingkungan dipimpin oleh umat sebagai ketuanya.

Agama Katolik sudah ada di dunia lebih dari 1000 tahun yang lalu.

Oleh karena itu, Agama Katolik sudah melewati berbagai masa dan peristiwa.

Yesus Kristus adalah pendiri Gereja Katolik, yang kemudian

kepemimpinannya dilanjutkan oleh Para 12 Rasul-Nya, khususnya Santo

Petrus sebagai pemimpinnya. Setelah Santo Petrus wafat, kepemimpinannya

dilanjutnya oleh seorang uskup yang telah dipilih yang disebut Paus, dan

berlanjut terus hingga akhir jaman. Pada saat Gereja dipimpin oleh Santo

Petrus, Agama Katolik hanya satu yang juga disebut Kristen (para pengikut

Kristus). Kata katolik sendiri diatributkan sebagai nama Gereja yang dibangun

Page 18: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

7  

  

Universitas Indonesia

oleh Yesus ditemukan di dalam surat Ignatius dari Antiokia kepada jemaat di

Smirna pada tahun 110 M. Ignatius dari Antiokia, Epistle to the Smyrneans 8:2

(A.D. 110), "Wherever the bishop appears, let the people be there; just as

wherever Jesus Christ is, there is the Catholic Church".

Sebelum adanya Konsili Vatikan, Agama Katolik pernah mengalami

masa-masa suram, seperti terjadinya perang saudara, perbedaan paham, sampai

terjadinya perpecahan. Perpecahan besar yang pertama terjadi pada saat

Konsili Efesus yang mempermasalahkan tentang status Perawan Maria sebagai

Theotokos (Bunda Allah). Perpecahaan terbesar dalam sejarah Agama Katolik

Roma adalah sikap protes dari Martin Luther yang menentang kebijakan Paus

Leo tentang surat pengampunan dosa. Pertentangan itu akhirnya melahirkan

Agama Protestan. Untuk menjaga keutuhan Gereja Katolik, maka diadakanlah

Konsili Vatikan yang pertama pada tahun 1868 yang dihimpun oleh Paus Pius

IX, dan kemudian Konsili Vatikan II (gbr 2.1) pada tahun 1962-1965 yang

dihimpun oleh Paus Yohanes XXIII.

Perayaan ibadat umat Katolik disebut dengan misa. Dalam misa

terdapat ibadat liturgi atau tata peribadatan Katolik, seperti liturgi sabda dan

liturgi Ekaristi. Misa besar diadakan pada hari Minggu, sedangkan misa

sederhana dapat diadakan setiap hari.

Gbr 2.1 Konsili Vatikan II (sumber: Wikipedia Indonesia)

Page 19: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

8  

  

Universitas Indonesia

2.1.2 Pengertian Gereja Katolik

Sebagaimana umat Kristiani percayai bahwa gereja adalah suatu tempat

bagi mereka untuk melakukan ibadah atau kegiatan keagamaan. Ditelaah dari

asal bahasanya, kata gereja merupakan serapan dari bahasa negara pembawa

agama Kristiani pertama, Portugis yakni igreja. Kata igreja pun adalah kata

serapan dari bahasa Yunani, yaitu ekklesia. Kata ekklesia terdiri dari ek yang

berarti keluar, dan klesia (kaleo) yang berarti memanggil, sehingga pengertian

ekklesia adalah perkumpulan orang-orang yang dipanggil ke luar (dari dunia

ini).

Dalam Bahasa Indonesia, penggunaan kata gereja terdiri dari 2 cara,

yaitu Gereja dengan huruf depan besar dan gereja dengan huruf depan kecil.

Gereja dengan huruf kapital ‘G’ besar berarti sebuah sebuah persekutuan atau

simbolisasi dari umat Kristiani dan lembaga (institusi). Gereja dengan huruf

‘g’ kecil berarti sebuah bangunan atau rumah ibadah.

Agama Katolik sering disebut juga dengan Gereja Katolik, karena pada

dasarnya gereja adalah perkumpulan orang beriman. Oleh karena itu, gereja

pertama-tama adalah sebuah rumah penduduk yang memungkinkan orang

berkumpul dan beribadat. Pada saat orang Kristen melewati masa

penyiksaannya, yaitu saat Konstatinopel menjadi Kaisar Roma, dan

menjadikan kepercayaan para pengikut Kristus itu menjadi agama resmi

Kerajaan Roma, Agama Kristen mulai berkembang. Pada perkembangan

itulah, gereja mulai terekspresikan lewat bangunan-bangunan arsitektural,

seperti Gereja Katolik St. Petrus di Vatikan (gbr 2.2).

Gbr 2.2 Gereja St. Petrus di Vatikan (sumber: www.saintpetersbasilica.org)

Page 20: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

9  

  

Universitas Indonesia

2.1.3 Bagian-bagian Gereja Katolik

Gereja Katolik terdiri dari bagian-bagian yang utama, yaitu Pintu

Masuk, Tempat Umat, dan Altar. Pada umumnya, gereja juga menggabungkan

bangunan lain sebagai penunjang kegiatan gereja, seperti pastoral dan

kesekretariatan, aula gereja, dan kapel. Bagian-bagian dari ruang dalam Gereja

Katolik, antara lain:

1. Pintu Masuk. Pintu masuk adalah batas antara gereja yang suci

dengan dunia yang fana. Tepat di pintu gereja terdapat bejana air

suci pada setiap pintu masuk, untuk pembaptisan umat ketika

memasuki gereja.

2. Tempat duduk umat. Nama latinnya adalah navis, yang berarti

kapal atau bahtera, adalah sebuah tempat di mana umat berkumpul.

Menggambarkan gereja sebagai himpunan orang yang percaya

dalam bahtera keselamatan.

3. Altar. Nama aslinya adalah Sanctuarium, dari kata latin ‘sanctus’

yang artinya kudus, adalah tempat di mana imam memimpin

misa/ibadah dan melaksanakan tindak liturgis.

4. Tempat Paduan Suara. Beberapa gereja menyertakan tempat untuk

paduan suara yang terpisah dari umat, tetapi tidak semua gereja

menyertakan tempat khusus ini, terutama untuk gereja-gereja kecil

atau kapel.

5. Patung Orang Kudus. Ini adalah ciri khas Gereja Katolik, yaitu

terdapat Patung Yesus dan Bunda Maria. Biasanya diletakkan di

dekat altar dan merupakan tempat untuk berdoa secara khusus.

6. Salib dengan patung Yesus. Salib ini umumnya berukuran besar

dan terletak di latar altar, menjadi simbol orientasi ibadah.

7. Sakristi. Adalah tempat di mana imam, prodiakon, lektor, dan

putera-puteri altar bersiap-siap dan berdoa sebelum memasuki

ruang gereja.

8. Ruang Pengakuan Dosa. Adalah sebuah kamar kecil di mana umat

melakukan pengakuan dosa kepada Tuhan melalui Imam.

Page 21: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

Keterang

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

2.2 Cah

2.2.1 P

cahaya

kemudi

kita me

benda-b

juga se

sumber

9. Tabern

atau te

10. Lukisa

dapat b

Kristus

gan Gambar: Pintu Masuk Tempat UmaSanctuarium Tempat KoorAula Gereja Pastoran danSakristi Ruang Tobat

haya

Pengertian C

Cahaya ad

atau ben

ian tertangk

enjadi teran

benda di se

ebaliknya, j

r cahaya di

nakel. Bera

enda, adalah

an/patung J

berupa patu

s.

at

r dan Prodiakoatau perluasan Kesekretariat

t

Cahaya

dalah suatu

nda yang

kap oleh ma

ng, itu dikar

ekitar kita m

jika keadaa

sekitar kita,

Gambar 2.3(su

7

asal dari kat

h wadah di m

Jalan Salib

ung, yang m

on n tempat umattan

u gelomban

dapat mem

ata kita. Jik

enakan di s

memantulka

an sekitar k

, dan benda

3

3 Denah Gerumber: Archite

4

4

7

ta ‘tabernac

mana Sakra

Yesus. Te

menggambar

t

ng yang ter

mantulkan

ka mata kita

sekitar kita t

an cahaya te

kita gelap g

a-benda di se

2

reja Katolik Gecture For The

5

Unive

culum’ yan

amen Mahak

erdiri dari

rkan kisah p

rpancar dar

gelombang

a melihat ke

terdapat sum

ersebut ke m

gulita, itu k

ekitar kita t

Good Shephee Gods)

ersitas Indo

ng berarti k

kudus disim

14 lukisan

penyaliban Y

ri suatu su

g tersebut

eadaan di se

mber cahay

mata kita. B

karena tidak

idak mempu

erd

10 

 onesia

kemah

mpan.

n atau

Yesus

umber

yang

ekitar

ya dan

Begitu

k ada

unyai

Page 22: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

11  

  

Universitas Indonesia

berkas cahaya untuk dipantulkan. Mata kita dapat melihat sesuatu karena mata

kita menerima rangsangan dari suatu berkas cahaya yang terpancar atau

terpantulkan.

Berdasarkan teori fisika dasar, cahaya didefinisikan sebagai bagian dari

spektrum elektromagnetik yang sensitif bagi penglihatan kita (Lechner 372).

Spektrum elektromagnetik itu sendiri terdiri dari bermacam-macam gelombang

yang berbeda frekuensi dan panjang gelombangnya, namun dengan kecepatan

yang sama dalam ruang hampa (c = 3 x 108 m/s) (Foster 4). Cahaya atau sinar

tampak berada pada interval yang paling sempit yaitu dengan panjang

gelombang antara 380 nm sampai 770 nm (Foster 4).

2.2.2 Peran Cahaya dalam Arsitektur

Cahaya tidak hanya berfungsi sebagai penerangan saja, tetapi dalam

dunia arsitektur, cahaya mempunyai peran dan fungsi yang spesifik, antara

lain:

• Penerangan umum

Peran umum cahaya adalah sebagai penerangan umum, yang berfungsi

untuk menerangi ruangan sehingga manusia dapat melakukan kegiatan.

Sebagai contoh: Ruang makan di rumah diberi lampu yang sesuai

supaya penghuninya bisa melakukan kegiatan makan dengan baik.

• Penerangan obyek spesifik

Sesuai dengan namanya, fungsi penerangan objek spesifik adalah untuk

menerangi area-area tertentu, atau obyek yang dianggap menarik.

Misalkan, pada dapur terdapat lampu spesifik di bawah lemari dapur

untuk membantu proses pengolahan makanan. Pada museum dan

pameran seni, ruang pameran diberi pencahayaan yang tidak mencolok,

tapi pada obyek yang dipamerkan diberi pencahayaan tersendiri.

• Penerangan ambient

Fungsi penerangan ambient adalah untuk menciptakan suasana dan

mood pada ruangan dan untuk mempercantik ruangan. Fungsi

penerangan ambient bisa sekaligus berfungsi sebagai penerangan

Page 23: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

12  

  

Universitas Indonesia

umum. Seperti lampu-lampu pada museum, kafe, ruang pameran, yang

berupa lampu sorot, lampu dinding, lampu gantung, dan lain-lain.

• Pembentuk batas ruang

Cahaya juga dapat membentuk batas ruang yang imajiner. Walaupun

sama-sama berada di ruangan yang sama, manusia lebih merasa

terlindungi ketika berada di tempat yang terkena cahaya.

• Pemberi sensasi terhadap proporsi ruangan

Dalam dunia arsitektur, cahaya juga mempengaruhi sensasi seseorang

terhadap proporsi ruangan. Ruangan terasa lebih kecil jika pencahayaan

dalam ruangan minim, dan sebaliknya jika pencahayaannya maksimal,

ruangan bisa terasa lebih besar dari sebelumnya.

• Sumber Energi

Satu-satunya sumber cahaya yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber

energi adalah cahaya matahari. Salah satu pemanfaatan cahaya matahari

sebagai sumber energi adalah melalui panel surya. Panas yang diterima

panel surya akan diolah menjadi energi listrik, sehingga listrik tersebut

dapat digunakan untuk menghasilkan energi lain seperti lampu dan

penghangat air.

2.3 Aspek Peran Pencahayaan di Ruang Dalam Gereja

2.4.1 Penerangan Ruangan

Seperti halnya sebuah bangunan, pencahayaan menerapkan fungsi

utamanya sebagai penerangan. Gereja memerlukan penerangan selama misa

berlangsung supaya berjalan dengan baik yaitu: Pemimpin umat dapat

memimpin misa dan ibadat liturgi, paduan suara dapat membaca teks lagu

dengan baik, dan umat dapat mengikuti misa dan dapat membaca teks doa atau

bacaan Alkitab dengan baik. Menurut sejarah, perjamuan pertama yang

diadakan oleh Yesus bersama para murid-Nya diadakan pada malam hari. Pada

saat itu, pencahayaan yang digunakan adalah lampu minyak atau pencahayaan

dari api.

Pada dasarnya, gereja menempatkan pencahayaan buatan tidak seperti

bangunan tinggal atau komersil, tetapi ada unsur spiritual dalam

Page 24: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

13  

  

Universitas Indonesia

menerapkannya, misalnya ada perbedaan terang dan gelap atau menggunakan

ornamen dan rumah lampu yang sesuai.

Lampu-lampu pada tempat umat dan tempat paduan suara tidak sama

dengan lampu pada altar. Lampu pada tempat umat dan paduan suara dapat

menggunakan lampu downlight atau lampu gantung. Sedangkan pada lampu di

altar dipadukan dengan lampu lain yang memiliki fungsi lain. Penerangan pada

altar umumnya lebih terang dan lebih bervariasi dari penerangan di sekitarnya

(gbr 2.4).

2.4.2 Prosesi Kegiatan Liturgi

Cahaya yang digunakan untuk proses kegiatan liturgi adalah cahaya

lilin. Dalam Gereja Katolik, cahaya lilin berperan sebagai lambang Ketuhanan.

Gambar 2.5 Penerangan pada Altar dan tempat umat di Hari Natal (sumber: www.st-joseph-church.org)

Gambar 2.4 Penerangan pada Altar dan tempat umat (sumber: www.st-joseph-church.org)

Page 25: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

14  

  

Universitas Indonesia

Cahaya lilin mewakili cahaya ilahi yang bersinar dalam kegelapan dan juga

merupakan simbol dari Yesus sebagai Terang dunia (Cooper 43), seperti

tertulis dalam Alkitab “Akulah terang dunia, barangsiapa mengikut Aku, ia

tidak akan berjalan dalam kegelapan.” (Yohanes 8:12).

Peran cahaya lilin tidak dapat digantikan dengan lampu elektrik, karena

nyala api lilin yang hidup dijadikan lambang kehidupan. Cahaya lilin sudah

menjadi tradisi umat Kristiani sejak waktu yang lama. Pada awal periode,

cahaya lilin biasa dipakai pada saat Uskup melakukan prosesi di meja altar,

selain itu juga digunakan untuk upacara pembaptisan dan kematian sejak abad

pertengahan(Anson 111).

Pada gereja-gereja Katolik, cahaya lilin harus diletakkan pada altar

untuk keperluan misa dan untuk keperluan adorasi. Jumlah lampu lilin pada

altar minimal terdapat 2 buah jika misa dipimpin oleh pastur, dan 4 buah atau

lebih jika dipimpin oleh seorang uskup (“Altar and Sanctuary”). Pada Gereja

Katolik, ada yang dinamakan lilin Paschal, yaitu lilin yang khusus digunakan

pada Hari Raya Paskah. Lilin Paschal yang berukuran besar mensimbolkan

Kristus yang bangkit mulia karena telah menebus dosa-dosa manusia

(Stravinskas 576).

Gereja-gereja kuno seperti gereja katedral, cahaya lilin juga digunakan

sebagai penerangan utama pada altar. Sedangkan pada gereja masa kini, cahaya

lilin dipadu dengan cahaya elektrik (gbr 2.6). Pada perayaan hari raya seperti

Natal dan Paskah, terdapat upacara cahaya dimana semua lampu elektrik

dimatikan dan hanya cahaya lilin saja yang dinyalakan.

Hal yang paling penting dalam interior gereja Katolik adalah

Tarbenakel. Tarbenakel adalah wadah dimana hosti sebagai Sakramen Kudus

disimpan. Tarbenakel diletakkan di dekat meja altar, dan selalu diberi cahaya.

Lampu pada tarbenakel merupakan tanda bahwa ada kehidupan dan benda suci

di dalamnya, atau disebut dengan Lampu Abadi. Menurut tradisi, lampu yang

lazim digunakan adalah lampu berbahan bakar lilin atau minyak zitun. Tetapi,

pada masa kini, lampu tarbenakel sudah lazim menggunakan lampu elektrik

(Mariyanto 110). Gereja kuno umumnya menggunakan lampu minyak, namun

Page 26: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

15  

  

Universitas Indonesia

seiring perkembangan jaman, lampu elektrik mulai menggantikan, karena lebih

efektif dan mudah dalam perawatan.

2.4.3 Simbol Gereja dan Supernatural

Simbol supernatural adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

Ketuhanan dan Gerejawi. Dari waktu ke waktu, cahaya digunakan sebagai

simbol supernatural dalam perwujudan dari Tuhan, sedangkan objek dalam

bangunan menjadi simbol duniawinya (“Light In Architecture” 6). Tujuan

pencahayaan sebagai simbol supernatural adalah untuk memberikan efek

penguatan rasa sehingga efek ritual menjadi lebih tinggi. Cahaya simbol

supernatural juga dapat berfungsi sebagai cahaya ambien atau dekoratif, namun

cahaya ini memiliki arti atau makna tersendiri bagi Gereja.

Cahaya simbol supernatural diterapkan pada gereja-gereja modern

dengan menggunakan lampu elektrik. Namun, pada abad pertengahan telah

diterapkan dengan memanfaatkan pencahayaan alami. Pada belahan Eropa

yang miskin cahaya matahari, dibangun gereja katedral yang berukuran besar

sehingga menciptakan kesan ruang yang gelap di dalam. Kemudian sebagai

efek cahaya dibuat jendela-jendela dengan kaca ornamen yang memberikan

makna “Cahaya yang datang di kegelapan” (I Nyoman). Contohnya pada kaca

ornamen Gereja Saint Chapelle (gbr 2.7).

Gambar 2.6 Penerangan pada Altar (sumber: www.tintagelweb.co.uk & www.defensorveritatis.net)

Page 27: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

16  

  

Universitas Indonesia

Chapel of St. Ignatius memiliki tujuh skylight dan kaca berwarna yang

memiliki warna dan intensitas cahaya yang berbeda-beda, yang dapat

digambarkan sebagai tujuh botol cahaya yang tertanam pada kotak batu

(Richardson 18-9). Ketujuh botol cahaya ini memiliki arti yaitu mencerminkan

tujuh aspek dasar pada Gereja Katolik, antara lain: Procession, Narthex, Nave,

Blessed Sacrament, Choir, Reconcilation Chapel, dan Bell Tower & pond.

Ketujuh botol cahaya ini menghias ruang dalam gereja maupun dari luar gereja

(gbr 2.8).

2.4.4 Pencahayaan Ambien dan Dekoratif

Dalam gereja, pencahayaan ambien dan dekoratif berfungsi untuk

menghias ruang gereja agar terlihat lebih indah layaknya tempat ibadat yang

suci. Peran cahaya ambien dan dekoratif tidak terlalu penting mengingat

keberadaannya hanya sebagai pelengkap saja. Namun, pada event-event

Gambar 2.7 Ornamen kaca pada Gereja Saint Chapelle (sumber: www.sacred-destinations.com)

Gambar 2.8 Cahaya pada Chapel of St. Ignatius (sumber: http://figure-ground.com/st_ignatius)

Page 28: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

17  

  

Universitas Indonesia

tertentu seperti misa pernikahan dan hari raya, ruang dalam gereja dihiasi

dengan berbagai lampu dekoratif. Penerapan cahaya ambien memanfaatkan

teknik pencahayaan arsitektural, seperti pencahayaan cove, pencahayaan

coffeer, dan lain sebagainya. Sedangkan penerapan cahaya dekoratif

menggunakan lampu-lampu dekorasi atau fixture tertentu. Fixture yang

digunakan pada pencahayaan dekoratif sebaiknya tidak berlebihan dan menarik

perhatian umat sehingga tidak mengganggu konsentrasi umat dalam mengikuti

ibadah.

Pencahayaan ambien umum digunakan pada gereja-gereja yang

memiliki ruang yang besar seperti gereja katedral. Cahaya ambien diletakkan

pada area gelap atau titik yang tidak terjangkau, seperti cahaya ambien di

sekitar langit-langit, pada kolom, dan dinding, seperti pada Katedral Lausanne

dan Katedral San Fransisco (gbr 2.9). Selain, gereja-gereja modern juga

menggunakan cahaya ambien, tidak hanya sebagai pembentuk suasana tapi

juga memiliki maksud-maksud tersirat.

Pencahayaan dekoratif masih dapat terlihat pada gereja-gereja kuno,

katedral dan gereja-gereja besar lain. Umumnya cahaya dekoratif yang

digunakan memakai fixture lampu hias bermotif klasik yang digantung di atas

tempat umat. Beberapa gereja, ada menggunakan fixture berbentuk lilin untuk

menciptakan suasana yang sakral, yang memiliki efisiensi tinggi dan biaya

yang rendah serta perawatan yang mudah daripada menggunakan cahaya lilin.

Gambar 2.9 Cahaya Ambien pada Katedral (sumber: http://fpcstjmsmn.org)

Page 29: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

18  

  

Universitas Indonesia

Saat ini banyak terdapat fixture lampu gereja yang bervariatif bentuk maupun

desainnya. Ada kurang lebih terdapat 4 jenis pencahayaan dekoratif, antara

lain: Kontemporer, Tradisional, Indirect, dan Spot/Flood lighting (“Guide”).

Desain lampu kontemporer cukup sederhana, menyerupai benda-benda

liturgis seperti lilin paschal, salib, dan bentuk-bentuk lain yang lebih modern

(gbr 2.10a). Lampu kontemporer memberikan pencahayaan dekoratif pada

ruang gereja dengan cahaya yang indah dan nyaman. Desain lampu tradisional

lebih bervariati dengan ukiran dan pernak-pernik pada lampu (gbr 2.10b).

Lampu tradisional sangat sesuai untuk melengkapi ruang gereja yang memiliki

arsitektur seperti gereja awal sampai abad pertengahan. Lampu indirect

merupakan pencahayaan dengan bentuk fixture kaca yang sangat sederhana

seperti berbentuk bola, tabung, dan sebagainya (gbr 2.10c). Lampu indirect

umumnya digunakan pada gereja-gereja modern. Spot/Flood lighting

merupakan bagian dari pencahayaan ambien untuk menerangi bagian tertentu

di dalam bangunan.

Gambar 2.10 Jenis lampu dekorasi; a. Lampu Kontemporer, b. Lampu Tradisional, c. Lampu Indirect

(sumber: www.kingrichards.com)

(a) (b) (c)

Page 30: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

  

19  

Universitas Indonesia

BAB III

TEKNIK PENCAHAYAAN

3.1 Satuan Cahaya

Dalam teori pencahayaan, dikenal dengan color temperature dan color

rendering. Color temperature adalah satuan cahaya yang digunakan untuk

mendeskripsikan warna cahaya yang dihasilkan dari suatu sumber cahaya

dalam satuan K (Kelvin). Kategorinya dapat dibagi menjadi 4 yaitu cahaya

hangat (warm) dalam interval 2500 – 3000 K, cahaya putih netral dalam

interval 3000 – 4000 K, cahaya putih dingin dalam interval 4000 – 5000 K, dan

cahaya siang hari (daylight) di atas 5000 K. Cahaya hangat atau putih hangat

(<4000 K) mempunyai sifat hangat, santai/rileks, intim, nyaman, dan cozy,

sedangkan cahaya dingin (>4000 K) mempunyai sifat dingin, formal, segar,

menyenangkan dan terang (“Philips” 4) (gbr 3.1).

Color rendering indeks adalah satuan cahaya digunakan untuk

mengukur kemampuan suatu sumber cahaya dalam membedakan warna dalam

interval 0-100. Semakin besar color rendering sumber cahaya maka semakin

baik untuk membedakan warna. Sebagai contoh cahaya putih sinar matahari

mempunyai color rendering yang paling tinggi.

Gambar 3.1 Color Rendering & Color Temperature (Sumber: http://prestylarasati.files.wordpress.com)

Page 31: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

20  

  

Universitas Indonesia

3.2 Sifat-sifat Cahaya

Sifat-sifat yang dimiliki oleh cahaya antara lain, cahaya dapat

dipantulkan (refleksi), cahaya dapat dibelokan (refraksi), cahaya dapat

dipadukan (interferensi), cahaya dapat dihantarkan (transmisi), dan cahaya juga

dapat diserap (absorbsi).

1. Pemantulan/refleksi

Apabila suatu sumber cahaya memancarkan sinarnya ke sebuah

cermin datar maka terjadi pemantulan cahaya yang akan memenuhi

hukum pemantulan yaitu sinar datang, sinar pantul dan garis normal

berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar, serta

sudut datang sama dengan sudut pantul (gbr 3.2).

Berdasarkan bidang pantulnya, pemantulan cahaya terdapat 4

(empat) cara, antara lain: Pemantulan pada bidang datar, yang akan

menghasilkan pantulan yang teratur; pemantulan pada bidang cekung,

yang akan menghasilkan pantulan yang memusat; pemantulan pada

bidang cembung, yang akan menghasilkan pantulan yang menyebar

(terpusat di bayangan); dan terakhir adalah pemantulan pada permukaan

tidak rata, yang akan menghasilkan pantulan yang membaur/tidak

teratur (gbr 3.3).

Gambar 3.2 Proses Refleksi (Sumber: Diktat Kuliah Pencahayaan)

Gambar 3.3 Proses Refleksi pada bidang datar dan tidak datar (Sumber: Diktat Kuliah Pencahayaan)

Page 32: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

21  

  

Universitas Indonesia

2. Pembelokan/refraksi

Pembiasan terjadi karena cahaya merambat pada medium yang

berbeda, contoh: cahaya datang dari udara kemudian menembus

medium cair, maka akan terjadi pembelokan cahaya. Pembelokan ini

disebut juga dengan pembiasan, karena cahaya tidak diteruskan secara

garis lurus melainkan dibiaskan oleh medium yang berbeda. Pembiasan

cahaya ini juga mempunyai hukum pembiasan yang berbunyi: Sinar

datang, sinar bias dan garis normal berpotongan pada satu titik dan

terletak pada satu bidang datang (bidang batas). Hubungan sudut datang

dengan sudut bias dinyatakan oleh persamaan umum Snellius

(Kanginan).

Efek pembiasan dapat kita amati dengan percobaan

memasukkan stik ke dalam gelas berisi air, kemudian stik akan terlihat

patah atau bengkok. Selain itu, efek pembiasan juga mempengaruhi

perspesi jarak dalam air. Suatu kolam akan terlihat lebih dangkal dari

yang sebenarnya.

3. Interferensi

Interferensi adalah perpaduan antara dua atau lebih gelombang

(dalam hal ini adalah gelombang cahaya) yang menghasilkan pola

gelombang yang baru. Interferensi cahaya dapat menguatkan maupun

melemahkan satu sama lain. Interferensi dapat diamati dengan

percobaan seperti yang pernah dilakukan oleh Issac Newton bernama

Cincin Newton (Newton’s Rings). Fenomena Cincin Newton adalah

pola interferensi yang disebabkanoleh pemantulan cahaya antara dua

permukaan yang berbeda (permukaan datar dan permukaan cembung).

4. Transmisi

Transmisi merupakan sifat cahaya dimana cahaya dapat

dihantarkan atau didistribusikan melalui suatu material tembus cahaya

Page 33: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

22  

  

Universitas Indonesia

seperti kaca. Prinsip transmisi sama dengan pemantulan, yakni hasil

proses transmisi oleh suatu material tembus cahaya ada yang lurus, ada

yang terdifusi, dan ada yang merata.

5. Penyerapan/absorbsi

Absorbsi merupakan sifat cahaya dimana cahaya dapat diserap

sebagian atau seluruhnya oleh suatu material. Sebagai contoh kasusnya

adalah rumah yang memiliki dinding berwarna putih akan terlihat

sangat terang dibandingkan dengan rumah yang dindingnya berwarna

gelap atau hitam, kemudian benda yang menyerap warna biru, hijau,

dan kuning akan berwarna merah ketika disinari cahaya putih.

3.3 Sumber Pencahayaan

3.3.1 Pencahayaan Alami

Satu-satunya sumber pencahayaan alami adalah sinar matahari (gbr

3.4). Karena adanya pengaruh dari alam sekitarnya, sumber pencahayaan alami

dibagi menjadi 3 dasar, yaitu:

• Sunlight – pancaran sinar matahari secara langsung melalui langit yang

cerah atau sebagian awan.

• Daylight – pancaran sinar matahari yang disebarkan melalui langit yang

berawan.

• Reflected light – pancaran sinar akibat terjadi pemantulan oleh

lingkungan sekitar di permukaan bumi

Gambar 3.4 Matahari Terbit dan Daylight

(Sumber: dokumentasi pibadi)

Page 34: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

23  

  

Universitas Indonesia

Cahaya matahari mempunyai color temperature yang bisa berubah-

ubah, hal ini dikarenakan pengaruh bumi berotasi yang membuat matahari

‘berputar’ dari timur ke barat. Pada saat pagi hari atau sore hari, cahaya

matahari mempunyai color temperature dari 1000 K sampai 1800 K. Ketika

tengah hari, cahaya matahari bisa mencapai 5000 K, dan bahkan saat matahari

sangat terik, color temperaturenya dapat mencapai lebih besar dari 10.000 K.

3.3.2 Pencahayaan Buatan Tradisional

Lampu tradisional yang diciptakan manusia pada jaman dahulu masih

digunakan sebagai bagian dari pencahayaan ruang dalam gereja. Lampu

tersebut antara lain:

• Lilin

Lilin adalah sumber cahaya dan sumber panas yang terbuat dari parafin

yang diberi sumbu ditengahnya untuk nyala api. Lilin umumnya

berbentuk silinder atau tabung. Tapi dari berbagai kebudayaan dan

belahan dunia, bentuk dan model lilin bermacam-macam (gbr 3.5). Ada

yang berbentuk persegi, ada yang berbentuk segi-n, ada yang berbentuk

huruf, dan bahkan ada yang berbentuk angka. Bentuk huruf dan angka

biasanya digunakan untuk perayaan ulang tahun dimana lilinnya

diletakkan di atas kue ulang tahun. Selain itu, untuk mempercantik lilin,

digunakan berbagai macam pegangan lilin, seperti pegangan motif

bunga, pegangan berukir, pegangan kaca berwarna, dan sebagainya.

Lilin yang dipakai untuk keperluan religius, umumnya berbentuk

tabung dengan berbagai ukuran. Lilin yang dipakai di dalam gereja

memiliki kandungan minimal 50% parafin dari madu, sedangkan lilin

Paschal memiliki kandungan 67 sampai 75 persen parafin madu (Anson

111).

Page 35: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

24  

  

Universitas Indonesia

• Lampu Minyak

Lampu minyak adalah sumber cahaya dan sumber panas yang berasal

dari nyala api pada sebuah bejana atau tempat sederhana, dimana

bejana tersebut menampung minyak sebagai bahan bakar. Lampu

minyak telah digunakan sejak ratusan abad yang lalu, dan telah menjadi

kebudayaan dari berbagai belahan dunia. Lampu minyak tertua yang

pernah ditemukan terbuat dari batu atau cangkang siput, yang

digunakan kurang lebih 15.000 tahun yang lalu (Burnie 9). Pada

perkembangan lampu minyak dari jaman ke jaman mengalami

perubahan. Saat ini, lampu minyak menggunakan bahan bakar minyak

tanah dengan berbagai macam bentuk (gbr 3.6). Beberapa gereja

tertentu, terutama gereja Orthodox masih menggunakan lampu minyak,

baik untuk perlengkapan altar maupun sebagai penerangan ruang

gereja. Namun, kebanyakan gereja sudah tidak memakai lampu minyak

karena masalah efisiensi dan biaya. Lampu minyak digantikan dengan

lampu elektrik karena lampu elektrik seperti halogen mengeluarkan

tingkat cahaya yang lima kali lebih banyak dibandingkan dengan lampu

minyak (Flafin 77).

Gambar 3.5 Berbagai aneka bentuk lilin (Sumber: www.candlesjustonline.com)

Page 36: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

25  

  

Universitas Indonesia

3.3.3 Pencahayaan Buatan Elektrik

Lampu elektrik sebagai sumber pencahayaan buatan yang umum

digunakan, terdiri dari 2 jenis yaitu lampu pijar (incandescent lamps) dan

lampu sekali pakai (discharge lamps). Lampu discharge pun terdiri dari 2 jenis

yaitu low-pressure discharge dan high-intensity discharge lamp. Selain itu

terdapat jenis sumber cahaya baru seperti lampu induksi, lampu sulfur, dan

lampu LED.

1. Lampu Pijar (Incandescent lamps)

Lampu pijar (gbr 3.7) adalah lampu yang sumber cahayanya

dihasilkan dari pemanasan filamen tungsten secara elektris di dalam

bola (“Incandescent”). Bola kaca ini berisi gas argon, nitrogen dan juga

kripton yang mempunyai tekanan yang rendah dan berfungsi untuk

mengurangi proses evaporasi pada filamen. Proses evaporasi pada

filamen menyebabkan 2 hal yaitu lampu pijar yang semakin buruk

kualitas pencahayaannya dan filamen tungsten yang semakin tipis

hingga akhirnya putus (“A to Z” 4). Namun ada lampu pijar yang dapat

mengurangi proses evaporasi sehingga bertahan lebih lama, yaitu lampu

Gambar 3.6 Berbagai aneka lampu minyak (Sumber: www.yesholyland.com & www.theoillampstore.com)

Page 37: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

26  

  

Universitas Indonesia

Halogen. Cahaya yang dihasilkan lebih terang dari lampu pijar biasa.

Lampu pijar sering digunakan pada rumah tangga, seperti lampu meja

dan lampu tidur. Sedangkan, lampu halogen sering digunakan untuk

pencahayaan interior untuk menghasilkan pencahayaan ambien,

pencahayaan setempat, dan juga sering digunakan untuk lampu sorot.

Lampu pijar mempunyai color temperatur yang rendah sehingga warna

yang dihasilkan berwarna kekuning-kuningan.

2. Low-pressure discharge lamp

Lampu ini lebih dikenal dengan nama lampu flourescent.

Lampu flourescent merupakan termasuk dalam keluarga lampu

discharge, di mana sumber cahaya yang dihasilkan berasal dari

pengionisasian gas serta penggunaan ballast untuk mengatur pasokan

arus listrik ke dalam tabung lampu. Lampu fluorescent (gbr 3.8)

mempunyai color temperatur yang tinggi sehingga warna yang

dihasilkan cenderung berwarna putih dingin. Namun demikian, saat ini

juga terdapat lampu flourescent yang menghasilkan cahaya putih yang

hangat. Lampu ini juga memiliki color rendering indeks yang tinggi

pula, oleh karena itu sangat baik untuk membedakan warna.

Berdasarkan efisiensi energi, umur lampu, color temperature dan color

rendering indeksnya, maka lampu flourescent dapat digunakan untuk

berbagai aplikasi, ruang dan tempat, contohnya: untuk lampu interior

Lampu Pijar biasa

Gambar 3.7 Lampu Incandescent (Sumber: Phlips, Lighting AtoZ, Product Knowledge)

Lampu Halogen

Page 38: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

27  

  

Universitas Indonesia

rumah tinggal, kantor, ruang kerja, untuk lampu belajar, termasuk

lampu eksterior dan lampu taman.

3. High-intensity discharge lamp

Lampu merkuri, lampu metal-halide, dan lampu sodium

termasuk ke dalam lampu jenis high-intensity discharge lamp. Lampu

merkuri berintensitas tinggi mempunyai karakter cahaya yang sangat

dingin, kaya akan warna biru dan hijau, sedikit warna merah dan orange

pada spektrumnya (Lechner 470). Lampu merkuri mempunyai color

rendering indeks yang buruk dan efisiensi yang rendah daripada lampu

discharge yang lain. Aplikasinya hanya sebatas pencahayaan landscape

dan lampu jalan. Lampu metal halide (gbr 3.9) mempunyai color

rendering yang baik serta efisiensi yang tinggi. Aplikasinya pun sangat

luas dan cocok untuk penggunaan di ruang interior maupun eksterior.

Lampu sodium merupakan lampu yang mempunyai efisiensi paling

tinggi dari lampu berintensitas tinggi lainnya serta umur lampu yang

panjang, namun mempunyai color rendering yang buruk Aplikasinya

cocok untuk ruang eksterior seperti pencahayaan jalan raya dan tempat

parkir.

Gambar 3.8 Berbagai macam lampu flourescent (sumber: Wikipedia Bahasa Inggris)

Page 39: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

28  

  

Universitas Indonesia

4. Lampu LED

LED (Light-Emitting Diodes) merupakan lampu solid yang

sumber cahayanya berasal dari bahan semi konduktor. Kelemahan dari

LED adalah biayanya produksinya yang mahal yang menyebabkan

harganya juga mahal kemudian kualitas cahaya yang dihasilkan juga

tidak tinggi, silau langsung, lapisan pemantul dan bayangan yang tidak

diinginkan merupakan masalah utama. Akan tetapi, biaya perawatannya

yang sangat rendah, efisiensi energi yang sangat tinggi dan dapat

menghasilkan cahaya yang beranekawarna menjadikan lampu LED

sudah mulai banyak diaplikasikan pada bangunan komersial, lampu lalu

lintas, lampu tanda, sampai papan nama elektronik.

3.4 Teknik Pencahayaan Alami

Matahari merupakan sumber cahaya yang sangat kuat dan sulit untuk

dikontrol, tetapi kita bisa mengontrolnya lewat desain bangunan. Oleh karena

itu, jika desain bangunan dapat memanfaatkannya dengan baik, maka cahaya

matahari bisa menjadi sumber pencahayaan yang efektif dan indah, dan bisa

menjadi sumber energi. Namun, jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka

akan menyebabkan bangunan terlalu panas, terlalu terang (silau), dan distribusi

cahaya yang tidak baik. Ada beberapa strategi untuk memanfaatkan cahaya

matahari langsung maupun tidak langsung, antara lain:

Gambar 3.9 Lampu Metal Halide (sumber: Wikipedia Bahasa Inggris)

Page 40: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

29  

  

Universitas Indonesia

1. Bukaan (Opening)

Untuk mendapatkan cahaya matahari masuk ke ruangan sesuai

keinginan, kita dapat mengolahnya melalui bukaan. Bukaan dapat

berupa bukaan langsung atau bukaan dengan menggunakan penghantar

cahaya, seperti kaca, kisi-kisi (louvre/baffle). Bukaan dengan kaca yang

bercorak seperti stained glass, akan menghasilkan corak cahaya yang

menarik (gbr 3.10). Bukaan dengan kisi-kisi dapat menghasilkan

cahaya ambient yang halus.

Berdasarkan posisinya, bukaan terdiri dari bukaan atas (toplighting) dan

bukaan samping (sidelighting). Bukaan atas umumnya untuk

mendapatkan cahaya langsung dari matahari dengan maksimal.

Keadaan ini tentunya menyebabkan silau. Namun, dapat diatas dengan

membuat naungan di atas bukaan tersebut, sehingga ruangan menerima

cahaya matahari secara tidak langsung. Ada beberapa jenis bukaan atas,

yaitu skylight, sawtooth, monitor, dan clerestory (gbr 3.11).

Dengan bukaan dari samping, kita bisa mendapatkan cahaya matahari

langsung maupun tidak langsung. Pengolahan bukaan terutama dari

samping, dapat menghasilkan cahaya yang tidak saja tersebar dengan

Gambar 3.11 Variasi pada bukaan atas (sumber: Heating, Cooling, Lighting)

Gambar 3.10 Variasi material bukaan (sumber: Dokumentasi Pribadi)

Page 41: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

30  

  

Universitas Indonesia

baik. Namun dapat menghasilkan efek-efek tertentu yang menghasilkan

cahaya ambien. Berdasarkan ketinggiannya, bukaan samping dibagi

menjadi 3, yaitu bukaan tinggi, bukaan tengah, dan bukaan rendah (gbr

3.12). Bukaan tinggi memberikan distribusi yang baik dari cahaya

matahari langsung. Bukaan rendah memberikan distribusi yang baik

dari pantulan cahaya matahari. Sedangkan bukaan tengah dapat

memberikan keduanya. Letak bukaan di sebelah timur dan barat

memberikan cahaya yang lebih besar, dan kondisi ini kadang

memberikan masalah terhadap silau.

Untuk dapat mengatur jumlah pemasukan cahaya matahari, kita juga

dapat mengolah dimensi bukaan. Bukaan yang ukurannya lebih besar

tentunya cahaya yang masuk lebih besar, sedangkan bukaan yang kecil

akan menciptakan bayangan yang tajam (kontras). Ketebalan dinding

pada bukaan juga mempengaruhi kualitas cahaya yang masuk. Dinding

yang tipis akan menyebabkan kontras terhadap ruangan, sementara

dinding yang tebal akan mencegah terjadinya silau dari pantulan sinar

matahari.

2. Naungan (shading)

Naungan berfungsi untuk mencegah silau dan panas yang berlebihan

pada bukaan akibat pancaran langsung sinar matahari. Naungan dapat

dikategorikan menjadi horizontal, vertikal, dan kombinasi (M. David

115) (gbr 3.13). Naungan horizontal memberikan naungan berdasarkan

sudut datang cahaya matahari secara vertikal. Secara umum, naungan

Gambar 3.12 Bukaan tinggi, rendah, dan tengah (sumber: Architectural Design)

Page 42: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

31  

  

Universitas Indonesia

horizontal sangat efektif untuk bukaan yang terletak di sebelah barat

atau timur. Naungan horizontal menghalangi cahaya dari sudut datang

yang tinggi dan membiarkannya dari sudut yang rendah. Naungan

vertikal memberikan naungan berdasarkan sudut datang cahaya

matahari secara horizontal. Naungan vertikal mengatasi datangnya

cahaya matahari yang bergerak horizontal akibat perubahan lintasan

matahari setiap tahunnya. Naungan kombinasi merupakan gabungan

antara naungan horizontal dan naungan vertikal.

3. Redirect-Device

Pada dasarnya, redirect-device merupakan perpaduan dari naungan dan

bukaan. Pola geometrinya sama seperti naungan. Prinsip redirect-

device adalah untuk mendapatkan pencahayaan yang maksimal dan

meneruskan cahaya ke dalam ruang-ruang di dalam sebuah ruangan

(gbr 3.14). Redirect-device dapat berupa elemen-elemen dasar, elemen-

elemen interior, atau elemen-elemen transparan seperti kaca.

Penerapannya sangat efektif untuk berbagai iklim, seperti iklim panas,

iklim dingin, dan iklim sedang.

Gambar 3.13 Variasi pada naungan horizontal (sumber: Architectural Design)

Page 43: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

32  

  

Universitas Indonesia

3.5 Teknik Pencahayaan Buatan

3.5.1 Strategi Pencahayaan

Sistem pencahayaan adalah bagaimana pencahayan buatan tersebut

diaplikasikan di dalam sebuah ruangan atau area. Sistem pencahayaan dapat

dibagi menjadi 5 (lima) tipe, antara lain:

1. Pencahayaan Umum

Pencahayaan umum terdiri dari lampu dan perangkatnya yang

sejenis, yang disusun secara teratur pada plafon, sehingga setiap area

tertentu di dalam ruangan menerima cahaya yang sama besarnya.

Sistem pencahayaan ini terkenal dengan fleksibilitasnya dalam

mengatur dan mengatur ulang area kerja, sekaligus menjadi rendah

efisiensi energinya, karena iluminasi di manapun sama besar bahkan

area nonkerja yang tidak perlu menerima cahaya yang besar pun

mendapatkan iluminasi yang sama besarnya dengan area kerja.

2. Pencahayaan Dilokalisasi

Sistem pencahayaan ini merupakan pengaturan pencahayaan

yang difokuskan kepada area kerja saja, sehingga efesiensi energi bisa

ditingkatkan. Area nonkerja mendapatkan pencahayaan dengan derajat

Gambar 3.14 Penerapan elemen dasar (sumber: Architectural Design)

Page 44: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

33  

  

Universitas Indonesia

yang berbeda dengan area kerja. Hal ini meminimalisasi pengaturan

area kerja pada ruangan secara leluasa.

3. Pencahayaan Ambien dan Setempat

Kedua sistem pencahayaan ini saling berhubungan, di mana

pencahayaan ambien adalah pencahayaan tidak langsung yang

dipantulkan plafon dan dinding (Lechner 477), demikian juga

pencahayaan setempat yang dilekatkan pada suatu perabot pada area

kerja. Pencahayaan setempat digunakan untuk menghindari silau karena

permasalahan lapisan memantul, sedangkan pemakaian pencahayaan

ambien untuk memberikan sedikit cahaya pada area yang gelap.

Kombinasi demikian dapat meningkatkan efisiensi energi, kualitas, dan

fleksibilitas, karena hanya area kerja tertentu saja yang diberi iluminasi,

kemudian penempatan pencahayaan yang dapat diatur sesuai kebutuhan

dan kenyamanan.

4. Pencahayaan Aksen

Pencahayaan ini digunakan jika ada sebuah objek atau bagian

dari bangunan yang perlu dijadikan aksen atau ditonjolkan. Besarnya

cahaya untuk menerangkan aksen ini paling tidak harus sepuluh kali

lebih besar dari pencahayaan disekitarnya.

5. Pencahayaan Dekoratif

Pencahayaan dekoratif menjadikan lampu dan perangkat lampu

menjadi objek untuk dilihat dan dipanjang, sehingga dapat memberikan

tampilan yang lebih indah terhadap lingkungan di sekitarnya.

3.5.2 Teknik Pemasangan Lampu

Pada prakteknya, terdapat beberapa teknik untuk meletakkan

pencahayaan atau lampu ke dalam ruangan secara arsitektural. Teknik-teknik

itu antara lain:

Page 45: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

34  

  

Universitas Indonesia

1. Teknik Cove Lighting

Cove lighting adalah sistem pencahayaan tidak langsung dengan lampu

yang diletakan di dalam cornice dimana arah cahaya terpantul ke atas

plafon (Barret 22). Pencahayaan cove merupakan pencahayaan tidak

langsung dimana pengamat hanya melihat pantulan cahaya di plafon

dan dirancang agar cahaya tidak mengarah langsung ke pandangan

pengamat, dengan jarak tertentu terhadap plafon untuk menhindari dari

cahaya yang berlebihan. Jenis lampu yang biasa digunakan adalah

lampu flourescent, lampu xenon-low voltage, lampu LED, dan lampu

pijar.

2. Teknik Coffer Lighting

Coffer lighting adalah sistem pencahayaan dimana lampu diletakan di

kantung-kantung plafon. Kadang sistem pencahayaan coffer digunakan

bersamaan dengan pencahayaan cove.

3. Teknik Luminous-Ceiling

Teknik ini meletakkan elemen penyebar lampu di bawah sumber

cahaya seragam dengan jarak tertentu. Teknik ini umumnya digunakan

untuk menghilangkan silau berlebihan akibat cahaya langsung dari

sumber cahaya di atas plafon. Penggunaan luminous ceiling yang

seragam, dengan jarak yang sesuai dapat menghasilkan cahaya yang

lembut dan nyaman. Beberapa interior bangunan menggunakan elemen

penyebar yang dekoratif dan variatif untuk menghasilkan cahaya yang

lebih indah.

4. Teknik Valance (Bracket)

Teknik ini digunakan jika sumber cahaya diletakan di dinding, maka

diberi papan valance dengan jarak tertentu dari sumber cahaya. Teknik

ini serupa dengan pencahayaan luminous ceiling, berfungsi untuk

mengurangi terang berlebihan. Valance harus diletakan setidaknya 12

Page 46: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

35  

  

Universitas Indonesia

inci di bawah plafon (Lechner 484) agar cahaya pantulan dari plafon

tidak terlalu terang dan menyilaukan.

5. Teknik Cornice (Soffit)

Teknik cornice digunakan untuk mengatasi masalah pada teknik

valance apabila sumber cahaya terlalu dekat dengan plafon. Prinsipnya

sama dengan valance, hanya saja papan valance diletakan menerus

sampai menyentuh plafon. Apabila bagian bawahnya terlihat dari sudut

padang mata pengamat, sebaiknya diberi kisi-kisi atau louvre untuk

menghalau cahaya berlebihan.

3.5.3 Teknik Pencahayaan Interior

Saat ini teknik pencahayaan Interior dibagi menjadi 7 kategori, antara

lain:

1. Highlighting

Teknik ini menciptakan cahaya 5 kali lebih terang terhadap

objek yang kita terangi dibandingkan latar belakang (gbr 3.16),

sehingga menyebabkan terjadinya kontras. Teknik ini umum digunakan

Gambar 3.15 Teknik Cove, Coffer, Luminous-Ceiling, dan Valance (sumber: http://inspirelighting.com)

Page 47: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

36  

  

Universitas Indonesia

pada ruang pameran, toko, atau museum untuk menyinari hasil karya

seni atau artwork tertentu.

Untuk perangkatnya, highlighting sering digunakan lampu

halogen yang rendah voltase (low voltage halogen), karena lampu itu

menghasilkan sinar yang tajam. Namun, selain menggunakan lampu

halogen, lampu fiber optik juga sering digunakan (gbr 3.17).

2. Wall washing

Teknik menghasilkan cahaya pada dinding, di mana ada bagian

yang terang dengan tujuan menciptakan ruang, menonjolkan objek pada

dinding, dan menonjolkan tekstur dari dinding (gbr 3.18). Teknik ini

dapat menggunakan pencahayaan setempat dan menerus.

Gambar 3.16 Efek Highlighting (sumber: www.lightingdesigner.com)

Gambar 3.17 Jenis Lampu pada highlighting (sumber: Diktat Kuliah Pencahayaan)

Page 48: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

37  

  

Universitas Indonesia

Sebagai perangkatnya, untuk menghasilkan efek cahaya

menerus tidak terputus (linear), maka menggunakan lampu jenis selang

atau fluorescent (TL balok). Jika menggunakan TL balok, sebaiknya

posisi pemasangan lampu overlap untuk menghindari adanya bagian

gelap. Sedangkan untuk mendapatkan pencahayaan setempat (spot),

dapat menggunakan lampu halogen rendah voltase.

3. Background lighting

Teknik pencahayaan yang cahayanya berasal dari belakang

objek. Ciri utamanya adalah penempatan cahaya yang tidak langsung

(indirect light). Background lighting umum digunakan di dinding,

lemari, rak, plafon dan furniture-furniture lainnya (gbr 3.19). Perangkat

yang sering digunakan adalah lampu tabung flourescent atau lampu TL.

Gambar 3.18 Efek pada wall washing (sumber: www.djsunlimited.com)

Gambar 3.19 Background lighting (sumber: Diktat Kuliah Pencahayaan)

Page 49: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

38  

  

Universitas Indonesia

4. Down lighting

Teknik pencahayaan yang cahayanya berasal dari atas dengan

arah cahayanya mengarah ke bawah. Teknik pencahayaan ini dapat

berupa recessed downlight, surface mounted downlight, dan directional

atau fixed. Recessed downlight adalah downlight yang letaknya

tertanam di dalam plafon. Umumnya digunakan pada pencahayaan

interior umum seperti lobby (gbr 3.20). Surface mounted dwonlight

adalah downlight yang letaknya dipermukaan plafon. Pencahayaan jenis

ini sering diaplikasi untuk menerangi atau menonjolkan permukaan

suatu objek yang besar seperti dinding, lemari dan lain-lain. Directional

atau fixed adalah downlight yang cahayanya dapat diarahkan.

Umumnya digunakan untuk pencahayaan aksen.

5. Up lighting

Teknik pencahayaan yang cahayanya berasal dari arah bawah,

dengan arah cahayanya mengarah ke atas. Bisa berupa spot up light,

untuk pencahayaan setempat atau linear uplight, untuk pencahayaan

menerus. Teknik pencahayaan ini dapat membuat ruang tampak lebih

tinggi dan juga dapat menghilangkan efek silau (glare) cahaya. Untuk

perangkat spot up light dapat menggunakan lampu halogen yang

letaknya biasanya didalam permukaan lantai. Sedangkan untuk

perangkat linear light dapat menggunakan tabung flourescent (TL).

Pada pencahayaan interior, uplight sering digunakan untuk

mempertegas kolom sehingga ruangan terasa lebih tinggi. Selain itu,

juga sering digunakan pada floyer atau jalan di dalam ruang, untuk

Gambar 3.20 Downlighting (sumber: www.construction.com)

Gambar 3.21 Uplighting (sumber: www.theblogoflists.com)

Page 50: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

39  

  

Universitas Indonesia

mendapatkan fungsi sebagai penerangan umum dan penerangan ambien

(gbr 3.21).

6. Task lighting

Teknik pencahayaan yang dibuat khusus untuk melakukan

kegiatan tertentu. Penerapan pencahayaannya ada yang sudah

dinteregasikan pada interior ruangan atau dengan perangkat tambahan.

Sebagai contoh, pada dapur digunakan taks light yang letaknya dibawah

lemari atas, untuk menerangi kegiatan memasak (gbr 3.22). Pada meja

belajar, biasanya terdapat task light berupa lampu meja untuk

membaca.

7. Decorative/art lighting

Teknik pencahayaan yang menggunakan lamp fixtures berupa

decorative fixture (gbr 3.23). Dalam memilih decorative lighting

fixtures harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu:

• Intensitas cahaya yang dibutuhkan.

• Gaya & finishing, yang harus sesuai dengan interior ruang.

• Dimensi fixture, yang harus sesuai dengan besaran ruang.

Gambar 3.22 Tasklighting pada dapur (sumber: http://yaleappliance.com)

Gambar 3.23 Decorative lighting (sumber: www.jmwentertainment.com)

Page 51: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

  

40  

Universitas Indonesia

BAB IV

STUDI KASUS I

GEREJA KATOLIK SANTO THOMAS KELAPADUA

4.1 Profil Gereja

4.1.1 Sejarah Gereja

Berawal dari didirikannya gereja pada tahun 1978, gereja stasi Santo

Thomas dibawah Paroki Keluarga Kudus Cibinong. Pada tanggal 23 Maret

1991, gereja dinaikan status dari stasi menjadi paroki dengan nama resmi

Paroki Santo Thomas Kelapadua. Semakin bertambahnya umat Katolik di

daerah Kelapadua, membuat gereja harus direnovasi. Pada tanggal 20 Juni

1993, gereja yang telah selesai direnovasi, diresmikan. Gereja yang baru

tersebut mempunyai luas 1200 meter persegi di atas tanah seluas 1500 meter

persegi dan dapat menampung 1000 umat. Beberapa tahun kemudian, Paroki

Santo Thomas mengalami beberapa kali pemekaran, hingga pada tahun 2002,

jumlah umat sudah mencapai sekitar 6000 umat. Atas prakarsa Pastor Paroki,

gereja kembali dipugar dengan memindahkan posisi altar di ujung, dan

memperbaiki sirkulasi udara dan lainnya. Renovasi yang memakan biaya yang

tidak sedikit itu akhirnya selesai, dan pada tanggal 12 Desember 2004

diresmikan oleh Bapa Uskup. Setelah mendapat ijin untuk merenovasi aula di

sebelah gereja, akhirnya tahun 2005 dibangunlah aula dan pastoran Santo

Thomas. Pada tanggal 23 September 2006, aula tersebut diresmikan dengan

nama Aula dan Pastoran Santo Thomas (gbr 4.1).

Gambar 4.1 Gereja Santo Thomas (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Page 52: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

41  

  

Universitas Indonesia

4.1.2 Arsitektur Gereja

Pada awalnya gereja ini dibangun dengan bentuk yang sederhana,

namun pada tahun 1992 dilakukan renovasi yaitu memperluas gereja,

mengubah rancangan atap gereja dan penyusunan kembali interior gereja

dimana mengganti bangku untuk umat dan merenovasi altar. Perubahan letak

altar di sisi panjang gereje membuat orientasi pada altar berubah, yang semula

memanjang menjadi melebar. Setelah renovasi, gereja dapat menampung

banyaknya umat untuk mengikuti misa. Pada tahun 2002 gereja kembali

mengalami renovasi secara besar-besaran, meliputi perubahan desain atap dan

langit-langit gereja, perubahan altar, yang kembali seperti dulu, perubahan

dinding-dinding gereja.

Gambar 4.2 Ruang Dalam Gereja Santo Thomas (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(a) (b)

(c) (d)

Page 53: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

42  

  

Universitas Indonesia

Gereja yang sekarang ini mengikuti gereja-gereja besar seperti gereja

katedral, yang ditandai dengan adanya kolom-kolom bulat dan langit-langit

yang tinggi serta ruangan yang terlihat memanjang (gbr 4.2a). Kolom-kolom

tinggi yang ada di dalam gereja berjumlah 12 buah, masing-masing 6 kolom di

kanan dan 6 kolom di kiri, ini mengikuti jumlah murid Yesus yang berjumlah

12 orang (gbr 4.2b). Begitu pula jumlah jendela yang ada di samping gereja

juga berjumlah 12 buah ditambah dengan 4 jendela di belakang. Pada setiap

kaca jendela dilukis kisah jalan salib Yesus yang berjumlah 14 peristiwa dan 2

jendela dilukis peristiwa terbentuknya dunia. Perubahan pada altar cukup

signifikan yaitu pada langit-langit altar terdapat menara dengan atap kaca (gbr

4.2d). Kemudian, salib besar Yesus dari kayu dikemas dengan dinding kayu

dan pinggirannya dari keramik (gbr 4.2c).

Keterangan: 1. Altar utama. 2. Tempat duduk umat. 3. Tempat Koor 4. Sakristi 5. Teras. 6. Sekretariat. 7. Aula Gereja. 8. Toilet.

Gambar 4.3 Denah Gereja Santo Thomas (Sumber: Kesekretariatan Gereja)

1 2

3 4

5 5

5

6 7

8 9 10 11 12 13 14 15 16

Page 54: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

43  

  

Universitas Indonesia

9. Garasi. 10. Gudang. 11. R. Ganti 12. Ruang Makan Pastoran 13. Ruang Kolekte 14. Kamar Frater 15. Ruang Komputer & Serbaguna 16. Dapur

4.2 Analisis Pencahayaan Buatan

4.2.1 Altar Gereja

Selama misa minggu biasa berlangsung, maka kita akan menjumpai 2

buah lampu lilin di meja altar untuk prasyarat melangsungkan kegiatan liturgi.

Bentuk lilinnya umumnya yang digunakan untuk misa biasa. Pada saat

mengikuti misa Malam Paskah, maka di atas meja altar akan terdapat 2 lebih

lilin misa. Pada kasus ini, penulis melihat 3 pasang lilin dengan diameter yang

sama. Selain itu, di samping meja altar terdapat lilin paschal yang berdiameter

besar dan tinggi, yang menandakan hari raya Paskah (gbr 4.4).

Gambar 4.4 Pencahayaan pada meja altar (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Page 55: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

44  

  

Universitas Indonesia

Pada dinding altar terdapat tarbenakel dengan lampu elektrik. Pada

gereja ini terdapat 3 jenis lampu yang menerangi altar, antara lain: Lampu kecil

di dinding altar yang bentuknya menyerupai api lilin. Lampu elektrik ini

terdapat 4 rangkaian dan memiliki fixture seperti ranting bunga berwarna

keemasan dengan hiasan pita (gbr 4.5). Melihat dari bentuk yang menyerupai

lilin, penulis beranggapan bahwa lampu ini merupakan cahaya simbol

supernatural. Namun, bila dilihat dari bentuk pegangan lampu serta ornamen-

ornamen yang ada, maka lampu ini hanya berfungsi sebagai lampu dekoratif

saja. Selain itu, bentuk seperti lilin tidak dapat menggantikan fungsi cahaya

lilin sebagai simbol supernatural.

Sebagai penerangan utama pada altar digunakan lampu halogen

bewarna putih yang digantung di atas altar. Lampu ini berfungsi untuk

menerangi altar sehingga kegiatan liturgi dapat berjalan dengan baik.

Cahayanya berwarna putih dan menerangi seluruh area altar dengan baik.

Lampu ini sangat diandalkan karena besarnya intensitas cahaya memudahkan

pemimpin misa membaca buku misa dan liturgi. Walaupun di atas terdapat

skylight di mana pada siang hari cahaya alami akan masuk ke dalam, lampu ini

tetap dinyalakan. Fungsi lampu ini semata-mata hanya sebagai penerangan

saja, sehingga pada saat misa selesai, lampu dimatikan sedangkan lampu-

lampu altar (kecuali lilin altar) tetap dinyalakan sampai umat selesai berdoa

dan keluar dari ruang gereja.

Gambar 4.5 Pencahayaan pada dinding altar (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Page 56: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

 

ambien

Peneran

teknik

altar. A

jauh se

disayan

berpeng

dikelua

atasnya

tidak d

Fungsi

utama a

4.2.2 T

terbagi

sampin

atas be

Di atas al

n. Lampu ya

ngan ini m

valance. L

Arah cahaya

ehingga sil

ngkan pen

garuh terha

arkan berwa

a. Selain, fu

dapat meliha

peneranga

altar dimati

Tempat Um

Berdasarka

menjadi 3

ng kiri (gbr

erupa cleres

ltar, tepatny

ang digunak

menggunakan

Lampu dilet

anya terarah

au atau gl

nulis meng

adap ruang

arna putih s

ungsinya han

at efek amb

n ambien i

kan (gbr 4.6

mat (Nave) d

an bentuk l

3 bagian, a

r 4.7). Pada

story, di ma

altar

skylight

ya di sisi

kan adalah l

n perpadua

takan di dal

h ke dinding

are dapat t

ganggap ba

gan, pada s

ama dengan

nya sebagai

bien yang d

ini akan be

6b).

dan Floyer

langit-langit

antara lain:

a bagian ten

ana langit-la

kiri dan k

lampu flour

an antara te

lam cove p

g dan atas, j

terhindari (

ahwa kebe

saat misa b

n warna cah

i peneranga

dihasilkan p

ekerja setela

t dan keber

Bagian te

ngah terdap

angit di ten

Gamba

(b)

Unive

kanan, terda

escent (TL)

eknik cove

ada dinding

arak langit

(gbr 4.6a).

eradaan la

berlangsung

haya pada la

an ambien. O

pada saat m

ah misa se

radaan kolo

engah, sam

pat pencaha

ngah lebih t

ar 4.6 Pencah(Sumber: Do

ersitas Indo

apat penera

) berwarna p

lighting de

g menara d

diatasnya te

Namun, s

ampu ini

g. Cahaya

ampu halog

Oleh karena

misa berlang

lesai dan l

om, tempat

mping kanan

ayaan alami

tinggi. Rua

hayaan ambiokumentasi Pr

45 

 onesia

angan

putih.

engan

di atas

erlalu

angat

tidak

yang

gen di

a, kita

gsung.

ampu

umat

n dan

i dari

ang di

ien pada altaribadi)

ar

Page 57: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

46  

  

Universitas Indonesia

samping kiri mempunyai bukaan berupa jendela kaca di dinding luar,

sedangkan ruang di samping kanan tidak terdapat bukaan pada dindingnya.

Pencahayaan pada tempat umat menggunakan 1 jenis lampu saja. Lampu ini

merupakan lampu flourescent dengan menggunakan fixture bola putih.

Berdasarkan fixture yang dipakai, lampu ini termasuk lampu dekoratif in-

direct. Kemudian perannya selain sebagai penerangan utama juga memberikan

unsur dekorasi kepada ruang gereja (gbr 4.9).

Pada bagian tengah terdapat 3 deret lampu, dengan satu deret lampu

terletak di tengah dan 2 lainnya di sisi. Deret lampu tengah di gantung pada

pembatas ruang plafon, dan menggunakan satu bola lampu setiap

gantungannya. Lampu ini digantung sangat tinggi dan jarak lampu terhadap

plafon juga cukup jauh yang membuat pantul terhadap plafon tidak maksimal

(gbr 4.8a), sehingga daya penerangan terhadap ruang ini juga kurang

maksimal. Lampu ini dianggap kurang fungsional dari segi peletakannya.

Lampu yang ada di sisinya, menggunakan 3 bola lampu setiap gantungnya.

Lampu ini digantung tidak terlalu tinggi sehingga umat yang berada di bawah

mendapatkan penerangan yang baik, ditambah dengan 3 bola lampu yang dapat

memaksimalkan penerangan. Selain itu, jarak lampu terhadap plafon yang

berwarna putih itu cukup dekat sehingga pemantulan cahaya ke seluruh

ruangan dapat terjadi (gbr 4.8b). Dari segi peletakan dan bentuk lampu, lampu

ini sangat fungsional sebagai penerangan maupun lampu dekoratif.

Pada bagian samping kanan/kiri ruang terdapat 1 deret lampu dengan 1

bola lampu setiap gantungannya. Penggunaan lampu dekoratif model bola yang

Gambar 4.7 Pencahayaan tempat umat (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

clerestory clerestory

Tempat umat

Page 58: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

 

digantu

umat d

dengan

peneran

maksim

fungsio

bentuk

membu

tersebu

sebagai

ung di bawa

di bawahnya

n umat di b

ngan langsu

mal (gbr 4.8

onal sebagai

Pencahaya

plafon yan

uat pemantu

ut terlihat ag

i peneranga

Pen(Sum

ah plafon in

a dan pener

awah maup

ung maupun

c). Berdasa

i peneranga

an di ruang

ng meruncin

ulan cahaya

gak kurang

an pada floy

Gambar ncahayaan te

mber: Dokume

(a) Gamb

(

ni berfungs

rangan lukis

pun dengan

n dari pantu

arkan peleta

an dan lamp

g floyer me

ng ke atas.

a terhadap

g terang (gb

yer.

4.9 empat umat ntasi Pribadi)

bar 4.8 PemaSumber: Doku

si untuk me

san jalan sa

n plafon di

ulan terhad

kannya dan

u dekoratif.

enggunakan

Warna plaf

plafon kura

br 4.10). Na

(b) antulan cahayumentasi Prib

(

Unive

emberikan p

alib di dindi

atas cukup

dap plafon d

n fungsinya

f.

n lampu yan

fon yang bi

ang maksim

amun, lamp

ya lampu badi)

GamPencahaya

(Sumber: Dok

ersitas Indo

penerangan

ing. Jarak l

dekat, seh

dan dinding

lampu ini s

ng sama, de

iru seperti l

mal dan rua

pu ini fungs

(c)

mbar 4.10 aan pada floykumentasi Prib

47 

 onesia

pada

ampu

ingga

g bisa

sangat

engan

langit

angan

sional

yer badi)

Page 59: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

5.1 Pro

5.1.1 S

Sejarah

Jakarta

mengal

semaki

diadaka

Paroki

tahun

diperbi

lancar,

oleh D

penguru

hambat

pancan

Januari

ofil Gereja

ejarah Ger

h Gereja Re

a Utara. Par

lami perke

in lama sem

an. Kawasa

Stella Mar

2000, pem

incangkan h

Perjalanan

karena di s

Developer P

usan surat

tan. Pada ta

ng dilakukan

i 2006, Gere

GEREJA

reja

egina Caeli

roki Stella

embangan y

makin tera

an Pantai I

ris, juga me

mbangunan

hingga menj

dalam pem

samping tan

PT Manda

IMB (Izi

anggal 15 F

n, dan pemb

eja Katolik

G(

48

BAB

STUDI K

KATOLIK

tidak dapa

Maris yang

yang pesat

sa penuh d

Indah Kapu

engalami pe

gereja ba

jadi suatu p

mbangunan

nah yang sel

ara Permai

in Mendiri

Februari 20

bangunan g

Regina Cae

Gbr 5.1 Gerejsumber: Doku

B V

KASUS I

K REGINA

at dipisahka

g telah berd

t dari segi

dan begitu

uk yang te

eningkatan j

aru di Pa

erencanaan

n gereja ini

luas 6.868 M

kepada u

ikan Bangu

004, peletak

gereja berja

eli diresmik

eja Regina Caumentasi priba

Unive

A CAELI

an dari Paro

diri sejak ta

i jumlah u

banyaknya

ermasuk W

jumlah um

antai Indah

yang matan

i dapat dik

M2 ini dihib

umat Parok

unan) pun

kan batu pe

alan hingga

kan (gbr 5.1)

aeli adi)

ersitas Indo

oki Stella M

ahun 1977,

umatnya. G

a kegiatan

Wilayah VII

mat Katolik.

h Kapuk m

ng.

katakan ber

bahkan lang

ki Stella M

berjalan

ertama dan

pada tangg

).

onesia

Maris,

telah

Gereja

yang

I dari

Pada

mulai

rjalan

gsung

Maris,

tanpa

tiang

gal 20

Page 60: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

49  

  

Universitas Indonesia

5.1.2 Arsitektur Gereja

Gereja Regina Caeli yang dirancang oleh Ir. Sardjono Sani, M. Arch,

terlihat seperti sebuah kapal yang sedang berlayar dengan nahkodanya adalah

salib Yesus. Konsep arsitekturnya sesuai dengan filsafat gereja yaitu sebagai

bahtera atau kapal bagi umatnya. Menurut perancangnya, arsitektur gereja ini

didesain menyatu dengan alam di belakangnya yaitu hutan bakau, dan tentu

saja ramah lingkungan. Hal ini diwujudkan dengan pemberian dinding kaca

transparan di belakang altar yang menghadap hutan bakau.

Konsep interior pada prinsipnya sederhana yaitu supaya umat dapat

fokus mengikuti misa yakni dengan menjadikan altar sebagai sentral. Bentuk

ruang gereja secara horizontal maupun vertikal yang melebar/meninggi ke arah

altar memberikan pandangan yang luas dan lega ke altar, sehingga membuat

altar menjadi tempat yang megah dan penuh perhatian. Ornamen-ornamen

gereja ditampilkan tidak menonjol, seperti relief Jalan Salib dari tembaga yang

diletakan menjorok keluar, dan patung Kristus serta Bunda Maria yang terletak

dibelakang tidak diberi pencahayaan setempat atau pencahayaan efek.

Pemakaian elemen ruangan seperti lantai dan plafon yang gelap, serta warna

dinding yang tidak terang, membuat umat tetap nyaman memandang area

sanctuarium.

Gbr 5.2 Peta Pencahayaan Gereja Regina Caeli (sumber: Dokumentasi pribadi)

1 2

4

3

5 6

7

8

2

Page 61: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

 

Keteran1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

5.2 An

5.2.1 A

diadaka

terletak

kampu

sendiri

menggu

terbuat

yang di

meja a

cahayan

terlalu

altar m

ngan pada deFloyer (berbTempat dudAltar Tempat padBilik pengakGua Bunda Sakristi Ruang Main

alisis Penca

Altar Gereja

Pada meja

annya kegia

k di sebelah

elektrik. M

adalah un

unakan tek

dari batu

igunakan ad

altar itu ter

nya terpanc

menyilauk

merupakan pe

nah: bentuk tabunduk umat

duan suara kuan dosa Maria.

ntenance

ahayaan Bu

a

a altar terda

atan liturgi,

h kiri meja

Meja altar

ntuk pener

knik backgr

onix seteba

dalah lampu

rdapat 18

car merata (

kan member

encahayaan

(a)

Gb(

ng ruang) – g

uatan

apat 2 buah

dan juga t

a altar (gbr

sendiri me

rangan pad

ound lighti

al 3cm itu,

u tabung flo

buah lamp

(gbr 5.3c). P

rikan kesan

n utama pad

br 5.3 Pencah(sumber: Dok

gerbang utam

h lampu lil

erdapat tab

r 5.3a). Lam

emancarkan

da altar (gb

ing, meja a

, di balikny

ourescent (T

u yang let

Pancaran ca

n cahaya a

da altar gerej

hayaan Mejakumentasi prib

Unive

ma gereja

in sebagai

ernakel bes

mpu tabern

n cahaya, f

br 5.3b).

altar beruku

ya dipasang

TL) bercaha

taknya bera

ahaya yang m

ambien. Pen

ja.

(b)

(c)

a Altar badi)

ersitas Indo

prasyarat u

serta lampu

nakel merup

fungsi utam

Pencahayaa

uran 3m x

g lampu. L

aya kuning.

aturan, seh

merata dan

ncahayaan

50 

 onesia

utama

yang

pakan

manya

annya

1.2m

ampu

Pada

ingga

tidak

meja

Page 62: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

 

kiri dan

tempat

peneran

menggu

floures

sehingg

.

superna

P:10m,

dan log

kekuas

adalah

plafon

menyin

membe

gereja.

Pada gereja

n kanan alt

duduk pe

ngan ambie

unakan tek

cent (TL) b

ga menghas

Di atas

atural. Tep

, L:4.4m, T

go Regina C

aan Tuhan

lampu up/

menggantu

nari altar d

erikan baya

G

a ini, tempa

tar, dengan

rmanen itu

en melengk

knik backg

bercahaya ku

silkan cahay

altar terda

pat di atas

T:3.2m, den

Caeli (gbr 5

n yang tida

/down light

ung ±1.5m k

di bawahny

angan alfa

Gbr 5.4 Pene(s

at duduk ba

n mengguna

u terdapat

kapi penca

ground lig

uning dan d

ya ambien (g

apat lamp

altar terda

ngan lubang

5.5). Dalam

ak terbatas

t berupa lam

ke bawah.

a dan men

omega yan

empatan flousumber: Doku

agi para pem

akan tempat

lampu. Lam

ahayaan pa

hting, den

dilengkapi d

gbr 5.4)

u yang b

apat plafon

g-lubang be

ajaran Kris

tempatnya

mpu sorot

Lampu sor

nyinari palf

ng besar m

urescent padaumentasi priba

Unive

mbantu Imam

t duduk pe

mpu ini be

ada meja a

ngan meng

dengan fixtu

berfungsi

n gantung

erbentuk sim

sten, alfa da

a. Lampu y

yang dileta

rot tersebut

fon bersimb

menghiasi la

a tempat duduadi)

ersitas Indo

m terletak d

rmanen. Di

erfungsi se

altar. Tekn

gunakan l

ure kotak bu

sebagai si

yang beruk

mbol alfa o

an omega a

yang digun

akkan di te

berfungsi u

bol itu seh

angit-langit

uk

51 

 onesia

di sisi

ibalik

ebagai

iknya

ampu

uram,

imbol

kuran

omega

adalah

nakan

engah

untuk

ingga

altar

Page 63: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

 

5.2.2 T

bagian,

gantung

karena

Salib Y

tersebu

yang di

Pada b

(TL) be

sisi reli

relief (

recesse

sehingg

biasany

yang d

tersebu

Tempat Um

Pencahaya

, yaitu penc

g, dan penc

Pencahaya

pada dindi

Yesus, mas

ut terdapat

igunakan ad

background

ercahaya ku

ief, sehingg

(gbr 5.6c). P

ed downligh

ga lekukan

ya lampu d

dinyalakan,

ut dinyalaka

mat (Nave)

an tempat

cahayaan pa

ahayaan pa

an pada di

ing kiri dan

ing-masing

lampu yang

da 2 yaitu b

lighting, la

uning dan d

ga efek yan

Pada direct

ht (gbr 5.6b)

-lekukan p

downlight ti

kecuali pa

an.

Gb

umat di g

ada dinding

ada langit-la

inding adal

n kanan ter

g terdapat 7

g berfungsi

background

ampu yang

diletakan di

ng terlihat a

tional down

), dimana ar

pada relief

idak dinyal

ada ibadat

br 5.5 Pencah(sumber: Dok

gereja ini

g-dindingnya

angit.

lah bagian

rdapat lukis

7 buah di k

i sebagai p

d lighting da

g digunakan

i belakang

adalah cahay

nlighting, di

rah cahayan

dapat terlih

lakan sedan

Jalan alib,

hayaan di atakumentasi prib

Unive

dapat diba

a, pencahay

yang pent

san timbul

kiri dan ka

penerangan

an direction

n adalah la

relief (gbr

ya keluar d

i atas relief

nya diarahka

hat (gbr 5

ngkan lamp

, lampu-lam

as Altar badi)

ersitas Indo

agi menjadi

yaan pada p

ting dari g

atau relief

anan. Pada

ambien. T

nal downligh

ampu floure

5.6a), tepat

dari 4 sisi b

f terdapat l

an pada reli

.6d). Pada

pu backlight

mpu pada

52 

 onesia

i tiga

plafon

gereja,

Jalan

relief

eknik

hting.

escent

t di 4

idang

ampu

ief itu

misa

t saja

relief

Page 64: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

53  

  

Universitas Indonesia

Di atas tempat umat terdapat plafon gantung, plafon ini berupa saluran

pendingin ruangan dan saluran listrik untuk lampu. Plafon ini bebentuk salib

dan terlihat jelas sekali dari mana pun (gbr 5.7). Pada plafon ini terdapat lampu

yang bercahaya mengikuti bentuk plafon salib itu. Lampu yang digunakan

adalah lampu flourescent (TL) bercahaya kuning, dipasang di sisi palfon dan

ditutupi plastik/kaca buram sehingga cahaya yang keluar tampak merata.

Lampu ini berfungsi sebagai penerangan ambien untuk tempat umat. Di tengah

plafon terdapat downlighting sebagai penerangan umum untuk tempat umat.

Gbr 5.6 Pencahayaan pada Relief Jalan Salib (sumber: Dokumentasi pribadi)

relief

Lampu TL

(a) (b)

(c) (d)

Page 65: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

 

yang be

downli

pinggir

dinding

plafon

lighting

Peletak

5.2.3 R

tabung.

masuk

Pencahaya

erfungsi seb

ghting dan

r dan berad

g atasnya j

yang berg

g, lampu do

kan lampu in

Ruang Tabu

Salah satu

. Ruang ini

ke dalam

Gb

an pada lan

bagai pener

n decorativ

da sejajar d

juga terdap

gelombang.

ownlight de

ni meyebar

ung dan Flo

keistimewa

i pada dasa

gereja. D

br 5.7 Penca(sum

(aGbr

ngit-langit

rangan umu

ve lighting.

dengan kolo

pat lampu-l

Penerangan

engan fixtur

di atas temp

oyer

aan dari ger

arnya merup

Di tengah r

ahayaan padamber: Dokum

a)5.8 Pencaha(sumber: Do

tempat um

um. Teknik p

. Pencahay

om-kolom (

lampu keci

n utamanya

re berbentuk

pat umat (g

reja ini adal

pakan floye

ruang tabun

a plafon berbentasi pribadi

ayaan pada laokumentasi pr

Unive

at merupak

pencahayaa

yaan downl

(gbr 5.8a).

il dan terle

a menggun

k ‘+’ dan di

gbr 5.8 b).

lah adanya

er yang men

ng terdapat

bentuk Salib )

(b) angit-langit ribadi)

ersitas Indo

kan pencaha

annya terdir

lighting ter

Selain itu,

etak di sela

nakan decor

igantung di

ruang berb

ngantarkan

t bejana b

54 

 onesia

ayaan

ri dari

rletak

pada

a-sela

rative

i atas.

entuk

umat

baptis,

Page 66: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

 

 

prasyar

yang b

lampu

dari bat

uplight

diletakk

kira-kir

tabung

terdapa

rat utama p

bersinar pa

halogen be

tu onix. Fun

Pada ruan

ting dan dow

kan meling

ra 2,5 mete

terdapat la

at lampu flo

pada gereja-

da bejana.

ercahaya ku

ngsi pencah

ng tabung

wnlighting.

gkar (sudutn

er, terdapat

ampu downl

ourescent di

Gbr 5

Gbr

-gereja Kato

Teknik ba

uning yang

hayaan ini ad

terdapat

Pada lanta

nya 90 dera

spot upligh

light di sisi

atasnya.

5.9 Pencahay(sumber: Do

5.10 Lampu (sumber: Do

olik. Pada g

ackground

dipasang d

dalah sebag

pencahayaa

ai, terdapat

ajat) di sisi

ht (gbr 5.1

kiri dan ka

yaan pada Beokumentasi pr

penerangan okumentasi pr

Unive

gambar 5.9

lighting in

di balik beja

gai penerang

an umum

4 buah lam

i dinding. T

0). Setelah

anan dan sej

ejana baptis ribadi)

pada floyer ribadi)

ersitas Indo

9, terlihat ca

ni menggun

ana yang te

gan ambien

dengan t

mpu uplight

Tepat di ata

melewati r

ejajar kolom

55 

 onesia

ahaya

nakan

erbuat

.

eknik

yang

asnya

ruang

m, dan

Page 67: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

  

56  

Universitas Indonesia

BAB VI

KESIMPULAN

Lampu lilin pada meja altar dan lampu elektrik pada tabernakel

berperan sebagai Pencahayaan Liturgis. Pada gereja Santo Thomas dan Regina

Caeli, lampu lilin yang terletak di atas meja altar digunakan untuk prosesi

ibadat. Dalam hal ini keberadaannya wajib diadakan selama kegiatan ibadat

berlangsung. Selain itu, keberadaan lampu lilin saja di atas meja altar pada

kedua gereja menguatkan bahwa lampu lilin tidak dapat digantikan dengan

lampu elektrik. Lampu tabernakel pada kedua gereja menggunakan lampu

elektrik. Walaupun tradisi umat Kristen lampu tabernakel menggunakan lampu

minyak, tetapi lampu tersebut dapat digantikan dengan lampu elektrik yang

lebih efisien.

Penggunaan teknik pencahayaan interior tertentu pada lampu di ruang

dalam gereja dapat menghasilkan cahaya simbol gereja dan supernatural. Pada

gereja Regina Caeli yang berperan seperti itu adalah lampu sorot yang berada

di atas (plafon) altar. Hal ini dikarenakan lampu ini menghasilkan bayangan

yang membentuk lambang alfa dan omega dan lambang Gereja Regina Caeli.

Selain itu, lampu ini yang menggunakan teknik spot (up) lighting ini, juga

dapat berperan sebagai lampu ambien yang dapat mempercantik ruang gereja

dan memperkuat suasana kusyuk. Pada gereja Santo Thomas, lampu yang

berperan sebagai lampu simbol supernatural tidak eksis. Hal ini menjadikan

keberadaan lampu tersebut tidak diwajibkan dalam suatu ruang gereja. Namun,

keberadaan lampu simbol supernatural dapat menjadi pilihan yang baik selain

fungsinya sebagai simbol, pencahayaan ini dapat berperan sebagai

pencahayaan ambien, dan dapat menjadi ciri khas sebuah gereja.

Lampu penerangan di dalam ruang gereja dapat juga berperan sebagai

Pencahayaan Dekoratif dan Ambien. Pada gereja Santo Thomas dan Regina

Caeli, lampu penerangan pada altar, tempat umat dan floyer adalah lampu yang

berperan sebagai pencahayaan dekoratif. Hal ini dikarenakan lampu-lampu

tersebut menggunakan teknik pencahayaan decorative lighting, dengan

Page 68: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

57  

  

Universitas Indonesia

penggunaan fixture tertentu. Pada ruang gereja Santo Thomas, lampu in-direct

untuk penerangan tempat umat menggunakan fixture bola putih. Pada ruang

gereja Regina Caeli, lampu downlight dirangkai dengan fixture berbentuk ‘+’.

Lampu pada lukisan jalan salib di gereja Regina Caeli menggunakan teknik

back lighting dan down lighting untuk menghasilkan cahaya ambien. Pada

gereja Santo Thomas, cahaya ambien yang terdapat di atas altar, menggunakan

teknik cove lighting dan valance. Walaupun ruang gereja tidak diharuskan

menggunakan pencahayaan dekoratif dan pencahayaan ambien, akan tetapi

keberadaan lampu tersebut dapat membuat ruangan menjadi lebih indah, dan

dapat memperkuat suasana kusyuk dalam ruangan sesuai dengan fungsi cahaya

ambien dan dekoratif pada ruang gereja.

Page 69: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

  

58  

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Anson, Peter F. Churches - Their Plan and Furnishing. Read Books, 2007. Barrett, Neal. Ultimate Guide to Architectural Ceiling Treatments. New Jersey:

Creative Homeowner, 2009. Burnie, David. Jendela Iptek Seri 2: Cahaya. Jakarta: PT Balai Pustaka, 2000. “Church Architecture.” Wikipedia Free Encyclopedia. 2008 Cooper, Jean C. Dictionary of Christianity. London: Taylor & Francis, 1996. Crosbie, Michael. Architecture For The Gods. New York: Watson-Guptill

Publications, 2000. David, M; Olgya, Victor. Architectural Design, Second Edition. New York, 2002. Dewan Pastoral Paroki Regina Caeli. Misa Syukur & Pemberkatan Gereja Regina

Caeli, 11 Juni 2006. Jakarta: Paroki Regina Caeli Press, 2006. Diktat Kuliah Pencahayaan. Jakarta: Arsitektur, Universitas Indonesia, 2007. Diktat Kuliah Pencahayaan. Philips Goes To EveryWhere, Basic Lighting. Jakarta:

Philips, 2007. Dolphin, Lambert. What is Light?. Koinonia House Online, 2008. “Gereja.” Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2008. “Gereja Katolik Roma.” Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2008. Flafin, Christopher; Nicholas Lenssen. Gelombang Revolusi Energi. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 1994. “Fluorescent Lamp.” Wikipedia Free Encyclopedia. 2008 Foster, Bob. Terpadu Fisika SMU Kelas 3 Jilid 3B. Jakarta: Erlangga, 2003. “Incandescent Llight Bulb.” Wikipedia Free Encyclopedia. 2008. Kanginan, Marthen. Seribu Pena Fisika SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga, 1999. Karlen, Mark; James Benya. Lighting Design Basics. New York: John Wiley &

Sons, 2004.

Page 70: Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik

59  

  

Universitas Indonesia

Gereja Katolik Roma. Konsili Vatikan I: Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja (Lumen Gentium). Gereja Katolik Roma, 1964. Bab I:6.

Kurniawati, Anni. Pengaruh Sistem Pencahayaan Terhadap Suasana Dalam

Ruang. Depok: Universitas Indonesia, 2002. Lechner, Norbert. Heating, Cooling, Lighting: Design Methods for Architects. New

York: John Willey and Sons, 1991. Lighting AtoZ, Product Knowledge. Philips, 2007. Mangunwijaya, YB. Wastu Citra: Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995. Mariyanto, Ernest. Kamus Liturgi Sederhana. Jakarta: Kanisius, 2004. “Metal Halide Lamp.” Wikipedia Free Encyclopedia. 2008. Miller, Mary. Color for Interior Architecture. New York: John Wiley and Sons,

1997. Mugi Raharja, Gede. “Notre Dame du Haut: Gereja Abadi yang Berdenah tak

Beraturan.” Bali Post Online 25 Desember 2004. 26 Desember 2004 < http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2004/12/26/ars2.html >.

Richstatter O.F.M, Thomas. “Dalam Sebuah Gereja Katolik: apa yang ada di sana

dan mengapa?.” Catholic Indonesian News 13 Mei 2008. 13 Mei 2008 <http://via-veritas.com/dalam-sebuah-gereja-katolik-apa-yang-ada-di-sana-dan-mengapa/>

Richardson, Phyllis. New Sacred Architecture. London: Laurence King

Publishing, 2004. Stravinskas, Peter M. J.; Sean O'Malley. Catholic Dictionary. Our Sunday Visitor

Publishing, 2002.