1
1
2
3
Penyakit Layu Stewart pada Tanaman Jagung di Bali: Karakter Molekuler
Patogen dan Peta Sebarannya
I Gede Rai Maya Temaja*, G.N. Alit Susanta Wirya*, Ni Made Puspawati*
dan Khairun Nisak Syahdu**
*Fakultas Pertanian Universitas Udayana
**Mahasiswa S2 Bioteknologi Pertanian Universitas Udayana
ABSTRAK
Survei penyakit menemukan gejala menyerupai penyakit layu stewart yaitu garis
hijau pucat sampai kekuningan pada tanaman jagung (Zea mays L) di daerah Denpasar,
Tabanan, Gianyar dan Karangasem. Deteksi patogen dengan metode polymerase chain
reaction dilakukan menggunakan DNA total yang diisolasi dari daun tanaman bergejala
dan pasangan primer CPSL1/CPSR2c. Amplikon dengan ukuran sesuai yang
diharapkan (~1100 bp) berhasil diperoleh dari sampel asal Denpasar. Analisis sekuen
nukleotida dari produk PCR tersebut memastikan bahwa patogen penyebab gejala layu
stewart tersebut adalah Pantoea stewartii subsp stewartii. Analisis homologi sekuen
nukleoitda dan filogenetika menunjukkan bahwa Pantoea stewartii subsp stewartii
isolat Bali memiliki tingkat homologi yang tinggi (98,97-99,08%) dan berada satu klade
dengan isolat asal Kanada, USA, dan Jepang. Hasil deteksi dan identifikasi ini
merupakan laporan pertama di provinsi Bali mengenai Pantoea stewartii subsp
stewartii yang menginfeksi tanaman jagung.
ABSTRACT
Typical symptoms of stewart’s wilt disease ie pale-green to yellow, linear
streaks symptoms occur on leaves was observed on corn (Zea mays L) around Denpasar,
Tabanan, Gianyar and Karangasem, during a survey in 2015. Pathogen detection based
on polymerase chain reaction was carried out using total DNA isolated from
symptomatic leaf samples and a pairs of primers, CPSL1/CPSR2c. The expected size
(~1100 bp) amplicon was detected from samples from Denpasar. Sequence analysis
confirmed that stewart’s wilt diseases symptom caused by Pantoea stewartii subsp
stewartii bacteria. Nucleotide sequence and phylogenetic analysis showed that Pantoea
stewartii subsp stewartii from Bali has high homology (98.97-99.08%) to and belongs
to the same clade with isolates from Canada, USA and Japan. This is the first report of
Pantoea stewartii subsp stewartii on corn in Bali.
PENDAHULUAN
Jagung sebagai bahan pangan pokok kedua setelah beras, selain sebagai sumber
karbohidrat juga merupakan sumber protein yang penting dalam menu masyarakat di
Indonesia. Akan tetapi, dengan pesatnya perkembangan industri peternakan, jagung
merupakan komponen utama (60%) dalam ransum pakan. Diperkirakan lebih dari 55%
4
kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi
pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit
(Kasryno et al., 2007). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir kebutuhan jagung untuk
bahan baku industri pakan, makanan, dan minuman meningkat 10-15% per tahun,
sementara itu pertumbuhan produksi hanya 6,11%. Kecenderungan konsumsi jagung di
Indonesia yang makin meningkat lebih tinggi dari peningkatan produksi, menyebabkan
makin besarnya jumlah impor.
Untuk memenuhi kebutuhan jagung Indonesia melakukan impor dari beberapa
negara antara lain USA, Jepang, Brazil, Argentina, India, Thailand, Pakistan, Myanmar,
dan Ukraina. Dengan tingginya impor jagung ke Indonesia semakin tinggi kemungkinan
terbawa masuk dan tersebar OPTK A1 yang dapat terbawa melalu biji jagung, salah
satunya adalah Pantoea stewartii subsp. stewartii. Pantoea stewartii subsp stewartii
merupakan bakteri penyebab penyakit layu stewart yang endemik di Amerika Serikat
dan telah tersebar dibeberapa negara didunia, antara lain di Eropa (Austria, Yunani,
Polandia, Rumania, Rusia), Asia (China, Jepang, Malaysia, Thailand, Vietnam) dan
Amerika (Kanada, Meksiko, Amerika Serikat) (Munkvold, 2001; EPPO, 2007). Bakteri
ini biasanya menginfeksi tanaman jagung varietas jagung manis (Thai Agricultural
Standard, 2008). Pantoea stewartii subsp. stewartii menghasilkan exstraceluler
polysacharide (EPS) yang berhubungan dengan patogenisitas dan virulensi (Bradbury,
1967). Umumnya gejala penyakit layu stewart berupa luka pada daun, goresan hijau
sampai kuning dengan pinggiran yang tak beraturan dan bergelombang di sepanjang
tulang daun dan juga pada seluruh permukaan daun (Zuroidah et al., 2012). Tanaman
jagung manis lebih rentan terinfeksi layu bakteri, dengan gejala daun menjadi hijau
pucat, terdapat garis sejajar tulang daun. Garis tersebut lama kelamaan mengering dan
menjadi kecoklatan (EPPO, 2007). Pantoea stewartii subsp stewartii mempunyai inang
utama tanaman jagung dan inang sekundernya adalah gandum. Selain itu Pantoea
stewartii subsp stewartii juga menginfeksi tanaman dari family Poaceae yang
dibudidayakan di Amerika Utara seperti Tripsacum dactyloides, dan Zea mexicana.
Beberapa gulma juga menjadi inang alternatif dari Pantoea stewartii subsp stewartii dan
tidak memperlihatkan adanya gejala pada gulma yang terinfeksi tersebut. Pantoea
stewartii subsp stewartii dapat ditularkan melalui vektor Chaetocnema pulicaria dan
juga benih jagung yang telah terinfeksi (Pataky, 2004)
5
Pantoea stewartii subsp stewartii pertama kali dilaporkan telah muncul di
Indonesia pada tahun 2010, yaitu di Padang, Sumatera Barat (Rahma et al., 2010).
Survey yang dilakukan penulis pada tahun 2015, menemukan beberapa insiden penyakit
yang menunjukkan gejala menyerupai infeksi penyakit layu stewart yang ciri-cirinya
seperti garis hijau pucat sampai kekuningan pada daun jagung di desa Kesiman
Kertalangu, kota Denpasar. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
gejala layu stewart pada tanaman jagung.
BAHAN DAN METODE
Survei Penyakit
Survei dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai penyebaran
penyakit layu stewart pada tanaman jagung di Bali. Survei dilakukan di semua
Kabupaten dan Kota di Bali. Pengamatan meliputi jenis jagung yang menunjukkan
gejala layu stewart. Pengambilan sampel di lapangan dilakukan dengan metode
purposive random sampling yaitu dengan mengambil tanaman yang bergejala secara
acak. Pengambilan dilakukan untuk masing-masing sampel dengan cara mencabut
tanaman jagung yang bergejala kemudian dimasukkan kedalam plastik sampel untuk
dibawa ke laboratorium dan selanjutnya dilakukan deteksi patogen dengan
menggunakan metode Polymerase Chain Reaction. Insiden dan intensitas penyakit
dihitung dengan rumus:
a. Insiden Penyakit
IP = (n / N) x 100%
Keterangan :
n = jumlah tanaman yang menunjukkan gejala penyakit
N = jumlah total tanaman yang dihitung dalam satu luasan lahan
b. Intensitas Penyakit
Keterangan :
I = Intensitas penyakit
ni =Jumlah daun dari tiap kategori serangan
vi = nilai skala dari tiap kategori serangan
N = Jumlah daun yang diamati
vmax = nilai kategori serangan tertinggi
6
Deteksi patogen dengan PCR
Ekstraksi DNA dan Amplifikasi gen CPS. DNA total diekstraksi dari daun
jagung bergejala menggunakan Kit DNeasy Plant Minikit (Qiagen). Amplifikasi gen
capsule biosynthesis (CPS) dilakukan dengan teknik PCR menggunakan pasangan
primer CPSL1 (CCTGTCAGTCTCGAACC); dan CPSR2c (ATCTCGAA
CCGGTAACC) dengan produk PCR 1100 bp. Amplifikasi dilakukan pada Gene Amp
PCR System 9700 thermocycler, dengan program: predenaturasi pada 94°C selama 5
menit, dilanjutkan dengan 25 siklus denaturasi 940C selama 1 menit; Annealing 54
0C
selama 1 menit dan ekstensi 720C 30 detik. Siklus terakhir ditambah tahapan sintesis
selama 10 menit, kemudian siklus berakhir dengan suhu 4°C. Produk PCR
dielektroforesis pada gel agarose 1,2% yang dijalankan pada 80 V selama 1 jam. Gel
diwarnai dalam 2 µg/ml ethidium bromida dalam buffer elektroforesis (40 mM Tris, 20
mM sodium acetate, dan 1 mM EDTA, pH 7,0) dan divisualisasi pada UV
transluminator.
Sekuensing dan Analisis Filogenetik. Fragmen DNA hasil PCR ditentukan
dengan menggunakan ABIPrism 3100-Avant Genetic Analyzer. Sekuen DNA
selanjutnya diedit menggunakan program software ChromasPro versi 1.5. Analisis
sekuen untuk mengetahui tingkat homologinya dengan sekuen yang telah didepositkan
pada GenBank dilakukan dengan software BLAST (Basic Local Alignment Search
Tool) melalui situs resmi: http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. (Thompson et la.,
1997). Data sekuen nukleotida yang terpilih kemudian dimodifikasi dan analisis
spesifisitas nukleotida dilakukan dengan program multiple alignment (ClustalW) yang
terintegrasi pada program software MEGA (Molecular Evolutionary Genetics Analysis)
versi 6.0. Pohon filogeni dikonstruksi menggunakan program software PAUP 4.0b10
dengan metoda Neighbor Joining (NJ) berdasarkan pendekatan MP (Maximum
Parsimony) dan bootstrap 1.000 ulangan (Brady et al., 2012). Kemudian, pohon filogeni
ditampilkan menggunakan program software TreeGraph 2.0 (Stover & Muller, 2010).
7
HASIL
Keberadaan pertanaman jagung, terutama jagung manis sangat berkaitan erat
dengan munculnya gejala layu stewart yang disebabkan oleh bakteri Pantoea stewartii
subsp stewartii. Pada penelitian ini gejala tanaman jagung yang terinfeksi layu stewart
terdapat di Desa Kesiman Kertalangu, Kota Denpasar, Desa Kediri Kabupaten Tabanan,
Desa Blahbatuh Kabupaten Gianyar dan Desa Manggis Kabupaten Karangasem. Gejala
layu stewart yang menginfeksi tanaman jagung didaerah tersebut, pada daunnya terlihat
adanya garis lurus berwarna hijau muda kekuningan yang sejajar dengan tulang daun
(Gambar 1).
Berdasarkan tanaman yang bergejala layu stewart di lapangan, insiden penyakit
tertinggi (23 %) terjadi di desa Kesiman Kertalangu, Denpasar, sedangkan insiden
penyakit paling rendah (11 %) di desa Manggis, Karangasem (Tabel 1). Intensitas
penyakit tertinggi terdapat di kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar sebesar 10% dan
terendah terdapat di Kabupaten Karangasem yaitu sebesar 3%.
Deteksi dengan PCR hanya berhasil mengamplifikasi pita DNA dari sampel asal
Desa Kesiman Kertalangu, Kota Denpasar. Pita DNA berukuran ~1100 bp didapatkan
dari amplifikasi menggunakan pasangan primer CPSL dan CPSR2c yang
mengamplifikasi gen CPS (Gambar 2). Fragmen DNA yang dihasilkan selanjutnya
dipurifikasi dan disekuensing untuk mengidentifikasi bakteri berdasarkan kemiripan
dengan spesies bakteri yang telah teridentifikasi di Genbank. Berdasarkan hasil
penjajaran sekuen dengan database GenBank menggunakan program BLAST, bakteri
isolat Denpasar (yang selanjutnya dinamakan Isolat Bali) memiliki kekerabatan yang
dekat dengan Pantoea stewartii subsp stewartii isolate DOAB 021 (EU215383.1) asal
Kanada, Pantoea stewartii subsp stewartii strain DC283 (AF077292.2) asal USA,
Pantoea stewartii subsp stewartii cpsD (AB894429.1) asal Jepang, dan Pantoea
stewartii subsp stewartii isolate DOAB 022 (EU215384.1) asal Kanada, masing-
masing dengan tingkat kesamaan 98,97; 98,97; 99,08; dan 99,08% (Tabel 2). Hasil
analisis pohon filogeni menggunakan metoda Neighbor Joining (NJ) dengan 1000 kali
ulangan Bootstrap dan pendekatan Maximum Parsimony menunjukkan bahwa Isolat
Bali adalah Pantoea stewartii subsp stewartii, karena satu klade dengan sekuen-sekuen
bakteri Pantoea stewartii subsp stewartii dengan dukungan 100% Bootstrap Support
(BS) (Gambar 3).
8
Gambar 1. Gajala Layu Stewart yang ditemukan di pertanaman jagung Desa Kesiman
Kertalangu, Denpasar yaitu pada daunnya terlihat adanya garis lurus
berwarna hijau muda kekuningan yang sejajar dengan tulang daun.
Tabel 1. Insiden dan Intensitas Penyakit Layu Stewart di Provinsi Bali
Sampel Insiden
Penyakit
(%)
Intensitas
Penyakit
(%)
Gejala Penyakit
Denpasar 23 10 Garis kuning membujur sejajar tulang daun.
Tabanan 16 5 Garis kuning membujur sejajar tulang daun.
Gianyar 21 10 Garis kuning tidak beraturan sejajar tulang daun
Karangasem 11 3 Bercak kuning pada daun dan layu
Gambar 2. Hasil PCR menggunakan primer CPSL1 dan CPSR2c berhasil
mengamplifikasi isolat dari Denpasar (1,2). Sedangkan isolat-isolat
dari Tabanan (3,4); Gianyar (5,6); dan Karangasem (7,8) tidak
teramplifikasi. M: Marker DNA 100bp (Fermentas)
1100bp
1 2 M 3 4 5 6 7 8
9
Tabel 2. Matrik similaritas Pantoea stewarti subsp stewartii isolat Bali dan isolat
homologinya yang terdaftar di GeneBank berdasarkan sekuen gen CPS (%)
Keterangan:
1. Erwinia tasmaniensis strain ET1 99 (CU468135.1), 2. Erwinia pyrifoliae
DSM 12163 (FN392235.1), 3. Erwinia pyrifoliae strain Ep1 96 (FP236842.1), 4.
Pantoea ananatis PA13 (CP003085.1), 5. Pantoea ananatis LMG 5342
(HE617160.1), 6. Isolate Bali, 7. Pantoea stewartii subsp stewartii isolate DOAB
021 (EU215383.1), 8. Pantoea stewartii subsp stewartii strain DC283
(AF077292.2), 9. Pantoea stewartii subsp stewartii cpsD (AB894429.1), 10.
Pantoea stewartii subsp stewartii isolate DOAB 022 (EU215384.1), 11.
Pantoea rwandensis strain ND04 (CP009454.1), 12. Cedecea neteri strain ND02
(CP011427.1), 13. Serratia liquefaciens ATCC 27592 (CP006252.1), 14. Pantoea
ananatis AJ13355 DNA (AP012032.2), 15. Pantoea ananatis strain R100
(CP014207.1), 16. Pantoea ananatis LMG 20103 (CP001875.2), 17. Pantoea
agglomerans strain FDAARGOS 160 (CP014129.1), 18. Pantoea vagans C9 1
(CP00220.1), 19. Erwinia billingiae strain Eb661 (FP236843.1), 20. Erwinia
amylovora ATCC BAA 2158 (FR719191.1), dan 21. Erwinia amylovora
CFBP1430 (FN434113.1)
10
Gambar 3. Filogeni kekerabatan P. stewartii subsp stewartii isolat Bali terhadap isolat-
isolat homologinya yang terdaftar di GeneBank. Hasil analisis
menggunakan metoda Neighbor Joining (NJ) dengan menggunakan 1000
kali ulangan Bootstrap dan pendekatan Maximum Parsimony menunjukkan
bahwa Isolat Bali adalah Pantoea stewartii subsp stewartii, karena satu
klade dengan sekuen-sekuen bakteri Pantoea stewartii subsp stewartii
dengan dukungan 100% Bootstrap Support (BS).
PEMBAHASAN
Gejala seperti serangan penyakit layu stewart pada tanaman jagung di Desa
Kesiman Kertalangu, Kota Denpasar; Desa Kediri Kabupaten Tabanan; Desa Blahbatuh
Kabupaten Gianyar dan Desa Manggis Kabupaten Karangasem, umumnya daunnya
terlihat adanya garis lurus berwarna hijau muda kekuningan yang sejajar dengan tulang
daun. Gejala layu stewart yang terdapat pada pertanaman jagung ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Stack et al. (2002), yang mengatakan bahwa daun memperlihatkan
garis hijau pucat sampai kuning. Berdasarkan gejala ini, intensitas penyakit
menunjukkan bahwa tingkat infeksi penyakit di lapangan adalah ringan dan belum
ditemukan adanya vektor kumbang Chaetocnema pulicaria. Menurut Suparyono &
Pataky (1989), jagung dikategorikan rentan apabila intensitas penyakit mencapai 40 –
100%.
11
Amplifikasi berhasil mendapatkan fragmen berukuran ~1100 bp dari sampel
daun asal Denpasar, sedangkan sampel dari kabupaten Tabanan, Gianyar dan
Karangasem menunjukkan hasil negatif. Hal ini sesuai dengan apa yang didapatkan
pada uji morfologi koloni bakteri yaitu hanya sampel dari Denpasar yang dapat
dikulturkan.
Hasil BLAST menunjukkan bahwa bakteri isolat Denpasar (yang selanjutnya
dinamakan Isolat Bali) memiliki kekerabatan yang dekat dengan isolat Pantoea
stewartii subsp stewartii asal Kanada (EU215383.1 dan EU215384.1), asal USA
(AF077292.2), dan asal Jepang (AB894429.1). Analisis pohon filogeni menunjukkan
bahwa Isolat Bali adalah Pantoea stewartii subsp stewartii, karena satu klade dengan
sekuen-sekuen bakteri Pantoea stewartii subsp stewartii dengan dukungan 100%
Bootstrap Support (BS). Dharmayanti (2011) menyatakan bahwa untuk cabang-cabang
dalam topologi filogenetika dapat diprediksi menjadi signifikan jika set data resampled
seharusnya berulang kali (sebagai contoh > 70%) dalam memprediksi cabang-cabang
yang sama.
Kedekatan jarak genetik antara isolat Pantoea stewartii subsp stewartii isolat
Bali dengan isolat Pantoea stewartii subsp stewartii dari Kanada, USA dan Jepang
dimungkinkan karena adanya lalulintas komoditi pertanian antar negara dan antar area,
sehingga bakteri tersebut dapat terbawa memalui benih yang masuk ke wilayah Propinsi
Bali. Penyakit layu stewart yang disebabkan oleh bakteri Pantoea stewartii subsp
stewartii muncul pertama kali di Indonesia pada tahun 2010 (Rahma et al, 2010) dan
sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.51/ Tahun 2015 Pantoea stewartii subsp
stewartii merupakan OPTK (Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina) golongan
A1 yaitu OPTK yang tidak dapat dibebaskan melalui perlakuan. Persebaran Pantoea
stewartii subsp stewartii di Propinsi Bali masih sedikit dan hanya bersifat spot didaerah
tertentu saja.
Berdasarkan hasil identifikasi di atas dapat disimpulkan bahwa isolat bakteri
yang berasal dari desa Kesiman Kertalangu, Denpasar merupakan bakteri Pantoea
stewartii subsp. stewartii yang menyebabkan penyakit layu stewart pada tanaman
jagung di Denpasar. Penyakit ini baru ditemukan hanya di kota Denpasar dan belum
pernah dilaporkan di provinsi Bali. Penelitian dasar untuk mengetahui karakter
12
molekuler dan biologi Pantoea stewartii subsp. stewartii perlu dilakukan sebagai
landasan menyusun strategi pengendalian.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi melalui Penelitian Fundamental dengan Surat Perjanjian
Penugasan Pelaksanaan Penelitian No. 486.132/UN14.2/PNL.01.03.00/2016.
DAFTAR PUSTAKA
Bradbury JF. 1967. CMI Descriptions of Pathogenic Fungi and Bacteria No. 123. CAB
International, Wallingford, UK.
Brady CL, Cleenwerck I, Westhuizen LVD, Venter SN, Coutinho TA, Vos PD. 2013.
Pantoea rodasii sp. nov., Pantoea rwandensis sp. nov. and Pantoea wallisii sp.
nov., isolated from Eucalyptus. Int. J. Syst. Evol. Microbiol. 62: 1457–1464.
Dharmayanti NLPI. 2011. Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi Organisme
Berdasarkan Sejarah Evolusi. Wartazoa. 21(1): 15-18.
EPPO. 2007. Pantoea stewartii subsp. stewartii. Data Sheet on Quarantine Pests: EPPO
Kasryno F, Pasandaran E, Suyamto, Adnyana MO. 2007. Gambaran Umum Ekonomi
Jagung Indonesia. Di dalam: Hermanto, Suyamto, Sumarno, editor. Jagung.
Teknik Produksi dan Pengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. hlm.
474-497.
Munkvold GP. 2001. Corn Stewart’s Desease. Iowa: Iowa State University, University
Extension.
Pataky JK. 2004. Stewart’s Wilt of Corn, The Plant Health Instructor. Illionis:
University of Illionis
Rahma H, Nurbailis, Liswarni Y, Puspita Y. 2010. Uji virulensi beberapa isolat Pantoea
stewartii penyebab layu stewart pada bibit jagung (Zea mays L). Manggaro.
11(1): 12-17
Stack J, Chaky J, Giesler L. 2002. Publication Wilt of Corn in Nebraska.
http://www.unl.edu/unpub/search/default.shtml. [ 5 Februari 2016].
Stover BC, Muller KF. 2010. TreeGraph 2: combining and visualizing evidence from
different phylogenetic analyses. BMC Bioinformatics. 11 (7): 1-9.
Suparyono, PatakyJK. 1989. Influence of host resistance and growth stage at the time of
inoculation on Stewart’s wilt and Goss’s wilt development and sweet corn
hybrid yield. Plant Disease. 73:339-345
Thai Agriculture Standard. 2008. Diagnostic Protocol for Pantoea stewartii subsp
stewartii Bacterial Wilt of Maize. National Bureau of Agriculture Commodity
and Food Standard. Ministry of Agriculture and Cooperatives, Bangkok
13