Top Banner
PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI FAKULTAS FARMASI USU TIM PENYUSUN STAFF DAN ASISTEN LABORATORIUM DEPARTEMEN FARMAKOLOGI FARMASI LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020
110

PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

Jul 28, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

PENUNTUN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

FAKULTAS FARMASI USU

TIM PENYUSUN

STAFF DAN ASISTEN LABORATORIUM

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI FARMASI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

Page 2: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

i

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BIODATA MAHASISWA

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

PROGRAM STUDI :

FAKULTAS :

UNIVERSITAS :

Pas Foto

3 x 4

Page 3: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

ii

STAF LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN

TOKSIKOLOGI

FAKULTAS FARMASI USU

PLT Kepala Laboratorium : Embun Suci Nasution, S.Si., M. Farm. Klin., Apt.

Staff Laboratorium : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

Prof. Azizah Nasution, M.Sc., Apt.

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt.

Dr. Edy Suwarso, SU., Apt

Dr. Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Apt.

Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt.

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt.

Yuandani, S.Farm., M.Si., Apt.

Imam Bagus Sumantri, S.Farm., M.Si., Apt..

Dadang Irfan Husori, S.Si., M.Sc., Apt.

Asisten Laboratorium : Zainul Fuad Nurhadi

Joule De Ceva Magribi

Dhea Nur Fadhillah, S. Farm.

Sigit Duiharianto

Nurnasuha Binti Zainal Abidin

Ulva Khairani Ritonga

Desy Ariyanti Panjaitan

Christal Jennifer Grundling

Armelita D.L Dalimunthe

Audrey Nabila Febrika

Azmi Witri

Amri Selian

Izza Armadina Shulha

Lisca Anggia Putri Br. Tarigan

Page 4: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

iii

PERATURAN LABORATORIUM

1. Syarat mengikuti praktikum adalah sebagai berikut:

- Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi

- Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti praktikum farmakologi dan

toksikologi

- Menunjukkan salinan kartu rencana studi

- Pas foto berwarna ukuran 3x4 : 1 lembar

2. Praktikum dimulai pukul 13.15 WIB dan harus hadir tepat waktu.

3. Selama praktikum berlangsung, praktikan wajib memakai jas praktikum, sarung tangan, masker,

badge nama dan diwajibkan mengikuti tata cara berpakaian Fakultas Farmasi USU.

4. Setiap kelompok bertanggung jawab atas penyediaan dan pemeliharaan hewan yang digunakan

selama praktikum.

5. Setiap kelompok bertanggung jawab atas kebersihan meja dan alat-alat paktikum serta

mengembalikan peralatan dalam keadaan bersih.

6. Data praktikum dinyatakan sah apabila telah ditandatangani oleh asisten yang bertugas.

7. Laporan praktikum dibuat tertulis (diketik) dan diserahkan satu hari sebelum praktikum

selanjutnya.

8. Apabila dalam laboratorium terjadi keadaan yang berbahaya, praktikan harus segera melapor

pada dosen/asisten yang bertugas, dan bila dalam praktikum menemui kesulitan atau kesukaran

mintalah petunjuk dosen/asisten yang bertugas.

9. Praktikan yang berhalangan hadir harus memberikan keterangan tertulis atau surat keterangan

dokter apabila sakit.

10. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum diwajibkan melakukan kegiatan praktikum di hari

lainnya.

Page 5: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

iv

TUJUAN INSTRUKSIONAL

A. Umum

Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa S-1 Reguler Farmasi akan dapat

mengevaluasi aktivitas obat menggunakan berbagai metode eksperimen farmakologi.

B. Khusus

1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan cara penanganan hewan yang baik dan

penggunaan hewan yang sesuai etik.

2. Mahasiwa dapat mengevaluasi aktivitas obat berdasarkan Rute Pemberian Obat

3. Mahasiwa dapat mengevaluasi aktivitas obat berdasarkan Variasi Biologi

4. Mahasiwa dapat mengevaluasi aktivitas analgetik Obat

5. Mahasiwa dapat mengevaluasi aktivitas antipiretik Obat

6. Mahasiwa dapat mengevaluasi aktivitas antiinflamasi Obat

7. Mahasiwa dapat mengevaluasi aktivitas diuretik Obat

8. Mahasiswa dapat mengevaluasi aktifitas obat terhadap sistem saraf pusat

9. Mahasiswa dapat mengevaluasi aktifitas obat terhadap sisten safar Perifer

10. Mahasiswa dapat mengevaluasi aktifitas obat terhadap sisten pencernaan

11. Mahasiswa dapat mengevaluasi aktifitas obat terhadap sisten imun

Page 6: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

v

DAFTAR ISI

BAB I AKTIVITAS OBAT BERDASARKAN DOSIS, RUTE PEMBERIAN OBAT, DAN

VARIASI BIOLOGI ...................................................................................................... 1

BAB II AKTIVITAS ANALGETIK OBAT/SEDIAAN UJI ..................................................

BAB III AKTIVITAS ANTIPIRETIK OBAT/SEDIAAN UJI ................................................... 28

BAB IV AKTIVITAS ANTIINFLAMASI OBAT/SEDIAAN UJI ............................................ 40

BAB V AKTIVITAS ANTIDIABETES OBAT/SEDIAAN UJI ................................................ 50

BAB VI AKTIFITAS DIURETIKA OBAT/SEDIAAN UJI ...................................................... 61

BAB VII AKTIFITAS OBAT TERHADAP SISTEM SARAF PUSAT .................................... 71

BAB VIII AKTIFITAS OBAT TERHADAP SISTEM SARAF PERIFER ............................... 77

BAB IX AKTIVITAS OBAT/SEDIAAN UJI TERHADAP SISTEM PENCERNAAN ........... 87

BAB X AKTIVITAS OBAT/SEDIAAN UJI TERHADAP SISTEM IMUN............................. 96

Page 7: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

1

BAB I. AKTIVITAS OBAT BERDASARKAN DOSIS, RUTE PEMBERIAN OBAT, DAN VARIASI BIOLOGI

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa mahasiswa dapat:

1. Mengaplikasikan cara penanganan hewan yang baik dan penggunaan hewan yang sesuai etik.

2. Mahasiwa dapat mengevaluasi aktivitas obat berdasarkan Dosis, Rute Pemberian Obat, dan

Variasi Biologi.

II. Etika Pemanfaatan Hewan Coba

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian akan mengalami penderitaan, yaitu:

ketidaknyamanan, ketidaksenangan, kesusahan, rasa nyeri, dan terkadang berakhir dengan

kematian. Berdasarkan hal tersebut, hewan yang dikorbankan dalam penelitian yang hasilnya

dapat dimanfaatkan oleh manusia patut dihormati, mendapat perlakuan yang manusiawi,

dipelihara dengan baik, dan diusahakan agar bisa disesuaikan pola kehidupannya seperti di alam.

Peneliti yang akan memanfaatkan hewan percobaan pada penelitian kesehatan harus

mengkaji kelayakan dan alasan pemanfaatan hewan dengan mempertimbangkan penderitaan

yang akan dialami oleh hewan percobaan dan manfaat yang akan diperoleh untuk manusia.

Dalam pelaksanan penelitian, peneliti harus membuat dan menyesuaikan protokol

dengan standar yang berlaku secara ilmiah dan etik penelitian kesehatan. Etik penelitian

kesehatan secara umum tercantum dalam World Medical Association, yaitu: respect

(menghormati hak dan martabat makhluk hidup, kebebasan memilih dan berkeinginan, serta

bertanggung jawab terhadap dirinya, termasuk di dalamnya hewan coba), beneficiary

(bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain, manfaat yang didapatkan harus lebih besar

dibandingkan dengan risiko yang diterima), dan justice (bersikap adil dalam memanfaatkan

hewan percobaan). Contoh sikap tidak adil, antara lain: hewan disuntik/ dibedah berulang untuk

menghemat jumlah hewan, memakai obat euthanasia yang menimbulkan rasa nyeri karena harga

yang lebih murah.\

Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan

prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction, dan refinement.

Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan

secaraseksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan

penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.

Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu: relatif (mengganti hewan percobaan dengan

Page 8: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

2

memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong, hewan dari ordo lebih rendah) dan absolut

(mengganti hewan percobaan dengan kultur sel, jaringan, atau program komputer).

Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin,

tetapitetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimum biasa dihitung menggunakan

rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t

adalah jumlah kelompok perlakuan. Kelemahan dari rumus itu adalah semakin sedikit kelompok

penelitian, semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan, serta sebaliknya. Untuk

mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang tepat agar didapatkan hasil

penelitian yang sahih.

Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane),

memeliharahewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang

menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Pada

dasarnya prinsip refinement berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi. Yang

pertama adalah bebas darirasa lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air

minum yang sesuai dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan komposisi nutrisi untuk

kesehatannya. Makanan dan air minum memadai dari kualitas, dibuktikan melalui analisa

proximate makanan, analisis mutu air minum, dan uji kontaminasi secara berkala. Analisis

pakan hewan untuk mendapatkan komposisi pakan menggunakan metode standar. Kedua, hewan

percobaan bebas dari ketidaknyamanan, disediakan lingkungan bersih dan paling sesuai dengan

biologi hewan percobaan yang dipilih, dengan perhatian terhadap: siklus cahaya, suhu,

kelembaban lingkungan, dan fasilitas fisik seperti ukuran kandang untuk kebebasan bergerak,

kebiasaan hewan untuk mengelompok atau menyendiri. Berikutnya, hewan coba harus bebas

dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan,

serta pengobatan tehadap hewan percobaan jika diperlukan. Penyakit dapat diobati dengan

catatan tidak mengganggu penelitian yang sedang dijalankan. Bebas dari nyeri diusahakan

dengan memilih prosedur yang meminimalisasi nyeri saat melakukan tindakan invasif, yaitu

dengan menggunakan analgesia dan anesthesia ketika diperlukan.

III. Dosis Obat

Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek

tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit. Dosis maksimum adalah dosis (takaran) yang

terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa

membahayakan. Ad infinitum merupakan suatu peringkat tertentu yang akan tercapai dimana

tidak ada lagi peningkatan dalam respon walau dosis obat ditambah atau ditingkatkan. Respon

ini dikenal dengan respon maksimum. Sebaliknya dosis minimum yang dapat memberikan

respon yang nyata disebut sebagai dosis ambang dan responnya disebut respon ambang.

Page 9: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

3

Untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu pada populasi diprlukan satu

kisaran dosis. Jika dibuat distribusi frekuensi dari individu yang responsif (dalam %) pada

kisaran dosis tersebut (dalam log dosis), dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu

tersebut disebut dosis terapi median atau dosis efektif median (=ED50) . Dosis letal median

(=LD50) ialah dosis yang menimbulkan kematian pada 50 % individu, sedangkan TD50 ialah

dosis toksik 50%.

Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan efek toksik

pada seorang pasien. Oleh karena itu:

Indeks terapi

=

TD1 adalah lebih

tepat,

ED99

Dan untuk obat

ideal :

TD1

1

ED99

Akan tetapi, nilai-nilai ekstrim tersebut tidak dapat ditentukan dengan teliti karena

letaknya dibagian kurva yang melengkung dan bahkan hampir mendatar.

Banyak faktor yang mempengaruhi bagaimana dosis obat tertentu akan mempengaruhi

pasien. Karena tidak semua pasien memiliki ukuran berat, usia, dan seks yang sama, akan lebih

bijaksana jika mempertimbangkan bagaimana faktor-faktor yang mungkin akan mempengaruhi

seberapa banyak obat yang harus diterima seseorang dan efek obat yang akan terjadi pada

pasien. Rekomendasi yang sering digunakan untuk pengobatan dengan dosis dewasa, seperti

yang ditemukan dalam referensi standar, didasarkan pada asumsi bahwa pasien adalah "normal"

dewasa. Seperti "normal" (atau rata-rata) dewasa dikatakan 5 kaki 9 inci (173 cm) tinggi dan

berat 154 lbs (70 kilogram). Namun, banyak orang yang tidak cocok dengan kategori ini. Oleh

karena itu, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan ketika pasien menerima obat yaitu berat

badan, luas permukaan tubuh, usia, kelamin, faktor genetik, kondisi fisik pasien, kondisi

psikologi pasien, toleransi, waktu pemberian, interaksi obat, dan rute pemberian obat

(Heiserman, 2001).

Rute pemberian obat merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian efek dari

suatu obat. Rute pemberian obat berpengaruh pada onset of action dan duration of action suatu

obat. Rute pemberian obat dibagi dua yaitu: intravaskular dan ekstravaskular.

Untuk melakukan suatu suntikan, jarum harus tajam dan ukurannya sesuai. Ukuran jarum

yang sesuai dan volum yang maksimum untuk berbagai cara pemberian dapat dilihat pada Tabel

1.

Page 10: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

4

Tabel 1. Cara pemberian obat terhadap hewan dan ukuran jarum suntik

Hewan

Jarum Suntik

i.v.

i.p.

s.c.

i.m.

per oral

Mencit Ukuran jarum 27G, 25G, 25G, 25G, 18G,

1/2”

3/4”

3/4”

3/4”

2”

Volume maksimal (mL) 0,4 1 0,4 0,4 1

Tikus dan Ukuran jarum - 25G, 25G, 25G, -

Marmut 3/4” 1” 1”

Volume maksimal (mL) - 2 1 0,4 -

Kelinci Ukuran jarum 25G, 21G, 25G, 25G, Keteter

1”

1”

1”

1”

no.9

Volume maksimal (mL) 10 5 2 2 5-10

G = Gauge, jarum suntik.

Obat dapat diberikan kepada pasien dengan menggunakan berbagai metode. Beberapa

obat hanya efektif jika diberikan dalam bentuk sediaan tertentu. Obat lain diberikan dalam

bentuk dapat meningkatkan atau menurunkan efeknya atau melokalisir efek obat.

1. Oral. Kebanyakan obat tersedia saat ini dapat diberikan melalui mulut (oral). Obat

dapatdiberikan secara oral dalam bentuk tablet, kapsul, bubuk, larutan, atau suspensi.

Obat yang diberikan melalui rute oral biasanya digunakan untuk mendapatkan efek

sistemik. Obat-obat ini harus melalui saluran pencernaan dan biasanya mengalami first

pass metabolism.

2. Parenteral. Istilah parenteral secara harfiah berarti untuk menghindari usus

(saluranpencernaan). Dengan demikian, parenteral adalah obat injeksi yang masuk ke

tubuh secara langsung dan tidak diharuskan untuk diserap di saluran pencernaan

sebelum obat tersebut berefek. Pemberian rute parenteral biasanya memiliki onset of

action yang lebih cepat dibandingkan rute lain dari pemberiannya. Produk parenteral

harus steril (bebas dari mikroba hidup). Rute parenteral memiliki kelemahan: sakit,

tidak nyaman, dan obat yang sudah disuntikkan tidak dapat diambil kembali.

a. Intravena. Penyuntikan obat secara langsung ke dalam vena pasien merupakan

rutepemberian yang paling cepat. Jenis rute pemberian ini merupakan rute

parenteral yang paling cepat memberikan onset of action.

b. Subkutan (Sub-Q/SC). Rute pemberian ini melibatkan suntikanobatdi bawah kulit

kedalam lapisan lemak, tetapi tidak ke dalam otot. Penyerapan obat ini cepat.

Insulin biasanya diberikan secara subkutan.

Page 11: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

5

c. Intraperitonial. Walaupun metode ini jarang digunakan secara klinis, cara ini

selaludigunakan untuk memberikan obat pada hewan kecil. Dinding otot di

peritoneum (dibawah abdomen) sangat tipis dan usus banyak memiliki pembuluh

darah vaskuler. Ini berarti suntikan pada bagian tersebut akan menyebabkan sedikit

kesakitan, akan tetapi obat mudah diserap ke dalam sistem peredaran darah.

Tambahan lagi obat yang bersifat iritan dan bervolume besar dapat disuntikkan

dibanding dengan cara-cara pemberian lainnya.

Page 12: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

6

IV. Metode Skrining

Dosis merupakan jumlah tertentu dari obat yang dapat digunakan untuk mencapai efek

terapi. Dosis dibagi 5 jenis yaitu dosis minimum, lazim, maksimum, toksik dan letal. Untuk

menyatakan toksisitas akut suatu obat, umumnya dipakai ukuran LD50 (medium lethal dose

50) yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari sekelompok binatang percobaan.

Demikian juga sebagai ukuran dosis efektif (dosis terapi) yang umum digunakan sebagai

ukuran ialah ED 50 (median effective dose), yaitu dosis yang memberikan efek tertentu pada

50% dari sekelompok binatang percobaan. LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam

dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok binatang percobaan. Setiap binatang

diberikan dosis tunggal. Setelah jangka waktu tertentu (misalnya 24 jam) sebagian biantang

percobaan ada yang mati, dan persentase ini diterakan dalam grafik yang menyatakan

hubungan dosis (pada absis) dan persentase binatang yang mati (pada ordinat). Dalam studi

farmakodinamik di laboratorium, indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio berikut :

TD50 LD50

Indek terapi = ED50 atau ED50

LD50 merupakan suatu hasil dari pengujian (assay) dan bukanlah pengukuran

kuantitatif. LD 50 bukanlah merupakan nilai mutlak, dan akan bervariasi dari satu

laboratorium ke laboratorium lain, dan bias jadi pada laboratorium yang sama akan berbeda

hasilnya setiap kali dilakukan percobaan (Ganiswara et al, 2007).

Ada berbagai metode perhitungan LD50 yang umum digunakan antara lain metode

Miller-Tainter, metode Reed-Muench, dan metode Kärber. Dalam metode Miller-Tainter

digunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-probit yang memiliki skala logaritmik

sebagai absis dan skala probit (skala ini tidak linier) sebagai ordinat. Pada kertas ini dibuat

grafik antara persen mortalitas terhadap logaritma dosis. Metode Reed-Muench didasarkan

pada nilai kumulatif jumlah hewan yang hidup dan jumlah hewan yang mati. Diasumsikan

bahwa hewan yang mati dengan dosis tertentu akan mati dengan dosis yang lebih besar, dan

hewan yang hidup akan hidup dengan dosis yang lebih kecil. Metode Kärber prinsipnya

menggunakan rataan interval jumlah kematian dalam masing-masing kelompok hewan dan

selisih dosis pada interval yang sama (Soemardji et al, 2009).

Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan efek

toksik pada seorang pasienpun, oleh karena itu, (Ganiswara et al, 2007). Berikut cara

pemberian obat terhadap hewan percobaan :

Page 13: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

7

Subkutan

Untuk menyuntik tikus secara subkutan letakkan hewan tersebut diatas meja.

Kemudian letakkan telapak tangan kiri perlahan di belakangnya dan pegang kulit

ditengkuknya dengan ibu jari dan telunjuk. Dengan tangan kanan memegang jarum suntik,

cucukkan jarum dalam lipatan kulit dengan cepat. Ujung jarum semestinya bebas bergerak

diantara kulit dan otot. Jika panjang jarum yang digunakan itu sesuai, maka jarum tidak akan

tercucuk terlalu dalam. Gerak-gerakkan jarum dengan jari telunjuk dan ibu jari untuk

menentukan posisi jarum pada tempat yang tepat, kemudian suntiklah. Tarik jarum dengan

tangan kiri, urut bagian yang disuntik tadi.

Oral

Larutan obat dapat diberikan secara oral dengan jarum oral yang khas (kateter untuk

kelinci). Untuk tikus dan mencit, hewan tersebut dipegang dengan sempurna dan jarum oral

dimasukkan dalam mulut berdekatan dengan bagian atas langit-langit mulut (palate). jarum

ditolak perlahan-lahan ke esopagus dan bukan dipaksa masuk. Setelah masuk kedalam mulut

(kira-kira dua inci ke bawah) hewan itu akan menunjukkan keadaan seperti tercekik. Jarum

oral dapat disesuaikan besarnya dengan hewan tertentu.

Intraperitoneal

Untuk menyuntik tikus secara IP, peganglah kulit leher hewan tersebut dengan jari

telunjuk dan ibu jari. Pegangan yang sempurna akan meregangkan kulit diabdomennya.

Suntik di bagian kuadran bawah abdomen dengan satu tusukan dengan cepat dan jangan ragu-

ragu. Dorong jarum ke bagian dimana jarum tidak menembus hati, buah pinggang, spleen atau

kandung kemih, selanjutnya ditekan perlahan-lahan.

Intravena

Cara penyuntikan IV berbeda dari satu spesies ke spesies lainnya. Pada mencit

suntikan intravena dilakukan pada penbuluh darah ekor. Oleh karena pembuluh darah ekor

mencit mudah diketahui, sehingga suntikan intravena dapat dilakukan dengan mudah.

Keempat-empat pembuluh darah ekor terletak bilateral, ventral dan dorsal serta dapat

dikembangkan (vasodilatasi) dengan menyentuhkan suhu tertentu pada bahagian ekor

(misalnya dengan meletakkan ekor mencit kedalam air hangat suhu 45-50oC), dan

penggunaan alkohol atau dengan menekan ujung ekornya untuk mempermudah penyuntikan.

Hewan mula-mula dimasukkan dalam prangkap tikus menyerupai tabung yang kedua

ujungnya terbuka. Pada kedua ujung ditutup dengan gabus yang tengahnya berlubang. Ujung

ekor yang keluar dari gabus dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri dan

Page 14: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

8

suntikan dilakukan dengan tangan kanan. Adalah lebih baik jika bisa memberikan cahaya

pada ekor, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penglihatan pembuluh darah dengan jelas,

juga bertujuan untuk memanaskan ekor tikus. Apabila menyuntik dan terasa tidak ada

hambatan, pada tempat penyuntikan ini menunjukkan jarum telah masuk dengan benar

kedalam pembuluh darah dan plunger dapat ditekan dengan mudah. Jika jarum tidak masuk

dengan tepat pada pembuluh darah, suntikan itu akan memberikan kawasan pucat diujung

jarum. Adalah lebih baik menggunakan sebatang jarum yang halus (Gauge 27,1/2 inci) dan

suntikan dimulai pada ujung ekor supaya beberapa percobaan dapat dilakukan.

V. Luminal (Fenobarbital)

Farmakologi molekuler reseptor asam gamma amino butirat (GABA) terikat pada

saluran kanal klorida yang merupakan salah satu mesin renspons obat dalam tubuh yang

paling handal. Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa yang meniru

kerja GABA. Fenobarnital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam

pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan

ambang rangsang. Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat

dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma sampai dengan

kematian. Efek hipnotik fenobarbital dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis

hipnotik (Ganiswara et al, 2007).

VI. Prinsip Percobaan

Pengaruh pemberian dosis yang bervariasi, rute pemberian obat, dan variasi biologi

dari hewan percobaan dapat dilihat dengan pemberian luminal yang mana tingkat hipnotik

yang ditimbulkan yaitu reaktif, gerak lambat, dan tidur bergantung pada banyaknya dosis

yang diberikan, rute pemberian obat, dan variasi biologi dari hewan percobaan.

VII. Metode Percobaan

7.1 Alat

Timbangan elektrik, oral sonde mencit, Spuit 1 ml, stopwatch, alat suntik 1 ml, beaker glass

25 ml, erlenmeyer 10 ml

7.2 Bahan

Akuades, Luminal-Na konsentrasi 0,75%

7.3 Hewan Uji

Mencit

Page 15: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

9

7.4 Cara Pembuatan Larutan Obat Phenobarbital Na (Luminal-Na)

Pembuatan larutan obat Phenobarbital-Na konsentrasi 0,75% dibuat dengan penimbangan

0,375 g phenobarbital yang dilarutkan dalam 50 ml aquadest.

7.5 Prosedur Percobaan

1. Hewan ditimbang, dan ditandai

2. Dihitung dosis dengan pemberian:

Rute Pemberian Obat

- Mencit 1: kontrol aquadest 1% BB secara oral.

- Mencit 2: luminal 0,75% dosis 80 mg/kgBB secara oral

- Mencit 3: luminal 0,75% dosis 80 mg/kgBB secara i.p

- Mencit 4: luminal 0,75% dosis 80 mg/kgBB secara s.c

Pengaruh Variasi Biologi

- Mencit 1: berat badan 25 g luminal 0,75 % dosis 50 mg/kgBB secara oral.

- Mencit 2: berat badan 35 g luminal 0,75 % dosis 50 mg/kgBB secara oral.

- Mencit 3: puasa, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kgBB secara oral.

- Mencit 4: tanpa puasa, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kgBB secara oral.

- Mencit 5: jantan, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kgBB secara oral.

- Mencit 6: betina, luminal 0,75 % dosis 50 mg/kgBB secara oral.

Dosis, Respon dan Indeks Terapi

- Mencit 1: kontrol aquadest 1% BB secara oral.

- Mencit 2: luminal 0,75% dosis 50 mg/kgBB secara i.p

- Mencit 3: luminal 0,75% dosis 100 mg/kgBB secara i.p

- Mencit 4: luminal 0,75% dosis 200 mg/kgBB secara i.p

- Mencit 5: luminal 0,75% dosis 400 mg/kgBB secara i.p

Diamati dan dicatat respon yang terjadi selang waktu 10 menit selama 90 menit dan dibuat

grafik respon vs waktu

Page 16: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

10

DAFTAR PUSTAKA Ridwan, E. (2013): Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J Indon Med

Assoc, Volum: 63, Nomor: 3.

Heiserman, D.L. (2011) : Factors Which Influence Drug Dosage Effects. USA : SweetHaven

Publishing Services.

Page 17: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

11

DATA LAPORAN PERCOBAAN

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

Rute Pemberian Obat

No

PERLAKUAN WAKTU (menit)

10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 Kontrol (aquadest) secara oral

2 Luminal dosis 80 mg/Kg BB

secara oral

3 Luminal dosis 80 mg/Kg BB

secara i.p

4 Luminal dosis 80 mg/Kg BB

secara iv

Dosis, Respon dan Indeks Terapi

No

PERLAKUAN WAKTU (menit)

10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 Kontrol (aquadest) secara oral

2 Luminal dosis 50 mg/Kg BB

secara i.p

3 Luminal dosis 100 mg/Kg BB

secara i.p

4 Luminal dosis 200 mg/Kg BB

secara i.p

5 Luminal dosis 400 mg/Kg BB i.p

Page 18: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

12

Pengaruh Variasi Biologi Terhadap Dosis Obat

No PERLAKUAN

RESPON

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 Mencit 1

2 Mencit 2

3 Mencit 3

4 Mencit 4

5 Mencit 5

6 Mencit 6

Keterangan :

1.1. Normal

1.2. Garuk-Garuk (reaktif)

1.3. Gerak lambat

1.4. Tidur i.p = intra peritoneal

Page 19: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

13

VIII. Pembahasan

Page 20: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

14

Page 21: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

15

DAFTAR PUSTAKA

Medan, ________________

Asisten, Praktikan

( ________________ ) ( ______________________ )

Ridwan, E. (2013): Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J Indon Med

Assoc, Volum: 63, Nomor: 3.

Heiserman, D.L. (2011) : Factors Which Influence Drug Dosage Effects. USA : SweetHaven

Publishing Services.

NILAI :

Page 22: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

16

GRAFIK PERCOBAAN

RUTE PEMBERIAN OBAT, DOSIS, RESPON DAN INDEKS TERAPI, PENGARUH VARIASI BIOLOGI TERHADAP DOSIS OBAT

Page 23: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

17

BAB 2. AKTIVITAS ANALGETIK OBAT/SEDIAAN UJI

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas analgetik

Obat

II. Pendahuluan

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan

(ancaman) kerusakan jaringan. Rasa nyeri pada umumnya merupakan suatu gejala yang

berfungsi sebagai isyarat bahaya adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, infeksi

jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimia atau

fisika (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dimana rangsangan tersebut

menyebabkan terjadinya pelepasan zat-zat kimia (misalnya, bradikinin, prostaglandin, ATP,

proton) yang menstimulasi reseptor nyeri.

Analgetik adalah zat-zat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetik dibagi dalam 2 (dua)

kelompok besar, yaitu analgetik perifer (non narkotik) dan analgetia narkotik. Analgetik

perifer (non narkotik) yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak

Page 24: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

18

bekerja secara sentral. Sementara analgetik narkotik khusus digunakan untuk menghilangkan

rasa nyeri yang hebat, seperti pada patah tulang (fracture) dan kanker.

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat diatasi dengan beberapa cara, yaitu :

a. Analgetik perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor perifer

b. Analgetik sentral (narkotik), yang memblokir pusat nyeri saraf di susunan saraf pusat

(SSP) dengan anastesi umum

c. Antidepresif trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf

d. Antiepileptik, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada nyeri

Persepsi sakit adalah suatu keadaan yang sukar untuk diberi defenisi atau diukur.

Keadaan tersebut merupakan fenomena subjektif, dengan demikian tidak dapat diketahui

bagaimana gambaran hewan percobaan yang mengalami rasa nyeri. Sebagian besar teknik

melibatkan penggunaan uji nosiseptif dimana stimulus nyeri, secara mekanis maupun elektris

digunakan untuk menghasilkan rasa sakit.

Metode yang biasa dilakukan ialah metode plat panas Janssen dan Jageneu (1975).

Pada metode ini hewan diletakkan dengan perlahan ke atas plat panas yang bersuhu tetap 550

C. Waktu respon (biasanya 4-10 detik untuk keadaan normal dihitung sebagai jarak waktu

mula-mula hewan itu meletakkan kakinya di atas plat dan waktu dicatat apabila hewan itu

mulai menjilati kakinya atau melompat untuk mengelakkan diri dari panas). Hewan yang

tidak menunjukkan respon dalam jangka waktu 30 detik tidak digunakan dalam percobaan.

Metode lain adalah dengan menggunakan senyawa kimia seperti asam asetat 3%.

Asam asetat ini sebagai stimulus untuk rasa nyeri yang ditimbulkan. Rasa nyeri dari

pemberian asam asetat ini dapat dilihat dari geliat yang ada dari pengamatan terhadap mencit

(hewan). Geliat ini dihitung dimulai jika mencit meregangkan kakinya ke belakang dan

menekan perutnya ke bawah. Geliat ini dihitung 1, dan seterusnya. Sehingga akhir waktu

yang ditentukan akan didapat jumlah geliat dari hewan secara total pada waktu tertentu.

Dalam percobaan, digunakan 3 metode dalam menggambarkan persepsi rasa sakit,

yaitu metode asam asetat sebagai stimulus nyeri perifer, metode plat panas, dan metode panas

menggunakan infra red (IR) sebagai stimulus nyeri sentral.

III. Alat & Bahan

3.1 Alat-alat

Timbangan Elektrik, spuit 1 ml, stopwatch, beaker glass 25 ml, erlenmeyer, hot plate, plantar

test

3.2 Bahan-bahan

Aquadest, asam asetat 3%, antalgin 2%, morfin SO4 0,1%

Page 25: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

19

3.3 Hewan Uji

Mencit

IV. Pembuatan Larutan Obat

4.1 Morfin SO4

Konsentrasi 0,1% dengan penimbangan 0,025 g morfin yang dilarutkan dalam 25 ml

aquadest.

Cara Pembuatan:

Ditimbang 0,025 g morfin, lalu dilarutkan dengan aquadest dalam labu tentukur 25 ml sampai

garis tanda.

4.2 Antalgin (Methampiron HCl)

Konsentrasi 2% dengan penimbangan 0,1 g antalgin yang dilarutkan dalam 50 ml aquadest.

Cara Pembuatan:

Ditimbang 1 g antalgin, dilarutkan dengan aquadest dalam labu tentukur 50 ml sampai garis

tanda.

4.3 Asam asetat 2%

Konsentrasi 2% dengan melarutkan 6,67 ml asam asetat dalam aquadest 15% dalam labu

tentukur 50 ml.

V. Prosedur

Metode Asam

Asetat

1. Hewan ditimbang dan ditandai

2. Dihitung dosis dengan pemberian:

- Mencit 1: Kontrol NaCl 0,9% dosis 1% BB (i.p)

- Mencit 2: Morfin SO4 [ ] 0,1% dosis 10 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 3: Morfin SO4 [ ] 0,1% dosis 15 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 4: Antalgin [ ] 2% dosis 300 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 5: Antalgin [ ] 2% dosis 400 mg/kg BB (i.p)

3. Setelah 30 menit masing-masing mencit disuntikkan asam asetat 2% dengan dosis

1% BB secara i.p.

4. Diamati dan dihitung jumlah geliat selang 10 menit sampai 90 menit

5. Dibuat grafik jumlah geliat vs waktu

6. Dianalisis data secara statistik

Page 26: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

20

Metode Plat Panas

1. Hewan ditimbang dan ditandai

2. Dihitung dosis dengan pemberian :

- Mencit 1: Kontrol NaCl 0,9% dosis 1% BB (i.p)

- Mencit 2: Morfin SO4 [ ] 0,1% dosis 10 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 3: Morfin SO4 [ ] 0,1% dosis 15 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 4: Antalgin [ ] 2% dosis 300 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 5: Antalgin [ ] 2% dosis 400 mg/kg BB (i.p)

3. Diletakkan hewan ke atas plat panas bersuhu 550 C

4. Diamati dan dihitung waktu saat hewan mulai menjilati kakinya selang 10 menit

sampai 90 menit

5. Dibuat grafik lama respon vs waktu

6. Dianalisis data secara statistik

Metode Plat Panas Infra Red (IR)

1. Hewan ditimbang dan ditandai

2. Dihitung dosis dengan pemberian :

- Mencit 1: Kontrol NaCl 0,9% dosis 1% BB (oral)

- Mencit 2: Morfin SO4 [ ] 0,1% dosis 10 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 3: Morfin SO4 [ ] 0,1% dosis 15 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 4: Antalgin [ ] 2% dosis 300 mg/kg BB (i.p)

- Mencit 5: Antalgin [ ] 2% dosis 400 mg/kg BB (i.p)

3. Hewan diletakkan ke dalam kotak, kemudian arahkan panas IR tepat ke telapak kaki

hewan

4. Diamati dan dicatat waktu selang 10 menit sampai 90 menit

5. Dibuat grafik lama respon vs waktu

6. Dianalisis data secara statistik

Page 27: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

21

DAFTAR PUSTAKA

UGO BASILE BIOLOGICAL RESEARCH APPARATUS. Page 9. Basto, J.K.(2004). Analgesic and anti-inflammatory activity of a crude root extract

of Pfaffia glomerata (Spreng) Pedersen. Journal of Ethnopharmacology 96 (2005).

page 87–91. Neal, M.J.(2002). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Halaman 64-65. Parmar, N.S and Prakash, S. (2006). Screening methods in Pharmacology. Alpha Science

International Ltd. Oxford, U.K. pp. 211-238.

Tjay, H.T and Rahardja, K. (2008). Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-efek

sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Halaman 310-462.

VI. Grafik

Grafik Jumlah geliat vs Waktu

Jumlah geliat

Waktu (menit)

Page 28: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

22

DATA LAPORAN PERCOBAAN

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

No PERLAKUAN PERLAKUAN JUMLAH GELIAT

I

II

10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 Mencit 1 Setelah 30

Kontrol menit masing-

(NaCl 0,9%

dosis 1% masing mencit

BB) diberi asam

asetat 3% dosis

2 Mencit 2

(Morfin 10 1 % BB secara

mg/kg BB) i.p

3 Mencit 3

(Morfin 15

mg/kg BB)

4 Mencit 4

(Antalgin 150

mg/kg BB)

5 Mencit 5

(Antalgin 250

mg/kg BB)

Page 29: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

23

No PERLAKUAN PERLAKUAN RESPON (detik)

I

II

10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 Mencit 1 Diletakkan

Kontrol (NaCl didalam kotak,

0,9% dosis Kemudian arah

1% BB) kan panas IR

tepat ditelapak

2 Mencit 2

(Morfin 15 kaki mencit.

mg/kg BB)

3 Mencit 3

(Antalgin 400

mg/kg BB)

No PERLAKUAN PERLAKUAN RESPON (detik)

I

II

10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 Mencit 1 Diletakkan

Kontrol (NaCl mencit diatas

0,9% dosis plat panas

1% BB) bersuhu 55°C

2 Mencit 2

(Morfin 1%

Dosis 15mg/kg

BB)

3 Mencit 3

(Antalgin 2%

Dosis 400mg/kg

BB)

Page 30: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

24

VI. PEMBAHASAN

Page 31: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

25

Page 32: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

26

DAFTAR PUSTAKA

Medan,________________

Asisten, Praktikan

( ________________ ) ( ______________________ )

NILAI :

………(2006). UGO BASILE BIOLOGICAL RESEARCH APPARATUS. Page 9. Basto, J.K.(2004). Analgesic and anti-inflammatory activity of a crude root extract

of Pfaffia glomerata (Spreng) Pedersen. Journal of Ethnopharmacology 96 (2005).

page 87–91. Neal, M.J.(2002). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Halaman 64-65. Parmar, N.S and Prakash, S. (2006). Screening methods in Pharmacology. Alpha Science

International Ltd. Oxford, U.K. pp. 211-238.

Tjay, H.T and Rahardja, K. (2008). Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-efek

sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Halaman 310-462.

Page 33: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

27

GRAFIK PERCOBAAN

ANALGETIK

Page 34: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

28

BAB 3. AKTIVITAS ANTIPIRETIK OBAT/SEDIAAN UJI

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas antipiretik

obat

II. Pendahuluan

Demam atau naiknya suhu tubuh pada umumnya terjadi karena adanya infeksi. Toksin

yang dihasilkan oleh mikroorganisme akan mengganggu sistem pengaturan panas tubuh di

hipotalamus. Selain dapat dipengaruhi oleh toksin dari mikroorganisme, sistem pengaturan

panas tubuh dapat pula dipengaruhi oleh zat-zat lain yang bersifat toksik yang masuk ke

dalam tubuh. Pada suhu di atas 37⁰ C limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif, dan apabila

suhu melampaui 40-41⁰ C dapat terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal dikarenakan tidak

dapat dikendalikan lagi oleh tubuh.

Berdasarkan konsep-konsep di atas maka dikembangkan cara-cara untuk melakukan

percobaan uji efektivitas antipiretik dari suatu obat. Dinitrofenol pada mulanya digunakan

sebagai senyawa pembentuk panas dan obat untuk menurunkan berat badan. Ternyata

dinitrofenol diketahui sangat toksik dan dapat menyebabkan katarak.

Antipiretik adalah senyawa yang dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan

demam, salah satu contohnya adalah parasetamol. Antipiretik digunakan secara ekstensif

dalam mengontrol pyrexia yang disebabkan oleh beberapa penyakit viral, malaria,

malignancy, kerusakan jaringan, inflamasi dan tingkat penyakit lain. Untuk mengevaluasi

antipiretik dalam mengatasi demam makan dilakukan percobaan hewan dengan menggunakan

injeksi jamur Brewer atau lipopolisakarida-lipipolisakarida.

Test Antipiretik pada Tikus:

Pada tikus diberikan injeksi suspense jamur Brewer secara sub cutan menghasilkan pyrexia

yang signifikan yang dapat diatasi oleh obat-obat antipiretik yang efektif secara klinis.

Test Antipiretik pada Kelinci:

Kelinci sangat sensitif terhadap efek pyrexigenik dari lipopolisakarida-lipopolisakarida yang

dikandung oleh bakteri gram negatif-E. coli, diberikan secara intravena. Fraksi

lipopolisakarida yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh 1⁰ C atau lebih pada dosis

0,1-0,2 µg/kg digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

Page 35: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

29

III. Metode Percobaan

3.1 Alat

Termometer rectal,timbangan hewan,alat pencatat waktu, spuit (1 ml dan 5 ml), dan oral

sonde

3.2 Bahan-bahan

Larutan NaOH 0,1 N, CMC Na, Parasetamol, Alkohol 70%, Vaseline, 2,4 Dinitrofenol (DNF)

3.3 Hewan Percobaan

Tikus

Page 36: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

30

IV. Pembuatan Larutan Obat

4.1 Injeksi 2,4-dinitrofenol 0,5%

Cara Pembuatan

Sebanyak 500 mg 2,4-dinitrofenol ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,

kemudian ditambahkan larutah NaOH 0,1 N sedikit demi sedikit sampai larut. Aquadest

ditambahkan sampai garis tanda, cek pH = 6, dicukupkan dengan aquadest sampai 100 ml.

Disaring, 5 tetes pertama dibuang dan tetesan selanjutnya ditampung.

4.2 Suspensi Parasetamol 10%

Cara Pembuatan :

CMC sebanyak 0,125 g ditaburkan ke dalam cawan porselin yang berisi aquadest panas

sebanyak 1/3 bagian air yang tersedia. Didiamkan 30 menit. Diaduk sampai diperoleh massa

yang homogen. Parasetamol sebanyak 2,5 g digerus dalam lumpang sampai halus, mucilago

CMC ditambahkan sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen. Sisa aquadest

ditambahkan sampai 25 ml, digerus kembali.

V. PROSEDUR KERJA

1. Hewan ditimbang dan diberi tanda.

2. Diukur suhu rata – rata 3 ekor tikus dengan termometer m elalui rektal dengan selang

waktu 5 menit sebanyak 3 kali, lalu dirata – ratakan.

3. Dihitung dosis 2,4 dinitrofenol 0,5% dosis 5 mg/KgBB, diberikan secara i.m.

4. Diukur kenaikan suhu tubuh tikus dengan selang waktu 5 menit sampai 20 menit.

5. Dihitung dosis dan diberikan:

a. Tikus I : suspensi CMC Na 0,5% dosis 1% BB secara oral.

b. Tikus II : suspensi parasetamol 10% dosis 400 mg/kgBB secara oral.

c. Tikus III : obat X % dosis 400 mg/KgBB secara oral.

6. Diukur perubahan suhu yang terjadi dengan selang waktu 5 menit sampai 50 menit.

7. Dibuat grafik suhu vs waktu.

Page 37: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

31

VI. Grafik

Grafik Suhu vs Waktu Suhu (⁰C)

DNF OBAT Waktu (menit)

Keterangan :

a. Setiap garis dari grafik berbeda warna (untuk setiap hewan)

b. Skala grafik harus disesuaikan

DAFTAR PUSTAKA ………(2006). UGO BASILE BIOLOGICAL RESEARCH APPARATUS. p. 9. Basto, J.K.(2004). Analgesic and anti-inflammatory activity of a crude root extract of Pfaffia glomerata (Spreng) Pedersen. Journal of Ethnopharmacology 96 (2005). pp. 87–91. Burn J.H, Finney D.J, Goodwin L.G. (1950). Chapter XIV: Antipyretics and analgesic, In:

Biological Standarization. Oxford University Press. London. New York. pp. 312-9. Neal, M.J.(2002). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

hal. 64-5. Parmar, N.S and Prakash, S. (2006). Screening methods in Pharmacology. Alpha Science

International Ltd. Oxford, U.K. pp. 211-238.

Tjay, H.T and Rahardja, K. (2008). Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-efek

sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Halaman 310-319.

Page 38: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

32

DATA LAPORAN PERCOBAAN Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

A. Suhu Rata-Rata Tikus

No.

Waktu Suhu

Keterangan (⁰C)

(menit)

1. Tikus 1 (CMC Na) 5

10

15

Rata-Rata

2. Tikus 2 (Parasetamol) 5

10

15

Rata-Rata

3. Tikus 3 (Obat X) 5

10

15

Rata-Rata

Page 39: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

33

B. Suhu Setelah pemberian DNF

No.

Keterangan

Waktu Suhu

(menit)

(⁰C)

1. Tikus 1 (CMC Na) 5

10

15

20

2. Tikus 2 (Parasetamol) 5

10

15

20

3. Tikus 3 (Obat X) 5

10

15

20

Page 40: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

34

C. Suhu Setelah Pemberian Obat

No.

Keterangan

Waktu Suhu

(menit)

(⁰C)

1. Tikus 1 (CMC Na) 5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2. Tikus 2 (Parasetamol) 5

10

20

25

30

35

40

Page 41: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

35

45

50

3. Tikus 3 (Obat X) 5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Page 42: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

36

VI. PEMBAHASAN

Page 43: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

37

Page 44: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

38

DAFTAR PUSTAKA

Medan,_____________

Asisten Praktikan

(________________) (___________________)

NILAI :

………(2006). UGO BASILE BIOLOGICAL RESEARCH APPARATUS. p. 9. Basto, J.K.(2004). Analgesic and anti-inflammatory activity of a crude root extract of Pfaffia glomerata (Spreng) Pedersen. Journal of Ethnopharmacology 96 (2005). pp.

87–91.

Burn J.H, Finney D.J, Goodwin L.G. (1950). Chapter XIV: Antipyretics and analgesic,

In: Biological Standarization. Oxford University Press. London. New York. pp.

312-9.

Neal, M.J.(2002). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit

Erlangga. hal. 64-5.

Parmar, N.S and Prakash, S. (2006). Screening methods in Pharmacology. Alpha Science

International Ltd. Oxford, U.K. pp. 211-238.

Tjay, H.T and Rahardja, K. (2008). Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-

efek sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Halaman 310-

319.

Page 45: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

39

GRAFIK PERCOBAAN

ANTIPIRETIK

Page 46: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

40

BAB 4. AKTIVITAS ANTIINFLAMASI OBAT/SEDIAAN UJI

I. Tinjauan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas antiinflamasi

obat.

II. Pendahuluan

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang

disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, dan zat-zat mikrobiologik. Inflamasi

adalah usaha untuk menginaktivasi atau merusak mikroorganisme yang menyerang,

menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan

lengkap, proses peradangan biasanya reda. Inflamasi dicetus oleh pelepasan mediator

kimiawi, (seperti prostaglandin, histamin dan leukotrien) dan migrasi sel (yang dicetus oleh

sitokin pro-inflamasi) (Mycek et al. 1997). Proses inflamasi dikenal dengan lima tanda utama:

panas (color), kemerahan (rubor), sakit (dolor), bengkak (tumor), dan kehilangan fungsi (loss

of function) (Eales 2003).

Berdasarkan lama terjadinya, inflamasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah reaksi pertahanan paling awal dari

jaringan tubuh terhadap agen perusak, dan berkahir setelah beberapa jam atau hari. Penyebab

inflamasi akut diantaranya adalah mikroba, reaksi hipersensitifitas, zat kimia, trauma fisik dan

kerusakan jaringan. Sel-sel imun yang berperan dalam reaksi ini diantaranya adalah neutrofil,

eosinofil dan mastosit (Shell 1987). Sedangkan inflamasi kronis adalah reaksi inflamasi tubuh

yang terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama. Inflamasi kronis melibatkan banyak jenis

sel imunitas, seperti sel fagosit mononuklear serta sel T limfosit (Stephenson 2004).

Prostgalandin adalah mediator kimia utama yang terlibat dalam proses inflamasi,

disamping mediator kimia lainnya, dan menjadi target kerja obat-obat antiinflamasi. Asam

arakidonat adalah prekursor utama prostaglanding. Asam arakidonat dilepaskan dari jaringan

fosfolipid oleh kerja phospholipase A2 dan asil hidrolase lainnya. Selanjutnya, dibiosintesis

lagi dengan bantuan siklooksigenase (COX) menjadi eikosanoid. Terdapat dua isomer utama

dari COX yang berperan dalam biosintesis prostaglandin, COX1 dan COX2. COX1 bersifat

ada dimana-mana, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan

inflamasi. Prostaglandin dan metabolitnya yang dihasilkan secara endogen dalam jaringan

bekerja sebagai tanda lokal yang menyesuaikan respons tipe sel spesifik (Mycek et al. 1997).

Page 47: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

41

III. Metode Skrining

Secara in vivo model hewan inflamasi digunakan dalam penentuan aktivitas senyawa

atau bahan obat sebagai antiinflamasi. Model hewan inflamasi dapat diperoleh dengan cara

penyuntikan secara intraplantar hewan uji (tikus atau mencit) dengan penginduksi seperti:

karagenan, antigen asing dan asam arakidonat, yang dapat mencetus proses inflamasi

(ditandai dengan pembengkakan pada telapak kaki hewan inflamasi) (Blank et al. 2004).

Bahan penginduksi inflamasi ini mencetus mekanisme inflamasi yang kompleks, melibatkan

banyak mekanisme, meliputi pelepasan mediator-mediator biokimia, seperti: prostaglandin,

histamin, bradikini, sitokin pro inflamasi, serta peningkatan migrasi sel-sel leukosit ke tempat

terjadnya inflamasi (Chiang et al. 2005). Selanjutnya model hewan inflamasi, ditritmen

dengan sediaan uji atau senyawa obat dengan dosis yang telah ditentukan. Aktivitas

antiinflamasi dapat ditentukan dengan cara mengukur bengkak pada telapak kaki hewan uji

dalam interval waktu tertentu, dengan menggunakan alat pletismometer. Berkurangnya

bengkak pada telapak kaki hewan uji menandakan adanya aktivitas antiinflamasi.

IV. Obat Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya, secara umum antiinflamasi dapat dibedakan

menjadi dua golongan obat, yaitu antiinflamasi non-steroid (AINS) dan antiinflamasi steroid.

1. Antiinflamasi Non-Steroid (AINS)

Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat (inhibisi) enzim siklooksigenase

yang bertanggung jawab dalam biosistesis prostaglandin, namun tidak bekerja pada

penghambatan enzim lipoksigenase. Enzim siklooksigenase mempunyai beberapa isomer,

seperti COX1, COX2 dan COX3, berdasarkan ini pula golongan obat antiinflamasi non-

steroid dapat dibedakan menjadi AINS selektif dan AINS tidak selektif. AINS selektif bekerja

dengan menghambat satu isomer COX, seperti COX2, contoh obat ini adalah celecoxib.

Sedangkan AINS tidak selektif bekerja dengan menghambat semua isomer COX, contoh

golongan obat ini adalah aspirin (obat prototipe), indometasin, diklofenak (Katzung, 1992).

2. Antiinflamasi Steroid

Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim phospholipase A2, yang

bertanggung jawab dalam pelepasan asam arakidonat (prekursor prostaglandin) dari membran

sel. Contoh dari golongan obat ini adalah: prednison (Mycek et al. 1997).

Page 48: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

42

V. Metode Percobaan

5.1 Alat

Spuit,oral sonde, pletismometer manual atau digital

5.2 Bahan

Larutan karagenan 1% dalam aquadest (dibuat sehari sebelum percobaan), CMC Na, suspensi

obat deksametason 0,0015% dosis 0,045 mg/kgBB

5.3 Hewan Uji

Tikus

5.4 Prosedur

1. Tikus dipuasakan (tetap diberi air minum) sejak ± 18 jam sebelum percobaan

2. Tikus ditimbang, lalu diberikan tanda pada sendi kaki belakang sebelah kiri untuk setiap

tikus.

3. Volume kaki tikus diukur dengan cara mencelupkan kaki yang telah ditandai sampai batas

tanda yang telah diberikan ke alat pletismometer, lalu dilihat tinggi cairan pada alat (jika

menggunakan pletismometer manual) atau nilai yang tertera di layar (jika menggunakan

pletismometer digital). Nilai ini dinyatakan sebagai volume awal (V0).

4. Tikus diberikan suspensi obat deksametason 0,0015% dosis 0,045 mg/kgBB, suspensi obat

X 360 mg/kgBB dan suspensi CMC Na untuk tikus kontrol secara oral.

5. Pada menit ke-30 setelah pemberian obat, disuntikkan larutan karagenan 1% dengan

volume 0,05 ml ke telapak kaki belakang kiri setiap tikus.

6. 30 menit kemudian, volume kaki yang telah disuntik karagenan diukur dan dicatat.

Pengukuran dilakukan selama 3 jam dengan interval 30 menit sekali.

7. Catat hasil pengamatan dalam tabel, lalu untuk setiap tikus, hitung persentase radang dan

persentase inhibisi radang yang terjadi untuk setiap titik waktu (30 menit, 60 menit, 90

menit dan seterusnya) dengan menggunakan rumus:

Untuk Persentase Radang (%R) :

%R = ( Vt-Vo) × 100%

Vo

Dimana : Vt = Volume telapak kaki pada waktu t

V0 = Volume telapak kaki awal

Page 49: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

43

Untuk Persentase Inhibisi Radang (%IR) :

(% R Kontrol - % R Obat)

%IR = × 100%

%R Kontrol

Dimana : %Rkontrol = Persentase radang kelompok kontrol

%Robat = Persentase radang kelompok obat

8. Berdasarkan data yang diperoleh, gambarkanlah grafik persentase radang dan persentase

inhibisi radang yang tergantung pada waktu.

Page 50: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

44

VI. Hasil

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

T = 40

No. Keterangan Berat Vo T = 20 menit menit

Vt % R % IR Vt % R % IR

1 Tikus kontrol

2 Tikus obat A

3 Tikus obat B

T = 80

No.

Keterangan

Berat

Vo

T = 60 menit

menit

Vt % R % IR Vt % R % IR

1 Tikus kontrol

2 Tikus obat A

3 Tikus obat B

T = 3

No.

Keterangan

Berat

Vo

T =2.5 jam

jam

Vt % R % IR Vt % R % IR

1 Tikus control

2 Tikus obat A

3 Tikus obat B

Page 51: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

45

VII. Pembahasan

Page 52: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

46

Page 53: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

47

DAFTAR PUSTAKA

Blank, M.D., Dmitrieva, M., Franzotti, E.M., Antoniolli, A.M., Andrade, M.R. dan

Marchioro, M. 2004. Anti-inflammatory and analgesic activity of Peperomia

pellucida (L.) HBK (Piperaceae). Journal of Ethnopharmacology 91 (2004)

215–218.

Chiang, N., Arita, M. dan Serhan, C.H. 2005. Anti-inflammatory circuitry: Lipoxin,

aspirin-triggered lipoxins and their receptor ALX. Prostaglandins, Leukotrienes

and Essential Fatty Acids 73: 163–177.

Eales, L,J. 2003. Immunology for Life Scientist. Second edition. London: Jhon Wiley &

Sons.

Katzung, B. G., 1992, Basic and Clinical Pharmacology, 5th Ed. New York: Prectice

HallInternational inc.

Mycek, J.M., Harvey, R.A., Champe, P.C dan Fisher, B.D. 1997. Lippincott’s Illustrated

Reviews: Pharmacology. Philadelphia: Lippincotts-Raven Publisher.

Shell, S. 1987. Immunology immunopathology and immunity. Fourth edition. New York:

Elsevier Science Publishing Company.

Stephenson. T.J. 2004. Inflammation. Dlm. Underwood. General and Systemic Pathology.

Fourth edition. Toronto: Elsevier Limited.

Page 54: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

48

Medan,______________

Asisten Praktikan

(________________) (______________________)

NILAI :

Page 55: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

49

GRAFIK PERCOBAAN

ANTIINFLAMASI

Page 56: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

50

BAB 5. AKTIVITAS ANTIDIABETES OBAT

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas antidiabetes

obat.

II. Pendahuluan

Diabetes melitus adalah sekumpulan gejala akibat gangguan metabolisme lemak,

karbohidrat dan protein karena defisiensi insulin, baik karena kurangnya sekresi insulin,

kurangnya aktifitas insulin maupun keduanya.

Pelepasan insulin dirangsang oleh sejumlah besar zat endogen dan eksogen. Glukosa

merupakan salah satu zat eksogen yang menjadi penentu utama fungsi sel-β dalam

mensintesis maupun melepaskan insulin. Glukosa yang berada di aliran darah akan memasuki

sel-β melalui transpor terfasilitasi yang diperantarai oleh GLUT2. Selanjutnya glukosa

mengalami proses metabolisme, pada akhirnya menyebabkan terbukanya saluran kalsium

voltage-gated. Peningkatan kalsium intraselular menstimulasi eksositosis granula diikuti

pelepasan insulin dan komponen lainnya ke sirkulasi (Lawrence, 2005).

Insulin kemudian berikatan dengan reseptornya di permukaan sel pada jaringan target.

Adapun jaringan target yang penting untuk pengaturan homeostasis glukosa adalah hati, otot

dan lemak. Selain itu, insulin juga bekerja pada sel darah, sel otak dan sel gonad. Interaksi

antara insulin dan reseptor menghasilkan sinyal yang ditransmisikan ke dalam sel untuk

mengaktifasi berbagai jalur anabolik dan menghambat proses katabolik. Kerja anabolik

insulin ini mencakup transpor glukosa, sintesis glikogen, lipid dan protein. Transpor glukosa

ke dalam sel otot rangka dan adiposa diperantarai oleh GLUT4. Insulin juga meningkatkan

pemasukan glukosa ke dalam sel hati. Glukosa dalam sel selanjutnya dapat dimetabolisme

dengan berbagai cara. Dalam otot rangka dan hati, glukosa disimpan dalam bentuk glikogen

(glikogenesis) untuk dapat dipakai kembali (glikogenolisis). Di dalam sel lemak, glukosa

dimetabolisme menjadi asetil koA yang kemudian digunakan untuk mensintesis asam lemak.

Pengesteran asam lemak dengan gliserol menghasilkan trigliserida yang merupakan bentuk

penyimpanan energi.

Page 57: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

51

III. Metode Skrining

Model hewan diabetes melitus digunakan untuk memvalidasi beraneka tumbuhan

obat yang diduga mempunyai potensi sebagai antidiabetes. Secara in vivo, model hewan

diabetes melitus dapat diperoleh dengan induksi secara farmakologi, pembedahan maupun

rekayasa genetika. Sebagai hewan uji, dapat digunakan hewan pengerat (rodensia) maupun

bukan pengerat (non rodensia), namun sebahagian besar penelitian dilakukan pada hewan

pengerat seperti tikus dan mencit. Hewan bukan pengerat yang juga sering digunakan adalah

kelinci, dan diklaim sebagai model hewan yang lebih baik (Frode dan Medeiros, 2008;

Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica, 1993, Rees dan Alcolado, 2005).

Induksi secara farmakologi yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan

glukosa (uji toleransi glukosa), streptozotosin dan aloksan. Streptozotosin lebih dijadikan

pilihan dibandingkan aloksan karena diabetes melitus yang ditimbulkan lebih stabil dan

permanen (Frode dan Medeiros, 2008). Aloksan adalah analog glukosa yang bersifat toksik.

Bila diberikan pada hewan uji, ia akan terakumulasi secara selektif pada sel β pankreas dan

menghasilkan radikal bebas. Pembentukan radikal bebas pada reaksi redoks inilah yang

menyebabkan aloksan bersifat toksik karena merusak sel β dan menyebabkan terganggunya

produksi insulin (Lenzen, 2008).

Induksi senyawa diabetogenik pada hewan percobaan dapat dilakukan secara

parenteral, yaitu intra vena, intra peritoneal, maupun sub kutan. Dosis yang dibutuhkan untuk

menginduksi keadaan diabetes melitus salah satunya bergantung pada rute pemberian, jenis

hewan dan status nutrisinya. Dosis aloksan yang paling sering digunakan pada tikus jika

induksi dilakukan secara intra vena adalah 65 mg/kg berat badan, namun bila dikehendaki

pemberian secara intra peritoneal dosis harus lebih tinggi, agar lebih efektif. Beberapa peneliti

menggunakan dosis 120 mg/kg berat badan sampai 160 mg/kg berat badan (Lenzen,dkk.,

1996; Federiuk, dkk., 2004). Waktu yang diperlukan dari mulai induksi sampai terjadinya

keadaan diabetes sekitar 3 sampai 5 hari, tergantung pada dosis aloksan dan ketahanan hewan

uji (Frode dan Medeiros, 2008). Pada saat akan melakukan induksi, umumnya prosedur yang

dilakukan adalah hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 8-12 jam, atau bahkan sampai

16 jam (Katsumata, dkk., 1992; Federiuk, dkk., 2004; Rees dan Alcolado, 2005).

Page 58: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

52

IV. Obat Antidiabetes

Terapi diabetes melitus dapat dilakukan secara non farmakologi, farmakologi maupun

kombinasi keduanya. Secara non farmakologi adalah dengan diet rendah karbohidrat dan

berolah raga yang cukup. Secara farmakologi adalah dengan pemberian obat-obatan baik

insulin maupun non insulin.

Obat-obat berikut ini termasuk ke dalam obat-obat non insulin yang sering digunakan

oleh penderita diabetes mellitus.

a. Kelompok Hipoglikemia Oral

Obat hipoglikemik oral adalah obat yang dapat menurunkan kadar glukosa darah

dengan merangsang pelepasan insulin dari sel β-pankreas. Golongan obat ini memiliki

potensi untuk menurunkan kadar glukosa darah sampai kadar di bawah normal. Yang

termasuk kelompok hipoglikemia oral adalah golongan sulfonilurea dan meglitinid

(Lawrence, 2005).

b. Kelompok Antihiperglikemia

Antihiperglikemia adalah obat yang mampu menurunkan kadar glukosa darah

dan kecil kemungkinan untuk menyebabkan hipoglikemia. Kelompok obat ini berbeda

mekanisme kerjanya dengan kelompok hipoglikemia oral. Ada 3 golongan yang termasuk

kelompok ini yaitu biguanida, tiazolidinedion dan penghambat α-glukosidase (Lawrence,

2005).

c. Kelompok Antidiabetes Baru

Kelompok antidiabetes baru adalah mimetik inkretin dan DPP IV inhibitor. Mimetik

inkretin adalah kelompok antidiabetes baru dengan daya kerja menyerupai efek hormon

inkretin endogen yang menunjukkan aktifitas glukoregulator multiple. Pada akhirnya obat

ini mampu menstimulasi sekresi insulin sekaligus menghambat pelepasan glukagon,

sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah. Dua golongan obat yang memenuhi

kriteria sebagai inkretin adalah glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan gastric inhibitory

peptide (GIP). Baik GLP-1 dan GIP secara cepat diinaktifasi oleh enzim dipeptidyl

peptidase-4 (DPP-4).

Inhibitor DPP-4 meningkatkan konsentrasi inkretin GLP-1 di dalam darah dengan

menghambat degradasinya oleh DPP-4.

Page 59: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

53

V. Metode Percobaan

5.1 Alat

Spuit dengan oral sonde, glucotest, restrainer mencit.

5.2 Bahan

Glukosa monohidrat, CMC-Na, glibenklamid, strip test, ekstrak tumbuhan.

5.3 Hewan Uji

Mencit usia 2-3 bulan.

5.4 Prosedur

1. Mencit dipuasakan (tidak makan tapi tetap minum) selama 1 hari.

2. Kemudian berat badan ditimbang dan diukur kadar glukosa darah awal.

3. Selanjutnya mencit dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

I : Kelompok kontrol, diberikan CMC Na 0,5% dosis 1% BB.

II : Kelompok uji, diberikan ekstrak tumbuhan

III : Kelompok pembanding, diberikan glibenklamid 0,01% 0,45 mg/kgBB

4. Setelah 30 menit, diberikan larutan glukosa 3 g/kg bb per oral

5. Diukur kadar gula darah mencit pada menit ke 30, 60, 90 dan 120 setelah loading glukosa.

6. Analisis secara statistik kadar glukosa darah antara kelompok uji dengan pembanding dan

kelompok uji dengan kontrol.

Page 60: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

54

VI.Hasil

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

Kelompok Mencit Glukosa puasa Setelah loading glukosa (menit)

(awal)

30 60 90 120

Kontrol 1

(CMC Na)

2

3

4

5

6

7

8

Rata-rata

Uji 1

2

3

4

5

6

7

8

Rata-rata

Page 61: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

55

Pembanding

(Glibenklamid)

1

2

3

4

5

6

7

8

Rata- Rata

Page 62: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

56

VII. Pembahasan

Page 63: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

57

Page 64: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

58

DAFTAR PUSTAKA

Federiuk, I.F., Casey, H.M., Quinn, M.J., Wood, M.D. dan Ward, WK. (2004) : Induction of Type-1

Diabetes Mellitus in Laboratory Rats by Use of Alloxan: Route of Administration, Pitfalls,

and Insulin Treatment, Comparative Medicine,(54), 252-257.

Frode, T.S., dan Medeiros, Y.S. (2008) : Animal Models to Test Drugs With Potential Antidiabetic

Activity, Journal of Ethnopharmacology, 115 (2), 173-183.

Katsumata, K., Katsumata Jr, K., Katsumata, Y. (1992) : Protective Effect of Diltiazem Hydrochloride

on the Occurrence of Alloxan or Streptozotocin Induced Diabetes in Rats, Hormone

andMetabolic Research,(24), 508-510.

Katzung, B, G. (1998) : Hormon Pankreas & Obat-Obat Antidiabetes, Farmakologi Dasar dan Klinik.

Edisi VI. Alih Bahasa : Staf Dosen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica. (1993) : Pedoman Pengujian dan Pengembangan

Fitofarmaka,Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik.

YayasanPengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica, Jakarta, 15, 37.

Lawrence, Jr, J. C. 2005. Insulin and Drugs Used in The Therapy of Diabetes Mellitus, 473 dalam

Minneman, K.P. dan Wecker, L., Eds, Consulting Editor Larner, J, dan Brody, T. M.,

Brody’s Human Pharmacology Molecular to Clinical, edisi keempat.

Lenzen, S. (2008) : The Mechanisms of Alloxan-and Streptozotocin-Induced Diabetes,

Diabetologia,(51), 216-226.

Lenzen, Tiedge, M., Jorns, A., Munday, R. (1996) : Alloxan Derivatives As a Tool for the Elucidation

of the Mechanism of the Diabetogenic Action of Alloxan, 113-122, dalam Shafrir, E., Eds,

Lessons from Animal Diabetes, Birkhauser, Boston.

Rees, D. A., dan Alcolado, J.C. (2005) : Animal Models of Diabetes Mellitus, Diabetic Medicine,

(22), 359-370.

World Health Organization (WHO). (2009) : Diabetes.http://www.who.int/.

Page 65: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

59

Medan,_______________

Asisten Praktikan

(________________) (______________________)

NILAI :

Page 66: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

60

GRAFIK PERCOBAAN

AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK

Page 67: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

61

BAB 6. AKTIVITAS DIURETIKA OBAT

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas diuretika obat

/ sediaan uji.

II. Pendahuluan

Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan

elektrolit. Fungsi diuretik utamanya adalah untuk mengatasi udem, yaitu memobilisasi cairan

yang berarti merubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel

kembali menjadi normal. Disamping untuk menangani udem, diuretik juga efektif pada

gangguan lainnya seperti hipertensi, diabetes insipidus, hiponatremia, nefrolitiasis,

hiperkalsemia, dan glaukoma. Meskipun semua diuretik secara umum meningkatkan elektrolit

dan ekskresi air untuk menurukan volume cairan ekstraselular, namun mekanisme kerjanya

berbeda.

III. Obat Diuretika

a. Merkuri organik : klormerodrin, meralurid, merkaptomerin

b. Turunan xantin: kofein, teofilin, teobromin

Mekanisme kerja : turunan xantin merupakan diuretika lemah sampai sedang. Senyawa

ini bekerja dengan meninggikan pasokan darah ginjal terutama pada daerah medula ginjal.

Pada saat bersamaan tahanan vasa afferen akan berkurang jauh lebih banyak dari vasa efferen,

sehingga laju filtrasi glomerulus lebih besar. Turunan xantin mungkin merupakan satu-

satunya diuretika yang meninggikan GFR dan kerjanya paling tidak sebagian disebabkan oleh

peningkatan pembentukan urin primer. Pasokan darah yang lebih besar pada medula ginjal

akan menyebabkan diuresis yang lebih banyak. Pada penggunaan yang terus-menerus

kerjanya akan berkurang dan dalam banyak hal kerjanya tidak mencukupi, maka turunan

xantin jarang digunakan lagi sebagai diuretika.

Osmodiuretika: mannitol, sorbitol, gliserin, urea, isosorbid

Mekanisme kerja : senyawa ini inert secara farmakologi, setelah difiltrasi di glomerulus

tidak mengalami reabsorbsi di tubulus. Sesuai dengan tekanan osmotiknya, senyawa ini

akan menahan air di lumen tubulus, sedangkan natrium akan direabsorbsi. Namun

natrium yang direabsorbsi akan menjadi lebih sedikit karena terjadi perbedaan

konsentrasi natrium yang cepat yaitu konsentrasi natrium di lumen lebih kecil

dibandingkan di dalam sel, sehingga lebih banyak natrium yang tertahan. Dengan

Page 68: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

62

demikian akan meningkatkan diuresis. Ekskresi elektrolit hanya ditingkatkan sedikit saja

oleh senyawa ini. Tempat kerja utamanya adalah loop of Henle.

Penghambat enzim karbonik anhidrase : asetazolamid , diklorfenamid, metazolamid

Mekanisme kerja : obat ini terutama bekerja pada tubulus proksimal, tempat kerja lainnya

adalah pada tubulus pengumpul (collecting duct) dengan cara menghambat enzim

karbonik anhidrase, sehingga memperkecil reabsorbsi tubulus dari ion natrium, karena

jumlah ion H+ yang masuk ke lumen lebih sedikit. Akibatnya adalah terjadi peningkatan

ekskresi ion natrium, kalium dan hidrogen karbonat melalui ginjal dan disertai ekskresi

air. Kehilangan basa akan menyebabkan terjadinya asidosis dalam darah. Dengan ini

kerja inhibitor karboanhidratase akan berkurang dengan cepat.

Diuretika tiazida (Inhibitor Na+dan Cl-Symport)

Turunan dihidrobenzotiazidin : Hidroklorotiazida, triklormetiazida, butizida, politiazida,

bendroflumetiazida

Diuretika Sulfonamida Analogi Tiazida : Mefrusida, klopamida, klortalidon, xipamida

Mekanisme kerja : obat ini menghambat symport Na+ - Cl- sehingga menghambat

reabsorbsi natrium dan klorida pada tubulus distal (tempat kerja utama) dan tubulus

proksimal (bekerja lemah pada enzim karbonik anhidrase). Symport ini diatur oleh

aldosteron.

Diuretika loop of Henle (Inhibitors Of Na+–K+–2Cl–Symport)

Diuretika loop of Henle Tipe Furosemida : furosemida, bumetanida, piretanida

Kelompok diuretika loop of Henle lainnya : asam etakrinat, etozolin, muzolimin

Mekanisme kerja : semua diuretika loop of Henle bekerja pada cabang menaik yang tebal

dari loop of Henle. Merupakan diuretika yang bekerja kuat (diuretika plafon tinggi).

Obat ini dari tepi lumen (cepat dan bolak-balik) menghambat pembawa Na+/K+/2Cl- dan

dengan cara ini mengahambat absorbsi ion natrium, ion kalium dan ion klorida pada loop

of Henle tebal menaik. Untuk dapat bekerja di daerah lumen, obat ini dari aliran darah

harus masuk ke cairan tubulus. Transpor terjadi melalui sekresi aktif tubulus proksimal.

Ini yang menjelaskan mengapa pada insufisiensi ginjal yang proses sekresinya

dipengaruhi, diperlukan dosis yang lebih tinggi dan saat mulai kerja juga lebih lambat.

Diuretika penahan kalium

Antagonis aldosteron : spironolakton, kanrenon (metabolit aktifnya), kalium kanrenoat,

eplerenon

Mekanisme kerja : spironolakton (atau kanrenon) memblok secara kompetitif ikatan

aldosteron pada reseptor sitoplasma di tubulus distal akhir dan dalam tubulus

penampung. Dengan demikian aldosteron tidak dapat masuk ke inti sel berikatan dengan

reseptornya dan tidak dapat menghasilkan protein yang berfungsi untuk membuka

Page 69: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

63

saluran natrium dalam membran sel lumen. Akibatnya absorbsi akan berkurang dan pada

saat bersamaan ekskresi kalium akan berkurang.

Turunan Sikloamidin : triamteren, amilorid

Mekanisme kerja : blokade saluran natrium dalam tubulus distal akhir dan dalam tubulus

penampung. Selain itu diduga bekerja pada saluran kalium (karena sekresi K+ ke lumen

berhubungan dengan masuknya Na+) atau pada pembawa untuk pertukaran natrium-

proton.

III. Metode Percobaan

3.1 Alat

Kandang metabolisme, spuit dan oral sonde, gelas ukur, vial

3.2 Bahan

Furosemid, ekstrak, CMC, akuades

3.3 Hewan Uji

Tikus galur Wistar usia 4 bulan, berat 180-220 gram

3.4 Prosedur Percobaan

1. Tikus dipuasakan 1 malam.

2. Ditimbang dan dibagi menjadi 3 kelompok:

I: Kontrol, diberikan CMC 0,5% II : Uji, diberikan ekstrak III: Pembanding, diberikan furosemid 3,6 mg/kg bb

3. Diberi loading NaCl 3 mL/kg BB. 4. Dibiarkan selama 4 jam dan ditampung urinenya untuk diukur volumenya. 5. Dianalisis data secara statistic.

Page 70: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

64

DAFTAR PUSTAKA

Brody, T.M. dan Larner, J. 2005. Brody’s Human Pharmacology Molecular to Clinical.

Fourth Edition. Hal : 163.

Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Hal : 245.

Page 71: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

65

DATA LAPORAN PERCOBAAN

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Group :

Responser :

Asisten Pengawas :

Berat badan

Volume Volume urine (mL)

Kelompok

Tikus

aquadest

(g) 120 180 240

(mL)

60 menit

menit

menit

Menit

Kontrol 1

(CMC)

2

3

4

5

Rata-rata

Uji 1

2

3

4

5

Rata-rata

UJI

1

2

3

4

5

Rata- rata

Page 72: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

66

Pembanding (Furosemid)

1

2

3

4

5

Rata- rata

Page 73: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

67

VII. PEMBAHASAN

Page 74: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

68

Page 75: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

69

DAFTAR PUSTAKA

Medan, _______________

Asisten, Praktikan

(________________) (______________________)

NILAI :

Brody, T.M. dan Larner, J. 2005. Brody’s Human Pharmacology Molecular to Clinical. Fourth

Edition. Hal : 163.

Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Hal : 245.

Page 76: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

70

GRAFIK PERCOBAAN AKTIVITAS DIURETIKA

Page 77: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

71

BAB 7. AKTIVITAS OBAT TERHADAP SISTEM SARAF PUSAT

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas obat

terhadap sistem saraf pusat.

II. PENDAHULUAN

Obat-obatan yang bekerja untuk sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu yang

pertama ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas sebagai zat farmakologi

sampai sekarang. Beberapa golongan obat ini bersifat adiktif dan menyebabkan disfungsi berat

baik bagi pribadi, sosial maupun ekonomi, maka perlu memberi batasan dalam penggunaan

dan penyediaannya.

Cara kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Karena penyebab

penyakit-penyakit yang dapat disembuhkannya (seperti skizofren, ansietas) belum seluruhnya

dapat diketahui sehingga selama ini obat tersebut bersifat deskriptif.

Pertama, jelas semua obat SSP bekerja pada reseptor khusus yang mengatur transmisi

sinaps. Beberapa obat seperti anestetik umum dan alkohol dapat bekerja secara nonspesifik

pada membran (meskipun pengecualian ini tidak sepenuhnya diterima) tetapi kerja tanpa

melalui reseptor ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang mencolok pada transmisi

sinaps.

Kedua, obat-obatan merupakan alat paling pentng untuk mempelajari aspek fisiologi

SSP mulai dari terjadinya bangkitan sampai pada penyimpanan memori jangka panjang,

Ketiga, kerja obat dengan manfaat klinik yang nyata telah membawa hipotesa yang sangat

menguntungkan mengenai mekanisme penyakit. Misalnya, informasi tentang obat antipsikotik

pada reseptor memberikan dasar hipotesa tentang patologi skizofren. Kajian beberapa efek

agonis dan antagonis reseptor asam gamma-aminobutirat (GABA) memberikan konsep baru

tentang penyakit-penyakit termasuk ansietas dan epilepsi.

III. METODE SKRINING

Isoniazid dapat menimbulkan konvulsi dengan cara menghambat sintesis GABA (gamma

amino butiric acid). GABA merupakan neurotransmitter derivat asam amino yang bersifat

inhibitori yangdapat menghiperpolarisasikan neuron sistem saraf pusat (Harahap dan

Hadisahputra, 1999), sehingga apabila jumlah GABA menurun, akan terjadi efek konvulsi.

Lebih lengkapnya, enzim dekarboksilase asam glutamat dihambat oleh pyridoxal 5 fosfat yang

merupakan ko-faktor bagi enzim tersebut, akibatnya terjadi penurunan jumlah GABA (Vasu

Page 78: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

72

dan Saluja, 2005). Diazepam dapat merupakan relaksan otot yang bekerja sentral dan

berpengaruh selektif terhadap refleks polisinaptik disumsum tulang belakang, maka diazepam

dapat digunakan untuk mengatasi kejangan yang diakibatkan striknin.

IV. METODE PERCOBAAN

4.1 Alat

Spuit dengan oral sonde,restrainer mencit, stopwatch

4.2 Bahan

Isoniazid, diazepam, NaCl 0,9%, air suling, CMC Na 0,5%.

4.3 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit usia 2-3 bulan

4.4 Prosedur

a. Hewan ditimbang, dicatat dan ditandai pada ekornya

b. Dihitung dosis dengan pemberian:

- Mencit 1 : Kontrol aquadest dosis 1%/BB (i.p)

- Mencit 2 : Diazepam [ ] 0,5 % dosis 20 mg/kgBB (i.p)

- Mencit 3 : Diazepam [ ] 0,5 % dosis 25 mg/kgBB (i.p)

3. Diamati gejala yang terjadi pada mencit

4. Setelah 1 jam masing-masing mencit disuntikkan Isoniazid 2% dosis 400 mg/kgBB

secara intraperitoneal, lalu diamati onset konvulsi (awal mula kejang), durasi proteksi

selama 2 jam dan jumlah kematian selama 2 jam.

5. Dibuat grafik respon vs waktu

V. GRAFIK

NB :

i. Setiap garis dari grafik berbeda warna (untuk setiap hewan)

ii. Skala grafik harus disesuaikan.

Page 79: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

73

DATA LAPORAN PERCOBAAN

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Group :

Responser :

Asisten Pengawas :

No Perlakuan Onset Konvulsi Durasi Proteksi Insiden Kematian

(Menit) (Menit) Konvulsi (%) dalam 2 jam

1 Kontrol

2 Diazepam dosis

20mg/KgBB

3 Diazepam dosis

25mg/KgBB

Diazepam

Isoniazid

5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90

Mencit 1

Mencit 2

Mencit 3

Diazepam

Isoniazid

5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90

Mencit 1

Mencit 2

Mencit 3

Page 80: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

74

VI. PEMBAHASAN

Page 81: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

75

Page 82: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

76

DAFTAR PUSTAKA

Medan, ________________

Asisten Praktikan

(________________) (______________________)

NILAI :

Page 83: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

77

Page 84: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

78

GRAFIK PERCOBAAN

EFEK OBAT TERHADAP SUSUNAN SARAF PUSAT

Page 85: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

79

BAB 8. AKTIVITAS OBAT TERHADAP SISTEM SARAF PERIFER

A. EFEK OBAT TERHADAP SISTEM SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas obat yang

memberikan efek terhadap sistem saraf simpatis dan parasimpatis.

II. Pendahuluan

Obat Kolinergik singkatnya disebut kolinergik juga disebut sebagai parasimpatomimetik,

berarti obat yang bekerja menyerupai perangsangan saraf parasimpatis. Tetapi karena ada

syaraf yang secara anatomis termasuk syaraf simpatis yang transmitornya asetilkolin maka

istilah obat kolinergik lebih tepat daripada istilah parasimpatomimetik. Obat Kolinergik

dibagi dalam tiga golongan :

1. Setilkolin : dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, betanekol

2. Antikolinesterase : termasuk di dalamnya eserin (fisostigmin), prostigmin

neostigmin), diisopropil-flurofosfat (DFP), dan insektisid golongan organofosfat.

3. Alkaloid tumbuhan yaitu muskarin, pilokarpin, dan asetilkolin.

Obat adrenergik juga disebut sebagai simpatomimetik yang sifatnya menyerupai efek

yang ditimbulkan oleh susunan saraf simpatis (Gan, 2007).

Respon suatu organ otonom terhadap perangsangan saraf adrenergik bergantung pada

jenis reseptor adrenergik yang dimiliki organ tersebut serta jenis organ itu sendiri. Misalnya

mata, otot radial iris mata mempunyai reseptor α1, maka perangsangan saraf adrenergik akan

menyebabkan kontraksi (midriasis), otot siliaris mata mempunyai reseptor β2, maka

perangsangan saraf adrenergiknya relaksasi untuk melihat jauh (lemah) (Gan,2007). Mata

adalah contoh suatu organ dengan berbagai fungsi sistem saraf otonom, yang dikontrol

berbagai reseptor otonom. Kolinomimetik muskarinik menyebabkan kontraksi otot konstriktor

pupil sirkular dan otot siliaris.

III. Metode

3.1 Alat – alat

Timbangan hewan (kelinci), botol tetes, stopwatch, flashlight (senter), Jangka Sorong,

LUV (kaca pembesar).

3.2 Bahan – bahan

Pilokarpin 1%, Atropin 1%

Page 86: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

80

3.3 Hewan

Kelinci berat 1,5 – 2 kg

3.4 Prosedur percobaan

a. Diukur diameter mata normal kanan dan kiri kelinci serta refleksnya terhadap cahaya

sebanyak 3 kali dengan selang waktu 5 menit.

b. Diberi tetes mata pilokarpin sebanyak 2 tetes pada mata kanan dan kiri.

c. Diamati diameter pupil kedua mata kelinci serta refleksnya terhadap cahaya selama

30 menit selang waktu 5 menit.

d. Setelah 30 menit diberi tetes mata atropin sebanyak 2 tetes pada kedua mata.

e. Diamati diameter pupil kedua mata kelinci serta refleksnya terhadap cahaya selama

30 menit selang waktu 5 menit.

f. Dibuat grafik diameter pupil vs waktu

IV. Grafik

Grafik Diameter Mata Kanan vs Waktu

Diameter (mm)

Waktu (menit)

Page 87: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

81

V. Hasil

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

A. Kelinci Kontrol

No

Perlakuan

Waktu Mata Kiri Mata Kanan

(Menit) D (mm) Refleks D (mm) Refleks

1 Normal 5

10

15

Rata-rata

2 Pilokarpin 5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

B. Kelinci dengan Pemberian Obat

No

Perlakuan

Waktu Mata Kiri Mata Kanan

(Menit)

D (mm) Refleks D (mm) Refleks

1 Normal 5

10

15

2 Pilokarpin 5

10

15

Page 88: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

82

No Perlakuan

Waktu Mata Kiri Mata Kanan

(Menit)

D (mm) Refleks D (mm) Refleks

20

25

30

3 Atropin Sulfat 35

40

45

50

55

60

KETERANGAN

+ = Lambat ++ = Cepat _ = Tidak ada reaksi

Page 89: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

83

VI. Pembahasan

Page 90: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

84

Page 91: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

85

DAFTAR PUSTAKA

Medan,______________

Asisten Praktikan

(________________) (______________________)

NILAI :

Ganiswara, S. (2007). Obat Otonom. Dalam Farmakologi dan Terapi ed.5. editor : Sulistia Ganiswara.

Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Halaman 29-47.

Page 92: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

86

GRAFIK PERCOBAAN

EFEK OBAT TERHADAP SISTEM SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS

Page 93: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

87

BAB 9. AKTIVITAS OBAT/SEDIAAN UJI TERHADAP SISTEM

PENCERNAAN

I. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat mengevaluasi aktivitas

antidiare obat/sediaan uji.

II. Pendahuluan

Diare berasal dari kata dia: melewati; rheein: mengalir, secara umum didefinisikan

sebagai peningkatan frekuensi dari buang air besar dan bentuk tinja yang tidak normal atau

cair (Navaneethan dan Ralph, 2011). Dapat juga dikatakan sebagai peningkatan abnormal

liquiditas, frekuensi (>3/hari), berat feses (> 200g per hari).

Kandungan cairan penentu utama volume dan konsistensi feses umumnya adalah 70-

85%. Kandungan bersih cairan feses menggambarkan keseimbangan input dan output lumen.

Input lumen terdiri ingesti serta sekresi air dan elektrolit sedangkan output lumen adalah

absorpsi sepanjang saluran cerna. Adanya ketidakseimbangan input dan output lumen ini akan

menginduksi terjadinya diare. Keseimbangan ini dijaga oleh saluran cerna dengan cara

mengekstraksi air, mineral, dan nutrien dari isi lumen, serta menyisakan sejumlah cairan

tertentu yang sesuai untuk memudahkan pengeluaran zat sampah melalui proses defekasi.

Pada keadaan normal, kapasitas absorpsi total usus halus 16L dan kolon 4-5 L. Mekanisme

Neurohumoral, patogen, obat-obatan dapat merubahnya baik absorpi maupun sekresi, juga

perubahan motilitas (Sunoto dan Wiharta, 1987).

Pada keadaan normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur

kimus kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim

pencernaan. Setelah zat-zat gizi diresorpsi oleh vili ke dalam darah, sisa kimus yang terdiri

dari 90% air dan sisa makanan yang sukar dicerna diteruskan ke usus besar (colon).

Selanjutnya bakteri flora normal akan mencerna lagi sisa (serat) tersebut, sehingga sebagian

dari padanya dapat diserap selama perjalanan melalui usus besar. Air juga diresorpsi kembali

sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh menjadi tinja.

Namun pada diare terjadi peningkatan peristaltik usus sehingga pelintasan kimus sangat

dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tinja. Selain itu

terjadinya penumpukan cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya

hipersekresi (Tjay dan Rahardja, 2007).

Page 94: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

88

Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus, obat, makanan, pemanis buatan,

kafein dan alkohol serta pada kondisi Premenstrual Syndrome. Berdasarkan patofisiologinya

diare dibagi atas diare osmotik, diare sekretorik, diare eksudatif, dan motility. Diare yang terus

menerus perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan dehidrasi, hilangnya nutrient, dan

asidosis metabolik akibat keluarnya HCO3- (Sherwood, 2011).

III. Metode-Metode Pengujian Antidiare

Aktivitas antidiare disini ditujukan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat

peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses.

a. Metode Transit Intestinal

Digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare berdasarkan pengaruhnya pada

rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang

usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit dan tikus.

b. Metode Proteksi terhadap Diare oleh Oleum Ricini

Trigliserida dari asam ricinoleat yang terkandung dalam Oleum ricini akan mengalamai

hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam ricinoleat

yang dapat mengurangi absorpsi cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik. Obat

yang berkhasiat antidiare akan melindungi hewan percobaan terhadap diare yang

diinduksi Oleum ricini tersebut (KKIPM,1993).

IV. Obat Antidiare

Atas dasar patogenesis terjadinya diare serta khasiat farmakologisnya, maka obat antidiare

dibagi dalam lima golongan besar, yaitu (Sunoto dan Wiharta, 1987):

a. Obat Adsorben, yaitu: kaolin, Bismuth subsalisilat, karbon aktif

b. Obat Antisekretorik, yaitu: kolestiramin, Bismuth subsalisilat, racecadotril

c. Obat Antimotilitas, yaitu: Loperamid, difenoksilat, octreotide, racecadotril

d. Obat Antikolinergik, yaitu: belladonna alkaloids, atropine, hyoscyamine

e. Obat Antimikroba, yaitu: tetrasiklin, furazolidon, kloramfenikol, kotrimoksazol

Selain itu diperluka juga pemberian larutan rehidrasi oral dilakukan pada pasien diare untuk

mengganti cairan yang hilang akibat diare.

V. Metode

5.1 Alat-alat

Spuit dengan oral sonde, restrainer tikus, alat bedah, alat ukur panjang.

Page 95: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

89

5.2 Bahan-bahan

Oleum ricini, Loperamid, norit 5% sebagai marker, suspensi CMC 0,5%.

5.3 Hewan percobaan

Tikus

5.4 Prosedur percobaan

1. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

I : Kelompok kontrol, diberikan suspensi Norit 5% sebanyak 1 ml

II : diberikan Oleum Ricini sebanyak 2 ml dan suspensi Norit 5% sebanyak 1 ml

III : diberi ekstrak tumbuhan

IV : diberi suspensi Loperamid 0,05% dosis 1,4 mg/kg BB

2. Setelah 60 menit, diberikan Oleum Ricini sebanyak 2 ml.

3. Pada menit ke-120 semua hewan diberikan suspensi Norit 5% sebanyak 1 ml.

4. Pada menit ke-180 semua hewan dikorbankan secara dislokasi leher. Usus dikeluarkan

secara hati-hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pilorus sampai

ujung akhir (berwarna hitam) dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai katup ileosekal

dari masing-masing hewan.

5. Hitung persen lintas yang dilalui oleh marker norit terhadap panjang usus seluruhnya.

6. Analisis secara statistik persen lintas antara kelompok uji dengan pembanding dan

kelompok uji dengan kontrol.

Page 96: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

90

VI. Hasil

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

Kelompok

Mencit

Panjang usus

seluruhnya

Panjang Usus yang dilalui marker

Suspensi Norit 1

2

3

4

5

Rata-rata

Oleum Ricini + 1

Suspensi Norit

2

3

4

5

Rata-rata

Ekstrak

Tumbuhan

1

2

3

4

5

Rata-rata

Page 97: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

91

Loperamid 1

2

3

4

5

Rata-rata

Page 98: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

92

VII. Pembahasan

Page 99: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

93

Page 100: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

94

DAFTAR PUSTAKA

Medan,______________

Asisten, Praktikan

(________________) (______________________)

[KKIPM] Kelompok Kerja ilmiah Phyto Medica (1993): Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia

dan Pengujian Klinik. Jakarta: Yayasan Pengembahan Obat Bahan Alam Phytomedica. Hal.

19-20.

Navaneethan, U. Dan Ralph, A.G. (2011): Definition, Epidemiology, Pathophysiology, Clinical

Classification, and Differential Diagnosis of Diarrhea. Editor: Stefano, G., dan Helen V.

Diarrhea.Farmington: Humana Press. Hal. 3.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerjemah: Brahm, U. P. Jakarta:

Penerbit EGC. Hal. 582.

Sunoto dan Wiharta, A.S. (1987): Obat-obat Antidiare, Majalah Farmakologi Indonesia & Terapi, (4).

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek

Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan 2. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo

Gramedia.

NILAI :

Page 101: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

95

GRAFIK PERCOBAAN

EFEK OBAT TERHADAP SISTEM PENCERNAAN

Page 102: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

96

BAB X. AKTIVITAS OBAT/SEDIAAN UJI

TERHADAP SISTEM IMUN

I. Tinjauan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat mengevaluasi aktivitas

antialergi obat/sediaan uji dengan metode anafilaksis kutan aktif.

II. Pendahuluan

Sel mastosit adalah sel yang inflamasi yang terdapat pada jaringan, berasal dari

proliferasi dan diferesiasi sel hematopoeitik sum-sum tulang. Sel ini berperan dalam merespon

signal imunitas alami (innate immunity) dan juga imunitas dapat (adaptive immunity) dengan

melepaskan mediator inflamasi, dengan reaksi yang cepat (immediate) ataupun reaksi yang

bertahap (delay). Sel mastosit banyak dijumpai, terutama di dalam aliran darah atau di dalam

jaringan-jaringan tubuh (Stone et al. 2009). Mediator utama yang dilepaskan oleh sel mastosit

dalam merespon adanya agen-agen asing berbahaya yang masuk ke dalam tubuh adalah

histamin. Disamping berfungsi dalam proteksi dari serangan agen berbahaya yang masuk,

histamin juga mempunyai efek lain, seperti pada kontraksi otot halus, pad sel-sel endotel, serta

pada ujung saraf. Sel mastosit manusia mengandung lebih kurang 2 sampai 5 pg histamin per

sel (Prusin & Metclafe, 2003). Alergen spesifik sel T helper memainkan peranan yang penting

dalam reaksi patogenesis hipersensitifitas Sel Th mengaktifkan reaksi kompleks imun (IgE-sel

mast) yang mencetus rilisnya mediator poten dan meningkatkan penarikan sel-sel inflamasi

(Nauta et al. 2008).

Anafilaksis adalah reaksi alergi merugukan yang terjadi secara cepat dan sistematik,

mempengaruhi satu atau lebih organ tubuh. Reaksi anafilaksis dapat terjadi setelah paparan

makanan yang mengandung protein, obat-obatan, racun serangga serta benda yang bersifat

alergen (Boyce et al. 2009). Reaksi anafilaksis dicetusoleh cross-linking antara Ig-E dan

agregasi reseptor FcR1 pada permukaan sel mastosit dan basofil (Simons & Sampson, 2008).

Pada saat masuknya antigen, akan terjadi reaksi pengaktifan sel mastosit (melalui fragmen Ig-E

yang menempel pada permukaan sel mastosit) sehingga terjadi rilis histamin yang ada di dalam

sel mastosit (Kemp & Lokey, 2002). Jumlah histamin yang dirilis dalam respon ini sangat

banyak sehingga tidak mampu dimetabolisme oleh enzim histaminase, kelebihan histamin ini

akan menyebabkan gangguan fasiologis pada jaringan dan organ tubuh, seperti

bronkokontriksi, dilatasi pembuluh darah, udema (pembengkakan pada kulit) kontraksi pada

saluran pencernaan (Leung & Ledford, 2009).

Page 103: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

97

III. Metode Skrining

Banyak metode yang bisa digunakan untuk mengetahui aktivitas anti-alergi suatu

senyawa atau bahan obat. Secara in vivo, model hewan yang tersensitisasi antigen yang berasal

dari protein asing maupun antibodi, dapat digunakan sebagai hewan percobaan dapat

digunakan sebagai model hewan. Penyuntikan antigen protein asing ke dalam tubuh hewan

secara subkutan/intradermal akan merangsang reaksi anafilaksis kutan aktif, penyuntikan

larutan evans blue setelah sensitisasi (7 sampai 14 hari) akan memunculkan bentolan yang

berwarna biru pada daerah sensitisasi tersebut (Arimura etal. 1990). Penyuntikan antibodi ke

tubuh hewan secara subkutan/intradermal akan mencetus reaksi anafilaksis kutan pasif, setelah

masa laten (24 sampai 72 jam), penyuntikan berulang antibodi dengan evans blue

menyebabkan munculnya bentolan biru pada daerah sensitisasi (Park et al. 2005). Rilis

histamin dari sel mastosit juga dapat ditentukan dengan metode stabilitas sel mastosit secara in

vitro, kemampuan suatu senyawa atau bahan obat dalam menghambat degranulasi mastosit

dapat diamati secara mikroskopik (Guphta et al. 1995). Kadar histamin yang dihasilkan juga

dapat ditentukan dengan metode spektrofluorometri (Shore et al. 1959). Namun, pengujian

secara in vitro jarang dilakukan dalam skala praktikum, sebab proses dan preparasi bahan-

bahan serta sample sel dan histamin yang relatif rumit.

IV. Obat Antihistamin (Antialergi)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antihistamin dapat dibedakan menjadi tiga golongan

yaitu antagonis reseptor histamin, inhibitor penglepasan histamin dan anti-IgE (McKay dan

Oosterhout, 2000).

a. Antagonis reseptor histamin H1

Golongan obat ini bekerja dengan cara menduduki reseptor histamin, sehingga

menghambat efek fisiologis histamin. Contoh golongan obat ini adalah

dexchlorofeneramin, difenhidramin, prometazin.

b. Penghambat penglepasan hsitamin

Golongan obat ini bekerja dengan cara menghalangi pelepasan histamin dari sel

mastosit. Mekanisme aksi dari golongan obat ini adalah menghambat dan menurunkan

influks Ca2+ ke dalam sel, serta menghambat aktivasi sel mastosit. Contoh golongan

obat ini adalah natrium kromolin, natrium kromoglikat dan natrium nedokromil.

c. Anti IgE

Pengobatan dengan menggunakan golongan obat ini relatif baru. Golongan obat ini

adalag antibodi monoklonal dengan sasaran aksi kerjany adalah IgE, yang bertanggung

jawab dalam mengaktifkan sel mastosit untuk melepaskan histamin. Contoh golongan

obat ini adalah antibodi monoklonal omalizumab.

Page 104: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

98

V. Metode

5.1 Alat-alat

Timbangan hewan, spuit 1 mL, beaker glass 50 mL, erlenmeyer 50 mL, stopwatch, alat cukur,

penggaris.

5.2 Bahan-bahan

Ovalbumin, NaCl 0.9%, Metilen blue, CTM 1%, CMC Na

5.3 Hewan percobaan

Tikus

5.4 Prosedur percobaan

1. Satu minggu sebelum praktikum, hewan ditimbang dan ditandai.

2. Hewan dibagi dalam beberapa kelompok.

3. Hewan disensitisasi secara aktif dengan injeksi suspensi ovalbumin dalam NaCl 0.9%

sebanyak 0,6 ml secara i.p dan 3 hari selanjutnya dengan suspensi ovalbumin dalam NaCl

0,9% sebanyak 0,1 ml secara intraplantar.

4. Pada hari praktikum, hewan yang sudah disensitisasi dicukur bulu punggungnya lalu

ditritmen dengan CTM 1% dengan dosis 6 mg/kg BB dan larutan ekstrak dengan dosis

100 mg/kg BB.

5. Satu jam berikutnya, hewan disuntik dengan larutan metilen blue sebanyak 0.2 mL, secara

intavena melalui vena ekor.

6. Hewan disuntikan lagi dengan ovalbumin pada daerah sensitisasi awal secara subkutan.

7. Dilakukan pengamatan dengan interval waktu 30, 60 dan 80 menit.

8. Anafilaksis kutan aktif ditandai dengan munculnya benjolan yang berwarna biru pada area

injeksi (punggung).

9. Hasil pengamatan diberikan skor seperti yang terdapat pada tabel berikut.

Intensitas Warna Pada Area Skor Iritasi

Tidak berwarna 0 Tidak ada

Sedikit berwarna biru 2 Ringan

Warna biru terang 4 Ringan

Warna biru gelap 6 Moderat (>4)

Bengkak dengan warna biru gelap 8 Berat

Page 105: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

99

VI. Hasil

Judul Percobaan :

Tanggal Percobaan :

Grup :

Responser :

Asisten Pengawas :

Waktu Pengamatan

No Kelompok 30 menit 60 menit 90 menit

1

CMC 0,5 %

2

Sediaan Uji

3

CTM

Page 106: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

100

VII. Pembahasan

Page 107: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

101

Page 108: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

102

DAFTAR PUSTAKA

Arimura, A., Nagata, M., Watanabe, A., Nakamura, K., Takeuchi, M. dan Harada, M. 1990.

Production of active and passive anaphylactic shock in the WBB6F1 mouse, a mast cell-

deficient strain. Cellular and Molecular Life Sciences. 46(7), 739-742.

Boyce, J.A., Fred Finkelman., William T. Shearer dan Donata Vercelli. 2003. Mechanisms of mast

cell signaling in anaphylaxis. American Academy of Allergy, Asthma & Immunology. 639-646.

Gupta, P.P., Srimal, R.C., Srivastava, M., Singh, K.L., Tandon, J.S., 1995. Anti-allergic activity of

Arbortristosides, from Nyctanthes arbortristis. International Journal of Pharmacognosy 33, 70–

72.

Handayani, D., Aldi, Y dan Zurmiati. 2008. Uji Aktivitas Penghambatan Degranulasi Mastosit yang

Tersensitisasi terhadap ekstrak Metanol Spon Laut Acathodendrilla SP.Jurnal Sains dan

Teknologi Farmasi. Vol. 13, No. 1, 2008, halaman 1-7.

Kemp SF, Lockey RF. 2002. Anaphylaxis: a review of causes and mechanisms. J Allergy ClinImmunol.

110:341-8.

Leung, D dan Ledford, D. 2009. Anaphylaxis: Recent advances in assessment and treatment.

American Academy of Allergy, Asthma and Immunology. 625-636.

Nauta, AJ., Engels, F., Knippels, NM., Garssen, J., Nijkamp, FP dan Redegeld, FA. 2008. Review:

Mechanisms of allergy and asthma. European Journal of Pharmacology 585: 354–360

Nugroho, A.E., Yuniarti, N., Istyastono, E.P, Supardjan dan Hakim, L. 2007. Penghambatan reaksi

anafilaksis kutaneus aktif oleh Kalium Gamavuton-0 (K-GVT-0). Majalah Farmasi Indonesia.

18(2), 63 – 70.

Park, S.W., Park, E.K. dan Kim, D.H. 2005. Passive Cutaneous Anaphylaxis-Inhibitory Activity of

Flavanones from Citrus unshiu and Poncirus trifoliata. Planta Medica. 71(1): 24-27.

Prussin dan Metclafe, MD. 2003. IgE, mast cells, basophils, and Eosinophils. The American Academyof

Allergy, Asthma & Immunology. 73-80.

Shore, P.A., Burkhalter, A., Cohn Jr., V.H., 1959. A method for the fluorometric assay of histamine in

tissues. Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics 127, 182–186.

Simons FER dan Sampson HA. 2008. Anaphylaxis epidemic: fact or fiction? J Allergy Clin Immunol.

122:1166-8.

Stone, MD., Calman Prussi., dan Metcalfe, MD. 2009. IgE, mast cells, basophils, and eosinophils.

TheAmerican Academy of Allergy, Asthma & Immunology. 73-80.

Venkatesh, P., Mukherje, P., Kumar, S., Nema, N.M., Bandyophaday, P., Fukui, H dan Mizughuci, H.

2009. Mast cell stabilization and antihistaminic potentials of Curculigo orchioides rhizomes.

Journal of Ethnopharmacology 126: 434–436.

Page 109: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

103

Medan,______________

Asisten, Praktikan

(________________) (______________________)

NILAI :

Page 110: PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI … · -Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah farmakologi dan toksikologi -Mahasiswa telah mengisi kartu rencana studi untuk mengikuti

104

GRAFIK PERCOBAAN

EFEK OBAT TERHADAP SISTEM KEKEBALAN TUBUH (IMUNITAS)