LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMIPRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIKSEMESTER GENAP
2014/2015
diajukan guna untuk memenuhi salah satu persyaratanuntuk
kelulusan mata kuliah pengukuran teknik
Oleh:Kelompok P3
Jiyi Nur Fauzan2111100066Maulana Fajar Nur
Hidayat2112100076Andreadi Bayu Rivascha2112100098Satrio
Ramadhan2112100102Benedictus Bayu Indrawadi2112100105Oxi Putra
Merdeka2112100106Tubagus Bima Prakosa2112100107Faisal
Rahman2112100113Deris Triana Noor2112100115Nudito Rifqi
Himawan2112100515Ricky Bramudia Kurniawan2113100169Surabaya, 20
Maret 2015
MengetahuiKoordinator Praktikum Pengukuran Teknik
Heri Luthfianto S.W.NRP 2111100086
MenyetujuiAsisten Kelompok
Mutafawwiqin Rizqoni A.NRP 2112100058
JURUSAN TEKNIK MESINFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRIINSTITUT
TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBERSURABAYA2015ABSTRAK
Barang hasil produksi dikatakan memiliki hasil yang baik ketika
kecacatan yang terjadi sangatlah sedikit. Adapun jenis-jenis cacat
yang terjadi yang dapat di jumpai antara lain cacat material,
geometri, berat, suhu, dan lain-lain. Dalam praktikum pengukuran
teknik ini praktikan akan mempelajari bagaimana cara melakukan
pengukuran sudut, kebulatan dan kesilindrisan sehingga kecacatan
pada tingkat produksi dapat ditemukan.Pada praktikum ini kita akan
melakukan pengukuran kebulatan dan kesilindrisan dengan menggunakan
metode Blok-V dan Senter Meja, serta pengukuran sudut dengan batang
sinus. Dengan alat ukur ini kita dapat mengukur dimensi, sudut,
kebulatan, serta kesilindrisan suatu benda ukur.Dari praktikum ini
didapatkan nilai toleransi untuk masing-masing metode dimana untuk
pengukuran kebulatan metode blok-V pengamat 1 dan 2 memiliki
toleransi masing-masing sebesar 17 mikron dan 23 mikron. Sehingga
didapatkan benda berebentuk bulat tidak teratur, sedangkan pada
metode senter meja menghasilkan toleransi untuk masing-masing
pengamat sebesar -14 mikron dan -21 mikron. Sehingga didapatkan
benda berbentuk elips teratur. Dari pengukuran kesilindrisan
didapat toleransi dari pengamat 1,2 dan 3 adalah masing-masing
sebesar -21 mikron, -20 mikron dan -38 mikron. Sehingga didapatkan
benda cenderung mengalami pengecilan diameter pada ujung. Dari
pengukuran sudut dengan menggunakan batang sinus didapatkan hasil
dari bevel protaktor dan batang sinus masing-masing bernilai 21.5
dan 21.79, sehingga disimpulkan pengukuran menggunakan batang sinus
adalah lebih efektif dibandingkan dengan Bevel protaktor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan laporan
praktikum Pengukuran Teknik modul 2 ini.Laporan praktikum
pengukuran teknik modul 2 ini berisi tentang praktikum pengukuran
kebulatan, kesilindirsan dan kesesuaian terhadap sudut menggunakan
Blok V, Senter Meja dan Batang Sinus. Dimana praktikum ini
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa akan berbagai
macam alat pengukuran yang biasa digunakan dalam dunia
perindustrian. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
Dosen, staf pengajar mata kuliah Pengukuran Teknik, serta asisten
praktikum yaitu Mutafawwiqin Rizqoni A yang selalu membimbing dan
mengajari kami dalam melaksanakan praktikum dan dalam menyusun
laporan ini. Laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu kritik serta saran yang membangun masih saya harapkan
untuk penyempurnaan Laporan akhir ini. Atas perhatian dari semua
pihak yang membantu penulisan ini saya ucapkan terimakasih. Semoga
Laporan ini dapat dipergunakan seperlunya.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHANiABSTRAKiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIivDAFTAR
GAMBARviDAFTAR TABELviiBAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2
Rumusan Masalah11.3 Tujuan Percobaan11.4 Batasan Masalah11.5
Sistematika Laporan2BAB II DASAR TEORI32.1 Kebulatan dan
Kesilindrisan32.2 Metode V-Block dan Senter Meja62.2.1 Metode
V-Block62.2.2 Metode Senter Meja72.2.3 Perbandingan Metode V-Block
dan Senter Meja82.3 Blok Ukur82.4 Batang Sinus10BAB III METODOLOGI
PERCOBAAN123.1 Peralatan yang digunakan123.1.1 Peralatan pengukuran
kebulatan dan kesilindrisan123.1.2 Peralatan pengukuran sudut
dengan batang sinus123.2 Langkah-langkah Percobaan123.2.1
Pengukuran kebulatan dan kesilindrisan123.2.1.1 Metode Blok
V123.2.1.2 Metode Senter Meja133.2.1.3 Pengukuran sudut dengan
batang sinus13BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN164.1 Data
Praktikum164.1.1 Metode V-Block164.1.2 Metode Senter Meja164.1.3
Metode Kesilindrisan164.2 Contoh Perhitungan164.2.1 Contoh
Perhitungan Pengukuran Kebulatan164.2.2 Contoh Perhitungan
Pengukuran Kesilindrisan174.3 Pembahasan174.3.1 Pembahasan Grafik
Metode Block V174.3.2 Pembahasan Grafik Metode Senter Meja174.3.3
Pembahasan Grafik Kesilindrisan194.3.4 Pembahasan Batang Sinus21BAB
V KESIMPULAN DAN SARAN255.1 Kesimpulan255.2 Saran25DAFTAR
PUSTAKA26LAMPIRAN27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kebulatan3Gambar 2.2 Kesilindrisan4Gambar 2.3 Rada
Least Squares Circle4Gambar 2.4 Radar Minimum Circumscribed
Circle5Gambar 2.5 Radar Minimum Inscribed Circle5Gambar 2.6 Rada
Minimum zone circle6Gambar 2.7 Metode V Block6Gambar 2.8 Set alat V
Block7Gambar 2.9 Set alat metode Senter Meja7Gambar 2.10 Blok
Ukur9Gambar 2.11 Set Batang Sinus10Gambar 3.1 Set alat Metode Blok
V13Gambar 3.2 Set alat Metode Senter meja13Gambar 3.3 Batang
Sinus14
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Set Blok ukur 112 buah9Tabel 2.2 Contoh Perhitungan
Blok Ukur9Tabel 4.1 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode
V-Block16Tabel 4.2 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode
Senter Meja16Tabel 4.3 Data Pengukuran Kesilindrisan16
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGUKURAN TEKNIKModul 2viKelompok
P3
JURUSAN TEKNIK MESINFAKULTAS INDUSTRI TEKNOLOGIINSTITUT
TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBERSURABAYA2014/2015BAB IPENDAHULUAN0. Latar
BelakangBenda produksi tidak selamanya memiliki bentuk linear saja,
tetapi banyak pula yang membentuk suatu sudut, silinder, dan
sebagainya. Setelah melakukan pengukuran linear, kali ini mahasiswa
perlu mengetahui bagaimana cara mengukur kesilindrisan, kebulatan,
serta kesesuain benda produksi terhadap suatu sudutOleh sebab itu,
dilakukanlah praktikum pengukuran teknik modul dua ini agar lebih
mendalami dan memahami tentang berbagai jenis alat ukur serta
penerapannya pada dunia industri
1.2 Rumusan MasalahRumusan masalah dari praktikum ini adalah :1.
Bagaimana cara melakukan pengukuran kebulatan dan kesilindrisan
dengan menggunakan metode blok-v dan senter meja ?1. Bagaimana
melakukan pengukuran sudut dengan menggunakan metode batang
sinus?
1.3 Tujuan PercobaanTujuan dari praktikum ini adalah :1.
Mengetahui cara pengukuran kebulatan dan kesilindrisan dengan
menggunakan metode blok-v dan senter meja.1. Mengetahui cara
pengukuran sudut dengan menggunakan metode batang sinus.
1.4 Batasan MasalahBatasan masalah dari praktikum ini adalah :1.
Alat ukur sudah dikalibrasi dengan baik.1. Suhu ruangan dianggap
tidak mempengaruhi hasil pengukuran.1. Meja ukur yang digunakan
dianggap datar dan rata.
1.5Sistematika LaporanPada laporan ini terdapat sistematika
laporan yang diawali dengan abstrak, yang berisi tentang ulasan
singkat latar belakang, metode dan hasil yang didapatkan dari
praktikum pengukuran sudut, kesilindrisan dan kebulatan.Kemudian
pada Bab I terdapat pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan percobaan, dan sistematika
laporan.Pada Bab II terdapat dasar teori yang menjelaskan tentang
pengertian daripengukuran sudut kesilindrisan dan kebulatan dengan
menggunakan metode Vblock, senter meja dan batang sinus.Pada Bab
III berisi tentang metodologi percobaan yang berisi tentang
cara-cara pengukuran sudut, kesilindrisan dan kebulatan dengan
menggunakan metode V blok, senter meja dan batang sinus.Pada Bab IV
yaitu Analisa Data dan Pembahasan yang berisi tentang
datapraktikum, contoh perhitungan dan pembahasan dari grafik-grafik
dengan metodeV block, senter meja dan batang sinus.Pada Bab V
berisi tentang Kesimpulan dan saran yang menjelaskan kesimpulan dan
saran yang didapat setelah melakukan praktikum kali ini.
BAB IIDASAR TEORI
2.1 Kebulatan dan KesilindrisanKebulatan adalah keseragaman
jarak antara titik pusat dengan titik terluar (jarijari).
Pengukuran kebulatan merupakan pengukuran yang ditujukan untuk
memeriksa kebulatan suatu benda, atau dengan kata lain untuk
mengetahui apakah suatu benda benar-benar bulat atau tidak jika
dilihat secara teliti dengan menggunakan alat ukur. Pengukuran
kebulatan merupakan salah satu dari tipe pengukuran yang tidak
berfungsi menurut garis.Kebulatan dan diameter adalah dua karakter
geometris yang berbeda, meskipun demikian keduanya saling
berkaitan. Ketidakbulatan akan mempengaruhi hasil pengukuran
diameter, sebaliknya pengukuran diameter tidak selalu akan
menunjukkan ketidakbulatan. Di bawah ini ditunjukkan gambar
pengukuran kebulatan.
Gambar 2.1 Kebulatan(Sumber : www.academia.edu)Kesilindrisan
adalah keseragaman jarak antara titik pusat dengan titik terluar
(jarijari) yang berlaku secara simultan keseluruh permukaan atau
sepanjang panjang benda. Pengukuran kesilindrisan merupakan
pengukuran yang ditujukan untuk memeriksa kesilindrisan suatu
benda. Alat ukur yang digunakan biasaya sama dengan pengukuran
kebulatan. Jika pegukuran kebulatan hanya dilakukan pada satu
titik, maka pengukuran kesilindrisan dilakukan pada beberapa titik
sepanjang panjang benda.
Gambar 2.2 Kesilindrisan(Sumber : www.academia.edu)Ada empat
cara perhitungan penyimpangan terhadap kebulatan lingkaran
referensi yaitu : Least Squeares Circles (LSC) Adalah metoda yang
paling umum digunakan. Luas daerah yang tertutup oleh profil sama
dengan luas daerah yang berada pada luar.
Gambar 2.3 Radar Least Squares Circle(sumber :
http://faishal-mukhlish.blogspot.com/2014/06/alat-ukur-kebulatan.html)
Minimum Circumsribed Circle (MCC) Adalah metoda yang digunakan
untuk menghitung lingkaran standar dengan jari jari minimum yang
menutupi profile data.
Gambar 2.4 Radar Minimum Circumscribed Circle(sumber :
http://faishal-mukhlish.blogspot.com/2014/06/alat-ukur-kebulatan.html)
Minimum Inscribed Circle (MIC) Metoda ini menghitung lingkaran
standar dengan jari jari maksimum yang ditutupi oleh profile
data.
Gambar 2.5 Radar Minimum Inscribed Circle (sumber :
http://faishal-mukhlish.blogspot.com/2014/06/alat-ukur-kebulatan.html)
Minimum Zone Circle (MZC) Metoda ini menghitung dua lingkaran
konsentrik yang menutupi profile data seperti pemisah arah
minimum.
Gambar 2.6 Radar Minimum zone circle(sumber :
http://faishal-mukhlish.blogspot.com/2014/06/alat-ukur-kebulatan.html)
2.2 Metode V Block dan Senter Meja2.2.1 Metode V BlockYang
pertamayaituMetode V block, yaitu metode yang menggunakan Blok yang
berbahanlogamdanberbentuk seperti huruf V.
Gambar 2.7 Metode V Block(sumber :www.academia.edu)Metode
pengukurannya yaitu Blok V tersebut diletakkan di bagian ujung dari
benda ukur dan terletak di bawah benda ukur tersebut. Kedua Blok V
yang digunakan padasaat proses pengukuran harus memiliki bentuk
danukuranyang sama.Dan dalam proses pengukurannya harus dilakukan
di atas meja atau permukaanyang datar. Setelah bendaukur diletakkan
pada posisiyangtepat di atas Blok V, maka dapat dilakukan
pengukuran kebulatan maupun kesilindrisan menggunakan Dial
Indicator.
Gambar 2.8 Set alat V Block(sumber : www.academia.edu)2.2.2
Metode senter mejaSenter meja merupakan salah satu alat untuk
pengukuran kebulatan .Biasanya dalam penggunaannya senter meja
digunakan bersama dengan dial indicator yang diletakkan di atas
benda kerja. Metode ini merupakan metode yang lebih modern jika
dibandingkan dengan metode blok V.
Gambar 2.9 Set alat metode Senter Meja(sumber :
www.academia.edu)2.2.3 Perbandingan Metode V Block dan Senter
MejaPada metode senter meja benda kerja dapat berputar dengan baik
karena menggunakan motor penggerak. Pergeseran sumbu benda kerja
pun dapat diminimalkan karena menggunakan pencekam pada tiap ujung
sumbu benda kerja. Sehingga senter meja memiliki ketelitian
pengukuran yang lebih baik jika dibandingkan dengan blok V.Namun
disisi lain Metode senter meja tidak dapat digunakan di lapangan
karena alatnya yang tidak bisa di ringkas dan dibawa dengan mudah.
Disinilah keunggulan Metode V Block dengan ukurannya yang ringkas
sehingga dapat dibawa ke lapangan dengan mudah.2.3 Blok UkurBlok
ukur merupakan salah satu alat ukur linier tak langsung. Pengukuran
dikatakan tidak langsung bila pembandingnya adalah suatu yang telah
di kalibrasi terhadap besaran standar. Blok ukur merupakan alat
ukur standar,dimana mempunyai dua permukaan ( muka ukur ) yang di
buat sangat halus,rata, sejajar dan mempunyai ukuran tertentu. Blok
ukur mempunyai bentang persegi panjang bualt, sudut, atau persegi
empat,mempunyai dua sisi sejajar dengan ukuran tepat. Karena
kahalusan dan kerataan muka ukurnya maka dua atau lebih blok ukur
dapat di susun sedemikian rupa sehingga dapat bersatu dengan kuat.
Sifat saling rekat ( wringability ) ini memungkinkan kita memperleh
dimensi atau jarak tertentu dengan menyusun blok ukur dari berbagai
ukuran. Selanjutnya ukuran yang diperoleh tersebut dapat di pakai
sebagai ukuran standar untuk proses kalibrasi ataupun untuk
pengukuran tak langsung.Blok ukur biasanya di buat dari baja karbon
tinggai, baja paduan atau karbida logam yang setelah mengalami
perlakuan panasakan mempunyai sifat- sifat penting yang harus di
punyai oleh suatu alat ukur standar, yaitu : Tahan aus kekerasan
tinggi ( 65 RC ) Tahan korosi Koefisien muai yang baik Kestabilan
dimensi yang baikUntuk mendapatkan permukaan yang halus dan rata
maka proses terakhir dari pembuatan blok ukur adalah proses gosok
halus ( lapping ). Oleh karena itu sangat wajar jika harga blok
ukur sangat mahal. Comtoh ukuran dari blok ukur karbida yang
terdiri dari 88 blok.1. 3 blok : 0,5 ;1,0; 1,0005mm2. 9 blok dengan
imbuhan sebesar 0,001mm mulai dari 1,001 hingga 1,009mm3. 49 blok
dengan imbuhan sebesar 0,01mm mulai dari1,01 hingga 1,49mm4. 17
blok ukur dengan imbuhan sebesar 0,5mm mulai dari 1,5 hingga
9,5mm5. 10 blok dengan imbuhan sebesar 10mm mulai dari 10 hingga
100mTabel 2.1 set blok ukur 112 buahJarakKenaikan Jumlah blok
1,001 1,0090,0019
1,010 1,4900,01049
1,50 24,500,5049
25 100254
1,00051
Gambar 2.10 blok ukurSumber : (www.academia.edu)Sebagai contoh
bila diperlukan standar dimensi sebedar 91,668mm maka dapat
dilakukan kombinasi blok ukur karbida yang terdiri dari 88 blok
seperti di tunjukan pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Contoh Perhitungan Blok UkurLangkah- langkahBlok yang
di gunakan
Dimensi yang di kehendaki = 91,658mmDiimensi blok ukur 1,008mm
Sisa 90,65mmDimensi blok ukur 1,15mm Sisa 89,50mmDimensi blok ukur
9,50mmSisa 80mmDimensi blok ukur 80mm1,008mm
1,15mm
9,5mm
80mm
Dimana susunan blok ukur di susun dari blok dengan ukuran
terkecil ke ukuran terbesar seperti di tunjukan gambar di bawah.
Hal ini dilakukan unutk mempermudah pemindahan blok ukur ke lokasi
pengukuran.2.4 Batang SinusBatang sinus ini merupakan pelat baja
yang sudah diproses dengan perlakuan panas tertentu, pada bagian
dari kedua ujungnya dilengkapi dengan semacam silinder atau rol
yang diameternya sama. Jarak antara senter dari kedua rol tersebut
bermacam macam, ada yang 100mm, ada yang 25mm, dan ada pula yang
berjarak 300mm. Jarak inilah yang digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam menggunakan batang sinus. Dalam penggunaannya,
biasanya harus dilengkapi/dibantu dengan jam ukur dan blok ukur.
Jam ukur digunakan untuk mengecek kedataran permukaan benda ukur,
sedangkan blok ukur digunakan untuk sebagai landasan guna membuat
permukaan benda ukur menjadi data sejajar dengan meja tempat
pengukuran (surface table). Berikut ilustrasi gambar batang
sinus.
Gambar 2.11 Set Batang Sinus(sumber : www.academia.edu)Benda
ukur diletakan sedemikian rupa sesuai dengan sudut yang mana yang
akan di cek. Susunlah blok ukur dengan ukuran tertentu dan
tempatkan di bawah salah satu ujung batang sinus, biasanya pada
ujung yang tidak ada kait/penahan benda ukur seperti nampak pada
batang. Kalau di gambarkan secara trigonometri maka diperoleh
gambaran hubungan antara sudut benda ukur dengan tinggi susunan
blok ukur dan dengan panjang dari batang ukur. Hubungan tersebut
dapat dijelaskan dengan rumus sinus sebagai berikut:
Dimana: = sudut yang dibentuk batang sinus terhadap meja datar
karena adanya susunan blok ukur.Sudut ini sama besarnya dengan
sudut benda ukur yang dicek karena permukaan benda ukur sejajar
dengan permukaan meja ukurH= Tinggi susunan blok ukur, dalam mmL=
panjang batang sinus, dalam mmPerlu diingat bahwa untuk memastikan
bahwa posisi muka ukur betul-betul sejajar dengan meja ukur maka
perlu diperhatikan posisi dari jarum penunjuk jam ukur. Bila jarum
penunjuk itu masih bergerak ke kiri atau ke kanan pada waktu jam
ukur digeser ke kiri dan ke kanan berarti posisi muka ukur belum
sejajar dengan permukaan meja rata. Bila kesejajaran ini belum
diperoleh maka perhitungan sudut belum bisa dilakukan
BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Peralatan yang digunakanPada praktikum kali ini ada beberapa
peralatan yang digunakan, diantaranya adalah3.1.1 Peralatan
pengukuran kebulatan dan kesilindrisan1. Jam ukur (dial indicator)
ketelitian 1 m1. Dudukan pemindah1. Blok V, bersudut 901. Senter
meja1. Blok ukur3.1.2 Peralatan pengukuran sudut dengan batang
sinus1. Meja rata1. Batang sinus (L=200 m)1. Dial indicator dengan
ketelitian 1 m1. Blok ukur set 1121. Bevel protactor1. Dudukan
pemindah3.2 Langkah - Langkah Percobaan3.2.1 Pengukuran kebulatan
dan kesilindrisan3.2.1.1 Metode Blok V1. Peralatan disusun seperti
pada gambar
Gambar 3.1 Set alat metode Blok V1. Posisi meja jam ukur diatur
pada posisi yang tepat dan jarum diset pada titik tertentu.1. Benda
uji diputar 180, pada setiap posisi yang berbeda 30 (12 posisi).
Harga yang ditunjukkan pada jarum (dial indicator) dicatat.1.
Pengukuran dilakukan 1 kali dengan 2 pengamat3.2.1.2 Metode Senter
Meja1. Peralatan disusun seperti pada gambar
Gambar 3.2 Set alat metode senter meja1. Posisi meja jam ukur
diatur pada posisi yang tepat dan jarum diset pada titik
tertentu.1. Benda uji diputar 180, pada setiap posisi yang berbeda
30 (12 posisi). Harga yang ditunjukkan pada jarum (dial indicator)
dicatat.1. Pengukuran dilakukan 1 kali dengan 2 pengamat.3.2.1.3
Pengukuran sudut dengan batang sinus1. Harga sudut suatu benda
diukur dan diperiksa dengan bevel protactor (busur bilah) sehingga
dihasilkan sudut 1. Harga dari sin dihitung1. Blok ukur disusun
setinggi h, h = L sin
Gambar 3.3 Batang SinusKeterangan :1. Meja rata1. Batang sinus1.
Dial indicator1. Blok ukur1. Dudukan pemindah1. Alat-alat ukur
tersebut dirangkai di atas meja rata seperti pada gambar1.
Kesejajaran benda ukur diperiksa dengan dial indicator sepanjang L
(L sepanjang 50 mm) dan catat perbedaan harga yang ditunjukkan oleh
dial indicator1. Harga y ditentukan dengan cara sudut diasumsikan
cukup berlaku kecil maka berlaku
1. Blok ukur disusun kembali h = h y1. Kesejajaran benda ukur
diperiksa kembali1. Hitung a = arc sin a = adalah sudut yang
dianggap benar
BAB IVANALISA DATA DAN PERHITUNGAN4.1. Data Praktikum4.1.1.
Metode V-BlockTabel 4.1 Data Pengukuran Kebulatan Satu Titik Metode
V-BlockPosisi Pengukuran
12345678910111213
Pengamat 100141310910141514141817
Pengamat 20151515141518182020201923
4.1.2. Metode Senter MejaTabel 4.2 Data Pengukuran Kebulatan
Satu Titik Metode Senter MejaPosisi Pengukuran
12345678910111213
Pengamat 10-3-12-13-14-14-14-14-14-13-14-13-13
Pengamat 20-1-10-16-20-21-21-21-21-21-21-21-21
4.1.3. KesilindrisanTabel 4.3 Data Pengukuran
KesilindrisanPosisi Pengukuran
12345678910111213
Pengamat 10-4-10-16-20-21-21-21-21-21-21-21-21
Pengamat 2-21-20-26-32-15-35-35-35-31-23-25-25-23
Pengamat 3-25-25-27-28-36-38-24-10-9-9-10-6
4.2. Contoh Perhitungan4.2.1. Contoh Perhitungan Pengukuran
Kebulatana. Metode Blok VToleransi Pengamat 1= Nilai terbesar nilai
terkeci = 18 0 = 17 mikronToleransi Pengamat 2= Nilai terbesar
nilai terkecil = 23 0 = 23 mikron2. Metode Senter MejaToleransi
Pengamat 1= Nilai terbesar nilai terkecil = (-14) 0 = -14
mikronToleransi Pengamat 2= Nilai terbesar nilai terkecil = (-21) 0
= -21 mikron4.2.1. 4.2.2. Contoh Perhitungan Pengukuran
KesilindrisanToleransi Pengamat 1= Nilai terbesar nilai terkecil =
(-21) 0 = -21 mikronToleransi Pengamat 2=Nilai terbesar nilai
terkecil = -35 -15 = -20mikronToleransi Pengamat 2= Nilai terbesar
nilai terkecil = (-38) 0 = -38 mikron1. 4.1. 4.2. 4.3.
Pembahasan4.3.1. Pembahasan Grafik Metode Block-V
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa pengukuran kebulatan oleh
pengamat 1 terjadi kenaikan nilai dari posisi 2 sebesar 0 sampai
posisi 4 sebesar 13 mikron. Kemudian turun dan cenderung stabil
pada pengukuran posisi 5 hingga posisi 7 dengan nilai 10 mikron.
Setelah itu grafik mengalami kenaikan dan cenderung stabil pada
nilai 14 mikron hingga 17 mikron pada posisi 13. Nilai maksimum
dari pengukuran pada pengamat 1 adalah 18 pada posisi 12, sedangan
nilai minimumnya adalah 0 mikron posisi 1 dan 2. Sedangkan pengamat
2 terjadi kenaikan yang cukup stabil dari posisi 2 sebesar 15
mikron sampai posisi 13 sebesar 23 mikron. Hanya mengalami
penurunan pada posisi 5 dan posisi 12 sebesar 1 mikron. Nilai
maksimum dari pengukuran pada pengamat 2 adalah 23 mikron, sedangan
nilai minimumnya adalah 0 mikron.Berdasarkan perhitungan toleransi,
hasil pengukuran pada pengamat 1 berada pada nilai di antara nilai
minimum 0 mikron dan nilai maksimum 18 mikron, ini berarti
toleransi pengamat 1 adalah 18 mikron. Hasil pengukuran pada
pengamat 2 berada pada nilai di antara nilai minimum 0 mikron dan
nilai maksimum 23 mikron, ini berarti toleransi pengamat 2 adalah
23 mikron. Hasil pengukuran pada pengamat 1 memiliki toleransi yang
lebih mendekati titik acuan 0 mikron dibandingkan pengukuran pada
pengamat 2, hal ini menunjukkan hasil pengukuran pada pengamat 1
memberikan hasil yang relatif lebih bulat. Dengan melihat grafik
dari titik pertama dan titik terakhir tidak sama hal ini
dikarenakan adanya kendala kendala selama melakukan uji praktikum
seperti backlash pada dial indicator sehingga kestabilan 0 tidak
tercapai , pemakaian dial indicator oleh praktikan yang tidak
sesuai prosedur sehingga terjadi pergeseran (drifting) serta
ketidaktelitian dalam melakukan uji praktikum tersebut.4.3.2.
Pembahasan Grafik Metode Senter Meja
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa pengukuran kebulatan oleh
pengamat 1 terjadi penurunan nilai dari posisi 1 sebesar 0 sampai
posisi 2 sebesar -3 mikron. Kemudian turun drastis pada pengukuran
posisi 2 dengan nilai -12. Setelah itu grafik cenderung stabil
sampai posisi 13. Nilai maksimum dari pengukuran pada pengamat 1
adalah 0 pada posisi 1, sedangan nilai minimumnya adalah -14 mikron
posisi 5. Sedangkan pengamat 2 terjadi penurunan yang tidak
siknifikan dari posisi 1 sebesar 0 sampai posisi 2 sebesar -1
mikron. Kemudian turun drastis dari posisi 2 sebesar -1 mikron
sampai posisi 5 sebesar -20 mikron. Setelah itu grafik juga
relative stabil dari posisi 5 sampai posisi 13. Nilai maksimum dari
pengukuran pada pengamat 2 adalah 0, sedangan nilai minimumnya
adalah -21 mikron.Berdasarkan perhitungan toleransi, hasil
pengukuran pada pengamat 1 berada pada nilai di antara nilai
minimum -14 mikron dan nilai maksimum 0 mikron, ini berarti
toleransi pengamat 1 adalah -14 mikron. Hasil pengukuran pada
pengamat 2 berada pada nilai di antara nilai minimum -21 mikron dan
nilai maksimum 0 mikron, ini berarti toleransi pengamat 2 adalah
-21 mikron. Hasil pengukuran pada pengamat 1 memiliki toleransi
yang lebih mendekati titik acuan 0 mikron dibandingkan pengukuran
pada pengamat 2, hal ini menunjukkan hasil pengukuran pada pengamat
1 memberikan hasil yang relatif lebih bulat. Dengan melihat grafik
dari titik pertama dan titik terakhir tidak sama hal ini
dikarenakan adanya kendala kendala selama melakukan uji praktikum
seperti backlash pada dial indicator sehingga kestabilan 0 tidak
tercapai , pemakaian dial indicator oleh praktikan yang tidak
sesuai prosedur sehingga terjadi pergeseran (drifting) serta
ketidaktelitian dalam melakukan uji praktikum tersebut.4.3.3.
Pembahasan Grafik Kesilindrisan
Berdasarkan grafik hasil pengukuran kesilindrisan didapatkan
pada pengamat 1 tren grafik mengalami penurunan pada posisi 2
hingga posisi 6 dengan angka -4 mikron ke angka -21 mikron,
kemudian tidak mengalami perubahan hingga posisi ke 13. Pada
pengamat 2 tren grafik mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak
menentu, pada posisi ke 2 mengalami penurunan hingga posisi ke 4
dengan angka -20 mikron ke -32 mikron, kemudian mengalami kenaikan
pada angka -15 mikron, pada posisi ke 6 hingga posisi ke 8 tidak
mengalami perubahan dengan angka -35 mikron, kemudian mengalami
kenaikan hingga posisi ke 10 dengan angka -23 mikron, dan mengalami
kenaikan pada posisi ke 11 hingga posisi ke 13 dari angka -25
mikron ke angka -23 mikron. Pada pengamat 3 tren grafik mengalami
penurunan dari awal posisi pengukuran hingga posisi ke 6 dengan
angka -25 mikron ke angka -38 mikron, kemudian mengalami kenaikan
hingga posisi ke 12 dari angka -24 mikron ke angka 0 mikron, dan
pada posisi 13 mengalami penurunan dengan angka -6
mikron.Berdasarkan perhitungan toleransi, pengukuran pada pengamat
1 berada pada nilai di antara nilai minimum -21 mikron dan nilai
maksimum 0 mikron, ini berarti toleransi pengamat 1 adalah -21
mikron. Hasil pengukuran pada pengamat 2 berada pada nilai di
antara nilai minimum -35 mikron dan nilai maksimum -15 mikron, ini
berarti toleransi pengamat 2 adalah -20 mikron. Pada pengukuran
pada pengamat 3 berada pada nilai di antara nilai minimum -38
mikron dan nilai maksimum 0 mikron, ini berarti toleransi pengamat
3 adalah -38 mikron. Hasil pengukuran pada pengamat 2 memiliki
toleransi yang lebih mendekati titik acuan 0 mikron dibandingkan
pengukuran pada pengamat 1 dan 3, hal ini menunjukkan hasil
pengukuran pada pengamat 2 memberikan hasil yang relatif lebih
bulat.Dengan melihat grafik dari posisi pertama dan posisi terakhir
tidak sama hal ini dikarenakan adanya kendala kendala selama
melakukan uji praktikum seperti backlash pada dial indicator
sehingga kestabilan 0 tidak tercapai , pemakaian dial indicator
oleh praktikan yang tidak sesuai prosedur sehingga terjadi
pergeseran (drifting) serta ketidaktelitian dalam melakukan uji
praktikum tersebut.4.3.4. Pembahasan Batang SinusDalam pengukuran
sudut suatu benda, terlebih dahulu disiapkankan
peralatan-peralatannya. Yang pertama adalah benda ukur itu sendiri,
bevel protactor, meja rata, batang sinus, blok ukur, dan juga dial
indicator.Langkah selanjutnya adalah mengukur kemiringan benda
tersebut dengan menggunakan bevel protactor. Benda ukur berupa
logam yang berbentuk seperti trapesium. Sudut yang diperoleh
nantinya digunakan sebagai acuan untuk mengukur sudut sebenarnya
dengan batang sinus yang memiliki metode dengan ketelitian sudut
yang lebih akurat dibandingkan bevel protactor. Setelah diukur
dengan bevel protractor, ditemukan sudut yaitu 21.5.Setelah
mendapatkan nilai sudut benda tersebut, kita akan menghitung nilai
dari h yaitu ketinggian blok ukur. Blok ukur nantinya akan menjadi
bagian dalam rangkaian pengukuran batang sinus, yang berfungsi
membuat bidang horizontal benda ukur menjadi datar. Kedataran
bidang ini akan diukur dengan menggunakan dial indicator. Dari
pemaparan tersebut kita mengetahui pentingnya nilai h, yang
diperoleh dengan cara:h = sin x L = sin 21, 5 x 200 = 0.3705 x 200
= 73.3 mmSetelah nilai h atau ketinggian blok ukur didapat yaitu
73.3 milimeter, kemudian blok ukur disusun setinggi h pada meja
datar. Dengan cara penyusunan yaitu blok dengan ukuran 50 mm, 22
mm, dan 1.3 mm secara berurutan.73.3 mm 50 mm = 23.3 mm23.3 mm 22
mm = 1.3 mm1.3 mm 1.3 mm = 0 mmSetelah blok ukur disusun,
peralatan-peralatan dan benda ukur diset sesuai aturannya. Pada
langkah ini kita akan menguji bidang horizotal benda yang datar
dengan menggunakan dial indicator. Saat peralatan sudah di set,
kita gerakan dial indicator sejauh L = 50 mm untuk melihat apakah
terjadi perubahan ketinggian pada titik pertama dan titik terakhir
benda yang bidangnya sudah dianggap datar. Jika kita memperoleh
suatu perubahan nilai yang melebihi batas toleransi yaitu 15
mikron, maka kita harus melakukan perhitungan ulang. Hasil yang
didapat pada dial indicator menunjukkan angka 221 mikron. Angka
yang terbaca pada dial indicator (d) tersebut digunakan untuk
menghitung y, yaitu sebagai berikut:y = d x = 221 x = 0.884 mmNilai
y tersebut digunakan untuk memperoleh harga h yang baru. Harga h
yang baru adalah sebagai berikut: h' = h y = 73.3 + 0,884 = 74.184
mmSetelah memperoleh nilai h yang baru kita kembali menyusun blok
ukur setinggi h yaitu 74.184. Blok ukur tersebut terdiri dari blok
ukur berukuran 50 mm, 22 mm, 1,18 mm, dan 1.004 mm. Susunan blok
ukur tersebut didapat dari:74.184 mm 50 mm = 24.184 mm24.184 mm 22
mm = 2.184 mm2.184 mm 1.18 mm = 1.004 mm 1.004 mm 1.004 mm = 0
mmKemudian dengan cara yang sama menguji bidang datar benda sampai
benar-benar datar dengan toleransi nilai dibawah 15 mikron. Setelah
itu barulah kita dapatkan nilai h sebenarnya yang akan digunakan
untuk mendapatkan nilai sudut sebenarnya dari benda. Hasil
pengukuran menunjukkan pengukuran pada dial indicator menunjukkan
penyimpangan sebesar 0.0017 mikron. Angka tersebut digunakan
kembali untuk menghitung nilai y sama seperti sebelumnya yaitu
sebagai berikut:y = d x = 0.017x = 0.068 mmSehingga didapat nilai h
sebesar:h' = h y = 74.184 + 0.068 = 74.252 mmBlok ukur pun disusun
kembali sesuai dengan nilai h yang didapatkan yaitu 74.252 mm. Blok
ukur yang digunakan adalah 50 mm, 22 mm, 1.25 mm, dan 1,002 mm.
Susunan blok ukur tersebut didapat dari:74.252 mm 50 mm = 24.252
mm24.252 mm 22 mm = 2.252 mm2.184 mm 1.25 mm = 1.002 mm 1.002 mm
1.002 mm = 0 mmKemudian dengan cara yang sama menguji bidang datar
benda sampai benar-benar datar dengan toleransi nilai dibawah 15
mikron. Dari pengukuran tersebut barulah nilai pada dial indicator
tidak melebihi 15 mikron. Sehingga nilai h tersebut dapat
diterima.Untuk mendapatkan sudut yang diinginkan yaitu , dapat
dihitung sebagai berikut: ' = arc sin ' = arc sin = 21,7933Sehingga
nilai sudut benda baru didapatkan setelah perhitungan ketiga. Nilai
yang didapat adalah 21,7933. Nilai tersebut adalah nilai sudut yang
dapat diterima.Dari hasil praktikum engukuran batang sinus
menunjukkan nilai 21.7933 sedangkan bevel protractor menunjukkan
nilai 21.5 sehingga dapat disimpulkan batang sunus lebih teliti dan
akurat dalam mengukur sudut yang dibentuk oleh benda ukur. Namun
batang sinus memiliki beberapa kekuarangnan jika dibandingkan
dengan bevel protractor yaitu dari langkah pengukuran menggunakan
bevel protractor lebih praktis karena hanya membutuhkan bevel
protractor dan benda ukur saja untuk melakukan proses pengukuran.
Sedangkan batang sinus untuk melakukan pengukuran diperlukan batang
sinus, blok ukur, dan dial indicator. Selain itu, mempersiapkan
alat untuk proses pengukuran dengan batang sinus dapat memakan
banyak waktu sedangkan bevel protractor dapat langsung mengukur
benda ukur tanpa persiapan apapun.
BAB VKESIMPULAN
5.1. KesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini
adalah :0. Pengukuran Kebulatan Metode Blok V menghasilkan
toleransi untuk masing-masing pengamat, dimana untuk pengamat 1
memiliki toleransi sebesar 17 mikron dan untuk pengamat 2 memiliki
toleransi sebesar 23 mikron, dan juga dari hasil pengukuran
didapatkan benda berbentuk bulat tidak teratur.0. Pengukuran
Kebulatan Metode Senter Meja menghasilkan toleransi untuk
masing-masing pengamat, dimana untuk pengamat 1 memiliki toleransi
sebesar -14 mikron dan untuk pengamat 2 memiliki toleransi sebesar
-21 mikron, dan juga dari hasil pengukuran didapatkan benda
berbentuk elips tidak teratur.0. Pengukuran Kesilindrisan
menghasilkan toleransi untuk masing-masing pengamat, dimana untuk
pengamat 1 memiliki toleransi sebesar -21 mikron, untuk pengamat 2
memiliki toleransi sebesar -20 mikron dan untuk pengamat 3 memiliki
toleransi sebesar -38 mikron sehingga dari pengukuran dapat dilihat
benda memiliki bentuk tidak silindris, dan cenderung mengalami
pengecilan diameter pada ujung.0. Pengukuran Sudut metode Batang
Sinus menghasilkan nilai pengukuran untuk Bevel Protaktor dan
Batang Sinus dimana masing-masing bernilai 21.5 dan 21.79 sehingga
pengukuran melalui batang sinus lebih teliti dibandingkan dengan
bevel protaktor5.2. SaranSaran untuk praktikum ini adalah :0. Mohon
ditambahkan jumlah alat saat praktikum0. Mohon jumlah grader saat
praktikum ditambah
DAFTAR PUSTAKA
Beckwith, T.G and Lewis, Buck N, (1969), Mechanical Measurement,
Addison-Wesley: Maret 1969Black, Bruce J., (1995), Basic
Engineering Practices, Edward Arnold: 1995Holman, JP., (1994),
Experimental methods for Engineer, Mc.Graw- Hill: 1994Kreyszic,
Erwin. (1988), Advance Engineering Mathematics, John Wiley &
Son: 1988Rochim, Taufiq, 2001, Spesifikasi Metrologi dan Kontrol
Kualitas Geometric, ITB: 2001Sayuthi, M., Fadlisyah, and syarifudin
(2008), Pengukuran Teknik, Graha ilmu: 2008.