Top Banner
PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH TRANSMIGRASI LOKAL (TRANSLOK) TNI ANGKATAN DARAT DI DESA WONOREJO, KABUPATEN SITUBONDO Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: DRAJAD SUJATMIKO C0507001 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user
135

PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

Nov 30, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

i

PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN

OLEH TRANSMIGRASI LOKAL (TRANSLOK) TNI

ANGKATAN DARAT DI DESA WONOREJO, KABUPATEN

SITUBONDO

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi

Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

DRAJAD SUJATMIKO

C0507001

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

ii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

iii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

iv

PERNYATAAN

NAMA : DRAJAD SUJATMIKO

NIM : C0507001

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Penguasaan Tanah

Taman Nasional Baluran Oleh Transmigrasi Lokal (Translok) TNI Angkatan

Darat di Desa Wonorejo, Kabupaten Situbondo adalah betul-betul karya sendiri,

bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya

dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh

dari skripsi tersebut.

Surakarta, 23 Juli 2012

Yang membuat pernyataan

DRAJAD SUJATMIKO

C0507001

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

v

MOTTO

Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah

kemenangan yang hakiki.

(Mahatma Gandhi)

Orang luar biasa itu sederhana dalam ucapan tetapi hebat dalam tindakan

(Confusius)

Jadilah orang yang bertanggungjawab, sebab dapat membentuk jiwa yang hebat

(Penulis)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

vi

P E R S E M B A H A N

Dengan tulus hati karya ini kupersembahkan

kepada mereka yang banyak berkorban dan

senantiasa berdo’a demi terselenggaranya studi

ini:

1. Bapak dan Ibu tercinta

2. Mas Rinto, dan Mbak Wikan tersayang

3. Adystya Imawahyu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, hidayah dan kemudahan serta

kesempatan yang tiada terkira, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan

skripsi ini dengan baik. Salam dan shalawat semoga senantiasa terlimpahkan

kepada Pemimpin Besar Revolusi Dunia, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga,

dan sahabat serta para pengikutnya yang senantiasa tegar dan sabar dalam

menegakkan risalah-Nya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak, baik berupa bimbingan, pengarahan, kesempatan, saran-saran,

motivasi, maupun bantuan materi yang sangat besar artinya bagi penulis. Oleh

karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, ijinkanlah penulis

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa yang telah memberikan perijinan yang diperlukan dalam penulisan

skripsi ini.

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah, dan

pembimbing Utama yang telah memberikan masukan serta kemudahan-

kemudahan pada penulisan skripsi ini.

3. Suharyana, M. Pd., selaku ketua penguji yang telah memberikan masukan

serta arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Insiwi Febriary Setiasih, SS, MA., selaku sekretaris penguji yang telah

memberikan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Tiwuk Kusuma Hastuti, SS, M. Hum., selaku pembimbing akademik dan

Penguji II yang telah memnberikan saran dan masukan untuk

kesempurnaan skripsi ini.

6. Asti Kurniawati, SS, M. Hum., beserta suami, terima kasih atas bantuan

buku dan keluangan waktu berbincang bersama saya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

viii

7. Drs.Supariadi.M.Hum, terimakasih atas saran dan masukan untuk

kesempurnaan penulisan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Sejarah dan seluruh Pegawai Fakultas Sastra

dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Staf Karyawan Perpustakaan Pusat UNS, Fakultas Sastra dan Seni Rupa

UNS, Perpustakaan STPN Yogyakarta, Perpustakaan Kependudukan

UGM, dan Balai Taman Nasional Baluran.

10. Teristimewa untuk orang tua dan keluarga penulis yang tiada henti-

hentinya memberikan dukungan dan dorongan moril maupun materil

kepada penulis. Dengan doa restu yang sangat mempengaruhi dalam

kehidupan penulis, kiranya Allah SWT membalasnya dengan segala

berkah-Nya.

11. Kedua kakakku yang tersayang, Mas Rinto, Mbak Wikan terima kasih atas

semangatnya.

12. Hermanus, Hasto Sugiarto, dan Seluruh masyarakat translok terimakasih

atas kelonggaran waktunya dalam memberikan data dan informasi bagi

penulisan skripsi ini.

13. Adystya Imawahyu tercinta yang telah memberikan semangat dan selalu

setia menemani penulis dalam suka maupun duka dalam penulisan skripsi

ini.

14. Teman-teman Historia 2007 yang selalu memberikan inpirasi kepada

penulis. Khusus buat Langgeng, Dian, Agung, Dewi, Lita, Eko, dan Hasan

yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan sehingga

skripsi ini terselesaikan.

15. Keluarga Besar Sentraya Bhuana PMPA FSSR UNS, Khususnya angkatan

diksar 21 Herfianto, Andi Pramono, Dwi Ari, Seno Wibowo yang telah

memberikan banyak hal selama ini, pengalaman, wawasan, dan

persaudaraan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

ix

16. Teman-teman Kost agape yang telah banyak membantu selama penulisan

skripsi ini, khususnya Agung Darmawan terima kasih telah menemani

setiap malam.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu-persatu.

Akhirnya, hanya kepada Allah-lah penulis menyerahkan segalanya, semoga

Allah berkenan memberikan ridho dan ampunannya atas segala kekhilafan. Dan

semoga skripsi sederhana ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Surakarta, 23 Juli 2012

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... x

DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xiii

DAFTAR SINGKATAN.................................................................................. xvi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ............................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii

ABSTRAK ....................................................................................................... xx

ABSTRACT ..................................................................................................... xxi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 11

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 11

E. Kajian Pustaka ............................................................................ 12

F. Metode Penelitian ....................................................................... 16

G. Sistematika Skripsi ..................................................................... 21

BAB II GAMBARAN UMUM PEMUKIMAN TRANSMIGRASI LOKAL

TNI AD KODAM V/BRAWIJAYA

A. Kondisi Geografis Pemikiman Transmigrasi Lokal TNI AD

Kodam V/Brawijaya ................................................................... 23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xi

B. Proses Penempatan Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya ................................................................................ 29

1. Awal Mula Penempatan Translok........................................ 29

2. Dasar Penempatan Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya ......................................................................... 39

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Transmigrasi Lokal TNI

AD Kodam V/Brawijaya ........................................................... 41

1. Kondisi Sosial ...................................................................... 41

2. Kondisi Ekonomi ................................................................. 47

D. Pengaruh Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya Terhadap Desa Wonorejo ...................................... 52

BAB III PROSES SENGKETA LAHAN PEMUKIMAN TRANSMIGRASI

LOKAL TNI AD KODAM V/BRAWIJAYA TAHUN 1976-2006

A. Kondisi Lahan Pemikiman Transmigrasi Lokal TNI AD

Kodam V/Brawijaya Setelah Penempatan .................................. 57

B. Sengketa Tanah Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD

Kodam V/Brawijaya Antara Taman Nasional Baluran dan

Masyarakat Translok Tahun 1976-1987 ..................................... 62

C. Usaha Pemerintah dan Militer dalam Menyelesaikan Sengketa

Tanah Tahun 1976-1987 ............................................................. 72

BAB IV PERKEMBANGAN SENGKETA TANAH PEMUKIMAN

TRANSMIGRASI LOKAL TNI AD KODAM V/BRAWIJAYA

TAHUN 1988-2006

A. Perkembangan Sengketa Tanah Pemukiman Transmigrasi

Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya Antara Taman Nasional

Baluran dan Masyarakat Translok Tahun 1988-2006 .................. 79

B. Proses Penyelesaian Yang Dilakukan Pemerintah dan Balai

Taman Nasional Baluran Tahun 1988-2006 ................................ 87

1. Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo ............... 87

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xii

2. Upaya Balai Taman Nasional Baluran Dalam Proses

Penyelesaian Masalah Sengketa Tanah Translok ............... 99

C. Dampak Sengketa Tanah Pemukiman Transmigrasi TNI AD

Kodam V/Brawijaya Surakarta .................................................... 105

1. Dampak Sosial ..................................................................... 105

2. Dampak Ekonomi ................................................................ 107

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115

DAFTAR INFORMAN.................................................................................... 121

LAMPIRAN .................................................................................................... 123

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xiii

DAFTAR ISTILAH

Accacia : Nama Latin dari tumbuhan Akasia.

Alluvial : Suatu jenis tanah yang kaya akan mineral tetapi

miskin akan bahan organik.

Bersih desa : Upacara adat yang difungsikan untuk

menghilangkan unsur jahat dalam suatu desa.

Bosh grond : Tanah dengan status Tanah Negara

Curah : Sungai-sungai kecil yang mengalir di kaki

Gunung Baluran

Deforestasi : Penebangan hutan dan konversikan secara

permanen untuk berbagai manfaat lainnya.

Educatie : Salah satu program dari politik Etis untuk

memajukan pendidikan Hindia Belada.

Emigrasi : Salah satu program politik Etis, melaksanakan

perpindahan penduduk Hindia Belanda.

Fragmentasi : pengurangan jumlah luas pertanian tanah karena

pembangunan ataupun peralihan hak.

Hak erpach : Hak yang paling kuat yang dipunyai seseorang di

atas tanah orang lain.

Hijab : Sekat pembatas untuk memisahkan laki-laki dan

perempuan.

Irigatie : Salah satu program politik Etis untuk

membangun sarana pengairan sawah.

Klaim : Menetapkan atas sesuatu hak.

Kolonisasi : Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda yang

memindahkan besar-besaran penduduk pribumi.

Openbaarheid : Azas pendaftaan tanah yang bersifat umum dan

terbuka.

Onderneming : Sub atau bagian wilayah perkebunan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xiv

Petik laut : Upacara adat para nelayan, dimaksudkan sebagai

rasa syukur atas hasil yang melimpah.

Politik etis : Politik balas budi Pemerintah Kolonial Belanda

atas tanah jajahannya/Hindia Belanda.

Prospority approach : Orientasi program transmigrasi dengan

pendekatan dari segi kesejahteraan masyarakat.

Psikososial : Kondisi psikologis masyarakat.

Purnawirawan : Anggota TNI/POLRI yang sudah habis masa

jabatannya/pensiun.

Rabicca : Buah dari tumbuhan akasia yang berupa

kecambah.

Romusha : Sebutan pribumi yang bekerja paksa untuk tentara

Jepang.

Ruwatan sawah : Tradisi syukuran yang dilakukan petani

menyambut musim panen.

Sapta marga : Desa dengan berkepribadian militer yang bersifat

tangguh dan berpendidikan pancasila.

Security approach : Orientasi program transmigrasi dengan

pendekatan dari segi-segi keamanan.

Spesialiet : Azas pendaftaan kekhususan dalam pendaftaran

tanah yang meliputi pelaksanaan teknis.

Suppletoir : Permohonan tata batas hutan Taman Nasional

State base forest management : pengelolaan sumberdaya hutan yang berbasis

pada manajeman Negara.

Water sheet : Daerah resapan air.

Zonasi : Pengelolaan Taman Nasional berdasarkan

pembagian wilayah sesuai dengan fungsinya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xv

DAFTAR SINGKATAN

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

AD : Angkatan Darat

BABINTRANSJA :Badan Pembina Transmigrasi Jawa Timur

BRN : Transmigrasi Biro rekontruksi Nasional

BTNB : Balai Taman Nasional Baluran

COB : Capok Onderneming Bajulmati

CTN : Transmigrasi Corps Cadangan Nasional

Dan Dim : Komandan Kodim

DI/TII : Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

GBHN : Garis Besar Haluan Negara

G.30.S/PKI : Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia

HAMKAMNAS : Pertahanan Keamanan Nasional

HGB : Hak Guna Bangunan

HGU : Hak Guna Usaha

KALURJADAM : Kepala Penyalur Tenaga Kerja Kodam V Brawijaya

Kapoktan : Kelompok Petani

KK : Kepala Keluarga

Kodam : Komando Daerah Militer

Kodim : Komando Distrik Militer

Korem : Komando Resort Militer

KUD : Koprasi Unit Desa

Mendagri : Menteri Dalam Negeri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xvi

Menhut :Menteri Kehutanan

PANGDAM : Panglima Daerah Militer

PHPA : Perlindungan Hutan dan Pengawetan Alam

PKK : Perempuan Ketahanan Keluarga

PMDN : Peraturan Menteri dalam Negeri

PNS : Pegawai Negeri Sipil

PPA : Perlindungan dan Pengawetan Alam

Prokimad : Proyek Pemukiman Kembali TNI Angkatan Darat

PT : Perseroan Terbatas

Repelita : Rencana Pembangunan Lima Tahun

SEKWIDA : Sekertaris Wilayah Daerah

SKEP : Surat Keputusan Panglima Daerah Militer

SPKP : Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan

TNI : Tentara Nasional Indonesia

Translok :Transmigrasi Lokal

Transtannas : Transmigrasi Ketahanan Nasional

UPT : Unit Pelayanan Teknis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xvii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

GAMBAR

Gambar I Peta Wilayah Taman Nasional Baluran ......................................... 30

TABEL

Tabel I. Luas Tanah Bekas COB IV ............................................................ 34

Tabel II Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Wonorejo......................... .. 43

Tabel III. Data Perburuan Liar Dalam Kawasan Taman Nasional Baluran

Tahun 1997-2000 ........................................................................... 53

Tabel IV Data Perkembangan Status Kawasan Taman Nasional Baluran .... 65

Tabel V Data Kerusakan Hutan Akibat Perambahan Tahun 1996-2000 ..... 81

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Surat Kodim 0823 Situbondo kepada Dan Rem 083

Malang Perihal Penyediaan Areal Tanah Untuk

Translok KodamVIII/Brawijaya ................................... 123

LAMPIRAN II Surat Keputusan Kodam VIII Brawijaya tentang

Ketentuan-ketentuan Penggunaan Tanah Di proyek

TRANSAD Lokal DAM VIII/Brawijaya ..................... 125

LAMPIRAN III Surat Turunan Bupati TK II Situbondo Kantor Sub

Direktorat Agraria kepada Gubernur TK I Jawa Timur

Perihal Kebutuhan Tanah Untuk Translok AD ............ 127

LAMPIRAN IV Surat Kodim 0823 Situbondo kepada Bupati TK II

Situbondo Perihal Hasil Survei yang Dilakukan

Kodim 0823 pada Areal Tanah Negara EX COB IV

Seluas 85 Ha ................................................................. 128

LAMPIRAN V Surat Tindasan Bupati TK II Situbondo kepada

Gubernur TK I Jawa Timur Perihal Penjelasan

Mengenai Luas Tanah Bekas C.O.B IV ....................... 129

LAMPIRAN VI Surat Menteri Dalam Negeri RI Kepada gubernur

Jawa Timur Perihal Izin Menteri Dalam Negeri

Dalam Pelaksanaan Proyek Translok AD..................... 130

LAMPIRAN VII Surat Bupati TK II Situbondo Tentang Penjelasan

Mengenai Tanah Translok dan Langkah-langkah yang

Telah Dilakukan dalam Rangka Penyediaan Tanah

Translok ........................................................................ 132

LAMPIRAN VIII Surat Keputusan Pangdam VIII Brawijaya Tentang

Areal Tanah di Desa Wonorejo, Kec Banyuputih, Kab

Situbondo Dijadikan Pemukiman Translok AD ........... 134

LAMPIRAN IX Surat Kepala Staf TNI AD kepada Direktur Jenderal

Kehutanan ..................................................................... 135

LAMPIRAN X Surat Perintah Pangdam VIII Brawijaya tentang

Pemindahan Segera Para Anggota TNI AD Yang

Sudah Terdaftar ............................................................ 138

LAMPIRAN XI Lampiran Surat Perintah Pangdam VIII Tanggal 18

Oktober 1977 Perihal daftar Nama, Kesatuan dan

Jatah Rumah serta Sawah ............................................. 140

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xix

LAMPIRAN XII Peta Bidang Luas Translok Timur dan Barat yang di

Keluarkan BPN Situbondo ........................................... 143

LAMPIRAN XIII Surat Permohonan Masyarakat Translok dalam

Pembuatan Sertifikat Tanah Tahun 1978 ..................... 145

LAMPIRAN XIV Gambar Bentuk Rumah Para Purnawirawan Sebelum

Sesudah di Renovasi ..................................................... 146

LAMPIRAN XV Gambar Areal Persawahan dan Papan Nama

Pemukiman Translok .................................................... 147

LAMPIRAN XVI Tanda Batas Taman Nasional Baluran Terhadap

Kawasan Pemukiman Translok yang Berupa Papan

Nama dan Patok Batas .................................................. 148

LAMPIRAN XVII Surat Bupati Situbondo kepada Gubernur Jawa Timur

Perihal Hasil Pembahasan Rapat Penyelesaian Status

Tanah Pemukiman Translok ......................................... 149

LAMPIRAN XVIII Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan

Kabupaten Situbondo tentang Permasalahan Tanah

yang Berkembang di Kabupaten Situbondo ................ 152

LAMPIRAN IX Surat Bupati Situbondo kepada Menteri Kehutanan,

Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Agraria, dan

Kepala Staf TNI-AD Perihal Penyelesaian Tanah

Lokasi Translok ............................................................ 154

LAMPIRAN XX Risalah Penggunaan Sebagian Kawasan Suaka

Margasatwa/Taman Nasional Baluran sebagai Lokasi

Proyek Pemukiman Tanslok TNI AD........................... 155

LAMPIRAN XXI Surat Bupati Situbondo Kepada Menteri Kehutanan

Perihal Penyelesaian Tanah Lokasi Pemukiman

Translok Selama 3 Bulan .............................................. 159

LAMPIRAN XXII Surat Menteri Kehutanan kepada Bupati Situbondo

Perihal Kebijakan Relokasi Atas Masyarakat Translok 160

LAMPIRAN XXIII Berita Acara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Situbondo Tentang Rapat Kerja

Penyelesaian Sengketa Tanah Pemukiman Translok ... 161

LAMPIRAN XXIV Surat Balai Taman Nasional Baluran kepada Bupati

Situbondo Perihal Penyelesaian Sengketa Tanah ......... 162

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xx

ABSTRAK

DRAJAD SUJATMIKO. C0507001.Penguasaan Tanah Taman Nasional Baluran

Oleh Transmigrasi Lokal (Translok) TNI Angkatan Darat di Desa Wonorejo, Kabupaten

Situbondo. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah mencari jawaban dari permasalahan mengenai

latar belakang terjadinya sengketa tanah pemukiman Transmigrasi Lokal

(translok) Kodam V/Brawijaya, bentuk sengketa tanah yang terjadi di pemukiman

Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya, dan proses penyelesaian

sengketa tanah di pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya.

Sejalan dengan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode historis yang mencakup empat langkah, yaitu

heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber-suber data yang di

dapat berasal dari studi dokumen yang berupa arsip-arsip, studi pustaka, dan

wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sengketa tanah yang terjadi di

pemukiman Transmigrasi Lokal disebabkan tanah seluas 57 Ha dklaim oleh

Taman Nasional Baluran masuk ke dalam wilayah konservasi Taman Nasional

Baluran, akibatnya masyarakat translok tidak dapat memperoleh pengakuan Hak

Milik atas tanah tersebut yang berupa sertifikat tanah. Atas klaim tersebut Taman

Nasional Baluran kemudian membangun batas-batas hutannya secara sepihak

tanpa melibatkan Instansi terkait, seperti pembangunan patok-patok batas tanpa

melibatkan Pertanahan Kabupaten Situbondo. Tindakan tersebut menimbulkan

reaksi dari masyarakat translok, masyarakat translok memprotes tindakan Balai

Taman Nasional Baluran (BTNB), hingga menghancurkan patok-patok batas yang

ada.

Sengketa tanah yang terjadi di pemukiman translok mempengaruhi

stabilitas politik di Kabupaten Situbondo, oleh sebab itu Pemerintah Daerah dan

juga Kodam V/Brawijaya langsung terjun untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Kedua instansi tersebut mencoba untuk mencarikan titik temu di antara kedua

belah pihak yang bersengketa, namun proses penyelesaian ini belum mendapatkan

hasil yang memuaskan. Adanya tarik menarik kepentingan akan permasalahan

sengketa tanah ini membuat proses penyelesaian berjalan lambat. Para instansi

pemerintah yang terlibat dalam proses penyelesaian seolah-olah saling

melemparkan tanggung jawab tanpa ada yang bisa memberikan keputusan akan

permasalahan sengketa tanah ini. Akibatnya masyarakat translok hidup dalam

keresahan karena tidak mendapatkan status yang jelas akan tanah yang mereka

huni sejak pertama mereka di tempatkan tahun 1976.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

xxi

Abstract

DRAJAD SUJATMIKO. C0507001. The Monopoly land of The Baluran National

Park by The Indonesian Army Local Transmigration in Wonorejo, The District of

Situbondo. Thesis: History Department, The Faculty of Letters and Fine Arts,

Sebelas Maret University.

This analysis purposes to find the answers of the causes how the regency

dispute of The Kodam V Brawijaya Local Transmigration happenned, the kind of

regency dispute happenned in the regency of The Indonesian Kodam V Brawijaya

Army Local Transmigration, and the process of regency dispute settlement in the

regency of The Indonesian Kodam V Brawijaya Army.

The method applies on this analysis is a historical method which includes

four steps, those are heuristic, source of criticism, interpretation, and

historiography. The sources of information are taken from the document study

which consists of archives, library study, and interview.

The result of this analysis shows that the district dispute that happenned in

the regency of The Local Transmigration caused by the 57 ha land which was

claimed by The Baluran National Park is the area of The Baluran National Park

Conservation, so that the local transmigration society can not get that residence

Copyright confession which is a land certificate. By that claim, The Baluran

National Park built forest borders by itself without compromising with the legal

institution, for example, the building process of the border stakes without

compromising The Land Institution of The District of Situbondo. That action

caused the reaction from The Local Transmigration society which was a protest

for The Baluran National Park Association by destroying those bolder stakes.

The regency dispute happenned on the national transmigration regency

influences policy stability in The District of Situbondo, so that the Local

Government and the Kodam V Brawijaya took actions to solve those problems.

Those both institutions tried to find solutions between the both disputed sides, but

this process of settlement have not got good results. The individualism for

struggling their own importance makes this process run slowly. The government

institutions included in this process apparently throwing their responsibility

without giving any decision for the regency dispute. It makes the local

transmigration society lives in a fridgety because they don’t get a status for their

land which have been occupied since 1976.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan tanah yang lebih sering dikenal dengan konflik agraria atau

sengketa tanah merupakan sebuah masalah sosial yang sering terjadi di Indonesia,

sejak pendudukan pemerintah Kolonial Balanda sampai sekarang. Dalam

perkembangannya sengketa tanah di Indonesia dibagi menjadi tiga periode

pembahasan, yaitu pada masa prakemerdekaan, pascakemerdekaan, dan pada

masa Orde Baru. Terlebih pada priode pemerintahan Orde Baru, sangat banyak

terjadi kasus sengketa tanah, karena sangat mengdepankan progam pembangunan

dalam segala bidang khususnya dalam bidang ekonomi, sehingga sangat

mengeksploitasi sumber daya tanah.

Sengketa tanah yang terjadi dibanyak negara berkembang, seperti di

Indonesia umumnya banyak di pengaruhi oleh empat ketimpangan dalam

penggunaan tanah, diantaranya; penyalahgunaan penggunaan tanah, peruntukan

tanah yang tidak sesuai, konsepsi akan tanah yang salah, dan produk hukum tanah

yang tidak sesuai lagi. Banyaknya permasalahan tanah yang terjadi di Indonesia

tentu saja sangat berdampak pada petani. Petani yang kehidupannya sangat

tergantung sepenuhnya pada sumberdaya tanah, selalu berada pada posisi yang

lemah, petani cenderungmenjadi pihak yang dirugikan dalam konteks kekuasaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

2

politik yang berlaku pada suatu wktu tertentu.1 Tanah atau sumberdaya lainnya

dalam suatu masyarakat agraris tidak hanya menjadi salah satu faktor produksi,

tetapi juga memiliki arti penting lainnya baik menyangkut aspek sosial maupun

politik.2

Permasalahan tanah yang terjadi pada masa Orde Baru tidak bisa dilepaskan

dari landasan kebijakannya dalam pembangunan. Permasalahan agraria yang

timbul pada masa Orde Baru ditimbulkan oleh kurang tepat atau terarahnya

kebijakan-kebijakan yang menyangkut soal pertanahan. Terdapat beberapa faktor

terjadinya permasalahan tanah diantaranya; kehutanan, perkebunan,

pertambangan, industri, pariwisata, dan transmigrasi. Faktor yang terakhir

menarik untuk dikaji lebih lanjut karena transmigrasi yang pada awalnya

diberlakukan untuk mengurangi jumlah penduduk dan pemerataan ekonomi

penduduk Indonesia ternyata justru menimbulkan masalah tanah dalam

pelaksanaannya.3

Program transmigrasi sebenarnya telah dimulai sejak zaman Belanda yaitu

pada awal abad ke -20 atau lebih tepatnya pada tahun 1905, yang dikenal dengan

priode kolonisasi. Program kolonisasi ini merupakan hasil dari adanya kebijakan

politik etis yang dikenal dengan tiga kebijakannya yaitu, educatie, irrigatie, dan

1 Endang Suhendar danYohana Budi Winarni, Petani dan Konflik Agraria,

(Bandung: Akatiga, 1998), hal.3.

2 Ibid. hal. 1

3 Sri-Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Sepuluh Windu Transmigrasi

di Indonesia 1905-1985, (Jakarta :Universitas Indonesia /UI- Press, 1985), hal 7-

8.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

3

emigrasi. Pada awalnya program transmigrasi yang dilakukan pemerintah kolonial

hanya untuk mengurangi kepadatan penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa yang

dianggap masih kosong. Penduduk Jawa yang sangat padat dipandang sebagai

penyebab meningkatnya petani tunawisma, pengangguran, fragmentasi tanah,

deforestasi.4 Setelah kemerdekaaan program transmigrasi kolonial kembali

dilanjutkan oleh pemerintahan Orde Lama. Keadaan negara yang tidak stabil dari

segi ekonomi dan politik membuat banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah

kemiskinan berusaha untuk mencari daerah penghidupan yang baru sehingga

timbul banyak transmigrasi spontan. Selain itu, banyak dari para pejuang yang

tidak mempuyai tempat tinggal juga melakukan transmigrasi yang disebut

Transmigrasi Corps Cadangan Nasional (CTN) dan juga Transmigrasi Biro

rekontruksi Nasional (BRN).5

Pada masa pemerintahan Orde Baru kebijakan program transmigrasi

semakin ditingkatkan hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah kepala

keluarga (KK) yang dipindahkan semakin meningkat drastis. Tercatat dalam

Repelita I berhasil dipindahkan 127.689 jiwa. Lalu meningkat pada Repelita II

204.250 dan Repelita III berjumlah 535.000 kk.6 Dan terus meningkat pada

Repelita-repelita berikutnya. Transmigrasi dalam pemerintahan Orde Baru banyak

yang diusahakan dari umum yang pembiayaan serta pelaksanaannya diusahakan

pemerintah dan juga swadana yang diusahakan secara mandiri.

4Endang Suhendar dan Yohana Budi Winarni, op cit, hal, 126.

5 Sri-Edi Swasono dan Masri Singarimbun, op cit , hal 19-20.

6 Ibid., hal. 76.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

4

Pada masa Orde Baru juga dicanangkan kebijakan transmigrasi yang

berorientasi pada ketahanan dan keamanan negara atau yang lebih sering disebut

Transtannas (transmigrasi ketahanan nasional). Tujuan dari transmigrasi tersebut

ialah memperkuat pertahanan dan keamanan nasional, peningkatan taraf hidup

dan untuk penguatan idiologi negara. Dengan lahirnya Orde Baru, maka terjadi

perubahan-perubahan yang mendasar dalam pola penyelenggaraan transmigrasi.

Orientasi transmigrasi lebih diperkuat dengan motivasi ekonomi, sehingga terjadi

pendekatan dari segi-segi kesejahteraan (Prospority approach) dan segi-segi

keamanan (security approach).7

Sejak berakhirnya pemerintahan Orde Lama yang ditandai dengan berhasil

ditumpasnya Gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia maka sejak

itu pula paham komunis di Indonesia sudah dilarang pemerintah dan kembali

kepada Pancasila sebagai dasar negara. Banyak cara yang dilakukan pemerintah

Orde Baru untuk menangkal paham komunis beredar kembali di Indonesia. Salah

satunya dengan membuat pemukiman para anggota TNI/ABRI di tengah-tengah

masyarakat terlebih di lingkungan pedesaan. Sejak awal pemerintahan Orde Baru,

militer sangat berperan dalam segala bidang pemerintahan, mulai dari tatanan

birokrasi hingga tatanan sosial masayarakat sehingga militer dapat dengan mudah

membangun pemukiman untuk anggotanya. Banyak Daerah Komando Militer

yang membangun lokasi pemukiman untuk para purnawirawan TNI/ABRI, seperti

7 Badan Pembinaan Hukum Nasional. Seminar Segi-segi Hukum

Pembangunan dan Kependudukan. (Sumatra Barat : Bina Cipta, 1976) hal 21.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

5

pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya8 di Desa Wonorejo kabupaten

Situbondo. Selain di Desa Wonorejo, terdapat beberapa lokasi pemukiman TNI

yang serupa, seperti di daerah Muncar Banyuwangi, Asem Bagus Situbondo, dan

yang terbesar terdapat di daerah Tulang Bawang Lampung yang terdapat hampir 3

Desa Inti.9 Fungsi dari pemukiman TNI di tengah-tengah masyarakat pedesaan

ialah sebagai penangkal masuk atau lahirnya kembali ideologi komunis di tengah-

tengah masyarakat Indonesia. Anggota TNI yang di tempatkan diharapkan dapat

menyatu dengan masyarakat desa dan memberikan perubahan ke arah yang lebih

maju.

Pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya merupakan suatu

program Kodam V/Brawijaya yang ingin memberikan tempat tinggal dan lahan

pertanian kepada para anggota TNI AD Kodam V/Brawijaya yang telah habis

masa jabatannya (purnawirawan) dan tidak memiliki tempat tinggal. Bahwa

Pangdam V Brawijaya merasa perlu untuk mengeluarkan kebijakan mengenai

pemberian sejumlah lahan pertanian dan sebuah rumah sederhana sebagai tanda

balas jasa negara terhadap jasa-jasa para purnawirawan TNI AD angkatan 45 yang

telah banyak berkorban untuk bangsa Indonesia khususnya yang berada pada

8 Sesuai Keputusan Kasad Nomor : Kep/4/1985 tanggal 12 Januari 1985,

sebutan Kodam VIII/Brawijaya, diganti menjadi Kodam V Brawijaya. Perubahan

ini disebabkan adanya reorganisasi yang dilakukan TNI-AD, berpedoman pada

prinsip" A Small Effective Unit " sehingga dari 17 Kodam disusun kembali

menjadi 10 Kodam. file:///G:/Downloads/Brawijaya.htm. Diakses pada tanggal 4

Mai 2012 pukul 22.00.

9 Syah Djohan Darwis, Strategi Pemukiman ABRI di Dalam Transtannas

dan Desa Sapta Marga Sebagai Dampak Positif Untuk Mempertahankan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. (Jakarta: PUSLITBANG Depnakertrans), hal. 38

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

6

jajaran Kodam V Brawijaya. Sejalan dengan program pemerintah Orde Baru,

bahwa pemukiman translok Kodam V/Brawijaya harus mewujutkan pola

pemukiman ketahanan nasional.

Pemukiman translok TNI AD Kodam V/Brawijaya menempati tanah seluas

57 hektar. Jumlah KK yang menempati Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya ini

awalnya berjumlah 65 orang dan bertambah menjadi 68 orang, terdiri dari para

pensiunan Angkatan Darat yang berasal dari kesatuan-kesatuan di bawah jajaran

Kodam V Brawijaya, dengan pangkat tertinggi perwira menengah setingkat

Mayor. Proses pembagian lahan sendiri tidak berdasarkan tingkatan pangkat,

semua mendapatkan jatah yang sama, yaitu berjumlah 7500 m2.

. Translok yang

berada di Desa Wonorejo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Translok Barat yang

berada di Dusun Jelun dan Translok Timur berada di Dusun Pandean. Translok

barat berjumah 34 KK dan timur berjumlah 34 KK.10

Kehadiran Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya sebenarnya banyak

mempengaruhi tata sosial masyarakat Desa Wonorejo. seperti: birokrasi desa,

kebudayaan masyarakat, cara bercocok tanam dan lain-lain11

. Pengaruh positif

terhadap Desa wonorejo tersebut tidak diikuti dengan kejelasan status tanah

masyarakat translok itu sendiri, karena status tanah pemukiman translok TNI AD

Kodam V/Brawijaya tersebut masih bersengketa. Masyarakat translok begitu

ditempatkan langsung dihadapkan dengan realita bahwa tanah tersebut milik dari

Dinas Kehutanan Kabupaten Situbondo.

10

Wawancara dengan Hermanus, pada hari sabtu , tanggal 3 Juni 2012.

11 Wawancara dengan Suwarno, pada hari minggu, tanggal 28 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 28: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

7

Proses sengketa lahan pemukiman translok TNI AD Kodam V/Brawijaya

sebenarnya telah ada sejak awal mula penempatan. Tanah yang akan dijadikan

proyek pemukiman telah dklaim oleh Suaka Margasatwa Baluran sebagai instansi

di bawah Dinas Kehutanan Kabupaten Situbondo yang mengurusi hutan Baluran.

Suaka Marga Satwa Baluran telah melayangkan protes terhadap proyek

pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya untuk digagalkan,12

namun

proyek tersebut tetap dijalankan Kodam V/Brawijaya yang mengaggap tanah

tersebut berstatus tanah negara bebas.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Situbondo dan

Kodam V Brawijaya tehadap tanah pemukiman translok, menyebutkan bahwa

awal mula kepemilikan lahan sebelum adanya Translok TNI AD ini adalah bekas

perkebunan Kapuk Bajulmati pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Perkebunan Kapuk Bajulmati dibagi menjadi empat wilayah perkebunan (C.O.B),

antara lain C.O.B I Labuhan Merak, C.O.B II Suaka Marga Satwa Baluran

(sekarang Taman Nasional Baluran), C.O.B III (sekarang PT Baluran Indah), dan

C.O.B IV perluasan Desa Wonorejo (sekarang pemukiman transmigrasi lokal TNI

AD Kodam V/Brawijaya.13

Atas dasar itulah Pangdam V Brawijaya tetap

meneruskan proyek pemukiman yang diperuntukan untuk para purnawirawan TNI

AD Kodam V Brawijaya.

12 Arsip Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kabupaten

Situbondo, Permasalahan Tanah Yang Berkembang (strategis) di Kabupaten

Situbondo, 1991, hal.1.(Koleksi Pribadi Hermanus).

13 Arsip Surat Bupati Kepala daerah Tingkat II Situbondo kepada

Gubernur Kepala Daerah tingkat I Jawa Timur up Kepala Direktorat Agraria,

pada tanggal 30 Januari 1976, perihal permohonan tanah untuk translok AD.

(koleksi pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 29: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

8

Pada tanggal 6 Maret 1980 diresmikan Taman Nasional Baluran yang

menggantikan Suaka Marga Satwa Baluran. Kehadiran Taman Nasional Baluran

ternyata menimbulkan masalah baru bagi status lahan pemukiman Translok TNI

AD di Desa Wonorejo. Pihak Taman Nasional Baluran semakin mengukuhkan

tanah pemukiman tersebut masuk ke dalam wilayah konservasi Taman Nasional

Baluran. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian dan Agraria

tanggal 15 Mei 1962 Nomor: SK/11/1962, tentang penunjukan Labuhan Merak

sebagai Suaka Margasatwa Baluran dan Berita acara panitia tata batas hutan

tanggal 24 Juni 194014

.

Menurut pengertiannya Taman Nasional adalah suatu kawasan yang cukup

luas, memiliki ekosistem alami atau kawasan spesifik, tidak ada kegiatan

eksploitasi yang disertai suatu menejemen yang bertujuan untuk melestarikan

lingkungan alami secara maksimum tetapi terbuka untuk pengunjung menurut

kondisi-kondisi spesifik.15

Tentu saja didalam taman nasional tidak diperbolehkan

adanya aktifitas manusia terlebih terdapat pemukiman didalamnya.

Persoalan sengketa tanah kehutanan tidak hanya terjadi di Desa Wonorejo

yang melibatkan masyarakat translok dengan Taman Nasional Baluran, tetapi

terjadi juga di banyak wilayah Taman Nasional di Indonesia, seperti di Taman

Nasional Lore Lindu yang terdapat di propinsi Sulawesi Tengah. Haltersebut

14

Arsip Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten

situbondo, pada tanggal 9 Oktober 1991, perihal permasalahan tanah yang

berkembang (strategis) di Kabupaten Situbondo. (koleksi pribadi Hermanus). 15

Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam Taman Nasional Baluran, Review Rencana Pengelolaan Taman

Nasional Baluran, (Banyuwangi : tidak diterbitkan, 1995), hal 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 30: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

9

dikarnakan pada masa Orde Baru semua sektor pembanguan mengeluarkan

produk UU pertanahannya sendiri sehingga menimbulkan ketimpangan.16

Permasalahan sengketa tanah pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD

Kodam V Brawijaya dalam perkembangan mengganggu stabilitas politik yang ada

di Kabupaten Situbondo, karena permasalahan ini melibatkan dua instansi

pemerintah yaitu pihak militer dan juga Departemen Kehutanan. Oleh sebab itu

Pemerintah Daerah Situbondo turun langsung dalam menyelesaikan permasalahan

tersebut. Pemerintah Daerah dalam hal penyelesaian kasus ini hanya bisa sebagai

fasilitator dan menyerahkan segala keputusannya langsung ketangan Departemen

Kehutanan.

Permasalahan sengketa tanah ini pada akhirnya, tentu saja sangat berdampak

pada masyarakat translok. Mereka selalu dihinggapi keresahan akan status tanah

yang mereka tempati. Beragam dampak konflik telah dialami para warga translok

mulai dari tidak diperhatikannya lingkungan pemukiman translok dari segi

pemberian fasilitas desa, seperti jalan, gorong-gorong dan lain-lain hingga mereka

tidak bisa membuat sertifikat tanah sebagai dasar legitimasi atas tanah mereka.

Beragam upaya telah dilakukan warga untuk mendpatkan pengakuan dari

pemerintah atas status tanah translok ini. Mulai dari mengadukan ke tingkat

kepala Desa Wonorejo, Tingkat Bupati Situbondo, kepada Dan Rem 0823 dan

Kodam V Brawijaya. Pada tanggal 28 Februari 2006 Balai Taman Nasional

Baluran (BTNB) mengirimkan surat kepada Bupati Situbondo yang berisikan

16

San Afri Awang, 2003, Politik Kehutanan Masyarakat, Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta, hal.175.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 31: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

10

pihak BTNB Baluran menghendaki seluruh warga translok agar tidak dikeluarkan

tetapi dilakukan Tukar Guling lahan dengan pengganti Taman Nasional Baluran.

Namun hal ini belum menemui titik temu mengenai permaslahan sengketa tanah

ini.

Permasalahan ini semakin menarik untuk diteliti karena juga melibatkan

banyak instansi pemerintah dan tarik menarik kepentingan di dalamnya.

Priodesasi dalam penelitian ini mengambil tahun 1976-2006 karena pada tahun

1976 merupakan proses awal penempatan hingga tahun 2006 merupakan tahun

proses penyelesaian sengketa tanah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang terjadinya sengketa tanah di lokasi pemukiman

Traslok TNI AD di Desa Wonorejo, Kabupaten Situbondo ?

2. Bagaimana bentuk sengketa tanah yang terjadi di pemukiman

Transmigrasi lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya?

3. Bagaimana proses penyelesaian Sengketa Tanah di Pemukiman Translok

TNI AD Kodam V/Brawijaya?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 32: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari diadakan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya sengketa tanah antara warga

Traslok TNI AD Kodam V/Brawijaya dengan pihak Taman Nasional

Baluran di Desa Wonorejo, Kabupaen Situbondo.

2. Untuk mengetahui Bentuk-bentuk sengketa tanah yang terjadi di

pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V Brawijaya Di Desa

Wonorejo, Kabupaten Situbondo.

3. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa tanah yang terjadi di

pemukiman Traslok TNI AD Kodam V/Brawijaya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain mengetahui kasus

agraria berupa sengketa tanah yang terjadi di pemukiman Transmigrasi Lokal TNI

AD Kodam V/Brawijaya, Di Desa Wonorejo, Kabupaten Situbondo. Selain itu,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi historis dan juga

memberikan informasi tentang pola-pola atau bentuk sengketa tanah yang terjadi

di tanah transmigrasi, khususnya Transmigrasi lokal TNI AD.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 33: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

12

E. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini banyak menggunakan literature dan refrensi untuk

menunjang pokok permasalahan yang dikaji. Selain menggunakan sumber primer

juga banyak menggunakan sumber skunder sebagai sebagai studi pustaka sesuai

dengan tema yang diangkat. Buku yang digunakan merupakan buku yang

berisikan mengenai gambaran umum persoalan sengketa tanah yang ada di

Indonesia tetapi buku-buku ini sangat membantu untuk menyusun skripsi ini.

Adapun buku yang sangat membantu penulis diantaranya:

Buku yang ditulis oleh Endang Suhendar dan Yohana Budi Winarni yang

berjudul Petani dan Konflik Agraria, (1998). Dalam buku ini banyak

menceritakan tetang gambaran hidup kaum petani dan konflik-konflik yang

mereka hadapi. Konflik-konflik tersebut dibagi kedalam tiga periode, yaitu pada

masa pra kemerdekaan (feodal dan kolonial), masa pasca kemerdekaan (1945-

1965), dan pada masa Orde Baru. Pada masa kolonial telah membentuk pola

konflik agraria struktural. Pada masa ini faktor produksi tanah dikuasai oleh

pemerintah kolonial dan pemilik modal, sementara itu, rakyat berada sebagai

buruh upahan dalam sistem produksi kapitalis. Sementara itu, bentuk konflik ini

mengalami perubahan pada priode awal kemerdekaan sampai pertengahan tahun

1965. Bentuk konflik ini tidak lagi struktural-vertikal, tetapi lebih bersifat

horizontal. Bentuk konflik seperti ini sangat dipengaruhi oleh partai politik yang

berkembang saat itu. Pada masa Orde Baru bentuk konflik agraria kembali

bersifat struktural-vertikal. Hal ini berkaitan dengan sistem politik saat itu, yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 34: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

13

menempatkan pemerintah dan pemilik modal sebagai penguasa sumber agraria

yang berhadapan dengan rakyat yang berusaha mempertahankan haknya.

Buku karangan Mochammad Tauhid yang berjudul Masalah Agraria :

Sebagai Masalah penghidupan dan Kemakmuran Jilid I dan II yang terbit pada

tahun (1953). Dalam buku ini menjelaskan berbagai bentuk permasalahan tanah

yang terjadi di Indonesia. Buku ini dijadikan acuan yang penting dalam penelitian

ini karena dalam buku ini menjelaskan tentang bentuk-bentuk konflik tanah. Pada

jilid I memaparkan bentuk-bentuk persoalan agraria pada masa pemerintahan

kolonial Belanda, yaitu sebelum tahun 1870. Selain itu, pada jilid I dijelaskan

tentang beberapa hak-hak sewa tanah jangka panjang seperti hak konsesi tanah,

hak eigendom, dan hak erfpach. Pada jilid II membahas permasalahan agraria dari

sejak pendudukan Jepang sampai pada pasca kemerdekaan. Masalah agaria

merupakan permasalahan yang erat hubungannya dengan para petani. Petani

menjadi kaum yang tertindas disetiap permasalahan. Organisasi petani merupakan

wadah bagi mereka untuk menyusun rencana atau bersama-sama memikirkan cara

untuk membebaskan mereka dari penindasan politik, ekonomi, dan sosial.

Sutrisna Lestari, Sengketa Tanah Bekas Perkebunan Tembakau Bandar

Chalippah, Kabupaten deli Serdang Tahun 1947-1960 (2011), skripsi (koleksi

perpustakaan FSSR UNS), secara khusus membahas tentang masalah sengketa

tanah yang terjadi di perkebunan Bandar Chalippah Deli Serdang. Karya ini

memberikan informasi mengenai masalah sengeta tanah antara perkebunan

dengan masyarakat sekitar, pola-pola sengketa yang terjadi, bagaimana bentuk

penyelesaiaan masalah sengketa tersebut, hingga dampak yang ditimbulkan akibat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 35: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

14

dari sengketa tanah tersebut. Bahwa sengketa tanah sudah banyak terjadi justru

sejak lahirnya UUPA sebagai dasar hukum pengaturan tanah di Indonesia. Karya

ini relevan dengan penulisan yang diteliti karna hukum UUPA masih di

berlakukan sejak Orde Baru berkuasa dan berbagai kebijakannya pembangun yang

justru membawa dampak terhadap masyarakat.

Buku hasil karya Sri-Edi swassono dan Masri Singarimbun yang berjudul

Sepuluh Windu Transmigrasi di Indonesia 1905-1985 yang terbit pada tahun

1986. Buku ini memuat 25 karangan yang ditulis oleh berbagai kalangan dalam

bidang transmigrasi. Secara umum buku ini menceritakan perjalanan panjang

transmigrasi yang telah berlangsung selama hampir 80 tahun. Di dalam buku ini

terdapat tiga bagian. Bagian pertama, berisikan karangan-karangan mengenai

aspek historis dan mencakup priode lama maupun baru. Dijelaskan bahwa

trasmigrasi telah berlasung sejak lama, bahkan sejak jaman prasejarah dan mulai

dikembangkan di Nusantara sejak pendudukan Kolonial. Bagian kedua dari buku

ini berisikan karangan-karanga dari buku ini berisikan karangan-karangan yang

bersifat studi kasus, yang menceritakan berbagai masalah transmigrasi dalam

pedesasan-pedesaan di Indonesia bahkan diulas pula bagaimana peranan

transmigrasi dalam stabilitas sosial politik di daerah perbatasan seperti kasus Irian

Jaya dan Kalimantan Timur, sedangkan bagian ketiga memuat karangan-karangan

yang berorientasi pada kebijaksanaan, dalam buku ini yang sangat berhubungan

dengan skripsi ini ialah, bagaimana mengukakan transmigrasi pada masa Orde

Baru dalam berbagai sisi. Mulai dari proses penempatan, kendala dan persoalan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 36: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

15

yang dihadapi mulai dari repelita I hingga Repelita IV dan bagaimana

transmigrasi dalam Orde Baru dapat dikatakan sukses atau gagal.

Buku karya San Afri Awang, Politik Kehutanan Masyarakat (2003), yang

membahas tentang perubahan tata kelola kehutanan pada masa Orde Baru serta

berbagai kebijakan yang ada di dalamnya. Buku ini menyajikan berbagai bentuk

pengelolaan hutan yang telah mengalami perubahan seiring masuknya era

kapitalisme pembangunan. Pada masa pemerintahan Orde Baru pendekatan

sumber daya hutan lebih cenderung kepada manajemen hutan berbasis Negara

(State Base Forest Management/ SBFM) pengelolaan hutan menjadi lebih

sentralistik segala kebijakan diputuskan oleh pemerintah pusat dan pemerintah

daerah hanya tinggal menjalankan dan lebih merupakan pelaksana kebijakan.

Akibatnya timbul masalah-masalah di tingkat daerah dan yang paling dominan

ialah mengenai hak-hak masyarakat sekitar hutan yang direbut dengan dalih

pembangunan. Berdasarkan tulisan dari San Afri Awang yang sangat relefan

dengan tulisan ini ialah bagaimana proses munculnya Taman Nasional dan

dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

Buku Karangan Syah Djohan Darwis, Strategi Pemukiman ABRI Di Dalam

Transtannas dan Desa Sapta Marga Sebagai Dampak Positif Untuk

Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengkaji mengenai

bentuk trnasmigrasi pertahanan nasional dan desa Sapta Marga. Bahwa setelah

jatuhnya rezim Orde Lama banyak ganguan keamanan dan stabilitas politik

terganggu, faktor penyebabya salah satunya adalah pemberontakan Partai

Komunis Indonesia pada tanggal 30 september 1965 atau lebih dikenal dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 37: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

16

pristiwa G30 S/PKI. Kehadiran Orde Baru ditengah keadaan negara yang tidak

menentu mengeluarkan kebijakan mengenai pertahanan negara dan penguatan

ideologi Pancasila. Salah satunya penempatan anggota ABRI di tengah-tengah

masyarakat Indonesia untuk menangkal ideologi komunis hadir kembali.

F. Metode Penelitian

Suatu penelitian perlu didukung dengan metode yang matang. Peran metode

dalam suatu penelitian sangatlah penting, karena berhasil atau tidaknya tujuan

yang hendak dicapai, tergantung dari metode yang digunakan. Metode yang

digunakan untuk penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Metode

penelitian sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman

maupun peninggalan masa lalu, kemudian dilakukan rekontruksi berdasarkan

data-data yang kemudian diperoleh suatu historiografi atau penulisan sejarah.17

Proses penelitian sejarah meliputi tahap-tahap antara lain Heuristik, Kritik

Sumber, Interpretasi, dan Historiografi:

1. Heuristik

17

Louis Gotfschalk, Mengerti Sejarah (terjemahan Nugroho

Notosusanto), (Jakarta UI Press, 1985), hal 15.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 38: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

17

Heuristik merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk

mendapatkan data atau materi sejarah atau evidensi sejarah.18

Ada

beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu

a. studi dokumen.

Arsip atau dukumen dipilih sebagai langkah untuk mendapatkan sumber

data primer yaitu data-data atau sumber sosial yang mendukung penelitian ini.

Arsip-arsip tersebut berasal dari instansi militer dan pemerintah baik dari pusat

maupun daerah antara lain:

a) Surat Keputusan PangDAM V/Brawijaya dengan nomor surat No

SKEP/76-3/VI/1976 pada tanggal 30-6-1976, tentang Areal Tanah di

Desa Wonorejo Kec Banyu Putih, Kab Situbondo di Jadikan Proyek

Pemukiman (Translok) AD DAM V/Brawijaya.

b) Arsip surat laporan DAN DIM 0823/Situbondo kepada DAN REM

083/Malang dengan nomor surat B-/465/IV/1975 perihal penyediaan

areal tanah untuk translok Kodam V/Brawijaya.

c) Surat Keputusan Pangdam V/Brawijaya dengan nomor surat No SKEP-

140-3/7115/1975. Berisikan tentang ketentuan-ketentuan penggunaan

tanah di proyek translok AD DAM V/Brawijaya.

d) Surat perintah nomor SPRIN/1308/X/1977, yang dikeluarkan oleh

DAM V/Brawijaya. Berisikan tentang pembagian lahan pemukiman

18 Helius Sjamsuddin, Metodelogi Sejarah, (Yogyakarta : Ombak, 2007),

hal 86.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 39: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

18

dan lading anggota-anggota pensiunan TNI AD, dan penentuan batas-

batas lokasi tanslok TNI AD.

e) Surat balasan Bupati Tk II Situbondo Sub Direktorat Agraria kepada

Gubernur TK I Jawa Timur, dengan nomor : Subda/Um/1437/75 pada

tanggal 16 November 1975,

f) Surat Bupati Tk II Situbondo kepada Gubernur Kepala daerah Tk I

Jawa Timur pada tanggal 30 Januari 1976 yang berisikan tentang

konfirmasi luas lahan bekas perkebunan C.O.B IV agar di jadikan

pertimbangan Gubernur Jawa Timur untuk mengambil kebijakan

mengenai penempatan translok TNI AD.

g) Surat Departemen Dalam Negeri kepada Gubernur Tk I Jawa Tiwur

dengan Nomer Surat : Btu. 2/395/2-76.

h) Arsip Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten

situbondo perihal permasalahan tanah yang berkembang (strategis) di

Kabupaten Situbondo.

i) Surat Menteri Kehutanan Republik Indonesia kepada Bupati Situbondo

dengan nomor surat : 240/Menhut-VII/2002, pada tanggal 20 Februari

2002.

j) Arsip Depertemen Kehutanan. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Baluran. Nomor :

S.157/IV-T.17/2/2006. Perihal : penyelesaian Tanah Lokasi Proyek

Pemukiman Translok TNI AD di Situbondo Jawa Timur.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 40: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

19

b. Studi Pustaka

Sebagai pendukung sekaligus sebagai sumber teori maka penelitian ini

menggunakan sumber-sumber pustaka berupa buku-buku pengetahuan, artikel

yang diperoleh dari Sumber koleksi Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Bagian Kependudukan UGM,

dan Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanahan (STPN) Yogyakarta.

c. Wawancara

Metode wawancara adalah metode yang bertujuan mencari kebenaran atau

mencocokan antara data dengan pristiwa yang sebenarnya. Wawancara yaitu

percakapan seseorang dengan orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan

keterangan lisan dari informan.19

Adapun informan tersebuat antara lain : Misiran

(Pegawai Desa Wonorejo), Hermanus (Kepala Lingkungan Translok), Sutrisno

(Kadus Pandean), Hasto Sugiarto (Warga Translok Timur)

2. Kritik Sumber

Kritik sumber yang bertujuan mencari keaslian sumber yang diperoleh

melalui kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern merupakan cara melakukan

verifikasi atau pengujian terhadap aspek luar dari sumber sejarah20

. Arsip-arsip

yang digunakan dalam penelitian ini merupakan arsip asli. Arsip ini dimiliki atau

disimpan oleh setiap instansi yang bersangkutan seperti : Kodam V/ Brawijaya,

19

Koentjaraningrat , Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta:

Gajah Mada Press, 1983), hal. 16.

20

Helius Sjamsuddin., op.cit. , hal. 132.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 41: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

20

BPN daerah Situbondo dan juga arsip daerah Jawa Timur. Selain itu, arsip ini juga

telah digandakan dan dimiliki oleh perwakilan dari warga translok sebagai bahan

hukum mereka.

Kritik Intern merupakan pengujian terhadap aspek dalam yaitu isi sumber

yang didapat berupa arsip di cocokan dengan data wawancara. Isi dari arsip-arsip

yang berhasil terkumpul merupakan karya asli ditulis oleh pihak-pihak terkait

dengan peristiwa sengketa tanah di transmigrasi lokal TNI AD di Desa Wonorejo.

3. Interpretasi

Interpretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang diperoleh dan dari data

yang sudah terseleksi. Arsip-arsip yang diperoleh dapat ditafsirkan sebagai

berikut. Pertama merupakan kelompok arsip tahun 1975-1976 merupakan arsip

yang berisikan tentang proses pengajuaan proyek transmigrasi lokal oleh Kodam

V/Brawijaya dan juga proses penyediaannya. Selain itu, pada priode ini mencakup

pula status kepemilikan atas tanah yang akan dijadikan lokasi transmigrasi lokal.

Kedua, arsip tahun 1991 merupakan terangkatnya kasus sengketa tanah

kepermukaan. Ditandai dengan pelaporan sejumlah warga yang tidak bisa

membuat sertifikat tanah akibat dari kasus sengketa tanah. Ketiga, arsip tahun

2000-2006 merupakan arsip yang berisikan tentang proses penyelesaian tanah

lokasi pemukiman translok TNI AD. Proses penyelesaian sendiri melibatkan

beberapa instasi terkait seperti BPN Situbondo, Bupati Tk II Situbondo, Gubernur

Tk I Jawa Timur, Departemen Dalam Negeri, Kodam V/Brawijaya, dan

Departemen Kehutanan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 42: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

21

4. Historiografi

Historiografi merupakan penulisan sejarah dengan merangkaikan fakta-fakta

menjadi satu kisah sejarah. Historiografi ini klimaks dari sebuah metode sejarah.

Di sinilah pemahaman dan interprestasi atau fakta-fakta sejarah mengenai

permasalahan sengketa tanah trasmigrasi lokal TNI AD yang terjadi di Desa

Wonorejo tersebut ditulis dalam bentuk kisah sejarah yang menarik dan masuk

akal. Dalam hal ini historiografi adalah penulisan yang berupa skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Penyusunan skripsi ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan

gambaran yang menunjukkan suatu kontinuitas perkembangan kejadian yang

beruntun.

Skripsi ini akan disusun ke dalam lima bab, yang kemudian terbagi lagi

dalam sub-sub bab yaitu :

Bab I berupa pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode

penelitian, teknik analisa data, dan sistematika skripsi.

Bab II membahas tentang gambaran umum Pemukiman Transmigrasi Lokal

TNI AD yang terdiri dari kondisi geografis Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI

AD Kodam V/Brawijaya, Kondisi Sosial Ekonomi masyarakat, Proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 43: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

22

Penempatan Translok TNI AD Kodam/Brawijaya, dan Pengaruh Pemukiman

Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya.

Bab III membahas mengenai proses sengketa lahan pemukiman

Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya yang terdiri dari kondisi lahan

Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya tahun 1976-2006,

sengketa tanah Pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya antara Taman

Nasional Baluran dengan masyarakat translok tahun 1976-1987, Usaha

Pemerintah dan Militer dalam menyelesaikan sengketa tanah tahun 1976-1987,

dan perkembangan sengketa tanah Pemukiman Translok TNI AD Kodam

V/Brawijaya antara Taman Nasional Baluran dan Masyarakat Translok Tahun

1988-2006.

Bab IV membahas perkembangan proses penyelesaian sengketa tanah yang

dilakukan Pemerintah Daerah dan Balai Taman Nasional Baluran Tahun 1998-

2006 dan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya sengketa.

Bab V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 44: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

23

BAB II

GAMBARAN UMUM PEMUKIMAN TRANSMIGRASI

LOKAL TNI AD KODAM V/BRAWIJAYA

A. Kondisi Geografis Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya

Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya memiliki

luas 57 Ha yang terletak di Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten

Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Secara administratif wilayah Translok TNI AD

Kodam V/Brawijaya masuk dalam wilayah administrasi Desa Wonorejo artinya

tidak menjadi daerah sendiri atau desa sendiri sehingga secara umum kondisi

geografis pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya sama dengan Desa

Wonorejo. Pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya terletak di sebelah

utara Desa Wonorejo tepatnya terdapat di Dusun Jelun dan Dusun Pandean Desa

Wonorejo. Desa Wonorejo meiliki 4 wilayah Dusun, yaitu Dusun Randu Agung,

Dusun Kendal, Dusun Jelun, dan Dusun Pandean.

Desa Wonorejo terletak di perbatasan antara kabupaten Banyuwangi dan

Kabupaten Situbondo. Jarak dengan ibukota kabupaten adalah 65 km, dengan

ibukota propinsi 250 km dan 32 km Kota Banyuwangi. Waktu tempuh dengan

dengan kendaraan umum ke Kota Situbondo kurang lebih 1 ½ jam, dengan Kota

Surabaya 6 jam, dan 30-45 menit ke Kota Banyuwangi. Oleh karena jarak tempuh

ke Kota Banyuwangi lebih dekat, maka untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 45: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

24

konsumsi dan perekonomian masyarakat Desa Wonorejo dan sekitarnya pergi ke

Banyuwangi.1

Desa Wonorejo merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 25

meter dari permukaan laut dan mempunyai tekstur tanah yang berwarna abu-abu,

keadaan tekstur tanah yang seperti ini merupakan bentuk tanah aluvial2, tanah

aluvial sangat dipengaruhi oleh aktifitas gunung baluran pada masa purba. Luas

Desa Wonorejo mencapai 414.019, yang banyak diperuntukan untuk pemukiman

dan lahan persawahan. Dengan melihat kondisi geografisnya Desa wonorejo yang

berada di dataran rendah, merupakan daerah yang berudara panas dengan suhu

rata-rata berkisar 38-41 celsius3 sehingga mendapatkan curah hujan yang sedikit,

umumnya curah hujan di Desa Wonorejo umumnya 2000 Mm per tahun sehingga

daerah ini terkesan kering. Dengan melihat kondisi georrafis yang seperti ini desa

Wonorejo lebih cocok dengan pola bercocok tanam tanah kering seperti

tegal/ladang, namun terdapat juga sawah di Desa Wonorejo tapi jumlahnya tak

sebesar ladang umumnya sawah hanya terdapat di sekitar aliran Sungai Bajulmati

yang mempuyai debit air cukup besar. Aliran sungai ini tidak bersumber dari

1 Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan, 2004, hal. 9.

2 Suatu jenis tanah yang kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan

organik. Dengan demikian, mempuyai kesuburan yang tinggi tetapi kesuburan

fisiknya rendah, karena sebagian besar berpori-pori dan tidak bisa menyimpan air

dengan baik. Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo, Sosiologi Pedesaan Jilid 2,

(Yogyakarta: Gajahmada University University Press, 1992), hlm.139.

3 Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan, op.cit., hal. 2.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 46: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

25

Gunung Baluran tetapi berasal dari Gunung Blau dan Gunung Ringgih yang

merupakan gugusan Gunung Ijen Besar.4

Desa Wonorejo mempuyai batas wilayah seperti yang diuraikan Selo

Sumarjan yaitu dalam suatu desa biasanya dibatasi oleh batas alam seperti jalan,

sungai, persawahan dan padang rumput.5 Adapun batas-batas Desa Wonorejo,

sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Taman Nasional Baluran

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Bajulmati

3. Sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali

4. Sebelah barat dengan Desa Sumber Waru6

Letak desa yang berbatasan langsung dengan Hutan Taman Nasional

Baluran secara tidak langsung juga membawa dampak terhadap pertanian

masyarakat Desa Wonorejo, karena wilayah hutan taman nasional tersebut

menjadi daerah resapan air (water sheet) sebagai pengendali air yang mengalir di

dalam bawah tanah di daerah sekitarnya, karena umumnya pada saat musim

kemarau sungai-sungai kecil (curah) yang bermuara dari gunung baluran akan

kering ketika mengalir beberapa meter di permukaan tetapi akan meresap ke

4 Tim Ekspedisi TN Baluran Sentraya Bhuana, Laporan Ekspedisi Taman

Nasional Baluran, Surakarta:tidak diterbitkan, 2012 (koleksi perpustakaan

Sentraya Bhuana), hal. 25.

5 Selo Sumarjan, Perubahan Sosial Di Yogyakarta. (Yogyakarta : Gajah

Mada University Press, 1986), hal. 85.

6 Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan, op.cit., hal. 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 47: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

26

bawah tanah dan menjadi sungai bawah tanah menuju tepi pantai sebelah timur.7

Dengan melihat kenyataan ini pemerintah pusat memberikan perhatian yang

sangat besar terhadap keberadaan hutan baluran, salah satunya dengan mengubah

status Suaka Margasatwa Baluran menjadi Taman Nasional Baluran.

Pada sekitar tahun 1926 disebelah selatan Hutan Baluran ada sebuah dataran

rendah yang masih berhutan lebat, yang disebut Hutan Wonorejo. Di bagian

pantai hutan tersebut ada sebuah desa yang hanya mempunyai beberapa penduduk

dengan mata pencaharian mencari ikan di laut serta mencari hasil hutan. Desa

tersebut bernama Desa Pandean yang dibabat pada tahun 1926 itu juga oleh

beberapa pendatang dari pulau Madura. Antara lain tokoh-tokohnya : P. Pandri

(yang menjadi kepala desa pertama), P. Darmasi, dan P. Bukarso.

Kemudian, pada tahun 1927 Desa Pandean mulai bertambah ramai dengan

datangnya penghuni-penghuni dari Tanggul, Jember, Ponorogo, Malang, dan

Kediri, sehingga daerahnya meluas sedikit demi sedikit membuka hutan. Melihat

perkembangan Desa Pandean ini semakin meluas pada sekitar pertengahan tahun

1927. Kanjeng Bupati Situbondo Raden Sudibjo Keosoemo berkenan mengganti

nama Pandean menjadi Desa Wonorejo. Sesuai dengan nama hutan di daerah itu

atau boleh juga diartikan : wono berarti hutan, rejo berarti makmur.8

Perkembangan desa Wonorejo yang pesat, membuka lebih banyak akses

terhadap daerah tersebut dan sebagai akibatnya masuknya arus kapitalisme di

7 Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam Taman Nasional Baluran, Review Rencana Pengelolaan Taman

Nasional Baluran, (Banyuwangi: tidak diterbitkan,1995), hal. 5

8 Wawancara dengan Sutrisno, tanggal 1 Maret 2011.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 48: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

27

daerah tersebut, salah satunya perkebunan. Perkebunan di daerah sekitar Desa

Wonorejo telah ada sejak masa kolonial. Dengan hadirnya perkebunan kapuk

Bajulmati, Sebagian Desa Wonorejo merupakan bagian dari perkebunan kapuk

Bajulmati. Perkebunan kapuk Bajulmati kemudian membentuk 4 C.O.B (Capok

Onderneming Bajulmati), antara lain C.O.B I dan II Tanah Negara Parengan,

C.O.B III Batangan dan sekitar hutan perengan, dan C.O.B IV wilayah perluasan

Desa Wonorejo.9 Pembagian wilayah onderneming tersebut dibuat Belanda untuk

memudahkan mengatur lahan perkebunan yang akan ditanami. Setelah berakhir

kontrak, bekas lahan perkebunan kemudian beralih status mulai dari C.O.B I

hingga C.O.B IV. Pada tahun 1940 tanah bekas perkebunan C.O.B I, II dan

sebelah Barat C.O.B III yang telah Habis HGU (Hak Guna Usaha) di masukkan

ke dalam Suaka Margasatwa.10

Sejak penyerangan pasukan Jepang terhadap pangkalan Angkatan Laut

Amerika Serikat pada tahun 1941 yang kemudian dilanjutkan dengan

penyerangan tentara Jepang terhadap basis sekutu di Samudera Pasifik termasuk

di Indonesia, berakhir pula kekuasaan Belanda pada Indonesia. Setelah berhasil

merebut nusantara dari tangan Belanda, kemudian Jepang memperkuat pertahanan

militernya di Indonesia dengan membangun banyak basis-basis pertahanan seperti

benteng, pangkalan udara, kamp tawanan dan lain-lain, seperti halnya di Desa

Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Kosentrasi kekuatan

9 Arsip Surat Kodim O823 Situbondo kepada Dan Rem 083 Malang, pada

tanggal 8 April 1975, perihal penyediaan areal tanah untuk translok kodam VIII

Brawijaya. (koleksi pribadi Hermarnus).

10

Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam Taman Nasional Baluran, op. cit, hal. 29.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 49: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

28

militer Jepang Di Desa Wonorejo berada di Batangan (sekarang kantor Balai

Taman Nasional Baluran), dipilihnya Batangan sebagai basis pendudukan tentara

Jepang karena posisi Batangan yang strategis karena berada dipinggir Jalan

Pantura Situbondo-Banyuwangi dan berada dekat dengan pantai. Pasukan Jepang

banyak mengerahkan penduduk sekitar (romusha) untuk membangun benteng di

Pantai Pandean, membangun terowongan Bawah tanah di batangan yang tembus

sampai bendungan sungai bajulmati serta membangun kamp tawanan di

Batangan.11

Kamp ini difungsikan sebagai penjara bawah tanah tawanan musuh

Jepang seperti pribumi dan bala tentara Belanda, kamp ini menampung 1000

tahanan. Penduduk dipaksa untuk menanam tumbuhan jarak dan padi sebagai

suplay logistik tentara jepang.12

Daerah Suaka Margasatwa pun tetap dipertahankan keberadaannya oleh

tentara Jepang karena hutannya yang lebat bisa dijadikan daerah pertahanan

tentara Jepang. Setelah Belanda tidak berada di Indonesia bekas lahan perkebunan

kemudian beralih status mulai dari C.O.B I hingga C.O.B IV. Pada tahun 1940

tanah bekas perkebunan C.O.B I, II dan sebelah Barat C.O.B III yang telah Habis

HGU di masukkan ke dalam Suaka Margasatwa.13

Setelah kemerdekaan seluruh wilayah kembali di bawah pemerintahan

Indonesia. Seluruh tanah yang dijadikan jajahan dikembalikan kepada Indonesia

11

Wawancara deangan Sulaisiah tanggal 1 Maret 2011.

12

Data statistik Balai Taman Nasional Baluran, Kegiatan Pembinaan dan

Peningkatan Usaha Konservasi di dalam Dan di Luar Kawasan Hutan Taman

Nasional Baluran, (Banyuwangi :tidak diterbitkan, 2000), hal. 6.

13

Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam Taman Nasional Baluran, op. cit, hal. 29.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 50: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

29

dan diubah statusnya menjadi tanah negara termasuk bekas Perkebunan Kapuk

Bajulmati dengan 4 C.O.B nya dan daerah Suaka Margasatwa. Wilayah Suaka

Margasatwapun ditambah wilayah perluasanya dengan memasukan beberapa

wilayah bekas Perkebunan Kapuk Bajulmati diataranya C.O.B I, II dan sebagian

C.O.B III. Sebagian wilayah C.O.B III tetap dijadikan perkebunan kapuk dan

berganti kepemilikan dibawah CV Bajulmati dengan kontrak selama 20 tahun

sampai dengan tahun 1974 dan terus dilanjutkan hingga sekarang dibawah

perkebunan kapuk PT Baluran Indah. Sedangkan C.O.B IV yang dari awal

merupakan perluasan desa pada tahun 1976 dijadikan lokasi proyek pemukiman

Transmigrasi Lokal oleh Kodam V Brawijaya.

B. Proses Penempatan Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/

Brawijaya

1. Awal Mula Penempatan Translok

Awal mula proses penempatan Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya tidak

bisa dilepaskan dari perkebunan kapuk Bajulmati. Setelah berakhirnya masa pakai

(hak erpacht) dari perkebunan kapuk Bajulmati bekas lahan dari C.O.B I hingga

C.O.B IV beralih status. C.O.B I, C.O.B II dan sebagian C.O.B III pada tahun

1940 di masukan ke dalam Suaka Margasatwa Baluran. Sebagian lagi luas C.O.B

III kemudian kembali disewa oleh CV Bajulmati menjadi perkebunan kapuk pada

tahun 1954 dengan jangka waktu kontrak selama 20 tahun. Sedangkan C.O.B IV

yang merupakan perluasan desa wonerejo yang belum sempat ditanami tanaman

perkebunan di kembalikan kepada negara dengan status tanah negara. Hal itu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 51: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

30

dapat dilihat pada foto di bawah ini, bekas lahan COB I, II, III dimasukkan ke

dalam wilayah Taman Nasional Baluran, sedangkan COB IV berbatasan langsung

dengan COB III.

Gambar 1

Peta Wilayah Taman Nasional Baluran

(Arsip Koleksi Taman Nasional Baluran)

Setelah menjadi tanah negara, bekas lahan C.O.B IV yang pada saat itu

lebih menjadi tanah terlantar dan tidak bertuan maka oleh rakyat dibuka dan

dijadikan lahan persawahandan tegalan atas dasar kebijakan dari oknum PPA14

(Pelindung dan Pengawetan Alam). Tanah terlantar menurut PP no. 36 tahun 1998

merupakan tanah yang ditelantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang hak

14

Oknum PPA (Pelindung dan Pengawetan alam) merupakan pegawai

yang betugas dalam kawasan koservasi keidupan liar atau Suaka Margasatwa.

Wawancara dengan Siswanto tanggal 28 Juli 2011.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 52: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

31

pengelolaan atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi

belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peratuaran perundang-

undangan yang berlaku.15

Klasifikasi tanah terlantar disini yaitu tanah hak milik,

tanah HGU, tanah HGB, atau hak pakai yang dengan sengaja tidak dipergunakan

oleh pemegang haknya sesuai dengan sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara

dengan baik.16

Masyarakat sekitar bekas lahan C.O.B IV yang merupakan

pendatang dari sekitar desa Wonorejo seperti Pandean, Asem Bagus, Mimbo,

Karang tekok dibebaskan untuk menanam tanaman apa saja. Hasil dari lahan

pertanian ini kemudian dibagi dua oleh oknum PPA.

Pada tahun 1955 oknum PPA mengeluarkan Kebijakaan lainnya terhadap

bekas lahan C.O.B IV ini ialah menyuruh untuk menanam tanaman jati di sela-

sela lahan persawahannya. Hasil dari penanaman jati tersebut menjadi hak pribadi

dari oknum PPA. Penguasaan lahan atas C.O.B IV oleh oknum PPA di karnakan

C.O.B IV merupakan perluasan desa Wonorejo yang sudah tidak lagi berbentuk

hutan akibat dari pembukaan lahan masyarakat pendatang sekitar tahun 1927.

Atas dasar insiatif dari Pangdam V Brawijaya bekas lahan C.O.B IV ini

kemudian ingin dijadikan sebuah pemukiman yang diperuntukan untuk para

anggota TNI AD angkatan 45 khususnya yang ada di jajaran Kodam V/Brawijaya.

Hal ini berdasarkan surat Menhankam/Pangab tentang program induk prasarana

15

Siti Rahma dan Dodi Setiadi, Memahami Hak Atas Tanah dalam

Praktek Advokasi, (Surakarta: Cakra Book, 2005), hal. 278.

16

Ibid., hal. 280.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 53: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

32

penyaluran anggota ABRI17

. Selain itu, Pangdam V Brawijaya merasa bahwa

para anggota TNI yang sudah memasuki masa persiapan pensiun maupun yang

sudah pensiun sangat berjasa dalam membantu mempertahankan kemerdekaan RI

dan para anggota TNI AD ini juga tidak memiliki tempat tinggal akibat mobilisasi

anggota TNI AD mengikuti perang disetiap daerah NKRI.

Proses penempatan pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya berjalan cukup lama sekitar 2 tahun yang dimulai pada tahun 1974

hingga 1976. Proses dimulai ketika pihak Kodam V Brawijaya berinisiatif

membentuk suatu pemukiman terpadu khusus untuk purnawirawan TNI AD,

maka pihak Kodam V Brawijaya lewat Babintransja (Badan Pembina

Transmigrasi Jawa Timur) mengistruksikan kepada Kodim O823 di Situbondo.

Surat dengan nomor B/196-3/III/1975 tertanggal 22 Maret 1975 tersebut berisikan

permintaan Kodam V Brawijaya untuk menyiapkan sebidang tanah berjumlah 100

Ha diperuntukan untuk translok TNI AD dan untuk dapat diselesaikan secepat

mungkin dengan pihak yang berwenang.18

Pihak Kodam V Brawijaya kemudian melihat tanah bekas erfpacht verp

nomor 324 atau tanah bekas C.O.B III yang pada saat itu masih berstatus HGU

CV Bajulmati layak untuk dijadikan lahan pemukiman. Berdasarkan surat

tembusan dari Dan Dim 0823, yang menjelaskan status tanah C.O.B III yang pada

17

Arsip surat perintah Pangdam VIII/Brawijaya Oktober 1977, tentang

pemindahan anggota TNI AD ke dalam transmigrasi lokal. (koleksi Pribadi

Hermanus). 18

Arsip surat Kodam VIII /Brawijaya kepada Korem 083 Malang, pada

tanggal 22 Maret 1975, perihal penyediaan areal tanah untuk translok kodam VIII

Brawijaya. (koleksi Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 54: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

33

saat itu masih berstatus HGU CV Bajulmati selain itu, tanah tersebut juga telah

beralih tangan kepada investor lain yaitu perkebunan PT 24 Rejosari Surabaya.

Pihak Kodim menyarankan agar mendapatkan tanah bekas erfpacht verp nomor

323 yang letaknya lebih rendah dan diminta dipinggir jalan yang menuju ke Bekol

(daerah Suaka Margasatwa), lalu menyerahkan permasalahan ini kepada Bupati

kepala daerah TK II Situbondo Sub direktorat agraria.

Ketika proses penyediaan tanah sampai pada tingkat Bupati Situbondo

menghadapi beberapa kendala diantaranya:

a. Areal tanah yang diminta terlalu besar dan tidak mencukupi jumlah yang

dikehendaki.

b. Letaknya sangat tidak memungkinkan misalnya karena sulitnya prasarana

jalan, sulitnya air dan sebagainya.

c. Tanah yang dikehendaki telah diajukan oleh pihak lain.

Akhirnya Bupati Situbondo mengusahakan agar mendapatkan tanah negara

bekas C.O.B IV seluas ± 85 Ha yang terletak di Desa Wonorejo, Kecamatan

Banyu Putih, Daerah Tingkat II Situbondo yang sampai kini dikuasai oleh oknum

PPA tanpa sesuatu hak.19

Dengan proses penempatan pemukiman translok yang lama, pihak Kodam

lalu berinisiatif untuk survei langsung ke lokasi yang telah disarankan oleh Bupati

Tk II Situbondo untuk melihat apakah tanah bekas C.O.B IV layak untuk

19

Arsip surat Bupati Kepala Daerah TK II Situbondo kepada Gubernur

Kepala Daerah TK I Jawa Timur, pada tanggal 16 November 1975, Perihal

Kebutuhan Tanah untuk Transmigrasi Lokal AD. (koleksi pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 55: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

34

dijadikan pemukiman translok. Hasil dari survey menyatakan bahwa telah

memenuhi syarat untuk translok indikasinya antara lain sebagai berikut:20

a. Pengairan untuk pertanian baik

b. Sarana jalan sudah ada dan baik

c. Dekat dengan perkampungan

d. Dekat dengan pantai

Luas tanah sebagian bekas C.O.B IV yang diajukan untuk pemukiman

Translok TNI AD Dam V/Brawijaya adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Luas tanah bekas C.O.B IV

NO PERUNTUKAN LUAS

I Luas Tanah sebagian Bekas C.O.B IV

terdiri dari

1 Tanaman Jati 11,88 Ha

2 Tegalan/Sawah 10.45 Ha

II Luas tanah negara (bosch grond) dikuasai

PPA (merupakan tegal/sawah)

18,71 Ha

Jumlah I dan II 41,04 Ha

Sumber: Surat Bupati TK II Situbondo kepada Gubernur TK I Jawa Timur

Up kepala Direktorat Agraria, nomor Pem.167/II.a/1976, tanggal 30

Januari 1976, perihal permohonan tanah untuk translok AD.

Dari tabel di atas terlihat bahwa luas C.O.B IV yang akan diperuntukan untuk

pemukiman translok terdiri dari luas pertanian dan tegakan tanaman jati yang

sudah digarap masyarakat Desa Wonorejo dengan bagi hasil oleh petugas PPA.

20

Arsip surat Koramil 083 Malang kepada Bupati Kepala Daerah TK II

Situbondo, pada tanggal 16 Januari 1976, perihal Permohonan Tanah untuk

Transmigrasi Lokal AD. (koleksi pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 56: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

35

Akibat dari desakan pemerintah daerah dan militer maka Departemen

Dalam Negeri lewat suratnya dengan nomor BTU.2/395/2-76 memberikan izin

terhadap rencana penggunaan tanah tersebut (bekas C.O.B IV) sebagai lokasi

translok AD, tetapi dengan catatan agar penyelesaian hak-hak atas tanah kepada

para transmigran diselesaikan menurut peraturan Mentri Dalam Negri No.5/1973

Jo peraturan Mentri Dalam Negri No 6/1972. Selama menunggu proses

penyelesaian hak-hak atas tanahnya, diperbolehkan untuk memulai adanya

perencanaan pendapatan para transmigran lokal tersebut.21

Karena dirasa sangat mendesak dan telah diberikan izin oleh Mendagri,

maka Bupati Situbondo membuat langkah-langkah dan kegiatan dalam rangka

penyediaan areal tanah untuk proyek Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya,

antara lain:

a. Melaksanakan Survey oleh Sub Direktorat Tata Guna Tanah direktorat

Agraria Propinsi Jawa Timur dari tanggal 1-5 Maret 1976.

b. Mengadakan pembicaraan antara Bupati Situbondo, Komandan Kodim 0823,

Kepala Sub Direktorat Tata Guna Tanah Direktorat Agraria Propinsi Jawa

Timur, dan Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten Dati II Situbondo.

Pembicaran tersebut mengenai fungsi dari penempatan para anggota TNI AD

terhadap Desa Wonorejo dan proses penyelesaaian status lahan setelah

penempatan sesingkat-singkatnya menurut Intruksi Presiden No. 1 tahun

1976, karena atas tanah yang akan dihuni terdapat sebagian bekas penguasaan

21

Arsip Surat Dep Dalam Negeri RI kepada Gubernur Kepala Daerah TK

I Jawa Timur, pada tanggal 20 Februari 1976, Perihal Permohonan Tanah untuk

Transmigrasi Lokal AD. (koleksi pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 57: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

36

Suaka Margasatwa (dimana di atasnya tidak ada hutan atau arena kegiatan

Suaka Margasatwa).

c. Pada tanggal 1 April 1976 Bupati, dan Dim 0823, dan Kepala Sub Direktorat

Agraria kabupaten Dati II Situbondo mengadakan penyuluhan berkisar

rencana pengadaan translok dan status lahan yang mereka garap kepada

petani yang saat itu menggarap bekas lahan C.O.B IV untuk mau pindah di

tempat yang baru (sebagai karyawan PT Gunung Gumitir).

d. Dengan surat bupati tertanggal 6 April 1976 No.Pem 659/II-a/76 dengan

perentaraan pembantu bupati di Asem Bagus, telah diperintahkan untuk

pengosonggan tanah-tanah tersebut oleh para penggarap dala keadaan baik

dan tidak rusak22

.

Setelah dikeluarkannya surat dari Menteri Dalam Negeri dan hasil survey

Bupati Kepala Daerah Tingkat II Situbondo yang menyatakan layak huni akhirnya

semakin menunjukan jalan terang bagi pihak kodam untuk merealisasikan proyek

Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya. Akhirnya, pada tanggal 30

Juni 1976 keluarlah Surat Keputusan Panglima Daerah Militer V Brawijaya

nomor SKIP/76-3/VI/1975 tentang areal tanah di Desa Wonorejo Kecamatan

Bayuputih Kabupaten Situbondo dijadikan proyek pemukiman (translok) AD

Kodam V Brawijaya.23

Proses penempatan setelah turunnya surat keputusan

22

Arsip Surat Bupati Kepala daerah TK II Situbondo Kepala Sub

Direktorat Agraria, tanggal 24 Mei 1975, tentang penjelasan tanah Translok

Angkatan Darat dan Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka

penyediaan. (koleksi pribadi Hermanus).

23

Arsip Surat Keputusan Pangdam V/Brawijaya, pada tanggal 30-6-1976,

tentang Areal Tanah di Desa Wonorejo Kec Banyu Putih, Kab Situbondo di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 58: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

37

tersebut tidak berlangsung secara serempak. Hal itu dikarnakan ada anggota yang

masih aktif berdinas di kesatuan akhir mereka, baru pada tanggal 28 Desember

1977 seluruh anggota menempati pemukiman translok TNI AD Kodam

V/Brawijaya.

Anggota TNI AD yang akan ditempatkan di Translok TNI AD Kodam

V/Brawijaya juga melalui proses. Anggota TNI AD yang telah memasuki MPP

(masa persiapan pensiun) diberikan penawaran oleh kesatuannya. Penawaran itu

berupa menambah waktu dinas menjadi 5 tahun lagi atau masuk masa persiapan

pensiun selama 5 tahun. Bila memilih masuk masa persiun maka para anggota ini

diberikan pelatihan di sekolah Singosari Malang selama 1 tahun. Sekolah tersebut

berisikan pelatihan mengenai pertanian, perikanan, dan peternakan. Mereka yang

terpilih menempati lahan pemukiman translok berdasarkan pengajuan setiap

anggota.24

Total ada 210 anggota yang mengajukan diri mendapatkan lahan

hunian di translok. Berdasarkan hasil seleksi terpilih 65 Anggota TNI AD Kodam

V Brawijaya yang ditempatkan di Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya.

Anggota TNI AD yang menempati pemukiman translok mempuyai pangkat yang

berbeda tertinggi ialah perwira menengah setingkat Mayor. Sebenarnya untuk

pangkat Mayor ke atas ada penempatan translok khusus yang berada di Jember,

tetapi hal itu berdasarkan pilihan anggota yang ditempatkan.

Jadikan Proyek Pemukiman (Translok) AD DAM V/Brawijaya. (koleksi pribadi

Hermanus).

24

Data diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Hermanus, Hasto

Sugiarto dan Sutupo.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 59: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

38

Semua anggota TNI yang akan di tempatkan di lokasi pemukiman translok

Kodam V/Brawijaya tidak dari kesatuan yang sama, mereka berasal dari

Situbondo, Malang, Jember, Kediri dan lain-lain, tetapi hampir separuhnya

berdinas terakhir di Kodim Situbondo, lainnya di Malang dan kediri dll.

Purnawirawan yang menempati pemukiman translok rata-rata merupakan suami

istri yang berprofesi sama sebagai anggota TNI AD, mereka semua pernah

berdinas bersama di Sulawesi pada saat pembebasan DI/TII.25

Setelah ditempatkan, sebanyak 65 KK mendapatkan jatah tanah setiap 1 KK

sejumlah 7500 m2 yang terdiri dari sawah 500 m

2, 1500 m

2 tanah kering/tegal dan

5500 m2

berupa lahan rumah dan pekarangan. Untuk menentukan posisi tempat

pemukiman maupun sawah para purnawirawan tidak bisa memilihnya sendiri

tetapi berdasarkan undian (kocokan) yang dilakukan oleh Kodim Situbondo.26

Mereka semua ditempatkan dalam 2 wilayah berbeda dalam Desa Wonorejo yaitu

translok barat terdapat di Dusun Jelun dan translok timur di Dusun Pandean yang

masing-masing ditempati 34 KK. Pembagian 2 wilayah translok dalam wilayah

Desa Wonorejo dikarnakan luas tanah yang digunakan untuk pemukiman tidak

mungkin untuk disatukan akibatnya posisi dari pemukiman translok tersebut

memanjang dari barat ke timur Desa Wonorejo. Penempatan kedua wilayah

translok ini dalam satu surat perintah yang sama.

25

Wawancara dengan Hasto sugiarto tanggal 28 Mei 2012.

26

Wawancara dengan Sutopo tanggal 28 Juli 2011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 60: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

39

2. Dasar Penempatan Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya

Sejak bergulirnya pemerintahan Orde Baru, dimulai pula pemerintahan

rezim militer. Militer pada saat Orde Baru tidak hanya sebagai alat negara yang

berfungsi untuk mempertahankan negara tetapi juga mulai masuk pada setiap

elemen kenegaraan mulai dari struktur pemerintahan hingga lapisan masyarakat

pedesaan.

Keadaan politik dan keamanan negara yang tidak stabil akibat dari

guncangan pemberontakan PKI, membuat pemerintahan Orde Baru berpandangan

anti terhadap komunis, dan ingin mengembalikan idiologi negara kembali kepada

UUD 45 dan Pancasila. Kehadiran militer di tengah-tengah masyarakat agar dapat

meredam munculnya kembali idiologi-idiologi komunis, oleh karna itu

pemerintah mulai membuat suatu kebijakan dalam tubuh TNI yaitu program

Transtannas (transmigrasi ketahanan nasioanal) dan Desa Sapta Marga.

Program transtannas dan Desa Sapta Marga mulai dicanangkan oleh Menteri

Transmigrasi dan Mentri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia pada

tahun 1975. Program transtanas memiliki fungsi sebagai landasan kebijakan

pemerintah dan strategi penyelenggaraan transmigrasi sebagai suatu sistem

pembangunan terpadu yang berisikan Idiologi, Konstitusi yang terdapat pada

UUD 45, dokumen-dokumen dasar nasional dan kebijaksanaan umum pemerintah

Orde Baru yang tertuang dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara), dan juga

Repelita sebagai suatu landasan oprasional pembangunan pemerintahan Orde

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 61: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

40

Baru.27

Secara garis besar Transtanas memiliki fungsi sebagai ketahanan

nasioanal untuk mencegah hadirnya idiologi komunis di tengah-tengah

masyarakat.

Begitu pula yang terjadi dengan proyek pemukiman Transmigrasi Lokal

TNI AD Kodam V/Brawijaya. Penempatan anggota TNI AD di Desa Wonorejo

karena disinyalir di daearah sekitar Desa Wonorejo merupakan basis komunis.

Selain itu, Desa Wonorejo yang berbatasan langsung dengan Selat Bali di sebelah

timur menjadikan tempat ini sebagai tempat pendaratan kapal, sangat rawan akan

adanya penyusup atau tindak kejahatan lainnya, untuk itu fungsi dari pemukiman

translok juga sebagai intelejen atau mata-mata negara terhadap para pelaku

kejahatan yang akan masuk lewat jalur laut. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran

sebuah benteng pengintai dan sebuah kapal perang yang karam pada masa

pendudukan Jepang.28

Sesuai dengan Instruksi Panglima Kodam V Brawijaya bahwa anggota TNI

AD yang ditempatkan di translok selain mengemban tugas HAMKAMNAS

(pertahanan dan keamanan nasional) juga sebagai sarana kreasi pembangunan

bagi para purnawirawan dan menciptakan desa teladan.29

Artinya para

27

Syah Djohan Darwis, Strategi Pemukiman ABRI Di Dalam Transtannas

dan Desa Sapta Marga Sebagai Dampak Positif Untuk Mempertahankan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, (Jakarta: PUSLITBANG Departemen

Transmigrasi, 1986), hal. 27-28 dan 32.

28

Wawancara dengan Hermanus tanggal 3 juni 2012.

29

Arsip Surat Bupati Kepala daerah TK II Situbondo Kepala Sub

Direktorat Agraria, tanggal 26 Mei 1975, Tentang Penjelasan Tanah Translok

Angkatan Darat dan Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan Dalam Rangka

Penyediaan. (Arsip koleksi pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 62: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

41

purnawirawan dituntut untuk dapat berkreasi dengan memanfaatkan hasil alam

yang ada dan membantu pemerintah dalam pembangunan daerah dengan

mengutamakan kewaspadaan nasional dalam rangka pembangunan nasional.

Selain itu, para purnawirawan juga dituntut untuk dapat menciptakan desa

Wonorejo ke arah yang lebih maju lagi.

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Transmigrasi Lokal TNI AD

Kodam V/Brawijaya.

1. Kondisi Sosial

Kondisi Sosial masyarakat pemukiman Translok TNI AD Kodam

V/Brawijaya tidak berbeda jauh dengan kondisi sosial masyarakat desa

Wonorejo. Kondisi sosial di desa Wonorejo sangat dipengaruhi oleh

keanekaragaman masyarakat di Desa Wonorejo. Desa Wonerojo didominasi oleh

masyarakat pendatang hampir 70% penduduk desa Wonorejo merupakan

pendatang yang berasal dari Banyuwangi, Malang, Ponorogo, Kediri dan sisanya

merupakan etnis Madura. Salain itu, faktor lain yang mempengaruhi Kondisi

sosial masyarakat Desa Wonorejo adalah berasal dari agama, pendidikan, dan

nilai budaya yang berlaku.

Penduduk desa Wonorejo berjumlah 6558 orang yang terbagi ke dalam

2024 kk yang terdiri dari 3229 orang laki-laki, 3329 orang perempuan. Secara

umum penduduk desa Wonorejo memeluk berbagai macam agama. Mayoritas

penduduk memeluk agama Islam (5922 orang), Kristen (458 orang), Katholik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 63: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

42

(174 orang), dan Hindu (4 orang).30

Toleransi kehidupan beragama masyarakat

Desa Wonorejo sangat tinggi, ini dapat dibuktikan dengan kehidupan masyaraka

setempat yang hidup rukun, satu sama lain hidup saling berdampingan, gotong

royong, dan tidak ada perselisihan yang mengatasnamakan agama. Selain itu,

dapat juga dilihat dari letak rumah ibadah masing-masing agama yang saling

berdekatan.

Dalam mendukung kehidupan agama dalam masyarakat dan melancarkan

proses pembangunan dibutuhkan peran pemuka agama. Pemuka agama atau lebih

sering disebut tokoh masyarakat berperan besar dalam membantu pemerintah bagi

pembangunan masyarakat terutama untuk menyiapkan sumberdaya manusia.31

Karena para tokoh masyarakat ini diposisikan sebagai pemimpin non formal

dalam suatu struktur masyarakat desa. Pelaksanaan berbagai kegiatan

pembangunan seperti penyuluhan pertanian, kesehatan, dan budaya dapat tercapai

dengan melibatkan para pemuka agama.32

Faktor lainnya dalam membentuk suatu struktur sosial masyarakat adalah

tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penentu dalam upaya

menciptakan kualitas manusia. Suatu negara akan berhasil dalam pembangunan

dan tumbuh menjadi negara maju apabila telah berhasil meningkatkan jumlah dan

30

Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan., op cit., hal. 26.

31

Hasri Fatoratin Purwanita, “Sengketa Tanah Perkebunan Swalubururoto

Di Desa Karang Rejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar Tahun 1960-1977”,

Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah FSSR UNS, (Surakarta: Koleksi Perpustakaan Sastra

dan Seni Rupa,2011), hal. 24.

32

Murbyanto, Politik Pertanian dan Pembangunan Desa Pedesaan,

(Jakarta : Sinar harapan, 1983), hal. 47.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 64: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

43

mutu pendidikan.33

Penduduk Desa Wonorejo rata-rata memiliki tingkat

pendidikan yang relatif rendah.

Tabel 2

Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Wonorejo

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

A. Lulusan Pendidikan Umum

1. Taman Kanak- kanak 77

2. Sekolah Dasar 2389

3. SLTP/MTs 1862

4. SLTA/MA 1325

5. Akademi/ D1-D3/ Sarjana 86

B. Lulusan Pendidikan Khusus

1. Pondok Pesantren 63

2. Madrasah 128

3. Pendidikan Keagamaan 22

4. Sekolah Luar Biasa -

5. Kursus/ keterampilan 8

Sumber: Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan Tahun 2004.

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat

Desa Wonorejo yang rendah, mayoritas lulusan Sekolah Dasar. Tingkat

pendidikan ini sangat mempengaruhi angkatan kerja dalam wilayah tersebut.

Tingkat pendidikan yang rendah berdampak pada tingkat penguasaan

pengetahuan, keterampilan dan tingkat perekonomian sehingga berpengaruh

terhadap jenis mata pencaharian masyarakat. Keadaan ini membuat mayoritas

masyarakat desa Wonorejo bermatapencaharian sebagai buruh tani. Secara tidak

langsung hal ini sangat berdampak pada peningkatan kualitas dan kesejahteraan

masyarakat itu sendiri. Arti penting pendidikan dalam upaya peningkatkan

kualitas adalah membentuk golongan elit yang terdiri dari orang-orang terpelajar

yang mampu membentuk tenaga terlatih untuk menyelesaikan pekerjaan dalam

33

Darmansyah dkk, Ilmu Sosial Dasar : Kumpulan Essai, (Surabaya :

Usaha Nasional, 1986), hal. 104

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 65: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

44

rangkaian produksi.34

Pendidikan Di Desa Wonorejo juga dipengaruhi oleh

pendidikan Islam hal itu dikarnakan adanya pondok pesantren yang ada di Desa

Wonorejo.

Pada dasarnya kebudayaan Desa Wonorejo tidak berbeda jauh dengan

kebudayaan Jawa pada umumnya. Hal itu disebabkan karena masyarakat yang

menempati Desa Wonorejo mayoritas adalah pendatang yang berasal dari Jawa

dan Madura. Budaya tradisonal yang berkembang di Desa Wonorejo masih sering

dihubungkan dengan tradisi keagamaan akibatnya tercipta budaya-budaya adat

yang berdasarkan agama. Tradisi keagamaan dilakukan sebagai wujud syukur

masyarakat Wonorejo terhadap melimpahnya sumberdaya alam yang diberikan

Tuhan, tradisi ini biasanya disebut dengan slametan. Slametan pada umumnya

dapat digolongkan sesuai dengan pristiwa atau kejadian sehari-hari seperti

perkawinan, kelahiran, kematian, bersih desa, ruwatan sawah, dan lain-lain.35

Sistem budaya ini adalah merupakan bentuk sikap toleransi bangsa Indonesia pada

umumnya terhadap agama.36

Kondisi geografi suatu wilayah juga mempengaruhi unsur kebudayaan suatu

wilayah. Desa Wonorejo yang berbatasan langsung dengan pantai juga memiliki

suatu upacara adat/ Tradisi ini biasa disebut petik laut sebagai persembahan hasil

laut yang melimpah pada Sang Pencipta. Tradisi ini biasa dilangsungkan pada

34

Louis Malasih, Dunia Pedesaan : Pendidikan Dan Perkembangannya,

(Jakarta: Gunung Agung, 1981), hal. 47.

35

Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakatta:

Djambatan, 1979), hal. 340.

36

Tim Lembaga research kebudayaan nasional (LRKN) LIPI, Kapita

selekta manifestasi budaya indonesia, (Bandung: alumni, 1986), hal. 48.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 66: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

45

bulan Januari- Maret karena waktu ini merupakan bulan-bulan yang baik untuk

melaut karena pada bulan ini bertiup angin dari timur yang membawa banyak ikan

di perairan Selat Bali. Seperti pada umumnya masyarakat tradisonal, tradisi ini

berkembang di masyarakat Wonorejo akibat adanya mitos yang melatarbelakangi

upacara adat ini.

Gambaran makro kondisi sosial di Desa Wonorejo ini, secara sepesifik juga

dapat dilihat pada pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya.

Masyarakat pemukiman translok yang secara umum merupakan masyarakat

pendatang yang berasal dari Situbondo, Malang, Kediri, dan Yogyakarta tentu

saja menambah keanekaragaman karakteristik di lingkungan translok.

Sebagaimana umumnya masyarakat tradisonal lainnya yang berorientasi pada

bidang pertanian, maka sikap gotong royong dan kerukunan di pemukiman

translok masih sangat kuat. Sebab, menurut Y. Boelaars, dalam sistem ekonomi

yang berdasarkan pola petani ladang (maupun persawahan) digambarkan sebagai

suatu hidup dan kerja bersama, yaitu bersama semua yang hadir.37

Semua yang

hadir ini berarti melibatkan semua masyarakat yang ada, dengan demikian segala

sesuatu kepentingan umum merupakan tanggung jawab setiap anggota

masyarakat, dan sebaliknya bila ada seseorang dari anggota masyarakat itu

memiliki suatu keperluan (nduwe gawe) maka anggota masyarakat yang lain akan

37

Y. Boelaars, Kepribadian Indonesia Modern, Suatu Penelitian

Antropologi Budaya, (Jakarta: PT. Gramedia, 1994), hal. 43.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 67: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

46

ikut membantu.38

Koentjaraningrat, dalam bukunya Sejarah Teori Antropologi II,

juga menyatakan bahwa pelaksanaan kehidupan masyarakat membutuhkan etos

kerja kolektif, yang tercermin dalam sikap dan sifat kerjasama seperti: gotong

royong, tolong menolong, rasa senasib dan sepenanggungan dalam suka dan

duka.39

Budaya gotong royong ini dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari

seperti perkawinan, kematian, mendirikan rumah, bercocok tanam, dan

membangun sarana dan prasarana.

Kedekatan emosional di antara masyarakat translok bukan hanya di

karnakan faktor mata pencaharian sebagai petani, tetapi karena masyarakat

translok memiliki persamaan nasib yang sama dan berasal dari kalangan yang

sama yaitu purnawirawan TNI AD. Kerukunan bermasyarakat ini bahkan sampai

kepada keturunannya masih dapat terjaga di tengah berbagai masalah yang

menerpa masyarakat translok. Wujud kerukunan ini tidak hanya diperlihatkan

pada saat upacara-upacara dan juga kerja bakti yang melibatkan anggota

masyarakat translok, tetapi juga membentuk suatu paguyuban (perkumpulan)

masyarakat translok. Seperti layaknya sebuah organisasi, paguyuban ini memiliki

struktur pengurus di antaranya terdapat Ketua Lingkungan translok, Sekertaris,

Bendahara, dan juga Seksi-seksi. Fungsi Kepala Lingkungan adalah sebagai

fasilitator atau penjembatan aspirasi masyarakat translok, meskipun sebenarnya di

38Langgeng Budi Utomo “Kesenian Reyog Ponorogo Sebagai Sarana

Agitasi Politik (Kajian Sejarah Politik Kesenian di Kabupaten Ponorogo Tahun

1959-1960)”. Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa, UNS.

(Surakarta: Koleksi Perpustakaan Sastra dan Seni Rupa,2011), hal. 23.

39

Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi II, (Jakarta: UI Press,

1990), hal. 121.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 68: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

47

dalam lingkungan translok sudah ada kepala rt 15 dan rt 28, tetapi fungsi Kepala

Lingkungan lebih menyeluruh baik mengatur hubungan antar warga translok

maupun ke arah eksternal wilayah translok seperti instansi-instansi militer

maupun pemerintah. Pemilihan Kepala Lingkungan ini berdasarkan hasil

musyawarah masyarakat translok.

Paguyuban ini juga mengatur dalam penggunaan bangunan dan regulasi

pengantian status pemilikan atas rumah dalam lingkungan translok. Seperti

contohnya, bila keturunan warga translok ini ingin meninggalkan rumah

peninggalan tersebut harus di berikan kepada saudaranya dan tidak boleh dijual

kepada orang lain (orang yang bukan keturunan dari purnawirawan TNI AD) atau

rumah yang sudah roboh pun diminta untuk didirikan kembali oleh pemiliknya

bila hal ini tidak dilakukan maka harap dikembalikan kepada Kepala Lingkungan

dan akan disalurkan kembali ke Kodim Situbondo untuk diberikan kepada

anggota TNI AD yang belum memiliki rumah. Proses ini sudah pernah terjadi

pada tahun 2006 dan rumah itu kembali dibangun tanpa diganti kepemilikannya.

Pembuatan berbagai kebijakan semacam ini bertujuan untuk semakin merekatkan

jalinan silahturahmi antar warga translok.40

2. Kondisi Ekonomi

Masyarakat Desa Wonorejo sebagian besar bermata pencaharian sebagai

buruh tani dan nelayan, dari total jumlah angkatan kerja masyarakat Desa

Wonorejo yang berjumlah 4773 sebanyak 627 berprofesi sebagai buruh tani dan

40

Wawancara dengan Hermanus tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 69: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

48

992 berprofesi sebagai nelayan.41

Mayoritas profesi masyarakat Desa Wonorejo

yang sebagai buruh tani dan nelayan disebabkan karena kondisi geografis yang

mendukung untuk melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu, faktor pendidikan

yang relatif rendah turut mempengaruhi mata pencaharian di desa Wonorejo. Hal

itu, mengakibatkan masyarakat desa Wonorejo kurang akan pengetahuan,

keterampilan dan tingkat perekonomian.

Penduduk Desa Wonorejo menurut kelompok tenaga kerja produktif yaitu

kisaran umur 20-26 dan 27-40 pada tahun 2004 lebih banyak dibandingkan usia

non produktif kisaran umur di bawah 20 tahun dan 40 tahun ke atas, sehingga

seharusnya tenaga kerja yang tersedia tentunya cukup banyak untuk bisa

dimanfaatkan. Namun kenyataan yang terjadi banyaknya tenaga kerja produktif di

Desa Wonorejo tidak diimbangi dengan tingkat pendidikan yang tinggi, sehingga

banyak dari masyarakat Desa Wonorejo yang berusia produktif tidak dapat

mendapatkan penghidupan yang layak akibat kurangnya ilmu pengetahuan dan

keterampilan.42

Keadaan yang demikian mengakibatkan untuk mencukupi

kekurangan hidupnya, masyarakat banyak bergantung terhadap potensi hutan

Taman Nasional Baluran.

Letak geografis Desa Wonorejo yang berbatasan langsung dengan Taman

Nasional Baluran semakin memudahkan untuk mengakses langsung potensi hutan

Taman Nasional Baluran. Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai sumber

daya disatu sisi dan masyarkat di sekitar hutan di sisi lain yang mempuyai jalinan

41

Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan., op.cit., hal 20.

42

Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan., op cit., hal 28.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 70: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

49

Kebutuhan masyarakat

(need of people)

Aliran produksi hasil jasa/hutan

(produktions flow)

ketergantungan yang tidak dapat dipisahkan sebagaimana yang dijelaskan secara

sekematik oleh Afri Awang terhadap kebutuhan masyarakat.43

Bahwa kebutuhan masyarakat bergantung terhadap aliran produksi hasil

jasa/hutan maupun sebaliknya aliran produksi hasil hutan juga bergantung

Hubungan ketergantungan masyarakat hutan berupa pemanfaatan secara

tradisonal tersebut sebenarnya telah berlangsung lama, sejak manusia menduduki

daerah ini. Kondisi iklimnya yang kering dan kemarau yang panjang membuat

hasil pertanian di daerah ini kurang baik. Foktor-faktor tersebut menjadi penyebab

tergeraknya masyarakat wonorejo untuk masuk ke dalam hutan. Biasanya

masyarakat Wonorejo mengambil hasil hutan yang cukup bernilai tinggi seperti,

buah asam, biji acacia (rabica), kemiri gadung, kayu rencek, pupus gebang dan

hasil hutan lainnya. Bahkan masyarakat sekitar Wonorejo sempat melakukan

perburuan liar terhadap hewan-hewan yang ada di dalam kawasan hutan.44

Hal ini

tentu saja membawa dampak negatif terhadap pelestarian kawasan konservasi.

Taman Nasioanal Baluran yang menjadi daerah konservasi lingkungan

hidup tentu saja membatasi aktifitas manusia di dalamnya. Menurut Restu

Widiashastri fungsinya Taman Nasional adalah:

1. Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

43

San Afri Awang, Politik Kehutanan Masyarakat, (Yogyakarta: Kreasi

Wacana Yogyakarta, 2003), hal. 30.

44

Data diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Sutrisno, Suwarno,

dan Misiran pada tanggal 28 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 71: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

50

2. Kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.

3. Wahana pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam Hayati dan

ekosistemnya.45

Dengan menjadikan Taman Nasional Baluran sebagai wilayah yang

tersentralistik membuat Kementrian Kehutanan dalam hal ini Balai Taman

Nasional Baluran (BTNB) menaruh perhatian serius terhadap masyarakat sekitar

Taman Nasional Baluran. BTNB menjadikan desa Wonorejo sebagai suatu daerah

penyangga46

kawasan konservasi. Sebagai suatu daerah penyangga, desa

Wonorejo tentunya mendapatkan perhatian khusus daerah penyangga sebagai

penyadaran masyarakat akan pentingnya wilayah Taman Nasional Baluran bahwa

sebenarnya Taman Nasioanal Baluran mempuyai manfaat yang besar bagi

kehidupan mereka serta alternatif usaha bagi pemenuhan kebutuhannya. Berbagai

penyuluhan serta pemberian bantuan berupa modal baik berbentuk barang

maupun uang yang difungsikan sebagai stimultan masyarakat untuk lebih

berkreatifitas dan tidak menggantungkan hidupnya pada Taman Nasional Baluran.

Pemberian bantuan tersebut tidak langsung diserahkan oleh BTNB tetapi lewat

lembaga bentukan dari BTNB yaitu SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan

45

Restu Widhastri, Pengaruh Kegiatan Daerah Penyangga Di Desa

Wonorejo Terhadap Pengelolaan Taman Nasional Baluran , Laporan Magang

CPNS Formasi 2005, (Departemen Kehutanan Balai Taman Nasioal Baluran

:tidak diterbitkan, 2006), hal. 4.

46

Daerah Penyangga adalah daerah di luar kawasan suaka alam maupun

maupun kawasan pelestarian alam baik sebagai kawasan hutan lainnya, tanah

negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampi

menjaga keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian. Ibid, hal 7

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 72: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

51

Pedesaan). SPKP difungsikan sebagai “tangan kanan” dari pihak Taman Nasional

terhadap masyarakat Desa Wonorejo.47

Kondisi yang bertolak belakang bila melihat kondisi ekonomi masyarakat

Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya. Masyarakat translok yang seluruhnya

merupakan anggota TNI AD. Setelah pensiun para anggota TNI AD ini kemudian

menggarap lahan persawahan yang merupakan jatah pemberian dari Pangdam V

Brawijaya. Setiap KK memperoleh 7500 m2

di antaranya sawah 5000 m2, tanah

kering/ladang 1500 m2, dan 1000 m

2 rumah serta pekarangan. Oleh karna itu,

mayoritas masyarakat translok berprofesi sebagai petani bukan buruh tani. Saat ini

pemukiman translok dihuni oleh keturunan dari para purnawirawan, mayoritas

mata pencaharian mereka sebagai petani, PNS, dan Pegawai Swasta.

Masyarakat translok membuat sebuah lembaga keuangan yang mengatur

simpan pinjam para warga translok. Lembaga ini berbentuk sebuah arisan antar

warga translok. Arisan ini tidak berbeda jauh dengan arisan warga lainnya yang

sistemnya ditentukan berdasarkan hasil dari undian (kocokan), hanya saja arisan

warga translok ini bisa di pergunakan sewaktu-waktu sebagai dana pinjaman

(talangan) apabila ada warga translok yang sedang mengalami musibah. Sehingga

arisan sangat mirip dengan koperasi simpan pinjam.48

Wawasan dan pengetahuan mereka yang luas membuat masyarakat translok

sadar akan bentuk pelestarian hutan. Walaupun pemukiman translok berbatasan

langsung dengan Taman Nasional Bauran mereka tidak sembarangan untuk keluar

47

Wawancara dengan Siswanto tanngal 28 Juli 2011.

48

Wawancara dengan Hasto Sugiarto tanggal 28 Mei 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 73: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

52

masuk kawasan hutan. Masyarakat translok pun terkadang membantu petugas

Taman Nasional untuk mencegah masuknya penduduk sekitar Wonorejo dari

daerah translok.

D. Pengaruh Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya Terhadap Desa Wonorejo

Sebagai dasar dari penempatan para anggota TNI AD dalam proyek

Transmigrasi Lokal adalah menciptakan desa teladan bagi purnawirawan ABRI

dan membuat rasa aman di dalam desa tersebut, maka pemukiman translok

membawa pengaruh terhadap Desa Wonorejo. pengaruh itu sangat terlihat dalam

berbagai aspek keamanan dan ketertiban, sosial masyarakat, struktur

pemerintahan desa, dan budaya.

Dalam menciptakan keamanan dan ketertiban, para purnawirawan tersebut

mengajak peran serta masyarakat Desa Wonorejo dalam menjaga daerah tempat

tinggalnya, salah satunya ialah siskamling bersama yang diadakan rutin. Terlebih

lokasi pemukiman translok berbatasan langsung dengan Hutan Taman Nasional

Baluran, sehingga rawan akan tindak kejahatan seperti pencurian dan perburuan

liar.49

Hasil dari kegiatan jaga malam tersebut dapat terlihat berdasarkan data

tingkat pelanggaran perburuan liar yang ada di Taman Nasional Baluran yang

menunjukan tren penurunan sejak kedatangangan para purnawirawan tersebut.

49

Wawancara dengan suwarno, pada tanggal 28 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 74: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

53

Tabel 3

Data Perburuan Liar Dalam Kawasan Taman Nasional Baluran tahun

1997s/d 2001

No Lokasi Tahun Jenis

Yang

Diburu 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001

1 Sub Seksi

Wilayah Karang

Tekok

9 2 7 3 2 Banteng,

Kerbau

Liar,

Rusa,

Burung

Merak

2 Sub Seksi

Wilayah Bekol

5 - 5 4 1 Banteng,

Rusa,

Kerbau

liar,

Kijang

3 Sub Seksi

Wilayah Pandean

3 - 2 - - Bnateng,

Kerbau

Liar,

Kijang,

Babi

Hutan

Sumber: Data Statistik Balai Taman Nasional Baluran tahun 2000, hal 23.

(koleksi Perpustakaan Balai Taman Nasional Baluran).

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat data perburuan liar di dalam kawasan

Taman Nasional Baluran dari tahun 1997-2001. Dari hasil tersebut menunjukan

tren penurunan dalam tindak pelanggaran perburuan liar, terlebih yang berasal

dari dari Sub Seksi Wilayah Pandean yang merupakan daerah tempat lokasi

pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V Brawijaya.

Di dalam tingkat sosial para purnawirawan membawa perubahan yang

signifikan terhadap Desa Wonorejo. perubahan itu terlihat ketika sebelum

penempatan masyarakat Desa wonorejo masih terpisah-pisah antara kelompok

masyarakat satu dengan lainnya. Kelompok masyarakat yang didominasi dari

suku Madura dan Jawa seolah mengelompokan dengan sukunya sendiri-sendiri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 75: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

54

seperti contohnya, pertemuan desa yang hanya dihadiri dari kalangan

kelompoknya sendiri. Setelah ada penempatan para purnawirawan ini berbaur

dengan lapisan masyarakat Desa Wonorejo dan mencoba untuk menyatukan

perbedaan yang ada. Penyatuan tersebut dilakukan dengan melakukan kegiatan

bersama seperti peringatan 17 Agustus, peringatan Hari Kebangkitan Nasional,

syukuran, maupun kegiatan sosial lainya. Dengan semangat idiologi Pancasila

sebagai doktrin utama untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat Desa

Wonorejo.50

Dalam struktur pemerintahan, para purnawirawan memprakarsai

terbentuknya perangkat desa yang maju seperti adanya kepala seksi yang

menaunggi berbagai bidang dalam pemerintahan desa. Contohnya, Kepala Seksi

Pemerintahan, Kepala Seksi Pembangunan, Kepala Seksi Pemberdayaan

Masyarakat, Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat, Kepala Seksi Umum, Kepala

Seksi Keuangan dan Mudin,51

yang sebelumnya hanya Kepala Desa dan Carik.

Masyarakat translok aktif dalam berbagai kepanitiaan dan organisasi desa

seperti PKK dan karang taruna. Dalam lembaga PKK yang bernama “Eka Bakti

Wonorejo” Ibu-ibu translok aktif dalam kegiatan pemberdayaan perempuan,

pemenuhan gizi balita dalam Posyandu (pos pelayanan terpadu), hingga

menyusun administrasi pemerintahan desa. Sehingga pada tahun 2006 desa

50

Wawancara dengan Hasto Sugiarto tanggal 28 Mei 2012.

51

Instrumen Pendataan Profil Desa / Kelurahan, op.cit., hal 28.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 76: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

55

Wonorejo juara 3 tata administarasi pemerintahan desa dan PKK tingkat Provinsi

Jawa Timur.52

Para purnawirawan juga membantu masyarakat Desa Wonorejo untuk

membentuk lembaga-lembaga keuangan yang membantu warga seperti KUD yang

bernama KUD Wonorejo, Koprasi Nelayan bernama koprasi MINA Selat Bali.

Koprasi ini berfungsi sebagai penampung berbagai hasil pertanian dan perikanan

untuk kemudian dijual dan hasilnya akan disalurkan kembali kepada masyarakat

lewat SHU (sisa hasil usaha).53

Masyarakat Translok juga membawa perubahan dalam kebudayaan desa.

Mereka meperkenalkan berbagai kebudayaan yang dibawa para purnawirawan

dari desa-desa asal mereka seperti bersih desa, dan tatacara pernikahan.

Umumnya masyarakat Wonorejo khususnya dusun Pandean memakai adat dari

suku Madura, seperti contohnya adat pernikahan yang memakai hijab atau

pembatas antara perempuan dan laki-laki, dan bahasa pengantarnya menggunakan

bahasa madura atau arab sehingga banyak orang (tamu) yang bukan berasal dari

suku Madura tidak mengerti. Setelah ada pemukiman translok, masyarakat

translok yang pada umumnya berasal dari Jawa memakai adat perkawinan dari

Jawa, sehingga lambat laun masyarakat Dusun Pandean meniru tata cara

pernikahan Jawa dan merubah proses pernikahannya, selain itu bahasa yang

digunakan juga lebih ke bahasa Jawa atau Indonesia.54

Masyarakat desa Wonorejo

52

Wawancara dengan Hasto Sugiarto tanggal 28 Mei 2012.

53

Wawancara dengan Suwarno tanggal 28 Juni 2012.

54

Wawancara dengan Suwarno tanggal 28 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 77: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

56

juga memperkenalkan upacara adat bersih desa. Upacara bersih desa merupakan

rasa syukur masyarakat desa Wonorejo terhadap hasil alam yang melimpah dan

diberikannya keberkahan dari Tuhan. Biasanya dilakukan setahun sekali pada

tanggal 1Muharam (tahun baru pada Penanggalan Islam) dengan acara pawai

kesenian seperti Reog Ponorogo, Tari Tayub dan lain-lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 78: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

57

BAB III

PROSES SENGKETA LAHAN

PEMUKIMAN TRANSMIGRASI LOKAL TNI AD KODAM

V/BRAWIJAYA

TAHUN 1976-1987

A. Kondisi lahan Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya Setelah Penempatan

Berdasarkan Surat Keputusan Panglima Daerah Militer V Brawijaya

nomor SKIP/76-3/VI/1975 tanggal 30 Juni 1976, areal tanah di Desa Wonorejo

telah resmi menjadi pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam

V/Brawijaya. Kondisi fisik lahan pemukiman translok setelah penempatan pada

tanggal 28 Desember 1977 sampai tahun 1987, tidak mengalami perubahan yang

signifikan. Purnawirawan TNI AD yang ditempatkan sudah memperoleh jatah

rumah, sawah dan lahan kering dengan luas yang sama. Rumah yang diberikan

semuanya berbentuk sama, dengan bentuk semi permanen berdinding bambu dan

beratap genteng.

Areal tanah yang diberikan sudah terpetak-petakan dan diberi nomor baik

nomor rumah maupun nomor tegal dan sawah.1 Penomoran areal tanah translok

tersebut berdasarkan peta bidang yang dikeluarkan Bupati Tinggkat II Situbondo

Kepala Sub Direktorat Agraria tahun 1978 berdasarkan undian yang dilakukan

Kodim Situbondo, pembagian lahan tersebut tidak berdasarkan pangkat atau

golongan selama berdinas. Kodim Situbondo merupakan instansi yang ditunjuk

1 Arsip Lampiran Surat Perintah Pangdam VIII, Pada Tanggal 18

Oktober1977, Tentang Pemindahan Purnawirawan Pada Proyek Pemukiman

Translok. (Koleksi Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 79: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

58

langsung oleh Kodam V/Brawijaya sebagai penangungjawab proyek Transmigrasi

Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya.

Para anggota purnawirawan TNI Angkatan Darat yang telah ditempatkan

mulai melakukan aktifitas barunya yaitu bertani. Dalam menggarap lahan

pertaniannya para purnawirawan ini sudah terorganisir dengan baik. Hal itu

terlihat dengan dibentuknya kapoktan (kelompok petani), fungsi dari kapoktan

tersebut sebagai lembaga penampung hasil pertanian dan juga lembaga yang

membantu petani dalam penyediaan bahan tanam seperti bibit dan pupuk. Di

dalam kapoktan terdapat kaproyek (kepala proyek) dan wakaproyek (wakil kepala

proyek). Kaproyek dijabat oleh Kapten Koestedjo anggota TNI AD yang pada

saat itu masih aktif berdinas di Kodim Situbondo tetapi tetap mendapatkan jatah

tanah di translok dan wakaproyek dijabat oleh Kapten H.CH.Arief anggota

Kodam V/Brawijaya yang telah purna tugas dan sudah menetap di pemukiman

translok.2 Fungsi dari kaproyek dan wakaproyek sebagai fasilitator bagi para

petani di lingkungan translok. Mereka berperan sebagai penghubung mengenai

pemenuhan kebutuhan akan bercocock tanam dan pengaturan akan musim tanam

dan penggunaan air. Kapoktan ini nantinya merupakan cikal bakal hadirnya KUD

dan Koprasi nelayan MINA Selat Bali.

Lahan translok yang seluas 57 Ha ternyata tidak seluruhnya diperuntukan

untuk rumah dan lahan pertanian tetapi sebagian dipergunakan untuk jalan, rumah

ibadah, lapangan olahraga seluas 6 Ha. Selain itu, sebagian lahan translok juga

dipinjam Kodim Situbondo. Besarnya lahan yang dipinjam Kodim Situbondo

2 Wawancara dengan Hasto Sugiarto, 28 Mei 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 80: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

59

sebesar 4,75 Ha. Lahan tersebut kemudian dikelola langsung oleh Kodim

Situbondo dengan ditanami tanaman palawija dengan memberi upah harian

kepada petani penggarap di sekitar Desa Wonorejo. Hasil dari lahan ini digunakan

Kodim Situbondo sebagai kas yang kemudian disalurkan kepada Primkopad.

Alasan dari masyarakat translok untuk meminjamkan sebagian tanah translok

adalah sebagai kompensasi atas berhasilnya Kodim Situbondo melancarkan proses

penempatan translok. Jangka waktu yang diberikan masyarakat translok kepada

Kodim Situbondo untuk meminjam sebagian lahan mereka selama 2 tahun dari

tahun 1978-1980.3

Pada tahun 1980 berdiri Taman Nasional Baluran berdasarkan kongres

Taman Nasional sedunia pada tanggal 6 Maret 1980. Pembentukan Taman

Nasional Baluran membawa pengaruh yang besar terhadap status tanah Translok

TNI AD Kodam V/Brawijaya sebab UU Konservasi mengatakan bahwa Taman

Nasional harus kosong dari hunian manusia. Tanah yang dijadikan lokasi translok

seluas 57 Ha diklaim menjadi bagian dari Taman Nasional Baluran. Sejak

pendirian dari taman nasional tersebut sosial masyarakat translok pun mengalami

perubahan

Kondisi pemukiman translok setelah pendirian Taman Nasional Baluran

tidak mengalami perubahan berarti. Para purnawirawan TNI AD yang telah

berprofesi sebagai petani, masih menggarap lahan sawah dan ladang mereka. Para

purnawirawan tersebut mengupayakan sarana pertanian mereka sendiri seperti

pengadaan pupuk dan bibit tanpa mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah

3 Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 81: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

60

terlebih Desa Wonorejo. Bahkan masyarakat traslok tidak mendapatkan sarana

irigasi untuk mengairi lahan persawahan mereka. Masyarakat translok

mengupayakan dengan membangun sumur-sumur bor. Baru pada tahun 2006

program irigasi tersebut bisa direalisasikan di translok tetapi aliran airnya tidak

sampai ke pemukiman translok hanya bisa digunakan di gunakan sewaktu hujan.

Alasan dari aparat pemerintahan daerah dan Desa Wonorejo tidak memberikan

bantuan karena tanah tersebut masih bersengketa.4

Bentuk rumah di lingkungan translok pun banyak mengalami perubahan.

Hal tersebut karena meningkatnya kesejahteraan masyarakat translok, penghasilan

masyarakat translok yang tidak hanya dari bercocok tanam tetapi juga dari

tabungan pensiun yang diperoleh para purnawirawan tersebut. Bentuk rumah yang

tadinya berdinding gedek dan tak berteras telah berubah menjadi dinding batu bata

yang disemen dan telah ada penambahan teras rumah, walaupun masih ada yang

mempertahankan bentuk asli rumah translok yang diberi Kodam V Brawijaya

karena perbedaan tingkat ekonomi.5

Berdasarkan hasil pendataan bulan Juni tahun 1995 pemukiman Translok

TNI AD Kodam V/Brawijaya seluas 57 Ha terjadi penambahan jumlah KK yang

tentu saja penambahan jumlah rumah yang tadinya 65 KK menjadi 68 KK. Setiap

kepala keluarga yang baru masuk tersebut juga mendapatkan jatah tanah yang

4 Wawancara dengan Suwarno, pada tanggal 28 Juni 2012.

5 Lihat Lampiran XIV, Bentuk Rumah Masyarakat Translok. Halaman

146.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 82: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

61

sama yaitu 0,75 Ha. Penambahan 3 KK tersebut berasal dari kesatuan yang sama

yaitu Kodim Situbondo.6

Pada tahun 1990 an tanah translok seluas 6 Ha yang dari awal diperuntukan

untuk fasilitas umum mulai di fungsikan. Dengan dana dari swadaya masyarakat

translok mendirikan dua bangunan ibadah antara lain Mesjid di Translok Barat

dan Mushola di Translok Timur. Dibangun pula Makam Bahagia, Makam

Bahagia merupakan pemakaman yang khusus diperuntukan bagi para

purnawirawan pejuang angkatan 45. Setiap tanggal 17 Agustus masyarakat

translok beserta warga Desa Wonorejo melakukan upacara mengheningkan cipta

di Makam Bahagia untuk mengenang jasa para pahlawan.7

Sekitar tahun 2006 an jumlah masyarakat translok mulai berkurang.

Diketahui jumlah KK pada tahun 2006 berjumlah sekitar 45 KK dari total 68 KK

dan pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami pengurangan. Pengurangan

jumlah penduduk pemukiman translok karena para Purnawirawan sebagian sudah

ada yang meninggal dan dimakamkan di taman makam pahlawan Makam

Bahagia. Sebagian yang telah sangat tua terpaksa pindah karena tidak ada yang

merawat mereka, sebab keturunannya pun tidak menetap di sana dan sangat jauh

dari fasilitas tempat kesehatan, untuk itu para Purnawirawan tersebut di bawa ke

rumah anaknya yang berada di luar kota. Rumah-rumah yang telah ditinggalkan

sebagian tetap ditempati sanak saudara ataupun hanya menyuruh masyarakat

6 Arsip Risalah Penggunaan sebagian Kawasan Suaka Margasatwa Taman

Nasional Baluran Sebagai Lokasi Proyek Pemukiman (Transmigrasi Lokal) TNI

Angkatan Darat. Hal. 1 (Sumber Koleksi arsip Taman Nasional Baluran).

7 Wawancara dengan Sutopo, pada tanggal 28 Juni 2011.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 83: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

62

sekitar untuk merawatnya. Lahan persawahan dan ladang yang ditinggalkannya

pun disewakan oleh keturunanya kepada masyarakat Desa Wonorejo yang tidak

mempuyai lahan pertanian, dengan sistem bagi hasil. Nantinya keturunannya

tersebut secara rutin setiap 1 bulan sekali atau pada saat acara-acara penting

seperti peringatan hari jadi pemukiman translok 28 Oktober selalu datang untuk

mengecek rumah dan lahan pertanian mereka serta menyambung jalinan

silahturahmi antar warga translok.8

B. Sengketa Tanah Pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya

antara Taman Nasional Baluran dan Masyarakat Translok Tahun

1976-1987

Setelah terbentuk menjadi Taman Nasional Baluran pada tanggal 6 Maret

1980, maka terjadi Perubahan tata kelola Hutan Baluran dari Suaka Margasatwa

menjadi Taman Nasional Balauran. Setelah meresmikan diri, Taman Nasional

Baluran beralih pada pengelolaan Instansi yang ada di atasnya, yang sebelumnya

di tangani oleh Dinas Kehutanan Kabupaten tingkat II dan pada tahun 1984

berganti di bawah Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan

Hutan dan Pelestarian Alam dengan menunjuk Balai Taman Nasional Baluran

sebagai UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) yang langsung mengelola Taman

Nasional Baluran. Balai Taman Nasional Baluran merubah segala tata kelola yang

tadinya merupakan hutan produktif di ubah menjadi hutan konservasi.

8 Wawancara dengan Hasto Sugiarto, pada tanggal 28 Mei 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 84: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

63

Kehadiran Taman Nasional Baluran membawa dampak terhadap status

tanah pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/ Brawijaya di Desa

Wonorejo. Taman Nasional Baluran menganggap bahwa tanah seluas 57 Ha yang

telah ditempati para purnawirawan sejak 1976, diklaim oleh Taman Nasional

Baluran menjadi bagian dari kawasan konservasi. Sebenarnya klaim awal dari

Taman Nasional Baluran adalah tanah translok seluas 35 Ha,9 namun karena

alasan wilayah konservasi maka seluruh wilayah pemukiman Translok TNI AD

Kodam V/Brawijaya seluas 57 Ha masuk ke dalam wilayah Taman Nasional

Baluran. Sebagai suatu kawasan konservasi tentu saja Taman Nasional Baluran

menjaga pelestarian ekosistem yang ada di dalamnya dan membatasi segala

aktifitas manusia terlebih membangun suatu perkampungan.

Dasar hukum Taman Nasional Baluran menetapkan kawasan Translok TNI

AD Kodam V/Brawijaya menjadi kawasan konservasi adalah menurut:

1. Proses Verbal tata batas suppletoir tanggal 24 Juni 1940 yang disahkan pada

tahun 1941.

2. Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 15 Mei 1962. Nomor

Sk/11/1962, tentang penunjukan Labuhan Merak sebagai Suaka Margasatwa

Baluran

9 Arsip Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kabupaten

Situbondo, Permasalahan Tanah Yang Berkembang (strategis) di Kabupaten

Situbondo, 1991, hal.1.(Koleksi Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 85: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

64

3. Peta lampiran Berita Acara tata batas Suaka Margasatwa Baluran tanggal 27

Mei 1980.10

Permasalahan sengketa tanah pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD

Kodam V/Brawijaya sebenarnya telah tercium sejak awal mula penempatan para

purnawirawan di pemukiman Translok. Pada awalnya sebelum Taman Nasional

Baluran berdiri, Suaka Margasatwa Baluran telah mengajukan penolakan terhadap

pemukiman translok di Desa Wonorejo dan dilaksanakan pada saat proses

penempatan para purnawiran tahun 1976. Hal itu berdasarkan Surat Kepala Seksi

Perlindungan Dan Pengawetan Alam Jawa Timur Di Banyuwangi tanggal 23

Agustus 1976 Nomor : 736/IV/3/SPPA Jt 11, telah mengajukan keberatannya

terhadap rencana translok AD dan mengharap supaya proyek translok di gagalkan

dengan alasan tanah tersebut termasuk Kawasan Suaka Margasatwa Baluran. 11

Bila dirunut dari sejarah pembentukannya, Taman Nasional Baluran

merupakan perubahan dari Suaka Margasatwa yang terbentuk dari penggabungan

beberapa wilayah yang ada di sekitar hutan Baluran. Proses pristiwa pembentukan

dapat terlihat pada tabel 3 sebagai berikut :

10

Arsip Risalah Penggunaan Sebagian Kawasan Suaka

Margasatwa/Taman Nasional Baluran Sebagai Lokasi Proyek Pemukiman

(Transmigrasi Lokal) Tni AD, 2002, hal 1. (Arsip koleksi Balai Taman Nasional

Baluran).

11

Arsip Badan Pertanahan Nasional (kantor pertanahan Kabupaten

Situbondo)., op.cit.,hal. 2.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 86: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

65

Tabel 4

Data Perkebangan Status Kawasan Taman Nasional Baluran

No Tahun Lokasi Luas Bentuk

Penetapan

Penetapan

1 1930 Baluran 25.000

Ha

Ditetapkan

sebagai hutan

lindung

2 1937 Tanah Negara Sumber

Anyar, Tanah Gunung

Mesigit, Tanah Negara

Rawa Mesigit,

555.1 Ha Masuk sebagai

Hutan Lindung

3 1937 Baluran 25.000

Ha

Ditetapkan

sebagai Suaka

Margasatwa

Statbalad 1937 No.

554 Tanggal 25-6-

1937

4 1940 Bitakol, Labuhan Merak,

C.O.B I,II,III, TN

Perengan

Ditetapkan

sebagai Suaka

Margasatwa

5 1962 Tanah Konsesi Labuhan

Merak

293,6 Ha

6 1975 Kawasan Labuhan Merak,

gunung Mesigit

233 Ha

130 Ha

Di jadikan

tanah HGU PT

Gunung

Gumitir selama

25 tahun

SK Mendagri No

SK/16/RGD/DA/75

7 1975 Kawasan Hutan di daerah

Pandean didirikan

prokimad/translok TNI

AD

57 Ha

8 1980 Kawasan konsesi HGU

PT Gunung Gumitir

363 Ha Diperpendek

Jangka

Waktunya

menjadi 15

tahun (1985)

9 1980 Baluran 25.000

Ha

Diumumkan

menjadi Taman

Nasional

Baluran pada

tanggal 6 Maret

1980

Pengumuman

Menteri Pertanian

Sumber : Rencana Pengelolaan Taman Nasional Baluran Buku II Tahun 1995-2020, hal.

29-30. (Koleksi Perpustakaan Balai Taman Nasional Baluran)

Berdasarkan tabel di atas terlihat rentetan pristiwa pembentukan Taman

Nasional Baluran yang dimulai pada tahun 1937 yang berstatus hutan lindung.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 87: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

66

Pada tabel tersebut juga di jelaskan bahwa kawasan pemukiman Translok TNI AD

Kodam V/Brawijaya masuk ke dalam wilayah Suaka Margasatwa Baluran tahun

1975.12

Dasar hukum yang yang dijabarkan Taman Nasional Baluran sebagai dasar

legitimasi kawasan pemukiman translok sebagai bagian dari wilayah Taman

Nasional tidak bisa diterima masyarakat translok. Untuk itu, masyarakat translok

mencoba untuk segera memperoleh hak milik atas tanah pemukiman Translok

TNI AD Kodam V/Brawijaya di Desa Wonorejo, kecamatan Banyuputih,

Kabupaten Situbondo yang berupa bukti sertifikat tanah. Lazimnya untuk

mendapatkan bukti hak milik atas tanah (sertifikat) masyarakat translok harus

menjalani berbagai rangkaian proses pembuatan sertifikat, proses tersebut

diantaranya :

1. Mengajukan permohonan

2. Pemeriksaan tanah

3. Pengeluaran “Surat Keputusan Pemberian Hak Milik

4. Memberi Batas Tanah

5. Membayar “Uang Pemasukan”

6. Mendaftarkan Hak

7. Membuat Surat Ukur

8. Membuat Buku Tanah

9. Menyerahkan Sertifikat

12

Lihat gambar 1, halaman 30, Peta Taman Nasional Baluran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 88: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

67

Proses pemberian Hak Milik dan hak-hak yang lain, terdapat aturannya dalam dua

peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) yaitu:

1. PMDN no.3 tahun 1973 tenatang: Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata-cara

Pemberian Hak Atas Tanah;

2. PMDN no.1 tahun 1977 berjudul : Tata-cara Permohonan dan Penyelesaian

Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaannya serta

Pendaftarannya.13

Secara diam-diam tanpa diketahui Balai Taman Nasional Baluran,

masyarakat translok mencoba untuk melengkapi berkas-berkas dan syarat untuk

dapat mengajukan permohonan hak milik (sertifikat) atas tanah yang mereka

tempati. Seperti contohnya, masyarakat translok mencoba untuk memberikan

batas-batas akan luas tanah pekerangan dan juga sawah mereka sesuai dengan

jatah penempatan tiap-tiap kk. Untuk batas rumah serta pekarangan, masyarakat

translok memberikannya pagar kayu yang bentuknya semi permanen, sedangkan

untuk lahan sawah dan ladang masyarakat translok memberikan batas berupa

gundukan tanah seeprti sawah pada umumnya.14

Permasalahan sengketa tanah ini mulai muncul kepermukaan pada tahun

1978 ketika masyarakat translok mulai mempertayakan haknya atas status tanah

yang mereka tempati sejak 1976. Pada tahun tersebut masyarakat translok

mencoba mengajukan permohonan sertifikat tanah ke kantor Bupati Situbondo

Sub Direktorat Jenderal Agraria (sekarang kantor pertanahan). Permohonan ini

13

Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia,(Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 1994), hal,.244.

14

Wawancara dengan Sutopo, Tanggal 28 Juli 2011.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 89: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

68

dilakukan oleh Ny Marsiah mewakili seluruh masyarakat pemukiman translok,

dengan membawa berkas pengajuan hak milik untuk masing-masing luas tanah di

pemukiman translok antara lain untuk : tanah pertanian/sawah seluas 98,500 m2,

tanah pertanian/sawah seluas 324,000 m2, dan perumahan seluas 65, 000 m

2.15

Namun, permohonan Ny Marsiah dkk ditolak karena tanah tersebut milik dari

Kehutanan Tingkat II Kabupaten Situbondo.

Sebenarnya sebelum penempatan segala fasilitas dan administrasi

kepindahan termasuk sertifikat tanah dijanjikan akan diurus oleh Kodam V

Brawijaya artinya para purnawirawan hanya tinggal menempatinya. Dalam waktu

6 bulan setelah penempatan bukti tanah (sertifikat) tersebut akan segera di

berikan. Namun pada kenyataannya hingga tahun 1978 sertifikat tanah belum juga

diberikan oleh Sub Direktorat Agraria kabupaten Situbondo.16

Sesuai UUPA dan P.P. No. 10/1961, maka pendaftaran tanah untuk bisa di

sertifikat/hak milik menganut azas :

1. Openbaarheid (azas ke-umum-an atau keterbukaan). Maksudnya ialah agar

diketahui umum dan bebas dapat dilihat umum, mengetahui status, keadaan

hukum, letak, luas, batas-batas, pemegang hak, peralihan hak, serta

pembebanan hak dan sebagainya.

2. Spesialitet (azas kekhususan). Meliputi pengukuran (surat ukur), pemetaan

(peta tanah), pembukuan hak (buku tanah/sertifikat) dan segi-segi teknis

lainnya. Tujuannya agar kepastian hukum hak atas tanah dapat terjamin.

15

Arsip Badan Pertanahan Nasional (kantor pertanahan Kabupaten

Situbondo)., op.cit., hal. 1.

16

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 90: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

69

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang menurut pasal 19 ayat 2 berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat (setifikat).17

Masyarakat translok merasa telah memiliki syarat-syarat administrasi

pendaftaran tanah dan telah diajukan. Dasar dari masyarakat translok untuk

mempertahankan hak tanahnya di translok adalah bahwa mereka telah mempunyai

peta bidang mengenai luas areal tanah translok seluas 57 Ha yang dikeluarkan

Kantor Bupati Tk II Situbondo Sub Direktorat Agraria. Dalam peta bidang yang

dikeluarkan kantor Direktorat Agraria tahun 1978 untuk Desa Wonorejo terlihat

bahwa wilayah pemukiman translok masuk kedalam Desa Wonorejo. Selain itu,

Penempatan mereka berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan oleh Pangdam

V/Brawijaya pada tanggal 30 Juni 1976 dan juga surat perintah penetapan tanggal

18 Oktober 1977. Dengan dasar penempatan yang telah diketahui oleh Bupati Tk

II Kabupaten Situbondo, Kantor Sub Direktorat Agraria, dan atas persetujuan

Menteri Dalam Negeri dengan nomor surat Btu. 2/395/2-76.

Dasar lainnya bagi masyarakat translok untuk tetap bermukim di wilayah

translok ialah, bahwa sebelum penempatan tanah tersebut merupakan tanah negara

yang berstatus bebas dan lokasi pemukiman ini sudah berbentuk ladang dan

persawahan yang digarap oleh masyarakat sekitar Desa Wonorejo atas persetujuan

dari oknum PPA, artinya sudah tidak berbentuk hutan lagi. Masyarakat translok

menganggap bahwa mereka bukan perambah hutan dan tidak dikatakan pemukim

liar.

17

Jhon Salindeho, 1987, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta :

Sinar Grafika , 1987), hal. 173.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 91: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

70

Dari segi peruntukannya Menteri Kehutanan dapat menetapkan kawasan

hutan yakni :

1. Wilayah ”yang berhutan” yang perlu dipertahankan “sebagai hutan tetap”.

2. Wilayah ”tidak berhutan” yang perlu “dihutankan kembali” dan

dipertahankan sebagai hutan tetap.

Hutan yang berada ”di dalam” kawasan hutan adalah “hutan tetap” dan

hutan yang berada “di luarnya” yang peruntukannya belum ditetapkan adalah

“hutan cadangan”. Sedangkan hutan yang ada “di luar” kawasan hutan dan bukan

cadangan, adalah “hutan lainnya”. Maka pengertiannya adalah bahwa suatu

areal/kawasan hutan tidak selamanya ada hutan diatasnya, yang dimaksudkan

dengan pohon-pohon atau lazimnya disebut tegakan dan atau nabati lainnya.18

Jelas bahwa kawasan translok berada di luar kawasan hutan sejak berakhirnya

kontrak perkebunan kapuk Bajulmati, areal translok sejak dulu merupakan areal

pertanian dan merepakan tegakan yang hanya terdiri dari tanaman jati.

Permasalahan sengketa tanah pemukiman translok terus berkelanjutan

bahkan semakin besar. Perang “urat saraf” antara masyarakat translok dan Balai

Taman Nasional Baluran tidak dapat dihindarkan. Setelah peresmian pada tahun

1980, pada tahun 1982 Balai Taman Nasional Baluran mulai menentukan batas-

batas wilayahnya. Penentuan batas-batas wilayah tersebut berdasarkan pemetaan

yang dilakuakan oleh dinas Kehutanan Tk II Kabupaten Situbondo, yang ditandai

dengan adanya patok-patok/tugu batas. Pemasangan patok batas yang dilakukan

Balai Taman Nasional Baluran tersebut tidak sesuai prosedur yang berlaku.

18

Ibid., hal. 214.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 92: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

71

Alasannya karena pada saat pemasangan patok tidak dilibatkan instansi yang

berwenang masalah pertanahan seperti kantor Sub Agraria Kabupaten Situbondo

ataupun aparatur Desa Wonorejo selaku pemangku wilayah Desa Wonorejo.19

Hal tersebut dikarenakan pada masa Pemerintahan Orde Baru pendekatan

pengelolaan sumberdaya hutan lebih cenderung pada Manajeman Hutan Berbasis

Negara (State Base Forest Management/SBFM). Pada era itu pengelolaan sumber

daya hutan bersifat sentralistik, berbagai kebijakan diputuskan oleh pemerintah

pusat dan pemerintah daerah sebagai representasi pemerintah pusat tinggal

melaksanakan juklak-juklak yang telah disusun tanpa harus

menginterpretasikannya lebih lanjut. Dinas-dinas kehutanan yang ada ditingkat

lokal seperti tingkat II Kabupaten hanya sebagai pelaksana kebijakan pemerintah

pusat.20

Akibat dari pemasang patok batas tersebut menimbulkan reaksi

ketidakpuasan dari masyarakat translok. Masyarakat translok menayakan hal ini

langsung kepada Balai Taman Nasional Baluran, namun pertemuan ini tidak

menemui jalan terang. Alasan dari Balai Taman Nasional Baluran ialah mereka

hanya menjalankan perintah pusat (Departemen Kehutanan). Akibat belum

terjawabnya masalah ini, menimbulkan reaksi keras dari masyarakat translok.

19

Wawancara denagan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

20

San Afri Awang, 2003, Politik Kehutanan Masyarakat, Yogyakarta:

Kreasi Wacana Yogyakarta, hal.174.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 93: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

72

Masyarakat translok mulai bersikap anarkis dengan menghancurkan secara diam-

diam patok-patok batas yang ada.21

Belum dikeluarkannya sertifikat tanah kawasan pemukiman translok

membuat masyarakat translok hidup dengan ketidakpastian mengenai status

hunian mereka. Oleh karna itu, pada tahun 1982 perwakilan masyarakat translok

kembali menanyakan mengenai kejelasan sertifikat tanah pada Gubernut Tk I

Jawa Timur U.p Kepala Direktorat Agraria. Perwakilan masyarakat translok

kembali membawa berkas-berkas pengajuan pendaftaran tanah yang disertai surat

pengantar dari Bupati Situbondo yang berisikan keterangan mengenai status tanah

translok. Namun hasil yang didapat masih sama saja berkas pengajuan tersebut

hanya menumpuk dan tidak terselesaikan.22

Alasan dari Kepala Direktorat Agraria

bahwa tanah pemukiman translok masih milik dinas kehutanan Tk II Kabupaten

Situbondo. Masyarakat translok menayakan alasan dari Dinas Kehutanan Tk II

Situbondo tetapi dinas kehutanan tingkat daerah tidak bisa memutuskan lebih

lanjut karena terganjal kebijakan pusat.

C. Usaha Pemerintah dan Militer Dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah

Tahun 1976-1987

Sengketa pertanahan menjadi persoalan yang harus segera dicarikan solusi,

penundaan penyelesaian akan berakibat pada lemahnya proses penegakan hukum

dan kondisi sosial yang semakin tidak menentu. Sengketa tanah kehutanan adalah

21

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

22

Wawancara dengan Hasto Sugiarto, pada tanggal 28 Mei 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 94: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

73

konflik yang melibatkan dua pihak yang saling mengklaim atas tanah antara

pemangku hak atas hutan dalam kasus ini Taman Nasional Baluran dan

masyarakat sekitar hutan. Berbagai sengketa pertanahan khususnya masalah

sengketa kehutanan dasebabkan oleh sejumlah ketimpangan dan ketidakselarasan.

Ketimpangan itu antara lain struktur kepemilikan tanah, ketimpangan dalam

penggunaan tanah, dan ketimpangan dalam persepsi serta konsepsi mengenai

kepemilikan tanah. Kasus yang dominan muncul di Indonesia ialah mengenai

penentuan Batas Hutan yang bersinggungan dengan pemukiman masyarakat

sekitar hutan.

Proses penyelesaian sengketa tanah pemukiman Transmigrasi Lokal TNI

AD Kodam V/Brawijaya melibatkan berbagai instansi pemerintah baik tingkat

pusat maupun daerah. Hal ini dikarenakan proyek pemukiman Transmigrasi Lokal

TNI AD Kodam V/Brawijaya merupakan program Pemerintah Orde Baru yang

melibatkan berbagai instansi dan bukan kehendak langsung dari masyarakat

translok.

Pemerintah khususnya pemerintah daerah baik Tk I dan II Dalam

menangani kasus sengketa lahan antara masyarakat translok dan Taman Nasional

Baluran sebenarnya telah bertindak cepat terlebih Kodam V Brawijaya selaku

penggagas dan yang menjalankan proyek translok TNI AD tentu saja

bertanggungjawab terhadap permasalahan masyarakat translok. Langkah-langkah

yang diambil Kodam V Brawijaya dan pemerintah daerah hanya sebatas mediator

dengan instansi-instansi Pemerintah pusat terkait dengan permasalahan ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 95: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

74

Pada tahun 1977 Kodam V Brawijaya lewat Ka Lurjadam (Kepala Penyalur

dan Penyedia Lapangan Kerja Kodam V Brawijaya) mensurati Dirjen Kehutanan

di Jakarta. Surat tersebut berisikan penjelasan menegenai status tanah Translok

TNI AD Kodam V/Brawijaya. Dijelaskan bahwa lokasi translok yang terletak di

Desa Wonorejo, merupakan kelanjutan Desa Wonorejo yang berstatus tanah

negara bebas dan telah dihuni sejak tahun 1950 seluas 205 Ha dan lokasi

pemukiman Wonorejo masih jauh dari hutan Suaka Margasatwa Baluran, berjarak

± 6 km. Dijelaskan pula menurut Kodam V Brawijaya bahwa Surat Keputusan

Menteri Pertanian dan Agraria No SK/11/1962 tanggal 16 Mei 1962 yang

menetapkan Labuhan Merak sebagai bagian dari wilayah Suaka Margasatwa

ditambah dengan COB I dan II maka lokasi pemukiman Translok TNI AD Kodam

V/Brawijaya di Desa Wonorejo masih berada sejauh 2 km dari batas hutan Suaka

Margasatwa dengan demikian jelas bahwa pemukiman Translok TNI AD berada

jauh di luar Suaka Margasatwa Baluran.23

Namun tindakan yang dilakukan

Kodam V Brawijaya belum membuahkan hasil dan surat itu tidak ada balasannya

dari Departemen Kehutanan.

Belum ditanggapinya surat yang pertama pada tahun 1977, pada tahun 1985

Kodam V Brawijaya kembali mengirimkan surat kepada Gubernur Jawa Timur.

Surat tersebut juga menerangkan perihal status tanah translok dan dampaknya

bagi masyarakat translok dan mohon diselesaikan oleh Gubernur dalam waktu

yang singkat. Selain itu, diusulkan kepada Gubernur Jawa Timur agar membentuk

23

Arsip Departemen Pertahanan Keamanan Mabes TNI AD, dengan

nomor surat K/1.41/V/1977, Pada Tanggal 12 Mei 1977, Tentang Pemukiman

Kodam VIII/Brawijaya di Luar Suaka Margasatwa Baluran, hal. 2. (koleksi

Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 96: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

75

team pengkaji permasalahan translok yang terdiri dari unsur-unsur Staf Gubernur

dan dinas jawatan yang ada kaitannya dengan masalah sengketa tanah serta

mengikutsertakan Kodam V Brawijaya sebagai penanggung jawab proyek

translok. Unsur-unsur dari Kodam V Brawijaya antara lain, Ka Kodam V

Brawijaya, Ka Lurjadam V Brawijaya, Dan Dim 0823 Situbondo.24

Usulan tersebut ternyata ditanggapi positif oleh Gubernur Jawa Timur.

Gubernur menjanjikan akan segera membentuk tim peneliti dan penyelesaian

status tanah proyek pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya dan juga

akan segera melakukan rapat dengan Bupati Situbondo yang juga ditunjuk sebagai

tim tersebut. Langkah berikutnya yang diambil Bupati Situbondo dalam

mensikapi permasalahan ini ialah mengadakan rapat guna mencari titik temu

permasalahan ini. Rapat tersebut dihadiri oleh Wakil Inspektorat Wilayah, Biro

Bina Pemerintahan, Biro Bina kependudukan dan Lingkungan Hidup pada kantor

Gubernur Kepala Daerah Tk I Jawa Timur, Kalurjadam V/Brawijaya, Pangdam

V/Brawijaya, DanDim 0823 Situbondo, Kepala Kantor Agraria Kab Situbondo,

Sekwilda Kabupaten Situbondo, dan Kepala Sub Balai Perlindungan Hutan dan

Pengawetan Alam Banyuwangi. Namun rapat tersebut belum menghasilkan apa-

apa, dikarnakan penyelesaian tanah untuk translok AD di Desa Wonorejo di tunda

hingga selesainya pemilihan umum tahun 1987 yang akan datang.25

24

Arsip Surat Kodam V Brawijaya kepada Gubernur Jawa Timur, pada

tanggal 13 April 1985, Perihal Masalah Tanah Prokimad Wonorejo Kec

Banyuputih, Kab Situbondo. Koleksi Pribadi Hermanus). 25

Arsip Surat Bupati Situbondo kepada Perwira ProyekTranslok TNI AD,

Pada tanggal 7 Januari 1986, Perihal Permohonan Hak Milik Atas Tanah Negara,

Di Desa Wonorejo, Untuk Lokasi Translok Angkatan Darat, hal 1. (Koleksi

Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 97: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

76

Akhirnya pada tanggal 22 November 1987, pembahasan mengenai rapat

yang tertunda akibat pemilu kembali dilanjutkan. Pada rapat lanjutan ini, instansi

yang menghadiri rapat bebeda dengan yang sebelumnya. Rapat lanjutan tersebut

dihadiri oleh: Ketua Bappeda Tingkat II Kabupaten Situbondo, Kasdim 0823

Situbondo, Kepala Kantor Sosial Politik, Kepala Kantor Agraria, Kepala Bagian

Pemerintahan, Kepala Taman Nasional Baluran, Asper Perhutani Asembagus,

Camat Kecamatan Banyuputih, Kepala Desa Sumberanyar, Kepala Desa

Wonorejo. dalam rapat tersebut dibahas kemungkinan adanya tanah

pengganti/tukar lokasi Prokimad (proyek pemukiman kembali TNI AD) Wonorejo

dengan tanah negara yang terletak di Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih

seluas ± 24,7 Ha. Namun masalah tanah negara sebagai penganti tersebut terdapat

perbedaan pendapat antara lain:

1. Menurut data-data yang ada pada Kantor Agraria merupakan tanah negara

bebas.

2. Versi lain menyebutkan bahwa menurut Taman Nasional Baluran sudah

merupakan kawasan Taman Nasional berasal dari kawasan kehutanan konsesi

tahun 1940.

Kemudian mengenai masalah tanah pengganti akan diteliti lebih lanjut baik itu

berasal dari tanah negara yang berada di Kabupaten Situbondo maupun dari tanah-

tanah lainnya.

Hasil lainnya dari rapat tersebut merumuskan beberapa poin penting sebagai

batu loncatan ke arah penyelesaian kasus sengketa tanah Translok TNI AD

Kodam V/Brawijaya, di antaranya :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 98: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

77

1. Semua pihak termasuk Taman Nasional Baluran maupun Perhutani setempat

(wilayah KPH Banyuwangi Utara) menyetujui kelangsungan adanya

Prokimad (Proyek Pemukiman Kembali TNI AD) di Desa Wonorejo,

Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo.

2. Proses penyelesaian penetapan lokasi translok menunggu keputusan pusat

(Mentri Kehutanan), bagi pihak-pihak yang terkait hendaknya mengusulkan

agar keputusan dimaksud dapat segera diterbitkan.

3. Apabila diperlukan penggantian tanah untuk keperluan tukar-menukar,

Pemerintah Daerah Tk II Situbondo selalu mendukung dan mengupayakan

agar tanah pengganti tersebut dapat direalisasikan.

Rapat tersebut juga mengeluarkan rekomendasi untuk Gubernur selaku Kepala

Daerah Tk I Jawa Timur untuk dapat meneruskan penyelesaian kasus ini kepada

Menteri Kehutanan cq. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian

Alam agar dapat memberikan persetujuannya terhadap lokasi Translok TNI AD

Kodam V/Brawijaya di Desa Wonorejo, karena dikwatirkan dapat berdampak

yang luas dan semakin lama semakin rumit.26

Setelah rapat tersebut, Kodam V/Brawijaya mengirimkan surat telegram

kepada Kodim Situbondo yang berisi instruksi agar Kodim Situbondo membantu

kelancaran proses penyelesaian status dan sertifikat tanah translok di Desa

Wonorejo dan mengadakan kordinasi lanjutan dengan aparat yang ada kaitannya

26

Arsip Surat Bupati Situbondo kepada Gubernur Jawa Timur Up Asisten

I Sekertaris Wilayah Jawa Timur Selaku ketua tim Peneliti dan Penyelesaian

Status Tanah Prokimad, tanggal 23 November 1987, Perihal Penyelesaian Status

dan Sertifikat Tanah Translok TNI AD. (koleksi Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 99: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

78

dengan permasalahan tersebut.27

Kodam V Brawijaya juga mengistruksikan agar

masyarakat translok menunggu proses penyelesaiaan tanah yang sedang diproses

setidaknya ada penjelasan lebih lanjut dari Gubernur Tk I Jawa Timur. Sebagai

seorang mantan anggota TNI sikap patuh dan taat terhadap perintah atasan masih

tetap terjaga walaupun timbul permasalahan akan status tanah mereka. Status

sebagai seorang pejuang angkatan 45 tidak serta merta membuat hidup mereka

setelah pensiun menjadi nyaman dan tentram, justru malah dihadapkan oleh suatu

permasalahan tanah yang rumit

Penyelesaian yang berjalah sangat lambat dan terkesan saling melepar

tanggung jawab antar tiap instansi pemerintah dikarnakan pemerintah pusat dan

daerah sangat berhati-hati dalam menyelesaikan kasus ini. Pemerintah daerah

selaku pemangku daerah yang seharusnya dapat dengan mudah menyelesaikan

permasalahan sengketa tanah ini justru menjadi pasif dan hanya sebagai

fasilitator, mereka lebih banyak menyerahkan permasalahan ini kepada

pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan dan Departemen Dalam

Negeri yang berhak menentukan kebijakan. Kasus sengketa ini pun tidak sempat

untuk dipublikasikan, dikarnakan besarnya pengaruh militer diera Orde Baru

turut mempengaruhi arah penyelesaian terhadap kasus sengketa tanah tersebut.

27

Arsip Surat telegram Pangdam V Brawijaya Kepada Dan Rem 083

Situbondo, tanggal 22 Oktober 1987, Tentang Membantu Proses Penyelesaian

Masalah Prokimad TNI AD. (Koleksi Pribadi Masyarakat translok).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 100: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

79

BAB IV

PERKEMBANGAN SENGKETA TANAH PEMUKIMAN

TRANSMIGRASI LOKAL TNI AD KODAM V BRAWIJAYA

TAHUN 1988-2006

A. Perkembangan Sengketa Tanah Pemukiman Translok TNI AD

Kodam V/Brawijaya antara Taman Nasional Baluran dan

Masyarakat Translok Tahun 1988-2006

Dalam perkembangannya Taman Nasional Baluran terus memperbarui

pemetaan wilayah konservasi, hal ini dilakukan untuk lebih mempermudah dalam

pengelolaanya Balai Taman Nasional Baluran (BTNB). Pembahuruan wilayah

tersebut sebagai dasar hukum legitimasinya termasuk terhadap kawasan

bersengketa seperti pemukiman translok. Terdapat perubahan peta wilayah yang

dikeluarkan Taman Nasional Baluran antara lain :

1. Peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan nomor : 279/Kpts-VI/1997

tanggal 23 Mei 1997.

2. Peta Hasil Rekontruksi Batas Kawasan Taman Nasional Baluran bulan Juli

1997.

3. Peta lampiran Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan

Konservasi Alam Nomor : 187/Kpts/DJ-VI/1999 tanggal 13 Desember 1999.

Perubahan tata kelola lainnya dapat terlihat dari pembentukan sistem zonasi

pada tanggal 13 Desember 1999 dalam kawasan Baluran. Wilayah Taman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 101: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

80

Nasional Baluran yang cukup luas dengan luas 25.000 Ha, untuk itu diperlukan

pembagian-pembagian kawasan menurut jenis dan peruntukannya. Sistem zonasi

tersebut berfungsi sebagai pembeda perlakuaan terhadap kawasan-kawasan

Taman Nasional Baluran. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal

Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor : 51/Kpts/DJ-VI/1999 Taman

Nasional Baluran terbagi menjadi 5 kawasan zona antara lain, Zona Inti seluas ±

12.000 Ha, Zona Rimba seluas ± 5637 Ha, Zona Pemanfaatan Intensif seluas ±

800 Ha, Zona Pemanfaatan Khusus seluas ± 5780 Ha, dan Zona Rehabilitasi

seluas ± 783 Ha.1 Berdasarkan pembagian zona tersebut kawasan pemukiman

Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya masuk pada Zona Rimba.

Menurut peruntukannya Zona Rimba merupakan kawasan/zona yang ditujukan

bagi kepentingan konservasi yang masih berbentuk hutan dan secara terbatas

untuk kepentingan rekreasi. Pengasawan di dalam Zona Rimba juga sudah

diperketat, setiap orang untuk masuk ke sana harus dengan pengawalan petugas

Taman Nasional Baluran.2

Dengan melihat realita yang ada, maka kawasan translok dianggap tidak

relevan untuk dikelompokkan ke dalam Zona Rimba. Balai Taman Nasional

Baluran menganggap bahwa kawasan translok telah menjadi kawasan hutan yang

rusak akibat dari perambahan yang dilakukan oleh manusia.

1 Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam Taman Nasional Baluran, Review Rencana Pengelolaan Taman

Nasional Baluran, (Banyuwangi: tidak diterbitkan, 1995), hal. 15.

2 Arsip Risalah Penggunaan sebagian Kawasan Suaka Margasatwa Taman

Nasional Baluran Sebagai Lokasi Proyek Pemukiman (Transmigrasi Lokal) TNI

Angkatan Darat., Loc.cit.,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 102: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

81

Tabel 5

Data Kerusakan Hutan Akibat Perambahan Tahun 1996-2000

No Jenis/Gangguan Lokasi Frekuensi (Ha)

1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999 2000

1 Penyerobotan

Lahan/Perladangan

Liar

Tanah

Gentong

22 22 22,33 22,33 22,33

2 Pemukiman Liar Translok

AD/Pandean

57 57 57 57 57

3 Tumpang Tindih

Penggunaan Lahan

HGU.PT

Gunung

Gumitir

363 363 363 363 363

4 Pengembalaan Liar

(Ternak Sapi)

Karang

Tekok

2200-2500 2200-2500 3450 3450 3450

Sumber : Data Statistik Balai Taman Nasional Baluran, tahun 2000, halaman 24.

Dari tabel di atas terlihat bahwa beberapa kasus penyalahgunaan tanah

kawasan Taman Nasional Baluran. Dari data tersebut disebutkan pemukiman

translok yang berada di Dusun Pandean, Desa Wonorejo dimasukkan ke dalam

pemukiman liar yang ada di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Baluran.

Taman Nasional menganggap bahwa masyarakat translok telah melakukan

tindakan penyerobotan atas lahan Taman Nasional Baluran dengan membangun

pemukiman. Selain Pemukiman Translok, Taman Nasional Baluran juga

mengalami permasalahan tanah yang di akibatkan tumpang tindih wewenang dan

juga peruntukan terhadap status wilayah konservasi seperti contohnya, Tanah

Gentong (Blok Gentong) yang digunakan sebagai daerah tempat mengembala

hewan ternak seperti sapi dan kerbau milik Marinir AL yang dikelola oleh

masyarakat sekitar Taman Nasional Baluran dengan sistem bagi hasil dengan

Marinir AL. Selain itu permasalahan tanah di dalam Taman Nasional Baluran

disebabkan oleh pengunaan Tanah bekas HGU PT Gunung Gumitir yang setelah

habis kontraknya, lalu dijadikan pemukiman liar di dalam kawasan konservasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 103: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

82

oleh bekas karyawan PT Gunung Gumitir.3 Akibat dari penyerobotan beberapa

lahan tersebut, berdapak pada berkurangnya luas wilayah konservasi Taman

Nasional Baluran.

Berdasarkan pembaharuan pemetaan wilayah, Taman Nasional Baluran

kembali memasang patok-patok batas yang baru. Pemasangan patok-patok

tersebut juga tidak berdasarkan prosedur yang ada tanpa melibatkan BPN (Badan

Pertanahan Nasional) selaku instansi pemerintah yang mengurusi masalah

pertanahan dan juga aparatur Desa Wonorejo. pemasangan patok-patok tersebut

justru melibatkan mahasiswa-mahasiswa dari IPB dengan alasan menjalankan

tugas praktek lapangan. Selain tanpa keterlibatan instansi lain pemasangan patok

tersebut juga tidak berdasarkan pemasangan patok yang lama pada tahun 1982

dan patok yang dikeluarkan oleh Kantor Agraria Kabupaten Situbondo, tetapi

pemasangan tersebut telah bergeser sejauh ±1 meter ke dalam pemukiman

translok. Hal tersebut dikarnakan perubahan pemetaan wilayah Taman Nasional

Baluran. Pada proses pemasangan patok pun sempat terjadi kesalahpahaman

antara masyarakat translok dengan petugas taman nasional baluran, karena

pemasangan patok tersebut tidak pada tempat seharusnya seperti pinggir jalan

ataupun pinggir sawah, tetapi pemasangan patok tersebut ada yang ditempatkan

ditengah jalan yang menghubungkan translok barat dengan Desa Wonorejo.

Alasannya karena sesuai dengan berita acara pemasangan tapal batas kehutanan.

Akhirnya dengan musyawarah yang dilakukan antara masyarakat translok dengan

3 Wawancara dengan Siswanto, pada tanggal 28 Juli 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 104: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

83

BTNB, permasalahan ini dapat diselesaikan dan salah satu patok tersebut bergeser

ke tepi jalan, tetapi tidak merubah patok-patok yang lain.4

Tindakan yang dilakukan BTNB tesebut, menimbulkan reaksi dari

masyarakat translok. Dengan adanya tindakan tersebut semakin memunculkan

rasa memiliki terhadap tanah yang mereka tempati. Buktinya ialah masyarakat

translok melalui kepala lingkungannya juga memasang papan nama Transmigrasi

Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya pada batas luar pemukiman translok dengan

Desa Wonorejo. Alasan dari pemasangan papan nama tersebut ialah sebagai

penanda keberadaan pemukiman translok. Papan nama ini nantinya akan dicabut

masyarakat translok bila kawasan translok telah masuk ke dalam wilayah Desa

Wonorejo secara sah yang artinya telah tersertifikat.5

Pada tahun 2005 terjadi perubahan sistem zonasi yang ada di dalam

kawasan Taman Nasional Baluran. Perubahan tersebut karena adanya tuntutan

perkembangan pengelolaan, dinamika kondisi sosial budaya masyarakat serta

perubahan kondisi fisik dan biotis kawasan menjadikan sistem zonasi yang ada

tidak dapat lagi digunakan sebagai dasar pengelolaan yang efektif. Beberapa

contoh perubahan kondisi fisik dan biotis di lapangan sehingga tidak sesuai lagi

dengan sistem zonasi yang ada meliputi:

1. Adanya pemanfaatan Zona Rimba yang tidak sesuai dengan ketentuan antara

lain: pembangunan Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah II

karangtekok, pemanfaatan tanah gentong seluas ± 22 Ha sebagai lahan

4 Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

5 Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 105: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

84

bercocok tanam masyarakat, Pemukiman Translok Angkatan Darat seluas 57

Ha, serta pemanfaatan beberapa blok savana sebagai tempat pengembalaan

ternak oleh masyarakat sekitar kawasan.

2. Adanya kegiatan ritual budaya masyarakat dalam Zona Rimba yang selama

ini belum diakomodir oleh zona yang sesuai dengan peruntukannya.

3. Pengelolaan Zona Pemanfaatan Khusus yang selama ini tidak sesuai dengan

ketentuan akibat adanya konflik kepentingan Perum Perhutani yang

berorientasi produksi dengan Taman Nasional yang berorientasi konservasi.

Akhirnya setelah adanya pengkajian ulang mengenai sistem Zonasi yang

ada maka terjadi perubahan nama dan luas wilayah Zonasi diantaranya : Zona Inti

10.084,63 Ha, Zona Rimba 7.052,61 Ha, Zona Perlindungan Bahari 2.344,79 Ha,

Zona Pemanfaatan 915,70 Ha, Zona Rehabilitasi 3.191,75 Ha, Zona Budaya 4,39

Ha, dan Zona Khusus 5.279,10 Ha. Dalam perubahan sistem Zonasi tersebut

kawasan pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya masuk ke dalam

Zona Rehabilitasi. Zona Rehabilitasi merupakan kawasan konservasi yang hampir

rusak dan maupun yang telah rusak maka perlu untuk diperbaiki atau ditata ulang

(penghijauan kembali).6

Ditetapkannya kawasan pemukiman translok masuk ke dalam kawasan

Zona Rehabilitasi membuat perlunya perlakuan khusus untuk menangani kawasan

tersebut. Penanganan yang dilakukan Balai Taman Nasional memang belum pada

tahap penghijauan kembali areal translok, tetapi upaya tersebut sudah mulai

dilakukan. Salah satunya ialah pemasangan plang nama dan tarif masuk kawasan

6Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam Taman Nasional Baluran., op.cit., hal. 17.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 106: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

85

Taman Nasional Baluran pada batas luar pemukiman translok dengan Desa

Wonorejo yang berbatasan langsung dengan pantai Pandean. Alasan dari Taman

Nasional Baluran sendiri ialah sebagai penanda kawasan Taman Nasional dengan

daerah luar. Selain itu, pembangunan menara pengawas dan kantor Resort

Perengan pada bibir pantai Pandean yang berbatasan dan menghadap langsung ke

arah pemukiman translok. Alasan dari pembangunan ini karena banyak pencurian

Sumber Daya Alam Taman Nasional yang lewat dari Pantai Pandean.7

Tindakan yang dilakukan BTNB tersebut justru membuat konflik yang

terjadi semakin besar. Dengan dalih banyaknya sumberdaya hutan yang hilang di

wilayah yang berbatasan langsung dengan pemukiman translok maka pihak

BTNB dengan leluasa membangun bangunan-bangunan pengawas di lingkungan

pemukiman translok. Keberadaan bangunan pengawas tersebut tidak difungsikan

sebagai mana mestinya, bangunan pengawas tersebut umumnya kosong tanpa ada

petugas Taman Nasional yang berjaga, keterbatasan personil yang ada di lapangan

menjadi alasan Taman Nasional Baluran dalam menyikapi hal tersebut.

Alasan lain mengenai tindakan yang dilakukan Taman Nasional Baluran

terhadap wilayah pemukiman translok ialah karena dasar kebijakan yang diambil

pimpinan Balai Taman Nasional Baluran bersumber pada Departemen Kehutanan

di Jakarta. Pemerintah daerah tidak dapat “menolak” kehendak pusat, karena

dianggap tidak strategis melawan kehendak penguasa Jakarta. Hingga sejak tahun

1990-an pemerintahan Indonesia mulai memuai konflik-konflik yang ada di dalam

7 Wawancara Siswanto, pada tanggal 28 Juli 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 107: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

86

Taman Nasional yang paling dominan tentang penetapan tata batas Taman

Nasional. 8

Sebenarnya masyarakat translok telah memprotes tindakan Taman Nasional

Baluran yang tidak sesuai prosedur yang ada, karena tanpa melibatkan instansi

terkait pada saat pelaksanaan pembangunan namun protes ini tidak ditanggapi

secara serius. Bentuk protes tersebut bermacam-macam mulai dari tindakan legal

yaitu menayakan langsung kepada pihak Taman Nasional Baluran hingga

tindakan ilegal yaitu memindahkan plang-plang nama Taman Nasional Baluran di

sekitar pemukiman translok keluar dari wilayah pemukiman.9

Kebijakan lain yang diterapkan Balai Taman Nasional Baluran terhadap

kawasan Pemukiman Translok ialah dengan tidak memasukkan kawasan translok

ke dalam daerah penyangga hutan Taman Nasional. Wilayah translok yang secara

geografis berdekatan dengan Taman Nasional Baluran seharusnya dijadikan

daerah penyangga seperti Desa Wonorejo. Taman Nasional Baluran menganggap

bahwa wilayah translok merupakan wilayah konservasi yang seharusnya tidak ada

aktivitas manusia di dalamnya terlebih pemukiman penduduk. Pada tahun 1996

dilaksanakan untuk pertama kali program Pembinaan Daerah Penyangga kepada

masyarakat Desa Wonorejo,10

dengan menyalurkan beberapa hewan ternak untuk

8 San Afri Awang., op. cit., hal.175.

9Data Diolah dari hasil wawancara Dengan Suwarno, Sutrisno dan

Sulaisah, pada tanggal 28 Mei 2012.

10

Pembinaan daerah penyangga merupakan serangkaian kegiatan dan

upaya yang dilakukan di daerah penyangga guna menciptakan sumber kehidupan

yang lebih baik sehinnga mampu mendukung pelestarian kawasan hutan agar

penggelolaannya dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Restu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 108: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

87

dibudidayakan. Program ini terus berjalan setiap dua tahun dengan bantuan yang

beragam jenisnya. Karena tidak dimasukan ke dalam daerah penyangga maka

pemukiman translok tidak mendapatkan bantuan apapun dari Taman Nasional

Baluran. Masyarakat translok menganggap bahwa pemberian bantuan tersebut

merupakan salah satu tindakan provokatif yang dilakukan Taman Nasioanal

Baluran, karena membeda-bedakan seseorang yang meneriman bantuan,

seharusnya Balai Taman Nasional Baluran tidak melihat status kawasannya tetapi

masarakat yang mendiami daerah tersebut.11

B. Proses Penyelesaian Yang Dilakukan Pemerintah dan Balai Taman

Nasional Baluran Tahun 1988-2006

1. Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo

Setelah pertemuan antar setiap instansi yang membahas penyelesaian

permasalahan sengketa tanah pemukiman translok tahun 1987, belum ada

tindakan lebih lanjut dalam hal penyelesaian tanah tersebut. Masyarakat translok

masih terus menunggu kepastian akan status tanah mereka yang tidak kunjung

datang. Persoalan tersebut kembali mentah tanpa ada hasil yang memuaskan

untuk kedua belah pihak.

Namun, masyarakat translok yang tidak ingin nasibnya terus terkatung-

katung, akhirnya pada tahun 1991 kembali menanyakan status tanah mereka

Widhastri, Pengaruh Kegiatan Daerah Penyangga Di Desa Wonorejo Terhadap

Pengelolaan Taman Nasional Baluran , (Laporan Magang CPNS Formasi 2005),

Departemen Kehutanan Balai Taman Nasioal Baluran, 2006, hal.8.

11

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 109: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

88

kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Kantor Pertanahan Kabupaten

Situbondo. Dengan diresmikannya Badan Pertanahan Nasional (sebelumya

bernama Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten Situbondo) Melalui Keppres

26 tahun 1988, maka diharapakan penanganan masalah-masalah pertanahan akan

semakin tegas.12

Gebrakan awal kehadiran BPN Kabupaten Situbondo dalam

menyelesaikan masalah sengketa tanah ini ialah dengan melakukan pendataan

terhadap permasalahan yang terjadi dengan memasukanya dalam permasalahan

tanah yang berkembang (strategis) di Kabupaten Situbondo dan melakukan

pemetaan ranah penyelesaian kasus tersebut.13

Dalam hal memproses pengajuan

sertifikat tanah oleh masyarakat translok, BPN Provinsi Jawa Timur belum bisa

melaksanakannya karena masih terganjal dengan status tanah yang masih di dalam

kawasan Taman Nasional Baluran.

Proses penyelesaian sengketa tanah pemukiman Translok TNI AD Kodam

V/Brawijaya kemudian kembali tertunda akibat adanya peristiwa nasional pada

tanggal 13-15 Mei 1998 yaitu demo besar-besaran yang dilakukan masyarakat dan

mahasiswa menuntut lengsernya Orde Baru, perbaikan hukum dan kesejahteraan

masyarakat Indonesia. Sejak lengsernya rezim Orde Baru turut mempengaruhi

proses penyelesaian masalah sengketa tanah ini. Peran militer yang berkuasa di

era Orde Baru sangat mendominasi pemerintahan baik pusat maupun daerah,

setelah adanya era reformasi terjadi reorganisasi dalam tubuh militer dan

12

A.P.Parlindungan, “Politik dan Hukum Agraria di Zaman Orde Baru”

dalam Arselan Harahap (ed)., (Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1986).

13

Arsip surat Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kabupaten

Situbondo, Permasalahan Tanah Yang Berkembang (Strategis) di Kabupaten

Situbondo, hal. 1. (Arsip Koleksi Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 110: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

89

akibatnya pemerintahan militer digantikan atau dikembalikan kepada

pemerintahan sipil.14

Keadaan ini juga berpengaruh terhadap proses penyelesaian

permasalahan sengketa tanah pemukiman translok. Fungsi dan peranan militer

mulai digantikan dengan pemerintahan sipil baik tingkat daerah maupun pusat.

Alsannya karena stigma negatif masyarakat luas terhadap militer pasca runtuhnya

kekuasaan Orde Baru, militer dianggap banyak memunculkan permasalahan

tanah atau merebut tanah untuk dijadikan kepentingan kesatuannya seperti

perumahan anggota, tempat latihan ataupun diperuntukan sebagai lahan produksi

yang diperuntukan sebagai kas kesatuannya.

Pada tahun 2000 Bupati Situbondo mengirimkan surat kepada Menteri

Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional

perihal penyelesaian tanah lokasi Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya. Surat

tersebut berisikan penjelasan mengenai kondisi terkini kawasan pemukiman

translok diantaranya: Luas Tanah, Dasar Penetapan para pemukim (purnawirawan

TNI AD), proses pengajuan terakhir masyarakat translok pada tahun 1978 dan

penjelasan mengenai beberapa kejadian atau peristiwa yang telah dilaksanakan

dalam rangka penyelesaian kasus tanah pemukiman translok, maksud dari Bupati

Situbondo dalam surat tersebut ialah menerangkan kembali bahwa masih ada

14

Syah Djohan Darwis, Stragi Pemukiman ABRI Di Dalam Transtannas

dan Desa Sapta Marga Sebagai Dampak Positif Untuk Mempertahankan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, (Jakarta: PUSLITBANG Departemen

Transmigrasi, 1986), hal. 56.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 111: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

90

kasus tanah yang terjadi antara pihak kehutanan dengan masyarakat sekitar di

dalam wilayah Kabupaten Situbondo yang harus segera diselesaikan.15

Belum adanya tanggapan atau jawaban terhadap permasalahan sengketa

tanah di pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya dari pihak terkait,

Pada tanggal 12 september 2001 Bupati Situbondo lalu melayangkan kembali

surat yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Inti dari surat

tersebut berisikan sama dengan surat sebelumnya yang dikirimkan pada tahun

2000. Dalam surat ini Bupati Situbondo juga mempertegas instansi terkait

permasalahan ini agar lebih serius dalam memproses penyelesaian kasus sengketa

tanah yang terjadi di pemukiman translok, surat tersebut berisikan apabila dalam

kurun waktu 6 bulan sejak surat ini diterbitkan tidak ada jawaban atau tanggapan,

maka Pemerintah Daerah Situbondo menganggap bahwa instansi tersebut telah

menyetujui adanya pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya di Desa

Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur.

Setelah itu, Bupati Situbondo akan memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten Situbondo untuk merealisasi penerbitan sertifikat Hak Milik terhadap

permohonan Hak Milik serta status kepemilikan para warga lokasi proyek

pemukiman (Prokimad) Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya.16

Adanya bentuk

15

Arsip Surat Bupati Situbondo Kepada Menteri Kehutanan, Menteri

Dalam Negeri, Perihal Penyelesaian Tanah Lokasi Proyek Pemukiman Translok

AD, pada tanggal 20 Juli 2000, tentang Penyelesaian tanah Lokasi Proyek

Pemukiman Translok TNI-AD. (Koleksi Pribadi Hermanus). 16

Arsip Surat Bupati Situbondo Kepada Menteri Kehutanan dan

Perkebunan , Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, pada tanggal 12 September 2001,

tentang Penyelesaian tanah Lokasi Proyek Pemukiman Translok TNI-AD.

(Koleksi Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 112: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

91

surat tersebut dikarnakan Bupati Situbondo merasa masih memiliki tanggungan

permasalahan tanah yang harus di selesaikan sebelum masa jabatannya habis.

Selain itu, masyarakat wilayah yang bersengketa telah menunggu kepastian

hukum atas tanahnya selama 24 tahun, sehingga menimbulkan keresahan.

Surat tersebut akhirnya mendapatkan tanggapan dari Menteri Kehutanan,

Menteri Kehutanan kemudian mengeluarkan beberapa poin penyelesaian masalah

sengketa tanah di pemukiman translok, di antaranya sebagai berikut:

a. Untuk menyelesaikan pemukiman Translok TNI AD Kodam V Brawijaya di

dalam kawasan hutan Taman Nasional Baluran, diperlukan penelitian

terpadu.

b. Tim penelitian dimaksud pada butir 1 akan segera melakukan kegiatannya

untuk segera melaksanakan kegiatannya untuk melakukan analisis kondisi

ekologi, ekonomi dan sosial Taman Nasional Baluran dengan adanya proyek

pemukiman translok tersebut.

c. Sebelum tim terpadu tersebut menyelesaikan tugasnya kami minta agar

saudara tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada upaya

penerbitan sertifikat Hak Milik atas areal pemukiman Translok TNI AD

Kodam V Brawijaya tersebut.

Tim peneliti tersebut terdiri dari Ketua Tim (Direktur Konservasi Kawasan),

Anggota Tim (Kantor KLH, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Dirjen PHKA, Biro

Hukum dan Organisasi Sekjen Dephut, Badan Litbang Kehutanan, Dinas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 113: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

92

Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Pemda Kabupaten Situbondo).17

Pembentukan

tim penelitian tersebut berdasarkan UU No 41 Pasal 19. Dalam UU tersebut

disebutkan bahwa :

a. perubahan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan dengan didasarkan pada hasil

penelitian terpadu.

b. Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagai mana dimaksud pada ayat (1)

yang berdampak penting serta cakupannya luas dan serta bernilai strategis,

ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

c. Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan

perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.18

Belum adanya jawaban atas permasalahan sengketa tanah pemukiman

Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya, membuat masyarakat translok

kembali menempuh menanyakan status tanahnya. Penyelesaian yang dilakukan

oleh masyarakat translok lebih bersifat non formal. Penyelesaian dengan jalur non

formal dilakukan dengan adanya musyawarah untuk mencapai mufakat. Pada

tahun 2002 masyarakat translok berinisiatif untuk menemui langsung Bupati

Situbondo tanpa perantara siapapun, dengan meminta surat pengantar dari kepala

17

Arsip surat Menteri Kehutanan Kepada Bupati Situbondo, pada tanggal

20 Februari 2002, tentang Penyelesaian tanah Lokasi Proyek Pemukiman

Translok TNI-AD. (Koleksi Pribadi Hermanus).

18

Wahyudi, Formasi dan Sturuktur Gerakan Sosial Petani (Studi Kasus

Reklaming/Penjarahan Atas Tanah PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang

Selatan).(Malang : UMM Press, 2005),. Hal,.167.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 114: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

93

desa, masyarakat translok dapat menemui langsung Bupati Situbondo di Pendopo

Rumah Dinasnya.19

Setelah mendengar aspirasi dari masyarakat translok, pada tanggal 4 Maret

2002 Bupati Situbondo kembali mengeluarkan surat kepada Menteri Kehutanan

yang berkaitan dengan rencana Bupati Situbondo untuk segera merealisasikan

pembuatan sertifikat tanah untuk masyarakat translok dalam kurun waktu 3 bulan

setelah surat ini dikeluarkan. Surat ini dikeluarkan akibat belum ada hasil yang

nyata dari proses penyelesaian yang dilakuakan tim terpadu peneliti bentukan dari

Departemen Kehutanan.20

Setelah adanya otonomi daerah Tingkat II tahun 1999, segala kebijakan

mengenai tata kelola Kabupaten/Kota diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah

Daerah (Bupati/Walikota). Sedangkan peranan pusat hanya sebagai kontrol dan

dasar penentu arah kebijakan daerah dalam menyusun pembangunan nasional.

Dalam hal memutuskan masalah sengketa tanah pemukiman translok Bupati

Situbondo dapat segera menyelesaikan permasalahan ini dengan segera

menerbitkan sertifikat tanah kepada masyarakat translok. Sesuai dengan peraturan

menteri dalam negeri no. 6 tahun 1972 yang mengatur pelimpahan wewenang

pemberian hak atas tanah kepada Gubernur/Bupati/Walikota Kepala Daerah dan

19

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

20

Arsip Surat Bupati Situbondo Kepada Menteri Kehutanan, pada tanggal

4 Maret 2002, tentang Penyelesaian tanah Lokasi Proyek Pemukiman Translok

TNI-AD. Koleksi Pribadi Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 115: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

94

Kepala Kecamatan dalam kedudukan dan fungsinya sebagai Wakil Pemerintah.21

Bupati Situbondo dalam hal ini dapat memberi keputusan mengenai permohonan

ijin untuk memproses Hak Milik.22

Namun, dalam permasalahan tanah di

pemukiman Translok Kodam V/Brawijaya, Bupati Situbondo tetap harus terlebih

dahulu berkordinasi dengan Departemen Kehutanan yang secara yuridis sah atas

tanah pemukiman translok.

Dengan adanya surat tersebut munculah keputusan Menteri Kehutanan atas

dasar hasil penelitian dari tim terpadu penyelesaian masalah sengketa tanah

pemukiman translok. Keputusan tersebut tertulis dalam surat balasan Menteri

Kehutanan kepada Bupati Situbondo dengan nomor surat 295/Menhut-VII/2003,

pada tanggal 12 Mei 2003. Surat tersebut berisikan keputusan antara lain :

a. Tuntutan masyarakat untuk pensertifikatan tanah pemukiman di areal

Translok TNI AD di Desa Wonorejo, Kabupaten Situbondo tidak dapat kami

kabulkan mengingat areal pemukiman dan lahan garapan usaha tani di lokasi

Translok TNI AD di dapat dipisahkan dari kesatuan ekosistem kawasan

Taman Nasional Baluran.

b. Keberadaan para pemukim dan aktifitas usaha tani di kawasan secara aspek

legalitas telah menyalahi ketentuan peraturan perundangan yang ada. Untuk

itu para pemukim dan aktifitas taninya secara bertahap hendaknya dihentikan

dan dipindahkan ke lokasi lain.

21

Sudargon Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria,

(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1990), hal. 74

22

Ibid., hal. 76.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 116: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

95

c. Bekas lokasi pemukiman dan lahan garapan taninya secara bertahap akan

direhabilitasi ke fungsi semula sebagai kawasan Taman Nasional Baluran.23

Keputusan ini sebenarnya hampir sama dengan keputusan awal Departemen

Kehutanan dalam hal ini Balai Taman Nasional Baluran yang tidak menghendaki

adanya pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya di Desa Wonorejo

yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Baluran, hanya dalam surat ini

disebutkan bahwa para pemukim (purnawiran) translok beserta aktifitas taninya

akan segera dipindahkan atau direlokasikan ke kawasan lain di luar kawasan

Taman Nasional Baluran.

Setelah surat ini dikeluarkan semestinya sudah ada esekusi atas tanah atau

pencabutan hak atas tanah24

. Menurut UU no.20/1961 dan pasal 18, pencabutan

hak atas tanah hanya boleh dilakukan :

a. Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa, negara serta

kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula dengan kepentingan

pembangunan.

b. Memberi ganti rugi yang layak kepada pemegang hak.

c. Dilakukan menurut cara yang diatur menurut undang-undang.

23

Arsip Surat Menteri Kehutanan RI Kepada Bupati Situbondo, pada

tanggal 12 Mei 2003, tentang Penyelesaian Tanah Lokasi Proyek Pemukiman

Translok TNI AD di Situbondo Jawa Timur. (Arsip Koleksi Pribadi Hermanus).

24

Pencabutan hak menurut UUPA adalah pengambilan tanah

kepunyaansesuatu pihak oleh negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas

itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai

dalam memenuhi suatu kewajiban hukum. Efendi Perangin, Hukum Agraria di

Indonesia, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 1994)., hal. 38.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 117: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

96

d. Pemindahan hak menurut cara biasa tidak mungkin lagi dilakukan (misalnya

jual beli atau pembebasan hak).

e. Tidak mungkin memperoleh tanah ditempat lain untuk keperluan tersebut.25

Namun pencabutan hak tersebut tidak pernah direalisasikan oleh Dinas

Kehutanan kabupaten Situbondo ataupun Balai Taman Nasional Baluran. Alasan

dari BTNB karena belum turunnya surat keputusan dari pusat dalam hal ini

Departemen Kehutanan Jakarta, selain itu Departemen Kehutanan juga belum

menentukan areal relokasi bagi masyarakat translok.26

Setelah dikeluarkan surat Menteri Kehutanan tersebut tidak ada tindakan

apapun dari Bupati Situbondo, masyarakat translok pun masih menempati lahan

pemukiman translok tanpa adanya status yang jelas. Langkah-langkah

penyelesaian yang dilakukan masyarakat translok pun hanya sebatas musyawarah

di tingkat Balai Desa dengan meminta dukungan lewat apratur Pemerintahan

Desa. Kepala Desa akhirnya merekomendasikan untuk melaporkan permasalahan

tanah ini kepada DPRD tingkat II Situbondo. Akhirnya pada tahun 2005 aspirasi

masyarakat translok ini pun ditindaklanjuti oleh DPRD Kabupaten Situbondo

khususnya komisi A untuk menggelar rapat kerja dengan berbagai instansi terkait

permasalahan di pemukiman translok yang dihadiri oleh: DANDIM Situbondo,

BTN, BTNB, dan bagian hukum dengan warga translok Desa Wonorejo,

Kecamatan Banyuputih. Rapat yang diselenggarakan selama 2 jam tersebut juga

tidak membuahkan hasil. Belum adanya kesepakatan antara masyarakat dengan

25

Ibid., hal. 39.

26

Wawancara dengan siswanto, pada tanggal 28 Juli 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 118: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

97

instansi terkait khususnya BTNB membuat permasalahan ini akan segera

ditindaklanjuti kembali.27

Setelah rapat tersebut DPRD tingkat II Situbondo membawa permasalahan

tanah pemukiman Translok TNI AD Kodam V/Brawijaya ini ke Komisi I DPR

Pusat yang mengurusi berbagai permasalahan tanah di Indonesia. Namun

kenyataannya berkas permasalahan tanah di translok tersebut hanya menumpuk

dan tidak ada tindak lanjut berikutnya.28

Pada tahun yang sama Dirjen Perlindungan Hutan dan pelestarian Alam

(PHKA) Departemen Kehutanan datang ke lokasi pemukiman translok. Setelah

melihat langsung lokasi tersebut, lalu mengadakan pembicaraan dengan

masyarakat translok dengan dihadiri oleh Kepala Desa Wonorejo dan Kepala

Balai Taman Nasional Baluran. Pembicaraan tersebut mengarah kepada

keputusan yaitu Departemen Kehutanan memberikan Hak Pakai kepada

masyarakat translok.29

Hak pakai tersebut (menurut UUPA pasal 41 ayat 1) berarti masyarkat

translok dapat “menggunakan” dan atau “memunggut hasil dari tanah”30

yang

langsung dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang

27

Arsip Berita Acara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Situbondo, pada tanggal 27 April 2005, tentang Rapat kerja Komisi A DPRD

Situbondo dalam pembahasan sengketa tanah Translok TNI AD di Desa

Wonorejo, Jecamatan Banyuputih. (Arsip Koleksi Pribadi Masyarakat Translok).

28

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

29

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

30

Kata “menggunakan” berarti tanah bangunan, sedangkan “memungut

hasil “ menunjuk pada tanah pertanian. Effendi Perangin., op.cit., hal. 286.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 119: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

98

memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan

pemberiannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnnya, yang bukan

perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah segala sesuatu asal

tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan undang-undang agraria.31

Berdasarkan keputusan tersebut masyarakat translok menolaknya dengan alasan

bahwa jika mereka menerima pemberian tersebut, masyarakat translok secara

tidak langsung mengakui tanah yang mereka tempati adaalah milik pihak

kehutanan (BTNB). Selain itu, masyarakat translok menyadari bahwa Hak Pakai

ini merupakan tanah Negara dan apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh Negara

maka mereka harus siap untuk direlokasi.32

Karena berdasarkan ciri-ciri Hak

Pakai dalam tinjauan berbagai pasal UUPA adalah sebagai berikut :

a. Hak pakai tujuan penggunaannya bersifat sementara. Oleh karna itu umur

Hak Pakai diberikan dengan jangka waktu 10 tahun. Seringkali jangka waktu

ini tidak bisa langsung ditentukan karena menunggu keputusan mengenai

permohonan untuk menguasai tanah dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha atau

Hak Guna Bangunan.

b. Dengan didaftarkannya Hak Pakai yang diberikan oleh pemerintah (Peraturan

Menteri Agraria no. 1 tahun 1966), maka hak tersebut menjadi mudah

dipertahankan terhadap gangguan pihak lain.

31

Ibid.

32

Wawancara dengan Hasto Sugiarto, pada Tanggal 28 Mei 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 120: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

99

c. Hak Pakai dapat diberikan dengan ketentuan bahwa jika yang empunya

meninggal dunia, hak itu tidak jatuh kepada ahli warisnya, akan tetapi akan

batal dengan sendirinya.

d. Hak Pakai tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak

tanggungan.

e. Hak Pakai dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi jika mengenai hak negara

diperlukan izin pejabat yang berwenang.33

Sebenarnya dalam penawaran Dirjen PHKA juga disebutkan bila menerima

Hak Pakai atas tanah pemukiman translok, masyarakat translok dapat

meneruskannya untuk dapat membuat sertifikat. Hal ini dimungkinkan bila tanah

tersebut dalam jangka waktu yang diberikan tidak diambil oleh Negara. Namun,

untuk dapat diteruskan menjadi sertifikat tanah, diperlukan proses yang panjang

dan rumit dalam mengurusnya sehingga masyarakat translok pun menolaknya.

2. Upaya Balai Taman Nasional Baluran dalam Proses penyelesaian

Masalah Sengketa Tanah Translok

Sebagai pihak yang bersengketa Taman Nasional Baluran juga ikut

membantu dalam memproses penyelesaian kasus sengketa tanah di wilayah

translok. Sebagai salah satu pelopor pendiri Taman Nasional di Indonesia, segala

permasalahan di dalam Taman Nasional Baluran sangat dipantau oleh Negara dan

juga dunia Internasional, terlebih jika dikorelasikan dengan isu dunia yang

mengedepankan isu global warming, salah satunya akibat berkurangnya luas

hutan di dunia. Oleh sebab itu, Taman Nasional Baluran sangat memprioritaskan

33

Effendi Perangin., op.cit., hal. 287-288

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 121: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

100

permasalahan berkurangnya luas lahan konservasi akibat tumpang tindih dan

penyerobotan lahan.

Langkah kongkrit yang dilakukan Balai Taman Nasional Baluran ialah

merumuskan beberapa alternatif penyelesaian terkait permasalahan sengketa tanah

dengan pemukiman translok. Beberapa alternatif ini nantinya direkomendasikan

kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan sebagai instansi

pembuat kebijakan. Alternatif yang dapat di tempuh adalah sebagai berikut :

a. Pengembalian daerah translok kepada pihak Taman Nasional Baluran tanpa

syarat melalui prosedur hukum. Untuk melaksanakan kebijakan ini terdapat

beberapa pertimbangan, salah satunya akan menimbulkan keresahan serta

gejolak sosial dari masyarakat translok.

b. Pengembalian daerah translok kepada Taman Nasional Baluran setelah

penghuni pertama meninggal dunia. Berdasarkan pengalaman alternatif ini

sulit untuk dilaksanakan, karena penghunian tetap akan diwariskan kepada

keturunannya.

c. Pelepasan daerah translok kepada penghuni dengan penggantian lahan lain

yang masih tergabung dengan Taman Nasional Baluran seluas lahan yang

dilepaskan. Penerapan kebijakan ini terdapat resiko sebagai konsekuensinya,

apabila lahan kompensasi tersebut bukan milik negara, maka pemerintah

harus memberi ganti ruginya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 122: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

101

d. Melepaskan kawasan translok kepada penghunitanpa syarat. Dengan

konsekuensi, luas kawasan Taman Nasional Baluran akan berkurang.34

Dari beberapa alternatif kebijakan tersebut, yang sangat relevan untuk dilakukan

ialah melepaskan daerah translok kepada penghuni dan mencarikan daerah

sebagai pengganti daerah yang dilepaskan atau memindahkan para penghuni

(relokasi) ke tempat yang baru sesuai dengan luas tanah yang dilepaskan,

menginggat sudah sangat kompleksnya permasalahan sengketa tanah pemukiman

translok di Desa Wonorejo.

Pada tahun 1999 Kepala Balai Taman Nasional Baluran mengirimkan surat

kepada kepala kantor wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan provinsi

Jawa Timur. Surat tersebut berisikan laporan keadaan kawasan translok pada saat

itu yang sangat sulit untuk mengeluarkan (memindahkan) masyarakat penghuni

translok keluar kawasan. Sebagai alternatif dan pertimbangan dalam membuat

keputusan penyelesaian masalah tersebut dengan cara areal pemukiman translok

seluas 57 Ha dikeluarkan atau dilepas dari kawasan Taman Nasional Baluran dan

diganti dengan areal perkebunan yang berbatasan dengan kawasan Taman

Nasional Baluran (areal PT Cliper Baluran Indah).35

Usulan tersebut belum bisa dinggapi oleh Dirjen PHKA Depatemen

Kehutanan, karena untuk dapat memproses pemindahan masyarakat translok ke

dalam areal perkebunan Kapuk Baluran Indah diperlukan waktu yang lama serta

34

Departemen Kehutanan Direktorat Jendral dan Pelestarian Alam Taman

Nasional Baluran., op.cit., hal. 146.

35

Arsip Risalah Penggunaan Sebagian Kawasan Suaka

Margasatwa/Taman Nasional Baluran Sebagai Lokasi Proyek Pemukiman

(Transmigrasi Lokal) TNI-Angkatan Darat., op.cit., hal.2.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 123: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

102

harus dikordinasikan dengan instansi terkait terlebih oleh Departemen Dalam

Negeri. Karena belum adanya tanggapan maka pihak Balai Taman Nasional pada

tahun 2001 kembali melayangkan surat kepada Dirjen PHKA menyampaikan

langkah-langkah yang telah ditempuh dalam rangka penyelesaian tanah translok

AD dan menyerankan agar diadakan kordinasi ditingkat pusat dan ditindaklanjuti

dengan langkah kongkrit penyelesaian secara terpadu dan berkesinambungan di

lapangan.36

Akhirnya ususlan dari BTNB tersebut diteruskan kepada Bupati Situbondo

pada tahun 2006. Pihak BTNB mungusulkan kepada Bapak Bupati Situbondo

agar masyarakat translok di Desa Wonorejo tidak dikeluarkan dari kawasan Desa

Wonorejo, tetapi diupayakan untuk dilakukan Tukar Guling (ruislag) lahan

dengan Taman Nasional Baluran. Dengan demikian para purnawirawan yang telah

sepuh memperoleh kepastian hukum atas lahan hunian mereka. Selain itu salah

satu kreteria utama lahan yang akan Ditukar Guling adalah bahwa luas lahan

tersebut minimal memiliki luas yang sama dengan luas Translok TNI AD dan

dapat menyatu dengan kawasan Taman Nasional Baluran.37

Usulan ini ternyata juga ditanggapi positif oleh masyarakat translok.

masyarakat translok bersedia bila lahan mereka seluas 57 Ha untuk di Tukar

Guling dengan Taman Nasional Baluran dengan syarat :

36

Ibid.

37

Arsip surat Kepala Balai Taman Nasional Baluran Kepada Bupati

Situbondo, 28 Februari 2006, tentang Penyelesaian Tanah Lokasi Proyek

Pemukiman Translok TNI AD di Situbondo Jawa Timur.(Arsip Koleksi Pribadi

Hermanus).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 124: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

103

a. Lahan pengganti dari lahan yang akan di tempati masyarkat translok luasnya

sama dengan yang di tempati saat ini.

b. Lahan pengganti yang akan ditempati sudah memiliki sarana yang cukup

memadai seperti akses jalan, sarana irigasi dan lain-lain.

c. Besaran uang ganti rugi yang ditawarkan pemerintah sesuai dengan harga

yang diajukan masyarakat translok, minimal sama dengan harga dasar tanah

di pemukiaman translok ± Rp.50,000 per m2. Uang ganti rugi ini nantinya

untuk biaya pembuatan rumah yang baru.

Setelah mengadakan musyawarah antara BTNB dengan masyarakat translok,

melahirkan kesepakatan lahan yang akan digunakan sebagai sarana Tukar Guling

kawasan Translok TNI AD Kodam V/ Brawijaya ialah Perkebunan Kapuk PT

Baluran Indah. Karena menganggap bahwa lahan sebelah utara Perkebunan

Kapuk Baluran Indah yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Baluran

merupakan lahan tidur dan telah memilikai akses jalan.38

Masyarakat translok kemudian meneruskan wacana Tukar Guling ini

dengan langsung memprosesnya di BPN Kabupaten Situbondo. Setelah melihat

status tanah dari Perkebunan Kapuk PT Baluran Indah, maka proses Tukar Guling

ini tidak dapat diproses lebih lanjut, dikarnakan tanah tersebut masih berstatus

HGU PT Baluran Indah hingga 2014 dan yang menentukan kebijakan mengenai

HGU PT Baluran Indah ialah Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Dalam

Negeri. Kepala BPN Kabupaten Situbondo menghawatirkan bahwa tanah ini

nantinya akan menimbulkan masalah baru bagi masyarakat translok. Pihak BTNB

38

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 125: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

104

pun tidak bisa berbuat banyak karena keputusan berada di tingkat pemerintah

pusat. 39

Setelah wacana Tukar Guling tersebut beluam ada lagi proses ke arah

penyelesaian kasus sengketa tanah pemukiman Transmigrasi Lokal TNI Angkatan

Darat Kodam V Brawijaya. Permasalahan ini terus bergulir tanpa ada solusi yang

pasti dari setiap instansi yang terkait. Hanya saja masyarakat translok terus

mengupayakan legalitas status tanah yang mereka tempati dengan cara mencari

dukungan dari masyarakat Desa Wonorejo dan juga terus menanyakan

perkembangan kasus mereka di Instansi Pemerintah Daera Situbondo seperti BPN

Kantor Kabupaten Situbondo, Kecamatan Banyuputih, hingga Bupati Situbondo.40

Namun sayangnya masyarakat translok tidak mendapatkan dukungan dari aparatur

pemerintahan Desa Wonorejo, Kepala Desa Wonorejo dan beberapa jajarannya

tidak memberikan dukungan maupun ijin terhadap legalisasi Pemukiman

Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya. Alasan dari beberpa aparatur

desa tersebut dikarnakan mereka mengakui tanah tersebut adalah milik dari

Taman Nasional Baluran berdasarkan pemetaan yang dikeluarkan BTNB.41

39

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

40

Data diolah dari hasil wawancara masyarakat translok pada Juni 2012.

41

Wawancara dengan Hermanus, Pada tanggal 28 Juli 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 126: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

105

C. Dampak Sengketa Tanah Pemukiman Translok TNI AD Kodam V

Brawijaya

1. Dampak Sosial

Permasalahan tumpang tindih tanah di Proyek Pemukiman Transmigrasi

Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya diakibatkan oleh kurang beresnya

pengurusan tanah yang disediakan untuk pemukiman transmigrasi. Dari

perencanaan spesial (tata ruang) ternyata timbul tumpang tindih dengan beberapa

proyek/ kegiatan yang telah menjadi hak instansi lain sebelum masa penyusunan

rencana, yaitu :

1. Areal konsesi hutan/KPH yang telah dikeluarkan izin pengelolaannya.

2. Ladang minyak yang telah diizinkan untuk dieksploitir oleh pertamina

berserta kontraktor-kontraktornya.

3. Perlindungan alam lingkungan hidup, hutan lindung, marga satwa, cagar alam

dan sebagainya dan daerahnya dilarang untuk dieksploitir, seperti pemukiman

transmigrasi.42

Permasalahan sengketa tanah ini membawa efek psikologis bagi

transmigran yang berupa dampak sosial. Dampak sosial dari sengketa tanah

pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya sangat dirasakan

oleh masyarakat translok. Secara de fackto memang masyarakat translok telah

menempati lahan pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD sejak 1976, namun

kondisi psikososial masyarakat translok boleh dibilang terjebak oleh situasi

42

Ashari, Edy Topo, Masalah Kordinasi Perencanaan Transmigrasi

Terpadu dalam Repelita III di Kalimantan Timur (Suatu Pendekatan Sosial),

(Jakarta:LPPM.FE UI, 1980), hal. 5.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 127: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

106

ketidakpastian sebagai akibat dari ketidakberhasilannya menuntaskan gerakan

pengakuan hukum.

Tanah atau sumber daya agraria lainya dalam suatu masyarkat agraris tidak

hanya menjadi faktor produksi tetapi juga memiliki arti penting lainnya baik

menyangkut aspek sosial maupun politik, oleh karna itu masalah tanah tidak

semata-mata merupakan hubungan antara manusia dengan tanah, lebh dari itu,

secara normatif merupakan hubungan manusia dengan manusia. Karena

pentingnya penguasaan tanah bagi seseorang dan sekelompok masyarkat dengan

sendirinya mendorong muncuknya upaya untuk mempertahankan hak-hak dari

setiap intervensi dari pihak luar.43

Untuk itu masyarakat translok sangat

mempertahankan tanah pertanian dan rumah mereka.

Dalam berbagai konflik sengketa tanah yang muncul, petani yang

kehidupannya sangat tergantung sepenuhnya pada sumber daya tanah, selalu

berada dalam posisi yang lemah, seperti halnya masyarakat translok. Masyarakat

translok merasa dijadikan korban dari program pemerintahan Orde Baru. Para

purnawirawan yang notabene merupakan abdi pemerintah, ditugaskan untuk

menempati lahan di Desa Wonorejo sebagai salah satu program menjaga

ketahanan dan keamanan negara dari intervensi luar dan mengembangkan

keahlian mereka untuk membentuk desa yang swadaya. Sepengetahuan

masyarakat translok bahwa mereka hanya tinggal menempati lahan pemukiman

tersebut yang berstatus Tanah Negara bekas tanah Perkebunan Kapuk Bajulmati

43

Endang Suhendar dan Yohana Budi Winarni, Petani Dan Konflik

Agraria, (Bandung : Yayasan Akatiga, 1998), hal. 1-2.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 128: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

107

(C.O.B IV), tanpa tahu bahwa sebelumnya tanah tersebut telah diklaim oleh Suaka

Margasatwa Baluran.44

Masyarakat translok yang merupakan purnawirawan TNI AD, semestinya

sudah dapat hidup tentram dan nyaman dengan memiliki rumah dan lahan

persawahan, justru dihadapkan oleh permasalahan sengketa tanah yang telah

terjadi sejak mereka ditempatkan, bahkan hingga diteruskan oleh keturunannya

permasalahan ini tidak kunjung usai. Akhirnya dari hal tersebut di atas, para

purnawirawan atau keturunannya saat ini tidak merasa tenang mengerjakan

tanahnya. Bahkan masyarakat translok merasa tidak tenang untuk hidup di

pemukiman translok, hal itu terlihat dari berkurangnya jumlah KK yang ada d

lingkungan translok. Jumlah KK yang berada di pemukiman translok terus

berkurang yang tadinya berjumlah 68 KK, pada tahun 2006 menjadi 45 KK dan

terus mengalami pengurangan di tahun-tahun berikutnya. Masyarakat translok

yang sudah berumur, terlalu lelah untuk terus menunggu proses penyelesaian yang

tidak kunjung berhasil. Masyarakat translok akhirnya membangun rumah ke Desa

Wonorejo atau ke rumah anak-anaknya sehingga bekas rumah di pemukiman

translok dibiarkan kososng dan terkesan tidak terawat.45

2. Dampak Ekonomi

Dampak akibat sengketa tanah pemukiman translok dari segi ekonomi tidak

terlalu dirasakan masyarakat translok. Masyarakat translok yang merupakan

seorang purnawirawan TNI AD tentunya telah mendapakan penghasilan sendiri

44

Wawancara dengan Sutopo, pada tanggal 28 Juni 2011.

45

Wawancara dengan Hasto Sugiarto, pada tanggal 28 Mei 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 129: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

108

dari dana pensiun dan juga hasil pertanian dari lahan jatah yang diberikan sewaktu

penempatan. Selama konflik sengketa tanah berlangsung, sebagian masyarakat

translok hanya meninggalkan lokasi pemukiman tetapi lahan pertanian tersebut di

kerjakan oleh masyarakat Desa Wonorejo dengan sistem bagi hasil.

Hanya saja dampak yang dirasakan ialah tersendatnya pembangunan

infrastruktur di pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya

akibat belum jelasnya status tanah di daerah tersebut. Infrasturktur di pemukiman

translok masih tertinggal dengan daerah lain terlebih dengan Desa Wonorejo.

infrasturuktur tersebut di antaranya, seperti pengadaan sarana irigasi pertanian,

pembuatan jalan beraspal, serta sarana umum lainnya. Sarana umum yang ada di

pemukiman translok dibangun berdasarkan dana swadaya masyarakat translok

tanpa ada bantuan dari Pemerintah Daerah terlebih dari Desa Wonorejo, sehingga

dalam pelaksanaannya kurang maksimal, seperti pembangunan jalan yang

menhubungkan Desa Wonorejo dengan Pemukiman translok, sarana Irigasi

persawahan, dan lain-lain.46

Pada tahun 2004 ada suntikan dana dari salah satu partai politik untuk

pembangunan Masjid di Translok Barat dan Mushala di Translok Timur.

Pemberian dana tersebut dilakukan dengan maksud untuk memberi dukungan

kepada salah satu calon legestatif dari daerah Situbondo. Salah satu calon tersebut

juga menjanjikan akan memperjuangkan penyelesaian kasus sengketa tanah yang

terjadi, namun hal itu juga belum direalisasikan.47

46

Wawancara dengan Hasto Sugiarto, pada tanggal 28 Mei 2012.

47

Wawancara dengan dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 130: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

109

Akibat tersendatnya pembangunan Infrastruktur secara tidak langsung

mempengaruhi aktifitas ekonomi masyarakat translok. Bila musim hujan,

masyarakat translok tidak bisa leluasa berpergian keluar rumah, sebab jalan utama

pemukiman mereka becek dan berlumpur. Selain itu, pada musim kemarau

masyarakat translok kesulitan untuk melakukan aktifitas pertanian karena

kesulitan mendapatkan air dan harus memperolehnya dari sumur bor, untuk itu

masyarakat translok harus menambah alokasi biaya untuk membeli bahan bakar

diesel.48

Sebenarnya telah dibangun sarana irigasi dari Desa Wonorejo pada tahun

2006, alasannya karena sarana irigasi tersebut tidak pernah dialiri air karena jarak

dengan sumber air utama (Sungai Bajulmati) terlalu jauh sehingga hanya cukup

untuk mengaliri sawah di Desa Wonorejo.49

Dampak Ekonomi tidak hanya dirasakan oleh masyarkat trasnlok, tetapi

juga Pemerintah Daerah Tk II Situbondo. Karena menurut UUPA no 5/1960 tanah

yang tidak tercatat dalam Letter C pada Instansi IPEDA, maka tanah tersebut

tidak dikenakan Pajak Hasil Bumi (PBB/Landrente dulu), sehingga mengurangi

pendapatan APBD Kabupaten Situbondo dan oleh pemerintah dan masyarakat

sekitarnya tanah itu dihormati, diindahkan, dan diakui sebagai hak milik

seseorang sesuai hukum adat setempat.50

Sebenarnya masyarakat translok justru

menginginkan untuk dapat dikenakan pajak PBB dari Pemerintah Daerah, karena

48

Data diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Hermanus dan Hasto

Sugiarto, pada tanggal 28 Mei 2012.

49

Wawancara dengan Misiran, pada tanggal 28 Juli 2011.

50

Jhon Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta : Sinar

Grafika, 1987), hal. 155.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 131: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

110

apabila telah ditarik maka sacara hukum tanah tersebut telah menjadi hak milik

masyarakat translok.51

51

Wawancara dengan Hermanus, pada tanggal 3 Juni 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 132: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

111

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Persoalan sengketa tanah di Indonesia telah berlangsung sejak lama, dan

mencapai puncaknya pada pemerintahan Orde Baru, yang mengusung program

pembangunan dalam segala bidang. Program pembangunan pemerintahan Orde

Baru sangat mengekploitasi sumber daya tanah, sehingga pada penerapannya

banyak menimbulkan tumpang tindih kekuasaan atas tanah atau sengketa lahan

pada masyarakat adat setempat maupun instansi pemerintah, seperti halnya kasus

sengketa tanah pemukiman Transmigrasi Lokal (trasnlok) TNI AD Kodam

V/Brawijaya yang berada di Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten

Situbondo, Jawa Timur.

Pemukiman translok terbentuk berdasarkan Inisiatif dari Pangdam V

Brawijaya di atas bekas lahan Perkebunan Kapuk Bajulmati, C.O.B IV. Proses

pembentukan proyek translok sendiri telah berlangsung lama sejak 1974 dan baru

direalisasikan pada tahun 1976. Persoalan sengketa tanah pemukiman translok

berawal ketika pada tahun 1980 kawasan Hutan Baluran menjadi Taman Nasional

Baluran. Taman Nasional Baluran mengklaim kepemilikan atas status tanah

pemukiman translok yang berdasarkan pada:

1. Proses Verbal tata batas suppletoir tanggal 24 Juni 1940 yang disahkan pada

tahun 1941.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 133: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

112

2. Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 15 Mei 1962. Nomor

Sk/11/1962, tentang penunjukan Labuhan Merak sebagai Suaka Margasatwa

Baluran.

Sebenarnya klaim atas tanah Pemukiman Translok telah dilakukan sejak awal

penempatan para purnawirawan pada pemukiman translok yang dilakukan oleh

Suaka Margasatwa Baluran pada tahun 1976. . Hal itu berdasarkan Surat Kepala

Seksi Perlindungan Dan Pengawetan Alam Jawa Timur Di Banyuwangi tanggal

23 Agustus 1976 Nomor : 736/IV/3/SPPA Jt 11, telah mengajukan keberatannya

terhadap rencana translok AD dan mengharap supaya proyek translok di gagalkan

dengan alasan tanah tersebut termasuk Kawasan Suaka Margasatwa Baluran.

Permasalahan sengketa tanah ini mulai muncul kepermukaan pada tahun

1978 ketika masyarakat translok mulai mempertayakan haknya atas status tanah

yang mereka tempati sejak 1976. Masyarakat translok mencoba mengajukan

permohonan sertifikat tanah ke kantor Bupati Situbondo Sub Direktorat Jenderal

Agraria (sekarang kantor pertanahan). Permohonan ini dilakukan oleh Ny Marsiah

mewakili seluruh masyarakat pemukiman translok, dengan membawa berkas

pengajuan hak milik untuk masing-masing luas tanah di pemukiman translok

artara lain untuk : tanah pertanian/sawah seluas 98,500 m2, tanah pertanian/sawah

seluas 324,000 m2, dan perumahan seluas 65, 000 m

2. Namun, pengajuan ini

ditolak karena tanah tersebut masih dimiliki Kehutanan Kabupaten Situbondo.

Dasar bagi masyarakat translok untuk terus mempertahankan haknya atas

tanah pemukiman translok adalah bahwa mereka telah mempuyai peta bidang

mengenai luas areal tanah translok seluas 57 Ha yang dikeluarkan Kantor Bupati

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 134: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

113

Tk II Situbondo Sub Direktorat Agraria. Selain itu, Penempatan mereka

berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan oleh Pangdam V/Brawijaya pada

tanggal 30 Juni 1976 dan juga surat perintah penetapan tanggal 18 Oktober 1977.

Dengan dasar penempatan yang telah diketahui oleh Bupati Tk II Kabupaten

Situbondo, Kantor Sub Direktorat Agraria, dan atas persetujuan mentri dalam

negeri dengan nomor surat Btu. 2/395/2-76.

Permasalahan sengketa tanah pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD

Kodam V/Brawijaya, mencapai puncaknya ketika Taman Nasional Baluran

memperbaharui pemetaan atas wilayahnya, termasuk di dalamnya pemukiman

translok TNI AD Kodam V/Brawijaya. BTNB memasang patok-patok tanda batas

sebagai legitimasi atas wilayah pemukiman translok. Akibat dari pemasang patok-

patok tersebut menimbulkan reaksi dari masyarakat trasnlok, masyarakat trasnlok

bersikap anarkis dengan menghancurkan patok-patok yang ada dan memasang

papan nama Pemukiman Transmigrasi Lokal TNI AD Kodam V/Brawijaya

sebagai penanda daerah tersebut milik dari para purnawirawan TNI AD.

Permasalahan sengketa tanah ini semakin berkembang sehingga

mempengaruhi stabilitas politik yang ada di kabupaten Situbondo, oleh karna itu

diambil langkah cepat menyelesaikan permasalahan ini. proses penyelesaian yang

berlangsung melibatkan berbagai instansi yang terkait baik Pusat maupun daerah.

Pemerintah Daerah lewat Bupati Situbondo terus mengupayakan agar

permasalahan ini segera terselesaikan. Upaya tersebut dilakukan dengan cara

melobby setiap pejabat yang terkait permasalahan ini seperti Menteri Kehutanan

bahkan hingga ke tingkat DPR Pusat. Hal ini dikarnakan para pejabat tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 135: PENGUASAAN TANAH TAMAN NASIONAL BALURAN OLEH …

114

pusatlah yang dapat membuat kebijakan mengenai kasus tanah ini. Namun upaya

ini belum bisa membuahkan hasil yang memuaskan. Para pejabat tersebut

terkesan saling melempar tanggung jawab mengenai siapa yang seharusnya

menyelesaikan perasalahan ini.

Pada tahun 2006 Balai Taman Nasional Baluran juga mengupayakan proses

penyelesaian atas kasus sengketa tanah ini. BTNB merekomendasikan kepada

Departemen Kehutanan agar masyarakat translok tidak dikeluarkan dari desa

Wonorejo tetapi dicarikan lahan pengganti yang luasnya sama dengan pemukiman

translok, maka dipilihlah lahan Perkebunan PT Kapuk Baluran Indah yang

menghadap ke utara berbatasan langsung dengan Taman Nasional Baluran.

Ususlan ini juga disetujui oleh masyarakat translok karena letaknya yang strategis

dan telah berbentuk lahan pertanian. Oleh karna itu, masyarakat translok

kemudian meneruskannya ke BPN situbondo, namun usulan ini kembali ditolak

karena kontrak HGU dari PT Kapuk Baluran Indah belum habis.

Konflik yang berkepanjangan sangat berdampak buruk bagi kondisi sosial

ekonomi masyarakat translok. Masyarakat translok menjadi resah karena

ketidakjelasan status tanah yang mereka tempati sejak tahun 1976, akibatnya

penghuni translok yang pada awalnya berjumlah 68 KK mulai berkurang menjadi

45 KK pada tahun 2006. Selain itu dampak konflik lainnya ialah tersendatnya

pembangunan infrastuktur di wilayah pemukiman translok, sehingga sangat

mengganggu aktifitas dari masyarakat translok. Masyarakat translok harus

merogoh kocek yang lebih untuk bisa bertahan di pemukiman translok.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user