PENGOLAHAN TEH HITAM SECARA CTC di PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, KEBUN KERTAMANAH PANGALENGAN – BANDUNG OLEH MUHAMMAD SUBCHI WIRA PUTRATAMA (06 / 196502 / TP / 08676) JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
136
Embed
PENGOLAHAN TEH HITAM SECARA CTC di PT. · PDF filei pengolahan teh hitam secara ctc di pt. perkebunan nusantara viii, kebun kertamanah pangalengan – bandung . laporan kerja praktek
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGOLAHAN TEH HITAM SECARA CTC
di PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, KEBUN KERTAMANAH PANGALENGAN – BANDUNG
OLEH MUHAMMAD SUBCHI WIRA PUTRATAMA
(06 / 196502 / TP / 08676)
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2009
i
PENGOLAHAN TEH HITAM SECARA CTC di PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, KEBUN KERTAMANAH PANGALENGAN – BANDUNG
LAPORAN KERJA PRAKTEK PROGRAN STUDI
TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
Diajukan kepada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada
sebagai syarat kelengkapan studi jenjang stratum satu pada Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
OLEH MUHAMMAD SUBCHI WIRA PUTRATAMA
(06 / 196502 / TP / 08676)
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2009
ii
PENGOLAHAN TEH HITAM SECARA CTC di PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, KEBUN KERTAMANAH PANGALENGAN – BANDUNG
LAPORAN KERJA PRAKTEK
OLEH MUHAMMAD SUBCHI WIRA PUTRATAMA
(06 / 196502 / TP / 08676)
Diterima dan disahkan
Sebagai syarat kelengkapan studi jenjang Stratum Satu (S-1)
Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, November 2009
Pembimbing I/Penguji I Pembimbing II/Penguji II
Ir. Agustinus Pamudji Rahardjo, M.P. Dr. Ir. Supriyadi, M.Sc.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat serta
hidayahnya, sehingga laporan Kerja Praktek ini dapat terselesaikan. Kerja Praktek di
Kebun Teh Kertamanah PT. Perkebunan Nusantara VIII yang penulis lakukan pada
tanggal 26 Januari-26 Februari 2009 dan penyusunan laporan ini, dimaksudkan untuk
memenuhi syarat kelengkapan studi jenjang S-1 Program Studi Teknologi Pangan
dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Banyak manfaat yang penulis peroleh dari Kerja Praktek ini. Selain untuk
menerapkan ilmu kuliah di kehidupan nyata, penulis juga dapat belajar bersosialisasi
di lingkungan baru dengan berbagai kultur yang ada.
Dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan Kerja Praktek ini, banyak pihak
yang telah memberikan bantuannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
2. Ir. Agustinus Pamudji Rahardjo, MP. selaku Dosen Pembimbing/Penguji I yang
telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis selama melaksanakan
Kerja Praktek maupun saat penyusunan laporan.
3. Dr. Ir. Supriyadi M,Sc selaku Dosen Pembimbing/Penguji II yang telah
memberikan masukan serta bimbingannya dalam pengerjaan tugas Perancangan
Pabrik II.
4. Bapak Haryusdianto Eka Putra selaku Administratur Kebun Teh Kertamanah
PTPN VIII atas kesempatan dan masukan yang diberikan kepada kami untuk
dapat melaksanakan Kerja Praktek.
5. Bapak Joko selaku Sinder Pabrik Pengolahan Teh Kertamanah atas masukan serta
bimbingannya.
6. Ibu Rini dan Pak Wawan GS sekeluarga yang telah memberikan ruang bagi kami
untuk tinggal maupun saran selama 28 hari di Kertamanah.
iv
7. Seluruh karyawan dan staf Kebun Teh Kertamanah PTPN VIII yang telah
membantu kami dalam pelaksanaan Kerja Praktek.
8. Keluarga besar Akib Rasad, S.H. yang senantiasa memberi doa dan semangat
untuk dapat melaksanakan Kerja Praktek dan menyelesaikan laporan ini dengan
sebaik mungkin.
9. Teman-teman phudtech_06 yang banyak memberi dukungan dan bantuan.
10. Serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan Kerja Praktek dan
penyusunan laporan ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusuan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik sangat penulis harapkan guna
memperbaiki karya penulis selanjutnya. Semoga laporan Kerja Praktek ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun bagi semua yang membacanya. Amin.
Yogyakarta, September 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ............................................................................................. ii
Kata Pengantar ....................................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................................ v
Daftar Tabel ........................................................................................................... viii
Daftar Gambar........................................................................................................ ix
Ringkasan ............................................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. KEADAAN UMUM PABRIK .................................................................. 1
1. Produk Yang Dihasilkan ...................................................................... 1
2. Lokasi Perusahaan ............................................................................... 1
3. Sanitasi Perusahaan .............................................................................. 3
5. CTC-3Memotong, merobek dan menggulung bubuk teh
5. CTC-2Memotong, merobek dan menggulung bubuk teh
3. RVMemperkecil ukuran daun teh agar mudah untuk digiling dengan CTC
VFBD - 1
MT. Gil 01-18
MT. Gil 02-19
MT. Gil 03-20
MT. Gil 04-21Ferrous
Ferrous
32
Dari skema tersebut diketahui bahwa dalam 2 jalur proses pengolahan teh hitam
secara CTC, terdapat perbedaan alat yang digunakan. Pada jalur 1, setelah melewati
GLS, pucuk layu akan digulung menggunakan BLC. Sementara itu pada jalur 2,
pucuk akan digulung menggunakan RV. Pemilihan 2 alat yang berbeda ini berimbas
pada alat-aat yang digunakan pada tahap selanjutnya. Pada jalur 1 karena
menggunakan BLC untuk menggulung pucuk layu, maka dibutuhkan 4 pisau CTC
untuk memotong dan merobek pucuk layu sebelum masuk ke tray fermentasi.
Sementara itu, pada jalur 2 yang menggunakan RV hanya membutuhkan 3 pisau roll
CTC untuk memotong dan merobek pucuk layu. Dari kondisi terbut, hasil yang
didapatkan juga ikut terpengaruhi. Apabila pada jalur 1 pucuk tergiling setelah
melewati roll ke-3 masih memiliki ukuran yang kurang seragam. Sementara pada
jalur 2, pucuk tergiling yang telah melewati pisau roll ke-3 telah memiliki ukuran
yang seragam sehingga dapat segera dilanjutkan pada tahap fermentasi
Pada proses CTC, hampir seluruhnya dipengaruhi alat sedang tenaga kerja yang
digunakan hanya sekedar untuk mengontrol jalannya peralatan. Untuk mendukung
proses ini, suhu udara ruangan adalah 18 – 24 °C dan kelembaban udaranya adalah
90 – 98 %. Kadar air bubuk teh hasil penggilingan adalah 72,4%.
Untuk mempertahankan suhu udara dan kelembaban udara yang dipersyaratkan dan
dapat menghasilkan teh yang baik maka dipasang humidifier untuk menjaga
kelembaban udara dan suhu ruangan.
Selama proses penggilingan dan penggulungan, terjadi perubahan fisik maupun
kimia pada pucuk yang sudah tergiling.
Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang terjadi pada pucuk Teh layu pada proses CTC adalah
Pucuk teh layu akan terpisah dari kotoran seperti tangkai, pasir dan logam
menggunakan GLS; Pucuk teh akan mengalami pengecilan ukuran menjadi
bubuk kasar teh menggunakan rotorvane (jalur 1) atau BLC (jalur 2); Bubuk
kasar teh akan mengalami perobekan, pengepresan dan penggulungan menjadi
bubuk teh halus menggunakan CTC; dan Bubuk halus teh akan mengalami
perubahan warna menjadi hijau kecoklatan.
33
Perubahan Kimia
Perubahan kimia selama proses penggilingan ini yaitu terjadinya peristiwa
oksidasi enzimatis yaitu karena adanya kontak antara substrat polifenol dengan
enzim polifenol oksidase yang dibantu dengan Oksigen. Reaksi ini akan
membuat warna bubuk teh menjadi kecoklatan karena hasil dari reaksi ini adalah
senyawa quinon yang menyebabkan bubuk berwarna coklat.
- Penggunaan 4 pisau roll CTC pada jalur 1 dan 3 pisau roll CTC pada jalur 2.
Pengendalian Proses
- Pemasangan humidifier untuk mengatur kondisi ruangan agar selalu berada pada
suhu 18 – 24 °C dan memiliki kelembaban udara 90 – 98 %.
- Pemeriksaan keseragaman dan warna bubuk teh oleh petugas secara visual.
Pengendalian Mutu
- Pengujian kadar air bubuk hasil penggilingan.
c) Fermentasi (Oksidasi Enzimatis)
Fermentasi merupakan proses pembentukan sifat-sifat teh yang paling penting dalam
pengolahan teh hitam. Proses ini lebih tepat jika disebut sebagai proses oksidasi
enzimatis, karena reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi senyawa polifenol dengan
enzim polifenol oksidase dengan adanya oksigen. Sifat-sifat teh hitam yang terpenting
seperti warna, aroma, rasa, dan warna air seduhan timbul selama proses ini.
Yang dinamakan fermentasi dalam pabrik teh ialah bercampurnya zat-zat yang terdapat
di dalam cairan sel yang terperas keluar selama proses penggilingan yang selanjutnya
mengalami perubahan kimiawi dengan bantuan enzim-enzim dan oksigen dari udara
(Lehninger et al, 1951; Adiprayoga, 1971; Eden, 1958).
Tujuan dari oksidasi enzimatis ini adalah untuk memberikan kesempatan terjadinya
reaksi oksidasi enzimatis antara substrat polifenol dengan enzim polifenol oksidase pada
pucuk teh yang dibantu oleh oksigen.
Oksidasi senyawa polifenol, terutama epigalochatekin dan galatnya akan menghasilkan
quinon-quinon yang kemudian akan mengkondensasi lebih lanjut menjadi senyawa-
senyawa bisflavanol, Tehaflavin dan Teharubigin. Proses kondensasi dan polimerasi
berjalan membentuk substansi-substansi tidak larut.
Ada hubungan erat antara rasa, dan jumlah total antara Tehaflavin dan Teharubigin
(Roberts, 1958). Untuk teh kering yang berkualitas baik, yaitu baik kekuatan dan
34
kesegarannya, maka jumlah Tehaflavin dan Teharubigin kemungkinan mempunyai
perbandingan 1 : 10 atau 1 : 12. Tetapi untuk teh yang kekurangan kesegaran dan
kekuatan, kemungkinan mempunyai perbandingan 1 : 20 atau lebih (Harler, 1970).
Tehaflavin berhubungan erat dengan karakteristik air seduhan (liquor) seperti kecerahan
(brightness), kesegaran (briskness), dan kekuatan (strength). Sedangkan Teharubigin
berhubungan dengan penampakan terutama warna air seduhan.
Pada sistem CTC, proses fermentasi dilakukan pada CFU (Continue Fermenting Unit).
CFU merupakan conveyor berjalan. Setelah bubuk teh keluar dari mesin CTC, bubuk teh
segera masuk ke CFU melalui conveyor. Pada CFU terdapat alat penggaru yang
berfungsi untuk meratakan bubuk teh yang melalui CFU sehingga tebal hamparan bubuk
merata. Selain itu ada pembalik yang berfungsi untuk membalik bubuk teh yang berada
di CFU sehingga bubuk yang awalnya berada di bawah berpindah ke atas dan yang
berada di atas berpindah ke bawah. Sepanjang bubuk teh bergerak melalui conveyor
pada CFU, bubuk sedikit demi sedikit berubah warna menjadi kecoklatan.
Namun sebenarnya reaksi oksidasi enzimatis sudah terjadi sejak pucuk layu dirobek oleh
Rotorvane (jalur 1) atau BLC (jalur 2). Sejak pucuk layu jatuh dari GLS dan masuk ke
Rotorvane atau BLC, cairan sel pucuk keluar. Cairan sel tersebut mengandung senyawa
polifenol. Senyawa tersebut kemudian bereaksi dengan enzim polifenol oksidase pada
daun. Karena kontak dengan udara sekitar (oksigen), maka terjadi reaksi oksidasi
enzimatis. Kemudian bubuk teh menuju ke pengeringan.
Proses fermentasi harus didukung dengan adanya kondisi yang dapat menjamin
keberhasilan proses tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pengendalian proses
maupun pengendalian mutu.
- Pengendalian suhu dan kelembaban menggunakan humidifier agar suhu terjaga
pada range 18 – 24 °C. Apabila suhu di bawah 18 °C, maka proses fermentasi
akan berjalan lambat. Sedangkan apabila suhu terlalu tinggi, maka enzim akan
rusak. Sementara kelembaban udara yang dipersyaratkan adalah 90 – 98 %.
Apabila kelembaban udara di bawah 90 %, maka menyebabkan bubuk yang
diproses akan mengalami penguapan air dan menurunkan mutu teh.
Pengendalian Proses
- Pada Proses CTC, pengendalian waktu sudah diatur oleh alat, yaitu berjalannya
CFU sudah diset sehingga waktu untuk fermentasi sudah terorganisir. Waktu
35
fermentasi pada sistem CTC adalah 60 – 120 menit. Waktu yang dibutuhkan
untuk fermentasi pada sistem CTC cukup singkat, karena pada sistem CTC
prosesnya continue.
- Pengaturan keadaan bubuk selama proses fermentasi berlangsung. Yang
dimaksud keadaan bubuk adalah keadaan bubuk selama proses fermentasi.
Meliputi suhu bubuk, ketebalan bubuk, kerataan bubuk dan kadar air bubuk.
Suhu bubuk selama proses fermentasi diupayakan 26,7 °C. Ketebalan bubuk
diatur 6 – 10 cm, dan diupayakan bubuk rata pada setiap tray. Pengaturan
ketebalan bubuk dengan garu dan pembalik. Pengaturan kadar air bubuk
terfermentasi adalah 72,4 % (untuk CTC).
- Pemeriksaan mutu hasil fermentasi secara visual dengan cara di lihat, diraba
dan dihirup aroma bubuk tehnya.
Pengendalian Mutu
- Pemeriksaan mutu hasil fermentasi dengan Green Dhool Test.
Selama oksidasi enzimatis, terjadi perubahan pada senyawa polifenol yaitu katekin.
Katekin yang mengalami perubahan adalah epigalokatekin dan epigalokatekin galat,
yang dengan adanya O2 dari udara dan polifenol oksidase, katekin akan mengalami
reaksi oksidasi enzimatis membentuk ortoquinon. Sebagian ortoquinon akan
diendapkan oleh protein (Harler, 1963). Ortoquinon akan berkondensasi membentuk
bisflavanol. Kemudian mengalami kondensasi lagi membentuk Tehaflavin yang
berwarna kuning. Dan akan mengalami kondensasi membentuk Teharubigin yang
berwarna merah dan coklat (Kirk dan Othmer, 1965). Teharubigin bersama protein
yang tersedia membentuk senyawa tidak larut.
Menurut Pintauro (1997), Tehaflavin akan terbentuk dalam jumlah maksimal pada
jam kesatu dan kedua dari tahap fermentasi. Pada jam berikutnya senyawa ini akan
turun dan disusul naiknya senyawa Teharubigin. Perbedaan keduanya juga akan
menentukan sifat seduhan teh seperti briskness (kesegaran), kualitas, warna dan
strength (kekuatan rasa). Tehaflavin lebih banyak terbentuk pada suhu rendah.
Perubahan fisik yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis adalah dihasilkannya
panas sebagai akibat reaksi oksidasi enzimatis dan kondensasi. Selain itu juga terjadi
perubahan warna bubuk teh dari berwarna hijau menjadi merah tembaga sebagai
36
akibat pembentukan Tehaflavin yang berwarna kuning cerah dan Teharubigin yang
berwarna merah coklat.
Senyawa yang menimbulkan aroma pada teh adalah senyawa-senyawa aldehid yang
merupakan hasil oksidasi dari senyawa karotenoid. Oksidasi senyawa karotenoid
menghasilkan substansi volatil yang menimbulkan aroma pada teh (Stahl, 1969).
Menurut Bokuchava dan Skobeleva (1969), yang menimbulkan aroma teh adalah
senyawa aldehid sebagai hasil oksidasi senyawa asam amino dengan quinon dan
sebagai hasil reaksi asam amino dengan gula sederhana. Sedangkan menurut Deuss
(1915) dalam Bokuchava dan Skobeleva (1969), mengatakan bahwa aroma teh
dihasilkan dari hasil dekomposisi rantai glikosida tanin teh, menghasilkan tanin
sederhana dan karbohidrat, yang selanjutnya mengalami transformasi menjadi ester-
ester. Pamaswamy dalam Hardjosuwito dan Bachrun (1982) mengemukakan bahwa
aroma akan bertambah baik bila kadar padatan yang larut, total zat yang dapat
dioksidasi, Tehaflavin dan zat yang larut dalam asam dan dioksidasi, terbentuk
dalam jumlah yang banyak. Tetapi ada batas tertentu agar diperoleh aroma yang
baik, karena aroma dapat hilang jika oksidasi enzimatis terlalu lama.
Hasil oksidasi enzimatis yang diharapkan adalah apabila bubuk teh telah memiliki
warna merah kecoklatan (coklat tembaga) dan beraroma khas (harum).
Pemerikasaan mutu hasil fermentasi dilakukan dengan Green Dhool Test, yang
bertujuan untuk memberikan penilaian bubuk teh hasil oksidasi enzimatis untuk
menentukan lamanya oksidasi enzimatis yang optimal. Penilaian rasa dilakukan
dengan menimbang 2,8 gram dan diseduh dengan air panas selama 6 menit.
Selanjutnya air dituang dalam mangkuk seduhan. Penilaian rasa dilakukan dengan
mencicipi air seduhan. Kriteria penilaiannya adalah warna air (colory), kesegaran
(briskness), kekuatan (strength) dan warna ampas. Warna ampas seduhan dilakukan
dengan cara memindahkan ampas seduhan ke atas tutup cangkir, dan diamati warna
ampasnya.
d) Pengeringan
Pengeringan merupakan proses pengaliran udara panas pada bubuk hasil fermentasi
sehingga diperoleh bubuk yang kering. Pengeringan pada pengolahan teh hitam di
pabrik Kertamanah dilakukan dengan VFBD (Vibro Fluid Bed Dryer).
37
Udara panas yang digunakan untuk pengeringan berasal dari udara luar yang dipanaskan
dengan Heat Exchanger yang menggunakan bahan bakar IDO. Udara segar yang
nantinya dibuang keluar, masuk melalui celah pemasukan sebelah bawah. Masuknya
udara tersebut karena ditarik oleh Mainfan. Setelah udara masuk, kemudian melalui
celah-celah pipa menuju cerobong pengeluaran. Sedangkan untuk udara segar yang
digunakan untuk pengeringan, masuk melalui celah bagian atas yang ditarik oleh IDfan.
Kemudian udara masuk melalui celah dan melewati bagian bawah VFBD dan
digunakan untuk mengeringkan bubuk teh.
Menurut Sultoni Arifin (1994), pengeringan pada pengolahan teh hitam memiliki tujuan
yaitu :
Menghentikan proses oksidasi enzimatis.
Menjaga sifat-sifat spesifik teh pada saat teh mencapai kualitas optimum.
Menurunkan kadar air sampai mencapai 2,5–3,5% sehingga teh hitam
mempunyai daya simpan yang lama.
Selain itu, pengeringan pada pengolahan teh hitam juga dapat membunuh adanya
mikrobia. Karena pada suhu tinggi mikrobia tidak tahan dan mati. Kadar air yang dapat
dicapai proses pengeringan di pabrik Kertamanah adalah 3 %.
Pengeringan pada sistem CTC dengan menggunakan alat Vibro Fluid Bed Dryer
(VFBD). Setelah proses penggilingan dan oksidasi enzimatis, bubuk teh segera masuk
ke pengeringan melalui conveyor. Dari jalur penggilingan I masuk ke VFBD I dan dari
jalur penggilingan II masuk ke VFBD II. Suhu udara masuk mesin pengering VFBD
(suhu inlet) adalah sebesar 110 - 120 0C dan suhu udara keluar (suhu outlet) 85 – 90 0C.
Waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan sistem CTC di Pabrik Teh
Kertamanah adalah 18-24 menit. Pengeringan pada CTC lebih lama dan suhunya lebih
tinggi daripada pada pengeringan di Ortodoks. Hal ini karena kadar air dari bubuk teh
pada sistem CTC lebih tinggi daripada sistem Orthodoks sehingga perlu waktu dan suhu
yang lebih tinggi untuk bisa mendapatkan kadar air yang rendah.
Bubuk teh masuk ke pada plat/tray VFBD. Udara panas akan mengenai bubuk teh dari
bagian bawah VFBD dengan bantuan blower. Pada VFBD, juga terdapat ball breaker
yang berfungsi untuk menghancurkan gumpalan bubuk teh.
Berbeda dengan sistem Orthodoks, pada VFBD tidak terdapat osilator yang digunakan
untuk meratakan bubuk pada plat pengering. Pada VFBD, plat pengeringnya bergerak
38
secara vibro (getaran), sehingga bubuk bergerak secara dancing di atas plat pengering
dan menjadikan tebal bubuk merata. Jadi tidak perlu osilator lagi untuk meratakan
bubuk. Pada VFBD, juga terdapat tiga cyclone yang prinsip kerjanya sama dengan pada
FBD.
Perubahan yang terjadi selama proses pengeringan sistem CTC meliputi perubahan yang
bersifat fisik maupun perubahan yang bersifat kimiawi.
Perubahan Fisik
- Terjadi pengurangan kadar air pada bubuk teh menjadi 2,5 – 3,5 %.
- Warna bubuk teh menjadi coklat kehitaman setelah proses pengeringan.
Perubahan Kimiawi
- Reaksi oksidasi enzimatis terhenti karena enzim polifenol oksidase terdenaturasi.
- Lapisan gel pectin di permukaan bubuk teh akan mengering sehingga permukaan
bubuk teh menjadi mengkilap.
- Pembentukan teaflavin dan Tehrubigin terhenti.
- Terjadi karamelisasi karbohidrat.
Selama pengeringan perlu dilakukan pengendalian proses agar tercapai produk yang
baik, pengendalian proses tersebut antara lain :
Suhu inlet maupun outlet baik Orthodoks dan CTC harus dijaga. Apabila suhu inlet
ataupun outlet sudah tidak sesuai syarat, maka alarm di dekat FBD atau VFBD akan
berbunyi.
Selain itu juga diperlukan adanya pengendalian mutu dalam proses ini. Pengendalian
mutu tersebut antara lain:
Dilakukan pengujian suhu bubuk hasil pengeringan sebelum masuk ruang sortasi.
Inner Test untuk pengujian teh kering yang meliputi pengujian kenampakan, rasa,
aroma, dan warna air seduhan.
Pengujian kadar air bubuk teh dilakukan 2 jam sekali dengan sasaran kadar air 2,5 –
3,5 %.
Bubuk teh yang diinginkan setelah pengeringan adalah yang memenuhi kriteria :
Bubuk teh kering berwarna coklat mengkilap
Partikel bubuk teh ringan dan saling terpisah
Terbentuknya aroma yang kuat
e) Sortasi Kering
39
Sortasi kering pada dasarnya merupakan upaya untuk memperoleh produk teh hitam
yang seragam dan baik ukurannya, bentuknya maupun beratnya, disamping teh tersebut
harus bersih dari kotoran, tulang, atau serat-serat daun. Dengan dasar tersebut maka
pelaksanaan sortasi kering meliputi : memotong/mengecilkan ukuran, mengayak,
membersihkan dari kotoran, dan menghembus teh untuk mendapatkan berat partikel
yang seragam.
Bubuk teh hasil pengeringan dipindahkan ke ruang sortasi kering dengan conveyor.
Pemisahan berdasarkan ukuran partikel menggunakan mesin Chauta sifter dan Java
Sortir. Pemisahan berdasarkan kandungan tulang atau serat menggunakan Midleton dan
Vibrex. Pemisahan berdasarkan berat jenis menggunakan Winnower. Dalam sortasi
kering ini juga dilakukan pengecilan ukuran bagian-bagian teh yang belum memenuhi
standar dengan menggunakan alat pemotong dan peremuk (Druckroll dan Crusher).
Menurut Sultoni Arifin (1994), sortasi kering bertujuan untuk mendapatkan ukuran dan
warna partikel teh yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen,
meliputi:
Memisahkan teh kering menjadi beberapa grade yang sesuai dengan standar
perdagangan teh.
Membersihkan teh kering dari partikel-partikel lainnya seperti serat, tangkai, batu,
partikel kayu dan sebagainya.
Menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna pada masing-masing grade.
Untuk mendapatkan hasil sortasi yang baik dan sesuai dengan kualitas yang diinginkan,
perlu dilakukan pengendalian proses, antara lain :
Pengaturan Suhu Udara
Di ruang sortasi pabrik Kertamanah, suhu udara untuk t(db) 24 °C dan untuk t(wb)
21 °C. Dengan suhu ini, diharapkan dapat mempertahankan kadar air bubuk teh
sehingga kadar air bubuk teh tidak naik selama proses sortasi. Namun, untuk
menjaga suhu tetap konstan sangat sulit karena banyaknya ventilasi di ruang sortasi
tersebut.
Pengaturan Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang dipersyaratkan selama proses sortasi adalah 80 %. Dan
kondisi ini sesuai dengan ruangan sortasi di pabrik Kertamanah. Kelembaban ini
40
sangat penting untuk dipertahankan untuk menjaga agar bubuk teh tidak menyerap
uap air dari udara yang dapat menimbulkan kadar air bubuk meningkat.
Sortasi kering di pabrik Kertamanah, dilakukan berdasarkan ukuran partikel,
kandungan serat atau tulang, dan berat jenisnya. Dan juga dilakukan pemotongan atau
pengecilan ukuran untuk bubuk teh yang belum memenuhi syarat. Berikut adalah
skema sortasi kering pada pengolahan teh hitam di Kebun Kertamanah
Hooper
Bubuk Lolos Ayakan
Mesh Bubuk Tidak Lolos Ayak
Vibrek
Vibrek
Chouta Shifter
Teh Mutu I
Winnower
Teh Mutu 1 dan 2 Jalur 6
Pluff
Karung
Teh Mutu 2
Pluff
Jalur 6
Karung
Jalur 6
Bubuk Teh Hasil Pengeringan
Skema Sortasi Kering Proses CTC
Gambar 2.2 Skema Proses Sortasi Kering Jalur 1 CTC
41
Mini Cutter
Mesh
Bubuk Lolos Ayak
Vibrek
Vibrek
Bubuk Teh Mutu 1 dan 2
Winower
BM
Bubuk Tidak Lolos Ayak Vibro Separator
Vibro Separator
Karung
Mutu 2
Teh Mutu 1 dan 2
Gambar 2.3 Skema Proses Sortasi Kering Jalur 2 CTC
Winower
Karung / Peti Miring
Bubuk Teh Mutu 1 dan 2
BP 1 PF 1 PD D1 D2 F2
Vibro Separator
D2 F2 (FNGS 2) Pluff
Karung / Peti Miring Karung
Bubuk Tidak Lolos Ayak
Gambar 2.4 Skema Proses Sortasi Kering Pada Winower dan Vibro Separator
f) Penyimpanan Sementara
Setelah bubuk teh selesai dilakukan sortasi kering, bubuk teh dipisahkan berdasarkan
mutunya. Kemudian disimpan di peti miring atau Tea Bin (untuk teh mutu I).
Penyimpanan sementara ini dilakukan untuk menjaga kadar air teh agar tetap rendah
selama teh belum dikemas sehingga kualitas teh tetap terjaga. Tea Bin dapat melindungi
bubuk teh dari suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dan dapat melindungi bubuk teh
dari kontaminasi mikrobia atau kotoran fisik lainnya.
42
Penyimpanan sementara di peti miring atau Tea Bin dengan menggunakan conveyor
sesuai dengan gradenya. Tea Bin berbentuk tabung yang bagian bawahnya berbentuk
kerucut yang merupakan corong pengeluaran bubuk teh yang akan dikemas.
Ruang untuk penyimpanan sementara menjadi satu dengan ruangan sortasi kering. Di
ruangan ini suhu udara adalah 24 °C (tdb) dan 21 °C (twb). Sedangkan kelembaban
udara di ruangan ini adalah 80 %.
43
2. Gaftar alir kualitatif (kondisi proses) Berikut ini merupakan gaftar alir kualitatif proses CTC
Pucuk Segar (Ka 80 %)
Pucuk teh layu (Ka : 68-76 %)
Bubuk teh basah (Ka : 68-76 %)
Bubuk teh basah (Ka : 68-76 %)
Bubuk teh kering (Ka : 2.5-3.5 %)
Teh kering dg ukuran seragam (Ka: 3.5-4.5)
Teh dalam kemasan (Ka: 3.5-4.5)
Gambar 2.5 Gaftar Alir Kualitatif Proses CTC
Pelayuan Suhu 220C,lama=12-18 jam, RH 70%
Penggilingan 18-240C, RH 90-98%
Oksidasi enzimatis 18-240C,RH 90-98%, 60-120 menit, ketebalan 6-10 cm
Pengeringan Suhu udara masuk : 110-1200C, Suhu udara keluar : 85-900C, Lama:18-24 menit
Sortasi kering Suhu 240C, RH: 70%
Pengemasan Suhu 240C, RH: 70%
44
3. Gaftar alir kuantitatif (neraca bahan)
Berikut ini merupakan gaftar alir kuantitatif proses CTC : Pucuk segar
(air : 80 kg) (Ka 80%) (padatan : 20 kg)
air : 16,33 kg
Pucuk layu
(air : 63,33 kg) (Ka 76%) (padatan : 20 kg)
Bubuk Teh Basah
(air : 63,33 kg) (Ka 76%) (padatan : 20 kg)
Bubuk Teh Terfermentasi
(air : 63,33 kg) (Ka 76%) (padatan: 20 kg)
air : 62,605 kg
Bubuk Teh Kering (air : 0,725 kg)
(Ka 3,5 %) (padatan: 20 kg)
Udara Lembab Bubuk Teh Berukuran Homogen (air : 0,94 kg)
(Ka 4,5%) (padatan:20 kg)
Teh hitam dalam kemasan (air : 0,94 kg)
(Ka 4,5%) (padatan:20 kg)
Gambar 2.6 Gaftar Alir Kuantitatif Proses CTC
Pelayuan
Penggilingan dan Sortasi Basah
Oksidasi enzimatis
Pengeringan
Pengepakan
Sortasi Kering
45
4. Evaluasi
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan pada proses pengolahan Teh hitam pada
Pabrik Kertamanah, ditemukan banyak proses yang telah mengalami penyimpangan
sehingga tidak sesuai lagi dengan SOP yang ditetapkan pabrik. Penyimpangan tersebut
antara lain:
a) Tahap Pelayuan
Dalam proses pelayuan, penyimpangan yang banyak terjadi adalah pada tahap awal
pelayuan yakni pembeberan. Dalam standar pabrik, proses pembeberan dilakukan
secara berlawanan dengan arah angin, namun yang terjadi adala proses pembeberan
dilakukan searah dengan arah angin, sehingga hal ini menyebabkan tidak tertahannya
udara segar yang keluar dari blower. Selain itu proses pembeberan juga masih kurang
sempurna. Hal ini ditandai masih adanya pucuk yang masih menggumpal dengan
pucuk lain, sehingga hal ini dapat menyebabkan kurang sempurnanya proses
pelayuan dikarenakan tidak semua pucuk mendapat udara segar.
b) Tahap Penggilingan, Penggulungan dan Sortasi Basah
Dalam proses penggilingan, penggulungan dan sortasi basah cukup banyak
ditemukan penyimpangan yang dapat berpengaruh terhadap kualitas produk Teh yang
dihasilkan. Pada proses penggilingan, pucuk yang harus digiling haruslah pucuk yang
telah layu sehingga, namun sempat ditemukan adanya pucuk-pucuk yang belum layu
namun sudah masuk mesin penggiling.
Pada jalur CTC penyimpangan yang terjadi lebih dikarenakan kekurang ketelitian
pekerja dalam menseting peralatan yang digunakan. Salah satunya adalah pada
pengaturan pisau roll CTC. Pada pengamatan yang dilakukan, pernah ditemukan
terjadinya gesekan antar pisau roll CTC sehingga menyebabkan munculnya percikan
api dalam mesin penggiling Teh. Adanya gesekan antar pisau tersebut mengakibatkan
bubuk teh menjadi brownish serta meningkatkan cemaran logam pada bubuk Teh.
Selain penyimpangan yang disebabkan dari peralatan, adanya genangan air pada area
penggilingan dan oksidasi enzimatis menyebabkan tingginya resiko cemaran teh oleh
mikrobia. Munculnya kemungkinan cemaran oleh mikrobia adalah dikarenakan
selama proses penggilingan maupun fermentasi banyak bubuk yang tercecer dan
kemudian dimasukkan kembali pada alat penggiling maupun baki fermentasi.
46
c) Tahap Fermentasi
Pada tahap fermentasi, secara keseluruhan tidak memunculkan banyak
penyimpangan. Beberapa penyimpangan yang terjadi antara lain tidak adanya Green
Dhool Test, over fermented dan terkadang under fermented (pada CTC).
Green Dhool Test adalah pengujian inner bubuk teh yang difermentasi. Namun
karena kurangnya jumlah tenaga pada ruang penggilingan dan fermentasi menjadikan
Green Dhool Test hampir tidak pernah dilakukan.
Sedangkan terjadinya over fermented maupun under fermented lebih dikarenakan
ketidakstabilan kinerja mesin alat pengeringan.. Tidak stabilnya kerja alat ini
menjadikan bubuk yang telah mengalami fermentasi harus menunggu lebih lama
untuk dapat masuk mesin pengering sehingga menyebabkan bubuk mengalami over
fermented. Sementara untuk kasus under fermented, disebabkan proses pengeringan
pada alat pengering jalur CTC (VFBD) terkadang berjalan tidak sesuai aturan dimana
proses pengeringan berjalan terlalu cepat. Proses pengeringan yang terlalu cepat ini
menjadikan kekosongan pada mesin pengering sehingga oleh pekerja bagian
pengeringan kecepatan tray fermentasi pada jalur CTC dipercepat untuk mengisi
kekosongan pada alat pengering. Percepatan tray ini menjadikan bubuk yang belum
terfermentasi secara sempurna akan mengalami pengeringan.
d) Tahap Pengeringan dan Sortasi Kering
Pada tahap pengeringan dan sortasi kering, beberapa penyimpangan yang terjadi
lebih disebabkan karena sudah tidak sempurnanya kinerja mesin-mesin yang
digunakan. Pada mesin pengering VFBD untuk CTC jalur 2 sering ditemukan adanya
ceceran bubuk yang keluar dari mesin. Adanya ceceran bubuk tersebut menjadikan
mesin cepat mengalami kekosongan sehingga mengakibatkan adanya percepatan
pada tray fermentasi pada CTC jalur 2 untuk segera dimasukkan ke dalam mesin
pengering. Adanya percepatan tersebut berakibat kondisi bubuk yang belum
terfermentasi secara sempurna akan mengalami under fermented.
C. Produk Akhir
1. Spesifikasi produk
Jenis
Produk akhir dari pabrik Kertamanah adalah bubuk teh CTC maupun Orthodoks yang
masing-masing mempunyai grade sendiri-sendiri. Teh hitam hasil pengolahan CTC
47
BP I
Memiliki kenampakan hitam, beuneur, lolos pada ayakan 10 mesh namun
tertahan pada ayakan 14 mesh dan memiliki berat jenis 295–300 cc/100 gram.
PF I
Memiliki kenampakan hitam, beuneur, lolos pada ayakan 14 mesh namun
tertahan pada ayakan 16 mesh dan memiliki berat jenis 250–290 cc/100 gram.
PD
Memiliki kenampakan hitam, beuneur, lolos pada ayakan 16 mesh namun
tertahan pada ayakan 24 mesh dan memiliki berat jenis 230–240 cc/100 gram.
D I
Memiliki kenampakan hitam, beuneur, lolos pada ayakan 24 mesh namun
tertahan pada ayakan 30 mesh dan memiliki berat jenis 220-230 cc/100 gram.
Fann
Memiliki kenampakan agak merah dan hapa, lolos pada ayakan 14 mesh namun
tertahan pada ayakan 24 mesh dan memiliki berat jenis 290–300 cc/ 100 gram.
D II
Memiliki kenampakan merah, hapa, lolos pada ayakan 24 mesh namun tertahan
pada ayakan 30 mesh dan memiliki berat jenis 235–240 cc/100 gram.
D III
Memiliki kenampakan merah, hapa, lolos pada ayakan 30 mesh namun tertahan
pada ayakan 60 mesh dan memiliki berat jenis 210–215 cc/100 gram.
BM
Memiliki berat jenis 300–320 cc/100 gram.
F II
Memiliki berat jenis 290–310 cc/100 gram.
F III
Memiliki berat jenis 290–310 cc/100 gram
Pluff
Memiliki berat jenis 485–495 cc/100 gram
Ukuran, kriteria kenampakan, serta berat jenis untuk masing-masing grade CTC
dapat dilihat pada Tabel
48
Tabel 2.4 Ukuran, Kriteria Kenampakan serta Berat Jenis Teh Pengolahan CTC
Jenis mutu Ayakan Kenampakan Pengukuran Berat Jenis
lolos tertahan Dg Gelas Ukur (tanpa ketukan)
Dg Tea Densitometer (20 ketukan)
BP I 10 14 hitam, beuneur, kejal berisi 295-300 ml/100 g 66-70 ml/25 g PF I 14 16 hitam, beuneur, kejal berisi 250-290 ml/100 g 54-64 ml/25 g PD 16 24 hitam, beuneur, kejal berisi 230-240 ml/100 g 48-60 ml/25 g D I 24 30 hitam, beuneur, kejal berisi 220-230 ml/100 g 45-52 ml/25 g fann 14 24 agak merah, hapa 290-300 ml/100 g 55-62 ml/25 g D II 24 30 merah, hapa 235-240 ml/100 g 45-52 ml/25 g D III 30 60 merah, hapa, berserat 210-215 ml/100 g 45-50 ml/24 g F II 290-310 ml/100 g 62-66 ml/25 g F III 290-310 ml/100 g 62-66 ml/25 g BM 300-320 ml/100 g 74-78 ml/25 g Pluff 485-495 ml/100 g 95-120 ml/25 g
Sumber : Kantor Pengolahan Pabrik Kertamanah 2004
49
2. Penanganan produk
a) Pengepakan
Pengepakan merupakan penuangan bubuk teh ke dalam kemasan sesuai dengan berat
yang sudah ditentukan setiap gradenya. Berat untuk setiap grade berbeda dalam
setiap paper sack. Kemasan yang digunakan adalah sack yang terbuat dari kertas
namun di bagian dalam dilapisi aluminium foil.
Pengepakan mempunyai tujuan seperti di bawah ini :
Melindungi bubuk teh dari kontaminasi mikrobia ataupun kotoran fisik.
Memudahkan di dalam pengangkutan dan pemasaran.
Memperbaiki penampilan dalam rangka kepentingan penjualan.
Memudahkan di dalam penyimpanan dalam gudang (efektivitas tempat).
Suhu dan kelembaban udara di ruang pengepakan sama dengan suhu dan kelembaban
di ruang penyimpanan maupun sortasi, karena ruangannya sama hanya dibatasi oleh
sekat. Suhu udaranya yaitu 24 °C (tdb) dan 21 °C (twb). Sedangkan kelembaban
udaranya adalah 80 %.
Pengepakan teh hitam di pabrik Kertamanah dibagi menjadi 2 bagian. Pengepakan
teh untuk mutu I dan teh mutu II. Teh mutu I dilakukan pengepakan melalui Tea
Bulker sedangkan teh mutu II dilakukan pengepakan langsung setelah disortasi
kering. Jadi untuk mutu II pengepakan di ruangan sortasi kering.
Pengepakan teh mutu I
Teh mutu I setelah disortasi kering, disimpan sementara di Tea Bin. Untuk
pengepakan, setelah dari Tea Bin melalui conveyor dibawa ke Tea Bulker. Dalam
Tea Bulker terdapat ruang sebanyak 8 buah. Setelah bubuk teh masuk ke Tea
Bulker, bubuk teh dicampur. Sehingga teh di delapan ruang tersebut tercampur.
Baru setelah itu, dari Tea Bulker dibawa ke Tea Packer. Tea Packer mempunyai 4
corong. Pengisian melalui corong tersebut. Paper sack diletakkan di bawah
corong kemudian diisi sesuai berat yang diinginkan masing-masing grade.
Masing-masing grade beratnya berbeda. Setelah diisi, paper sack diletakkan di
bag shaper, untuk meratakan bubuk teh yang berada di paper sack. Dari bag
shaper, kemudian diletakkan di vibrator untuk mengatur ketinggian paper sack.
Diatur ketinggian karung 20 cm.
50
Sambil dilakukan pengepakan, diambil kurang lebih 100 gram bubuk teh untuk
sample yang disimpan sebagai inventaris. Pengambilan sample ini diambil dari
salah satu corong Tea Packer.
Pengepakan teh mutu II
Untuk teh mutu II dilakukan pengepakan langsung di ruangan sortasi. Bubuk teh
tidak perlu disimpan sementara di Tea Bin. Kadar air bubuk teh harus dijaga tetap
berkisar 2,5 % – 3,5 %, agar kualitas teh tetap baik.
b) Penyimpanan
Meskipun tahap pengolahan teh terakhir adalah pengepakan, tetapi setelah dikemas,
teh dilakukan penyimpanan di gudang penyimpanan. Ruang penyimpanan sama
dengan ruang pengepakan. Hal ini untuk memudahkan penataan. Sehingga setelah
dipak, teh dalam sack dapat dilakukan pengechopan dan langsung ditata di ruangan
tersebut.
Penyimpanan dalam bentuk chop-chop. Satu chop terdiri atas 1 bottom pallet, 1
bottom pallet terdiri atas 20 sack. Ketinggian bottom pallet maksimal 220 cm. Hal ini
untuk menjaga agar teh yang berada di bagian bawah tidak tergencet dan tidak rusak.
Kemudian ditutup plastik sungkup yang sebelumnya diikat dengan strapping plastik.
Kemudian untuk chop yang siap dipasarkan diberi tulisan “OK”.
51
BAB III
MESIN DAN PERALATAN
A. Mesin dan Peralatan Proses
Di Pabrik teh Kertamanah, untuk proses pengolahan memerlukan mesin dan peralatan.
Mesin adalah alat yang digunakan untuk proses pengolahan yang di dalam
menjalankannya membutuhkan bahan bakar atau sumber energi. Sedangkan peralatan
juga digunakan untuk proses pengolahan namun untuk menjalankannya hanya
membutuhkan tenaga manusia.
Di pabrik teh Kertamanah, mesin dan peralatan yang digunakan meliputi untuk proses
pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi kering dan pengepakan.
Adapun mesin dan peralatan tersebut adalah :
1. Mesin dan Peralatan Pelayuan
Mesin dan peralatan yang terdapat di ruang pelayuan meliputi monorail, palung
pelayuan, fan dan peralatan analisa pucuk.
Monorail adalah alat untuk mengangkut pucuk segar dari truk ke palung pelayuan
maupun untuk mengangkut pucuk layu menuju ruang penggilingan (untuk turun layu).
Monorail di ruang pelayuan dibedakan menjadi dua warna. Warna biru untuk
mengangkut pucuk segar dari truk ke palung pelayuan, sedangkan warna kuning untuk
mengangkut pucuk layu menuju ruang penggilingan seperti yang terlihat pada Gambar
3.1 dan 3.2
Monorail
Spesifikasi :
a. Merk : Bina Teknik
b. Jumlah kursi : 76 buah
c. Kecepatan : 18 menit/putaran
d. Kapasitas tiap kursi : 50 kg
52
Gambar 3.1. Perlengkapan Monorail
Gambar 3.2. Monorail
Palung pelayuan adalah bak penampung pucuk segar yang akan dilayukan. Palung
pelayuan dilengkapi dengan beberapa komponen, yaitu :
Palung Pelayuan (Whitering Trough)
Leaf bed, untuk menghamparkan pucuk segar yang akan dilayukan terbuat dari
wold net dan nilon net agar udara dari bawah palung dapat menembus ke pucuk
yang dihamparkan di atasnya dan daun teh tidak jatuh ke bawah. Lihat Gambar 3.4
Pipa pengirim (Transmission Duct), merupakan penghubung palung dengan kipas
unit angin. Lihat Gambar 3.3 dan 3.6
Unit kipas angin, terdiri dari elmot, kipas dan rumah kipas yang berbentuk bundar.
Fan ini berfungsi sebagai penarik udara yang kemudian dihembuskan ke palung.
Fan ini mempunyai kecepatan 1500 rpm. Lihat Gambar 3.5
Tempat tehrmometer, merupakan tempat untuk meletakkan tehrmometer di
tengah-tengah palung pelayuan.
Whitering Through di ruang pelayuan berjumlah 46 unit. Akan tetapi yang bekerja
sejumlah 44 unit. Setiap WT mempunyai CFM (Cubic Feed per Minute) yang
berbeda, besarnya CFM berkisar antara 22.000 – 28.000 CFM. Perbedaan besar CFM
ini tergantung besar daya (KW) fan setiap WT (semakin besar KW fan, maka semakin
besar CFM).
Prinsip kerja alat ini adalah menurunkan kadar air pucuk segar sampai kadar air yang
ditentukan. Udara panas bercampur dengan udara segar di sekitar WT. Udara
53
campuran ini dihembuskan ke dalam WT dengan penghembus udara yang digerakkan
oleh electromotor. Pada proses pelayuan pucuk CTC hanya menggunakan udara segar
saja.
Gambar 3.3.Palung pelayuan dan perlengkapannya Gambar 3.4. Palung Pelayuan
Gambar 3.5. Rumah Fan berisi fan dan
elektromotor
Gambar 3.6. Transmition duct dan rumah fan
Heat Exchangers
Merupakan alat untuk menghasilkan udara panas yang akan digunakan untuk
menurunkan kadar air pada pucuk segar (Lihat gambar 3.7). Bahan bakar yang
digunakan adalah IDO (Internasional Diesel Oil).
54
Prinsip kerja alat ini adalah pembakaran bahan bakar (IDO) dengan burner yang akan
menghasilkan panas yang akan mengenai plat-plat di ruang pembakaran. Kemudian
energi panas akan memanaskan udara di dalamnya. Udara panas ini dihisap oleh kipas
dan dialirkan menuju palung pelayuan.
Gambar 3.7 Heat Exchanger
Analisa pucuk dilakukan untuk mengetahui kualitas petikan yang dihasilkan di tiap
kemandoran. Analisa ini dilakukan di ruang analisa yang terletak di ruang pelayuan.
Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, kotak analisa pucuk, wadah
pucuk teh, dan tampir kecil. Di Pabrik Teh Kertamanah, peralatan untuk analisa
pucuk dan petik berjumlah satu set seperti pada gambar di bawah ini.
Peralatan Analisa Pucuk
Gambar 3.8 Peralatan Analisa Pucuk
55
2. Mesin dan Peralatan Penggilingan dan Fermentasi
Mesin dan peralatan yang terdapat di ruang penggilingan dan fermentasi pada sistem
CTC adalah GLS (Green Leaf Sifter), BLC (Borbora Leaf Conditioner), roll CTC, dan
CFU (Continue Fermenting Unit), dan RV (Rotorvane).
Untuk line 1, rangkaian alatnya adalah GLS – RV – CTC 1, 2, 3 – CFU. Sedang untuk
line 2 rangkaian alatnya adalah GLS – BLC – CTC1, 2, 3, 4 – CFU.
GLS
Alat ini berfungsi untuk memisahkan benda-benda asing dengan pucuk layu yang
siap digiling, antara lain logam, pasir atau ranting. Lihat gambar 3.9 dan 3.10.
Prinsip kerja GLS adalah pemisahkan kotoran dari pucuk layu akibat gerakan
ayakan yang maju mundur. Kotoran terlempar dan ditampung dalam baki. Getaran
terjadi karena perputaran engkol yang digerakkan oleh electromotor. Kotoran
harus dihilangkan agar tidak merusak roll CTC, karena roll CTC cepat rusak oleh
kotoran yang terbawa oleh pucuk. Dalam ayakan terdapat magnet yang berfungsi
untuk menangkap kotoran berupa logam.
Gambar 3.9 Green Leaf Shifter Gambar 3.10 Green Leaf Shifter asli Spesifikasi mesin GLS :
Merk : Teha single Action Lebar : 0,9 m
Kapasitas : 1200 kg Daya tampung : 200-300 kg
Panjang : 2,5 m Daya : 1,1 kwh
Tinggi : 2 m
56
RV CTC
Merupakan alat yang digunakan untuk memotong pucuk layu menjadi bagian yang
ukurannya lebih kecil. Lihat skema RV pada gambar 3.11
Prinsip kerja alat ini adalah pucuk layu dibawa ulir menuju vanes, pucuk layu
bergerak maju. Karena di pinggir RV terdapat resistor, maka pucuk yang bergerak
maju tergencet oleh resistor. Terdapat vanes yang arahnya berlawanan (review
vanes) yang menyebabkan pucuk kembali ke belakang dan tergencet lagi sehingga
ukurannya lebih halus, dan bisa lolos celah antara end plate. Spesifikasi rotorvane :
Panjang : 2,63 m Merk : Renold
Lebar : 1,02 m Kapasitas : 800 kg
Tinggi : 2,4 m Diameter : 15 inch
Sifat : tetap
Kecepatan konveyor : 29,38 m/s ; panjang konveyor 3,06 m dan lebar 0,75m.
Kapasitas pabrik merupakan kapasitas suatu tahapan proses dimana tahapan proses
tersebut memiliki kapasitas equivalen yang paling kecil dibanding tahapan proses lainnya,
dengan kata lain tahapan proses tersebut merupakan bottle beck pada pabrik tersebut.
Bottle neck adalah “hambatan” yang terjadi dalam proses produksi yang disebabkan oleh
kapasitas alat atau unit peralatan yang mempunyai kapasitas terkecil. Bottle neck
dijadikan salah satu pertimbangan dalam penentuan kapasitas suatu pabrik.
Pada pabrik pengolahan teh hitam secara CTC di Kertamanah diperoleh letak bottle neck
terdapat pada tahap pengeringan dimana kapasitas equivalennya sebesar 2.040,4319 kg
pucuk segar/hari atau 427,2664 kg teh kering/hari. Dari hal tersebut dapat diketahui
bahwa kapasitas pabrik Kertamanah untuk pegolahan teh hitam CTC adalah 2.040,4319
kg pucuk segar/hari atau 427,2664 kg teh kering/hari.
C. Tata Letak Mesin dan Peralatan
Tata letak merupakan pengaturan fasilitas pabrik yang bertujuan agar penggunaan
ruangan tersebut rasional dan ekonomis. Dalam menentukan tata letak alat dalam pabrik
yang harus diperhatikan adalah urutan proses yang dilakukan serta ketersediaan tempat
untuk alat sehingga akan memudahkan pengawasan dan pembersihan alat.
95
Mesin dan peralatan di pabrik Kertamanah diletakkan dengan memberi jarak secukupnya
di antara alat satu dan yang lain. Pengaturan letak mesin dan peralatan disesuaikan dengan
urutan proses sehingga lalu lintas di dalam ruang proses lancar. Seperti yang dapat dilihat
dibawah ini
96
97
BAB IV
TUGAS PERANCANGAN PABRIK II
A. Pendahuluan
1. Tugas Perancangan Pabrik II
Tercapaikah spesifikasi hasil olah seperti yang direncanakan semula? Berikan evaluasi
terhadap factor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap tercapai atau tidaknya
spesifikasi hasil olah tersebut.
2. Arti Penting Tugas Perancangan Pabrik II
Spesifikasi hasil olah bahan pangan merupakan gabungan dari sifat-sifat atau karakteristik
yang terdapat dalam bahan pangan pasca proses pengolahan. Spesifikasi hasil olah sangat
berperan dalam sebuah industri pengolahan pangan karena spesifikasi hasil olah menjadi
tolak ukur kualitas dari produk pangan yang dihasilkan. Spesifikasi hasil olah juga
menjadi target perencanaan awal bagi industri pengolahan pangan untuk tercapainya
uniformitas mutu hasil olah yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Pencapaian hasil olah yang sesuai dengan standar dan spesifikasi yang berlaku merupakan
hal yang penting bagi suatu unit pengolahan. Pencapaian spesifikasi hasil olah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor desain, faktor operasional, dan faktor
penyimpanan produk akhir. Oleh karena itu, pengawasan dan pengendalian terhadap
faktor-faktor tersebut menjadi hal yang utama untuk mendapatkan produk sesuai standar.
B. Penyelesaian Tugas Perancangan Pabrik II
1. Pendekatan Masalah
a. Mengetahui tahapan proses pengolahan teh hitam pada Kebun Kertamanah, baik pada
SOP maupun kenyataan di lapangan
b. Mengetahui kondisi proses pengolahan teh hitam pada Kebun Kertamanah, baik pada
SOP maupun pada kenyataan di lapangan
c. Mengetahui spesifikasi bahan baku yang ditetapkan untuk pengolahan dan bahan baku
yang didapatkan dari lapangan
d. Mengetahui spesifikasi hasil olah yang direncanakan oleh Pabrik Pengolahan Teh
Hitam Kebun Kertamanah PTPN VIII.
98
e. Mengetahui spesifikasi hasil olah yang tercapai di Pabrik Pengolahan Teh Hitam
Kebun Kertamanah PTPN VIII.
f. Menetapkan apakah spesifikasi hasil olah yang tercapai telah sesuai dengan rencana.
g. Menentukan dan mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi tercapai atau
tidaknya spesifikasi hasil olah yang telah direncanakan.
2. Spesifikasi Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi teh hitam pada Pabrik Pengolahan
Teh Hitam Kebun Kertamanah adalah pucuk daun teh yang didapatkan dari kebun sendiri.
Spesifikasi yang dipersyaratkan dari pihak kebun untuk bahan baku yang mereka gunukan
tertera dalam tabel berikut ini: No Persyaratan Standar Pabrik Pelaksanaan Keterangan 1 Karakteristik
biologi, fisika, dan kimia
biologi : pucuk teh fisika : bebas benda asing kimia : residu persitisida dibawh MRL (ref terlampir)
Tidak Pucuk teh; terdapat benda asing (pasir, batang), tidak ada data residu pestisida
2 Komposisi 100% pucuk teh (camelia sp) Tidak Terdapat benda asing yang ikut dimasukkan
3 Metode panen Dipetik Ya 4 Kemasan Waring Sack Tidak Waring beber dan
waring sack 5 Sumber bahan
baku Kebun sendiri dan kebun seinduk (PTPN VIII)
Ya
6 Metode pengiriman (pemuatan)
Menggunakan truck dengan kondisi : a. Bak truk bersih b. Dilengkapi dengan rak/tahapan dan
dipasang atap c. Tidak boleh diangkut bersamaan
dengan barang lain
Tidak Bak truk kotor, bak truk kadang dalam kondisi basah, tidak dilengkapi rak/tahapan
7 Kondisi penyimpanan
a. Tempat penyimpan pucuk di lapangan menggunakan tenda / los pucuk dilengkapi dengan alas
b. Waring sack dalam truck disusun dalam posisi berdiri
c. Penyusunan waring sack dalam truck tidak boleh dijejal disesuaikan dengan kapasitas truk
Tidak Terdapat waring yang disusun secara horizontal, penyusunan waring ditumpuk dan dijejal dalam truk
8 Umur bahan baku Maksimal 6 jam setelah pemetikan dengan kondisi pucuk segar (data validasi terlampir). Bahan baku yang sudah kadaluarsa (lewat dari 6 jam) dibuang.
Ya
99
9 Penanganan bahan baku
a. Sebelum pucuk dipindahkan ke waring sack dilakukan pengibaran dan pemisahan dari benda asing yang terbawa bersama pucuk
b. Isian waring sack maksima 25 kg dan tidak boleh dijejal
Tidak Waring diisi melebihi kapasitas (> 25 kg) dan pengisian secara dijejal
10 Kriteria penerimaan bahan baku
a. Residu pestisida dibawah MRL (data referensi terlampir)
b. Tidak ada benda asing c. Analisa pucuk minimal 65%
Tidak Tidak ada data residu pestisida, terdapat benda asing pada pucuk yang dibawa
Tabel 4.1 Spesifikasi Bahan Baku
3. Spesifikasi Hasil Olah
Hasil olah yang dimaksud berupa bubuk teh hitam kering dengan berbagai grade yang
terbuat dari bahan dasar pucuk daun teh segar yang diproses melalui proses pengolahan
sistem CTC yang siap dipasarkan. Pembagian grade pada bubuk the hasil pengolahan
Pabrik Kertamanah terdiri atas 3 grade. Grade I terdiri atas jenis BP 1 Groof (Broken
Pekoe Groof 1), BP 1 (Broken Pekoe 1), PF 1 (Pekoe Fanning 1), PD (Pekoe Dust), D 1
(Dust 1) dan Fanning. Sementara untuk grade 2 terdiri atas D 2 (Dust 2), D 3 (Dust 3),
dan FNGS 2 (Fannings 2). Untuk grade 3 terdiri atas BM 2 (Broken Mixed 2) dan Pluff.
Untuk mendapatkan produk teh hitam dengan kualitas yang baik maka spesifikasi dari teh
hitam perlu direncanakan terlebih dahulu.
a. Spesifikasi Hasil Olah yang Direncanakan
Setiap perusahaan pengolahan pasti punya spesifikasi atau standar terhadap hasil olah
yang perusahaan inginkan. Demikian pula pada Pabrik Pengolahan Teh Hitam Kebun
Kertamanah PTPN VIII, adanya standar tersebut memberikan pedoman dalam proses
pengolahan lebih lanjut. Spesifikasi produk yang yang telah sesuai dengan standar
akan memberikan respon konsumen yang baik sehingga produk dapat diterima oleh
konsumen. Berikut ini adalah table yang mencantumkan spesifikasi yang
direncanakan oleh Kebun Kertamanah 1 Nama produk Teh Hitam Orthodoks Kertamanah (BOP, BOP.F, P. FANN,
DUST, BT, BP, PF.II, DUST II, BT.II, BP.II, DUST III, FANN.II, BM)
Teh Hitam CTC Kertamanah (BP.1, PF.1, PD, D.1, FANN, D.2, FNGS.2, BM2), dengan sepesifikasi tiap jenis produk mengacu ke standar Mutu Teh hitam PTPN VIII
2 Komposisi 100% pucuk teh (camelia sp) 3 Karakteristik produk
akhir Sesuai SNI Teh hitam 01-1902-2000 a. Residu pestisida dibawah MRL b. Tidak ada benda asing berukuran 7-25 mm
- Kandungan TPC maksimal 3 x 103, Coliform < 3.
100
- Jamur maksimal 1 x 105/g, salmonella negatif (persyaratan pembeli)
d. MC teh maksimum 5% 4 Metode pencegahan
(migroorganisme) Proses pengeringan, Temperatur pemanasan : 90 – 120 oC Lama proses : 18 – 24 menit
5 Kemasan utama a. Paper sack dengan standar T2 sebagai berikut : - Terdiri dari 4 ply standar - 82 gsm wet strength outer ply - 2 x 72 gsm High performance kraft - 1 x 112 gsm aluminium foil/ kraft laminate b. Karung plastik / polybag dengan Inner Plastik (PE)
6 Kemasan untuk pengepakan
- Alas Bottom Pallet kayu yang telah difumigasi - Pelapis paper kraft - Penutup Pallet / plastik Sungkup - Pengikat sack / straping band
7 Kondisi penyimpanan a. Penyimpanan tersendiri, tidak disatukan dengan bahan kimia yang beracun atau berbau
b. RH Ruangan Maksimum 80% c. Ruangan bersih dengan kondisi bangunan yang terpelihara d. Menggunakan alas kayu/ bottom pallet e. Paper sack ditutup terpal f. Pallet tidak rapat pada dinding, pintu dan jendela dengan
jarak minimal 30 cm Tabel 4.2 Spesifikasi Hasil Olah Yang Direncanakan
b. Realisasi Spesifikasi Hasil Olah
Pemeriksaan dan pengujian produk akhir yang dilakukan meliputi analisa petik dan
analisa pucuk (tahap pelayuan), uji kadar air (pada tahap pelayuan, penggilingan,
pengepakan dan kantor dengan atap berupa beton yang dicor.
4. Ventilasi
Ventilasi memiliki peranan penting dalam operasi sanitasi. Berfungsi sebagai
tempat pertukaran udara dari dan ke luar ruang pengolahan. Selain itu juga
untuk mengeluarkan uap air yang dapat mengganggu berlangsungnya proses
produksi. Ventilasi pada tiap ruangan disesuaikan dengan kondisi proses yang
diinginkan.
Pada ruang pengeringan dan sortasi kering, ventilasi relatif sedikit untuk
mencegah masuknya debu dan kontaminan dari luar yang memungkinkan
terjadinya kontaminasi terhadap teh kering. Begitu pula dengan ruang
pengepakan dan penyimpanan. Ventilasi dibuat seminimal mungkin untuk
mencegah masuknya debu yang membawa kontaminan dari luar dan untuk
menjaga kelembaban udara ruangan tetap rendah sehingga tidak
mempengaruhi kualitas teh kering.
109
5. Penerangan
Penerangan dengan menggunakan lampu neon dilakukan di setiap ruang
pengolahan yang ada di pabrik pengolahan teh hitam Kertamanah. Penerangan
ini berfungsi untuk membantu pekerja dalam menjalankan proses pengolahan.
Jumlah penerangan di setiap ruang pengolahan berbeda-beda. Disesuaikan
dengan keperluannya. Untuk proses pengolahan yang dilakukan pada malam
hari, seperti pelayuan dan sortasi kering, jumlah lampunya lebih banyak dan
tersebar merata. Sedangkan pada ruang pengolahan lain yang banyak
dilakukan siang hari, jumlah lampu penerang tidak diperbanyak.
Sanitasi Pekerja
Sanitasi pekerja pada Kebun Teh Kertamanah diperuntukkan bagi setiap pekerja
yang berhubungan dengan aliran bahan dan proses yang berlangsung. Di
lingkungan proses pengolahan, setiap pekerja yang masuk atau mempunyai
kepentingan di ruang produksi wajib mengenakan jas laboratorium, lengkap
dengan penutup kepala dan masker. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari
adanya kemungkinan kontaminasi dari lingkungan luar ataupun tubuh pekerja. Jas
laboratorium, penutup kepala, dan masker tersebut harus terjaga kebersihannya.
Penutup kepala digunakan untuk melindungi kepala dari debu dan kotoran,
mencegah agar rambut tidak tersangkut di mesin yang sedang berputar serta
mencegah jatuhnya rambut sehingga dapat mengkontaminasi produk yang ada.
Tutup kepala yang digunakan sebagai pelaksanaan sanitasi pekerja ialah topi
untuk laki-laki dan topi khusus untuk wanita. Dengan memakai topi tersebut,
seluruh bagian rambut pekerja akan terlindungi dan tertutupi.
Masker digunakan untuk menjaga agar debu dan udara lembab tidak masuk ke
saluran pernafasan serta mencegah kontaminasi pekerja ke produk antara atau
produk jadi yang ada di ruang produksi. Masker terbuat dari kain, dan ketika
dikenakan, permukaannya mampu menutupi lubang hidung dan mulut pekerja.
Perlengkapan sanitasi yang lain adalah sarung tangan. Sarung tangan tersebut
digunakan untuk melindungi tangan pekerja dan untuk mencegah kontaminasi dari
tangan pekerja terhadap produk antara atau produk jadi. Sarung tangan yang
110
digunakan pekerja pabrik Kertamanah terbuat dari kain. Penggunaan sarung
tangan dari kain tersebut dapat disempurnakan dengan penggunaan sarung tangan
yang terbuat dari karet. Kain yang cepat menyerap air dan kotoran masih
memungkinkan adanya kontaminasi pada produk meskipun pekerja telah
menggunakan sarung tangan.
Sanitasi Peralatan
Pembersihan peralatan dan mesin pengolahan dilakukan setelah proses pengolahan
selesai dijalankan. Masing-masing tahapan pengolahan memiliki jadwal
pembersihan yang berbeda satu sama lain.
Di ruang pelayuan, palung pelayuan dibersihkan setiap usai turun layu dengan
sapu lidi. Pembersihan dilakukan untuk membersihkan pucuk-pucuk teh yang
masih tertinggal. Sedang untuk kolong bagian bawah palung yang merupakan
tempat mengalirnya udara pelayuan, dibersihkan setiap 20 hari sekali. Agar tidak
banyak debu yang terakumulasi.
Untuk ruang penggilingan, peralatan serta mesin sortasi basah dan oksidasi
enzimatis dibersihkan dengan air setiap usai digunakan. Dan setiap satu minggu
sekali, pembersihan dilakukan dengan menggunakan soda api. Sedangkan
pada tahapan pengeringan, sortasi kering dan pengepakan, pembersihan dilakukan
dengan menyemprotkan udara di tiap bagian serta sudut alat dan ruangan agar
terbebas dari timbunan debu. Biasanya dilakukan setiap usai pengolahan dan
dilakukan oleh pekerja yang bekerja pada shift tersebut.
Sanitasi Bahan Baku
Sanitasi bahan baku yang berupa pucuk teh segar telah dilakukan sejak pemetikan.
Pucuk teh ditampung terlebih dahulu di keranjang pemetik. Kemudian
dimasukkan ke dalam waring sebelum ditimbang.
Saat waring yang berisi pucuk teh segar itu menunggu untuk ditimbang, waring
diletakkan di tanah dengan dialasi karung dan ditutup dengan terpal. Ini
dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi yang berasal dari tanah dan untuk
menjaga pucuk teh dari sengatan sinar matahari yang dapat menyebabkan
111
pelayuan dini. Setelah diangkut dan sampai di pabrik, pemisahkan pucuk teh segar
dengan kotoran dilakukan oleh karyawan sembari membeberkan pucuk di atas
palung pelayuan. Cara semacam ini kurang maksimal untuk menghilangkan
kontaminasi. Acapkali, saat pucuk turun layu, masih banyak kontaminasi yang
berupa ranting, daun dari tanaman lain, dan kotoran.
Kontaminasi lain yang mungkin muncul selama proses pengolahan adalah logam.
Baik itu yang berasal dari ceceran mesin ataupun dari luar lingkungan pengolahan.
Untuk cemaran yang berupa logam ini penanganan dilakukan dengan
menggunakan magnet yang diletakkan di atas konveyor. Dengan demikian, saat
melewati magnet tersebut, logam yang semula bersama bubuk teh akan tertarik
magnet. Selanjutnya, setiap satu jam sekali, dilakukan pengambilan logam-logam
yang menempel pada magnet untuk dibuang.
Bubuk teh yang sudah kering ditempatkan dalam gentong plastik agar tidak terjadi
penyerapan air karena kondisi udara lingkungan yang lembab. Kemudian, masing-
masing jenis ditampung dan disimpan pada tempat yang berbeda. Sebagian besar
penyimpanan dilakukan di sejumlah peti miring. Namun ada beberapa jenis yang
disimpan dalam karung karena keterbatasan jumlah peti miring.
Untuk produk akhir yang sudah dikemas dalam paper sack dan karung, sanitasi
dijaga dengan pengkondisian RH ruang penyimpanan. Dimaksudkan untuk
menjaga kadar air produk teh kering yang ada di dalamnya.
Evaluasi Aspek Sanitasi
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan pada aspek sanitasi selama proses
pengolahan the hitam, sering kali ditemukan penyimpangan pada hal sanitasi yang
sebagian besar disebabkan oleh kelalaian pekerja. Penyimpangan tersebut
diantaranya banyak pekerja yang tidak menggunakan kelengkapan kerja (Jas
Pabrik dan Masker), tidak dilakukannya pembersihan magnet konveyor setiap 1
jam sekali (hanya ketika dianggap sudah terlalu penuh), penanganan pucuk tiba
sering dilakukan secara terburu-buru sehingga sering didapati pucuk yang tercecer
dan terinjak p[egawai. Pucuk tersebut tetap juga disertakan untuk masuk proses
pengolahan.
112
Sementara penyimpangan yang disebabkan non-pekerja antara lain lampu
penerangan yang kurang memadai pada ruang pelayuan sehingga kurang dapat
memperlancar proses pelayuan pada malam hari, selain penerangan yang kurang
memadai pembersihan kaca jendela dilakukan hanya saat-saat tertentu saja atau
apabila sudah dianggap perlu dibersihkan.
FAKTOR OPERASIONAL
Faktor operasional yang dimaksud disini adalah proses pengolahan teh hitam. Proses
pengolahan memberikan kontribusi terhadap pembentukan spesifikasi hasil olah.
Proses pengolahan yang tidak sesuai dengan standar operasional proses akan
menghasilkan produk dengan kualifikasi yang rendah meskipun bahan dasar yang
digunakan memenuhi kualifikasi baik.
Setiap tahapan proses memiliki persyaratan masing-masing untuk menciptakan
kondisi proses yang ideal. Dengan kondisi proses yang ideal, diharapkan spesifikasi
hasil olah yang diperoleh dapat sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Permasalahan yang muncul adalah sulitnya menciptakan kondisi proses yang ideal,
baik itu disebabkan oleh faktor manusia (human error), kondisi alat, maupun kondisi
lingkungan yang tidak mendukung. Untuk berbagai persyaratan pada proses
pengolahan yang ditetapkan pabrik dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
113
Tahapan SOP Pabrik Kertamanah Ketercapaian di Lapangan
Keterangan Hasil Evaluasi
Pelayuan 1. WT dalam keadaan bersih, tidak ada kebocoran udara
2. Kelengkapan WT (klep-klep pengatur
udara, nako, ducting udara panas, HE, blower) harus dapat dioperasikan dengan baik dan tidak ada kebocoran
3. Fishing net tidak ada sobekan yang memungkinkan pucuk lolos dan dilarang menggunakan fishing net secara rangkap.
4. Lea bed/weld mesh/alas WT untuk pucuk tidak bergelombang/cekung/sagging.
5. Alat2 kontrol tersedia(thermometer dry&wet, mistar ukuran ketinggian pucuk)
6. MC layu 67%-74% 7. Toleransi perbedaan (variasi) derajat
layu dari hari ke hari berkisar 2%-3% dengan rataan kelayuan >90%
8. Lama pelayuan minimal 10 jam, dan sebaiknya 14-20 jam
9. Pembeberan pucuk segera dilakukan setelah pucuk tiba di pabrik mulai dari ujung yang berlawanan dengan arah fan.
10. Udara segar mulai dialirkan sejak pucuk mulai disimpan di atas WT.
11. Stik ketinggian beberan pucuk
dipasang pada ujung WT yang berlawanan dengan arah fan.
12. Pada awal pelayuan harus
menggunakan udara segar.
Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya
Terdapat kebocoran udara dan kondisi WT tidak bersih Beberapa WT ditemukan memiliki netting yang sobek Alas WT bergelombang Tidak tersedia peralatan sesuai yang dipersyaratkan Tidak terdapat stik ketinggian
Pucuk terkontaminasi kotoran dan pelayuan tidak merata Banyak pucuk yang lolos/jatuh ke lorong WT Kerataan pucuk saat dilayuakan tidak sama Proses pelayuan dijalankan berdasarkan kebiasaan pabrik Pengukuran ketinggian beberan hanya berdasar kira-kira
Mengkondisikan WT selalu bersih, dan menutup kebocoran pada WT Mengganti netting yang sobek/rusak Mengatur kembali alas WT agar tidak bergelombang Memasang kembali alat kontrol yang telah hilang atau rusak Pemasangan kembali stik pengukur ketinggian beberan
114
13. Pemberian udara panas harus dilakukan sesuai kondisi pucuk, cuaca dan perbedaan temperatur termometer dry&wet udara luar, sebaiknya setelah 5-6 jam pembeberan.
14. Jika diperlukan penyempurnaan kiraban atau pembalikan, dilakukan setelah ketinggian beberan mencapai 50%-65% dari ketinggian beberan awal sebanyak 1-2 kali sesuai kebutuhan.
15. Cara pembalikan pucuk memakai “buruan”, buruan tersebut diisi lapisan atas sehingga lapisan bawah dapat berpindah ketempat lapisan atas.
16. Pembongkaran pucuk layu dimulai dari ujung yang berlawanan dengan arah fan.
17. Pada WT dan Buku Pelayuan dicatat: isian WT, jam pengisian, mandor, afdeling dan ketinggian beberan.
19. Pencatatan mulai dan lama pemakaian udara panas.
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
Tidak ada data pencatatan lama pemakaian udara pemanas
Tidak dapat memprediksi kebutuhan bahan bakar penghasil udara panas
Dilakukan pencacatan pemakaian udara panas
Tabel 4.8 SOP Tahap Pelayuan
115
Tahapan SOP Pabrik Kertamanah Ketercapaian di Lapangan
Keterangan Hasil Evaluasi
Penggilingan dan Oksidasi Enzimatis
1. Semua alat2 dan mesin pembantu harus dalam keadaan bersih, kering dan siap pakai.
2. Magnet dalam GLS dan
konveyor sebelum BLC/RV dan CTC harus berfungsi dengan baik.
3. Semua mesin yang akan dipakai harus dicoba sebelum dioperasikan
4. Alat pengatur pengendali kerataan bubuk harus berfungsi dengan baik.
5. Kerapatan celah roll = 0,004 inchi – 0,01 inchi atau 0,10 – 0,25 mm
6. Diameter roll yang dapat digunakan minimum 7,25 inchi dan harus dipasangkan dengan roll yang berdiameter sama.
7. Untuk pucuk medium dengan hasil Analisa Pucuk (AnCuk) 65-70% disarankan TPI 8-8-10/8-8-8-10 sedangkan AnCuk minimal 70% disarankan TPI 8-10-10/8-8-10-10
8. Interval pergantian roll CTC 70-100 jam
9. Temperatur bubuk BLC/RV 21 – 26 ‘C
10. Temperatur bubuk oksidasi enzimatis awal 28-32’C, 40% panjang FU 30 – 34 ‘C, tengah 28-30 ‘C, akhir 24-29 ‘C.
11. Suhu ruang giling 14 – 26 ‘C,
Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya - Tidak Ya
Keadaan alat bersih hanya setelah pencucian yang dilakukan selama 1 minggu sekali Tidak dilakukan percobaan pada mesin yang akan digunakan Tidak ada pembedaan pucuk yang didasarkan pada AnCuk Tidak dilakukan pengukuran Dari data pengamatan urutan suhu bubuk selama fermentasi: 27-29’C; 31-32’C; 30’C; 28-30’C
Bubuk hasil penggilingan hari kemarin kadang masih bercampur dengan bubuk hasil gilingan hari ini Kadang timbul gesekan pada roll akibat kerapatannya berubah Resiko bubuk hasil gilingan tidak sesuai dengan standar pabrik semakin tinggi Pelayuan tidak sempurna akibat ketidaksesuaian suhu dengan standar
Mengkondisikan alat kembali bersih setelah selesai digunakan Selalu mengetes alat sebelum digunakan Mengkondisikan pemasukan pucuk ke mesin penggiling sesuai dengan hasil AnCuk Pengaturan suhu bubuk selama pelayuan, agara pelayuan berjalan sempurna
116
kelembapan 80-95% 12. Ketebalan bubuk oksidasi
enzimatis 5-12 cm. 13. Kecepatan oksidasi enzimatis
(CFU) 70-120 menit. 14. Pucuk layu diturunkan ke GLS
masuk BLC/RV secara kontinyu atas dasar perhitungan kapasitas dryer, kapasitas monorail perjam dan kapasitas keranjang pucuk layu dengan memperhatikan MC pucuk layu dan diameter roll yang digunakan.
15. Hasil gilingan awal BLC/RV yang masih berbentuk lembaran pucuk dikembakikan ke BLC/RV.
16. Kerataan ketebalan bubuk yang akan masuk ke CTC diatur menggunakan spreader.
17. Peralatan BLC/RV, CTC dan konveyor dicuci berrsih setelah pengolahan. Khusus tray CFU dicuci menggunakan soda api atau cairan pembersih lainnya secara bergiliran setiap hari.
18. Pencatatan suhu dan kelembapan ruang giling perjam; suhu bubuk pada BLC/RV dan CTC tiap jam; suhu, ketebalan bubuk dan waktu enzimatis secara berkala; Jam kerja roll CTC
Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak
Tidak dilakukan inspeksi hasil gilingan awal Pencucian dilakukan selama 1 minggu sekali Mandor bagian penggilingan dan fermentasi tidak melakukan pencatatan (tidak ada buku mandor di ruangan)
Pucuk hasil gilingan awal yang tidak sempurna, tetap masuk ke mesin roll CTC Meningkatnya resiko cemaran kotoran maupun bakteri terhadap bubuk yang digiling hari ini Tidak ada data resmi mengenai kelembaban ruang, suhu ruang, suhu bubuk,ketebalan bubuk, waktu fermentasi dan jam kerja roll CTC
Melakukan inspeksi pada hasil gilingan awal Melakukan pencucian alat setiap selesai pemakaian Mandor penggilingan melakukan pencacatan data-data tersebut untuk memudahkan dilakukannya inspeksi atau pengecekan hasil penggilingan dan fermentasi
Tabel 4.9 SOP Tahap Penggilingan dan Fermentasi
117
Tahapan SOP Pabrik Kertamanah Pelaksanaan di Lapangan
Keterangan Hasil Evaluasi
Pengeringan 1. Burner harus dapat menyala dengan sempurna (tidak ada bau asap) yang dikendalikan dengan termostat.
2. Alat ukur harus berfungsi dengan baik (termometer, termograf dan monometer).
3. Kondisi bed/grid plate harus baik sehingga tidak terjadi bocoran dan shagging.
4. Klep pengatur udara pengeringan dan udara buang dapat diatur sesuai kebutuhan.
5. Tangki BBM harus terisi penuh sebelum HE dioperasikan.
6. Suhu pengeringan: VFBD (inlet) 125-128’C; VFBD (Outlet) 88-92’C
7. Lama pengeringan 12 – 18
menit 8. Kadar air keringan 2-3,5% 9. Penyalaan HE dilakukan
45-60 menit sebelum bubuk masuk mesin pengering disesuaikan dengan kondisi lingkungan/cuaca. Didahului dengan menjalankan exhaust fan, sebaiknya suhu exhaust fan HE 110% dari suhu inlet.
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak -
Ya Ya
Ditemukan adanya bocoran bubuk disamping mesin pengering Data dari pengamatan: Suhu inlet 117-118 ‘C dan suhu outlet 89-90 ‘C Tidak dilakukan pengamatan pada bubuk
Banyak bubuk yang tercecer keluar mesin sehingga terjadi fermentasi berlebih Proses pengeringan berjalan tidak sempuna karena suhu inlet yang rendah
Pengaturan kembali mesin agar meminimalkan tingkat kebocoran bubuk Pengkalibrasian alat agar suhu inlet-outlet kembali sesuai standar
118
10. Pemeriksaan kadar air dan seduhan setiap jam.
11. Ducting cyclon dan lorong
bawah FBD/VFBD harus dibersihkan secara berkala.
12. Pemeriksaan keringan dilakukan secara rabaan, diremas dan dicium setiap saat.
13. Hindari penumpukan
bubuk keringan didepan seksi akhir FBD/VFBD, diupayakan input setara dengan output.
14. Pencatatan suhu inlet dan outlet; kadar air; penggunaan BBM; kualitas hasil (seduhan).
Tidak
Ya
Tidak
Ya Tidak (khusus kualitas hasil seduhan)
Tidak dilakukan pengujian kadar air dan seduhan Jarang dilakukan pemeriksaan dengan cara rabaan, remasan dan dicium Semua dilakukan pencatatan kecuali kualitas hasil seduhan karena tidak dilakukan pengujian kualitas hasil seduhan
Bubuk hasil pengeringan kadang memiliki kadar air diatas batas maksimal Bubuk hasil pengeringan dibiarkan lewat begitu saja melalui konveyor tanpa diperiksa Kualitas rasa hasil seduhan bubuk tidak dapat diketahui, sehingga efektivitas proses pengeringan juga tidak dapat diprediksi
Pengujian kadar air bubuk hasil pengeringan dilaksanakan 1 jam sekali Dilakukan pemeriksaan bubuk hasil pengeringan setiap saat dengan cara rabaan, diremas dan dicium Dilakukan pengujian seduhan untuk mengetahui kinerja alat pengeringan dalam mengeringkan bubuk
Tabel 4.10 SOP Tahap Pengeringan
119
Tahapan SOP Pabrik Kertamanah Ketercapaian di Lapangan
Keterangan Hasil Evaluasi
Sortasi Kering 1. Mesh ayakan tidak sobek atau shagging (cekung) dan selalu bersih dari bubuk yang menutup lubang ayakan
2. Kemiringan ayakan 4-6’ 3. Semua mesin yang akan
dipakai harus dibersihkan dan dapat dioperasikan dengan baik.
4. Pengisian setiap mesin disesuaikan dengan kapasitas mesin yang bersangkutan dengan mengatur ketebalan input feeding oper.
5. Kondisi ruang sortasi harus kering dan kelembaban maksimum 70%
6. Pekerjaan sortasi harus dilaksanakan segera, secepat dan sebaik mungkin.
7. Ruang sortasi diusahakan bersih dari debu, teh tidak berceceran di lantai.
8. Hasil setiap corong jenis dipisahkan pada wadah yang bersih
9. Hasil jadi diperiksa oleh sinder pabrik/mandor besar dan selalu diabndingkan dengan standar.
10. Hasil jadi yang
Ya - Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya
Tidak dilakukan pengukuran sudut kemiringan ayakan Masih sering ditemukan the yang berceceran dilantai
Kontaminasi bubuk dengan debu dan kotoran
Menjaga kebersihan ruang dan meminimalisasi adanya ceceran bubuk teh
120
memenuhi syarat diberi girik warna hijau setelah ditimbang masuk peti miring. Sedangkan yang tidk memenuhi standar diberi girik untuk sortasi ulang.
11. Buku sortasi meliputi mutu 1, 2, dan lokal, jenis, prosentasi grade, B/K, kapasitas kg/HK, kapasitas kg/jam, lama proses sortasi dan jumlah HK sortasi.
Tidak
Tidak tersedianya buku sortasi sehingga tidak ditemukan data-data hasil pengukuran standar-standar yang ditetapkan pabrik
Tidak adanya data-data hasil pengukuran bubuk teh hasil sortasi kering, kurangnya pengawasan terhadap kualitas bubuk teh yang dihasilkan
Penyediaan bu sortasi untuk mempermudah pengawasan terhadap kualitas bubuk the yang dihasilkan agar sesuai standar pabrik
Tabel 4.11 SOP Tahap Sortasi Kering
121
Tahapan SOP Pabrik Kertamanah Ketercapaian di Lapangan
Keterangan Hasil Evaluasi
Pengepakan 1. Teh yang dipack, sesuai persyaratan mutu, MC maksimum 4,5%, standar density (Lihat standar mutu density), appearance, bebas dari benda asing dan tanpa cacat mutu dalam dan koontaminan.
2. Isi tiap paper sack/bag/karton untuk setiap jenis sesuai ketentuan yang diberlakukan.
3. Ukuran ketinggian pallet maksimum 215 cm
4. Penyablonan harus benar, jelas dan rapi.
5. Pemberian identitas/penyablonan bahan pembungkus dan harus dilaksanakan pada ruang terpisah.
6. Contoh awal diambil untuk diperiksa dibandingkan dengan standar.
7. Pengepakan dimulai bila appearance contoh awal minimal sama/mirip dengan standar tanpa cacat mutu dalam.
8. Apabila appearance contoh awal berbeda dengan standar dilakukan hersortir.
9. Pengambilan contoh, bila contoh awal memiliki cacat mutu dalam:
- Contoh awal diulang untuk diperiksa lagi
- Cacat mutu yang terlalu
Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Pada beberapa jenis teh mengalami kenaikan densitas yang dimungkinkan timbul karena adanya kenaikan MC pada bubuk teh
Jumlah volume teh selama penyimpanan meningkat
Mengupayakan kondisi penyimpanan agar tidak terjadi kenaikan MC pada bubuk teh
122
parah setelah pemeriiksaan berulang-ulang, pengepakan ditangguhkan untuk di blend dengan produksi baru atau di pack terpisah.
10. Contoh yang telah sesuai standar diaduk dan dilakukan uji mutu.
11. Contoh dimasukan kantong contoh yang telah disiapkan masing-masing 50 dan 100 gr, untuk auction 372 dan alokasi free sales 7 buah (termasuk 1 buah arsip kebun)
12. Kantong contoh tersebut diperiksa dan diparaf oleh sinder pabrik. Apabila sinder pabrik berhalangan, paraf dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh administratur.
13. Setelah selesai dipack, setiap paper sack maupun setiap 1 chop dipasng statur inspeksi dan diparaf sinder pabrik atau pejabat yang ditunjuk.
14. Chop sampel kemudian dikirim ke bagian pemasaran kantor direksi disertai surat pengantar chop sampel.
Ya Ya Ya Ya Ya
Tabel 4.12 SOP Tahap Pengepakan
123
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan kerja praktek yang kami laksanakan di perkebunan Kertamanah Bandung,
dapat diambil kesimpulan bahwa :
Sistem pengolahan teh yang dilakukan di pabrik teh Kertamanah ada 2, yaitu sistem
Orthodoks yang sistem CTC. Keduanya dilakukan di satu ruangan pengolahan.
Sistem CTC merupakan sistem conveyorisasi, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan
lebih sedikit daripada sistem Orthodoks.
Tujuh puluh persen pengolahan teh hitam dilakukan dengan sistem CTC, sedang
sisanya adalah sistem Orthodoks.
Bahan dasar pucuk segar diambil dari kebun sendiri yang terbagi atas 5 afdeling yaitu
afdeling Wayang, Cinyiruan, Pasir Gede, Tirtasari dan Kertamanah sendiri.
B. REKOMENDASI
Ruang pengolahan basah sebaiknya kondisinya lebih diperhatikan, dan adanya
ventilasi yang tidak berguna sebaiknya dihilangkan karena dapat mengganggu
pengkondisian yang dipersyaratkan.
Perlu ditegaskan lagi kepada pegawai tentang pentingnya penggunaaan seragam kerja
termasuk masker, sarung tangan dan tutup kepala untuk menghindari kontaminasi
sehingga pegawai patuh untuk melaksanakan peraturan tersebut. Karena masih
banyak dijumpai pegawai yang tidak patuh terhadap peraturan tersebut.
Perlu dilakukan peninjauan terhadap pegawai langsung di lapangan, untuk menilai
kinerja pegawai. Dan bagi pegawai yang memiliki kinerja tinggi dapat diberikan
penghargaan (award) untuk meningkatkan mutu kinerja pegawai lain.
Kebersihan pabrik seharusnya selalu terjaga dalam setiap kondisi.
124
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992. Pengaruh wadah dan Jumlah pengisian Pucuk Teh Terhadap mutu Daun Segar.
Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Dana ARM. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung.
Adiprayoga, 1971. Bercocok Tanam & Fabrikasi Teh. Lembaga Pendidikan Perkebunan
Yogyakarta.
Arifin, Sultoni, 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina.
Gembong. Bandung.
Bokuchava, M.A and N.I Skobeleva, 1969. Teh Chemistry and Biochemistry of Tea and Tea
Manufacture. Advances in Food Research. USSR Academy of Science. Moscow.
Eden, T, 1958. Tea. 1st edition. Longmars green and Co. London. New York. Toronto. 201 p.
Harler, C. R, 1963. Tea Manufacture. Oxford university Press London.
Kartika, Bambang, 1983. Perkembangan Penelitian Standar Teh Hitam di Indonesia. Warta
BPTK 9 (1/ 2) : 81-89.
Kirk, R. E. and P. F. Othmer, 1965. Chemistry of Tea. Encyclopedia of Chemical Technology.
Vol 13 2nd. John Wiley and Sons Inc. New York.
Kustamiyati, B., Ratna B., saripah H., dan Betty Dewis, 1987. Warna dan Rasa Seduhan Teh
Hitam dengan Berbagai Macam Air Penyeduh. Buletin Penelitian Teh dan Kina. Vol 2
(1) : 29-38.
Lehninger, h. A., H. R. Break, E. Verhaan, 1951. Harleiding Veor de Tehe Bereiding. Deel II. De
Centrale Vereniging Tot Beneer Proefstations Voor de Over Jarige culture in Indonesia
Jakarta.
Pintauro, D. N., 1977. Tea and Soluble Tea Product Manufacture. Noyes data Co. New Jersey.
Stahl, W. H., 1969. Teh Chemistry of Tea and Tea Manufacturing. Mc. Cormic and Co. inc.
Baltimore. Maryland.
Pamaswamy, N.S., 1958. Teh Chemistry of Tea Manufacture. Tea Quart. 29 : 95-98.
Riyanto, Bambang, 1989. Dasar- Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit
Gadjah Mada.
Roberts, R.A.H., 1958. Teh Chemistry of Tea Manufacture. J. Sci. Food Agric. 9 : 381-390.